Download - BAB II ASP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Standar Atau Pedoman dan bagaimana Sistem Akuntansi yang diterapkan
untuk pengelolaan keuangan RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar?
2. Bagaimana penganggaran RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar yang
diterapkan pada penyusunan anggaran tahun 2011?
3. Apa saja Laporan Keuangan yang dibuat oleh RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar pada tahun 2010?
4. Bagaimana Pengukuran Kinerja di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
Blitar pada tahun 2010?
5. Bagaimana Proses dan Bentuk Laporan Audit di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar pada tahun 2010?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Standar atau Pedoman dan Sistem Akuntansi yang
diterapkan dalam pengelolaan keuangan RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar.
2. Untuk mengetahui penganggaran RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
Blitar yang diterapkan pada penyusunan anggaran tahun 2011.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Laporan Keuangan yang dibuat oleh RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar pada tahun 2010.
4. Untuk mengetahui Pengukuran Kinerja di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar pada tahun 2010.
5. Untuk mengetahui Proses dan Bentuk Audit di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar pada tahun 2010.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Dapat memahami tentang berbagai macam dari bentuk laporan keuangan pada
Sektor Publik yang difokuskan pada RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
Blitar.
2. Dapat sebagai bahan pengajaran Akuntansi Sektor Publik dalam rangka
memperkaya bahan pengajaran di Lembaga Pendidikan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Dapat membuka wawasan atau pengetahuan mengenai penerapan Akuntansi
Sektor Publik di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan pada
khususnya masyarakat Kabupaten Blitar tentang penerapan Akuntansi Sektor
Publik di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
4
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIS
2.1 Standar dan Sistem Akuntansi Sektor Publik
Istilah “sektor publik” dipakai pertama kali pada tahun 1952. Pada tahun
1970, muncul kritikan dan serangan yang mempertanyakan peran sektor publik.
Tahun 1980, reformasi sektor publik dilakukan di negara-negara industri maju
sebagai jawaban atas berbagai kritikan. Akuntansi sektor publik di negara-negara
berkembang juga sempat dianggap mengalami kebangkrutan. Namun, pada dua
darsawara terakhir ini, akuntansi sektor publik mengalami perkembangan yang
pesat.
Istilah sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal
tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap
disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berbeda-beda. Dari sudut pandang
ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya
berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Organisasi sektor publik bersifat heterogen dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor ekonomi, politik, budaya, dan historis. Organisasi sektor pada saat ini
menghadapi tekanan untuk lebih efisien dalam memperhitungkan biaya ekonomi
dan biaya sosial, serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan. Berbagai
tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi dapat diterima dan diakui sebagai ilmu
yang dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik. Akuntansi sektor publik
pada awalnya merupakan aktivitas yang terspesialisasi dari suatu profesi yang
relatif kecil. Namun, pada saat ini akuntansi sektor publik sedang mengalami
proses untuk menjadi disiplin ilmu yang lebih dibutuhkan dan substansial
keberadaannya.
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan
perlakuan akuntansi pada domain publik. Dimana domain publik ini mempunyai
keluasan wilayah yang lebih luass dan kompleks dibandingkan dengan sektor
swasta. Hal tersebut dikarenakan luasnya jenis dan bentuk organisasi yang berada
di dalamnya serta kompleks lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga
5
publik tersebut. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi: badan-
badan pemerintahan (pemerintah pusatdan daerah serta unit kerja pemerintah),
perusahaan milik negara (BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi massa,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), universitas, dan organisasi nirlaba lainnya.
Organisasi sektor publik mendapatkan sumber pembiayaan antara lain dari
pajak, retribusi, utang, obligasi, pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan aset
negara, dan sebagainya. Selain itu, sektor publik memiliki pertanggungjawaban
manajemen dengan pola pertanggungjawaban yang bersifat vertikal
(pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya: DPR/DPRD) dan horisontal (pertanggungjawaban kepada masyarakat
luas / publik).
Organisasi sektor publik memiliki tujuan yang spesifik dan unik. Tujuan
tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Tujuan kuantitatif dan
kualitatif tersebut masih dapat dipilah menjadi tujuan yang bersifat finansial dan
nonfinansial. Tujuan Kuantitatif misalnya: pencapaian laba maksimum,
penguasaan pangsa pasar, pertumbuhan organisasi, dan produktivitas. Sedangkan
tujuan kualitatif misalnya: efisiensi dan efektivitas organisasi, manajemen
organisasi yang tangguh, moral karyawan yang tinggi, reputasi organisasi,
stabilitas, pelayanan kepada masyarakat, corporate image, dan sebagainya.
Sedangkan tujuan akuntansi sektor publik adalah memberikan informasi yang
berguna untuk pengendalian manajemen dan pertanggungjawaban.
Akuntansi sektor publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah
sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Bagi pemerintah,
informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian majajemen mulai dari
perencanaan strategik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan
pelaporan kinerja. Sedangkan Akuntabilitas yang harus dilakukan oleh organisasi
sektor publik terdiri atas empat dimensi (menurut Ellwood, 1993) yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality);
2. Akuntabilitas proses (process accountability);
3. Akuntabilitas program (program accountability);
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
6
Dengan demikian, akuntansi sektor publik memiliki keterkaitan pokok
dalam tiga hal, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan
akuntabilitas.
2.11 Standar Akuntansi Sektor Publik
Dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban, organisasi sektor publik
harus membuat Laporan Keuangan, Laporan kinerja dan beberapa laporan
pertanggungjawaban lainnya. Oleh karena itu, organisasi sektor publik harus
memiliki standar khusus untuk menjadi pedoman dalam pembuatan laporan-
laporan tersebut. Standar tersebut, biasanya disebut dengan PP (peraturan
pemerintah) tentang SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan). Adapun Peraturan
Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah digunakan
sebagai pedoman organisasi sektor publik sejak saat ini adalah Peraturan
Pemerintah RI No 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan
Perda masing-masing daerah. Sedangkan Peraturan Pemerintah tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan yang baru adalah Peraturan Pemerintah RI No 71 tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah RI No 71 tahun 2010 ini, diharapkan dapat
diterapkan oleh instansi-instansi sesuai dengan jangka waktu yang telah diatur
dalam Peraturan Pemerinyah RI No 71 tahun 2010 pada Lampiran II. Namun,
pada ketentuan penutup Peraturan Pemerinyah RI No 71 tahun 2010 juga
dijelaskan bahwa Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyelenggaran akuntansi pemerintah sepanjang belum diubah dan tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tersebut masih tetap berlaku. Jadi,
pedoman Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada Peraturan
Pemerinyah RI No 24 tahun 2005 masih diperbolehkan dengan catatan tidak
menyimpang/bertentangan dengan Peraturan Pemerintah RI No 71 tahun 2010.
2.1.2 Sistem Akuntansi Sektor Publik
Sistem akuntansi yang digunakan oleh organisasi sektor publik berbeda
dengan sektor swasta. Organisasi swasta menggunakan sistem akuntansi berbasis
akrul (accrual accounting), yaitu mengakui transaksi pada saat kejadian, bukan
pada saat kas/setara kas diterima/dibayar dan dicatat dalm periode bersangkutan.
Sedangkan pada organisasi sektor publik menggunakan sistem akuntansi
7
Basis Kas (Cash accounting), yaitu mengakui pendapatan pada saat kas diterima.
Pada Peraturan Pemerinyah RI No 24 tahun 2005dijelaskan bahwa sistem basis
kas merupakan sistem akuntansi yang diterapkan hanya pada pengakuan
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dan basis akrual digunakan pada pengakuan
aset, utang, dan ekuitas. Namun, pada Peraturan Pemerinyah RI No 71 tahun
2010 dijelaskan bahwa SAP berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang
pengakuannya masih berbasis kas dan pengakuan yang sudah berbasis akrual.
2.2 Penganggaran Sektor Publik
Anggaran merupakan estimasi kinerja yang hendak dicapai, sedangkan
Penganggaran merupakan proses mempersiapkan anggaran. Penganggaran pada
sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk program
dan aktivitas. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika
perumusan strategi dan perencanaan strategik telah dilakukan. Tahap
penganggaran sangat penting, karena anggaran yang tidak efektif dan berorientasi
pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Oleh
karena itu, penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan.
Anggaran publik adalah rencana kegiatan dalam bentuk perolehan
pendapatan dan belanja dalam satu moneter. Adapun alasan pentingnya anggaran
sektor publik antara lain: (1) sebagai alat bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial-ekonomi kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, (2) anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat; dan (3) anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah
telah bertanggung jawab terhadap rakyat. Sedangkan fungsi utama anggaran
sektor publik, yaitu: (1) sebagai alat perencanaan; (2) alat pengendalian; (3) alat
kebijakan fiskal; (4) alat politik; (5) alat koordinasi dan komunikasi; (6) alat
penilaian kinerja; (7) alat motivasi; dan (8) alat menciptakan ruang publik.
Anggaran sektor Publik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Anggaran Operasional (operation/recurrent budget);
Yaitu Anggaran yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari
dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran yang dikategorikan dalam
8
anggaran operasional adalah “Belanja Rutin” (pengeluaran yang manfaat hanya
untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi
pemerintah).
2. Anggaran Modal/Investasi (capital/invesment budget);
Yaitu Anggaran yang menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan
atas aktiva tetap, seperti gudang, peralatan, kendaraa, perabot, dan sebagainya.
Belanja Modal/Investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya
operasional dan pemeliharaan.
Anggaran Pendapatan dan belanja Negara/daerah (APBN/APBD) yang
dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberikan informasi rinci kepada
DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan
pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana
program-program tersebut dibiayai. Pengelolaan keuangan sektor publik meliputi
aspek penganggaran, akuntansi, pengendalian, dan auditing. Siklus anggaran
meliputi empat tahap yang terdiri atas:
1. Tahap Persiapan Anggaran (budget preparation);
Pada tahap ini, dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan
yang tersedia. Uncertainly perlu diperhatikan dalam melakukan estimasi. Oleh
sebab itu, manajer keuangan publik harus memahami cara menentukan besarnya
suatu mata anggaran dan sistem anggaran yang digunakan. Di Indonesia, proses
perencanaan APBD menekankan pada pendekatan Bottom-Up Planning (dari
pemerintahan paling bawah menuju ke pemerintahan paling tinggi) dengan tetap
mengacu pada arah kebijakan pembangunan pemerintah pusat. Arahan kebijakan
pembangunan pemerintah pusat tertuang dalam dokumen perencanaan berupa
GBHN, Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana Strategis
(RENSTRA), dan Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA).
2. Tahap Ratifikasi (approva/ratification);
Tahap ratifikasi anggaran melibatkan proses politik yang cukup rumit dan berat.
Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya mempunyai “manajerial skill” namun
juga mempunyai “political skill”, “salesmanship”, dan “coalition building”.
9
3. Tahap Implementasi (implementation);
Dalam tahap ini diperlukan adanya sistem (informasi) akuntansi dan sistem
pengendalian manajemen yang memadai dan handal. Oleh karena itu, manajer
publik bertanggung jawab untuk menciptakan sistem tersebut dan juga membuat
sistem pengendalian intern yang memadai.
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi (reporting and evaluation);
Tahap terakhir ini, berkaitan dengan aspek akuntabilitas. Sehingga diharapkan
tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemui banyak masalah jika
ketiga tahap sebelumnya dilakukan dengan manajemen yang baik.
Sistem anggaran sektor publik telah menjadi instrumen kebijakan
multifungsi. Pada dasarnya terdapat dua jenis pendekatan utama yang digunakan
dalam perencanaan dan penyusunan anggaran publik, yaitu:
1. Anggaran Tradisional
Anggran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang. Ciri-ciri pendekatan ini, antara lain: Incrementalism
(menambah/mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sebelumnya
dengan mengkaji lebih dalam anggaran tahun sebelumya); Line-Item (tidak
memungkinkan untuk menghilangkan item-item yang sebenarnya tidak relevan);
Cenderung Sentralis; Spesifikasi; Tahunan; dan Anggaran Bruto
2. New Public Management
Pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran. Ciri-ciri
pendekatan ini, antara lain: Komprehensif/komparatif; Terintegrasi dan lintas
departemen; Proses pengambilan keputusan yang rasional; Berjangka panjang;
Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas; Analisis total cost dan benefit
(termasuk opportunity cost); Berorientasi input, output, dan outcome; Adanya
pengawasan kinerja. Adapun yang termasuk dalam New Public Manageement
yaitu:
(1)Teknik Anggaran Kinerja, menekankan konsep “value for money” dan
pengawasan atas kinerja output;
(2)Zero Based Budgeting (ZBB), sistem ini mencangkup penyusunan program dan
tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran; dan
10
(3) Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS), teknik penganggaran
yang berorientasi pada output dan tujuan, penekanan utamanya adalah alokasi
sumber daya berdasarkan analisis ekonomi.
2.3 Laporan Keuangan Sektor Publik
Laporan keuangan organisasi sektor publik merupakan komponen yang
sangat penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik. Adanya tuntutan
yang besar terhadap akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen
sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya adalah
dengan membuat laporan keuangan. Dalam hal ini, terdapat tantangan yang
dihadapi oleh sektor publik. Tantangan tersebut adalah mampukah akuntansi
menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk monitor akuntabilitas
manajemen, akuntabilitas politik, dan akuntabilitas kebijakan? Dapatkah
akuntansi sebagai alat untuk merencanakan dan memetakan arah pembangunan
dan pertumbuhan sektor publik.
Akuntansi dan laporan keuangan mengandung pengrtian sebagai suatu
proses pengumpulan, pengolahan, pengkomunikasian informasi yang bermanfaat
bagi pembuatan keputusan dan untuk menilai kinerja organisasi. Akuntansi secara
normatif memiliki tiga aspek, yaitu: (1) sistem informasi yang diberikan; (2)
kepada siapa informasi tersebut diberikan; (3) tujuan informasi. Sehingga, pada
PP No 24 tahun 2005 disebutkan bahwa organisasi sektor publik dituntut untuk
dapat membuat laporan keuangan setidak-tidaknya meliputi: Laporan Realisasi
Anggran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (hanya
Lima Bentuk Laporan Keuangan). Sedangkan berdasarkan pada PP No 71 tahun
2010, organisasi sektor publik dianjurkan agar membuat Tujuh bentuk Laporan
Keuangan, diantaranya adalah Laporan Surplus/Defisit, Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Laba/Rugi, Laporan Aliran Kas, Neraca, Catatan atas
Laporan Keuangan, serta Laporan Kinerja yang dinyatakan dalam ukuran
finansial/nonfinansial.
Laporan keuangan sektor publik dibuat dengan tujuan dan fungsi sebagai
berikut: (a) Kepatuhan dan pengelolaan (compliance and stewardship); (b)
Akuntabilitas dan pelaporan restrospektif (accountability and restrospective
11
reporting); (c) Perencanaan dan informasi otorisasi (planning and authorization
information); (d) Kelangsungan organisasi (viability); (e) Hubungan masyarakat
(public relation); (f) Sumber fakta dan gambaran (source of facts and figures);
Sedangkan bagi organisasi pemerintah, tujuan umum akuntansi dan laporan
keuangan adalah (a) untuk memberikan informasi yang digunakan dalam
pembuatan keputusan ekonomi, sosial, politik serta sebagai bukti
pertanggungjawaban dan pengelolaan; (b) untuk memberikan informasi yang
digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisional.
2.4 Pengukuran Kinerja
Tahap setelah operasional anggaran adalah pengukuran kinerja untuk
menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran
kinerja yang handal merupakan salah satu kunci suksesnya organisasi sektor
publik. Pengukuran kinerja dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu: (1)
Untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah; (2) Untuk pengalokasian
sumber daya dan pembuatan keputusan; (3) Untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Sedangkan untuk legislatif, pengukuran kinerja digunakan untuk menentukan
kelayakan pelayanan yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik.
Penilaian laporan kinerja finansial dapat dilakukan dengan menganalisis
varians antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Secara garis besar, analisis
varians berfokus pada varians pendapatan dan varians pengeluaran (belanja
rutin/belanja modal). Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan
identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusuri varians
tersebut hingga level manajemen paling bawah.
Penilaian laporan kinerja nonfinansial dapat diukur dengan menggunakan
Balanced Scorecard. Pengukuran dengan menggunakan Balanced Scorecard
melibatkan empat aspek, yaitu: (1) Perspektif finansial (financial perspective);
(2) Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective); (3) Perspekti efisiensi
proses internal (internal process effiency); dan (4) Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan (learning and growth perspective).
12
Jenis informasi nonfinansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel
kunci. Variabel kunci adalah variabel yang mengidentifikasikan faktor-faktor
yang menjadi sebab kesuksesan organisasi.
Dalam pengukuran kinerja, variabel kunci tersebut akan dikembangkan
menjadi indikator kinerja untuk unit yang bersangkutan. Indikator kinerja, dapat
berupa faktor keberhasilan utama organisasi (suatu area yang mengidentifikasi
kesuksesan kinerja unit kerja organisasi) dan indikator kinerja kunci (sekumpulan
indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci, baik bersifat finansial
maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis).
Indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau
program telah dilakukan secara efektif dan efisien. Penentu indikator kinerja perlu
mempertimbankan biaya pelayanan (biaya unit palayanan); penggunaan
(perbandingan antara supply of service dengan public demand); kualitas dan
standar pelayanan (menyangkut pertimbangan yang bersifat subyektif); cangkupan
pelayanan; kepuasan (diukur melalui metode jajak pendapatan secara langsung).
Contoh Variabel Kunci dan Indikator Kinerja
Dinas/Unit Kerja Variansi Kunci Indikator Kinerja
Rumah sakit Tingkat hunin kamar (kamar yang
dipakai:jumlah kamar)
Biaya total rata-rata pasien yang masuk
Biaya rawat jalan, biaya pelayanan medis,
nonmedis, dan umum per pasien yang masuk
Penggunaan fasilitas, rata-rata masa tinggal
pasien di rumah sakit, dan proporsi hunian
Klinik kesehatan Jumlah pelanggan (masyarakat) yang
dilayani per hari
Jumlah pelanggan yang dilayani per jumlah total
penduduk untuk wilayah tertentu
Kepolisian Jumlah kriminalitas yang tertangani;
Jumlah kecelakaan/pelanggaran lalu lintas;
Jumlah pengaduan masyarakat yang
tertangani
% Jumlah kriminalitas yang tertangani;
% Penurunan kecelakaan/pelanggaran lalu lintas;
% Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani
DPR/DPRD Jumlah Pengaduan dan tuntutan masyarakat
yg tertangani;
Jumlah rapat yang dilakukan;
Jumlah undang-undang atau perda yang
dihasilkan;
Jumlah peserta rapat per total anggota.
% Jumlah Pengaduan dan tuntutan masyarakat
yg tertangani;
Jumlah rapat yang dilakukan;
Jumlah undang-undang atau perda yang
dihasilkan;
% Jumlah peserta rapat per total anggota
Dipenda Jumlah pendapatan yang terkumpul % Jumlah pendapatan yang terkumpul/potensi
13
2.5 Audit Sektor Publik
Audit Kinerja pada dasarnya adalah perluasan dari audit keuangan. Audit
kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan dan kejadian ekonomi yang
menggambarkan kinerja organisasi. Dalam hal ini, terdapat dua audit yang
dilakukan, yaitu (1) audit internal (audit yang dilakukan oleh unit pemeriksaan
yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi. Auditor Internal antara lain:
Inspektorat Jenderal Departemen, Satuan Pengawasan Intern di lingkungan
BUMN/BUMD, Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah
Kota/Kabupaten, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); (2) audit
eksternal (audit yang dilakukan oleh unit pemeriksaan yang berada di luar
organisasi yang diperiksa. Auditor Eksternal Pemerintah adalah Badan
PemeriksaKeuangan/BPK).
Dalam proses audit, terlebih dahulu perlu memahami struktur audit
kinerja, tahapan audit, dan kriteria atau indikator yang menjadi tolok ukur audit
kinerja. Pada dasarnya, struktur dari audit keuangan, audit kepatuhan, audit
menajemen, audit program atau jenis audit lainnya adalah sama. Hal yang
membedakan adalah pada tugas-tugas spesifik pada masing-masing tahap audit
yang menggambarkan kebutuhan audit.
Struktur audit, secara umum terdiri atas: (1) tahap-tahap audit; (2) elemen
masing-masing tahap audit; (3) tujuan umum masing-masing elemen; (4) tugas-
tugas tertentu yang diperlukan untuk setiap tujuan. Sedangkan Struktur audit
kinerja, terdiri atas: (1) tahap pengenalan dan perencanaan (Survei Pendahuluan
dan Review Sistem Pengendalian Manajemen); (2) tahap pengauditan (Review
Hasil-hasil Program, Ekonomi dan Kepatuhan); (3) tahap pelaporan (Persiapan
Laporan, Review dan Revisi, Pengiriman dan Penyajian Laporan) ; (4) tahap
penindaklanjutan (Desain Follow Up, Investigasi, dan Pelaporan).
14
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Standar dan Sistem Akuntansi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Kab. Blitar
Akuntansi dan Laporan Keuangan Bapelkesmas RSUD diselenggarakan
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan pada saat
dikonsolidasikan dengan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Blitar
disususn dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
3.1.1 Standar Akuntansi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Kab. Blitar
Kebijakan akuntansi yang dianut dalam pelaksanaan pembukuan dan
penyusunan laporan keuangan Bapelkesmas RSUD merupakan interprestasi butir-
butir yang diatur dalam standar akuntansi keuangan (SAK), serta
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam:
a. Undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
b. Peraturan Pemerintah RI No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
c. Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
d. Permendagri nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah
Adapun butir-butir dari standar akuntansi yang dianut, uraiannya terdapat
pada Pedoman Akuntansi Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2007
dan dapat dilihat pada Lampiran-lampiran makalah ini.
3.1.2 Sistem Akuntansi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Asumsi dasar akuntansi yang diterapkan pada RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi Kab. Blitar adalah:
(1) Kelangsungan usaha (kesinambungan entitas)
Laporan keuangan disusun atas dasar asumsi bahwa RSUD akan terus melakukan
usahanya secara berkesinambungan tanpa ada maksud untuk dibubarkan atau
mengurangi secara material skala usahanya.
(2) Dasar akuntansi akrual
Laporan keuangan (neraca) disusun atas dasar akrual, hal ini dimaksudkan untuk
15
memberikan informasi kepada pembaca bahwa laporan keuangan tidak hanya
berisi transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan kas dan pembayaran kas,
tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimas mendatang serta sumber daya yang
merepresentasikan kas yang akan diterima dimasa yang akan datang.
Untuk kepentingan penyusunan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, RSUD/Bapelkesmas Wlingi Kab. Blitar mengacu kepada dasar
akuntansi yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Blitar dan untuk saat ini
dasar akuntansi yang digunakan adalah basis kas, yaitu mengakui pendapatan
daerah pada saat kas diterima dan belanja daerah diakui pada saat diterbitkan
surat/Lembar Pengesahan oleh bagian keuangan atas Surat Pertanggungjawaban
(SPJ) yang diajukan RSUD/satker lainnya.
(3) Kemandirian Entitas
RSUD sebagai unit kerja pemerintahan daeraah merupakan entitas akuntansi, oleh
karena itu mempunyai kewajiban untuk menyajikan Laporan Keuangan.
(4) Keterukuran dalam satuan uang
Laporan keuangan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat
dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar dapat dilakukan analisa dan
pengukuran dalam akuntansi.
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar menggunakan basis
akuntansi Double entry (pencatatan pada jurnal harian berupa debet-kredit).
Sedangkan siklus pencatatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar membuat beberapa jurnal untuk
mempermudah proses pencatatan transaksi. Adapun jurnal yang dinuat oleh
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar adalah Jurnal Umum dan Jurnal Khusus
(Jurnal Pengeluaran Kas dan Jurnal Penerimaan Kas). Contoh format dari semua
16
Buku Kendali Anggaran Pendapatan dan Belanja
Transaksi Dokumen Jurnal Harian
Neraca Lajur Dokumen
Laporan Keuangan
Buku Besar
Laporan Keuangan dan Jurnal-jurnal yang seharusnya dibuat oleh RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kab. Blitar dapat dilihat pada Lampiran Pedoman Akuntansi
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah tahun 2007 atau dalam lampiran-
lampiran makalah ini.
3.2 Penganggaran RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Dalam Penyusunan Anggaran Tahunan, RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kab. Blitar melibatkan Kepala Bagian Unit; Bagian Keuangan dengan Sub Bagian
Penyusunan, Pengendalian Anggaran dan Verifikasi (Tim Anggaran); Direktur
RSUD; dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Sedangkan Prosedur
Penyususnan Anggaran RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar adalah sebagai
berikut:
1. Pembuatan anggaran (berdasarkan program-program Badan Unit yang sudah
disepakati sebelumnya) yang dilakukan pada setiap Badan Unit yang akan
diajukan oleh Kepala Badan Unit kepada Tim Anggaran
2. Selanjutnya, anggaran setiap badan unit yang sudah terkumpul akan dibahas
dalam rapat oleh Tim Anggaran
3. Setelah Tim Anggaran menetapkan anggaran yang dibutuhkan, maka Tim
Anggaran akan membuat RKA (Rencana Keuangan Anggaran) yang
selanjutnya akan diserahkan kepada Direktur dan PPKD (Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah)
4. Setelah RKA selesai, maka dibuatlah DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran)
yang akan diotorisasi oleh Penggunaan Anggaran (Direkutr RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kab. Blitar/ Dr. Budi Winarno, M.M) dan Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (Drs. Palal Ali Santoso, M.M). Selanjutnya dokumen ini
akan menjadi pedoman dalam membuat Realisasi Anggaran.
Dalam Penyusunan Anggaran pada dasarnya RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kab. Blitar menggunakan pendekatan Bottom-Up Planning (dari kebutuhan setiap
Badan Unit menjadi kebutuhan RSUD) dengan tetap mengacu pada arah
kebijakan peraturan pemerintah daerah Kabupaten Blitar. Dalam penyusunan
anggaran, RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar mengacu pada anggaran
tahun sebelumnya atau biasa disebut dengan Pendekatan Tradisional. Dalam hal
17
ini, RSUD menggunakan pendekatan tradisional pada penyusunan anggaran
operasionalnya (anggaran belanja rutin) dan penyusunan anggaran modal/investasi
tetap dilakukan oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Blitar.
Sedangkan dalam Penyusunan Pengukuran Kinerja RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar menggunakan pendekatan New Public Managemen,
karena lebih berorientasi input, output, dan outcome; terdapat analisis total cost
dan benefit dan adanya pengawasan kinerja oleh Bapeda.
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar membuat beberapa anggaran,
antara lain: Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah; Anggaran Pendapatan
Satuan Kerja Perangkat Daerah; Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja
Perangkat Daerah; Anggaran Belanja Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Adapun Rincian dari Anggaran-anggaran tersebut dapat dilihat dalam lampiran-
lampiran pada makalah ini.
3.3 Laporan Keuangan RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Dalam membuat Laporan Keuangan, RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab.
Blitar memakai Standar/Pedoman Akuntansi Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah Tahun 2007 (Pedoman yang disusun berdasarkan Undang-undang No 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah RI No 23 tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Peraturan
pemerintah RI No 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan
Permendagri No 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah).
Pada Pedoman tersebut terdapat lima Laporan Keuangan Pokok RSUD meliputi:
(1) Neraca; (2) Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; (3)
Laporan Arus Kas; (4) Laporan Aktivitas (Pendapatan dan Beban); (5) Catatan
Atas Laporan Keuangan.
Pada Implementasinya, RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar pada
tahun 2010 hanya membuat tiga Laporan Keuangan, yaitu: (1) Laporan Realisasi
Anggaran tahun 2010; (2) Neraca per 31 Desember 2010; dan (3) Catatan Atas
Laporan Keuangan. Adapun rincian dari Laporan Keuangan tersebut, dapat dilihat
dalam lampiran-lampiran pada makalah ini.
18
3.4 Pengukuran Kinerja RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar merupakan Badan Layanan
Umum, sehingga harus membuat laporan keuangan. Selain itu, RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kab. Blitar juga membuat Laporan Pengukuran Kinerja yang
disebut “Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar 2010”. Penyusunan Laporan Kinerja ini perwujudan dari
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan
sumber daya pelaksanaan kebijaksanaan dalam mencapai misi dan tujuan Badan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
sebagai amanat Instruksi RI No.7 Tahun 1999.
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar tahun 2010 dengan materi pokok yang berisi
Informasi Kinerja tentang Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Rumah Sakit,
menggunakan pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah No: 239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003.
Pada Laporan Kinerja RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar tahun
2010, terdapat empat aspek yang menjadi dasar penentuan sasaran pengukuran
kinerja RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar selama tahun 2010. Aspek-aspek
tersebut adalah: Pelayanan; Keuangan; Organisasi dan Sumber Daya Manusia;
dan Sarana dan Prasarana. Sedangkan sasaran pengukuran kinerja RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar, antara lain: (1) Pelayanan rutin jasa
perkantoran, pemeliharaan sarana dan prasarana, serta disiplin pegawai dan
kapasitas aparatur; (2) Kualitas pelayanan Rumah Sakit.
Pengukuran Kinerja RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010
diukur dari tingkat pencapain sasaran. Format dari Pengukuran Kinerja RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 telah ditentukan oleh BAPEDA
(Badan Pengawasan Daerah). Sedangkan Sasaran Pengukuran Kinerja ditentukan
sepenuhnya oleh Pihak RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 dan
Indikator juga dilakukan pihak RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
2010 atas petunjuk BAPEDA (Badan Pengawasan Daerah).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 disusun oleh Bagian Perencanaan dan
19
Evaluasi dengan Sub Bagian Penyusunan Program Monitoring dan Evaluasi.
Kemudian LAKIP diotorisasi oleh Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab.
Blitar . LAKIP RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar tahun 2010, berisi
laporan kinerja yang berupa Laporan kinerja finansial dan nonfinansial RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar selama tahun 2010. Adapun Rincian
lengkap dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 dapat dilihat dalam lampiran-
lampiran makalah ini.
3.5 Audit RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Kab. Blitar
Pada RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 audit dilakukan
oleh auditor internal (Inspektorat Wilayah Kabupaten dan Badan Pengawasan
Daerah) dan auditor eksternal (Badan Pemeriksa Keuangan/BPK). Namun RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 tidak mempunyai bentuk maupun
hasil laporan audit yang dikeluarkan auditor eksternal atas nama RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 sendiri. Hasil dari audit RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2010 melainkan salah satu dari proses audit
Pemda Kabupaten Blitar. Sehingga, auditor eksternal hanya memberikan pendapat
dan mengeluarkan Laporan Audit untuk Pemda Kabupaten Blitar. Adapun hasil
dari audit/Pendapat yang dikeluarkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pada
tahun 2010 kepada Pemda Kabupaten Blitar adalah “Wajar dengan
Pengecualian”.
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar merupakan salah satu
unit/instansi/ badan layanan umum daerah yang berada di bawah Pemda
Kabupaten Blitar. Pada proses audit, RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
Blitar hanya menyiapkan beberapa Laporan Keuangan maupun Laporan Kinerja
untuk diperiksa oleh BPK. Selain itu, sesuai dengan proses audit, BPK juga
melakukan uji terhadap bukti-bukti, material, dan resiko pada laporan keuangan
yang telah dibuat dan di audit oleh auditor internal RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar. Kemudian, hasil audit RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
Blitar disatukan dengan hasil audit instansi-instansi/badan layanan umum lainnya
yang berada di bawah kontrol Pemda Kabupaten Blitar. Sehingga, laporan audit
20
tersebut dikeluarkan atas nama Pemda Kabupaten Blitar dari hasil audit
keseluruhan kantor, instansi, maupun badan layanan umum lainnya yang berada di
bawah kontrol Pemda Kabupaten Blitar.
21
BAB IV
REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Pada keseluruhan, penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan di RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar telah dilaksanakan dengan baik. Sistem
Akuntansi yang diterapkan telah mengacu pada Pedoman Akuntansi Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2007, dimana pedoman ini disusun sesuai
dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Peraturan Pemerintah RI No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum; Peraturan Pemerintah RI No 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan; dan Permendagri nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan Pengukuran Kinerja,
Penyusunan Anggaran dan Audit juga telah berjalan dengan baik dan sistematis
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada tahun tersebut.
4.2 Rekomendasi
Dalam hal ini, penulis hanya bisa memberikan beberapa rekomendasi
kepada RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar dengan/atau menggunakan
acuan dari Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan. Pada saat ini, pemerintah Indonesia telah membuat peraturan
pemerintah baru untuk mengatur Standar Akuntansi Pemerintah, dimana peraturan
ini harus diterapkan dengan segera oleh instansi-instasi.
4.2.1 Standar dan Sistem Akuntansi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab.
Blitar
Rekomendasi dari kami kepada RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
tentang standar dan sistem akuntansi untuk tahun berikutnya adalah agar segera
membuat Pedoman Akuntansi Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang
baru yang disempurnakan kembali atau direvisi sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Perda
maupun Undang-undang yang telah direvisi sesuai dengan PP No 71 tahun 2010.
22
Sedangkan untuk basis pengakuan transaksi sebaiknya segera menggunakan basis
akrual dalam mencatat transaksi maupun mengakui pendapatan , belanja, dan
pembiayaan berbasis kas lainnya, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana
berbasis akrual.
4.2.2 Anggaran RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Dalam penyusunan anggaran, RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
telah menggunakan prosedur yang baik; kombinasi dua pendekatan dalam
penyusunan anggaran; dan bentuk anggaran yang dibuat juga sudah sesuai.
Sehingga tidak ada rekomendasi khusus dari kami kepada RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi Kab. Blitar tentang anggaran untuk tahun berikutnya. Namun, perlu
diperhatikan efisiensi dan efektifitas dari penggunaan anggaran tersebut.
4.2.3 Laporan Keuangan RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Rekomendasi dari kami kepada RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
tentang anggaran adalah agar RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar segera
membuat Laporan Keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No 71 tahun
2010 tentang standar akuntansi pemerintahan, dimana tidak hanya tiga atau lima
laporan yang dibuat tetapi ada tujuh laporan keuangan yaitu: Laporan
Surplus/Defisit, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Laba/Rugi, Laporan Aliran
Kas, Neraca, Catatan atas Laporan Keuangan, serta Laporan Kinerja yang
dinyatakan dalam ukuran finansial/nonfinansial.
4.2.4 Pengukuran Kinerja RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Pengukuran kinerja pada RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
telah dilaksanakan dengan baik. Terdapat dua macam pengukuran kinerja yaitu
berupa finansial dan nonfinansial. Sehinnga, rekomendasi dari kami kepada
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar tidak banyak, karena menurut
hasil kinerja tahun 2010 sudah mencapai target. Adapun rekomendasi dari kami
adalah perlu ditambahkan beberapa sasaran atau sasaran lebih terperinci.
4.2.5 Audit RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kab. Blitar
Pendapat dari auditor eksternal atas hasil audit secara keseluruhan Pemda
Kabupaten Blitar sudah baik, yaitu “wajar dengan pengecualian”. Sehingga,
tidak menutup kemungkinan hasil audit dari RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar adalah sudah baik pula. Namun, perlu diperhatikan dalam
23
penyusunan Laporan Keuangan maupun LAKIP di tahun berikutnya, agar
pendapat yang dikeluarkan bisa lebih baik atau “wajar tanpa pengecualian”.
DAFTAR RUJUKAN
Mardiasmo, MBA, Ak. Dr. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta:
Andi Yogyakarta
Pedoman Akuntansi Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Tahun
2007
Peraturan Pemerintah RI No 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
Peraturan Pemerintah RI No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
www.Google.com
www.Google/Akuntansi Sektor Publik.com
www.Google/RSUD Ngudi Waluyo.com
24