Download - BAB I Pendahuluan (Revisi)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan
perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis
antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 20 minggu mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan antepartum biasanya berbatas
pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu tapi tidak jarang terjadi
pula pada usia kandungan kurang dari 20 minggu dengan patologis yang sama.
Perdarahan saat kehamilan setelah 20 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih
banyak daripada kehamilan sebelum 20 minggu. Oleh karena itu perlu
penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak
bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak
seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus
selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.1
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan
antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus
gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya
antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas.
Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga
menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus ini masih menarik
dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor
predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya
andil besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan
parameter pelayanan kesehatan. Di RS Parkland didapatkan prevalensi plasenta
previa 0,5%. Clark (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson
(1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta.2
Plasenta atau ari-ari terdiri dari vili-vili dan kotiledon yang berfungsi untuk
jalan makanan dan oksigen bagi janin. Makanan akan diantar melalui peredaran
darah yang sebelumnya disaring terlebih dahulu melalui plasenta. Plasenta juga
menyaring racun maupun obat-obatan yang membahayakan janin. Pada plasenta
previa, plasenta berada pada lokasi yang tidak seharusnya yaitu di segmen rahim
bagian bawah atau dekat dengan jalan lahir meskipun perkembangan janin sudah
memasuki triwulan ketiga. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 200 kehamilan dan
merupakan penyebab kematian tertinggi janin akibat kelahiran preterm (sebelum
waktunya). Selain itu kejadian anomali kongenital (kelainan bawaan di dalam
rahim) meningkat sebanyak 2,5 kali lebih tinggi pada plasenta previa.1,2
Iyasu dkk. (1993), dalam suatu analisis terhadap National Hospital
Discharge Survey dari tahun 1979 sampai 1987, menemukan bahwa plasenta
previa menjadi penyulit pada 0,5% (1 dari 200 persalinan). Di Prentice Women’s
Hospital, Frederiksen dkk. (1999), melaporkan bahwa 0,55% atau (1 dari 180)
pada hampir 93.500 kelahiran mengalami penyulit plasenta previa. Crane dkk.
(1999) mendapatkan insiden 0,33 persen (1 dari 300) pada hampir 93.000
persalinan di provinsi Nova Scotia. Di Parkland Hospital, insidennya adalah
0,26% (1 dari 390) pada lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun.2
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia di atas 30 tahun juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Uterus tercatat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada
beberapa rumah sakit umum pemerintah, dilaporkan insidennya berkisar 1,7%-
2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, mungkin
disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya
penggunaan Ultrasonografi dalam Obstetri yang memungkinkan deteksi lebih
dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.1