bab ii contoh kti bblr

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur) (Saifuddin, 2006). Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Winkjosastro, 2006). Keadaan bayi sangat tergantung pada pertumbuhan janin dalam uterus, kualitas pengawasan Antenatal, penanganan persalinan dan perawatan setelah lahir. Kejadian bayi dengan berat badan yang rendah masih sangat tinggi di negara berkembang ini merupakan akibat rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat sehingga kesadaran dan pemahaman mengenal kondisi kehamilannya masih sangat kurang akibatnya dapat terjadi komplikasi pada bayi seperti asfiksia dan mengakibatkan meningkatnya mordibitas dan mortalitas terhadap bayi. 1

Upload: melanton-ifan-fernando-rajagukguk

Post on 13-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

contoh

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Ialah bayi baru lahir yang berat

badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir

rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan

(dismatur) (Saifuddin, 2006). 

Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat

badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur

(Winkjosastro, 2006).

Keadaan bayi sangat tergantung pada pertumbuhan janin dalam

uterus, kualitas pengawasan Antenatal, penanganan persalinan dan

perawatan setelah lahir. Kejadian bayi dengan berat badan yang rendah

masih sangat tinggi di negara berkembang ini merupakan akibat rendahnya

status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan

masyarakat sehingga kesadaran dan pemahaman mengenal kondisi

kehamilannya masih sangat kurang akibatnya dapat terjadi komplikasi pada

bayi seperti asfiksia dan mengakibatkan meningkatnya mordibitas dan

mortalitas terhadap bayi.

Data menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 berkisar

17 juta jiwa per tahun. Secara umum yang paling banyak mengalami BBLR

adalah satah satunya Negara berkembang dimana angka kejadiannya berkisar

16% per tahun. Hal ini dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti ibu mempunyai beberapa penyakit yang langsung berhubungan

dengan kehamilan dan usia ibu. (Widness JA Neo Rev, 2000; 1: 261 - 267).

lndikator yang sangat penting untuk menilai seberapa jauh keberhasilan

pembangunan kesehatan di seluruh pelosok yaitu dengan melihat indikator

Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Bayi (AKB) Negara

tetangga seperti Thailand (129/100.000), Malaysia (30/100.000), Singapura

(6/100.000) dan Indonesia 2 - 5 kali lipat lebih tinggi (52/1.000) kelahiran

hidup. AKB salah satu barometer pelayanan kesehatan di suatu Negara bila

1

hal ini masih tinggi berarti pelayanan kesehatan belum berhasil dan

sebaliknya.

Berdasarkan data di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut dalam Mella

Rizky Amelia tahun 2012 jumlah Angka Kematian Bayi (AKB) pada BB

<2500 adalah 1082 bayi dan yang lahir > 2500 adalah 4731 bayi dan salah

satu penyebab kematian pertama yaitu BBLR 1143 bayi

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dalam Mella

Rizky Amelia jumlah Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2012 dari

298 kasus penyebab yang tertinggi yaitu BBLR 154 kasus, Asfiksia 78

kasus, Infeksi 12 kasus, Laktasi 9 kasus, lain-lain 9 kasus.

1.2. Rumusan Masalah

Angka kematian bayi di Kabupaten Garut 2012 ialah 298 kasus

penyebab yang tertinggi yaitu BBLR 154 kasus Dalam hal ini perlu

penanganan kasus dengan melakukan asuhan kebidanan untuk itu perlu

kajian kasus/studi kasus dalam penanganan kasus BBLR.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

1. Dapat melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny. S P1A0 dengan

BBLR

1.3.2. Tujuan Khusus

Pengkajian/pengumpulan dasar

2. Mampu melakukan pengumpulan dan menganalisa data pada bayi

Ny. S P1A0 dengan BBLR

3. Mampu melakukan dan menganalisa interprestasi data pada bayi Ny.

S P1A dengan BBLR

4. Mampu melakukan dan menganalisa diagnosa data pada bayi Ny. S

P1A0 dengan BBLR

5. Mampu melakukan dan menganalisis asuhan pada bayi Ny. S P1A0

dengan BBLR

2

6. Mampu melakukan dan menganalisis implementasi pemberian

asuhan pada bayi Ny. S P1A0 dengan BBLR

7. Mampu melakukan dan menganalisis mengevaluasi pada bayi Ny. S

P1A0 dengan BBLR

8. Mampu melakukan dan menganalisis pendokumentasian pemberian

asuhan kebidanan pada pada bayi Ny. S P1A0 dengan BBLR

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Penulis

Penulis dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah pengalaman

dalam memberi asuhan kebidanan pada Ny. P1A0

1.4.2. Bagi Lahan Praktik

Sebagai masukan untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu

pelayanan khususnya pada Ny. S P1A0

1.4.3. Bagi Institusi Pendidik

Hasil penelitian ini dapat menggunakan sebagai sumber informasi

tambahan bagi pihak pendidikan dan mahasiswa, serta dapat digunakan

sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Bayi Berat Lahir Rendah

2.1. Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat

kelahiran kurang dari 2.500 gram (2499 gram). (Abdul Bari Saifuddin, 2001).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang

dalam 1 (satu) jam setelah lahir. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004).

Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama di

sebut prematur (Buku Asuhan Keperawatan Perinatal Hal. 73). Tahun 1961 (WHO)

telah mengganti istilah premature baby dengan low birt weight baby (bayi dengan berat

lahir rendah = BBLR). hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang

dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur (Hanifa Wiknjosastro, 1999).

Untuk mencapai keseragaman pada Kongres European Perinatal Medicine ke II

tahun 1970 telah disusun sebagai berikut (Juniarti, Sri. M, NurLina. S, 1995) :

a.         Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.

b.        Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu – 42

minggu.

c.         Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu lebih.

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat lahir rendah

dibedakan dalam (Abdul Bari Saifuddin, 2001) :

a.         Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500 gram - 2.500 gram.

b.        Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir kurang dari 1.500 gram.

c.         Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir kurang dari 1.000 gram.

WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam 3 (tiga) kelompok :

a.         Preterm : kurang dari 37 minggu lengkap.

4

b.        Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap.

c.         Post Term : 42 minggu lengkap atau lebih.

2.2. Penyebab dari BBLR

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang

lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,

kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya

BBLR.

a.         Faktor ibu

1)        Penyakit

Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

2)        Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum,

pre- eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

3)        Usia Ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh

ibu-ibu dengan usia lanjut.

4)        Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu

alkohol dan ibu pengguna narkotika.

b.        Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

c.         Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-

ekonomi dan paparan zat-zat racun

2.3. Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran

di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara

berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian

BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi

dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor

utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak

5

serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka

kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu

berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR

dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka

BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada

sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Di Propinsi Jawa Barat setiap tahunnya antara 20 – 25% kelahiran BBLR,

sedangkan di daerah pedesaan 10,5% dan sebagian besar BBLR meninggal dalam masa

neonatal. Sementara di level II di tingkat kabupaten di Jawa Barat sebagian besar Bayi

Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR). (http://www.flixya.com/blog/2851723/bblr-di-

indonesia)

Angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup.

Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data tahun

2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh Bayi Berat

Lahir Rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena

sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital

sebagian juga adalah bayi berat lahir rendah. Di Indonesia, menurut survei ekonomi

nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh bayi berat lahir

rendah sebesar 38,85%. (DEPKES RI, 2008 :3)

Sebagian besar dari masalah bayi baru lahir adalah sering timbul pada periode

perinatal. Masalah-masalah ini bukan hanya bisa menyebabkan kematian, tetapi juga

besarnya angka kecacatan dan angka penyakit. (WHO)

2.3. Klasifikasi

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) : a. Menurut harapan hidupnya

1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.

2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.

3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.

b. Menurut masa gestasinya

1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat

badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut

neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).

6

2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan

intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

2.4. Komplikasi

Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh komplikasi

kehamilan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah dengan p = 0,003 (OR = 1,53;

CI= 1,16 – 2,02). Dapat berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah.

Suriani (2010) menyatakan bahwa infeksi selama hamil dapat berhubungan secara

langsung maupun tidak langsung dengan kejadian BBLR, seperti infeksi pada

penyakit malaria, toksoplasma, plasmodium dan infeksi virus. Infeksi virus

menghambat pertumbuhan janin bahkan dapat menyebabkan kematian janin seperti

pada infeksi virus rubella dan cytomegalo virus. Diduga virus-virus tersebut

mengeluarkan toksin yang dapat mengurangi suplai darah ke janin. Infeksi pada

saluran kemih juga sering berhubungan dengan kejadian BBLR dimana infeksi ini

dapat menyebabkan infeksi pada air ketuban dan plasenta sehingga mengganggu

suplai makanan ke janin. Disamping penyakit infeksi penyakit non infeksi juga

berhubungan dengan kejadian BBLR seperti penyakit ginjal kronis, hipertensi, dan

diabetes melitus.

Menurut Manuaba (1998) faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

persalinan preterm (prematur ) atau bayi berat lahir rendah adalah :

1. Faktor Ibu

a. Gizi saat hamil yang kurang

b. Umur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun

c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.

d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah

(perokok)

e. Faktor pekerja yang terlalu berat

3. Faktor Kehamilan

a. Hamil dengan hidramnion

b. Hamil ganda

7

c. Perdarahan antepartum

d. Komplikasi hamil: preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini.

4. Faktor Janin

a. Cacat bawaan

b. Infeksi dalam rahim

5. Faktor yang Masih Belum Diketahui

Hasil critical assesment dan meta analysis terhadap berbagi literatur-literatur

medis berbahasa Inggris dan Perancis yang diterbitkan dari tahun 1970-1984 yang

dilakukan oleh Kramer (1987), diidentifikasi 43 determinan potensial berat badan

lahir yaitu:

a. Faktor genetik dan bawaan, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu

hamil, berat badan sebelum hamil, haemodynamic ibu hamil, tinggi dan berat

badan bapak dan faktor genetik lainnya.

b. Faktor demografik dan psikososial, meliputi umur ibu, status sosial ekonomi

(pendidikan, pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor

kejiwaan ibu hamil.

c. Faktor obstetrik, meliputi paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual,

pertumbuhan janin dan umur kehamilan anak sebelumnya, pengalaman abortus

spontan sebelumnya, pengalaman induced abortion, pengalaman lahir mati atau

kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya dan paparan

janin terhadap diethyl stilbestrol.

d. Faktor Gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi,

pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik, asupan/status protein, zat besi dan

anemia, asamfolat dan vitamin B12, mineral, seng dan tembaga, kalsium, fosfor,

dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral lainnya.

e. Faktor morbiditas ibu waktu hamil, meliputi morbiditas umum, dan penyakit

episodik, malaria, infeksi saluran kemih, infeksi saluran kelamin.

8

f. Faktor paparan zat racun, meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein

dan kopi, penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat

racun lainnya.

g. Perawatan antenatal, meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan

antenatal, dan mutu pelayanan antenatal.

Menurut Baker dan Tower (2005) dalam Suriani (2010), memodifikasi beberapa

faktor risiko dan determinan kejadian BBLR, dari hasil modifikasi tersebut dihasilkan

klasifikasi yang dibedakan menurut faktor bayi yaitu: jenis kelamin, genetik, ras, dan

keadaan plasenta dan faktor ibu yaitu: umur ibu, paritas, jarak kelahiran, tinggi badan,

berat badan sebelum hamil, dan penambahan berat badan

selama hamil, serta faktor lingkungan yaitu: status sosial, ekonomi, nutrisi/IMT,

infeksi/penyakit ibu, pemanfaatan pelayanan, merokok/alkohol, dan tingkat

pengetahuan ibu.

2.5. Dampak BBLR

BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang

banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil

(Surasmi, dkk., 2002).

a. Ketidakstabilan suhu tubuh

Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera

setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.

Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia

juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan

menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum

cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan,

produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya

sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar

dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

b. Gangguan pernafasan

9

Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah

sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap,

dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.

c. Imaturitas imunologis

Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama

trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin

terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan

antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki

perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.

d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi

Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya

pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi

enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat

besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini

menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.

e. Imaturitas hati

Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya

hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya

enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan

kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar

berkurang.

f. Hipoglikemi

Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena

terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.

Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama

dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.

Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan

direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi

paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal

10

ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang

berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi.

Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat

memicu timbulnya hipoglikemi.

2.6. Penatalaksanaan BBLR

Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi

BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan

dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk

mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi

(Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :

a. Dukungan respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan

respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi

dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan

oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik

apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang

pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika

mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen

diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat

memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.

b. Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah

pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress

sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan

sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu

lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan

pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi

dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral

bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C.

11

Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui

beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) :

1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.

Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.

2) Pemancar pemanas

3) Ruangan yang hangat

4)Inkubator

c. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru

lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan

humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang

perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :

1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan

cuci tangan terlebih dahulu.

2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.

Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.

3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang

perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai

alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.

d. Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori,

elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena

12

kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan

sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih

luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum

berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan

cairan.

e. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme

ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan

metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat

diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.

Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian

makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu

oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi

kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi

yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada

evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi

normal dapat menunjukkan stress dan keletihan.

Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas

sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi

dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui

sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah

mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan. Kapasitas

lambung berdasarkan umur dapat diukur sebagai berikut (Jones, dkk., 2005) :

13

f. Penghematan energi

Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,

Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam

inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau

alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu

dilakukan. Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.

Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum,

dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan

dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang

tidak terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat

beristirahat lebih banyak.

Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan

oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya

lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih

sedikit bila diposisikan telungkup.

PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur bayi akan

lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan

energi oleh bayi.

g. Stimulasi Sensori

Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan gantung

yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit perawatan

dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah, suara kaset,

atau mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan

suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara dokter,

perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau

membelai memberikan rangsang sentuhan.

Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK karena selama

pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung bayi

dan mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik untuk

memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.

14

h. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga

Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan membuat

stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki

kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan

khusus mengharuskan bayi dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua

mungkin juga merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan

marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat.

Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi krisis

emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk melihat,

menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui

metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat

ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain

yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada orang tua

mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua bahwa bayinya

memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat informasi yang

tepat mengenai kondisi bayinya.

Perawatan Metode Kanguru/Kangaroo Mother care

1. Pengertian

Perawatan metode kanguru merupakan suatu cara khusus dalam merawat bayi BBLR

dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu yang berguna

untuk membantu perkembangan kesehatan bayi melalui peningkatan kontrol suhu,

menyusui, pencegahan infeksi, dan kontak ibu dengan bayi (KMC India Network,

2004).

Depkes RI (2004) mendefinisikan perawatan metode kanguru sebagai suatu cara

perawatan untuk bayi BBLR terutama dengan berat lahir < 2000 gram melalui kontak

kulit dengan kulit antara ibu dengan bayinya dimulai di tempat perawatanditeruskan di

rumah, dikombinasi dengan pemberian ASI yang bertujuan agar bayi tetap hangat.

2. Manfaat Perawatan Metode Kanguru

Perawatan metode kanguru memberikan manfaat tidak hanya untuk perkembangan

kesehatan bayi tetapi juga bagi penyembuhan psikologis ibu sehubungan dengan

15

kelahiran preterm dan memperoleh kembali peran keibuan. Adapun manfaat perawatan

metode kanguru sebagai berikut (Depkes RI, 2008; WHO, 2003) :

a. Manfaat pada bayi

1) Mempertahankan suhu tubuh, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan relatif

terdapat dalam batas normal.

2) Memperkuat sistem imun bayi sehingga menurunkan kejadian infeksi nosokomial,

penyakit berat, atau infeksi saluran pernafasan bawah.

3) Kontak dengan ibu menyebabkan efek yang menenangkan sehingga menurunkan

stress pada bayi.

4) Menurunkan respon nyeri fisiologis dan perilaku

5) Meningkatkan berat badan dengan lebih cepat dan memperbaiki pertumbuhan pada

bayi prematur.

6) Meningkatkan ikatan ibu dan bayi.

7) Memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan perkembangan kognitif bayi.

b. Manfaat bagi ibu

Berdasarkan beberapa penelitian, PMK memberikan manfaat pada ibu antara lain :

1) Mempermudah pemberian ASI

2) Ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi.

3) Hubungan lekat antara ibu dan bayi lebih baik.

4) Ibu lebih sayang pada bayinya.

5) Memberikan pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu.

6) Meningkatkan produksi ASI.

7) Meningkatkan lama menyusui dan kesuksesan dalam menyusui.

3. Kriteria pelaksanaan PMK

Pada umumnya bayi yang memenuhi kriteria untuk dilakukan PMK adalah bayi BBLR

dengan berat lahir ≤ 1800 gram, tidak ada kegawatan pernafasan dan sirkulasi, tidak ada

16

kelainan kongenital yang berat,dan mampu bernafas sendiri. PMK dapat ditunda hingga

kondisi kesehatan bayi stabil dan ibu siap untuk melakukannnya

Pada bayi yang masih dirawat di NICU atau masih memerlukan pemantauan

kardiopulmonal, oksimetri, pemberian oksigen tambahan atau pemberian ventilasi

dengan tekanan positif (CPAP), infus intra vena, dan pemantauan lain, hal tersebut tidak

mencegah pelaksanaan PMK melalui pengawasan dari petugas kesehatan.

2.7. Manajemen Asuhan Kebidanan dengan 7 Varney

Penelitian ini dilakukan pendokumentasian asuhan kebidanan pada anak Ny. S 7

langkah Varney.

1. Pengumpulan data Objektif dan Subjektif

Pengkajian pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang

akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pada

anak Ny. S P1A0

2. Menginterprestasikan data

Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosis/masalah berdasarkan

interprestasikan yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan pada

anak Ny. S P1A0

3. Mengantisipasi dan menentukan diagnosa/masalah kebidanan

Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial masalah/diagnosa yang

dapat diidentifikasi pada anak Ny. S P1A0

4. Menetapkan kebutuhan tindakan segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter/dan/untuk

dikonsultasikan ditangani dengan anggota tim kesehatan yang lainsesuai

dengan kondisi pada anak Ny. S P1A0

5. Merencanakan asuhan secara menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan

oleh langkah-langkah sebelumnya pada anak Ny. S P1A0

6. Implementasi

Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien pada

anak Ny. S P1A0

7. Evaluasi

17

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi

sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa

dan masalah anak Ny. S P1A0

2.8. Manajemen Asuhan Kebidanan dengan 7 Varney dengan SOAP

Dengan menggunakan pendokumentasian SOAP, SOAP adalah catatan

yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis. Pencatatan ini dipakai untuk

pendokumentasian asuhan kebidanan. 4 (empat) langkah dalam metode ini

adalah secara rinci adalah sbb :

Subjektif : Informasi yang diperoleh langsung dari klien, keluarga

terdekat dan buku KIA. Informasi tersebut dicatat

langsung sebagai titipan langsung dan ringkasan yang

berhubungan dengan diagnosa langkah ini terdapat pada

langkah Varney.

Objektif : data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan

oleh bidan pada waktu pemeriksaan termasuk juga

pemeriksaan penunjang dll.

Annalisa : merupaka kesimpulan dari yang dibuat berdasarkan data

subjektif dan data objektif dan data subjektif yang

didaptkan 2,3,4 dalam manajemen Varney

Penatalaksanaan : merupakan perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi

sesuai dengan anak Ny. S P1A0

dengan kesimpulan yang dibuat berdasarkan langkah

5,6,7 pada manajemen Varney.

2.9. Wewenang Bidan

Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/149/2010

tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan antara lain :

a) Pasal 8

Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan

meliputi :

18

1) Pelayanan Kebidanan

2) Pelayanan Reproduksi perempuan; dan

3) Pelayanan Kesehatan Masyarakat

b) Pasal 9

1) Pelayanan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a

ditujukan kepada ibu dan bayi

2) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan masa

menyusui

3) Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana pada ayat (1) diberikan pada

bayi baru lahir normal sampai usia 28 hari ( dua puluh delpan) hari.

c) Pasal 10

1) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

ayat (2) meliputi:

a. Penyuluhan dan konseling

b. Pemeriksaan Fisik

c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

d. Pertolongan persalinan normal

e. Pelayanan ibu nifas normal

2) Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

ayat (3) meliputi :

a. Pemeriksaan bayi baru lahir

b. Perawatan tali pusat

c. Perawatan bayi

d. Resusitasi pada bayi baru lahir

e. Pemberian Imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas

pemerintah:

f. Pemberian penyuluhan

d) Pasal 11

Bidan dalam rangka memberikan pelayanan kebidanan sebagaimnana

dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk :

a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah

19

b. Bimbingan senam hamil

c. Episiotomi

d. Penjahitan luka episiotomi

e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan

dengan perujukan

f. Pencegahan anemia

g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu ekskluisf

h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia

i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

j. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen

aktif kala III

k. Pemberian surat keterangan kelahiran

l. Pemberian minum dengan sonde/pipet

m. Pemberian surat keterangan hamil unutk keperluan cuti melahirkan

e) Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk :

a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam

rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;

b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter:

c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi

d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas

pelayanan kesehatan pemerintah; dan

e. Memeberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan

pada masa pranikah dan prahamil.

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Strategi Penelitian

Strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dalam bentuk

studi kasus.

Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu

kasus yang terdiri dari unit tunggal yang berarti satu orang.

Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang

berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi,

kejadian kejadian khusus yang muncul sehubungan kasus,maupun tindakan dan reaksi

kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu.

3.2. Setting Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD dr. Slamet Garut

periode Mei tahun 2014 dan di rumah kp. Ciatel RT 01/RW 03 Desa Cimanganten

Tarogong Kaler dan rumah beliau belum dijadikan penelitian.

3.3. Objek Penelitian dan Instrumen Penelitian

3.3.1 Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang dijadikan objek penelitian bayi Ny. S Usia 2 jam

dengan BBLR di ruang Perinatologi RSUD dr. Slamet Garut.

Sumber informasi yang didapat secara primer berasal langsung dari

pasien, suami, keluarga, dan sumber informasi sekunder berasal dari rekam

medis pasien.

3.2.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian pada Bayi dengan Berat badan lahir

rendah di ruang Perinatologi RSUD dr.Slamet Garut, berupa : daftar pertanyaan

dan format SOAP.

21

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Wawancara Mendalam

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam oleh peneliti

dengan menggunakan alat panduan catatan pengkajian. Wawancara ini

dilakukan sebagai upaya pengambilan data primer yang secara langsung bertemu

dengan informasi dilapangan.

3.4.2 Observasi Partisipatif

Yaitu pengamatan secara cermat baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang di tujukan kepada keadaan fisik, keluarga dan rumah.

3.4.3 Studi Dokumentasi

Yaitu mempelajari catatan rekam medis yang berhubungan dengan klien dan catatan

buku KIA.

3.4.4 Studi Kepustakaan

Yaitu untuk memperoleh dukungan teoritis terhadap masalah penelitian yang

diteliti, maka peneliti perlu mempelajari buku-buku, jurnal kesehatan dan situs internet.

3.5. Analisa Data

3.5.1. Pembuatan transkrip hasil pengumpulan data di lapangan

Pada tahap ini terdapat dua kegiatan utama yaitu kegiatan pencatatan

(coding) dan kegiatan memberi komentar terhadap catatan tersebut kegiatan

analisis simulai dari mencatat setiap kejadian mengenai sebuah kategori

sebanyak mungkin, mulai dari kategori itu muncul. Dalam pencatatan kejadian

ini dapat menggunakan media yang disukai dan sesuai dengan kondisi kejadian

yang terjadi. Dalam mencatat kejadian tersebut data akan dilengkapi dengan

mencatat waktu, tempat serta pelaku kejadian. Apabila itu terjadi kembali, maka

pencatatan juga tetap dilakukan. Selanjutnya kejadian-kejadian dapat

dibandingkan (baik mengenai dimensi). Kondisi saat kejadian berlangsung,

konsekuensi, hubungan dengan kategori lain secara terus menerus sehingga

dapat merumuskan ciri-ciri kategori teoritis. Pada saat sebuah kategori dan ciri-

cirinya muncul, maka akan ditemukan dua hal, yaitu kategori dan ciri-ciri yang

dibentuk dan diabstraksikan dari mengungkapkan situasi kejadian. Setelah

melakukan pencatatan beberapa kali dan mengalami berbagai konflik dalam

22

penekanan pemikiran. Dalam kondisi seperti ini akan dilakukan penghentian

pencatatan dan segera membuat komentar tentang gagasan tema yang diteliti

tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesegaran awal dan pemikiran

teoritis serta dapat meredakan konflik dalam pemikiran.

3.5.2. Pengkategorian data berdasarkan variabel penelitian

Merupakan tahap untuk membandingkan kejadian yang muncul dengan

ciri-cirinya yang dihasilkan dari tahap pertama. Pada tahap pertama dilakukan

perbandingan terhadap kejadian-kejadian, kemudian dari kejadian tersebut

muncul kategori-kategori kejadian tersebut. Pada tahap ini, akan

menghubungkan setiap kategori itu dengan cirinya masing-masing. Kategori

tersebut mungkin dapat dikembalikan detail-detail yang lebih banyak saat

dilapangan, dan akhirnya harus dapat memformulasikan kategori-kategori

beserta ciri-cirinya itu menjadi rangkaian-rangkaian teori sederhana yang

sifatnya dapat dikembangkan atau dibatasi pada analisis-analisis selanjutnya.

3.5.3. Pembuatan simpulan hasil temuan

Tahap menulis dan memformulasikan tema-tema yang potensial dari

suatu kategori dan ciri-ciri yang paling besar menjadi kategorisasi yang

mengarah pada tema yang paten. Dengan kata lain dapat mengangkat tema

sederhana yang telah terbentuk tadi ke tingkat yang lebih tinggi, baik secara

terminologis maupun dilihat dari segi muatannya.

Jadi penggunaan analisis ini bertujuan untuk mempresentasikan secara

konseptual yang tercermin dari data secara empiris.

23

24