1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama
sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses
penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama
merupakan luapan emosi yang spontan (Luxemburg, 1984:5).
Sastra merupakan sebuah sarana yang sering digunakan untuk
mencetuskan pendapat-pendapat yang hidup di dalam masyarakat kita. Ini tidak
berarti bahwa pendapat-pendapat itu bermutu. Sastra dapat disalahgunakan untuk
mengungkapkan hal-hal yang tidak diinginkan atau untuk membela pendirian-
pendirian yang amoral. Akan tetapi, seseorang yang ingin mengetahui nilai-nilai
apa saja yang hidup di tengah-tengah suatu lingkungan masyarakat dan
kebudayaan, hendaknya mempelajari dengan seksama sastra yang dihasilkan oleh
masyarakat (pengarang) dan kebudayaan tersebut (1984:12).
Genre utama karya sastra yaitu puisi, prosa, dan drama. Berdasarkan
pembagian ketiga genre tersebut, prosalah (khususnya novel), yang dianggap
lebih dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat
dikemukakan, di antaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang
lengkap, memiliki media yang luas, menampilkan masalah-masalah
kemasyarakatan yang juga luas, b) bahasa novel cenderung menggunakan bahasa
sehari-hari, bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Sesuai dengan
2
uraian tersebut, dikatakan bahwa novel merupakan genre yang sosiologis dan
responsif sebab peka terhadap fluktuasi sosiohistoris (Ratna, 2010:335).
Pengertian sosiologi sendiri adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang
manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Selanjutnya
dikatakan, bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana
masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana masyarakat
itu bertahan hidup (Faruk, 2012:1). Aspek sosiologi dipandang sesuai untuk
mengkaji gambaran kehidupan manusia atau masyarakat luas baik mengenai
kegiatan ekonomi, agama, sosial, maupun adat-istiadat. Berkaitan dengan
pendekatan sosiologi sastra, Wellek dan Warren (1990:111) mengklasifikasikan
sosiologi sastra menjadi tiga bagian, yakni (1) sosiologi pengarang; (2) sosiologi
karya sastra; dan (3) sosiologi pembaca.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memilih pendekatan sosiologi
karya sastra untuk mengetahui nilai-nilai kemanusiaan serta sikap budaya
pengarang yang ada di dalam novel „Ushfu>r min a„sy-syarqi karya Tau>fi>q Al-
Chaki>m. Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang pemuda yang tinggal
di sebuah desa kecil yang berada di negara Paris. Ketika mendengar nama Paris,
hal pertama yang terlintas di benak orang-orang adalah menara Eiffel. Bangunan
yang terdiri atas kumpulan besi baja yang disusun ke atas ini memang tampak
menjulang di antara bangunan-bangunan lainnya di kota Paris (Kaka, 2011:102).
Selain itu, masih ada dua bangunan tinggi lainnya yang menghiasi langit
kota Paris. Pertama, menara Montparnasse (sebuah gedung pertokoan dan
perkantoran berlantai 60 yang terletak di sisi kiri Sungai Seine, yang membelah
Paris menjadi dua bagian). Kedua, Basilique de Sacre Coeur (sebuah gereja yang
3
terletak di puncak Butte Monmartre, daerah tertinggi di ibu kota Prancis). Dari
atas kubah gereja tersebut, pemandangan aerial view kota Paris terlihat begitu
jelas. Jika cuaca sedang bagus, para wisatawan bahkan bisa melihat menara Eiffel
dan menara Montparnasse dari kejauhan (2011:102).
Tidak terlalu jauh dari Basilique de Sacre Coeur, terdapat sebuah
perkampungan seniman lukis terkenal yang disebut Place du Tertre. Para pelukis
dan karikaturis dari berbagai negara sering kali berkumpul di tempat tersebut
sambil memamerkan dagangan sekaligus menawarkan jasa kepada para
wisatawan untuk dilukis, dengan biaya bervariasi sekitar 10-15 euro untuk satu
lukisan, tergantung pintarnya mereka menawar (2011:103).
Sementara itu, kawasan Avenue des Champs Elysees dipenuhi oleh toko-
toko fashion papan atas, beberapa gerai pamer mobil mewah serta hotel-hotel
berbintang di kiri-kanan jalannya. Pada malam hari, daerah ini senantiasa
bermandikan cahaya, sehingga disebut-sebut sebagai salah satu jalan paling indah
dan gemerlap di dunia (2011:106).
Namun, dalam novel „Ushfu >r min a„sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m
semua kenyataan itu berbanding terbalik dengan apa yang kita ketahui selama ini.
Novel tersebut menceritakan bahwa terdapat sebuah desa kecil yang mayoritas
penduduknya bekerja sebagai buruh pabrik dengan keadaan ekonomi yang cukup
memprihatinkan, gaji yang mereka terima tidak sesuai dengan lamanya jam kerja
yang mereka lakukan sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Mereka harus makan siang hanya dengan roti dan daging bagi yang memiliki uang
lebih, karena takut uang mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama
sebulan sampai mendapatkan gaji lagi. Padahal desa tersebut masih menjadi
4
bagian dari kota Prancis yang terkenal akan kemewahan, keindahan serta
kekayaannya dalam berbagai bidang. Setelah membaca novel tersebut kita dapat
melihat sisi lain dari Perancis dan kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya .
Berdasarkan penjelasan di atas, Peneliti sengaja memililih judul “Nilai-
nilai Kemanusiaan dan Sikap Budaya Pengarang dalam Novel „Ushfu >r min a„sy-
Syarqi karya Taufi >q Al-Chaki >m (Analisis Sosiologi Sastra)” agar mampu
mengungkapkan nilai-nilai kemanusiaan serta sikap budaya pengarang yang
terdapat dalam tersebut.
Novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m adalah salah satu
novel yang paling populer, selain karya-karyanya yang terkenal lainnya seperti
„Audah a‟r-Rūch “kembalinya ruh”, dan novel Yaumiya Naibin fil Aryaf “hari-
hari seorang hakim di desa-desa” (Salad, 2003:vi). Selain novel-novel tersebut
pada tahun 1922 dia menulis beberapa naskah drama yang dipentaskan oleh
penggiat seni teater Ukasyah di gedung teater Al-Azbekiyah. Di antaranya Al-
Mar‟atul-Jadidatu, Al-„Ari>s, dan Khatam Sulaima >n. Karya-karya tersebut tidak
diterbitkan karena dianggap masih banyak kekurangan (Atho‟illah, 2007:145).
Selain menjadi seorang sastrawan di Mesir, Tau>fi>q Al-Chaki>m juga
bekerja sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dia mengabdi pada
negara sampai sekitar tahun 1934. Pengabdiannya tidak cukup sampai disini,
setelah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dia dipindah
menjadi Direktur pelaksanaan pada Kementrian Pendidikan Pengajaran sampai
tahun 1939. Lalu pindah ke Kementrian Sosial dengan jabatan sebagai Direktur
pada Departemen Pelayanan Sosial. Meskipun sibuk dengan kegiatan yang
5
berkaitan dengan jabatannya, ia masih aktif menulis, baik cerpen, novel, maupun
naskah drama (Atho‟illah, 2007:146).
Berdasarkan pengamatan peneliti, novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi pernah
diteliti oleh Fauzi (2014) mahasiswa Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
dalam skripsinya yang berjudul “Uslub At-Tashbiyyah fi Riwa>yah „Ushfu>r min
a‟sy-Syarqi li at Tau >fi >q Al-Chaki>m (Dirasah Tahliliyah Balaghiyyah)”.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah jumlah tasybih dan
macamnya, serta tujuan tasybih yang ada dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi.
Dalam hal ini, peneliti fokus pada alat penyamaan antara dua benda yang disebut
dengan tasybih. Tasybih terdiri dari empat unsur: musyabbah, musyabbah bihi,
adat tasybih, wajhu syibhi. Peneliti berasumsi bahwa terdapat jenis-jenis tasybih
didalamnya dan terdapat kalimat-kalimat yang menggunakan uslub tasybih, hasil
penelitian ini ditemukan 33 kasus tentang uslub tasybih. Diantaranya tasybih
mursal mujmal berjumlah 9, tasybih mursal mufassal ada 7, tasybih baligh ada 7,
tasybih mufassal muakad ada 5 dan tasybih dzamni ada 4. Kemudin tujuannya
adalah (1) menjelaskan kemungkinan terjadinya suatu hal pada musyabbah, (2)
menjelaskan keadaan musyabbah, (3) menjelaskan kadar keadaan musyabbah (4)
menegaskan keadaan musyabbah, (5) memperindah musyabbah, (6) memperburuk
musyabbah.
Selain itu, ada juga tesis yang membahas tentang objek yang sama dengan
judul “Persepsi Timur tentang Barat dalam Novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi dan
mausim Al-Hijrah ila > As-Syima>l” oleh Luthfi (2006) mahasiswa Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Program Studi Sastra Universitas Indonesia. Masalah yang
diangkat dalam novel tersebut adalah konteks sosial apa saja yang
6
melatarbelakangi timbulnya persepsi Timur tentang Barat serta bagaimana
persepsi Timur tentang Barat, sehingga dapat memaparkan perbedaan yang
mendasar di antara keduanya.
Setelah dilakukan penelitian, didapatkan sebuah hasil bahwa
permasalahan yang diangkat tersebut menampilkan berbagai persepsi Timur
tentang Barat, yang berkaitan dengan konteks-konteks sosial yang
melatarbelakangi. Namun, bukan hanya menyajikan berbagai persepsi tersebut,
tetapi sekaligus mengevaluasi clan melakukan investigasi berdasarkan realita dan
pengalaman pengarang yang pernah bermukim di negara Barat. Persepsi-persepsi
yang timbul di Timur tentang bangsa Eropa lebih didominasi oleh subjektifitas
Timur, sebagai akibat dari misi kolonialiasi Barat. Persepsi yang berkembang
cenderung ke arah negatif. Barat dikonstruksikan sebagai bangsa modern, namun
memiliki ambiguitas dalam menyikapi kehidupan dan norma-norma kemanusiaan.
Terlepas dari segala wacana yang ada, Barat memiliki sisi-sisi positif yang
mampu membawa kemajuan terhadap bangsa mereka. Bahkan, hingga saat ini
Barat menjadi sebuah kekuatan yang mendominasi kehidupan masyarakat dunia,
dan nyaris tidak tergoyahkan. Superioritas Barat menjadi sangat besar, sehingga
bangsa manapun yang ingin maju, paling tidak harus melewati salah satu gerbang
yang telah mereka bangun. Ketergantungan Timur kepada Barat seakan telah
menjadi suatu hal yang mutlak.
Penelitian dengan menggunakan analisis sosiologi sastra juga pernah
dilakukan oleh Utafiya (2011) mahasiswa sastra Daerah UNS dengan judul
“Aspek Kriminalitas dalam Cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi karya Pakne
Puri (Tinjauan Sosiologi Sastra)”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian
7
ini yakni tentang unsur-unsur struktural yang meliputi tema, alur, penokohan,
latar, dan amanat yang terdapat dalam cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi
Karya Pakne Puri, kemudian tindak kriminalitas dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kriminalitas serta relevansi cerbung Salindri Kenya
Kebak Wewadi karya Pakne Puri.
Hasil dari analisis dalam penelitian tersebut yaitu unsur-unsur struktural
yang membangun dalam cerbung yaitu tema, alur, penokohan, setting, dan amanat
saling berkaitan satu dengan yang lain, sehingga membentuk satu kesatuan cerita
yang utuh. Tema mempunyai kaitan dengan unsur amanat, unsur alur mempunyai
kaitan dengan unsur penokohan dan unsur penokohan terkait dengan unsur latar
atau setting. Dari segi sosiologi sastra cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi
karya Pakne Puri menampilkan problem sosial yaitu aspek kriminalitas yang
meliputi pembunuhan serta penyuapan. Kriminalitas adalah hal wajar yang
muncul dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan sosial
sehingga rentan akan kejahatan. Cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi karya
Pakne Puri sebagian masih relevan dengan keadaan masyarakat sekarang. Seperti
halnya problem-problem sosial yang terdapat di dalamnya dapat dipakai sebagai
cermin sosial budaya masyarakat karena pada dasarnya karya sastra diciptakan di
dalam kandungan masyarakat yang sangat kompleks dengan bermacam-macam
interaksi dan budaya.
Handayani (2009) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP
UNS juga pernah melakukan penelitian menggunakan analisis sosiologi sastra
dengan judul “Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman el
Shirazy (Tinjauan Sosiologi Sastra)”, permasalahan yang dibahas dalam
8
penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy, masalah sosial yang
terkandung didalamnya serta latar belakang penciptaan novel Pudarnya Pesona
Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy dan tanggapan komunitas pembaca
terhadap novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
Setelah diadakan penelitian simpulan penelitian ini adalah unsur-unsur
intrinsik dalam novel tersebut meliputi tokoh, alur, amanat, latar, sudut pandang,
bahasa. Kemudian masalah sosial yang terdapat di dalamnya yaitu kemiskinan,
kejahatan, disorganisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat.
Adapun yang melatar belakangi terciptanya novel tersebut adalah cara pandang
anak remaja sekarang yang memilih jodoh dengan melihat fisik. Terakhir,
pembaca menanggapi bahwa di dalam novel tersebut terdapat ajaran-ajaran agama
yang mampu menggugah hati setiap pembaca serta penuh dengan pesan moral
yang bisa diambil dari cerita tersebut sehingga layak dibaca oleh siapa saja.
Selain kedua penelitian tersebut, Taufiq (2011) Mahasiswa UNS jurusan
sastra Indonesia juga pernah melakukan penelitian dengan judul “Problem-
problem Sosial dalam Naskah Lakon „Aum‟ Karya Putu Wijaya”, permasalahan
yang dibahas dalam penelitian tersebut yaitu tentang gambaran struktural naskah
lakon Aum dan gambaran problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah
lakon Aum. Penelitian terhadap naskah lakon ini dilakukan berdasarkan kerangka
pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Dari analisis tersebut dapat
disimpulkan beberapa hal: Berdasarkan strukturalnya, naskah lakon Aum
memperlihatkan perpaduan hubungan atas unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang
dimaksud adalah alur, latar, serta tema dan amanat. Problem-problem sosial yang
9
terkandung di dalam naskah lakon Aum meliputi: kekuasaan, penindasan,
ketidakadilan, dan kemiskinan. Kekuasaan yang dipegang oleh penguasa bersifat
menindas dan tidak adil kepada seluruh elemen masyarakat menyebabkan
masyarakat tidak bebas untuk menyalurkan aspirasi yang mereka miliki.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian dengan judul “Nilai-nilai
Kemanusiaan dan Sikap Budaya Pengarang dalam Novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi
Karya Taufiq Al-Chaki>m (Analisis Sosiologi Sastra)” belum pernah diteliti,
sehingga perlu diadakan penelitian tentang hal tersebut agar mampu menambah
khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi peneliti
sendiri.
Penelitian pada novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi ini memiliki dua manfaat,
yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis. Manfaat praktisnya yaitu untuk
mengetahui nilai-nilai kemanusiaan dan sikap budaya pengarang yang ada dalam
novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi serta mengenal sisi lain dari kota Paris. Penelitian
ini juga dapat dijadikan data bagi penelitian lain, baik untuk bidang yang sama
maupun bidang yang lainnya. Adapun manfaat teoretisnya yaitu diharapkan
mampu menambah pengetahuan dan wawasan serta memperkaya khasanah
penelitian sastra, khususnya dalam telaah novel melalui pendekatan sosiologi
sastra.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dari
penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana unsur-unsur struktural yang terdapat dalam novel „Ushfu>r min
a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m?
10
2. Bagaimana deskripsi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam novel
„Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m?
3. Bagaimana sikap budaya pengarang yang terdapat dalam novel „Ushfu>r
min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang terdapat dalam novel
„Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam novel
„Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m.
3. Mendeskripsikan sikap budaya pengarang yang terdapat dalam novel
„Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m.
D. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada deskripsi unsur intriksik
dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau >fi >q Al-Chaki >m yang meliputi
tema, cerita, plot, tokoh, latar, sudut pandang, bahasa dan moral. Kemudian
deskripsi nilai-nilai kemanusiaan dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya
Tau>fi >q Al-Chaki >m dan sikap budaya pengarangnya dengan menggunakan analisis
sosiologi karya sastra.
11
E. Teori
1. Landasan Teori
Sebuah penelitian diperlukan teori dan pendekatan yang tepat agar
sesuai dengan objek penelitian. Teori digunakan untuk membongkar objek
penelitian, maka dalam penelitian diperlukan teori pendekatan yang sesuai
dengan objek yang akan dikaji.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, masalah yang akan diteliti
oleh peneliti adalah nilai-nilai kemanusiaan dan sikap budaya pengarang
dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi. Penelitian ini mencoba
mendeskripsikan gambaran nilai-nilai kemanusiaan yang ada didalamnya.
Penulis menggunakan teori sosiologi sastra untuk meneliti permasalahan
tersebut. Analisis dengan sosiologi sastra ini, sebelumnya dijembatani dengan
menggunakan teori struktural untuk menghantarkan pada sosiologi karya
sastra yang diteliti.
2. Strukturalisme
Karya sastra berupa fiksi dalam pandangan kaum strukturalisme
merupakan sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai
unsur pembangunnya. Karena itu, sebuah karya fiksi dapat diartikan sebagai
sebuah susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang
menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan (totalitas)
yang indah (Kasnadi dan Sutejo, 2010:3).
Jika membaca cerita fiksi, kita akan bertemu dengan sejumlah tokoh,
berbagai peristiwa yang dilakukan atau dikenakan kepada para tokoh, tempat,
12
waktu, dan latar belakang sosial budaya di mana cerita itu terjadi
(Nurgiyantoro, 2013:58).
a. Tema
Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah
karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara
berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan
secara implisit (Nurgiyantoro, 2013:115). Tema merupakan aspek cerita
yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia, sesuatu yang
menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang
menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia
seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan
manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua (Stanton, 2007:
36-37).
Tema dalam penulisan sebuah fiksi merupakan pengejawantahan
dari ide yang ditemukan oleh pengarangnya. Karena itu, tema sering
diformulasikan sebagai ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena karya sastra merupakan
refleksi dari kehidupan masyarakat (Kasnadi dan Sutejo, 2010:6).
Kemudian Sangidu (2007:32) menjelaskan bahwa tema adalah isu yang
diangkat cerita. Dia tersebar di sela-sela kejadian dan tokoh. Kita tidak
akan menemukannya hanya dalam satu ungkapan, atau pada bagian
tertentu, akan tetapi kita baru bisa memahaminya setelah membaca cerita
tersebut secara tuntas.
13
b. Cerita
Menurut Nurgiyantoro (2013: 143-144) cerita adalah peristiwa
yang berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain, kaitan waktu dan
urutan antar peristiwa bersifat kronologis dan bersebab akibat sehingga
jelas urutan awal, tengah, dan akhirnya. Adapun menurut Sangidu
(2007:30) peristiwa adalah kejadian-kejadian yang dipaparkan cerita.
Sumbernya bisa diambil dari kehidupan pribadi penulis, ataupun apa yang
disaksikan dan didengarnya. Dalam cerita-cerita panjang dan novel
terdapat rangkaian kejadian yang disusun dengan pola tertentu, sementara
cerita pendek hanya memuat satu kejadian.
Stanton (2007:22) menambahkan bahwa karakter, alur, dan latar
merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan
kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua
elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual‟ cerita.
Struktur faktual bukanlah bagian terpisah dari sebuah cerita. Struktur
faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita
yang disorot dari satu sudut pandang.
c. Plot atau Alur
Secara umum, plot atau alur merupakan rangkaian peristiwa-
peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada
peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal
merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari
berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh
pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang
14
fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencangkup perubahan
sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya,
dan segala yang menjadi pengubah dalam dirinya (Stanton, 2007:26).
Kasnadi dan Sutejo (2010:17) juga mengatakan bahwa alur cerita
atau plot merupakan hal yang tidak bisa dipandang remeh dalam kajian
fiksi. Penguasaan akan alur merupakan kunci penting, karena hanya
melalui alurlah, peristiwa dapat dirunut dan hubungan antar tokoh dapat
ditelusuri lebih intensif. Sedangkan menurut Sangidu (2007:31) alur cerita
atau plot adalah gaya artistik (uslub fanni) yang menjadi pondasi bangunan
cerita dan jalan yang menjadi acuan gerak kejadian dan tokoh.
Plot adalah berbagai peristiwa yang diseleksi dan diurutkan
berdasarkan hubungan sebab akibat untuk mencapai efek tertentu dan
sekaligus membangkitkan suspense dan surprise pada pembaca
(Nurgiyantoro, 2013:168).
d. Tokoh
Menurut Nurgiyantoro (2013:247) istilah tokoh menunjuk pada
orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan:
“siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada berapa orang jumlah tokoh
novel itu?”, dan sebagainya. Tema „karakter‟ biasanya dipakai dalam dua
konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang
muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran
dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu-individu tersebut (Stanton, 2007:33).
15
Menurut Sutejo dan Kasnadi (2010:12) tokoh dalam cerita fiksi
menunjuk pada pertanyaan-pertanyaan macam “Siapakah pelaku dalam
cerita fiksi itu?”, “Ada berapa tokoh dalam ceritanya?”, “Siapakah yang
termasuk pelaku antagonis dan protagonisnya?”. Dengan demikian,
pengertian tokoh merujuk pada aktor yang ada dalam cerita fiksi. Sangidu
(2007:31) juga menambahkan bahwa, tokoh adalah orang-orang yang
mengalami kejadian tersebut dan terpengaruh olehnya.
Berdasarkan uraian di atas, tokoh menurut peneliti sendiri adalah
seseorang yang terdapat dalam sebuah cerita sehingga membuat cerita
tersebut menjadi hidup dan mampu menarik perhatian pembaca untuk
mengetahui apa isi dari cerita yang mereka baca.
e. Latar
Secara umum, latar atau setting merujuk pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang
diciptakan. Nurgiyantoro (2013:303) menambahkan bahwa sebuah latar itu
harus memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas sehingga mampu
memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu
yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris,
pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan
sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan,
dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2007:35).
16
Menurut Kasnadi dan Sutejo (2012:45) setting atau latar merujuk
pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa yang diciptakan.
f. Sudut Pandang
Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat,
yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
cerita (Nurgiyantoro, 2013:338). Pusat kesadaran tempat kita dapat
memahami setiap peristiwa dalam cerita, dinamakan „sudut pandang‟.
Tempat dan sifat „sudut pandang‟ tidak muncul serta-merta. Pengarang
harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar cerita yang
diutarakannya menimbulkan efek yang pas (Stanton, 2012:53).
Masih menurut Stanton (2012:53) dari sisi tujuan, sudut pandang
terbagi menjadi empat tipe utama. Pada „orang pertama-utama‟, sang
karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri. Pada „orang
pertama-sampingan‟, cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama
(sampingan). Pada „orang ketiga-terbatas‟, pengarang mengacu pada
semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dapat dilihat, di dengar, dan dipikirkan oleh satu
orang karakter saja. Pada „orang ketiga-tidak terbatas‟, pengarang
mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga.
Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar,
atau berfikir atau saat ketika tidak ada satu karakterpun hadir.
17
g. Bahasa
Menurut Nurgiyantoro (2013:364) bahasa dalam seni sastra dapat
disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur
bahan, alat, dan sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang
mengandung “nilai lebih” daripada sekadar bahannya itu sendiri. Bahasa
juga bisa dikatakan sebagai sarana pengungkapan sastra.
Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan
bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang
sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut
secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek
seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor,
kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai
aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya (Stanton,
2012:61).
h. Moral
Menurut Nurgiyantoro (2013:429) moral merupakan sesuatu yang
ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna
yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.
3. Sosiologi Sastra
Menurut pandangan Wolff (dalam Endraswara, 2013:77) sosiologi
sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan
baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada
teori yang agak lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai
18
kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra
dengan masyarakat.
Pendekatan sosiologi sastra atau telaah sosiologis terhadap karya
sastra terdapat dua kecenderungan yang utama. Pertama, pendekatan yang
beranggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka.
Pendekatan ini dalam membicarakan sastra bergerak dari faktor-faktor di luar
sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai
bahan penelaahaan. Pendekatan ini biasanya menggunakan metode analisis
teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian digunakan untuk memahami
gejala sosial yang ada diluar teks itu sendiri (Kasnadi dan Sutejo, 2010:58).
Sosiologi dapat dipakai sebagai ilmu bantu dalam pendekatan karya
sastra, karena baik sosiologi maupun sastra mempunyai bidang yang sama
yaitu kehidupan manusia dalam masyarakat. Pendekatan yang umum terhadap
hubungan karya sastra dengan masyarakat adalah mempelajari karya sastra
sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan sosial. Ada semacam potret
sosial yang bisa ditarik dari karya sastra karena sedikit banyak dalam karya
sastra tercermin kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat pada suatu
zaman (Wellek dan Werren, 1990:122).
Wellek dan Werren (1990:111) membagi telaah sosiologi menjadi tiga
klasifikasi yaitu:
a. Sosiologi pengarang
Masalah yang berkaitan dengan sosiologi pengarang adalah dasar
ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang dan
ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar
19
karya sastra. Keterlibatan sosial, sikap dan ideologi pengarang dapat
dipelajari tidak hanya melalui karya-karya mereka tetapi juga dokumen
biografi. Pengarang adalah seorang warga masyarakat yang tentunya
mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik dan sosial ynag
penting serta mengikuti isu-isu zamannya.
b. Sosiologi karya sastra
Masalah yang berkaitan dengan sosiologi karya sastra adalah isi
karya sastra dan tujuan karya sastra. Hal-hal yang tersirat dalam karya
sastra dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Dalam hal ini sosiologi
karya sastra dapat mencangkup: (1) Aspek sosial (sosial ekonomi, sosial
politik, sosial pendidikan, sosial religi, sosial budaya, sosial
kemasyarakatan), (2) Aspek adat istiadat (tentang perkawinan, tentang
“tingkeban”, tentang perawatan bayi, tentang kematian, tentang sabung
ayam, tentang judi, tentang pemujaan, dan sebagainya, (3) Aspek religius
(keimanan, ketakwaan, ibadah, hukum, muamalah), (4) Aspek etika
(pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, pertemanan, bertamu,
berkunjung), (5) Aspek moral (pelacuran, pemerasan, penindasan,
perkosaan, dermawan, penolong, kasih sayang, korupsi, ketabahan), (6)
Aspek nilai (nilai kepahlawanan, nilai religi, nilai persahabatan, nilai
moral, nilai sosial, nilai perjuangan, nilai didaktik).
c. Sosiologi pembaca
Masalah yang dibahas dalam sosiologi pembaca ini adalah masalah
pembaca dan dampak sosial karya sastra terhadap masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan sosiologi pembaca ini dapat dikaji dari (jenis kelamin
20
pembaca, umur pembaca, pekerjaan pembaca, kegemaran pembaca,
tendensi pembaca).
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis novel „Ushfu>r min
a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m secara sosiologi sastra adalah teori
yang dikemukakan oleh Rene Wellek dan Austin Warren dalam bukunya
Theory of Literature (1990), yaitu pendekatan sosiologi karya sastra.
F. Sumber Data dan Data
1. Sumber Data
Menurut Arikunto (2002:107) yang dimaksud dengan sumber data
dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Darmo (dalam
Sangidu, 2004:63) mengungkapkan bahwa ditinjau dari manapun, titik pusat
pada studi sastra adalah karya sastra itu sendiri. Karena itu, dalam studi sastra
sumber datanya terletak pada bacaan yang berupa karya sastra. Semakin
banyak seseorang membaca karya sastra, maka semakin banyak pula ia
memiliki data dan pada umumnya semakin besar kemampuannya untuk
menguasai masalah-masalah sastra.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kepustakaan yakni berupa buku, novel, skripsi, tesis. Sumber data yang
digunakan ada dua macam yakni sumber data primer yang berupa novel
„Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q Al-Chaki>m, kemudian sumber data
sekunder yang berupa buku-buku acuan dan referensi-referensi yang
berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.
21
2. Data
Data penelitian adalah sumber informasi yang akan diseleksi sebagai
bahan analisis (Siswantoro, 2010:70). Adapun data dalam penelitian ini
adalah data primer yang diperoleh dari teks novel yang berupa kata-kata,
kalimat, maupun paragraf yang ada di dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi.
Kemudian data sekunder yang diperoleh dari skripsi, tesis, novel, buku-buku,
maupun hal-hal apa saja yang terkait dengan novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi
karya Tau>fi>q Al-Chaki>m.
G. Metode dan Teknik
1. Metode
Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan
mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subjek kajian
(Endraswara, 2013:8). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bekmaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan memanfaatkan berbagai metode (Moleong, 2010:6).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode document (content
analysis) yaitu penelitian yang berusaha menganalisis dokumen untuk
diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen tersebut. Macam
dokumen antara lain: karangan tertulis, gambar, grafik, lukisan, karton,
biografi, fotografi. Laporan buku teks, surat, surat kabar, film, drama, buku
harian, majalah, dan buletin (Jabrohim, 2003:5-6).
22
2. Teknik
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik pustaka
(studi pustaka), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
penelitian (Zed, 2004:3).
Kumpulan-kumpulan data tersebut berupa kutipan yang didapat
dengan cara membaca, menyimak, mencatat, dan mengelompokkan ke
dalam dua kategori. Kategori yang pertama didapatkan dengan cara
mengungkapkan unsur-unsur struktural yang berupa tema, cerita, plot,
tokoh, latar, sudut pandang, bahasa dan moral. Kategori yang kedua
adalah analisis sosiologi sastra, meliputi sosiologi karya sastra. Sosiologi
karya sastra didapat dengan cara mengungkapkan isi karya sastra terutama
isi yang terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan dan sikap budaya
pengarang yang ada dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q
Al-Chaki>m.
b. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik yang
ditawarkan oleh Sangidu (2004:73), yakni meliputi reduksi data, sajian
data, dan verifikasi serta simpulan. Berikut pemaparannya:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah merampingkan data dengan memilih data
yang dipandang penting, menyederhanakan, dan mengabstraksinya
(Sangidu, 2004:73).
23
2. Sajian Data
Sajian data adalah menyajikan data secara analitis dan sintesis
dalam bentuk uraian dari data-data yang terangkat disertai dengan
bukti-bukti tekstual yang ada (Sangidu, 2004:74). Sajian data dalam
penelitian ini merupakan pemaparan hasil dari kegiatan menganalisis
secara sistematik unsur-unsur intrinsik serta nilai-nilai kemanusiaan dan
sikap budaya pengarang yang terdapat dalam novel „Ushfu>r min a‟sy-
Syarqi.
3. Verifikasi dan Simpulan
Verifikasi dan Simpulan adalah mengecek kembali (diverifikasi)
pada catatan-catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya
membuat simpulan-simpulan sementara (Sangidu, 2004:74).
Berdasarkan pembagian teknik analisis data di atas, peneliti
memanfaatkan teknik sajian data serta verifikasi dan simpulan.
H. Sistematika Penyajian
Secara garis besar, dalam penelitian ini penulis membagi beberapa bab,
dan setiap babnya terdiri atas beberapa sub bab sebagai berikut.
Bab pertama: pendahuluan, latar belakang masalah, tinjauan pustaka,
manfaat penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah,
teori, sumber data, metode dan teknik, dan sistematika penyajian.
Bab kedua: deskripsi unsur-unsur struktural serta nilai-nilai kemanusiaan
dan sikap budaya pengarang dalam novel „Ushfu>r Min a‟sy-Syarqi karya Tau>fi>q
Al-Chaki>m.
Bab ketiga: penutupan yang meliputi kesimpulan dan saran.