1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim1 telah menjadi perhatian dunia internasional sejak Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa perubahan iklim
adalah prasyarat utama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia sehingga
perlu mendapat perhatian khusus.2 Dampak yang ditimbulkan dari perubahan
iklim juga sudah banyak bermunculan seperti bencana alam, kekeringan,
kemunculan virus-virus baru, udara yang semakin tidak sehat, dan punahnya
beberapa spesies di muka bumi.3
Menanggapi dampak perubahan iklim yang semakin berkembang,
Pertemuan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau disebut
United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada
Conference of Parties (COP) 11 tahun 2005 di Montreal, Kanada membahas
1 Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh
aktivitas manusia sehingga menyebabkan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga
berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan. Lebih lanjut baca: Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011
tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, diakses dalam
http://www.sekretariat-rangrk.org/images/documents/PERPRES%20_61_2011_Bahasa.pdf
(28/9/2016, 07:45 WIB). 2 Ganewati Wuryandari, 2015, Politik Luar Negeri Indonesia & Isu Lingkungan Hidup,
Yogyakarta: Penerbit Andi, hal. 38. 3 Mohtar Mas’oed dan Riza Noer Arfani (Eds.), 1992, Isyu Isyu Global Masa Kini, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada, hal. 187.
2
mekanisme baru pasca berakhirnya Protokol Kyoto.4 Pertemuan tersebut
menghasilkan langkah yang didesain menggunakan insentif keuangan untuk
mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau dikenal dengan
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD).5
REDD membuka peluang kerja sama bagi negara berkembang yang memiliki
hutan luas untuk mendapatkan bantuan finansial dari negara industri atau negara
maju untuk mengelola hutannya.6 Pada COP 13 tahun 2007 di Bali, REDD yang
awalnya hanya meliputi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan
berubah nama menjadi REDD+7 dengan penambahan fokus pada peranan
konservasi, pengelolaan hutan secara lestari, dan peningkatan cadangan karbon
hutan. 8
REDD+ adalah mekanisme penurunan emisi karbon yang memfokuskan
penanganan pada pengelolaan hutan secara lestari. Hutan adalah bagian dari
sumber daya alam yang memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek
kehidupan sosial, pembangunan, dan lingkungan hidup. Menurut kesepakatan
internasional, hutan berfungsi penting bagi kehidupan sehingga harus dibina dan
4 Protokol Kyoto adalah kesepakatan yang berisikan tentang desakan bagi negara-negara maju
untuk menurunkan emisi GRK rata-rata 5% dibanding dengan emisi tahun 1990 selama lima tahun
dari 2008-2012. Protokol Kyoto diresmikan pada pertemuan COP 3 tahun 1997 di Kyoto, Jepang. 5 Protokol Kyoto dan REDD merupakan konsep yang sama-sama lahir dari COP yang ditujukan
untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). REDD diyakini akan mengatasi sumber GRK
lebih besar dari seluruh emisi yang dihasilkan sektor transportasi di dunia. 6 Center for International Forestry Research (CIFOR), 2010, REDD Apakah Itu? Pedoman CIFOR
tentang Hutan, Perubahan Iklim, dan REDD, hal. 5, diakses dalam
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf
(19/6/2015, 07:43 WIB). 7 REDD+ adalah konsep yang didesain khusus untuk mengurangi emisi GRK yang disebabkan
oleh deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan sehingga
mengakibatkan degradasi hutan atau penurunan kualitas hutan. 8Runi Nurhayati, Mekanisme REDD sebagai Isu Penting Indonesia pada UNFCCC ke-13, Jurnal
Global dan Strategis, Vol. 3, No. 1, 2010, diakses dalam
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Mekanisme%20REDD%20sebagai%20Isu%20Penting%20Indo
nesia%20pada%20UNFCCC%20Ke-13.pdf (19/6/2015, 06:33 WIB).
3
dilindungi dari berbagai tindakan yang bisa mengakibatkan rusaknya ekosistem
dunia.9 Hutan di wilayah Indonesia merupakan hutan tropis terbesar ketiga di
dunia setelah Brazil dan Kongo. Namun, deforestasi dan degradasi hutan di
Indonesia juga telah menyumbang emisi sebanyak 17% dari emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) di dunia.10 Tingginya tingkat deforestasi Indonesia mengakibatkan
bumi kehilangan alat penyerap karbon dalam jumlah yang besar.11
Indonesia telah menaruh perhatian terhadap isu perubahan iklim dan
menganggapnya sebagai isu strategis sejak kepemimpinan Presiden Soeharto. Hal
tersebut ditandai dengan keikutsertaan Indonesia untuk meratifikasi UNFCCC
melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan UNFCCC.
Walaupun begitu, Indonesia belum banyak melakukan tindakan yang berarti
karena masih disibukkan dengan permasalahan domestik.12 Namun, ratifikasi
tersebut telah menjadi bukti komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim.13
Berlanjut pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
prioritas khusus telah diberikan pada isu perubahan iklim. Indonesia sebagai
negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim melihat isu
tersebut sangat berkaitan dan relevan dengan kepentingan nasionalnya.
9 Alam Setia Zain, 1998, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan & Stratifikasi Hutan Rakyat,
Bandung: Rineka Cipta, hal. 1. 10 Badan Pengelola REDD+ Indonesia, Pertanyaan BP REDD dan Implementasinya di Indonesia,
diakses dalam http://www.reddplus.go.id/tentang-redd/pertanyaan-bp-redd-dan-implementasinya-
di-Indonesia (9/12/15, 06:36 WIB). 11 Agus Purnomo, 2012, Menjaga Hutan Kita, Pro-Kontra Kebijakan Moratorium Hutan dan
Gambut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), hal. 3. 12 Berbagai permasalahan domestik yang diwariskan oleh pemerintahan Orde Baru membuat
beberapa periode pemimpin pemerintahan Indonesia kewalahan. Akibatnya, Indonesia pada masa
pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri
hanya disibukkan dengan penyelesaian permasalahan domestik negaranya yang meliput
permasalahan politik, ekonomi, dan sosial. Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 182. 13 Ibid., hal. 190.
4
Sebagaimana disampaikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di
depan Sidang Majelis Umum PBB pada November 2007:
“Indonesia is a country that has fet and suffered the effects of climate
change. In recent years, we have been hit by a series of natural
disasters in the form of floods, drought, forest fires, El Nino, tsunami,
and earthquakes”.14
Kerentanan Indonesia terhadap bencana yang ditimbulkan oleh perubahan
iklim, menjadi landasan untuk ikut mengatasi isu tersebut. REDD+ merupakan
mekanisme yang dipilih Indonesia untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang
diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi hutan. Indonesia dalam menurunkan
emisi karbon negaranya mengajak beberapa negara seperti Jepang, Norwegia, dan
Australia untuk bekerjasama.15
Australia adalah rekan strategis Indonesia dalam menangani isu perubahan
iklim. Kepedulian Australia terhadap isu perubahan iklim dimulai sejak naiknya
Perdana Menteri (PM) Kevinn Rudd sebagai pemimpin pemerintahan tahun 2007.
Keikutsertaan Australia dalam COP 13 tahun 2007 dan kesediaan Australia
meratifikasi Protokol Kyoto tahun 2008 adalah bukti kepedulian Australia
terhadap isu tersebut. PM Kevin Rudd menyatakan bahwa “Bergabungnya
Australia ke dalam Protokol Kyoto merupakan ‘langkah baru yang signifikan’
14 SBY, komentar SBY dalam General Debate Session of the 62nd UN General Assembly, diakses
dalam http://www.un.org/webcast/ga/62/2007/pdfs/indonesia-en.pdf (9/5/16 01:08) 15 Beberapa kerja sama yang dimaksud antara lain Indonesia dan Australia dalam IAFCP,
Indonesia dan Jerman dalam Forest and Climate Programme (FORCLIME), Indonesia dan Jepang
dalam Indonesia Japan Project for Development of REDD+ , serta Indonesia dan Norwegia dalam
Cooperation on Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and Forest
Degradation.
5
dalam upaya Australia ikut merespons dampak negatif perubahan iklim di dalam
negeri dan bersama-sama masyarakat internasional”.16
Kemitraan antara Indonesia dan Australia dalam bidang hutan karbon
disebut dengan Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP).
Kemitraan tersebut ditandatangani pada 13 Juni 2008 di Jakarta yang diwakili
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Indonesia dan PM Kevin Rudd dari
Australia.17 IAFCP adalah contoh kemitraan negara maju dan negara berkembang
untuk mengurangi emisi GRK dengan mengkhususkan skema pada upaya
pengelolaan hutan secara lestari. Sesuai dengan prinsip Protokol Kyoto yakni
“Common but differentiated responsibilities”, kedua negara memiliki tanggung
jawab yang berbeda dalam menangani isu tersebut. Australia berperan dalam
penyediaan pendanaan sedangkan Indonesia berperan dalam melestarikan wilayah
hutannya dengan pendanaan yang disediakan Australia. Australia telah
menyiapkan pendanaan awal sebesar $100 juta untuk kemitraan tersebut.18
Penelitian ini akan difokuskan pada pencapaian kepentingan nasional
Indonesia pada salah satu proyek IAFCP, yakni Kalimantan Forest and Climate
Partnership (KFCP) yang diuraikan dalam beberapa kategori yaitu 1) Penurunan
emisi GRK dengan menghindari deforestasi dan degadasi hutan, 2) Uji coba
penerapan REDD+ di Indonesia, dan 3) Membangun kapasitas Indonesia.
16Australia Resmi Ratifikasi Protokol Kyoto, Antaranews.com, diakses dalam
http://www.antaranews.com/print/85534/australia-resmi-ratifikasi-protokol-kyoto (19/6/2015,
09:44 WIB). 17 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kunjungan Resmi Perdana Menteri Australia ke
Indonesia, diakses dalam http://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Kunjungan-Resmi-
Perdana-Menteri-Australia-ke-Indonesia.aspx (12/1/2016, 22:39 WIB). 18Kedutaan Besar Australia Indonesia, Memperkuat Kemitraan Perubahan Iklim Australia dengan
Indonesia, diakses dalam http://indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/SMB10_001.html
(19/6/2015, 09:50 WIB).
6
Penelitian ini mengambil salah satu model kemitraan dalam bidang global
environmental politics, di mana permasalahan perubahan iklim menjadi isu global
yang penyelesaiannya membutuhkan penanganan bersama dari seluruh warga
dunia. Topik ini menarik untuk diteliti karena IAFCP adalah kemitraan pertama
yang menggunakan skema REDD+. Berbagai kegiatan yang diuji coba dalam
kemitraan tersebut akan dijadikan pertimbangan untuk pelaksanaan mekanisme
REDD+ secara resmi di tingkat internasional.19
Topik penelitian tentang kemitraan negara dalam mengatasi isu perubahan
iklim memang sudah banyak ditemukan, namun topik yang membahas pencapaian
kepentingan nasional melalui sebuah kemitraan antar negara di bawah payung
REDD+ masih kurang. Topik tersebut dipilih oleh peneliti untuk bahan penelitian
dengan menggunakan konsep sustainable development dan kepentingan nasional.
Penulis mengangkat penelitian ini dengan judul “Pencapaian Kepentingan
Nasional Indonesia melalui IAFCP (Studi pada Proyek Kalimantan Forests and
Climate Partnership)”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pencapaian kepentingan nasional Indonesia melalui IAFCP?
19 Sekda Hadiri Seminar Sehari KFCP dan INCAS, Kapuaskab, diakses dalam
http://www.kapuaskab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2186:sekda-
hadiri-seminar-sehari-kfcp-dan-incas&catid=34:berita-daerah&Itemid=178 (21/1/2016, 10:20
WIB).
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pencapaian kepentingan
nasional Indonesia melalui IAFCP. Permasalahan tersebut akan dijabarkan dengan
menggunakan konsep sustainable development dan konsep kepentingan nasional
sehingga diperoleh pengetahuan baru yang terstruktur dan sistematis menurut
metodologi penelitian Ilmu Hubungan Internasional.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain:
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang
pencapaian kemitraan antara dua negara untuk menangani isu perubahan iklim.
2. Manfaat Akademis
Penelitian diharapkan bisa menambah kajian tentang kemitraan dua negara
dalam menanggapi isu perubahan iklim. Para akademisi atau peminat kajian
kemitraan dan perubahan iklim juga bisa menjadikan penelitian ini sebagai
referensi maupun bahan bacaan untuk kajian politik lingkungan dalam studi
Hubungan Internasional.
1.4 Penelitian Terdahulu
Topik penelitian penulis adalah tentang pencapaian kepentingan nasional
negara melalui kemitraan di bawah mekanisme REDD+. Banyaknya penelitian
8
yang membahas tentang topik tersebut, sehingga peneliti mencantumkan beberapa
penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan atau kedekatan dengan topik yang
diangkat, baik dari segi metodologi maupun topik sebagai bahan pendukung
maupun pembanding dalam melakukan penelitian. Penelitian terdahulu yang
dimaksud antara lain:
Penelitian pertama, berjudul “Pelaksanaan Hasil Konvensi Perubahan Iklim
UNFCCC di Bali Tahun 2007 terhadap Lingkungan Hidup di Indonesia”.20
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Konsep yang digunakan
adalah konsep international responsibility, di mana konsep tersebut membantu
menjelaskan pertanggungjawaban dari setiap negara atas dampak yang muncul
karena perubahan iklim. Namun, pertanggungjawaban yang dimiliki oleh setiap
negara berbeda-beda karena disesuaikan dengan prinsip negara masing-masing.
Hasil dari penelitian ini adalah menjelaskan berbagai tindakan yang
dilaksanakan Indonesia sebagai hasil dari konferensi UNFCCC di Bali tahun
2007, antara lain: Pertama, pengurangan emisi dan pencegahan deforestasi dengan
penghijauan (reboisasi) dengan meningkatkan penanaman kembali hutan yang
gundul. Peraturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan. Kedua, sistem penekanan emisi karbon,
pemerintah melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
menciptakan Sistem Penekan Emisi Karbon atau yang disebut dengan CSNOx.
Tidak hanya mengurangi gas emisi, proses yang dijalankan CSNOx dicapai tanpa
20 Ida Bagus Handianto (05260128), 2010, Pelaksanaan Hasil Konvensi Perubahan Iklim
UNFCCC di Bali Tahun 2007 terhadap Lingkungan Hidup di Indonesia, Skripsi, Prodi Ilmu
Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.
9
memerlukan bahan kimia dan tidak mengakibatkan pengasaman laut. Ketiga,
pembangunan berkapasitas, yakni membentuk kerja sama melalui organisasi
swasta, mengadakan seminar masalah perubahan iklim, dan merespons persiapan
REDD. Keempat, sosialisasi, kampanye lingkungan hidup, dan kerja sama dalam
bidang pendidikan. Terakhir, kerja sama dengan negara lain dalam pengurangan
emisi GRK dari deforestasi dan degradasi kehutanan.
Penelitian kedua berjudul “Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap
Pengelolaan Hutan Guna Mengurangi Emisi Karbon Global”.21 Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan tiga konsep yakni konsep
kebijakan pemerintah, international responsibility, dan politik lingkungan. Pada
penelitian ini, peneliti menyoal tentang pentingnya bagi pemerintah Indonesia
untuk merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Urgensi kebijakan tersebut karena kerusakan hutan telah menjadi hambatan
pengelolaan hutan di Indonesia, padahal Indonesia dianggap sebagai paru-paru
dunia oleh warga internasional.
Hasil dari penelitian ini menjabarkan bahwa terdapat beberapa kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah Indonesia terhadap pengelolaan hutan untuk
mengurangi emisi karbon global, antara lain penanganan Illegal Logging,
pencegahan kebakaran hutan, rehabilitasi dan konservasi kawasan hutan. Selain
itu, Indonesia juga mendapat dukungan dan bantuan dari dunia internasional yang
juga memberikan andil dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
21 Muhammad Nur Fajrin (05260147), 2011, Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap
Pengelolaan Hutan Guna Mengurangi Emisi Karbon Global, Skripsi, Prodi Ilmu Hubungan
Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.
10
Kebijakan penanganan illegal logging oleh Indonesia ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2005 tentang Percepatan
Penanganan Illegal Logging serta juga tercatat di beberapa peraturan perundang-
undangan. Sedangkan kebijakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
hutan dilakukan melalui pembaharuan data sebaran hotspot secara berkala,
antisipasi secara dini berdasarkan data hotspot, peningkatan kesiagaan posko dan
patrol kebakaran hutan, dan penguatan kelembagaan pengendali kebakaran hutan.
Terakhir, kebijakan rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan dimaksudkan
untuk meningkatkan fungsi dan daya dukung sumber daya hutan dengan berbagai
upaya seperti pemantapan kawasan hutan melalui pemantapan tata batas dan
penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Penelitian ketiga berjudul “Kepentingan Indonesia terhadap Alih Teknologi
dalam Upaya Penurunan Emisi di dalam Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengenai Perubahan Iklim”.22 Metode penelitian yang digunakan adalah
yuridis normatif, sedangkan dalam kerangka konseptualnya menggunakan
beberapa konsep antara lain konsep climate change, emissions, Conference of
Parties, convention, dan technology transfer.
Konsep alih teknologi digunakan untuk menjelaskan upaya penurunan emisi
yang terbagi dalam beberapa lingkup seperti investasi asing langsung, Hak
Kekayaan Intelektual, dan Multilateral Environmental Agreements. Alih teknologi
dalam lingkup Investasi Asing Langsung sangat berpengaruh pada penurunan
22Anita Permatasari (070627873), 2012, Kepentingan Indonesia terhadap Alih Teknologi dalam
Upaya Penurunan Emisi di dalam Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Perubahan Iklim, Skripsi, Prodi Reguler Kekhususan Hukum tentang Hubungan Internasional,
Universitas Indonesia, diakses dalam http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296452-S1898-
Kepentingan%20Indonesia.pdf (18/6/2015, 06:25 WIB).
11
emisi. Perusahaan multinasional dan perusahaan transnasional memiliki peran
penting dalam mengalihkan atau mendifusikan teknologi. Investasi Asing
Langsung membuka peluang negara berkembang untuk merasakan adanya
teknologi canggih yang didatangkan oleh negara maju untuk diterapkan di negara
berkembang.
Hasil penelitian ini menerangkan bahwa alih teknologi telah menjadi bagian
penting dalam isu perubahan iklim. Kegiatan alih teknologi tersebut berkaitan erat
dengan berbagai sektor yang potensial untuk melakukan penurunan emisi. Alih
teknologi menjadi kunci utama keberhasilan pembangunan berkelanjutan dalam
upaya mengurangi dampak perubahan iklim.
Penelitian keempat berjudul “Implementasi Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+) di Kabupaten Kapuas
Kalimantan Tengah”.23 Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan
menggunakan konsep politik hijau (green politic). Tujuan green politic adalah
untuk mengedepankan prioritas lingkungan dalam agenda politik. Ada empat pilar
dari green politic dalam menetapkan kriteria kebijakan yang bersifat green basic.
Pertama, pembangunan berwawasan lingkungan hidup. Kedua, berbasis keadilan
ekonomi dan sosial terhadap masyarakat. Ketiga, berasaskan pada Grass Root
Democracy. Terakhir, melakukan perdamaian tanpa kekerasan. Berkaitan dengan
keempat pilar tersebut, rezim lingkungan hidup global menciptakan mekanisme
23Grace Gerda Renata (0802045019), 2013, Implementasi Reducing Emissions from Deforestation
and Forest Degradation+ (REDD+) di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah, Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional, Vol. 2, No. 1, 2013, Prodi Hubungan Internasional, Universitas
Mulawarman, diakses dalam http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/07/eJournal%20GRACE%20Publish%20(07-27-13-07-21-50).pdf
(18/6/2015, 16:22 WIB).
12
REDD+ yang mampu menjembatani negara maju dan negara berkembang untuk
memperbaiki krisis ekologi.
Kesimpulan dari penelitian ini menjelaskan hasil implementasi dari REDD+
di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah yang terdiri dari tiga kegiatan utama,
yakni Penanggulangan Kebakaran Hutan berbasis Masyarakat (Community Based
Forest Fire Management-CBFFM), kegiatan khusus di daerah eks-Pengembangan
Lahan Gambut (eks-PLG), dan inisiatif pengembangan Desa Hijau (Green
Village). Ketiga kegiatan utama tersebut dikoordinasikan oleh Sekretariat
Bersama (Sekber) REDD+. Walaupun berbagai kegiatan telah dilaksanakan,
namun sampai pada tahun 2012 implementasi REDD+ di Kabupaten Kapuas tidak
seperti yang diharapkan karena kemajuan dari proyek tersebut cukup lambat.
Penelitian kelima berjudul “Upaya Australia dalam Pengurangan Emisi Gas
Karbon melalui Kerjasama IAFCP di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah”.24
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan green theory
dan konsep kerjasama bilateral. Green theory melihat bahwa negara merupakan
aktor yang bertanggung jawab untuk menjalin kerja sama dengan negara lainnya
guna menangani isu lingkungan. Sedangkan konsep kerja sama bilateral
digunakan untuk menjelaskan kerja sama yang dijalin oleh dua negara untuk
menangani isu lingkungan. Indonesia dan Australia diposisikan sebagai negara
yang pada masanya ikut menyumbang emisi karbon dalam jumlah yang besar
24 Kadek Rina Febriana Sari, dkk, 2015, Upaya Australia dalam Pengurangan Emisi Gas Karbon
melalui Kerjasama IAFCP di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Jurnal, Prodi Hubungan
Internasional, Universitas Udayana, diakses dalam
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=366769&val=5807&title=UPAYA%20AUST
RALIA%20DALAM%20PENGURANGAN%20EMISI%20GAS%20KARBON%20MELALUI%
20KERJASAMA%20IAFCP%20DI%20KABUPATEN%20KAPUAS,%20KALIMANTAN%20T
ENGAH (23/5/2016, 09:10 WIB).
13
sehingga keduanya menjalin kerja sama untuk mengatasi dampak lingkungan
yang ditimbulkan.
Hasil dari penelitian ini menguraikan bahwa upaya yang dilakukan Australia
dalam pengurangan emisi karbon antara lain pengupayaan dana oleh Australia
melalui IFCI, pembentukan sistem perhitungan karbon Indonesia, pembentukan
sistem informasi sumber daya alam Indonesia, pengembangan sistem pemantauan
dan pencegahan kebakaran hutan Indonesia, serta mendorong partisipasi
kelembagaan desa. Upaya Australia lebih menekankan pada peningkatan kapasitas
sistem yang nantinya akan mendukung upaya pengurangan emisi gas dari
deforestasi dan degradasi hutan.
Tabel 1.1 Posisi Penelitian
No. Judul/ Peneliti Tahun
Penelitian
Metode
Penelitian
Teori/ Konsep Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan
Hasil Konvensi
Perubahan Iklim
UNFCCC di
Bali Tahun 2007
terhadap
Lingkungan
Hidup di
Indonesia/ Ida
Bagus
Handianto
2010 Deskriptif
Analisis
Konsep
international
responsibility
Berbagai tindakan
yang dilaksanakan
Indonesia sebagai
hasil dari konferensi
UNFCCC di Bali
tahun 2007 antara lain
pertama, pengurangan
emisi dan pencegahan
deforestasi dengan
penghijauan
(reboisasi). Kedua,
sistem penekanan
emisi karbon. Ketiga,
pembangunan
berkapasitas.
Keempat, sosialisasi,
kampanye lingkungan
hidup, dan kerjasama
dalam bidang
pendidikan. Terakhir,
kerjasama dengan
negara lain dalam
14
pengurangan emisi
gas rumah kaca akibat
deforestasi dan
degradasi kehutanan.
2. Kebijakan
Pemerintah
Indonesia
terhadap
Pengelolaan
Hutan Guna
Mengurangi
Emisi Karbon
Global/
Muhammad Nur
Fajrin
2011 Deskriptif Konsep
kebijakan
pemerintah,
international
responsibility,
dan politik
lingkungan
Kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah
Indonesia terhadap
pengelolaan hutan
untuk mengurangi
emisi karbon global,
antara lain
penanganan Illegal
Logging, pencegahan
kebakaran hutan,
rehabilitasi, dan
konservasi kawasan
hutan.
3. Kepentingan
Indonesia
terhadap Alih
Teknologi dalam
Upaya
Penurunan
Emisi di dalam
Kerangka Kerja
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
mengenai
Perubahan
Iklim/ Anita
Permatasari
2012 Yuridis
Normatif
Konsep
climate
change,
emissions,
Conference of
Parties,
convention,
dan technology
transfer
Kegiatan alih
teknologi tersebut
berkaitan erat dengan
berbagai sektor yang
potensial untuk
melakukan penurunan
emisi. Alih teknologi
menjadi kunci utama
keberhasilan
pembangunan
berkelanjutan dalam
upaya mengurangi
dampak perubahan
iklim.
4. Implementasi
Reducing
Emissions from
Deforestation
and Forest
Degradation+
(REDD+) di
Kabupaten
Kapuas
Kalimantan
Tengah/ Grace
Gerda Renata
2013 Deskriptif
Analisis
Konsep politik
hijau (green
politic)
Implementasi REDD+
di Kabupaten Kapuas
terdiri dari tiga
kegiatan utama, yakni
penanggulangan
kebakaran hutan
berbasis masyarakat,
kegiatan khusus di
daerah eks-PLG, dan
inisiatif
pengembangan Green
Village.
Walaupun telah
banyak kegiatan yang
dilakukan, sampai
15
pada tahun 2012
kemajuan
implementasi REDD+
di Kabupaten Kapuas
terbilang lambat.
5. Upaya Australia
dalam
Pengurangan
Emisi Gas
Karbon melalui
Kerjasama
IAFCP di
Kabupaten
Kapuas,
Kalimantan
Tengah/ Kadek
Rina Febriana
Sari
2015 Deskriptif
Kualitatif
Green Theory,
Konsep
Kerjasama
Bilateral
Upaya Australia lebih
menekankan pada
peningkatan kapasitas
sistem yang nantinya
akan mendukung
upaya pengurangan
emisi gas dari
deforestasi dan
degradasi hutan.
6. Pencapaian
Kepentingan
Nasional
Indonesia
melalui IAFCP
(Studi pada
Proyek
Kalimantan
Forests and
Climate
Partnership)/
Marisa
Miftakhul
Jannah
2016 Deskriptif
Analisis
Konsep
Sustainable
Development
dan Konsep
Kepentingan
Nasional
-
Beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan di atas memiliki kesamaan
dengan penelitian peneliti, yakni penelitian pertama, kedua, dan ketiga memiliki
kesamaan fokus dalam melakukan pembahasan tentang upaya yang dilakukan
Indonesia untuk mengurangi emisi karbon global. Kemudian penelitian keempat
dan kelima memiliki kesamaan dalam hal penggunaan mekanisme REDD+ dalam
upaya pengurangan emisi karbon global.
16
Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut: pada penelitian pertama pembahasan menguraikan tentang upaya
pengurangan emisi yang dilakukan Indonesia secara umum. Penelitian kedua
memfokuskan pembahasan tentang pengurangan emisi karbon oleh Indonesia
melalui upaya pengelolaan hutan secara lestari. Penelitian ketiga pembahasan
menitik beratkan pada upaya pengurangan emisi karbon Indonesia melalui jalur
alih teknologi. Penelitian keempat membahas mengenai uji coba REDD+ di
wilayah hutan Indonesia. Terakhir, penelitian kelima menjabarkan tentang upaya
Australia dalam mengurangi emisi karbon dengan menggunakan mekanisme
REDD+. Sedangkan fokus pada penelitian ini adalah membahas tentang
pencapaian kepentingan nasional Indonesia melalui kemitraannya dengan
Australia dalam IAFCP di bawah payung REDD+.
Peneliti akan menjabarkan tentang pencapaian kepentingan nasional
Indonesia pada salah satu proyek IAFCP, yakni KFCP yang diuraikan dalam
beberapa kategori yaitu 1) Penurunan emisi GRK dengan menghindari deforestasi
dan degradasi hutan, 2) Uji coba penerapan REDD+ di Indonesia, dan 3)
Membangun kapasitas Indonesia.
1.5 Landasan Teori/Konsep
1.5.1 Sustainable Development
Istilah sustainable development dipopulerkan pertama kali pada tahun 1987.
World Commission on Environment and Development menerbitkan sebuah
laporan yang dikenal dengan Brundtland Report memberikan sebuah definisi
17
klasik tentang sustainable development yakni “Development which meets the
needs of the present without compromising the ability of future generations to
meet their own needs”. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa adanya
pembangunan di masa kini tidak boleh mengorbankan hak generasi mendatang
untuk mampu memenuhi kebutuhannya. Sustainable development memiliki dua
konsep kunci utama yang terdiri dari kebutuhan dan keterbatasan. Kebutuhan
menekankan pada kesadaran terhadap kebutuhan masyarakat miskin yang tinggal
di negara berkembang. Sedangkan keterbatasan menerangkan tentang
keterbatasan teknologi maupun organisasi sosial yang berhubungan dengan
kapasitas lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan generasi
mendatang.25
Sustainable development bukanlah sebuah konsep yang menjanjikan
keadaan suatu negara menjadi harmonis. Pada dasarnya, konsep ini akan
membawa perubahan pada sebuah negara, di mana beberapa kegiatan seperti
eksploitasi SDA, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan
perubahan kelembagaan akan diselaraskan dengan kebutuhan manusia di masa
depan. Penerapan pada konsep tersebut memang sulit untuk dikerjakan, namun
negara harus berani memilih untuk kebaikan generasi sekarang dan mendatang.
Secara umum, konsep tersebut adalah sebuah strategi yang bertujuan
meningkatkan kerukunan antar manusia maupun menusia dengan
lingkungannya.26
25 United Nations Headquarters, 2009, Sustainable Development: From Brundtland to Rio 2012,
hal. 16 diakses dalam http://www.un.org/wcm/webdav/site/climatechange/shared/gsp/docs/GSP1-
6_Background%20on%20Sustainable%20Devt.pdf (25/1/2016, 09:33 WIB). 26 Ibid.
18
Tujuan penting untuk kebijakan pembangunan dan lingkungan dalam
konsep tersebut antara lain: (1) memikirkan kembali makna pembangunan, (2)
merubah kualitas pertumbuhan dengan memfokuskan pada pembangunan
daripada pertumbuhan, (3) memenuhi kebutuhan dasar atas lapangan kerja,
makanan, energi, air, dan sanitasi (4) menjamin terciptanya keberlanjutan pada
satu tingkat pertumbuhan penduduk tertentu, (5) mengkonservasi dan
meningkatkan sumber daya, (6) merubah arah teknologi dan mengelola risiko, (7)
memadukan pertimbangan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan
keputusan.27
Prinsip-prinsip sustainable development ditetapkan pada Konferensi PBB
tentang lingkungan dan pembangunan di Rio de Janeiro Brazil. Prinsip yang
dimaksud adalah adanya keseimbangan antara tiga aspek utama, yakni
pembangunan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan.28 Definisi
dan prinsip yang ditetapkan di tingkat internasional menjadi pedoman negara-
negara dalam merumuskan istilah sustainable development. Hal tersebut juga
terjadi pada Indonesia yang mengadopsi istilah tersebut dalam Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009.
“Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menerangkan
pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.”29
27 Ibid., hal. 46. 28 Ibid. 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, diakses dalam http://www.redd-
indonesia.org/images/stories/download/uu_32_tahun_2009.pdf (16/1/2016, 13:09 WIB).
19
Lebih lanjut, kemunculan sustainable development di tengah kerusakan
lingkungan yang melanda dunia melahirkan gagasan yang tertuang dalam
berbagai kesepakatan internasional. Maraknya pembangunan yang dilakukan oleh
negara di dunia, baik negara maju atau bahkan negara berkembang harus
diselaraskan dengan upaya untuk menjaga lingkungan agar kerusakan tidak
bertambah. Sustainable development digunakan dalam penelitian ini untuk
menjelaskan upaya Indonesia dalam melakukan pembangunan tanpa
menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti penggunaan mekanisme REDD+
dalam kemitraan IAFCP untuk mengatasi peningkatan emisi karbon.
Indonesia sebagai pemilik hutan tropis ketiga terbesar di dunia yang
seyogyanya mampu menjadi paru-paru dunia, nyatanya dianggap oleh masyarakat
internasional sebagai salah satu negara penghasil GRK terbesar. Laporan dari
Kementerian Kehutanan yang bekerjasama dengan South Dakota State University
(SDSU) menyatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat deforestasi yang pada
tahun 2000-2005 mencapai 0,72 juta hektar per tahun atau sekitar 0,65% per
tahunnya. Sehingga, emisi karbon akibat tata guna lahan di Indonesia
menyumbang 699,5 JtC02, yaitu hampir dua kali lipat dari emisi karbon di
Brazil.30
Melalui mekanisme REDD+ tersebut, Indonesia menjalin kemitraan dengan
Australia dalam IAFCP untuk mengurangi emisi GRK di Indonesia melalui
pengurangan deforestasi, mendorong reforestasi, dan meningkatkan pengelolaan
30 Deforestasi Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000-2001, tingkat
deforestasi mencapai 220 ribu hektar kemudian tahun 2004-2005 naik menjadi 1.182 ribu hektar.
Deforestasi di wilayah Indonesia paling sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Lebih lanjut
baca Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 108.
20
hutan secara lestari. Kemitraan tersebut merupakan bentuk antisipasi agar
pembangunan di masa sekarang tidak menjadi penderitaan bagi generasi
mendatang.
1.5.2 Konsep Kepentingan Nasional
Berikut merupakan konsep Kepentingan Nasional menurut Jack C. Plano
dan Roy Olton:
“The fundamental objective and ultimate determinant that guides the
decision makers of a state in making foreign policy. The national
interest of a state is typical a highly generalized conceptions of these
element that constitute to the state most vital knees. There include self
preservation, independence, territorial integrity, military security,
and economic well-being.” 31
Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum dan
merupakan unsur yang menjadi kebutuhan vital bagi setiap negara. Jack C. Plano
dan Roy Olton menyebutkan lima kategori umum kepentingan nasional yang
mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan atau
kemandirian, keutuhan wilayah, keamanan militer, dan kesejahteraan ekonomi.
Dampak yang dihasilkan oleh perubahan iklim seperti terjadinya bencana
alam, kekeringan, munculnya virus-virus baru, udara yang semakin tidak sehat,
dan punahnya beberapa spesies di muka bumi telah mengancam kelangsungan
hidup bangsa dan negara, tidak hanya Indonesia namun seluruh negara-negara di
dunia. Masalah perubahan iklim memiliki keterkaitan dan sangat relevan dengan
kepentingan nasional Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang rentan
31 Jack C. Plano dan Roy Olton, International Relations Dictionary dalam Dynar Manggiasih,
Kerjasama Indonesia dan Australia dalam Kemitraan Karbon Hutan di Indonesia, diakses dalam
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t22515.pdf (21/1/16, 07:34 WIB).
21
terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia jelas telah mengalami, menjadi
korban, dan menderita kerugian akibat dampak dari perubahan iklim tersebut.
Indonesia melalui IAFCP berupaya untuk menangani masalah perubahan
iklim dengan menggunakan mekanisme REDD+, yakni mekanisme yang didesain
untuk mengurangi peningkatan jumlah emisi melalui penanganan terhadap
deforestasi dan degradasi hutan. Beberapa hal yang hendak dicapai oleh Indonesia
melalui IAFCP dalam proyek KFCP terbagi menjadi beberapa kategori antara
lain: 1) Penurunan emisi GRK Indonesia dengan menghindari deforestasi dan
degadasi hutan, 2) Uji coba penerapan REDD+ di Indonesia, 3) Membangun
kapasitas Indonesia agar dapat terlibat dalam pasar penurunan emisi karbon hutan
internasional.
Konsep kepentingan nasional milik Jack C. Plano dan Roy Olton pada
penelitian ini digunakan untuk membantu menjelaskan kepentingan nasional
Indonesia melalui IAFCP. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan tingkat
kerentanan yang tinggi dalam menerima dampak perubahan iklim berkomitmen
untuk berperan aktif memerangi isu perubahan iklim demi kelangsungan hidup
bangsa dan negaranya. IAFCP merupakan kemitraan yang penting bagi Indonesia
sebagai penyeimbang antara pembangunan nasional dengan pelestarian
lingkungan di Indonesia. IAFCP juga merupakan jembatan bagi Indonesia untuk
melaksanakan Peraturan Presiden (Perpres) RI No. 61 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK. Perpres tersebut menjelaskan
komitmen Pemerintah Indonesia yang disampaikan dalam pertemuan G-20 di
Pittsburg tahun 2009 untuk mengurangi emisi sejumlah 26% dengan usaha sendiri
22
atau sejumlah 41% jika mendapat bantuan dari tingkat internasional pada tahun
2020.32
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Menurut Sukmadinata, penelitian deskriptif merupakan bentuk penelitian
yang mendeskripsikan dan menginterpretasikan kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat yang terjadi,
ataupun tentang kecenderungan yang terjadi.33 Sedangkan jenis penelitian penulis
adalah deskriptif analitik, peneliti akan menjabarkan berbagai program yang
dilaksanakan selama proyek KFCP berlangsung dan menguraikan pencapaian
yang diperoleh oleh Indonesia. Data yang diperoleh akan dijabarkan dan dianalisa
dengan terperinci sehingga mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang
telah disebutkan.
1.6.2 Ruang Lingkup Penelitian
1. Batasan Materi
Batasan materi menunjukkan apa saja yang menjadi pembahasan dalam
penelitian ini, yaitu tentang pencapaian kepentingan nasional Indonesia melalui
IAFCP dalam salah satu proyeknya yaitu KFCP.
32 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Op.Cit. 33 Yanuar Ikbar, 2014, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional, Bandung: PT Refika
Aditama, hal. 17.
23
2. Batasan Waktu
Rentan waktu data yang ditetapkan sebagai batas waktu penelitian adalah
data yang diperoleh mulai tahun 2008-2014. Batasan waktu ditetapkan mulai dari
disepakatinya kemitraan antara Indonesia dan Australia dalam IAFCP tahun 2008
sampai dengan berakhirnya kemitraan tersebut tahun 2014.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Penulis dalam penelitiannya menggunakan data sekunder sehingga teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti melalui kegiatan studi kepustakaan
(library research). Data sekunder diperoleh dari literatur yang bersumber dari
buku, jurnal, koran, majalah, maupun internet yang berhubungan dengan topik
penelitian. Setelah data terkumpul, penulis akan mereduksi data dan hanya data
yang relevan dengan topik penelitian saja yang akan digunakan sebagai referensi.
1.6.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, data-data yang dianalisis merupakan pencapaian kepentingan nasional
Indonesia melalui IAFCP. Fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan dari berbagai
sumber dianalisis untuk dijadikan fokus kajian yang diangkat dalam penelitian.
Miles dan Huberman dalam analisis data kualitatif mengatakan bahwa
aktivitas tersebut dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-
24
menerus sampai tuntas sehingga datanya jenuh.34 Secara umum, tahapan analisis
data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan polanya.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya, namun yang
paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat
naratif.
3. Conclusion Drawing/ Verification
Langkah terakhir dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada.
1.7 Argumen Pokok
Kemitraan Indonesia-Australia dalam IAFCP merupakan kerja sama global
environment politic yang bertujuan untuk menjaga bumi dari dampak pemanasan
global dan perubahan iklim. Kemitraan tersebut merupakan kesempatan bagi
Indonesia untuk dapat mencapai kepentingan nasionalnya untuk menjaga
kelangsungan bangsa dan negara akibat dampak yang muncul dari perubahan
iklim. Selain itu, kemitraan tersebut juga bertujuan untuk mempraktikkan
34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta, hal.
246-253.
25
mekanisme REDD+ yang nantinya digunakan sebagai percontohan negara-negara
lain dalam mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Tujuan
kemitraan IAFCP dalam proyek KFCP dapat diuraikan dalam tiga kategori yaitu
1) Penurunan emisi GRK Indonesia dengan menghindari deforestasi dan degadasi
hutan, 2) Uji coba penerapan REDD+ di Indonesia, 3) Membangun kapasitas
Indonesia.
Peneliti berasumsi adanya kemitraan IAFCP akan membantu Indonesia
dalam mengatasi dampak perubahan iklim sekaligus mempraktikkan mekanisme
REDD+. Namun, mengingat keberadaan mekanisme REDD+ masih dalam proses
uji coba, maka penulis memperkirakan bahwa akan muncul beberapa kesulitan
baru dalam mempraktikkan mekanisme tersebut.
1.8 Sistematika Penulisan
BAB PEMBAHASAN
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.4 Penelitian Terdahulu
1.5 Landasan Teori/ Konsep
1.5.1 Sustainable Development
26
1.5.2 Kepentingan Nasional
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
1.6.2 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
1.6.4 Teknik Analisis Data
1.7 Argumen Pokok
1.8 Sistematika Penulisan
BAB II Kemitraan Indonesia-Australia Menanggapi Isu Perubahan
Iklim
2.1 Isu Perubahan Iklim dalam Konstelasi Global
2.2 Indonesia dan Komitmen terhadap Perubahan Iklim
2.3 Australia dan Komitmen terhadap Perubahan Iklim
2.4 Kerangka Kerja Sama IAFCP
BAB III Pencapaian Kepentingan Nasional Indonesia melalui IAFCP
3.1 Upaya Penurunan Emisi GRK dari Deforestasi dan
Degadasi hutan
3.2 Uji Coba Penerapan REDD+ di Indonesia
3.3 Pembangunan Kapasitas Indonesia
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran