Download - Bab II Contoh Kti Bblr
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir
rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan
(dismatur) (Saifuddin, 2006).
Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat
badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur
(Winkjosastro, 2006).
Keadaan bayi sangat tergantung pada pertumbuhan janin dalam
uterus, kualitas pengawasan Antenatal, penanganan persalinan dan
perawatan setelah lahir. Kejadian bayi dengan berat badan yang rendah
masih sangat tinggi di negara berkembang ini merupakan akibat rendahnya
status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan
masyarakat sehingga kesadaran dan pemahaman mengenal kondisi
kehamilannya masih sangat kurang akibatnya dapat terjadi komplikasi pada
bayi seperti asfiksia dan mengakibatkan meningkatnya mordibitas dan
mortalitas terhadap bayi.
Data menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 berkisar
17 juta jiwa per tahun. Secara umum yang paling banyak mengalami BBLR
adalah satah satunya Negara berkembang dimana angka kejadiannya berkisar
16% per tahun. Hal ini dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti ibu mempunyai beberapa penyakit yang langsung berhubungan
dengan kehamilan dan usia ibu. (Widness JA Neo Rev, 2000; 1: 261 - 267).
lndikator yang sangat penting untuk menilai seberapa jauh keberhasilan
pembangunan kesehatan di seluruh pelosok yaitu dengan melihat indikator
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Bayi (AKB) Negara
tetangga seperti Thailand (129/100.000), Malaysia (30/100.000), Singapura
(6/100.000) dan Indonesia 2 - 5 kali lipat lebih tinggi (52/1.000) kelahiran
hidup. AKB salah satu barometer pelayanan kesehatan di suatu Negara bila
1
hal ini masih tinggi berarti pelayanan kesehatan belum berhasil dan
sebaliknya.
Berdasarkan data di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut dalam Mella
Rizky Amelia tahun 2012 jumlah Angka Kematian Bayi (AKB) pada BB
<2500 adalah 1082 bayi dan yang lahir > 2500 adalah 4731 bayi dan salah
satu penyebab kematian pertama yaitu BBLR 1143 bayi
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dalam Mella
Rizky Amelia jumlah Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2012 dari
298 kasus penyebab yang tertinggi yaitu BBLR 154 kasus, Asfiksia 78
kasus, Infeksi 12 kasus, Laktasi 9 kasus, lain-lain 9 kasus.
1.2. Rumusan Masalah
Angka kematian bayi di Kabupaten Garut 2012 ialah 298 kasus
penyebab yang tertinggi yaitu BBLR 154 kasus Dalam hal ini perlu
penanganan kasus dengan melakukan asuhan kebidanan untuk itu perlu
kajian kasus/studi kasus dalam penanganan kasus BBLR.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1. Dapat melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny. S P1A0 dengan
BBLR
1.3.2. Tujuan Khusus
Pengkajian/pengumpulan dasar
2. Mampu melakukan pengumpulan dan menganalisa data pada bayi
Ny. S P1A0 dengan BBLR
3. Mampu melakukan dan menganalisa interprestasi data pada bayi Ny.
S P1A dengan BBLR
4. Mampu melakukan dan menganalisa diagnosa data pada bayi Ny. S
P1A0 dengan BBLR
5. Mampu melakukan dan menganalisis asuhan pada bayi Ny. S P1A0
dengan BBLR
2
6. Mampu melakukan dan menganalisis implementasi pemberian
asuhan pada bayi Ny. S P1A0 dengan BBLR
7. Mampu melakukan dan menganalisis mengevaluasi pada bayi Ny. S
P1A0 dengan BBLR
8. Mampu melakukan dan menganalisis pendokumentasian pemberian
asuhan kebidanan pada pada bayi Ny. S P1A0 dengan BBLR
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah pengalaman
dalam memberi asuhan kebidanan pada Ny. P1A0
1.4.2. Bagi Lahan Praktik
Sebagai masukan untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu
pelayanan khususnya pada Ny. S P1A0
1.4.3. Bagi Institusi Pendidik
Hasil penelitian ini dapat menggunakan sebagai sumber informasi
tambahan bagi pihak pendidikan dan mahasiswa, serta dapat digunakan
sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bayi Berat Lahir Rendah
2.1. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat
kelahiran kurang dari 2.500 gram (2499 gram). (Abdul Bari Saifuddin, 2001).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 (satu) jam setelah lahir. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004).
Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama di
sebut prematur (Buku Asuhan Keperawatan Perinatal Hal. 73). Tahun 1961 (WHO)
telah mengganti istilah premature baby dengan low birt weight baby (bayi dengan berat
lahir rendah = BBLR). hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang
dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur (Hanifa Wiknjosastro, 1999).
Untuk mencapai keseragaman pada Kongres European Perinatal Medicine ke II
tahun 1970 telah disusun sebagai berikut (Juniarti, Sri. M, NurLina. S, 1995) :
a. Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.
b. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu – 42
minggu.
c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu lebih.
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam (Abdul Bari Saifuddin, 2001) :
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500 gram - 2.500 gram.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir kurang dari 1.500 gram.
c. Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir kurang dari 1.000 gram.
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam 3 (tiga) kelompok :
a. Preterm : kurang dari 37 minggu lengkap.
4
b. Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap.
c. Post Term : 42 minggu lengkap atau lebih.
2.2. Penyebab dari BBLR
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang
lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya
BBLR.
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
2) Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum,
pre- eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
3) Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu dengan usia lanjut.
4) Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu
alkohol dan ibu pengguna narkotika.
b. Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
c. Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-
ekonomi dan paparan zat-zat racun
2.3. Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran
di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian
BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor
utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak
5
serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka
kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR
dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka
BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada
sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Di Propinsi Jawa Barat setiap tahunnya antara 20 – 25% kelahiran BBLR,
sedangkan di daerah pedesaan 10,5% dan sebagian besar BBLR meninggal dalam masa
neonatal. Sementara di level II di tingkat kabupaten di Jawa Barat sebagian besar Bayi
Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR). (http://www.flixya.com/blog/2851723/bblr-di-
indonesia)
Angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup.
Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data tahun
2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh Bayi Berat
Lahir Rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena
sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital
sebagian juga adalah bayi berat lahir rendah. Di Indonesia, menurut survei ekonomi
nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh bayi berat lahir
rendah sebesar 38,85%. (DEPKES RI, 2008 :3)
Sebagian besar dari masalah bayi baru lahir adalah sering timbul pada periode
perinatal. Masalah-masalah ini bukan hanya bisa menyebabkan kematian, tetapi juga
besarnya angka kecacatan dan angka penyakit. (WHO)
2.3. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) : a. Menurut harapan hidupnya
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
6
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
2.4. Komplikasi
Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh komplikasi
kehamilan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah dengan p = 0,003 (OR = 1,53;
CI= 1,16 – 2,02). Dapat berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah.
Suriani (2010) menyatakan bahwa infeksi selama hamil dapat berhubungan secara
langsung maupun tidak langsung dengan kejadian BBLR, seperti infeksi pada
penyakit malaria, toksoplasma, plasmodium dan infeksi virus. Infeksi virus
menghambat pertumbuhan janin bahkan dapat menyebabkan kematian janin seperti
pada infeksi virus rubella dan cytomegalo virus. Diduga virus-virus tersebut
mengeluarkan toksin yang dapat mengurangi suplai darah ke janin. Infeksi pada
saluran kemih juga sering berhubungan dengan kejadian BBLR dimana infeksi ini
dapat menyebabkan infeksi pada air ketuban dan plasenta sehingga mengganggu
suplai makanan ke janin. Disamping penyakit infeksi penyakit non infeksi juga
berhubungan dengan kejadian BBLR seperti penyakit ginjal kronis, hipertensi, dan
diabetes melitus.
Menurut Manuaba (1998) faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
persalinan preterm (prematur ) atau bayi berat lahir rendah adalah :
1. Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
b. Umur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah
(perokok)
e. Faktor pekerja yang terlalu berat
3. Faktor Kehamilan
a. Hamil dengan hidramnion
b. Hamil ganda
7
c. Perdarahan antepartum
d. Komplikasi hamil: preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini.
4. Faktor Janin
a. Cacat bawaan
b. Infeksi dalam rahim
5. Faktor yang Masih Belum Diketahui
Hasil critical assesment dan meta analysis terhadap berbagi literatur-literatur
medis berbahasa Inggris dan Perancis yang diterbitkan dari tahun 1970-1984 yang
dilakukan oleh Kramer (1987), diidentifikasi 43 determinan potensial berat badan
lahir yaitu:
a. Faktor genetik dan bawaan, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu
hamil, berat badan sebelum hamil, haemodynamic ibu hamil, tinggi dan berat
badan bapak dan faktor genetik lainnya.
b. Faktor demografik dan psikososial, meliputi umur ibu, status sosial ekonomi
(pendidikan, pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor
kejiwaan ibu hamil.
c. Faktor obstetrik, meliputi paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual,
pertumbuhan janin dan umur kehamilan anak sebelumnya, pengalaman abortus
spontan sebelumnya, pengalaman induced abortion, pengalaman lahir mati atau
kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya dan paparan
janin terhadap diethyl stilbestrol.
d. Faktor Gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi,
pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik, asupan/status protein, zat besi dan
anemia, asamfolat dan vitamin B12, mineral, seng dan tembaga, kalsium, fosfor,
dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral lainnya.
e. Faktor morbiditas ibu waktu hamil, meliputi morbiditas umum, dan penyakit
episodik, malaria, infeksi saluran kemih, infeksi saluran kelamin.
8
f. Faktor paparan zat racun, meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein
dan kopi, penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat
racun lainnya.
g. Perawatan antenatal, meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan
antenatal, dan mutu pelayanan antenatal.
Menurut Baker dan Tower (2005) dalam Suriani (2010), memodifikasi beberapa
faktor risiko dan determinan kejadian BBLR, dari hasil modifikasi tersebut dihasilkan
klasifikasi yang dibedakan menurut faktor bayi yaitu: jenis kelamin, genetik, ras, dan
keadaan plasenta dan faktor ibu yaitu: umur ibu, paritas, jarak kelahiran, tinggi badan,
berat badan sebelum hamil, dan penambahan berat badan
selama hamil, serta faktor lingkungan yaitu: status sosial, ekonomi, nutrisi/IMT,
infeksi/penyakit ibu, pemanfaatan pelayanan, merokok/alkohol, dan tingkat
pengetahuan ibu.
2.5. Dampak BBLR
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang
banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil
(Surasmi, dkk., 2002).
a. Ketidakstabilan suhu tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera
setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.
Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia
juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan
menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum
cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan,
produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya
sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar
dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
b. Gangguan pernafasan
9
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap,
dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
c. Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama
trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin
terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan
antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki
perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.
d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi
Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya
pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi
enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat
besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini
menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.
e. Imaturitas hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya
hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya
enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan
kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar
berkurang.
f. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena
terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.
Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama
dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan
direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi
paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal
10
ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang
berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi.
Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat
memicu timbulnya hipoglikemi.
2.6. Penatalaksanaan BBLR
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi
BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan
dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi
(Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :
a. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan
respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi
dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan
oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik
apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang
pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika
mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen
diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat
memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.
b. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah
pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress
sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan
sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu
lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan
pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi
dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral
bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C.
11
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) :
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.
Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4)Inkubator
c. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru
lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan
humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :
1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan
cuci tangan terlebih dahulu.
2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.
Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai
alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.
d. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori,
elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena
12
kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan
sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih
luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum
berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan
cairan.
e. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme
ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan
metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat
diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian
makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu
oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi
kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi
yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada
evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi
normal dapat menunjukkan stress dan keletihan.
Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas
sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi
dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui
sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah
mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan. Kapasitas
lambung berdasarkan umur dapat diukur sebagai berikut (Jones, dkk., 2005) :
13
f. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,
Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam
inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau
alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu
dilakukan. Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum,
dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang
tidak terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat
beristirahat lebih banyak.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya
lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih
sedikit bila diposisikan telungkup.
PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur bayi akan
lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan
energi oleh bayi.
g. Stimulasi Sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan gantung
yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit perawatan
dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah, suara kaset,
atau mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan
suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara dokter,
perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau
membelai memberikan rangsang sentuhan.
Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK karena selama
pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung bayi
dan mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik untuk
memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.
14
h. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga
Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan membuat
stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki
kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan
khusus mengharuskan bayi dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua
mungkin juga merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan
marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat.
Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi krisis
emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk melihat,
menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui
metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat
ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain
yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada orang tua
mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua bahwa bayinya
memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat informasi yang
tepat mengenai kondisi bayinya.
Perawatan Metode Kanguru/Kangaroo Mother care
1. Pengertian
Perawatan metode kanguru merupakan suatu cara khusus dalam merawat bayi BBLR
dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu yang berguna
untuk membantu perkembangan kesehatan bayi melalui peningkatan kontrol suhu,
menyusui, pencegahan infeksi, dan kontak ibu dengan bayi (KMC India Network,
2004).
Depkes RI (2004) mendefinisikan perawatan metode kanguru sebagai suatu cara
perawatan untuk bayi BBLR terutama dengan berat lahir < 2000 gram melalui kontak
kulit dengan kulit antara ibu dengan bayinya dimulai di tempat perawatanditeruskan di
rumah, dikombinasi dengan pemberian ASI yang bertujuan agar bayi tetap hangat.
2. Manfaat Perawatan Metode Kanguru
Perawatan metode kanguru memberikan manfaat tidak hanya untuk perkembangan
kesehatan bayi tetapi juga bagi penyembuhan psikologis ibu sehubungan dengan
15
kelahiran preterm dan memperoleh kembali peran keibuan. Adapun manfaat perawatan
metode kanguru sebagai berikut (Depkes RI, 2008; WHO, 2003) :
a. Manfaat pada bayi
1) Mempertahankan suhu tubuh, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan relatif
terdapat dalam batas normal.
2) Memperkuat sistem imun bayi sehingga menurunkan kejadian infeksi nosokomial,
penyakit berat, atau infeksi saluran pernafasan bawah.
3) Kontak dengan ibu menyebabkan efek yang menenangkan sehingga menurunkan
stress pada bayi.
4) Menurunkan respon nyeri fisiologis dan perilaku
5) Meningkatkan berat badan dengan lebih cepat dan memperbaiki pertumbuhan pada
bayi prematur.
6) Meningkatkan ikatan ibu dan bayi.
7) Memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan perkembangan kognitif bayi.
b. Manfaat bagi ibu
Berdasarkan beberapa penelitian, PMK memberikan manfaat pada ibu antara lain :
1) Mempermudah pemberian ASI
2) Ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi.
3) Hubungan lekat antara ibu dan bayi lebih baik.
4) Ibu lebih sayang pada bayinya.
5) Memberikan pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu.
6) Meningkatkan produksi ASI.
7) Meningkatkan lama menyusui dan kesuksesan dalam menyusui.
3. Kriteria pelaksanaan PMK
Pada umumnya bayi yang memenuhi kriteria untuk dilakukan PMK adalah bayi BBLR
dengan berat lahir ≤ 1800 gram, tidak ada kegawatan pernafasan dan sirkulasi, tidak ada
16
kelainan kongenital yang berat,dan mampu bernafas sendiri. PMK dapat ditunda hingga
kondisi kesehatan bayi stabil dan ibu siap untuk melakukannnya
Pada bayi yang masih dirawat di NICU atau masih memerlukan pemantauan
kardiopulmonal, oksimetri, pemberian oksigen tambahan atau pemberian ventilasi
dengan tekanan positif (CPAP), infus intra vena, dan pemantauan lain, hal tersebut tidak
mencegah pelaksanaan PMK melalui pengawasan dari petugas kesehatan.
2.7. Manajemen Asuhan Kebidanan dengan 7 Varney
Penelitian ini dilakukan pendokumentasian asuhan kebidanan pada anak Ny. S 7
langkah Varney.
1. Pengumpulan data Objektif dan Subjektif
Pengkajian pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pada
anak Ny. S P1A0
2. Menginterprestasikan data
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosis/masalah berdasarkan
interprestasikan yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan pada
anak Ny. S P1A0
3. Mengantisipasi dan menentukan diagnosa/masalah kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial masalah/diagnosa yang
dapat diidentifikasi pada anak Ny. S P1A0
4. Menetapkan kebutuhan tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter/dan/untuk
dikonsultasikan ditangani dengan anggota tim kesehatan yang lainsesuai
dengan kondisi pada anak Ny. S P1A0
5. Merencanakan asuhan secara menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya pada anak Ny. S P1A0
6. Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien pada
anak Ny. S P1A0
7. Evaluasi
17
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa
dan masalah anak Ny. S P1A0
2.8. Manajemen Asuhan Kebidanan dengan 7 Varney dengan SOAP
Dengan menggunakan pendokumentasian SOAP, SOAP adalah catatan
yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis. Pencatatan ini dipakai untuk
pendokumentasian asuhan kebidanan. 4 (empat) langkah dalam metode ini
adalah secara rinci adalah sbb :
Subjektif : Informasi yang diperoleh langsung dari klien, keluarga
terdekat dan buku KIA. Informasi tersebut dicatat
langsung sebagai titipan langsung dan ringkasan yang
berhubungan dengan diagnosa langkah ini terdapat pada
langkah Varney.
Objektif : data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan
oleh bidan pada waktu pemeriksaan termasuk juga
pemeriksaan penunjang dll.
Annalisa : merupaka kesimpulan dari yang dibuat berdasarkan data
subjektif dan data objektif dan data subjektif yang
didaptkan 2,3,4 dalam manajemen Varney
Penatalaksanaan : merupakan perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi
sesuai dengan anak Ny. S P1A0
dengan kesimpulan yang dibuat berdasarkan langkah
5,6,7 pada manajemen Varney.
2.9. Wewenang Bidan
Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/149/2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan antara lain :
a) Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan
meliputi :
18
1) Pelayanan Kebidanan
2) Pelayanan Reproduksi perempuan; dan
3) Pelayanan Kesehatan Masyarakat
b) Pasal 9
1) Pelayanan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a
ditujukan kepada ibu dan bayi
2) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan masa
menyusui
3) Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana pada ayat (1) diberikan pada
bayi baru lahir normal sampai usia 28 hari ( dua puluh delpan) hari.
c) Pasal 10
1) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2) Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
ayat (3) meliputi :
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian Imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah:
f. Pemberian penyuluhan
d) Pasal 11
Bidan dalam rangka memberikan pelayanan kebidanan sebagaimnana
dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
19
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan
dengan perujukan
f. Pencegahan anemia
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu ekskluisf
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
j. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen
aktif kala III
k. Pemberian surat keterangan kelahiran
l. Pemberian minum dengan sonde/pipet
m. Pemberian surat keterangan hamil unutk keperluan cuti melahirkan
e) Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk :
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam
rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter:
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memeberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan
pada masa pranikah dan prahamil.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Strategi Penelitian
Strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dalam bentuk
studi kasus.
Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu
kasus yang terdiri dari unit tunggal yang berarti satu orang.
Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang
berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi,
kejadian kejadian khusus yang muncul sehubungan kasus,maupun tindakan dan reaksi
kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu.
3.2. Setting Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD dr. Slamet Garut
periode Mei tahun 2014 dan di rumah kp. Ciatel RT 01/RW 03 Desa Cimanganten
Tarogong Kaler dan rumah beliau belum dijadikan penelitian.
3.3. Objek Penelitian dan Instrumen Penelitian
3.3.1 Objek Penelitian
Pada penelitian ini yang dijadikan objek penelitian bayi Ny. S Usia 2 jam
dengan BBLR di ruang Perinatologi RSUD dr. Slamet Garut.
Sumber informasi yang didapat secara primer berasal langsung dari
pasien, suami, keluarga, dan sumber informasi sekunder berasal dari rekam
medis pasien.
3.2.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen penelitian pada Bayi dengan Berat badan lahir
rendah di ruang Perinatologi RSUD dr.Slamet Garut, berupa : daftar pertanyaan
dan format SOAP.
21
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Wawancara Mendalam
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam oleh peneliti
dengan menggunakan alat panduan catatan pengkajian. Wawancara ini
dilakukan sebagai upaya pengambilan data primer yang secara langsung bertemu
dengan informasi dilapangan.
3.4.2 Observasi Partisipatif
Yaitu pengamatan secara cermat baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang di tujukan kepada keadaan fisik, keluarga dan rumah.
3.4.3 Studi Dokumentasi
Yaitu mempelajari catatan rekam medis yang berhubungan dengan klien dan catatan
buku KIA.
3.4.4 Studi Kepustakaan
Yaitu untuk memperoleh dukungan teoritis terhadap masalah penelitian yang
diteliti, maka peneliti perlu mempelajari buku-buku, jurnal kesehatan dan situs internet.
3.5. Analisa Data
3.5.1. Pembuatan transkrip hasil pengumpulan data di lapangan
Pada tahap ini terdapat dua kegiatan utama yaitu kegiatan pencatatan
(coding) dan kegiatan memberi komentar terhadap catatan tersebut kegiatan
analisis simulai dari mencatat setiap kejadian mengenai sebuah kategori
sebanyak mungkin, mulai dari kategori itu muncul. Dalam pencatatan kejadian
ini dapat menggunakan media yang disukai dan sesuai dengan kondisi kejadian
yang terjadi. Dalam mencatat kejadian tersebut data akan dilengkapi dengan
mencatat waktu, tempat serta pelaku kejadian. Apabila itu terjadi kembali, maka
pencatatan juga tetap dilakukan. Selanjutnya kejadian-kejadian dapat
dibandingkan (baik mengenai dimensi). Kondisi saat kejadian berlangsung,
konsekuensi, hubungan dengan kategori lain secara terus menerus sehingga
dapat merumuskan ciri-ciri kategori teoritis. Pada saat sebuah kategori dan ciri-
cirinya muncul, maka akan ditemukan dua hal, yaitu kategori dan ciri-ciri yang
dibentuk dan diabstraksikan dari mengungkapkan situasi kejadian. Setelah
melakukan pencatatan beberapa kali dan mengalami berbagai konflik dalam
22
penekanan pemikiran. Dalam kondisi seperti ini akan dilakukan penghentian
pencatatan dan segera membuat komentar tentang gagasan tema yang diteliti
tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesegaran awal dan pemikiran
teoritis serta dapat meredakan konflik dalam pemikiran.
3.5.2. Pengkategorian data berdasarkan variabel penelitian
Merupakan tahap untuk membandingkan kejadian yang muncul dengan
ciri-cirinya yang dihasilkan dari tahap pertama. Pada tahap pertama dilakukan
perbandingan terhadap kejadian-kejadian, kemudian dari kejadian tersebut
muncul kategori-kategori kejadian tersebut. Pada tahap ini, akan
menghubungkan setiap kategori itu dengan cirinya masing-masing. Kategori
tersebut mungkin dapat dikembalikan detail-detail yang lebih banyak saat
dilapangan, dan akhirnya harus dapat memformulasikan kategori-kategori
beserta ciri-cirinya itu menjadi rangkaian-rangkaian teori sederhana yang
sifatnya dapat dikembangkan atau dibatasi pada analisis-analisis selanjutnya.
3.5.3. Pembuatan simpulan hasil temuan
Tahap menulis dan memformulasikan tema-tema yang potensial dari
suatu kategori dan ciri-ciri yang paling besar menjadi kategorisasi yang
mengarah pada tema yang paten. Dengan kata lain dapat mengangkat tema
sederhana yang telah terbentuk tadi ke tingkat yang lebih tinggi, baik secara
terminologis maupun dilihat dari segi muatannya.
Jadi penggunaan analisis ini bertujuan untuk mempresentasikan secara
konseptual yang tercermin dari data secara empiris.
23