1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Melawi merupakan salah satu kabupaten pemekaran dari
Kabupaten Sintang sesuai dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 135/1213/SJ
tanggal 21 Mei 2004 perihal Pedoman Teknis Pelaksanaan 13 (tiga belas) Undang-
undang tentang pembentukan 24 (dua puluh empat) kabupaten, dimana Kabupaten
Melawi merupakan salah satu dari 24 kabupaten baru yang dibentuk oleh pemerintah.
Dasar pembentukan Kabupaten Melawi adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 34 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten
Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat.
Secara astronomis, Kabupaten Melawi terletak di 0°07' - 1°21' Lintang Selatan
dan 111°07' - 112°27' Bujur Timur dan secara administratif, batas wilayah sebelah
utara dan timur adalah Kabupaten Sintang, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah. Sementara sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Ketapang. Kabupaten Melawi memiliki wilayah
administrasi seluas 10.640,80 km2 yang didominasi wilayah perbukitan dengan luas
8.818,70 km2 atau 82,85 persen dari luas keseluruhan.
Pada tahun 2010, penduduk Kabupaten Melawi berjumlah 180.912 jiwa.
Jumlah penduduk ini relatif sedikit jika dibandingkan kabupaten/kota lainnya di
Provinsi Kalimantan Barat. Namun demikian, bukan berarti secara otomatis
Kabupaten Melawi terbebas dari permasalahan kependudukan kedepannya. Jika hal
tersebut dibiarkan, tentunya akan mengganggu pelaksanaan program pembangunan
yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Melawi, mengingat perkembangan
jumlah penduduk tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kelahiran (fertilitas) dan
kematian (mortalitas), namun akibat perpindahan penduduk (migrasi).
Sebagai wilayah pemekaran, faktor migrasi turut menyumbang perubahan
jumlah penduduk di Kabupaten Melawi. Tidak sedikit pendatang yang bermigrasi ke
wilayah ini yang berasal dari provinsi lain, ataupun dari kecamatan dalam satu
kabupaten. Umumnya mereka datang dan tinggal di Melawi karena alasan mencari
pekerjaan. Namun demikian, seringkali mereka datang tanpa berbekal kemampuan
2
yang memadai, sehingga banyak yang tidak terserap ke pasar kerja. Akibatnya tidak
sedikit yang menjadi pengangguran dan tidak memiliki penghasilan, sehingga
menambah angka kemiskinan di Kabupaten Melawi. BPS Kabupaten Melawi mencatat
jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 sebesar 13,7 persen dari total penduduk.
Selain itu, data Melawi dalam Angka 2014 menyebutkan bahwa kepadatan
penduduk di kabupaten ini masih berkisar 18 jiwa/km2, atau dibawah kepadatan
penduduk provinsi yang mencapai 32 jiwa/km2. Kecamatan Nanga Pinoh merupakan
kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi dimana tiap km2-nya dihuni oleh 73
jiwa, sementara Kecamatan Sokan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah
yang hanya dihuni 10 jiwa/km2. BPS Melawi juga mencatat adanya peningkatan
angkatan kerja yang menganggur pada tahun 2012 sampai dengan 2013, yakni dari
2.835 menjadi 3.860. Dengan demikian, meski jumlah penduduknya masih rendah,
namun jika ditambah dengan angka pengangguran yang cukup tinggi, hal tersebut
dapat mendorong kepada munculnya permasalahan yang tidak diinginkan, mengingat
pengangguran merupakan masalah pokok yang banyak ditemui dalam masyarakat
modern. Tingkat pengangguran tinggi tentunya akan berakibat pada terbuangnya
sumber daya secara percuma dan menjadikan tingkat pendapatan masyarakat
merosot. Tingginya angka pengangguran menunjukkan bahwa pembangunan
ketenagakerjaan belum berjalan secara maksimal. Selain itu, hal lain juga terlihat dari
rendahnya kualitas tenaga kerja serta belum luasnya lapangan dan kesempatan kerja
yang tersedia, khususnya diluar sektor pertanian. Disamping itu, belum terpadunya
sistem informasi dan bursa tenaga kerja, dan program pengembangan tenaga kerja
pemuda mandiri serta peningkatan kualitas tenaga kerja belum sepenuhnya
berkembang dan membuahkan hasil secara optimal.
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Melawi termasuk tinggi jika dibandingkan
pertumbuhan rata-rata Provinsi Kalimantan Barat. Pertumbuhan ekonomi di Melawi
mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, meskipun struktur perekonomian tidak
jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Secara kasat mata, pertumbuhan ekonomi
yang baik ini ditandai oleh banyaknya kendaraan pribadi di Kabupaten Melawi. Data
Samsat Kabupaten Melawi menyebutkan bahwa pada tahun 2013 terdapat
penambahan 6.871 unit sepeda motor dan 114 mobil penumpang. Angka ini menurun
sekitar satu persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 7.602 unit sepeda motor
3
dan 90 mobil penumpang. Sementara itu, pada 2011 tercatat penambahan sepeda
motor sebanyak 7.574 unit dan mobil penumpang sebanyak 100 kendaraan.
Jika diperhatikan dari panjang jalan yang dibangun oleh pemerintah
Kabupaten Melawi melalui Dinas Pekerjaan Umum, peningkatannya tidak terlalu
signifikan. Sampai tahun 2013, panjang jalan di Wilayah Kabupaten Melawi tercatat
1.509,95 km, yang didominasi oleh jalan rusak berat dan hanya 102,48 km saja jalan
berkondisi baik. Status jalan yang ada di Kabupaten Melawi berkelas III dengan
pengelolaan terbesar oleh kabupaten dengan mayoritas kondisi jalan masih berupa
jalan tanah. Jumlah penambahan kendaraan bermotor pada tahun 2013 mengalami
penurunan hampir satu persen dari 2012, penurunan jumlah paling banyak adalah
sepeda motor dan bis. Sementara kenaikan jumlah kendaraan terjadi pada mobil
penumpang dan mobil barang. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa meskipun
Pemerintah Kabupaten Melawi terus berusaha memperbaiki dan memperlebar jalan-
jalan yang ada, jalanan dengan kondisi baik di wilayah ini tidak akan dapat
menampung jumlah kendaraan yang semakin banyak akibat semakin banyaknya
jumlah penduduk.
Berbagai alasan inilah yang melatarbelakangi perlunya dibuat suatu perencanaan
program pembangunan yang sensitif terhadap penduduk, dinamika dan indikator-indikator
kependudukan. Merencanakan pembangunan sebuah wilayah yang ideal tentunya tidak
mudah, sebab dalam sebuah perencanaan tidak hanya memikirkan satu aspek saja, namun
mempertimbangkan berbagai aspek. Dengan begitu banyaknya aspek yang saling terkait, maka
perlu dilakukan kajian pengembangan sebuah wilayah yang mempertimbangkan berbagai
aspek yang senantiasa muncul dan berkembang secara dinamis dalam kehidupan masyarakat
yang bermuara pada persoalan kependudukan. Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah
aspek kuantitas penduduk, kualitas penduduk, pembangunan keluarga, mobilitas penduduk,
dan terakhir adalah aspek kebutuhan sarana dan prasarana penduduk serta data basis
kependudukan.
Inti dari perencanaan adalah bagaimana mengantisipasi masa depan berdasarkan
tujuan yang ditetapkan dengan melakukan persiapan yang didasarkan data dan informasi
yang tersedia saat ini. Sebuah perencanaan pembangunan yang baik tidak berdiri sendiri,
melainkan selalu berkaitan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dalam
penyusunan sebuah perencanaan pembangunan suatu daerah, data berperan penting karena
menjadi titik sentral dan titik awal (starting point) sebagai pedoman atau petunjuk untuk
penyusunan berbagai strategi pembangunan yang akan dijalankan, sekaligus merupakan titik
4
akhir (ending point) dari pencapaian sebuah target pembangunan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dengan demikian, akurasi sebuah perencanaan pembangunan memerlukan
dukungan data sebagai sumber informasi untuk menyusun sebuah Perencanaan
Pembangunan Daerah yang baik. Penyusunan rencana pembangunan Kabupaten Melawi
memerlukan data-data terkait, agar perencanaan pembangunan dapat disusun dengan tepat,
dapat dilaksanakan dengan baik dan mampu mencapai apa yang telah ditetapkan sebelumnya
dengan efisien, efektif dan optimal.
Terkait dengan penataan dan pengelolaan pembangunan bidang kependudukan dan
pencatatan sipil, keluarga berencana (KB) serta keluarga sejahtera telah menjadi salah satu
urusan pemerintahan yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Pelayanan dasar
meliputi kesehatan, pendidikan dasar, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana
lingkungan dasar.
Menata dan mengelola penduduk secara integratif dengan seluruh unsur yang terkait
dengannya merupakan proses pengubahan (transformasi) penduduk dari beban
pembangunan menjadi asset pembangunan yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya menata dan
mengelola penduduk adalah melalui pengendalian kuantitas penduduk. Sasaran pengendalian
kuantitas penduduk ini tertuju pada variabel-variabel yang terkait erat dengan perubahan
kuantitas penduduk. Agenda pengendalian kuantitas penduduk jangka panjang (2010-2035)
disusun dalam suatu Rancangan Induk (Grand Design) Pengendalian Kuantitas Penduduk
Kabupaten Sekadau.
Penyusunan rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk ini disesuaikan
dengan kondisi eksisting Kabupaten Melawi, seperti:
1. Kabupaten Melawi dihuni penduduk yang jumlahnya relatif sedikit (kurang) dibanding luas
wilayah, dengan persebaran yang tidak merata.
2. Penduduk Kabupaten Melawi tergolong umur muda dan potensial untuk meningkatkan
tingkat fertilitas dengan angka sex ratio melebihi 100.
1.2. Dasar Hukum
Berbagai landasan hukum yang mendasari pelaksanaan Rancangan Induk
Pengendalian Kuantitas Penduduk dapat disebutkan antara lain sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, terutama pasal 26 ayat (3);
5
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
f. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga;
g. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional;
h. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan;
i. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019;
j. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kalimantan Barat 2005-2025,
sebagai revisi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kalimantan
Barat 2007-2027;
k. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Barat 2013-
2018;
l. Peraturan Daerah Kabupaten Melawi Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Melawi Tahun 2005-
2025.
1.3. Kondisi Saat Ini
Ditinjau dari sisi kependudukan, Kabupaten Melawi memiliki karakteristik
yang berbeda dibanding kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Jumlah penduduk Melawi relatif sedikit dibanding kabupaten/kota lain di
Kalimantan Barat, dengan kepadatan penduduk yang masih rendah dan didukung
persebarannya yang tidak merata. Sementara itu, kepadatan penduduk
Kabupaten Melawi tercatat terus beranjak naik dari tahun ke tahun. Hasil Sensus
Penduduk 2010 menyebutkan bahwa kepadatan penduduk Kabupaten Melawi
sebesar 17 jiwa/km2 dan dalam waktu tiga tahun terakhir (tahun 2013), kepadatan
penduduk Kabupaten Melawi mengalami penambahan satu jiwa per km2 menjadi
18 jiwa/km2. Namun demikian, kondisi kepadatan ini masih jauh dibawah
6
kepadatan rata-rata Provinsi Kalimantan Barat yang mencapai 30 jiwa/km2 (BPS
Kabupaten Melawi, 2014).
Gambar 1.1. Kepadatan Penduduk Kabupaten Melawi Tahun 2011-2013 (Jiwa/km2)
Sumber: Dibuat berdasar data BPS Kabupaten Melawi, 2014
Selain itu, BPS Melawi mencatat tren peningkatan laju pertumbuhan
penduduk (LPP) selama tahun 2000-2013. Hal yang wajib menjadi perhatian adalah
kenyataan meningkatnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Melawi dari
1,53% per tahun pada periode 2000-2009, menjadi 1,8% per tahun pada periode 2000-
2010, dan meningkat pada periode 2000-2013 menjadi 1,82% (tertinggi di
Kecamatan Nanga Pinoh yakni 4,37% per tahun). Banyaknya jumlah penduduk usia
produktif di Melawi, ditambah dengan meningkatnya LPP dapat menyebabkan
penduduk Kabupaten Melawi semakin padat. Apabila hal tersebut tidak diwaspadai
dan diantisipasi, dikhawatirkan lingkungan Kabupaten Melawi tidak mampu lagi
menampung dan mendukung kebutuhan penduduk. Namun demikian, ada hal
menarik yang terjadi di Melawi dimana LPP negatif dialami oleh Kecamatan
Belimbing Hulu yakni sebesar (-0,81) persen per tahun. Laju pertumbuhan
penduduk tersebut menandakan bahwa telah terjadi pengurangan jumlah
penduduk dari tahun sebelumnya.
Kekhasan lain terlihat dari komposisi penduduk Kabupaten Melawi yang
didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) yakni 67,2 persen, sementara
kelompok usia 14 tahun ke bawah tercatat mencapai 29,8 persen, sisanya kelompok
65 tahun keatas. Hal tersebut terjadi karena banyaknya pendatang dari
kabupaten/kota lain, bahkan dari provinsi lain yang masuk ke Kabupaten Melawi
dengan alasan untuk melanjutkan sekolah ataupun bekerja. Perpindahan karena
alasan sekolah dan bekerja ini sekaligus merupakan penyebab tingginya kepadatan
7
penduduk di Kabupaten Melawi terutama di kecamatan yang menjadi pusat
pemerintahan (BPS Kab. Melawi, 2014).
Gambar 1.2. Piramida Penduduk Kabupaten Melawi Tahun 2013
Sumber: Dibuat berdasar data BPS Kabupaten Melawi, 2014
Gambar 1.2. menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia 20-24 tahun jauh
lebih banyak dibanding jumlah penduduk pada kelompok umur dibawah maupun
diatas 20-24 tahun. Piramida penduduk tersebut juga menggambarkan terjadinya
peningkatan jumlah kelahiran pada rentang waktu 5 sampai 9 tahun yang lalu,
sehingga jumlah penduduk usia 5-9 tahun melebihi jumlah penduduk usia 10-14
tahun. Artinya pada rentang tahun 2004-2008 terjadi peningkatan jumlah kelahiran.
Namun demikian, pada kelompok usia 0-4 tahun, jumlahnya lebih banyak
dibandingkan kelompok umur diatasnya. Hal tersebut menggambarkan bahwa telah
terjadi peningkatan kelahiran di Kabupaten Melawi selama periode 2008-2013.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk merencanakan dan
membatasi jumlah anak agak menurun, sehingga cenderung menggunakan alat atau
obat kontrasepsi (alokon) jangka pendek yang rawan mengalami kegagalan. Buku
Melawi dalam Angka 2014 mencatat jumlah akseptor baru pemakai alat kontrasepsi
khususnya alat kontrasepsi jangka panjang (IUD, IMP) terus mengalami penurunan,
sementara untuk Pil jumlahnya terus meningkat. Namun demikian, secara
keseluruhan untuk peserta KB aktif jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2011, peserta aktif IUD tercatat sebanyak 1.769 aksepstor, meningkat
8
menjadi 1.871 pada tahun 2012, dan meningkat menjadi 1.962 peserta tahun 2013.
Demikian juga pada metode kontrasepsi lainnya, kecuali pada Metode Operasi Pria
(MOP) dimana angka cenderung stagnan.
Tingkat pemakaian kontrasepsi tahun 2013 tercatat sebesar 88,775, meningkat
sekitar 8% dari tahun 2012. Sementara itu, tingkat pemakaian kontrasepsi pada tahun
2011 masih berkisar 74,77%. Kondisi tersebut juga mengisyaratkan meningkatnya
kinerja pemerintah, khususnya Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak,
dan Keluarga Berencanan (BPPPAKB) Kabupaten Melawi dalam menggalakkan
Program Keluarga Berencana yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk
Kabupaten Melawi dari segi kelahiran (fertilitas).
Angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) Kabupaten Melawi berdasar
Susenas 2013 adalah yang terendah di Provinsi Kalimantan Barat yakni sebesar 1,91,
artinya setiap perempuan di Kabupaten Melawi pada tahun 2013 rata-rata melahirkan
2 orang anak selama masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola
fertilitas pada saat TFR dihitung. Sementara itu, berkaitan dengan banyaknya
kelahiran per kelompok umur ibu (Age Specific Fertility Rate atau ASFR) di Kabupaten
Melawi, Susenas 2013 mencatat bahwa puncak jumlah kelahiran terjadi pada ibu-ibu
dalam kelompok umur 20-24 tahun (153 kelahiran), disusul kelompok umur 25-29
(78 kelahiran). Sedangkan jumlah kelahiran pada kelompok umur 15-19 tahun
terbilang rendah, yakni 13 kelahiran pada setiap 1000 orang perempuan usia 15-19
tahun di Kabupaten Melawi.
Keberhasilan pemerintah dalam mengatur dan mengendalikan kelahiran di
kota ini berakibat pada menurunnya jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun). Hal
ini secara langsung berimbas pada menurunnya rasio ketergantungan penduduk
muda yang pada akhirnya mendukung terjadinya bonus demografi di suatu wilayah.
Bonus demografi terjadi pada saat rasio ketergantungan di suatu wilayah sangat
rendah yakni kurang dari 50 dan mencapai puncaknya pada saat rasio
ketergantungan sebesar 45. Pada saat itu, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) hanya menanggung 45 penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun
keatas).
Data BPS Kabupaten Melawi menunjukkan bahwa prosentase penduduk usia
produktif di Kabupaten Melawi jauh lebih besar dibanding prosentase penduduk usia
9
nonproduktifnya, baik yang usia muda maupun lansia. BPS Kabupaten Melawi
mencatat prosentase penduduk usia produktif di Kabupaten Melawi pada tahun 2013
adalah sebesar 67,2%, penduduk muda sebanyak 29,8%, dan penduduk lansia
sebanyak 3%. Data tersebut mengindikasikan bahwa rasio ketergantungan penduduk
Kabupaten Melawi pada tahun 2013 masih sebesar 48,8. Artinya setiap 100 orang
penduduk usia produktif di Kabupaten Melawi pada tahun 2013 menanggung 49
penduduk usia nonproduktif, dimana 44 orang berusia 0-14 tahun dan 5 orang lansia
(65 tahun keatas). Dengan kata lain, Kabupaten Melawi saat ini tengah memasuki
bonus demografi.
Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Wahyudi dan Luthfi (2013) yang
memproyeksikan bahwa Kabupaten Melawi akan mengalami bonus demografi sekitar
tahun 2020 hingga tahun 2035 mendatang (Proyeksi penduduk yang dibuat
berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010). Kenyataan ini merupakan
kekhasan yang dimiliki Kabupaten Melawi dibanding kabupaten/kota lainnya, dimana
Kabupaten Melawi merupakan kabupaten yang relatif lama mengenyam bonus
demografi (selama 15 tahun).
Seiring dengan kegiatan pembangunan di Kabupaten Melawi terjadi perubahan
fungsi lahan, dengan beralihfungsinya hutan menjadi perkebunan, dan kawasan
pemukiman. Pengelolaan secara lestari hutan dan sumber daya alam lainnya
merupakan salah satu tantangan besar bagi kabupaten ini. Seperti diketahui bahwa
Kabupaten Melawi merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat dengan
daerah berhutan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta memberikan
jasa lingkungan bagi masyarakatnya. Selain itu, ancaman utama untuk sistem sungai
yang melalui Kabupaten Melawi adalah pencemaran seperti erosi tanah, sedimentasi,
pupuk kimiawi, limbah ternak, limbah pabrik dan rumah tangga, penggerusan yang
diakibatkan oleh pengambilan batu dan kerikil dari sungai dan penurunan debit air
akibat kerusakan daerah tangkapan air.
Banyak sungai dan anak-anak sungai kecil di Kabupaten Melawi, yang
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan debitnya
airnya pun cukup bagus walau musim kemarau. Meskipun pada musim kemarau
penduduk Kabupaten Melawi relatif tidak mengalami kekurangan dalam hal air
bersih, namun seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk maka
10
kebutuhan akan air bersih pun tentunya akan semakin meningkat. Pameo bahwa
Kabupaten Melawi tidak memerlukan program pengendalian jumlah penduduk
sangat mudah dipatahkan dengan kenyataan ini. Pemerintah Kabupaten Melawi harus
dan wajib mengendalikan kuantitas penduduk atau harus siap menyandang beban
berat dikarenakan besarnya jumlah penduduk di masa mendatang.
Fakta bahwa Kabupaten Melawi tengah menghadapi bonus demografi
membawa tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Melawi (diperkirakan
tahun 2020). Pemerintah Kabupaten Melawi diwajibkan menyediakan lapangan kerja
dan memberikan pendidikan dan pelatihan bagi kelompok usia produktif agar dapat
terserap dalam pasar kerja atau mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Banyaknya penduduk usia produktif yang tidak terserap ke dalam pasar kerja atau
tidak mampu menciptakan lapangan kerja akan menjadi beban bagi Pemerintah
Kabupaten Melawi. Banyaknya pengangguran secara tidak langsung akan
meningkatkan angka kriminalitas di Kabupaten Melawi.
Pada tahun 2013, BPS Kabupaten Melawi mencatat jumlah penduduk usia kerja
(15 tahun ke atas) sebanyak 126.028 orang. Dari jumlah tersebut bagian yang aktif
dalam kegiatan ekonomi atau yang disebut sebagai Angkatan Kerja berjumlah 96.779
orang, yang berarti TPAK Melawi sebesar 76,79 persen. Sementara itu, dilihat menurut
tingkat pendidikan, jumlah penduduk yang masih menganggur dengan jenjang
berpendidikan SD ke bawah tercatat sebanyak 1.794 orang, disusul mereka yang
berpendidikan SLTA keatas sebanyak 1.304 orang. Artinya 33,8 persen diantara
jumlah pengangguran di Melawi merupakan pengangguran terdidik. Kondisi
tersebutlah yang perlu diantisipasi khususnya oleh pemerintah Kabupaten Melawi.
Penting untuk memberikan pembekalan dan keahlian kepada para lulusan SMA
sederajat agar tatkala mereka tidak ingin melanjutkan sekolah karena berbagai
alasan, mereka tetap mempunyai kompetensi kerja, sehingga dapat terserap ke dalam
lapangan pekerjaan.
Kenyataan lain yang perlu mendapat perhatian adalah posisi Kabupaten Melawi
dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meskipun IPM Kabupaten Melawi
menempati urutan ke-6 diantara 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat
(69,86 pada tahun 2013 dan 69,39 pada tahun 2012), bukan berarti tidak diperlukan
adanya pengendalian kuantitas penduduk di Kabupaten Melawi. Pengendalian
11
penduduk digunakan untuk membantu Pemerintah Kabupaten Melawi dalam
meningkatkan kualitas penduduk Kabupaten Melawi secara optimal dengan sumber
daya yang ada. Pengendalian kuantitas penduduk merupakan suatu upaya menata
dan mengelola penduduk untuk mengubah penduduk dari beban pembangunan
menjadi aset pembangunan yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas, sehingga kesejahteraan masyarakat Kabupaten Melawi dapat terwujud.
Selain komponen fertilitas, pengendalian kuantitas penduduk tidak lepas dari
komponen mortalitas (kematian) dan migrasi atau mobilitas penduduk (perpindahan
dan persebaran penduduk). Ahli demografi menyatakan bahwa pada saat angka
kematian bayi tinggi, maka orang tua cenderung untuk memiliki lebih banyak anak.
Sedangkan disaat kondisi kesehatan makin membaik dan anak memiliki peluang yang
lebih besar untuk hidup, dengan kata lain angka kematian bayi rendah, orangtua
mulai membatasi jumlah anak yang dilahirkan. Para demografer juga menyatakan
bahwa penduduk pendatang cenderung memiliki anak yang lebih sedikit dibanding
penduduk asli.
Melawi Dalam Angka 2014 mencatat Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten
Melawi sebanyak 27 kasus kematian bayi dimana Kecamatan Tanah Pinoh Barat
menduduki kasus kematian bayi terbanyak yakni 7 kasus. Angka Kematian Bayi (AKB)
berbanding terbalik dengan Usia Harapan Hidup (UHH). Semakin rendah AKB, maka
UHH semakin tinggi; dan sebaliknya, semakin tinggi AKB, maka UHH semakin rendah.
UHH Kabupaten Melawi berdasar perhitungan BPS Kabupaten Melawi pada tahun
2013 adalah 67,40 tahun.
Selain mencatat Angka Kematian Bayi, Melawi Dalam Angka juga mencatat
Angka Kematian Ibu, baik kematian ibu hamil maupun kematian ibu bersalin. Tercatat
4 kasus kematian ibu dengan proporsi terbesar pada kematian ibu hamil yakni 3
kasus, disusul kematian ibu bersalin satu kasus. Sementara itu, kasus kematian ibu
nifas tercatat nihil.
Persebaran penduduk di Kabupaten Melawi boleh dibilang tidak merata. Hal
tersebut ditunjukkan dengan adanya ketimpangan kepadatan penduduk di tiap
kecamatan. Persebaran penduduk yang tidak merata disertai tingginya kepadatan
penduduk di Kabupaten Melawi dapat menjadi kendala dalam proses pembangunan
Kabupaten Melawi. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan terpencar-pencar
12
dalam kelompok yang kecil terutama di daerah pedalaman, akan menyulitkan
kegiatan pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan yang
optimal sehingga menyebabkan kesenjangan pembangunan antar daerah di
kabupaten tersebut. Ketidakmerataan persebaran penduduk dikhawatirkan akan
menjadi salah satu penyebab kesenjangan pembangunan kualitas manusia. Sebagai
konsekuensinya, pembangunan daerah Kabupaten Melawi saat ini menuju
pembangunan yang akan datang (2035) diperhadapkan pada masalah kuantitas dan
kualitas penduduk yang masih rendah, serta persebaran penduduknya yang tidak
merata.
Hal ini tentunya membawa implikasi serius terhadap proses pembangunan
sosial, ekonomi dan juga perencanaan wilayah/tata ruang. Berdasarkan fakta inilah
yang juga mendasari Kabupaten Melawi terus melakukan terobosan dan berbagai
upaya demi tercapainya visi dan misi pembangunan daerah terutama terkait dengan
pembangunan kependudukan.
1.4. Kondisi Yang Diinginkan
Ketimpangan persebaran penduduk di Kabupaten Melawi sangat menghambat
proses pembangunan, karena itu sangat penting melaksanakan redistribusi penduduk
bagi seluruh wilayah Kabupaten Melawi. Dari sudut manapun, program redistribusi
penduduk ini mempunyai nilai yang sangat penting. Dari segi ekonomi, program
redistribusi penduduk berarti menyediakan tenaga kerjaa derta ketrampilan baik
untuk perluasan produksi di daerah-daerah maupun pembukaan lapangan kerja baru.
Di samping itu, akan timbul integrasi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, baik
lingkup kabupaten maupun kecamatan. Ditinjau dari aspek ideology, redistribusi
penduduk berfungsi untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Dari
aspek politik, hal ini merupakan alat penunjang pembauran etnik, mempersempit
kesenjangan kelas dan wilayah, serta dapat meningkatkan hubungan antar kelompok.
Dilihat dari segi pertahanan keamanan, redistribusi penduduk juga dinilai dapat
mewujudkan terciptanya sistem pertahanan keamana rakyat semesta. Terhadap
sumber daya alam, redistribusi penduduk dianggap dapat meningkatkan
pengamanan dan sekaligus pemanfaatannya. Perkembangan penduduk di suatu
daerah bisa menjadi potensi sekaligus permasalahan bagi daerah tersebut.
Permasalahan yang paling esensial adalah berkaitan dengan penyebaran penduduk
13
yang tidak merata, kualitas penduduk yang masih rendah, penyediaan lapangan
usaha serta penyediaan bahan pangan.
Kondisi kependudukan yang ingin diwujudkan di Kabupaten Melawi adalah
terjadinya distribusi penduduk antar kecamatan. Namun demikian, hal tersebut tetap
diiringi dengan semakin berkurangnya angka kelahiran dan kematian, sehingga
tercapai penduduk stabil dan antisipasi pertambahan penduduk melalui migrasi
masuk. Hal tersebut dikarenakan kondisi ibu kota Kabupaten Melawi sebagai daerah
dengan angka migrasi masuk yang cukup tinggi dari wilayah kecamatan.
Sebagai bagian dari wilayah provinsi yang sedang berkembang, Kabupaten
Melawi mencapai penurunan angka mortalitas yang sangat cepat tanpa didahului atau
ditandai oleh pembangunan dan perbaikan bidang ekonomi. Diharapkan dengan
adanya penurunan fertilitas dan mortalitas yang terjadi di Kabupaten Melawi, dapat
diimbangi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Faktor yang sangat umum yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di
suatu daerah antara lain adalah angka kematian, angka kelahiran, dan angka migrasi
(migrasi datang dan migrasi masuk). Kejadian ini biasa disebut dengan kejadian vital
penduduk. Meningkatnya secara absolut jumlah dan persentase penduduk yang
tinggal di perkotaan secara matematis juga berarti bahwa penurunan peluang
terjadinya migrasi perdesaan ke perkotaan. Munculnya perkotaan baru, karena
reklasifikasi yang diakibatkan modernisasi perdesaan juga menjadi pendorong
terjadinya mobilitas ulang alik. Penduduk tidak perlu lagi pergi ke tempat yang jauh
dan menetap di wilayah lain. Transportasi yang baik sangat berperan dalam
meningkatkan arus ulang alik dan mengurangi migrasi (mobilitas permanen).
Dalam jangka panjang, kondisi kependudukan yang diinginkan adalah
tercapainya penduduk stabil dalam jumlah besar yang ditandai dengan bertambahnya
penduduk melalui migrasi masuk dan berkurangnya angka kelahiran dan angka
kematian. Dari kondisi tersebut, diharapkan TFR Kabupaten Melawi menurun menjadi
2,17 per wanita pada tahun 2020 dan selanjutnya diharapkan upaya peningkatan
kualitas penduduk menjadi salah satu program prioritas pemerintah Kabupaten
Melawi.
14
Menurut hasil proyeksi yang dilakukan, TFR Kabupaten Melawi tahun 2025
diperkirakan mencapai 2,05 dan selanjutnya turun menjadi 1,93 pada tahun 2030.
Angka ini diharapkan akan tetap bertahan dalam mewujudkan penduduk tumbuh
seimbang. Selain itu, jumlah bayi yang lahir diharapkan sama (seimbang) dengan
jumlah kematian, sehingga penduduk menjadi stasioner (tetap). Pencapaian TFR
menjadi 2,05 pada tahun 2025 ini diperlukan guna mencapai Penduduk Tumbuh
Seimbang (PTS), dengan Net Reproduction Rate (NRR) sebesar 1 per perempuan di
Kabupaten Melawi pada tahun yang sama. Net Reproduction Rate (NRR) sama dengan
satu berarti bahwa setiap perempuan di Kabupaten Melawi akan memiliki satu orang
anak perempuan yang dapat bertahan hidup hingga usia yang sama dengan ibunya
pada saat melahirkan anak tersebut, sehingga anak perempuan itu nantinya dapat
menggantikan ibunya untuk melahirkan keturunan. TFR Kabupaten Melawi
diharapkan terus menurun sampai sebesar 1,83 pada tahun 2035 dengan NRR
dipertahankan pada posisi 1 anak perempuan per wanita.
Perlu dicermati agar TFR dan NRR tidak terus menurun hingga di bawah 1,91
dan 1 supaya Kabupaten Melawi tidak mengalami fenomena yang terjadi di negara-
negara maju. Negara-negara maju pada umumnya mengalami apa yang disebut
population ageing (penduduk menua). Penduduk menua adalah suatu kondisi dimana
proporsi penduduk lanjut usia (lansia) berkembang pesat sebagai akibat penurunan
tingkat fertilitas. Kondisi penduduk menua mendatangkan masalah tersendiri bagi
suatu negara sebagaimana yang dialami oleh Jepang dan negara-negara di Eropa
seperti Italia, Finlandia, Swedia, dan Jerman.
Kemudian diharapkan agar banyaknya kelahiran per kelompok umur ibu (Age
Specific Fertility Rate atau ASFR) mengalami puncaknya pada kelompok umur yang
telah matang, 25-29 tahun dan 30-34 tahun. Diharapkan agar remaja perempuan di
Kabupaten Melawi dapat menunda pernikahan dan persalinan pada usia dini,
sehingga jumlah kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun rendah. Hal
tersebut penting mengingat banyak kajian yang menunjukkan akibat negatif dari
persalinan di usia dini kurang dari 20 tahun terhadap ibu yang melahirkan, anak yang
dilahirkan, dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Ichwanny & Gunawati, 2014;
Wicaksono & Mardjan, 2014).
15
Selain itu, angka kematian di Kabupaten Melawi diharapkan terus menurun dan
angka harapan hidup meningkat secara konsisten. Angka Kematian Bayi (AKB) di
daerah ini diharapkan menurun menjadi 25,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2020, kemudian secara berlanjut menurun hingga menjadi 23 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2035. Seiring dengan menurunnya AKB, Usia Harapan Hidup (UHH)
meningkat menjadi 70,2 tahun pada tahun 2020 dan mencapai 71,3 tahun pada tahun
2035.
1.5. Permasalahan
Untuk mengendalikan kuantitas dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Kabupaten Melawi adalah melalui Program Kependudukan dan Keluarga Berencana.
Berdasarkan tiga faktor utama yang mempengaruhi kuantitas dan LPP (fertilitas,
mortalitas dan migrasi), maka pelaksana utama program kependudukan dan KB
(seharusnya) adalah Perwakilan BKKBN, Dinas Kesehatan dan Disnaker. Realitas yang
dihadapi dalam pelaksanaan program ini adalah terdapat perbedaan persepsi dan
pemahaman tentang pentingnya program kependudukan dan KB bagi pembangunan
berkelanjutan di daerah. Pemahaman yang beranggapan bahwa program
kependudukan dan KB belum penting saat ini mengakibatkan kurangnya prioritas
yang diberikan pemerintah kabupaten/kota terhadap masalah kependudukan dan
keluarga berencana. Masih kurangnya perhatian dan prioritas dari pemerintah daerah
ini tercermin dari lemahnya lembaga yang menangani masalah kependudukan dan
KB, belum disediakannya tenaga yang memadai (terutama penyuluh KB di lapangan),
serta kurang tersedianya sarana, prasarana dan anggaran yang cukup untuk
pengelolaan program KB di daerah. Masalah utama dari upaya peningkatan kesehatan
atau penurunan angka mortalitas antara lain berkaitan dengan masalah akses dan
kualitas pelayanan kesehatan, termasuk akibat dari kondisi geografis Kabupaten
Melawi yang sangat luas dengan topografi yang terdiri dari daerah pegunungan dan
bukit, sungai serta rawa. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana transportasi
dan telomunikasi juga turut menyulitkan petugas kesehatan untuk menjangkau
daerah- daerah tersebut.
Kendala utama dari persebaran penduduk di Kabupaten Melawi adalah
ketidakseimbangan persebaran penduduk dan kepadatan antar kecamatan.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang persebaran penduduk bahwa penduduk lebih
16
banyak terkonsentrasi di Kecamatan Nanga Pinoh, sementara di kecamatan lain
jumlah penduduknya masih relatif rendah. Jadi, inti penyebab terjadinya kesenjangan
persebaran penduduk dan kepadatan penduduk antar kecamatan adalah adanya
kesenjangan pembangunan antar daerah.
Data menunjukan bahwa jumlah migrasi keluar dari Kabupaten Melawi pada
tahun 2014 sebesar …………..orang, sedangkan jumlah migrasi masuk ke Kabupaten
Melawi pada tahun yang sama hanya sebanyak …………….. orang. Hal tersebut
disinyalir karena terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia di Kabupaten Melawi,
sehingga menyebabkan penduduknya terdorong untuk mencari penghidupan dan
pekerjaan ke daerah lain.
1.6. Tujuan Rancangan Induk Pengendalian Kuantitas Penduduk
Rancangan Induk Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dimaksudkan untuk:
(a) Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk
Kabupaten Melawi 2015-2035;
(b) Menjadi pedoman bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk
Kabupaten Melawi pada periode 2015-2020, 2020-2025, 2025-2030 dan 2030-
2035;
(c) Menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan lintas sektor terkait dalam
perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan di Kabupaten
Melawi.
17
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
2.1. Visi
Visi Kabupaten Melawi yaitu “Terwujudnya Masyarakat Melawi yang Cerdas,
Dinamis, Aman, Adil, Sejahtera, dan Berkepribadian”. Penjelasan isi visi adalah ingin
mensinergikan dari berbagai kalangan (stakeholders), dan berbagai pihak yang
berkepentingan. Secara lengkap Visi Kabupaten Melawi diuraikan sebagai berikut.
a. Cerdas
Cerdas merupakan kondisi dimana masyarakat memiliki tingkat pendidikan
dan kesehatan yang lebih baik. Dengan demikian masyarakat dapat mengikuti dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk
perkembangan ekonomi. Tingkat kecerdasan tersebut ditandai oleh semakin
membaiknya angka indikator pendidikan dan kesehatan, seperti meningkatnya APK,
APM, meningkatnya rata-rata lama sekolah, menurunnya angka buta huruf,
meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya
angka kematian ibu melahirkan, dan lain-lain.
b. Dinamis
Dinamis merupakan upaya daerah ini untuk berinisiatif, inovatif, dan kreatif
dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada mengatasi permasalahan daerah,
sehingga mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan
kabupaten lain yang telah maju, serta senantiasa mampu mengantisipasi setiap
perkembangan dan tantangan yang ada. Dalam konteks ini, maka pembangunan
infrastrukturnya harus semakin dipercepat, revitalisasi pertanian harus semakin baik,
pengelolaan SDA dan Lingkungan hidup lebih optimal dan berkelanjutan, serta
kualitas SDM aparatur semakin baik dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
c. Aman
Aman merupakan kondisi daerah yang kondusif dan damai sehingga memberi
kenyamanan bagi siapa saja yang tinggal, baik bagi mereka yang ada di Kabupaten
Melawi maupun bagi mereka yang datang dari luar Kabupaten Melawi. Keamanan ini
ditandai oleh tegaknya hukum, rendahnya angka kriminalitas, harmonisnya
kehidupan antar etnis dan antar agama, dan terpeliharanya adat istiadat dan budaya.
18
d. Adil
Adil merupakan kondisi daerah yang mampu memberikan kesempatan yang
sama bagi seluruh kecamatan dan seluruh masyarakat untuk menikmati hasil-hasil
pembangunan dan untuk meningkatkan kompetensi dan keterlibatan dalam
pelaksanaan pembangunan. Keadilan antara lain ditandai dengan rendahnya tingkat
ketimpangan pendapatan dan semakin meratanya ketersediaan infrastruktur di
semua kecamatan serta terbukanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya.
e. Sejahtera
Sejahtera atau Kesejahteraan merupakan tujuan dari sebuah pembangunan.
Peningkatan kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya perekonomian
melalui pemanfaatan sumberdaya alam, pemberdayaan usaha-usaha produktif, dan
penguatan ekonomi kerakyatan dengan memperhatikan potensi dan kemampuan
masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan
kesejahteraan ditandai dengan semakin membaiknya tingkat perekonomian
masyarakat serta terpenuhinya standar pelayanan dasar dibidang kesehatan dan
pendidikan.
f. Berkepribadian
Berkepribadian merupakan kodisi dimana masyarakat memiliki sikap dan
kebanggaan terhadap daerah sehingga tidak mudah terpengaruh pada ajakan dan
peluang untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma, moral, dan etika
serta tindakan yang dapat menodai kebanggaan atau bahkan mempermalukan
daerah. Kondisi ini ditandai oleh terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih
dan berwibawa dengan dukungan pemantapan desentralisasi dan semangat otonomi
daerah yang berasaskan tertib hukum dan demokrasi, meningkatnya kegiatan dan
pemahaman agama dan kebudayaan, serta semakin mantapnya nasionalisme dan
wawasan kebangsaan masyarakat.
2.2. Misi
Sementara itu, Misi Kabupaten Melawi adalah:
19
1. Meningkatkan Kepribadian, Pekerti dan Kesalehan Masyarakat dengan
memasukkan pendidikan budi pekerti pada jenjang pendidikan Dasar dan
Menengah.
2. Meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan dan kesehatan serta adanya
jaminan pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar dan menengah terutama bagi
masyarakat kurang mampu.
3. Mengembangkan tata kelola Pemerintahan dan Pembangunan dengan melakukan
reformasi birokrasi, transparansi serta Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah yang
merata dinikmati oleh seluruh wilayah dan seluruh lapisan masyarakat
Kabupaten Melawi.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik secara cepat, tepat dan murah.
5. Memperlancar mobilitas barang dan jasa serta memperkecil kesenjangan antara
kecamatan dengan cara mendorong percepatan pembangun infra-struktur
strategis baik fisik maupun non fisik.
6. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian dan pertambangan yang
menjamin perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan perkapita
masyarakat.
7. Menekan angka kemiskinan dan pengangguran melalui skema pemberdayaan
sosial ekonomi masyarakat dan mempermudah akses dana bagi masyarakat
miskin.
2.3. Kebijakan
Terdapat tiga arah kebijakan yang dirumuskan dalam rancangan induk
pengendalian kuantitas penduduk, yaitu:
(a) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui penetapan perkiraan
angka fertilitas, mortalitas, dan migrasi penduduk;
(b) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dimaksudkan agar kuantitas penduduk
sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan;
(c) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan tidak hanya pada tingkat
kabupaten namun juga pada tingkat kecamatan secara berkelanjutan.
2.4. Tujuan
20
Tujuan utama dari rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi
penduduk optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi,
pertumbuhan, serta persebaran penduduk;
b) Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan, baik pada tingkat kabupaten maupun
tingkat kecamatan, melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka
kematian dan pengarahan mobilitas.
2.5. Sasaran Umum
Pada hakekatnya, rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk
mempunyai tiga sasaran pokok kuantitatif, yang mencakup fertilitas, mortalitas, dan
persebaran penduduk. Sasaran fertilitas diarahkan pada pencapaian kondisi
penduduk tumbuh seimbang (PTS) pada tahun 2020 yang ditandai dengan TFR
sebesar 2,17 anak per wanita dan NRR sebesar 1,02 per wanita. Kondisi ini perlu
secara konsisten diturunkan, sehingga diharapkan sejak tahun 2035, TFR mencapai
1,83 anak per wanita usia subur sedangkan NRR menjadi 0,87 per wanita. Apabila
kondisi ini terus dipertahankan untuk waktu yang lama maka diharapkan akan
tercapai kondisi penduduk stabil (stationer).
Dari sisi mortalitas, angka kematian bayi diharapkan terus menurun sehingga
pada periode tahun 2010-2015 menjadi sekitar 22,5 kematian per 1000 kelahiran
hidup kemudian terus menurun menjadi sekitar 16,9 per 1000 kelahiran hidup pada
kurun waktu 2030-2035.
Dari aspek persebaran penduduk diharapkan akan terjadi persebaran yang lebih
merata sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan pada masing-
masing kecamatan. Persebaran penduduk yang merata diharapkan akan
mempercepat penurunan TFR seiring dengan pemerataan pembangunan.
2.5. Ukuran Keberhasilan
Keberhasilan dari rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk akan
dilihat dari sejauh mana sasaran-sasaran kependudukan tersebut dapat dicapai pada
setiap periode waktu. Misalnya pada indikator pemakaian kontrasepsi, angka
21
kelahiran total, Net Reproduction Rate, angka kelahiran kasar, laju pertumbuhan
penduduk, serta jumlah penduduk. Termasuk juga didalamnya adalah sasaran-
sasaran mortalitas seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
2.6. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan dari rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk di
tingkat kabupaten mencakup dua hal pokok, yaitu: (1) Menyangkut penyempurnaan
regulasi yang terkait dengan upaya pengendalian kuantitas penduduk; dan (2) Melalui
penyelesaian Peraturan Daerah dan regulasi ikutan sebagai penjabaran Undang-
Undang Nomor 52 tahun 2009.
Sementara, strategi pelaksanaan rancangan induk pengendalian kuantitas
penduduk pada tingkat kecamatan berkaitan dengan: (1) Implementasi kebijakan atau
program yang berkaitan dengan komponen-komponen pengendalian kuantitas
penduduk; dan (2) Pelaksanaan upaya pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas,
dan pengarahan mobilitas penduduk.
2.8. Alur Pikir
Alur pikir pengendalian kuantitas penduduk dirumuskan dalam bagan berikut.
Bagan 2.1. Alur Pikir Pengendalian Kuantitas Penduduk
*) PKP: Pengendalian Kuantitas Penduduk. Net Migrasi negatif berarti menambah jumlah penduduk (migrasi masuk lebih banyak dari migrasi keluar).
KONDISI
SAAT INI INTERVENSI KONDISI YANG
DIINGINKAN
VISI &
MISI
PKP*
FERTILITAS TINGGI
MORTALITAS RENDAH
NET MIGRASI NEGATIF
KEBIJAKAN
STRATEGI
PROGRAM
FERTILITAS RENDAH
MORTALITAS RENDAH
NET MIGRASI POSITIF
22
BAB III
POKOK-POKOK PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
Pengendalian kuantitas penduduk Kabupaten Melawi dilakukan melalui
pengaturan tiga komponen utama kependudukan: (1) Pengaturan fertilitas; (2)
Pengaturan mortalitas; dan (3) Pengarahan mobilitas penduduk di Kabupaten Melawi.
Pengendalian angka kelahiran sangat penting untuk mencapai penduduk tumbuh
seimbang dan memanfaatkan window of opportunity atau yang sering disebut bonus
demografi. Pengendalian angka kelahiran ini sekaligus merupakan langkah antisipatif
dalam menghadapi penduduk menua (ageing population) yang lazim terjadi pasca
bonus demografi.
3.1. Pengaturan Fertilitas
Pengaturan fertilitas (kelahiran) dilakukan melalui Program Keluarga
Berencana yang mengatur tentang: (1) Usia ideal perkawinan; (2) Usia ideal
melahirkan; (3) Jarak ideal melahirkan; dan (4) Jumlah anak ideal yang diinginkan
(BKKBN 2011).
Kebijakan pengaturan fertilitas melalui Program Keluarga Berencana pada
hakekatnya dilaksanakan untuk membantu pasangan suami istri dalam mengambil
keputusan dan memenuhi hak-hak reproduksi yang berkaitan dengan: (1) Pengaturan
kehamilan yang diinginkan; (2) Penurunan angka kematian bayi dan angka kematian
ibu; (3) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan; (4) Peningkatan kesertaan KB pria;
dan (5) Promosi pemanfaatan air susu ibu.
Pengaturan fertilitas melalui Program Keluarga Berencana juga dilakukan
dengan: (1) Peningkatan akses dan kualitas KIE dan pelayanan kontrasepsi di
Kabupaten Melawi; (2) Larangan pemaksaan pelayanan KB karena bertentangan
dengan HAM; (3) Pelayanan kontrasepsi dilakukan sesuai dengan norma agama,
budaya, etika, dan kesehatan; dan (4) Jaminan bagi ketersediaan kontrasepsi bagi
penduduk miskin (BKKBN 2011).
3.2. Penurunan Mortalitas
Penurunan angka kematian bertujuan untuk mewujudkan penduduk tumbuh
seimbang dan berkualitas pada seluruh dimensinya. Penurunan angka kematian ini
23
diprioritaskan kepada upaya: (1) Penurunan angka kematian ibu hamil; (2) Penurunan
angka kematian ibu melahirkan; (3) Penurunan angka kematian pasca melahirkan; dan
(4) Penurunan angka kematian bayi dan anak (BKKBN 2011 & Kemenkokesra 2012).
Upaya penurunan angka kematian diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten
Melawi dan masyarakat melalui upaya-upaya proaktif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sesuai peraturan perundang-undangan dan norma agama.
Disamping itu, upaya penurunan angka kematian difokuskan pada: (1)
Kesamaan hak reproduksi pasangan suami istri (pasutri); (2) Keseimbangan akses dan
kualitas KIE dan pelayanan; (3) Pencegahan dan pengurangan resiko kesakitan dan
kematian; dan (4) Partisipasi aktif keluarga dan masyarakat (BKKBN 2011).
3.3. Pengarahan Mobilitas Penduduk Kabupaten Melawi
Pengarahan mobilitas penduduk bertujuan untuk mewujudkan persebaran
penduduk optimal yang didasarkan pada keseimbangan jumlah penduduk dengan
daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. Dalam aspek migrasi, migrasi
masuk ke wilayah ibu kota kabupaten saat ini sudah cukup tinggi. Dikhawatirkan
kedepannya, wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Melawi akan memiliki jumlah
penduduk yang jauh melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Oleh
karena itu, diharapkan Pemerintah Kabupaten Melawi bekerja sama dengan
stakeholder terkait agar menciptakan apa yang disebut sebagai “gula pembangunan”
di kecamatan lain di Melawi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan pembangunan sarana
dan prasarana di kecamatan lainnya, sehingga dapat mengundang para investor
untuk melakukan investasi di wilayah kecamatam tersebut, sehingga dapat
mengundang banyak “semut” berdatangan dan melakukan migrasi masuk ke wilayah
bersangkutan. Hal tersebut perlu dilakukan agar persebaran penduduk di Kabupaten
Melawi dapat merata di seluruh kecamatan dengan didukung persebaran
pembangunan.
3.4. Penyerasian Kebijakan Pengendalian Kuantitas Penduduk
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih rendah dan kualitas
pembangunan manusia yang masih lebih rendah dari rata-rata provinsi, pastinya akan
sulit mencapai sasaran-sasaran pembangunan seperti antara lain yang tertuang di
dalam sasaran Millenium Development Goals (MDG’s). Oleh karena itu, upaya untuk
24
mengendalikan kuantitas penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk adalah
menjadi tanggung jawab semua sektor.
Pengendalian kuantitas penduduk tidak mungkin dilakukan oleh satu atau
beberapa lembaga saja, namun membutuhkan dukungan dan komitmen yang besar
dari semua sektor dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, setiap regulasi, kebijakan,
program maupun kegiatan sektor, harus selaras dengan upaya pengendalian
penduduk. Melalui penyelarasan kebijakan ini diharapkan sasaran-sasaran
pengendalian kuantitas penduduk seperti tertuang dalam road map akan lebih mudah
dicapai (BKKBN 2011).
3.5. Strategi Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Melawi
Strategi pengendalian kuantitas penduduk di Kabupaten Melawi adalah dengan
cara:
1. Revitalisasi Program KB dengan mengubah orientasinya dari supply ke demand
side approach.
2. Memperkuat SDM di Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Anak, dan
Keluarga Berencana Kabupaten Melawi sebagai pelaksana Program
Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di
Kabupaten Melawi.
3. Memperkuat kualitas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB/PLKB) yang ada.
4. Meningkatkan pembinaan terhadap PPKBD dan sub-PPKBD di setiap kelurahan.
5. Memperkuat komitmen para Camat, Lurah, Ketua RW dan RT terhadap
pelaksanaan Program KKBPK di wilayahnya masing-masing.
6. Meningkatkan kemitraan dengan LSM yang fokus pada masalah kependudukan
seperti: Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi
Kalimantan Barat (disingkat Koalisi Kependudukan Kalimantan Barat), Koalisi
Muda Kependudukan Kalimantan Barat, Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi
Indonesia (IPADI) Cabang Kalimantan Barat, Pusat Penelitian Kependudukan (PPK)
Universitas Tanjungpura, dan Forum Mahasiswa Peduli Kependudukan
(Formalinduk) Kalimantan Barat.
25
7. Melibatkan mitra kerja kependudukan dalam Musrenbang Kabupaten Melawi
dalam berbagai tingkatannya guna mendapat masukan bagi pengendalian
kuantitas penduduk Kabupaten Melawi.
8. Membangun kerjasama dengan tokoh agama (TOGA) dan tokoh masyarakat
(TOMA) setempat dalam memberikan penyuluhan pentingnya merencanakan dan
mengatur kelahiran.
9. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana difokuskan pada masyarakat miskin
dengan cara memberikan subsidi pelayanan kesehatan reproduksi dan Keluarga
Berencana.
26
BAB IV ROADMAP PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
4.1. Tujuan Road Map
Rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk mencakup besaran-
besaran yang harus diperhatikan dalam upaya untuk mengatasi atau mengendalikan
jumlah dan laju pertumbuhan penduduk. Secara operasional, untuk setiap periode
atau tahapan lima tahunan, perlu disusun semacam peta jalan (road map) yang
mencakup tentang tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang
perlu dilakukan dalam upaya pengendalian kuantitas penduduk. Road map
diharapkan berfungsi sebagai acuan setiap sektor serta pemerintah daerah dalam
penyusunan langkah-langkah kegiatan dalam mendukung upaya pengendalian
kuantitas penduduk. Secara garis besar, tujuan road map, sasaran lima tahunan serta
keterkaitan rancangan induk dengan road map dapat dilihat dalam uraian berikut.
4.2. Sasaran Lima Tahunan
Roadmap pengendalian kuantitas penduduk Kabupaten Melawi dibuat pada
setiap periode lima tahun dari tahun 2010-2035 untuk mengetahui sejauh mana
sasaran-sasaran pengendalian kuantitas penduduk telah dapat dicapai, baik yang
mencakup fertilitas, mortalitas maupun persebaran penduduk. Dengan demikian
tujuan roadmap ini dapat berjalan secara sistematis dan terencana, sehingga dapat
diketahui sasaran-sasaran yang harus dicapai pada setiap periode, serta kebijakan,
strategi, dan program yang perlu dilakukan.
Tahun dasar yang dipergunakan dalam menyusun roadmap adalah tahun 2010
yang bertepatan dengan dilaksanakannya Sensus Penduduk. Oleh karena itu, data
yang digunakan adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan indikator yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Total Fertility Rate (TFR) yaitu angka kelahiran total, banyaknya anak yang
dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya apabila perempuan
tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung.
Net Reproduction Rate (NRR) adalah banyaknya anak perempuan yang dilahirkan
oleh setiap perempuan. NRR sama dengan satu berarti bahwa setiap perempuan
27
akan memiliki satu orang anak perempuan yang dapat bertahan hidup hingga usia
yang sama dengan ibunya pada saat melahirkan anak tersebut.
Crude Birth Rate (CBR) adalah angka kelahiran kasar.
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) yaitu persentase Pasangan Usia Subur (PUS)
yang menggunakan alat atau obat kontrasepsi (alokon) untuk mengatur kelahiran.
Crude Death Rate (CDR) adalah angka kematian kasar.
Pada tahun 2010, berbagai indikator kependudukan di Kabupaten Melawi adalah
sebagai berikut:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 180.912 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,82% per tahun (secara rata-rata)
b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,46 anak per wanita usia subur
Net Reproduction Rate (NRR) = 1,15
Crude Birth Rate (CBR) = 22,3 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun
Median Umur Persalinan Pertama = 27,6 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 4,0 kematian per 1000 penduduk tengah tahun
Angka Kematian Bayi (AKB) = 22,5 kematian per 1000 kelahiran hidup
Usia Harapan Hidup (UHH) = 71,8 tahun
Sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 197.223 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,63% per tahun (secara rata-rata)
b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,37 anak per wanita usia subur
Net Reproduction Rate (NRR) = 1,11
Crude Birth Rate (CBR) = 20,5 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 27,3 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 4,2 kematian per 1000 penduduk tengah tahun
28
Angka Kematian Bayi (AKB) = 21,4 kematian per 1000 kelahiran hidup
Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,0 tahun
Pada tahun 2020, sasaran yang hendak dicapai:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 212.230 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,34% per tahun (secara rata-rata)
b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,17 anak per wanita usia subur
Net Reproduction Rate (NRR) = 1,02
Crude Birth Rate (CBR) = 18,2 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 26,7 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 4,8 kematian per 1000 penduduk tengah tahun
Angka Kematian Bayi (AKB) = 20,5 kematian per 1000 kelahiran hidup
Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,4 tahun
Tahun 2025 ingin mencapai sasaran sebagai berikut:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 225.470 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,11% per tahun (secara rata-rata)
b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,05 anak per wanita usia subur
Net Reproduction Rate (NRR) = 0,97
Crude Birth Rate (CBR) = 16,5 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 26,3 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 5,4 kematian per 1000 penduduk tengah tahun
Angka Kematian Bayi (AKB) = 19,2 kematian per 1000 kelahiran hidup
Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,8 tahun
29
Pada tahun 2030, sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator
kependudukan adalah:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 236.671 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,87% per tahun (secara rata-rata)
b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 1,93 anak per wanita usia subur
Net Reproduction Rate (NRR) = 0,91
Crude Birth Rate (CBR) = 15,0 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 25,8 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 6,3 kematian per 1000 penduduk tengah tahun
Angka Kematian Bayi (AKB) = 18,5 kematian per 1000 kelahiran hidup
Usia Harapan Hidup (UHH) = 73,0 tahun
Sasaran yang ingin diwujudkan pada tahun 2035 adalah:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 245.764 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,67% per tahun (secara rata-rata)
b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 1,83 anak per wanita usia subur
Net Reproduction Rate (NRR) = 0,87
Crude Birth Rate (CBR) = 13,8 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 25,5 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 7,1 kematian per 1000 penduduk tengah tahun
Angka Kematian Bayi (AKB) = 16,9 kematian per 1000 kelahiran hidup
Usia Harapan Hidup (UHH) = 73,6 tahun
30
Tabel 4.1. Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Melawi 2010-2035*
Indikator 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Penduduk
Jumlah penduduk 180.912 197.223 212.230 225.470 236.671 245.764
LPP 1,82 1,63 1,34 1,11 0,87 0,67
Fertilitas
TFR 2,46 2,37 2,17 2,05 1,93 1,83
NRR 1,15 1,11 1,02 0,97 0,91 0,87
CBR per 1000 22,3 20,5 18,2 16,5 15,0 13,8
CPR
Mean Usia Persalinan I 27,6 27,3 26,7 26,3 25,8 25,5
Mortalitas
CDR per 1000 4,0 4,2 4,8 5,4 6,3 7,1
AKB 22,5 21,4 20,5 19,2 18,5 16,9
UHH 71,8 72,0 72,4 72,8 73,0 73,6
*) Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Melawi ini diolah dari data Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Barat dan Proyeksi Penduduk Tahun 2010-2035 (Bappenas).
4.3. Keterkaitan Rancangan Induk dengan Road Map
Road Map Pengendalian Kuantitas Penduduk periode 2010-2015, 2015-2020,
2020-2025, 2025-2030 dan 2030-2035 akan disusun sesuai dengan hasil pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode sebelumnya serta
dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintah.
Gambar 2. Tahapan Pencapaian Sasaran Road Map Tahun 2010-2035
31
Pada periode tahun 2010 sampai dengan 2015, diharapkan jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk di Kabupaten Melawi mulai terkendali, sehingga pada tahun
2020 akan dicapai kondisi penduduk tumbuh seimbang (PTS). Kondisi PTS ini
diindikasikan dengan pencapaian sasaran TFR sebesar 2,1 atau NRR sebesar 1 per
wanita. Pada tahap berikutnya, kondisi PTS ini dapat tetap dipertahankan sampai
dengan tahun 2035, sehingga struktur penduduk menjadi stabil. Angka fertilitas
(TFR) tidak dimaksudkan untuk terus menurun menjadi dibawah 2 per wanita karena
hal ini akan menyulitkan dikemudian hari seperti dialami di negara-negara maju
dengan pertumbuhan penduduk yang minus.
4.4. Bonus Demografi
Bonus Demografi adalah suatu kondisi dimana penduduk dengan umur
produktif sangat besar sementara usia muda (dibawah 15 tahun) semakin kecil dan
usia lanjut (diatas 65 tahun) belum banyak. Bonus demografi sering dikaitkan dengan
suatu kesempatan yang hanya akan terjadi satu kali saja untuk semua penduduk
negara, yakni apa yang dikenal dengan the windows of opportunity. Kesempatan yang
diberikan oleh bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang
sangat ideal pada perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dengan non
produktif. Rasio ketergantungan yang biasa dikenal dengan Dependency Ratio (DR)
mencapai angka terendah, dibawah 50 persen, artinya, penduduk usia kerja sekitar
dua kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk non usia kerja.
Inilah fase yang disebut sebagai the windows of opportunity (jendela
kesempatan), yaitu jika jumlah penduduk produktif yang lebih besar dapat
dioptimalkan untuk mengakumulasi pertumbuhan dan perkembangan kesejahteraan
secara ekonomi, maka hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk kemajuan
daerah di masa depan melalui saving yang dilakukan.
Untuk meraih keuntungan bonus demografi, ada empat prasyarat yang harus
dipenuhi. Pertama, penduduk usia muda yang melimpah jumlahnya itu harus
mempunyai pekerjaan produktif dan bisa menabung. Kedua, tabungan rumah tangga
dapat diinvestasikan untuk menciptakan lapangan kerja produktif. Ketiga, ada
investasi untuk meningkatkan modal manusia agar dapat memanfaatkan momentum
jendela peluang yang akan datang. Keempat, menciptakan lingkungan yang
32
memungkinkan perempuan masuk pasar kerja (Endang Srihadi, Peneliti Bidang Sosial
The Indonesian Institute).
Bonus demografi adalah sebuah fenomena dimana jumlah penduduk usia
produktif sangat besar, sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum
banyak. Syaratnya untuk meraih bonus demografi adalah program Keluarga
Berencana (KB) yang telah dicanangkan pemerintah tetap berjalan dan berhasil.
Keberhasilan program tersebut dalam dua puluh lima tahun diperkirakan akan
menggeser anak-anak dan remaja berusia dibawah 15 tahun, yang biasanya besar dan
berat dibagian bawah piramida penduduk ke penduduk usia produktif.
Menurut Prof. Dr. Sri Moertiningsih Setyo Adioetomo dari UI, struktur
penduduk seperti ini akan menyebabkan beban ketergantungan atau dukungan
ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada anak-anak dan
lansia menjadi lebih ringan. Selain itu, Kabupaten Melawi juga akan memiliki banyak
tenaga kerja produktif yang dapat bersaing dengan daerah lain.
Bonus demografi pada suatu sisi akan menjadi beban besar buat bangsa dan
negara jika penduduk usia produktifnya tidak berkualitas. Jika kualitas penduduk
berusia produktif ini rendah, maka negara akan dihadapkan pada berbagai masalah
yang semakin rumit, dengan rendahnya produktivitas, kualitas tenaga kerja juga ikut
rendah dan pertumbuhan ekonomi lamban dan daya persaingan di pasar global juga
ikut rendah. Sebaliknya, bonus ini bisa menjadi keuntungan jika penduduk usia
produktif berkualitas dan mendapat pendidikan yang layak, (Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal,
MEng).
Bonus Demografi ini tidak terjadi selamanya, melainkan tersedia hanya dalam
waktu yang relatif singkat, satu atau dua dekade saja. Hal tersebut disebabkan karena
dalam jangka panjang akan terjadi transisi demografi, dimana akan terjadi perubahan
tingkat harapan hidup (life expectation) yang akan meningkat dan hal ini akan
meningkatkan jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun. Transisi demografi tersebut
juga akan mendorong meningkatnya angka kelahiran (fertility rate) dan tentunya
secara bersama akan mendorong meningkatnya rasio ketergantungan. Oleh karena
itu, kondisi ideal yang sangat terbatas ini harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk
pencapaian kesejahteraan rakyat, dan itu membutuhkan pola kebijakan yang tidak
biasa.
33
Bonus demografi ini sudah dinikmati oleh negara-negara di Asia Timur seperti
China, Jepang, dan Korea Selatan selama periode 1960-1990, yang ditandai dengan
tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita di negara-negara tersebut. Sementara
itu, di negara Asia Tenggara, seperti Thailand, Singapura, dan Indonesia, yang mulai
mengalami kenaikan proporsi penduduk usia kerja sejak tahun 1980-an,
kontribusinya lebih besar lagi. Sekitar 40% pertumbuhan ekonomi Indonesia selama
periode 1980-2005 bersumber dari naiknya proporsi penduduk usia kerja. Jumlah
angka tanggungan penduduk produktif di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 36 yang
artinya setiap usia produktif menanggung 36 penduduk tidak produktif dan belum
produktif. Angka ini jauh lebih kecil daripada tahun jumlah tanggungan pada tahun
1990, dimana 100 penduduk produktif harus menanggung 78 penduduk tidak
produktif.
Kabupaten Melawi diproyeksi mendapatkan bonus demografi mulai tahun
2020 dengan angka ketergantungan 45, yang artinya dari 100 penduduk usia
produktif akan menanggung 45 penduduk usia belum atau sudah tidak produktif lagi.
Seperti kabupaten lainnya, kehadiran bonus demografi harus bisa dimanfaatkan guna
meningkatkan kualitas penduduk di daerahnya. Bonus demografi menjadi dasar
meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui
pemanfaatan sumber daya manusia. Saat tingkat fertilitas (jumlah kelahiran
sepanjang hidup perempuan) turun, pertumbuhan pendapatan per kapita untuk
memenuhi kebutuhan dasar penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk
peningkatan mutu manusia sebagai modal pembangunan. Pada saat yang sama,
jumlah anak yang sedikit memberi perempuan peluang masuk pasar kerja, sehingga
meningkatkan tabungan keluarga.
34
BAB V PENUTUP
Kebijakan pembangunan pada hakekatnya dimaksudkan untuk mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yaitu kebijakan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk saat ini, dan sekaligus
mempertimbangkan kesejahteraan penduduk dimasa mendatang. Penduduk adalah
titik sentral pembangunan, karena disamping sebagai subyek (pelaku) pembangunan,
penduduk sekaligus adalah obyek (penikmat) hasil pembangunan. Oleh karena itu,
kebijakan pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk saat ini tidak
boleh mengorbankan kesejahteraan penduduk generasi mendatang.
Menyadari pentingnya masalah kependudukan dalam pembangunan, maka
pada tahun 2009 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 52 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Sebagai tindak lanjut dari terbitnya
undang-undang ini, pemerintah memandang perlu membuat Grand Design
Pembangunan Kependudukan, yang mencakup lima aspek, yaitu kuantitas, kualitas,
mobilitas, data-base, serta keluarga.
Dari sisi kuantitas, jumlah penduduk Kabupaten Melawi memang masih relatif
sedikit jika dikaji dari luas wilayahnya. Kondisi tersebut diikuti dengan persebaran
antar kecamatan yang masih timpang. Total Fertility Rate (TFR) hasil Susenas 2013
tergolong yang terendah se Kalimantan Barat, yang berarti cukup menggembirakan
karena nilainya sudah dibawah target TFR yang diharapkan yaitu sebesar 2,1.
Untuk mengatasi masalah kependudukan yang ada di Kabupaten Melawi, dan
dalam rangka memberikan arah pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk
sampai dengan dua puluh lima tahun kedepan, maka disusun Rancangan Induk
Pengendalian Kuantitas Penduduk tahun 2010-2035 dengan harapan dapat
memberikan arah kebijakan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
kependudukan dibidang pengendalian kuantitas. Selain itu, Rancangan ini hendaknya
menjadi acuan bagi penyusunan “road map” pengendalian kuantitas penduduk dan
sekaligus menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam perencanaan
pembangunan yang berwawasan kependudukan.
35
Dengan demikian, apa yang tertuang dalam rancangan induk pengendalian
kuantitas penduduk ini mempunyai keterkaitan yang erat dan menjadi salah satu
acuan untuk bidang kependudukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah yang dirumuskan setiap lima tahun sesuai tahapan rencana
pembangunan.
---o0o---
36
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, 2013, Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) Tahun 2010-2035, Bappenas, BPS, UNFPA Indonesia, Jakarta.
BKKBN, 2011, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk 2010-2035, BKKBN, Jakarta.
BPS Kabupaten Melawi, 2014, Kabupaten Melawi dalam Angka 2014, BPS Kabupaten Melawi.
Ichwanny, Y. P., 2012, Profil kependudukan Kalimantan Barat tahun 2012, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, ISBN 9786027001503.
Ichwanny, Y. P., & Gunawati, R., 2014, Studi Deskriptif Melahirkan di Usia Kurang dari 20 Tahun di BKB X dan Y Kecamatan Pontianak Tenggara, hasil penelitian kerjasama Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat dan IPADI Cabang Kalimantan Barat, Pontianak.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2012, Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035, Kemenkokesra, Jakarta.
Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, 2012, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010-2035, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Syarief, S., 2010, Program Kependudukan dan KB Bagi Pembangunan Bangsa. Dalam Dinamika Kependudukan & Penguatan Governance, Muhadjir Darwin (ed.) Media Wacana, Yogyakarta.
Wicaksono, A & Mardjan, 2014, Hubungan antara Usia Ibu Saat Melahirkan dan Perkembangan Motorik Anak Berusia dibawah Tiga Tahun di Kabupaten Melawi, hasil penelitian kerjasama Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat dan IPADI Cabang Kalimantan Barat, Pontianak.
IFACS, 2014. Konservasi Bentang Alam Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat. Jakarta: Indonesia Forest And Climate Support (IFACS).
37