8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Pembelajaran IPA
Sebelum masuk pada pengertian pembelajaran IPA dan hakikat IPA,
disini akan dibahas terlebih dahulu mengenai hakikat pembelajaran secara
umum. Dalam Syaiful Sagala (2011:61), pembelajaran ialah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran
merupakan komunikasi dua arah, mengajar di lakukan oleh pihak guru
sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Pengertian pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2011: 61)
menegaskan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta
dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan
subset khusus dari pendidikan. Sedangkan pengertian pembelajaran secara
khusus menurut Syaiful Sagala (2011: 42) adalah sebagai berikut:
1. Menurut teori behaviorisme pembelajaran adalah suatu usaha guru
menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati atau diukur.
2. Menurut teori kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan
memahami apa yang sedang dipelajari.
3. Menurut teori Gestalt pembelajaran adalah usaha guru memberikan
mata pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah
mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu Gestalt (pola
bermakna), bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi
mengorganisir yang terdapat dalam diri siswa.
9
4. Menurut teori humanistik pembelajaran adalah memberikan kebebasan
kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajari
sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Sugandi 2002: 24).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa sebagai wahana bagi
guru memberikan materi pelajaran dengan sedemikian rupa sehingga siswa
lebih mudah mengorganisirkannya menjadi pola yang bermakna serta
memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dalam lingkungannya.
Setelah kita tahu mengenai hakikat pembelajaran secara umum,
maka selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian pembelajaran IPA
dan hakikat IPA.
Puskur, Balitbang Depdiknas (2009) menyatakan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta. Konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA
diharapkan dapat menjadi wahan bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerpakannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran IPA di sekolah menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena IPA
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat
diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar
tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan
pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran salingtemas (sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman
belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan konpetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
10
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA
adalah suatu proses pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi yang dimiliki dan menemukan pengetahuan
melalui penelusuran ilmiah yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsip
untuk diidentifikasi di alam sekitar.
Dalam Puskur, Balitbang Depdiknas (2009), merujuk pada
pengertian IPA itu maka disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran IPA
meliputi empat unsur utama yaitu:
a. Sikap
Rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar.
b. Proses
Prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah
meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau
percobaan, evaluasi pengukuran dan penarikan kesimpulan.
c. Produk
Produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum atau dalil, serta hasil
dari suatu proses.
d. Aplikasi
Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-
hari.
Keempat unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang
sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses
pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga
peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,
memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah,
dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Menurut Sri Harsono (dalam Indah, 2008), prinsip-prinsip Piaget
dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-program yang
menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-
11
pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang
lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan
dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA itu
menekankan pada pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman nyata
di dalam proses pembelajaran secara utuh tentang fenomena alam melalui
pemecahan masalah, metode ilmiah dengan pemanipulasian alat, bahan,
atau media belajar yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh
pengalamannya sendiri di dalam pembelajaran.
Berdasarkan dari pengertian pembelajaran dan hakikat IPA di atas,
guru dituntut untuk secara tepat memilih model pembelajaran yang sesuai
atau cocok dengan karakteristik pembelajaran IPA. Utamanya terhadap
pembelajaran IPA menggunakan pendekatan saintifik atau ketrampilan
sains. Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar
proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam pendekatan saintifik
yaitu model pembelajaran Inquiry (Inquiry Based Learning), model
pembelajaran Discovery ( Discovery Learning), model pembelajaran
berbasis project (Project Based Learning), dan model pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning). Dari beberapa model
tersebut, peneliti memilih menggunakan model pembelajaran Inquiry
Learning karena langkah-langkah pada model Inquiry Learning, yaitu
observasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan, sesuai dengan
pembelajaran IPA yang menekankan pada pembelajaran melalui
penemuan dan pengalaman nyata di dalam proses pembelajaran secara
utuh tentang fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah
dengan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang
memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengalamannya sendiri di
dalam pembelajaran.
12
2.1.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas IV,
semester 2, standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA
di sekolah dasar dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV
Sekolah Dasar Semester II Tahun Ajaran 2014/2015
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
10. Memahami perubahan lingkungan
fisik dan pengaruhnya terhadap
daratan
10.1.Mendeskripsikan berbagai
penyebab perubahan ling-
kungan fisik (angin, hujan,
cahaya matahari, dan gelom-
bang air laut)
10.2.Menjelaskan pengaruh peru-
bahan lingkungan fisik
terhadap daratan (erosi, abrasi,
banjir, dan longsor
10.3.Mendeskripsikan cara pen-
cegahan kerusakan lingku-
ngan (erosi, abrasi, banjir,
dan longsor)
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 2006)
Di dalam penelitian ini peneliti mengambil standar kompetensi dan
kompetensi dasar sebagai berikut:
1. Standar Kompetensi : 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap daratan.
13
2. Kompetensi Dasar : 10.1. Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan
lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya
matahari, dan gelombang air laut).
2.1.3. Model Pembelajaran Inquiry Learning
Menurut Sanjaya, (2006:196) bahwa model pembelajaran Inquiry
Learning adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan.
Menurut Francesco Redi dalam Noehi Nasution, (2008:5.9)
berpendapat Inquiry Learning adalah suatu model yang menggunakan cara
bagaimana atau jalan apa yang harus ditempuh oleh murid dengan
bimbingan guru untuk sampai pada penemuan-penemuan, dan bukan
penemuan itu sendiri.
Menurut Widi Rahardja, (2002:75) model pembelajaran Inquiry
Learning adalah suatu cara penyajian bahan ajar dengan menghadapkan
siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan
melalui pelacakan data/ informasi dengan pemikiran yang logis, kritis,
sistematis dalam rangka mencari tujuan pengajaran.
Model pembelajaran Inquiry Learning adalah sebuah model yang
intinya melibatkan siswa ke dalam masalah dan menghadapkan mereka
dengan sebuah penyelidikan, membantu mereka mengidentifikasi
konseptual atau model pemecahan masalah yang terdapat dalam
penyelidikan secara logis, kritis, dan sistematis, dan mengarahkan siswa
untuk mencari jalan keluar dari masalah tesebut.
Menurut Wina Sanjaya, (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa
tujuan yang menjadi ciri utama dari model pembelajaran Inquiry Learning,
yaitu :
1. Model pembelajaran Inquiry Learning menekankan kepada aktivitas
peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan sendiri
dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran, artinya model
pembelajaran Inquiry Learning menempatkan siswa sebagai subjek
14
belajar. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran itu sendiri.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga
dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Guru bukan sebagai
sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator dan motifator belajar peserta
didik. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan teknik
bertanya, karena dalam proses pembelajaran dilakukan melalui proses
tanya jawab antara guru dan siswa.
3. Tujuan untuk menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning adalah
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara sistematis, logis
dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian
dari proses mental diri siswa. Dengan demikian, dalam pembelajaran
Inquiry Learning siswa tidak dituntut agar menguasai materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
Langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Learning Menurut
Noehi Nasution,dkk (2008:5.10).
a. Siswa dikelompokkan dalam tiap kelompok terdiri dari lima.
b. Guru mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan atau
hipotesis.
c. Menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,
murid diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbgai keterangan
yang sesuai dengan masalah yang akan dikaji.
d. Keterangan-keterangan yang terkumpul dari hasil percobaan, diolah
diklasifikasi, ditabulasi, bila perlu dihitung dan ditafsirkan.
e. Dari hasil pengolahan data nantinya akan diperoleh jawaban terhadap
masalah tersebut.
Langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Learning menurut
Wina Sanjaya (2011), secara umum proses pembelajaran dengan
15
menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning dapat mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini mengkondisikan agar siswa
siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah orientasi
merupakan langkah penting, keberhasilan model ini sangat bergantung
pada kemauan siswa untuk beraktifitas menggunakan kemampuannya
dalam memecahkan masalah.
Beberapa hal yang dilakukan pada tahap orientasi adalah:
a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai oleh siswa.
b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
untuk mencapai tujuan.
c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
2. Merumuskan Masalah.
Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa
pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan
teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan
siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari
jawaban itulah yang sangat penting dalam model pembelajaran Inquiry
Learning, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berpikir.
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
16
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam model
pembelajaran Inquiry Learning, mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasiyang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan
bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa
mana data yang relevan.
Gulo dalam Wina Sanjaya (2007) menyatakan, bahwa kemampuan
yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran Inquiry
Learning adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan
Kegiatan model pembelajaran Inquiry Learning dimulai ketika
pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa
pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis,
kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.
17
b. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi
permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses
ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang
mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis
yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
c. Mengumpulkan Data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data
yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
d. Analisis Data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan
dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam
menguji hipotesis adalah pemikira yang “benar” atau “salah”. Setelah
memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji
hipotesis yang telah dirumuskan. Nilai ternyata hipotesis itu salah atau
ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses model
pembelajaran Inquiry Learning yang telah dilakukan.
e. Membuat Kesimpulan
Langkah penutup dari model pembelajaran Inquiry Learning adalah
membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Kelebihan Model Pembelajaran Inquiry Learning menurut Sudjana,
(2004:155) yaitu:
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan
untuk hasil akhir.
2. Perkembangan cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari
jawaban, dan menyimpulkan/ memproses keterangan dengan model
Inquiry Learning dapat di kembangkan seluas-luasnya.
3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat
mengembangkan pendidikan demokrasi.
18
Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry Learning menurut
Sudjana, (2004:155) yaitu:
1. Belajar mengajar dengan model pembelajaran Inquiry Learning
memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila anak tersebut kurang
cerdas maka hasilnya kurang efektif.
2. Model pembelajaran Inquiry Learning kurang cocok pada anak yang
usianya terlalu muda. Karena dalam pembelajaran menggunakan model
Inquiry Learning ini tidak diterapkan pada kelas rendah yaitu kelas 1, 2,
dan 3 SD/MI pembelajarannya tidak akan tercapai. Karena dalam
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning ini
memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Sehingga diterapkan pada kelas
IV SD sampai dengan perguruan tinggi.
2.1.4. Penerapan Model Dalam Pembelajaran
Joyce dan Weil dalam Winataputra (2003:8) berpendapat bahwa
model Inquiry Learning seperti halnya model-model pembelajaran yang
lain memiliki 5 komponen yang terdiri atas sintagmatik, prinsip reaksi,
sistem sosial, daya dukung, dampak instruksional dan pengiring.
1) Sintagmatik
Menurut Winataputra (2001:8), sintagmatik adalah tahap-tahap kegiatan
dari sebuah model.
Langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Learning menurut
Wina Sanjaya (2011), secara umum proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning dapat mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini mengkondisikan
agar siswa siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah
orientasi merupakan langkah penting, keberhasilan model ini sangat
bergantung pada kemauan siswa untuk beraktifitas menggunakan
kemampuannya dalam memecahkan masalah.
19
b. Merumuskan Masalah.
Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa
pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan
teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya,
dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari
jawaban itulah yang sangat penting dalam model pembelajaran Inquiry
Learning, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji
kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak
adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam model
pembelajaran Inquiry Learning, mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasiyang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan
20
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada
siswa mana data yang relevan.
2) Prinsip Reaksi
Winataputra (2001:8-9) berpendapat bahwa sistem reaksi adalah pola
kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan
memperlakukan siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan
respon terhadap siswa. Dalam model Inquiry Learning, guru berperan
sebagai pembimbing, pendamping, fasilitator, penyaji materi, serta
pengarah pada saat siswa sedang menjalankan setiap langkah dalam
tahapan model pembelajaran. Hal ini terbukti dari guru menyajikan video,
gambar, memfasilitasi kelompok, dan guru siap menjawab pertanyaan
siswa mengenai materi pembelajaran.
3) Sistem Sosial
Menurut Winataputra (2001:8), sistem sosial adalah situasi atau
suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Sunaryo (2011)
mengemukakan bahwa suasana kelas pada saat pembelajaran dilaksanakan
adalah suasana yang demokratis, dialogis, kooperatif, dan penuh tanggung
jawab. Sistem sosial yang terjadi pada pembelajaran menggunakan model
inquiry learning yaitu nampak pada saat guru melakukan tanya jawab
dengan siswa, siswa aktif dalam menjawab pertnyaan dari guru, dan siswa
dengan berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya ke depan
kelas.
4) Daya Dukung
Winataputra (2001:9) mengemukakan bahwa sistem pendukung
adalah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan
21
model tersebut. Sarana yang dipergunakan di dalam model ini adalah
materi dan media yang relevan dengan tujuan pembelajaran serta metode
yang akan dilaksanakan. Pada pembelajaran dengan menggunakan model
inquiry learning ini, daya dukung yang digunakan anatara lain buku paket,
LCD, laptop, dan RPP.
5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Menurut Sudirman (1987:94) dampak langsung atau dampak
instruksional adalah tujuan yang secara langsung akan dicapai melalui
pelaksanaan program pengajaran (satuan pelajaran) yang dilaksanakan
guru setelah selesai suatu pertemuan peristiwa belajar mengajar. Hasil
yang akan dicapai biasanya berkenaan dengan Cognitive Domain
(pengetahuan) dan psycho-motor domain (keterampilan). Kedua domain
ini bisa diukur secara kongkrit, pasti, dan karenanya dapat langsung
dicapai ketika itu. Dampak instruksional secara umum dalam model ini
adalah:
a. Pemahaman terhadap suatu nilai, konsep, atau masalah tertentu. Dalam
penelitian menggunakan model Inquiry Learning ini, permasalahan
yang diberikan kepada siswa adalah tentang perubahan lingkungan,
diantaranya adalah terjadinya angin darat dan angin laut, terjadinya
hujan dan akibat apabila air hujan tidak di serap tanah, manfaat dan
kerugian dari gelombang air laut, dan peran matahari bagi makhluk
hidup.
b. Kemampuan mengkreasikan sesuatu berdasarkan pemahaman tersebut.
Dampak pengiring adalah hasil pengajaran yang sebaiknya
dirumuskan agar lebih jelas dan terarah dalam program pengajaran (satpel)
karena hasil ini tidak perlu langsung dicapai ketika selesai suatu pertemuan
peristiwa belajar mengajar, tetapi diharapkan hasilnya Akan berpengaruh
kepada siswa dan akan mengiringi atau menyertai belakangan, mungkin
masih memerlukan waktu atau tahapan-tahapan pertemuan peristiwa
belajar mengajar selanjutnya. Biasanya dampak pengiring ini berkenaan
dengan effective domain (sikap dan nilai).
22
Dampak instruksional dan pengiring yang sudah dipaparkan di atas
dapat digambarkan dalam bagan 2.1 berikut.
Bagan 1
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Inquiry Learning
dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan
Keterangan:
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Model
Inquiry
Learning
Kreatif
Mandiri
Menghargai prestasi
Bersahabat/
komunikatif
Kerja keras
Tanggung jawab
Kemampuan
mengaitkan
perubahan
lingkungan dengan
fenomena alam
dilingkungan sekitar
Kemampuan
menganalisis
hubungan antara
perubahan
lingkungan dengan
pengaruh angin,
hujan, matahari, dan
gelombang laut
Kemampuan
mengidentifikasi
tentang pengaruh
angin, hujan,
matahari, dan
gelombang laut
23
Tabel 2
Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Inquiry Learning dalam
Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan
Kegiatan Siswa
1. Guru bertanya kepada siswa
tentang apa yang mereka
ketahui tentang angin
Orientasi 1. Siswa menyebutkan
pengertian angin dan
nama-nama angin yang
mereka tau.
2. Guru menampilkan video
pendek mengenai terjadinya
angin darat dan angin laut
3. Guru memperlihatkan video
tentang terjadinya hujan
Merumuskan
masalah
2. Berdasarkan video
tersebut siswa
menyebutkan manfaat
angin dan kerugian
yang ditimbulkan
akibat angin
3. Berdasarkan video
tersebut, siswa
menyebutkan air hujan
yang tidak diserap
tanah dapat dapat
mengakibatkan banjir.
4. Guru membagi siswa ke
dalam beberapa kelompok
Inquiry 5. Guru membagikan lembar
kerja kelompok
6. Guru meminta setiap
kelompok untuk
mendiskusikan
permasalahan yang ada
pada lembar kerja
kelompok. 7. Guru membimbing dan
memberi kesempatan
kepada siswa untuk
bertanya mengenai hal-hal
yang belum dimengerti
Merumuskan
hipotesis
4. Melalui kerja
kelompok, siswa
mengidentifikasikan
tentang penyebab
perubahan lingkungan
5. Siswa bertanya kepada
guru mengenai hal-hal
yang belum dimengerti
selama diskusi
kelompok
24
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan
Kegiatan Siswa
8. Guru memantau kegiatan
belajar pada saat siswa
mengisi lembar kerja
9. Guru mendampingi siswa
dan menjadi tempat
bertanya apabila siswa
menemui kesulitan
10. Guru mengarahkan dan
membimbing siswa pada
saat siswa mengidentifikasi
penyebab perubahan
lingkungan
Mengumpulkan
data
8....Siswa menyebutkan
terjadinya angin darat
dan angin laut
9. Siswa menyebutkan
terjadinya hujan serta
apa akibat yang
terjadi apabila air
hujan tidak diserap
tanah
10.Siswa mendeskripsikan
manfaat dan kerugian
gelombang air laut
serta peran matahari
untuk makhluk hidup
11. Guru meminta setiap
kelompok untuk
mempresetasikan hasil kerja
kelompok.
12. Guru memberikan arahan
dan bimbingan pada saat
siswa mempresentasikan
hasil diskusinya tentang
penyebab perubahan
lingkungan
13. Guru memberikan komentar
dan dan saran bagi siswa
yang membutuhkan.
14. Guru dan siswa
menyamakan jawaban dari
semua hasil diskusi siswa
Manguji hasil 11. Secara bergantian
setiap kelompok
mempresentasikan
hasil diskusinya
12. Siswa yang lain
memperhatikan
danmenanggapi hasil
diskusi yang
disampiakan oleh
kelompok yang
sedang melakukan
presentasi
13. Siswa menyamakan
jawaban dengan guru
dari semua hasil
diskusi kelompok
15. Guru bertanya jawab
dengan siswa tentang materi
pembelajaran pada hari ini 16. Guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk
bertanya hal-hal yang
belum dimengerti 17. Guru dan siswa
menyimpulkan materi yang
telah dipelajari
Merumuskan
kesimpulan
15. siswa bertanya
mengenai hal-hal
yang belum
dimengerti
25
2.1.5. Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery learning (Imas Kurniasih, 2014:64) adalah teori belajar
yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar
tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
siswa mengorganisasi sendiri discovery learning masalah yang dihadapkan
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam
mengaplikasikan metode discovery learning, guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Pengertian Discovery Learning menurut Bruner adalah metode
belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik
kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Hal
yang menjadi dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di
kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya
Discovery Learning, yaitu murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir. Bruner memakai strategi yang disebutnya
Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996: 41).
Menurut Bell (1978), belajar penemuan (Discovery Learning) adalah
belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat
strukstur, dan mentransformasikan informasi sedemikian rupa sehingga ia
menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat
membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan
menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses
dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode
discovery adalah proses pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada
suatu masalah yang direkayasa oleh guru dan diharapkan siswa mampu
menemukan pemecahan permasalahan dengan cara siswa membuat
26
perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan
kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses dedukatif,
melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari
pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan, siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara
aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi
banyak siswa dalam pembelajaran meningkat keyika penemuan
digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan
pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa bnyak
meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentu cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Langkah-langkah dalam metode discovery learning menurut Imas
Kurniasih (2014:68) adalah sebagai berikut:
1. Langkah persiapan strategi discovery learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik.
c. Memilih materi pelajaran.
27
d. Menentukan topik-topik yang harus diipelajari peserta didik secara
induktif.
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
2. Prosedur aplikasi strategi discovery learning.
Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar:
a. Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta
didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data collection (pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
28
hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik
diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar
secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari
informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan
tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/
kategori yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil
data processing.
f. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)
Tahap genelasisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi. Setelah menarik kesimpulan peserta
didik harus memperhatikan prosesmatas makna dan kaidah atau
29
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,
serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.
Keuntungan metode discovery learning menurut Imas Kurniasih
(2014:66) adalah sebagai berikut:
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan
kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan.
8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti.
9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi
proses belajar yang baru.
11. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
14. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya.
15. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
30
16. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar.
17. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kelemahan metode discovery learning menurut Imas Kurniasih
(2014:67) adalah sebagai berikut:
a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara
belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Berikut ini merupakan prosedur pelaksanaan model pembelajaran
Discovery Learning dalam pembelajaran IPA materi Perubahan
Lingkungan siswa kelas IV SD Gugus Kartika Bawen Kabupaten
Semarang semester II tahun 2014/2015 :
31
Tabel 3
Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam
Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan
Kegiatan Siswa
1. Guru bertanya kepada siswa
tentang apa yang mereka
ketahui tentang angin.
2. Guru menampilkan video
pendek mengenai terjadinya
angin darat dan angin laut.
3. Guru memperlihatkan video
tentang terjadinya hujan
Stimulus 1. Siswa menyebutkan
pengertian angin dan
nama-nama angin yang
mereka tahu.
2. Berdasarkan video
tersebut siswa
menyebutkan manfaat
angin dan kerugian
yang ditimbulkan
akibat angin.
3. Berdasarkan video
tersebut, siswa
menyebutkan air hujan
yang tidak diserap
tanah dapat dapat
mengakibatkan banjir.
4. Guru membagi siswa ke
dalam beberapa
kelompok Discovery.
5. Guru membagikan
lembar kerja kelompok.
Identifikasi
masalah
4. Melalui kerja
kelompok, siswa
mengidentifikasikan
tentang penyebab
perubahan lingkungan.
6. Guru meminta setiap
kelompok untuk
mendiskusikan
permasalahan yang ada
pada lembar kerja
kelompok.
7. Guru membimbing dan
memberi kesempatan
kepada siswa untuk
bertanya mengenai hal-hal
yang belum dimengerti.
Mengumpulkan
data
6. Siswa bertanya kepada
guru mengenai hal-hal
yang belum dimengerti
selama diskusi
kelompok
32
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan
Kegiatan Siswa
8. Guru memantau kegiatan
belajar pada saat siswa
mengisi lembar kerja
9. Guru mendampingi siswa
dan menjadi tempat
bertanya apabila siswa
menemui kesulitan
10. Guru mengarahkan dan
membimbing siswa pada
saat siswa mengidentifikasi
penyebab perubahan
lingkungan
Mengolah data 8....Siswa menyebutkan
terjadinya angin darat
dan angin laut
9. Siswa menyebutkan
terjadinya hujan serta
apa akibat yang
terjadi apabila air
hujan tidak diserap
tanah
10.Siswa mendeskripsikan
manfaat dan kerugian
gelombang air laut
serta peran matahari
untuk makhluk hidup.
11. Guru meminta setiap
kelompok untuk
mempresetasikan hasil kerja
kelompok.
12. Guru memberikan arahan
dan bimbingan pada saat
siswa mempresentasikan
hasil diskusinya tentang
penyebab perubahan
lingkungan.
13. Guru memberikan komentar
dan dan saran bagi siswa
yang membutuhkan
14. Guru dan siswa
menyamakan jawaban dari
semua hasil diskusi siswa.
Manguji hasil 11. Secara bergantian
setiap kelompok
mempresentasikan
hasil diskusinya
12. Siswa yang lain
memperhatikan
danmenanggapi hasil
diskusi yang
disampiakan oleh
kelompok yang
sedang melakukan
presentasi
13. Siswa menyamakan
jawaban dengan guru
dari semua hasil
diskusi kelompok.
15. Guru bertanya jawab
dengan siswa tentang materi
pembelajaran pada hari ini. 16. Guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk
bertanya hal-hal yang
belum dimengerti. 17. Guru dan siswa
menyimpulkan materi yang
telah dipelajari.
Menyimpulkan 15. siswa bertanya
mengenai hal-hal
yang belum
dimengerti.
33
2.1.6. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan baik secara individual atau berkelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Penilaian
diartikan dalam bahasa inggris sebagai evaluation yang artinya “to give
value something with the criterion” maksud dari kata tersebut adalah
Memberikan suatu nilai, pertimbangan, etimasi, atau harga terhadap
sesuatu menggunakan kriteria tertentu. Jadi dapat dipahami terdapat dua
aspek yang terkandung dalam makna arti tersebut yakni nilai,
pertimbangan etimasi, dan suatu kriteria tertentu yang menjadikan
penilaian dapat di lakukan.
Hasil belajar meliputi kemampuan kognitif, kemampuan sikap, dan
kemampuan psikomotor yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran
(Wardani, Naniek Sulistya dkk 2012). Sependapat dengan yang
dikemukakan oleh Naniek, Syah dalam Prayetno,dkk (2011:98)
menyatakan, hasil belajar adalah taraf keberhasilan proses belajar
mengajar. Menurut Purwanto (2009:46) “hasil belajar adalah pencapaian
tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar“.
Hasil belajar merupakan komponenen pendidikan yang harus disesuaikan
dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar di ukur untuk mengetahui
ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar.
Faktor internal yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih
ditekankan pada faktor dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang
mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor spikologis. Sedangkan
faktor eksternal dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya
sistem lingkungan belajar yang kondusif. Adapun faktor yang
mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, dan
keterampilan pembentukan sikap.
Menurut Gagne dalam Sudjana, (1990:22) mengungkapkan ada lima
kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, kecakapan intelektual,
strategi kognitif, sikap dan ketrampilan. Sementara Bloom
34
mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan
seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu kognitif,
psikomotorik dan afektif.
Menurut Sudjana, (1989:37) menyebutkan bahwa pembelajaran
ditinjau dari hasil adalah adanya korelasi antara proses pengajaran dengan
hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses
pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.
Dalam Bloom secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah: (a)
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intlektual yang terdiri dari
enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat
rendah, dan kempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. (b).
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian , organisasi, dan intrnalisasi.
(c). Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan
atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.
Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para gurudi sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian hasil belajar yang telah
disampaikan oleh beberapa ahli, dapat dilihat bahwa pengertian hasil
belajar yang di sampaikan semuanya merujuk pada pencapaian hasil
belajar yang diukur dengan suatu alat evaluasi yaitu tes maupun nontes.
Indikator hasil belajar adalah peningkatan kemampuan atau pemahaman
siswa terhadap suatu atau materi pelajaran tertentu.
35
2.2. Kajian Hasil Penelitian Relevan
Suyono, (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Metode Inquiry Learning dalam Pembelajaran IPA terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan
Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode
Inquiry Learning dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa
kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora semester
II tahun ajaran 2011/2012. Dapat disimpulkan bahwa terlihat dari hasil
perhitungan perbedaan ini dapat dilihat pada hasil uji t-test terlihat hasil F
hitung levene test sebesar 0,055 dengan sig 0,815 > 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan
kata lain kedua kelas homogen. Dengan demikian analisis uji beda t-test
harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Terlihat bahwa skor t
adalah 2.647 dengan probalitas signifikasi 0,011 < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan untuk
pembelajaran dengan menggunakan model Inquiry Learning dengan
pembelajaran konvensional. Perbedaan rata-ratanya berkisar antara
1.87400 sampai 14.19225 dengan perbedaan rata-rata 8.03313.
Tutik (2011) dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh
Pemanfaatan Metode Inquiry Learning Terhadap Prestasi Belajar IPA
Siswa Kelas V SD Negeri Siwal 01 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011”, menyimpulkan bahwa
didalam penelitiannya, ada pengaruh pemanfaatan metode Inquiry
Learning terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Siwal 01
yang nampak pada hasil rata-rata kelas eksperimen dari hasil pretest
sebesar 71,40, setelah dilakukan treatmen dan siswa diberi tes, rata-rata
kelas menjadi 76,20, dengan hitung sebesar 2,451 dan t table sebesar 2,406
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022. Karena tingkat signifikansi pada
T-test lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti
terdapat perbedaan yang nyata terhadap prestasi belajar siswa dalam
36
pembelajaran dengan pemanfaatan metode Inquiry Learning dan
pembelajaran konvensional. Jadi pemanfaatan metode Inquiry Learning
dalam pembelajaran itu berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA siswa
kelas V pada semester 2 di SD Negeri Siwal 01 pada semester II tahun
ajaran 2010/2011. Didalam penelitiannya jumlah siswa kelas V ada 15
siswa di kelas eksperimen, 12 siswa di kelas kontrol.
Dwi (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan
Model Pembelajaran Inquiry Learning Dalam Meningkatkan Hasil belajar
IPS Tentang Aktivitas Ekonomi Melalui Pengembangan Asesmen
Pembelajaran Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Mudal Mojotengah
Wonosobo Semester II tahun 2009/2010”, menyimpulkan bahwa
penggunaan model pembelajaran Inquiry Learning dapat meningkatkan
hasil belajar IPS siswa kelas IV, hal tersebut nampak pada: jumlah siswa
yang tuntas dalam pembelajaran yang tidak menggunakan metode Inquiry
Learning sebesar 50%, yang menggunakan metode Inquiry Learning pada
siklus I sebesar 86,36 % dan pada siklus II sebesar 100 %, yakni
peningkatan ketuntasan terjadi sebesar 36,36 % dan 13,64 %. Di dalam
penelitian ini ada 22 siswa, 13 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.
Kusumaningtyas (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan Inquiry Terpimpin Melalui Metode Eksperimen Dan
Demonstrasi Terhadap Motivasi Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Kelas
V Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa perubahan skor motivasi belajar
siswa pada saat pretest menuju posttest pada kedua kelompok eksperimen
adalah berbeda secara signifikan. Pembelajaran menggunakan pendekatan
inquiry terpimpin melalui metode eksperimen meningkatkan motivasi
belajar sebesar 88.6%. pembelajaran menggunakan pendekatan inquiry
terpimpin melalui metode demonstrasi meningkatkan motivasi belajar
sebesar 77,8%. Hasil di atas menunjukkan bahwa pendekatan inquiry
terpimpin efektif meningkatkan motivasi belajar pada kedua kelompok
ekperimen.
37
Laksmi, Javid Nama Ayu (2012) dalam skripsinya yang berjudul
“Pengaruh Implementasi Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji perbedaan rata-
rata dengan Independent-Samples T Test didapat nilai t hitung lebih besar
dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada
perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan
melihat signifikansi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05
maka terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode
discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN
Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Astutik, Yuli (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar Kognitif, Afektif,
dan Psikomotor Siswa pada Pelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar Gugus
Pangeran Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2
Tahun Pelajaran 2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil
penelitian ini setelah dilaksanakan dan dianalisis data hasil dari uji t dan
deskriptif data. Diketahui bahwa rata-rata nilai post-test untuk kelas
eksperimen sebesar 81,20 dan rata-rata kelas kontrol sebesar 70,31 dengan
probabilitas signifikasi ranah kognitif 0,001<0,05 serta rata rata skor
angket untuk kelas eksperimen sebesar 20,67 dan rata-rata kelas kontrol
sebesar 15,92 dengan probabilitas signifikasi ranah afektif 0,000<0,05,
maka terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran dengan
menggunakan metode discovery dengan metode konvensional. Serta hasil
deskriptif data ranah psikomotor diperoleh hasil penilaian unjuk kerja
lebih besar dari 34 dengan skor rata-rata sebesar 48. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan metode discovery efektif terhadap hasil
belajar hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa pada pelajaran
IPA kelas V Sekolah Dasar Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan
Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012.
38
Saputri, Lisa (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Metode Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan
bahwa hasil uji hipotesis menggunakan uji beda rata-rata yaitu
Independent Sampel T-test diperoleh nilai sig. 0,000 kurang dari 0,05
maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada
pelajaran IPA siswa kelas IV B SD Kristen Satya Wacana menggunakan
metode Discovery dengan hasil belajar pada pelajaran IPA siswa kelas IV
A SD Kristen Satya Wacana menggunakan metode konvensional, maka
treatmen yang diberikan dapat berpengaruh signifikan. Jadi penggunaan
metode Discovery pada pelajaran IPA pokok bahasan bunyi berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.
Muntiana (2012) dalam penelitian yang berjudul Perbedaan
Pengaruh Pendekatan Inquiri dengan Menggunakan Metode Discovery
Learning dan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas IV SD Gugus Muhammad Syafi’i Kecamatan Randublatung Kab
Blora Tahun Pelajaran 2011/2012. Menyimpulkan bahwa: (1) terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan antara model penggunaan model
Discovery Learning dan metode eksperimen terhadap hasil belajar IPA
siswa kelas IV SD N Sambongwangan 01 dan SDN Plosorejo 02
Kecamatan Randublatung kecamatan Blora Tahun pelajaran 2011/2012.
(2) Hasil uji t-tes menunjukkan nilai t adalah 3.731 dengan probabilitas
signifikan 0,001<0,05 artinya mean nilai setelah menggunakan metode
Discovery Learning berbeda dengan mean nilai setelah menggunakan
metode eksperimen. (3) pembelajaran menggunakan model Discovery
Learning dan metode eksperimen memperoleh skor rata-rata kelompok
eksperimen adalah 70,50 dan skor rata-rata kelompok kontrol 61,47
dengan selisih skor 9,029. (4) Model Discovery Learning lebih
39
berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N
Sambongwangan 01 dibandingkan hasil belajar SD N Plosorejo 02 yang
menggunakan metode eksperimen.
2.3. Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar adalah dari
faktor model pembelajaran yang digunakan yang berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Karena model pembelajaran sangat penting dalam
keberhasilan seseorang ketika belajar. Pada pembelajaran Inquiry Learning
dan Discovery Learning terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-
aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan
disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
Dalam model Inquiry Learning dan Discovery Learning terdapat
sintak yang akan diimplemantasikan pada pembelajaran. berdasarkan pada
setiap sintak pada model tersebut akan berdampak pada siswa, dampak
tersebut berupa dampak instruksional dan dampak pengiring. Siswa akan
tergolong untuk belajar secara aktif, karena model pembelajaran ini sangat
diperlukan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar yang diharapkan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Inquiry Learning dan Discovery Learning dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA
dengan model Inquiry Learning dan Discovery Learning pada dasarnya
adalah untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh penggunaan
model Inquiry Learning dan Discovery Learning terhadap hasil belajar
siswa kelas IV SDN Gugus Kartika.
Adapun bagan kerangka pikir sebagai berikut:
40
Hasil
Belajar
Merumuskan
Hipotesis
Merumuskan
Masalah
Orientasi
Terbinanya suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif.
Berkembangnya kemampuan
menebak (berhipotesis) pada
diri siswa dengan cara guru
mengajukan berbagai
pertanyaan yang dapat
mendorong siswa untuk
dapat merumuskan jawaban
sementara
Siswa tertantang
untuk memecahkan
permasalahan yang
berupa teka-teki.
Siswa dalam
menguji
hipotesis berarti
mengembangkan
kemampuan
berpikir rasional
Siswa dapat
mendeskripsikan
temuan yang
diperoleh
berdasarkan hasil
pengujian
hipotesis
Siswa mampu menjaring informasi untuk
menguji hipotesis yang diajukan
Uji
Hipotesis
Merumuskan
Kesimpulan
Mengumpulkan
Data
Bagan Kerangka Berpikir Model Inquiry Learning
41
Bagan Kerangka Berpikir Model Discovery Learning
Hasil
Belajar
Mengumpulkan
Data
Identifikasi
Masalah
Stimulus
kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu
peserta didik dalam mengeksplorasi
bahan pelajaran.
Peserta didik belajar secara
aktif untuk menemukan
sesuatu yang berhubungan
dengan masalah yang
dihadapi
Memberikan kesempatan
peserta didik untuk mengi-
dentifikasi dan me-nganalisa
permasa-lahan yang mereka
hadapi
peserta didik membuktikan
benar atau tidak nya hipotesis
kemudian dihubungkan
dengan hasil data progesing.
Peserta didik
melaporkan semua
hasil yang telah
didapat
Semua informasi yang didapat peserta didik akan memperoleh pengetahuan baru
tentang jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
Menguji
hasil
Menyimpulkan
Mengolah Data
42
Dengan komponen-komponen yang berdampak bagi siswa tersebut
maka akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Karena proses
pembelajaran tidak hanya terjadi satu arah. Siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran dan siswa terlibat langsung pada tahap-tahap penemuan
suatu masalah.
Langkah yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya, melakukan pretest pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menganalisis hasil pretest
dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji homogenitas
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dari kedua
kelompok tersebut. Dan dari uji homogenitas diketahui bahwa kedua
kelompok homogen, maka dapat diperlakukan.
Kelompok eksperimen dilakukan pembelajaran dengan
menggunakan model Inquiry Learning. Model Inquiry Learning adalah
pembelajaran yang intinya melibatkan siswa ke dalam masalah dan
menghadapkan mereka dengan sebuah penyelidikan, membantu mereka
mengidentifikasi konseptual atau model pemecahan masalah yang terdapat
dalam penyelidikan secara logis, kritis, dan sistematis, dan mengarahkan
siswa untuk mencari jalan keluar dari masalah tesebut.
Setelah diberikan treatmen atau (perlakuan) yang berbeda
kemudian kedua kelompok tersebut diberi posttest yang sama. Posstest
merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang
sudah ditentukan.
Bandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang
paling penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Dengan melihat hasil belajar kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen dapat diketahui hasil belajarnya, sehingga dapat diambil
43
kesimpulan bahwa terdapat atau tidaknya pengaruh pendekatan saintifik
melalui model Inquiry Learning terhadap hasil belajar siswa.
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono
2010: 96).
Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis tindakan, yaitu
hasil belajar kelompok eksperimen dengan penggunaan model Inquiry
Learning lebih baik secara signifikan atau dengan kata lain model Inquiry
Learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan
hasil belajar kelompok kontrol dengan penggunaan model Discovery
Learning pada pembelajaran IPA di SD.
Ho: Ada perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar IPA materi
Perubahan Lingkungan dalam pembelajaran menggunakan model
Inquiry Learning dan Discovery Learning pada siswa kelas IV SD
Gugus Kartika Bawen
Ha: Ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA materi
Perubahan Lingkungan dalam pembelajaran menggunakan model
Inquiry Learning dan Discovery Learning pada siswa kelas IV SD
Gugus Kartika Bawen