Universitas Indonesia
70
BAB 4
TINJAUAN TERHADAP KONSEP DAN
BENTUK PENYAJIAN PADA MUSEUM TAMAN PRASASTI
4.1. Konsep Pengelolaan Museum Taman Prasasti
Setiap museum harus memiliki konsep yang melatarbelakangi kinerjanya.
Konsep museum merupakan dasar (jati diri museum) dan pedoman museum untuk
mencapai tujuannya.
Mengacu pada definisi museum menurut ICOM, suatu museum harus
memenuhi beberapa kriteria utama. Pertama, museum harus berupa lembaga yang
bersifat tetap dan tidak mencari keuntungan. Artinya, keberadaannya diakui dan
sah secara hukum, bersifat permanen, dan non-komersil. Kedua, museum
bertujuan untuk melayani masyarakat dan terbuka untuk umum. Berdasarkan hal
tersebut, maka suatu museum berorientasi pada kebutuhan masyarakat (public
oriented) dan dapat diakses oleh siapa saja. Ketiga, museum memperoleh,
merawat, menghubungkan, dan memamerkan koleksi-koleksi yang dimilikinya.
Pernyataan itu menjelaskan batasan kerja museum secara umum berkenaan
dengan koleksinya. Keempat, museum adalah lembaga yang mendidik dan
menyenangkan (edutainment). Artinya, museum harus memiliki muatan edukasi
dan rekreasi, sehingga pengunjung dapat memperoleh pengetahuan sekaligus
hiburan dalam kunjungannya ke museum.
Konsep museum tentunya berkaitan erat dengan tipe museum yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Museum
Taman Prasasti dikategorikan ke dalam tipe museum khusus (specialized
museum). Adapun yang dimaksud dengan tipe museum khusus adalah museum
yang terfokus pada satu kajian ilmu saja.
Di dalam tipe museum khusus, Museum Taman Prasasti dimasukkan ke
dalam jenis museum arkeologi dan sejarah. Hal tersebut disesuaikan dengan
kajian ilmu dan ranah pengetahuan yang terdapat di dalamnya. Kawasan Museum
Taman Prasasti merupakan situs arkeologi yang berasal dari akhir abad ke-18,
yakni tahun 1795. Koleksi-koleksi yang dimilikinya adalah data-data arkeologi
70 Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
71
dari periode kolonial di Batavia, baik berupa artefak, fitur, dan lansekap. Selain
aspek arkeologis, Museum Taman Prasasti juga memiliki aspek historis (sejarah)
yang sangat penting. Museum Taman Prasasti merupakan taman pemakaman
umum modern tertua di Batavia, dan bahkan di dunia. Pada kawasan itu, banyak
dimakamkan tokoh sejarah yang mewarnai dinamika kehidupan Batavia pada
abad ke-18 hingga 20. Keberadaannya memegang peranan penting di dalam
sejarah perkembangan kota Batavia dari masa ke masa.
Tipe museum khusus dapat dibagi lagi ke dalam subtipe tertentu, sesuai
dengan koleksi-koleksi yang dimilikinya. Sebagian besar koleksi Museum Taman
Prasasti adalah artefak dan fitur yang berasal dari periode kolonial, seperti nisan,
patung, monumen, dan kereta jenazah. Koleksi yang berasal dari periode kolonial
sangat dominan dan jumlahnya mencapai 95%. Adapun koleksi-koleksi yang
berasal dari periode lain sangat sedikit jumlahnya, seperti prasasti klasik (periode
Hindu-Buddha) dan maket makam 27 propinsi. Berdasarkan hal tersebut, maka
Museum Taman Prasasti dapat dimasukkan ke dalam subtipe museum arkeologi
dan sejarah periode kolonial.
Museum Taman Prasasti digolongkan ke dalam open air museum. Hal
tersebut dikarenakan Museum Taman Prasasti memamerkan koleksinya di ruang
terbuka. Open air museum memiliki berbagai cakupan kerja, yaitu memilih,
menyediakan, memindahkan, merekonstruksi, dan merawat situs dengan segala
kelengkapannya yang otentik, baik berupa kelompok atau sebagian karya
arsitektural, yang menggambarkan karakteristik cara hidup, tempat tinggal,
aktivitas perkebunan, kerajinan tangan, dan lain sebagainya dari kebudayaan yang
telah hilang (Laenen, TT:127). Dalam hal ini, situs yang berkaitan adalah
pemakaman dari periode kolonial di Batavia.
Open air museum memiliki beberapa prinsip utama yang harus
diperhatikan. Pertama, Open air museum harus berlokasi di suatu situs arkeologi
(Laenen, TT:126). Tujuannya adalah untuk merekonstruksi peninggalan
bersejarah tersebut, baik berupa bangunan atau lansekap di ruang pameran
(Laenen, TT:126). Dengan demikian, otentisitas situs, fitur, dan artefak menjadi
sangat penting.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
72
Kedua, pelestarian merupakan motivasi utama bagi open air museum
(Chappell, 1999:336). Oleh karena itu, Museum Taman Prasasti harus
mengedepankan aspek pelestarian di dalam kinerjanya. Pemanfaatan koleksi-
koleksi museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi harus berbasis kepada
pelestarian koleksi. Sebagai situs pemakaman kolonial, Museum Taman Prasasti
menyimpan ribuan data arkeologi baik berupa artefak, fitur (nisan insitu), dan
lansekap yang harus dijaga kelestariannya.
Ketiga, open air museum bertujuan untuk menciptakan suatu gambaran
mengenai kehidupan masyarakat masa lalu dengan cara merekonstruksi kembali
lingkungan dan kehidupan mereka (Laenen, TT:129). Museum jenis ini
”menghidupkan” kembali kehidupan masyarakat lampau yang telah punah
(Laenen, TT:129). Dengan demikian, pengunjung dapat merasakan dan
memahami kehidupan masyarakat pada saat itu (Laenen, TT:132). Dalam hal ini,
Museum Taman Prasasti diharapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai
kehidupan masyarakat Batavia pada abad ke-18 hingga 20 melalui nisan-nisan
yang ditinggalkannya. Nisan-nisan tersebut, yang memuat berbagai informasi
mengenai status sosial, agama, bangsa, jenis kelamin, dan usia, dapat menjelaskan
dinamika masyarakat Batavia pada masa kolonial. Museum juga dapat
memberikan gambaran mengenai prosesi pemakaman dan suasana duka apabila
seseorang meninggal ketika itu. Selain itu, masih banyak informasi yang dapat
disampaikan museum, antara lain perkembangan aksara pada periode kolonial,
gaya seni nisan dan patung kolonial, serta penggambaran lambang heraldik.
Setelah mengetahui tipe dan jenis museum, maka museum dapat
merumuskan konsep yang melandasinya. Konsep tersebut harus didasari oleh
prinsip museum secara umum, tipe museum, dan jenis museum. Berdasarkan
uraian yang telah dipaparkan, maka dapat diketahui bahwa Museum Taman
Prasasti adalah suatu open air museum yang menyajikan koleksi-koleksi berupa
peninggalan arkeologi dan sejarah yang berkenaan dengan pemakaman pada
periode kolonial. Hal tersebut merupakan landasan penting di dalam merumuskan
konsep museum.
Konsep museum merupakan dasar bagi penyelenggaraan museum yang
tertuang ke dalam visi dan misi museum. Visi dan misi museum menjadi panduan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
73
museum dalam mengembangkan strategi kebijakan dan program (Arbi, 2007:3).
Adapun saat ini, visi dan misi Museum Taman Prasasti adalah sebagai berikut:
Visi
Terwujudnya Museum Sejarah Jakarta (dan Museum Taman
Prasasti) sebagai objek wisata unggulan.
Misi
4. Mengadakan, meneliti, merawat dan melestarikan, menata, serta
memamerkan koleksi sebagai sumber informasi dan daya tarik
wisata.
5. Memberikan pelayanan jasa informasi tentang sejarah Kota
Jakarta.
6. Melaksanakan pengelolaan retribusi masuk museum dan
pemanfaatan aset kekayaan daerah.
Dalam pembahasan ini, akan ditinjau kembali apakah visi dan misi
tersebut telah merefleksikan konsep museum yang dimaksud. Dalam merumuskan
konsep pengelolaan Museum Taman Prasasti, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan dan dapat digunakan sebagai masukan penting. Hal tersebut antara
lain adalah sejarah awal Kebon Jahe Kober sampai kepada timbulnya gagasan
pendirian museum, visi dan misi museum saat ini, evaluasi secara umum
pelaksanaan museum hingga sekarang, hasil Seminar Pengembangan Museum
Taman Prasasti tahun 2005, serta rencana pengembangan Museum Taman Prasasti
menurut Nirwono Joga dkk. (Jurusan Arsitektur Lansekap Trisakti).
Adapun hal-hal tersebut telah diuraikan secara lengkap di dalam Bab 2.
Analisis yang dilakukan terhadap materi-materi tersebut dapat menghasilkan
rumusan konsep pengelolaan yang ideal bagi Museum Taman Prasasti.
4.1.1. Visi Museum Taman Prasasti
Visi museum adalah harapan dan tujuan (goal) museum secara umum. Visi
tersebut menjadi titik penentu kesuksesan museum. Visi Museum Taman Prasasti
saat ini digabung dengan visi Museum Sejarah Jakarta. Hal tersebut dikarenakan
kedua museum berada di bawah satu unit pengelola yang sama. Suatu museum
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
74
sebaiknya mempunyai visi tersendiri, jangan disatukan dengan visi museum lain,
karena kedua museum yang bersangkutan tentunya memiliki harapan dan tujuan
yang berbeda.
Selain itu, visi Museum Taman Prasasti saat ini cenderung berpihak
kepada kepentingan museum sebagai instansi pemerintah, yaitu menjadikan
Museum Taman Prasasti sebagai objek wisata unggulan. Padahal menurut definisi
ICOM, museum harus berorientasi kepada pelayanan masyarakat. Setiap museum
tentunya ingin menjadi tujuan wisata yang diminati oleh banyak pengunjung,
namun perlu diperhatikan bagaimana cara kerja museum dalam menarik minat
pengunjung. Hal yang harus diingat, bahwa museum bukanlah lembaga yang
mencari keuntungan, sehingga tata kerja penyelenggaraan museum harus berjalan
sesuai dengan prinsip-prinsip permuseuman. Visi yang mengemukakan bahwa
Museum Taman Prasasti bertujuan sebagai objek wisata unggulan, tanpa
menggambarkan secara umum bagaimana kinerjanya, dikhawatirkan dapat
menjadikan museum tersebut bersifat komersil dan mengabaikan prinsip-prinsip
utama di dalam tata pelaksanaan permuseuman.
Visi Museum Taman Prasasti yang diuraikan oleh Nirwono Joga dkk.
bersifat terlalu meluas, sehingga tidak fokus pada harapan dan tujuan utama
museum secara umum. Visi tersebut dituangkan ke dalam lima butir kalimat.
Butir-butir yang dipaparkan sangat baik dan ideal, namun masih bersifat meluas
dan tidak memberikan gambaran langsung mengenai Museum Taman Prasasti.
Misalnya saja, pada butir pertama dikatakan bahwa Museum Taman Prasasti
bertujuan untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui informasi
bukti sejarah yang disajikan museum. Pada pernyataan tersebut tidak dijelaskan
secara khusus bentuk informasi apa yang disajikan. Bentuk informasi yang
disajikan museum harus dimunculkan sedikit di dalam visi sebagai gambaran
mengenai koleksi yang dimiliki museum. Selain itu, visi museum sebaiknya
dituliskan dalam satu kalimat yang merangkum harapan dan tujuan museum
secara umum.
Berdasarkan materi-materi yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka
dapat dihasilkan suatu rumusan mengenai visi Museum Taman Prasasti, yaitu:
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
75
”Terwujudnya Museum Taman Prasasti sebagai lembaga
penyelamatan dan pelestarian situs pemakaman kolonial di Jakarta,
yang dimanfaatkan untuk tujuan edukasi dan rekreasi bagi
masyarakat”.
Visi tersebut memberikan gambaran umum mengenai harapan dan tujuan
yang ingin dicapai oleh Museum Taman Prasasti. Museum Taman Prasasti
merupakan situs pemakaman kolonial di Batavia yang berasal dari abad ke-18,
dan masih bertahan hingga saat ini. Sebagai open air museum, Museum Taman
Prasasti menjadikan aspek penyelamatan dan pelestarian situs beserta isinya
sebagai motivasi utama.
Berdasarkan hasil kesimpulan Seminar Pengembangan Museum Taman
Prasasti, terdapat pernyataan bahwa situs tersebut masih terjaga dengan baik dan
sudah berstatus sebagai cagar budaya (SK Gubernur no. 475, tahun 1993), namun
sangat membutuhkan penanganan serius untuk mempertahankan eksistensinya di
masa mendatang. Oleh karena itu, penyelamatan dan pelestarian situs menjadi hal
penting yang harus dilaksanakan oleh museum.
Selain aspek penyelamatan dan pelestarian, aspek lain yang ditampilkan
pada visi tersebut adalah aspek koleksi. Visi museum harus memberikan
gambaran sekilas mengenai koleksi utama yang dimiliki museum. Dalam hal ini,
koleksi utama Museum Taman Prasasti adalah koleksi yang berkenaan dengan
pemakaman kolonial di Jakarta.
Kemudian, visi tersebut menguraikan pula pernyataan mengenai
pemanfaatan situs sebagai sarana edukasi dan rekreasi bagi masyarakat.
Pemanfaatan merupakan ruang lingkup kerja museum dalam menangani koleksi
yang dimilikinya, antara lain mengumpulkan, merawat, menghubungkan dan
memamerkan koleksi-koleksi museum kepada masyarakat. Namun, bentuk-
bentuk pemanfaatan itu tidak perlu dijelaskan secara terperinci di dalam visi
museum. Bentuk-bentuk pemanfaatan yang dilakukan museum akan dijelaskan di
dalam misi museum.
Pemanfaatan koleksi-koleksi museum dilakukan guna memenuhi
kebutuhan masyarakat akan edukasi dan rekreasi. Edukasi tersebut, tentunya yang
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
76
berkenaan dengan pengetahuan dan informasi mengenai perkembangan kota
Batavia secara umum, serta bentuk pemakaman kolonial di Batavia secara khusus.
Program-program interaktif museum yang berkaitan dengan rekonstruksi
kehidupan masyarakat Batavia pada masa lampau dapat menjadi sarana rekreasi
bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat dapat menjadikan Museum Taman
Prasasti sebagai tujuan rekreasi di alam terbuka, mengingat saat ini sudah jarang
ditemui ruang terbuka (paru-paru kota) di tengah Kota Jakarta.
Dalam merumuskan visi tersebut, terdapat dua hal yang diambil dari hasil
rekomendasi Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti. Hal yang pertama
adalah mempertahankan status museum sebagai situs makam bersejarah, beserta
nilai-nilai yang melekat padanya. Kemudian, hal yang kedua adalah museum
perlu dirancang pengembangannya sebagai suatu lembaga informasi dan
konservasi, serta sebagai tempat rekreasi-edukatif.
4.1.2. Misi Museum Taman Prasasti
Misi museum merupakan uraian mengenai langkah-langkah yang
dilakukan museum guna mencapai visi yang dituju. Misi museum dituliskan
secara singkat, padat, dan jelas. Penjelasan secara terperinci mengenai
pelaksanaan misi dimuat di dalam kebijakan dan peraturan museum.
Misi Museum Taman Prasasti saat ini digabung dengan misi Museum
Sejarah Jakarta. Hal tersebut dikarenakan kedua museum berada di bawah satu
unit pengelola yang sama. Sebaiknya, misi museum dibuat secara terpisah,
mengingat keadaan museum serta koleksinya yang berbeda. Perumusan misi
museum tentunya harus didasari oleh visi yang ingin dicapai.
Berdasarkan visi Museum Taman Prasasti yang telah dirumuskan, yaitu
terwujudnya Museum Taman Prasasti sebagai lembaga penyelamatan dan
pelestarian situs pemakaman kolonial di Jakarta, yang dimanfaatkan untuk tujuan
edukasi dan rekreasi bagi masyarakat, maka misi museum yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
77
1. Menyelamatkan dan melestarikan situs pemakaman kolonial di Jakarta
(Kebon Jahe Kober), beserta kandungan informasi yang terdapat di
dalamnya, baik berupa artefak dan fitur, maupun nilai-nilai budaya yang
melekat di dalamnya.
2. Memperoleh, mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan
koleksi-koleksi utama berupa nisan periode kolonial di Batavia, beserta
koleksi penunjang lainnya.
3. Menyampaikan pengetahuan dan informasi mengenai sejarah
perkembangan Kota Jakarta secara umum, bentuk pemakaman kolonial
secara khusus, dan informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti
kolonial, aksara kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta
lambang heraldik.
4. Menyediakan program-program edukatif yang berkaitan dengan koleksi
utama museum, yaitu nisan-nisan periode kolonial, kepada masyarakat.
5. Menjadikan kawasan museum sebagai sarana rekreasi di alam terbuka,
melalui penataan lansekap dan penyajian pameran yang menarik, serta
program-program interaktif yang menghibur masyarakat.
6. Menyediakan ruang terbuka yang berfungsi sebagai paru-paru Kota
Jakarta.
Misi tersebut merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh guna
mencapai visi yang dituju. Misi museum harus sesuai dengan definisi dan prinsip-
prinsip yang terdapat di dalam ilmu museologi. Sebagai bahan masukan di dalam
merumuskan misi museum, data-data yang digunakan adalah visi dan misi
museum saat ini, hasil Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti, dan
rencana pengembangan Museum Taman Prasasti menurut Nirwono Joga dkk.
4.1.3. Pernyataan misi (mission statement)
Selain dituangkan ke dalam visi dan misi, konsep museum harus
dirangkum dan dituliskan ke dalam pernyataan misi. Pernyataan misi adalah
uraian secara tertulis yang memberikan gambaran umum mengenai eksistensi
suatu museum, fungsi, dan ruang lingkup aktivitasnya (Edson dan Dean,
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
78
1994:28). Pernyataan itu akan memberikan batasan terhadap koleksi-koleksi yang
dikumpulkan museum dan menjelaskan peranan museum dalam masyarakat.
Berdasarkan contoh pernyataan misi Museo de Oro yang telah diuraikan
pada Bab 3 (halaman 53), maka dapat diketahui bahwa pernyataan misi yang baik
harus meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Menjelaskan institusi/status
2. Menjelaskan ruang lingkup pekerjaan
3. Menjelaskan ruang lingkup koleksi
4. Menjelaskan batas wilayah/periode koleksi
5. Menjelaskan tujuan
6. Menjelaskan sasaran pengunjung
7. Menjelaskan peranannya bagi komunitas/regional/nasional
Setelah mengetahui komponen-komponen yang dibutuhkan untuk
merumuskan pernyataan misi, maka tahap selanjutnya adalah menerapkan
komponen tersebut pada pengelolaan Museum Taman Prasasti. Adapun penerapan
komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Museum Taman Prasasti adalah museum milik Pemerintah Daerah
(Pemprov DKI Jakarta). Pengelolaan Museum Taman Prasasti digabung
menjadi satu dengan Museum Sejarah Jakarta, di bawah manajemen
Museum Sejarah Jakarta. Dengan demikian, Museum Taman Prasati
bukanlah merupakan satu UPT tersendiri, melainkan hanya seksi yang
lingkupnya berada di bawah Museum Sejarah Jakarta (Seksi Prasasti).
2. Berdasarkan visi dan misi museum yang telah dirumuskan kembali, ruang
lingkup kerja Museum Taman Prasasti adalah memperoleh,
mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan koleksi-koleksi
utama berupa nisan periode kolonial di Batavia beserta koleksi penunjang
lainnya.
3. Ruang lingkup koleksi Museum Taman Prasasti adalah artefak, fitur, dan
lansekap yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe
Kober sebagai koleksi utama, serta koleksi penunjang lainnya yang
mendukung koleksi utama.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
79
4. Koleksi Museum Taman Prasasti pada umumnya berasal dari periode
kolonial, yaitu abad ke-18 hingga 20, di wilayah Batavia.
5. Tujuan Museum Taman Prasasti adalah menyelamatkan dan melestarikan
situs pemakaman kolonial di Jakarta, menyampaikan informasi mengenai
sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum dan bentuk pemakaman
kolonial secara khusus, memanfaatkannya sebagai sarana edukasi dan
rekreasi, serta menyediakan ruang terbuka yang berfungsi sebagai paru-
paru Kota Jakarta.
6. Sasaran pengunjung Museum Taman Prasasti adalah masyarakat Jakarta
secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum. Selain itu, terlebih
khusus lagi, museum juga menjadikan masyarakat manca negara sebagai
sasarannya. Masyarakat manca negara yang dimaksud adalah warga
negara Belanda atau warga negara asing lainnya yang memiliki hubungan
kekerabatan dengan orang yang dimakamkan di Museum Taman Prasasti
(tujuan ziarah).
7. Museum Taman Prasasti berperan sebagai kawasan cagar budaya yang
terdapat di Kota Jakarta. Pemanfaatannya ditujukan untuk melayani
masyarakat Jakarta pada khususnya, serta masyarakat Indonesia dan
manca negara pada umumnya.
Butir-butir tersebut merupakan komponen yang akan menyusun
pernyataan misi Museum Taman Prasasti. Pernyataan misi sebaiknya dibuat
sederhana, namun teruraikan secara jelas dan terperinci. Penulisan pernyataan
misi sangat penting untuk diperhatikan agar tidak memiliki celah yang dapat
menyebabkan masuknya interpretasi yang salah (Edson dan Dean, 1994:29).
Berdasarkan komponen-komponen yang telah dipaparkan, maka dapat
dihasilkan pernyataan misi sebagai berikut:
”Museum Taman Prasasti adalah museum milik Pemerintah DKI
Jakarta yang memperoleh, mengumpulkan, merawat, meneliti, dan
memamerkan koleksi-koleksi berupa artefak, fitur, dan lansekap
yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe
Kober pada umumnya. Museum bertujuan untuk menyelamatkan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
80
dan melestarikan situs yang berasal dari abad ke-18 di Batavia,
serta menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai
sejarah perkembangan Kota Jakarta pada umumnya dan bentuk
pemakaman kolonial pada khususnya melalui pameran dan
program edukatif-rekreatif. Museum berperan sebagai kawasan
cagar budaya dan paru-paru kota yang melayani masyarakat
Jakarta pada khususnya, serta masyarakat Indonesia dan manca
negara pada umumnya”.
Untuk mengetahui apakah pernyataan misi yang telah dirumuskan sudah
sesuai dengan keadaan Museum Taman Prasasti, pernyataan misi tersebut perlu
diujikan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
7. Who is the museum? (apa nama museum tersebut dan siapa
pendukungnya).
Nama museum adalah Museum Taman Prasasti, dan pendukungnya adalah
Pemerintah DKI Jakarta.
8. What it collects? (objek apa saja yang termasuk di dalam koleksi
museum).
Koleksi-koleksi museum berupa artefak, fitur, dan lansekap yang
berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober pada
umumnya.
9. How was it formed? (apakah museum tersebut merupakan museum milik
pribadi, swasta, atau pemerintah).
Museum merupakan milik pemerintah daerah.
10. When it collects? (periode apa atau kisah bersejarah apa yang akan
disajikan dalam koleksi museum).
Melalui koleksi-koleksi yang berasal dari abad ke-18 hingga 20, museum
bermaksud menyampaikan informasi mengenai sejarah perkembangan
Kota Jakarta secara umum dan bentuk pemakaman kolonial secara khusus.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
81
11. Where it collects? (apakah koleksi museum mencakup wilayah komunitas,
regional, nasional, atau internasional).
Koleksi museum mencakup wilayah regional, yaitu pemakaman kolonial
di Batavia (Jakarta).
12. Why it collects? (apa yang akan dilakukan museum terhadap koleksinya)
Museum menyelamatkan, melestarikan, menyampaikan informasi kepada
masyarakat melalui pameran dan program edukatif-rekreatif.
Setelah merumuskan pernyataan misi Museum Taman Prasasti, maka
tahapan selanjutnya adalah menyebarluaskan misi tersebut ke berbagai pihak,
yaitu pihak internal dan eksternal museum. Pihak internal museum adalah seluruh
pegawai Museum Taman Prasasti, sedangkan pihak eksternal museum adalah
lembaga-lembaga pendukung Museum Taman Prasasti, seperti Pemerintah DKI
Jakarta dan sponsor. Penyampaian informasi tersebut dilakukan guna
menyamakan pemahaman bagi semua pihak mengenai konsep Museum Taman
Prasasti.
4.1.4. Faktor Pendukung Konsep Pengelolaan Museum Taman Prasasti
Visi dan misi museum, beserta pernyataan misi, merupakan konsep yang
melandasi pengelolaan museum. Keberadaannya tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan harus didukung oleh serangkaian dokumen yang menjelaskan metode
penerapan konsep tersebut. Dokumen-dokumen itu berupa kebijakan dan
peraturan permuseuman yang digunakan untuk menerapkan konsep museum
dalam kegiatan operasionalnya.
Faktor pendukung lainnya adalah penamaan museum itu sendiri. Sumadio
(1997) mengemukakan bahwa seringkali pengunjung merasa tidak tertarik untuk
mengunjungi museum karena nama museum tidak memberikan gambaran yang
jelas mengenai isi dan fungsinya. Nama itu tidak sejelas “kebun binatang”, yang
dari namanya saja sudah dapat memberikan gambaran mengenai isi dan
fungsinya. Seseorang yang berkunjung ke kebun binatang sudah dapat
membayangkan bahwa ia akan melihat berbagai binatang yang menarik, yang
tidak setiap hari dapat dilihatnya. Oleh karena itu, pengelola museum harus
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
82
berusaha untuk memberikan penjelasan mengenai konsep dan manfaat museum
tersebut kepada masyarakat. Namun demikian, para pengelola museum harus
terlebih dahulu menghayati hakekat dan konsep dari museum yang bersangkutan.
Khususnya hakekat museum dalam perkembangannya di masa modern ini. Jika
pengelola museum tidak dapat menghayati hal tersebut, maka penjelasan museum
kepada masyarakat tidak akan dapat terealisasi dengan baik dan benar.
Museum Taman Prasasti adalah salah satu contoh dari museum-museum
yang tidak memberikan gambaran langsung mengenai isinya melalui penamaan
yang sesuai. Kerapkali pengunjung mengira akan menemui koleksi berupa
prasasti-prasasti klasik masa Hindu-Buddha yang berasal dari berbagai wilayah di
Indonesia. Sedangkan pada kenyataannya, di Museum Taman Prasasti hanya
terdapat dua koleksi replika prasasti dari masa Tarumanegara. Hal itu pun
sebenarnya terkesan “memaksa” mengingat hampir 95% koleksi merupakan nisan
makam dari masa kolonial.
Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti merekomendasikan
penggantian nama Museum Taman Prasasti menjadi ”Museum Kerkhof Kebon
Jahe” (Kebon Jahe Memorial Museum), mengingat sebenarnya situs yang
digunakan sebagai museum adalah sebuah makam (kerkhof) Belanda yang
didirikan pada akhir abad ke-18. Nama tersebut dirasakan lebih tepat karena
memberikan gambaran langsung mengenai isi museum.
Faktor pendukung berikutnya adalah struktur organisasi yang tepat dan
lengkap. Saat ini, Museum Taman Prasasti dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang bertanggung jawab kepada Kepala Museum Sejarah Jakarta. Kepala Seksi
mempunyai staf yang membantu pekerjaannya. Bersama para staf, ia
melaksanakan pengelolaan museum secara menyeluruh (memiliki tugas kerja
yang merangkap). Pekerjaan tersebut meliputi perencanaan, pengawasan,
pengelolaan tata usaha, penyelenggaraan pameran, serta pelayanan edukasi.
Struktur organisasi museum yang ideal, harus meliputi tiga komponen
utama, yaitu bagian administrasi, bagian kuratorial, dan bagian operasional
(Edson dan Dean, 1994:15). Setiap bagian dapat dijalankan oleh satu orang atau
lebih (Edson dan Dean, 1994:15). Tiap-tiap bagian tersebut membawahi beberapa
staf atau lingkup pekerjaan.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
83
Walaupun Museum Taman Prasasti merupakan seksi yang berada di
bawah Museum Sejarah Jakarta, struktur organisasi yang dimilikinya harus
lengkap. Kepala seksi berperan sebagai penanggung jawab pelaksanaan Museum
Taman Prasasti. Kepala Seksi membawahi tiga komponen yang meliputi bagian
administrasi, bagian kuratorial, dan bagian operasional. Pembagian kerja tiap-tiap
bagian dilakukan secara jelas dan sistematis. Tidak boleh ada pekerjaan yang
dilakukan secara merangkap sebagaimana yang dilakukan Museum Taman
Prasasti saat ini. Adanya rangkap pekerjaan mengakibatkan pengelolaan yang
tidak sistematis sehingga hasil yang dicapai tidak optimal.
Apabila Museum Taman Prasasti telah memiliki konsep dan manajemen
yang baik, maka tujuan (goal) museum dapat tercapai. Museum Taman Prasasti
dapat mengembangkan strategi-strategi kebijakan dan pelaksanaan operasional
permuseuman, khususnya yang berhubungan dengan pelayanan museum kepada
masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dapat berupa program-program bimbingan
dan penyajian koleksi yang menarik.
4.2. Bentuk Penyajian pada Museum Taman Prasasti
Museum Taman Prasasti adalah media komunikasi yang menghubungkan
berbagai informasi di balik koleksi museum kepada masyarakat. Adapun
informasi tersebut adalah hal-hal yang berkenaan dengan sejarah perkembangan
Kota Jakarta pada umumnya, bentuk pemakaman kolonial pada khususnya, dan
informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya
seni nisan dan patung kolonial, serta lambang heraldik.
Museum Taman Prasasti harus memberikan pelayanan terbaik kepada
setiap pengunjungnya. Penyajian informasi sebaiknya disampaikan secara
sederhana, mudah, dan menarik. Tujuannya adalah untuk memudahkan
pengunjung dalam memahami informasi yang mereka terima. Hal itu berkenaan
dengan latar belakang pengunjung yang bervariasi (perbedaan latar belakang
budaya, pendidikan, usia, dan bahkan bangsa).
Penyajian informasi dapat dilaksanakan melalui lima metode atau cara
penyampaian, yaitu pameran permanen dan permanen temporal, acara audio
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
84
visual, program edukatif-rekreatif, seminar dan diskusi, serta publikasi dan
penerbitan (Asiarto, 2007:5-6).
Pameran permanen atau biasa disebut pameran tetap, merupakan unsur
utama Museum Taman Prasasti. Pameran tetap adalah inti dari pengalaman yang
ditawarkan Museum Taman Prasasti kepada masyarakat. Selain itu, pameran tetap
juga merupakan media yang menyampaikan misi (tujuan) museum melalui
koleksi-koleksi yang dimilikinya (Edson dan Dean, 1994:150). Tujuannya adalah
untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman yang positif, serta
menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat (Edson dan Dean, 1994:150).
Penataan pameran tetap pada Museum Taman Prasasti akan dibahas pada subbab
berikutnya.
Berbeda dengan pameran tetap, pameran temporal adalah pameran yang
diadakan pada waktu tertentu (jangka pendek). Biasanya tema yang diangkat
bersifat lebih khusus. Pameran temporal tidak selalu harus diadakan di museum,
melainkan dapat diselenggarakan di tempat lain.
Acara audio visual dapat berupa pemutaran film atau video. Penayangan
tersebut tentunya berkaitan dengan koleksi-koleksi Museum Taman Prasasti.
Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada pengunjung mengenai
informasi yang ingin disampaikan. Biasanya pengunjung lebih tertarik untuk
menonton suatu tayangan yang bergerak dan bercerita dibandingkan harus
membaca panel dan label koleksi.
Program edukatif-rekreatif telah beberapa kali dilaksanakan oleh Museum
Taman Prasasti, antara lain adalah “Prosesi Pemakaman Batavia 1820: Sebuah
Rekonstruksi Sejarah”, “Pertunjukan Sound and Light di Museum Taman
Prasasti”, dan “Wisata Jelajah Malam”. Sebagai open air museum, Museum
Taman Prasasti harus terus mengembangkan program edukatif-rekreatif lainnya
yang bertujuan untuk merekonstruksi cara-cara hidup masyarakat Batavia masa
lampau, khususnya yang berkaitan dengan pemakaman dan kematian. Dalam hal
ini, perencana program harus memiliki kreativitas yang tinggi. Program edukatif-
rekreatif merupakan program interaktif yang berorientasi kepada pengunjung.
Melalui program yang menarik dan menghibur, diharapkan pengunjung dapat
dengan mudah memahami informasi yang disampaikan museum.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
85
Seminar dan diskusi merupakan penyajian informasi yang bersifat ilmiah.
Salah satu seminar yang diselenggarakan Museum Taman Prasasti adalah
“Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti”. Tujuan seminar tersebut
adalah untuk merumuskan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai arahan
pengembangan Museum Taman Prasasti di masa mendatang. Dalam pengadaan
seminar dan diskusi, topik yang diangkat tidak harus selalu mengenai pengelolaan
Museum Taman Prasasti. Topik seminar dan diskusi dapat berkaitan dengan
koleksi-koleksi Museum Taman Prasasti, baik secara kebendaan ataupun nilai-
nilai budaya yang melekat di dalamnya.
Publikasi dan penerbitan merupakan suatu bentuk penyajian museum yang
tidak kalah pentingnya. Misalnya saja, saat ini Museum Taman Prasasti telah
memproduksi VCD mengenai profil Museum Taman Prasasti. Tujuan publikasi
tersebut adalah memberikan informasi mengenai Museum Taman Prasasti kepada
masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan minat mereka untuk berkunjung ke
museum tersebut. Publikasi dan penerbitan dapat dilakukan dalam bentuk lain,
misalnya pencetakan katalog koleksi, brosur, pamflet, dan poster. Selain itu,
museum dapat juga menerbitkan artikel yang berkaitan dengan koleksi museum di
dalam jurnal-jurnal ilmiah atau buku yang menuliskan kisah tokoh-tokoh yang
dimakamkan di museum tersebut.
4.2.1. Pameran Tetap pada Museum Taman Prasasti
Keberhasilan suatu museum sangat ditentukan oleh kemampuan museum
tersebut menyajikan pameran tetapnya. Pada umumnya, pameran tetap
diselenggarakan untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, pameran tetap
harus diisi oleh berbagai macam koleksi menarik yang dapat terus menciptakan
pengalaman-pengalaman baru bagi pengunjung (McLean, 1993:31).
Sebelum merencanakan pengadaan pameran tetap, Museum Taman
Prasasti harus terlebih dahulu mengenali karakteristik pengunjungnya. Hal
tersebut ditujukan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi setiap pengunjung
yang datang. Museum Taman Prasati dapat menggunakan nilai-nilai filosofis
Mickey’s Ten Commandments di dalam melakukan pendekatan terhadap
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
86
pengunjung (telah dipaparkan dalam Bab 3, halaman 58-60). Melalui pendekatan
tersebut, pengunjung dapat memperoleh kepuasan dalam menikmati sajian yang
diberikan museum.
Pembuatan pameran tetap harus melalui tahapan kerja yang bertingkat-
tingkat (telah dipaparkan dalam Bab 3 halaman, 64-68). Tahapan kerja itu harus
dilakukan oleh Museum Taman Prasasti apabila ingin menghasilkan pameran
yang ideal. Pada tahapan kerja tersebut, terdapat beberapa butir yang akan dibahas
secara mendalam, yaitu penentuan gagasan pameran, pernyataan tujuan, dan alur
cerita. Pembahasan dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat konseptual,
sedangkan hal yang bersifat teknis tidak dibahas.
Dalam menentukan gagasan pameran, Museum Taman Prasasti mengacu
pada visi, misi, dan pernyataan misi museum. Adapun gagasan yang timbul adalah
”situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober sebagai data arkeologi yang
mengungkapkan berbagai informasi di masa lampau”. Gagasan tersebut
diharapkan dapat mengembangkan suatu pameran yang menarik dan dinamis.
Museum Taman Prasasti pada awalnya merupakan situs pemakaman kolonial
yang disebut Kebon Jahe Kober. Keberadaannya memberikan banyak
pengetahuan dan informasi mengenai kehidupan masyarakat Batavia pada abad
ke-18 hingga 20. Informasi tersebut antara lain mengenai sejarah perkembangan
Kota Jakarta secara umum, bentuk pemakaman kolonial secara khusus, dan
informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya
seni nisan dan patung kolonial, serta lambang heraldik. Tema tersebut memenuhi
berbagai kriteria yang harus ada, antara lain mendukung konsep dan tujuan
museum, relevan, tepat, dapat diteliti, multi-visual, menghibur, didukung oleh
pihak museum, mendukung koleksi-koleksi yang ada, mandiri, dan berhubungan
dengan program museum.
Pernyataan tujuan merupakan penjelasan secara mendetail mengenai
fungsi, administrasi, tujuan edukasi, sasaran pengunjung, dan ruang lingkup
pameran (McLean, 1993:54). Dalam pembahasan ini, penjelasan akan dilakukan
secara umum. Materi administrasi tidak dibahas karena bersifat terlalu teknis.
Fungsi pameran adalah menyajikan koleksi-koleksi museum yang
berkenaan dengan pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober secara umum. Adapun
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
87
tujuan edukasi pengadaan pameran tersebut adalah menyampaikan pengetahuan
dan informasi mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum, bentuk
pemakaman kolonial secara khusus, dan informasi lainnya, seperti perkembangan
prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta
lambang heraldik. Pameran ditujukan untuk masyarakat Jakarta pada khususnya,
serta masyarakat Indonesia dan manca negara pada umumnya. Ruang lingkup
pameran adalah hal-hal yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon
Jahe Kober. Nisan-nisan kolonial merupakan koleksi utama yang dipamerkan,
sedangkan koleksi yang berasal dari periode lain merupakan koleksi penunjang
yang mendukung koleksi utama tersebut.
Museum Taman Prasasti harus menyusun alur cerita yang akan
disampaikan kepada pengunjung. Alur cerita tersebut dapat membagi suatu tema
besar ke dalam beberapa subtema. Tiap-tiap subtema ditampilkan dalam ruang
pameran yang berbeda. Pada umumnya, penyajian alur cerita diawali dengan
informasi pendahuluan atau pengantar sebelum memasuki pameran. Kemudian,
bagian berikutnya adalah penyajian informasi yang bersifat khusus.
Pada Museum Taman Prasasti, yang menjadi informasi pendahuluan
adalah sejarah berdirinya Kebon Jahe Kober. Secara singkat, informasi tersebut
menjelaskan situasi Batavia yang tidak sehat dan menyebabkan angka kematian
yang sangat tinggi. Banyak orang yang meninggal dan jumlah pemakaman sudah
tidak cukup. Oleh karena itu, didirikanlah Kebon Jahe Kober sebagai pemakaman
yang berada jauh di luar Kasteel Batavia.
Informasi pendahuluan tersebut disajikan di dalam suatu ruangan yang
disebut introduction room. Introduction room adalah ruangan yang memberikan
pengantar kepada pengunjung sebelum memasuki pameran. Tujuannya adalah
memberikan persiapan dan menyatukan pemikiran (mind set) pengunjung
terhadap informasi yang akan mereka peroleh di dalam pameran. Introduction
room terletak di bagian awal pameran, sebelum pengunjung memasuki area utama
pameran.
Saat ini, Museum Taman Prasasti tidak memiliki introduction room. Salah
satu faktor penyebab tidak adanya ruangan tersebut adalah lahan museum yang
sangat terbatas. Bangunan yang ada sudah difungsikan untuk kantor dan ruang
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
88
serba guna. Melihat kondisi museum, tempat yang paling memungkinkan untuk
dibangun introduction room adalah lahan di sebelah barat ruang serba guna
(kavling J, lihat halaman 100). Penempatan introduction room pada lahan tersebut
dirasakan tepat karena lokasinya yang berada di dekat pintu masuk sehingga
sesuai dengan alur pengunjung. Selain itu, pada kavling J tidak terdapat makam
insitu. Koleksi-koleksi yang terdapat pada kavling J dapat dipindahkan dan
ditempatkan di lokasi yang sesuai.
Kemudian, alur cerita di bagi ke dalam beberapa subtema, sesuai dengan
koleksi yang dimiliki museum. Museum Taman Prasasti mempunyai banyak
informasi yang ingin disampaikan kepada pengunjung. Informasi tersebut secara
garis besar di bagi ke dalam dua bentuk.
Bentuk yang pertama adalah informasi mengenai keadaan pemakaman
kolonial di masa lampau. Informasi itu dapat disampaikan melalui penyajian
lansekap dan penataan nisan yang disesuaikan dengan bentuk pemakaman
kolonial di masa lampau. Suasana tersebut dapat memberikan gambaran umum
mengenai bentuk pemakaman kolonial yang sesungguhnya kepada pengunjung.
Dalam hal ini, nisan insitu menjadi aspek yang sangat penting untuk diperhatikan
karena keletakannya belum mengalami perubahan. Pengaturan nisan lainnya harus
disesuaikan dengan keletakan nisan insitu.
Bentuk informasi kedua adalah pengetahuan-pengetahuan yang bersifat
khusus mengenai pemakaman kolonial. Misalnya saja, pengetahuan mengenai
komposisi penduduk Batavia dari masa ke masa. Komposisi tersebut dapat
diketahui melalui identitas yang tertera pada nisan-nisan. Nisan-nisan itu dapat
diklasifikasi sesuai dengan tema-tema tertentu, misalnya asal nisan, periode, status
sosial, agama, bangsa, dan usia kematian. Klasifikasi tersebut ditentukan sesuai
dengan informasi yang ingin disampaikan museum kepada pengunjung. Selain itu,
pengetahuan khusus lainnya adalah mengenai tokoh-tokoh bersejarah yang
dimakamkan di Kebon Jahe Kober, perkembangan aksara kolonial, perkembangan
gaya seni dan patung kolonial, serta lambang heraldik. Penataan pameran pada
bentuk informasi kedua ini harus disesuaikan dengan penataan pameran pada
bentuk informasi pertama.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
89
4.2.2. Penataan Pameran Tetap pada Museum Taman Prasasti
Setelah merumuskan konsep-konsep yang melandasi pameran tetap pada
Museum Taman Prasasti, langkah berikutnya adalah menerapkan konsep tersebut
ke dalam kondisi lapangan Museum Taman Prasasti saat ini. Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi bentuk suatu pameran, seperti kondisi dan denah
bangunan museum, serta jenis koleksi yang beragam.
Metode penyajian yang digunakan dalam pameran tetap Museum Taman
Prasasti adalah metode gabungan dari berbagai pendekatan. Museum tidak hanya
terpaku pada satu metode saja, melainkan mengambil nilai-nilai positif yang
terdapat pada tiap-tiap pendekatan, yaitu estetis, romantika, intelektual, dan
kontesktual. Pameran Museum Taman Prasasti mengedepankan aspek estetis yang
mengutamakan penataan lansekap beserta koleksi-koleksi yang terdapat di
dalamnya. Museum juga memperhatikan aspek romantika yang bertujuan untuk
memunculkan suasana tertentu yang berhubungan dengan benda-benda yang
dipamerkan. Adapun suasana yang dimaksud adalah suasana damai dan tentram,
bukan suasana angker dan seram. Selain itu, pameran juga memuat aspek
intelektual yang bertujuan untuk menyampaikan berbagai informasi yang
berkaitan dengan koleksi museum. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan
kontekstual yang merupakan prinsip Museum Taman Prasasti sebagai open air
museum. Pendekatan tersebut menyajikan koleksi yang ditunjang aspek
kontekstualnya, dalam hal ini adalah situs dan hubungan antar koleksi.
Pembuatan tahapan ruang pada Museum taman Prasasti dilakukan
mengikuti rencana pengembangan Museum Taman Prasasti menurut Nirwono
Joga dkk. Pembuatan tahapan ruang tersebut dibuat berdasarkan ilmu arsitektur
lansekap, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nirwono Joga
dkk. membagi tahapan ruang menjadi area kedatangan, penerima, penghantar,
utama, pendukung, dan pelayanan (telah dipaparkan dalam Bab 2, halaman 41-
42). Namun, pada area pendukung terdapat perbedaan pemahaman. Area
pendukung tidak hanya ditentukan oleh makam insitu, melainkan juga ditentukan
oleh makam tokoh bersejarah dan makam masif bergaya seni tinggi. Ketiga jenis
makam tersebut tidak mengalami perubahan. Selain itu, penataan ulang nisan
eksitu tidak dapat dilakukan dengan membuat pilar-pilar persegi empat, karena
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
90
bentuk penataan tersebut menyalahi prinsip rekonstruksi bentuk pemakaman di
masa lampau. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak semua nisan yang dimiliki
museum harus dipamerkan. Nisan yang terlalu padat akan membuat suasana
museum menjadi tidak fokus dan tidak nyaman.
Sebelum merancang suatu pameran, hal yang harus dilakukan terlebih
dahulu adalah merumuskan tema yang akan diangkat dalam pameran tersebut.
Dalam tahap penentuan gagasan, telah dihasilkan tema pameran, yaitu ”situs
pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober sebagai data arkeologi yang
mengungkapkan berbagai informasi di masa lampau”.
Setelah menentukan tema, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi
setiap jenis koleksi yang dimiliki Museum Taman Prasasti. Berdasarkan data yang
tersaji di dalam buku inventarisasi museum, maka dapat diketahui jenis-jenis
koleksi yang dapat diklasifikasi ke dalam beberapa kelompok, yaitu nisan
kolonial, Cina, Islam Cina, Jepang, maket makam 27 propinsi, tugu, monumen,
kereta jenazah, vas bunga, pot bunga, pot besi, pot marmer, pilar, piala/trophi,
salib, patung bidadari, patung salib, patung wanita menangis, dan patung lainnya.
Koleksi utama Museum Taman Prasasti adalah nisan-nisan kolonial yang
jumlahnya mencapai 95% dari keseluruhan koleksi museum. Nisan-nisan tersebut
perlu diidentifikasi berdasarkannya kondisinya yang berupa nisan insitu dan
eksitu. Identifikasi terhadap nisan insitu bertujuan untuk menyelamatkan dan
melindungi nisan tersebut dari pengangkatan atau pemindahan dalam kegiatan
penataan pameran. Nisan insitu harus dijaga kelestariannya sebagai data arkeologi
yang sangat penting. Menurut Nirwono Joga dkk., Museum Taman Prasasti
memiliki 32 makam insitu. Daftar nisan insitu tersebut telah dipaparkan dalam
Bab 2 (halaman 31-33). Adapun identifikasi nisan insitu dan persebarannya dapat
dilihat pada gambar berikut.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
91
Gambar 2. Identifikasi dan persebaran makam insitu (Dinas Pertamanan DKI Jakarta, telah diolah kembali)
13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
16 14 15
18
19
22
23
26 25 24
27
28 29 31 30
32b 32a
U
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
92
Keterangan gambar:
1 : makam Anthony Mikken 2 : makam Adriaan Osstwalt 3 : makam van de familie van Riemsdijk 4 : makam Jan Baptista 5 : makam Philip Skelton 6 : makam James Shrapnell 7 : makam Abriton Zacara 8 : makam John Davidson 9 : makam HK no.28 10 : makam Steed Evan Cornelis van Loon 11 : makam Johannes Loetzrich 12 : makam no.20 13 : makam Edaniel Six 14 : makam J. Louise J.A.E. Schulein 15 : makam Elizabeth Fransisca Krug 16 : makam Jantje Schrader 18 : makam Willem Johan Otto Wasch 19 : makam A. Schultheiss dan H. Lastdrager 22 : makam E.A. Roseboom 23 : makam Olivia Mariamne Raffles 24 : makam Kapitan Jas 25 : makam familie A.J.W. van Delden 26 : makam H.F. Roll 27 : makam Bianca Estella Kroet 28 : makam Carolli Claessens 29 : makam Carolus Jan Matthijs 30 : makam Johan Willem van Mansvelt 31 : makam J.H.R. Kohler 32a : makam Gerardus Henricus 32b: makam H.P.I. Simon
Identifikasi berhasil dilakukan terhadap 29 makam insitu. Makam
Charlotte Geertruida (No. 17) tidak ditemukan keberadaannya, sedangkan dua
makam lagi belum diketahui identitasnya. Hal penting yang perlu dicatat adalah
tidak semua makam insitu tersebut benar-benar intact. Lilie Suratminto dalam
disertasinya mengemukakan bahwa batu nisan yang dipindahkan bersama
kerangkanya dimasukkan ke dalam kelompok makam insitu, karena kerangka
masih ditutupi oleh batu nisan yang sama (Suratminto, 2006:125). Pada gambar 3,
terdapat makam-makam berwarna hijau yang merupakan makam insitu yang
dimaksud. Makam hijau tersebut merupakan makam pindahan dari Hollandsche
Kerk yang ditandai dengan huruf HK. Mengenai adanya dua definisi makam
insitu, pihak museum harus memberikan penjelasan kepada pengunjung agar tidak
terjadi kesalahan informasi.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
93
Selain nisan insitu, nisan-nisan lainnya yang berupa nisan eksitu akan
ditata kembali guna menghasilkan pameran yang informatif dan menarik.
Penataan tersebut harus disesuaikan dengan bentuk Kebon Jahe Kober di masa
lampau. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip open air museum yang bertujuan
merekonstruksi lingkungan dan cara hidup manusia di masa lalu. Walaupun
kawasannya sudah mengalami penyempitan dari 5,9 hektar menjadi 1,3 hektar,
museum masih bisa berupaya menciptakan suasana pemakaman selayaknya
pemakaman pada masa kolonial. Melalui upaya rekonstruksi yang dilakukan
museum, maka pengunjung dapat melihat gambaran langsung dan menghayati
suasana pemakaman kolonial di masa lalu.
Gambar 3. Lukisan karya J.C. Rappard, 1888
(Heuken, 2007:295)
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
94
Gambar 4. Pemakaman Tanah Abang pada pertengahan abad ke-19,
karya C.F. Deeleman, 1859 (Heukuen, 2007:290)
Foto 15. Tampak depan Museum Taman Prasasti tahun 1930-an
(Heuken, 2007: 288)
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
95
Foto 16. Situasi Kebon Jahe Kober tahun 1940 (Museum Taman Prasasti)
Nisan-nisan eksitu yang dipamerkan tidak boleh terlalu padat. Museum
tidak harus mengeluarkan seluruh koleksi yang dimilikinya untuk disajikan di
dalam ruang pameran. Nisan eksitu yang layak dipamerkan adalah nisan yang
memiliki nilai informasi tertentu, sedangkan nisan yang sudah umum disimpan di
dalam gudang. Pemilihan nisan tersebut bertujuan untuk memfokuskan bentuk-
bentuk informasi yang ingin disampaikan kepada pengunjung. Selain itu,
penentuan nisan-nisan yang akan dipamerkan juga berkaitan dengan pengaturan
ruang pameran. Ruang pameran tidak boleh terlalu padat agar menghindari
pengunjung yang berdesak-desakan dan suasana yang tidak nyaman.
Dalam penataannya, nisan-nisan eksitu dikelompokkan sesuai dengan
tema-tema tertentu, berkaitan dengan informasi yang ingin disampaikan. Nisan-
nisan tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan periode, status sosial, agama,
dan suku bangsa.
Berdasarkan periode, nisan kolonial dapat dibagi ke dalam dua periode,
yaitu periode VOC dan Hindia Belanda. Periode VOC berlangsung dari tahun
1619 – 1799 dan periode Hindia Belanda berlangsung dari tahun 1800 – 1945.
Nisan pada periode VOC memiliki ciri khas tersendiri, yaitu bentuknya persegi
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
96
panjang, terbuat dari batu gunung biru atau batu pantai biru yang keras14. Pada
umumnya, panjang batu nisan 2,2 meter dan lebar 1 meter. Pada keempat sudut
batu nisan terdapat empat gelang besi (tidak selalu ada). Batu nisan dipahat dalam
bentuk lambang heraldik dan bentuk inskripsi.
Sistem makam VOC adalah sistem kelder atau ruang bawah tanah. Satu
makam bisa berisi lebih dari satu orang jenazah yang tahun meninggalnya
berlainan. Jumlah gelang pada batu nisan bervariasi antara 2, 4, atau 6 gelang,
tergantung ukuran batu nisan. Dengan sistem pemakaman berbentuk ruang bawah
tanah, maka keberadaan gelang dimaksudkan untuk memudahkan pengangkatan
kembali batu nisan apabila di kemudian hari terdapat anggota keluarga yang
meninggal dan akan dimakamkan pada liang kubur yang sama.
Nisan pada periode Hindia Belanda tidak memiliki ciri khas tertentu.
Ketika itu, bentuk nisan VOC sudah ditinggalkan. Pada periode Hindia Belanda,
berkembang berbagai macam nisan dengan gaya seni yang berbeda-beda. Bentuk
nisan yang beragam menunjukkan selera estetis yang berkembang pada masa itu.
Adanya keragaman tersebut dapat memberikan informasi mengenai
perkembangan gaya seni di dalam pembuatan batu nisan.
Foto 17. Contoh nisan VOC Foto 18 dan 19. Contoh nisan Hindia Belanda (Atina Winaya, 2008) (Atina Winaya, 2008)
14 Batu nisan tersebut terbuat dari batu gunung yang sangat keras yang disebut blauwe arduin “batu gunung biru” atau blauwe kuststeen “batu pantai biru” (Suratminto, 2006:5).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
97
Selain nisan kolonial, terdapat pula nisan yang berasal dari periode lain,
yaitu periode pasca kemerdekaan Indonesia.
Kelompok selanjutnya adalah nisan-nisan yang diklasifikasi berdasarkan
status sosial. Pada umumnya, nisan yang dapat menunjukkan status sosial
seseorang adalah nisan-nisan yang memiliki lambang heraldik. Lambang heraldik
merupakan lambang identitas suatu keluarga. Lambang heraldik sangat kaya akan
berbagai informasi, yaitu identitas orang yang bersangkutan dan lingkungan
budaya tempat mereka tinggal. Di samping itu, lambang heraldik dapat juga
dipergunakan sebagai alat untuk menelusuri sejarah keluarga dan asal-usul nenek
moyang atau genealogi. Setiap individu, keluarga, kelompok masyarakat, telah
bebas mengadopsi lambang-lambang sesuai dengan pilihan mereka.
Nisan-nisan yang diketahui status sosialnya, sebaiknya diklasifikasi dalam
satu kelompok tersendiri. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran umum
mengenai komposisi penduduk Batavia pada masa kolonial. Berdasarkan
penelitian disertasi yang dilakukan Lilie Suratminto, dapat diketahui beberapa
orang yang dikenali status sosialnya. Adapun orang-orang tersebut nisannya
digunakan sebagai sampel penelitian. Jumlah tersebut dianggap cukup
representatif dalam memberikan gambaran mengenai komposisi penduduk
Batavia yang terdiri dari berbagai macam status sosial. Adapun nisan-nisan yang
dikenali status sosialnya adalah sebagai berikut:
Kelompok Jabatan 1 Kelompok 1 Gubernur dan Direktur Jenderal Hindia Belanda
Rogier de Lavere
Michiel Westpalm
Adriaan Oostwalt
2 Kelompok 2 Keluarga Anggota Dewan Hindia Belanda
Catharina van Doorn
Joan Cornelis d’Ableing
3 Kelompok 3 Anggota Dewan Kota Batavia
Pieter Janse van Hoorn
Jacques de Bollan
Jacobus Frederik Ribalt
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
98
4 Kelompok 4 Anggota Dewan Gereja/Pendeta
Cornelis Lindius
Eewout Verhagen
Johanis Caaf
5 Kelompok 5 Keluarga Saudagar/Syahbandar/Kepala Wilayah
Juffrouw Sara Pedel
Alexander van’s Gravenbroeck
Jacob van Almonde
6 Kelompok 6 Angkatan Perang/Keamanan/Perlengkapan
Cornelis Breekpot
Christoffel Moll
Jan Baptista de Looff
7 Kelompok 7 Mardjikers (Keamanan, Kepala Warga, Saudagar)
Jonatan Michiels
Adam Andries
8 Kelompok 8 Tidak ada jabatan (status)
Nisan anonim (tanpa nama)
Tabel 3. Nisan-nisan yang menunjukkan status sosial
(Suratminto, 2006:157-158) Klasifikasi berikutnya adalah berdasarkan agama yang berkembang pada
masa kolonial. Masyarakat Belanda pada saat itu memeluk agama Kristen yang
merupakan agama negara. Terdapat pula masyarakat yang menganut agama
Katolik, namun jumlahnya sedikit karena penyebaran agama tersebut dilarang
oleh negara. Klasifikasi nisan berdasarkan agama tentunya akan memperlihatkan
perbedaan gaya pengungkapan dan pemaknaan masing-masing agama tersebut
akan kematian.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
99
Foto 20. Contoh nisan Katolik Foto 21. Contoh nisan Kristen
(Atina Winaya, 2008) (Atina Winaya, 2008)
Klasifikasi yang tidak kalah penting adalah klasifikasi nisan eksitu
berdasarkan suku bangsa. Pada kelompok ini akan dikumpulkan nisan-nisan yang
berasal dari wilayah (bangsa) yang berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk melihat
ada tidaknya perbedaan pada nisan-nisan tersebut. Selain itu, dapat diketahui pula
komposisi penduduk Batavia masa itu yang terdiri dari berbagai etnis dan suku
bangsa, seperti Belanda, Inggris, Armenia, Cina, dan Jepang.
Foto 22. Contoh nisan Cina Foto 23. Contoh nisan Inggris (Atina Winaya, 2008) (Atina Winaya, 2008)
Nisan-nisan eksitu yang telah dikelompokkan berdasarkan tema-tema yang
telah ditentukan kemudian ditempatkan sesuai dengan kavling museum yang
sudah ada. Apabila pada satu kavling terdapat makam insitu, maka makam insitu
itulah menjadi koleksi utama pada ruang tersebut. Makam insitu tersebut harus
dapat ”bercerita” banyak mengenai dirinya, baik itu berupa sejarah orang yang
bersangkutan ataupun gaya seni yang terdapat pada nisan itu. Penyampaian cerita
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
100
akan didukung dengan display atau panel berbentuk menarik berisi keterangan
mengenai informasi yang akan disampaikan. Makam tersebut merupakan
masterpiece yang ditonjolkan. Pada sekitar makam diberikan ruang yang cukup
luas agar pengunjung dapat menikmati makam itu dengan baik. Kemudian masih
pada kavling yang sama, pada jarak beberapa meter terdapat kelompok nisan
eksitu yang memiliki satu tema tertentu.
Gambar 5. Pembagian kavling museum
(DMS DKI Jakarta, 1994:26, telah diolah kembali)15 Keterangan gambar:
A : Caroli Claessens B : J.H.R. Kohler C : Willem Johan Otto Wasch D : J.L.A. Brandes E : Miss Riboet F : W.F. Stutterheim G : Pieter Erberveld H : Kapitan Jas I : H.F. Roll J : Kereta Jenazah K : Ruang Serba Guna (aula)
Selain makam insitu, makam yang menjadi masterpiece adalah makam
yang masif (biasanya memiliki gaya seni yang menarik dan unik) dan makam
tokoh yang dikenal. Makam-makam tersebut tidak dikelompokkan dengan makam
lainnya, melainkan diberikan perlakuan yang sama dengan makam insitu. Namun,
15 DMS DKI Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
101
pada display atau panel perlu dicantumkan keterangan bahwa makam tersebut
bukanlah merupakan makam insitu.
Panel atau display tidak boleh dibuat terlalu mencolok karena dapat
merusak keindahan lansekap alam. Panel tersebut dibuat sederhana dari bahan-
bahan alami yang tidak mudah rusak, namun memiliki bentuk dan desain yang
menarik. Informasi disajikan secukupnya (namun informatif) dalam bahasa yang
mudah dipahami. Jika memungkinkan, pada panel/display tersebut dimuat
gambar-gambar yang menjadi data penunjang. Sebaiknya pembuatan
panel/display dibedakan bentuk dan desainnya antara makam insitu, makam tokoh
bersejarah, makam masif bergaya seni tinggi, dan kelompok nisan eksitu tematis.
Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengunjung dalam memperoleh dan
memahami informasi yang mereka inginkan.
Alur pengunjung dibuat secara teratur dan sistematis melewati tiap-tiap
kavling tersebut. Dengan demikian, pengunjung dapat menikmati koleksi-koleksi
yang dipamerkan secara berurutan dan tidak ada yang terlewatkan. Pada
perbatasan antara kavling satu dengan kavling lainnya dibuat batasan ruang yang
jelas sebagai penanda adanya pergantian ruang. Batas tersebut dapat berbentuk
pagar taman yang indah ataupun vegetasi yang masif. Pembuatan batas-batas
kavling harus diperhatikan keserasian dan keindahannya.
Kenyamanan pengunjung harus terus dijaga selama mereka berada di
Museum Taman Prasasti. Penataan lansekap yang indah dapat membangkitkan
perasaan senang dan memberikan kepuasan bagi pengunjung dalam menikmati
suasana museum di alam terbuka. Namun demikian, pemilihan vegetasi harus
diperhatikan. Hindari penanaman tumbuh-tumbuhan yang memiliki karakteristik
rapuh yang dapat membahayakan keselamatan koleksi.
Penataan lansekap museum harus sedapat mungkin disesuaikan dengan
kondisi Kebon Jahe Kober di masa lampau. Melalui foto, gambar, dan dokumen
lainnya, dapat diketahui bentuk penataan lansekap dan jenis-jenis vegetasi yang
ditanam.
Koleksi-koleksi yang tidak dipamerkan disimpan di gudang (storage).
Pengadaan gudang merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan.
Gudang tersebut merupakan ruangan yang khusus menyimpan koleksi. Cara
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
102
menyimpan koleksi harus disesuaikan dengan karakteristik koleksi, agar tidak
merusak keutuhan koleksi. Setelah koleksi diatur penempatannya, hal selanjutnya
yang harus dilakukan adalah membuat katalog koleksi yang disimpan di gudang.
Koleksi diberi nomor urut sesuai dengan tempat penyimpanannya. Hal tersebut
bertujuan untuk memudahkan penelusuran koleksi apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan untuk keperluan penelitian atau pameran temporal.
Saat ini, Museum Taman Prasasti tidak memiliki gudang yang memadai.
Gudang tersebut terletak di sebelah timur museum, dekat toilet. Ukurannya sangat
kecil dan bangunannya tidak permanen (didirikan dari papan kayu). Penyimpanan
koleksi terlalu padat, tidak teratur, dan membahayakan keselamatan koleksi.
Sudah seharusnya bangunan tersebut diganti dengan bangunan masif yang
berukuran lebih besar. Gudang harus mempunyai ruangan yang cukup luas
sehingga koleksi dapat diatur secara rapi dan aman. Nisan-nisan dijajarkan secara
teratur dengan memberi lapisan pengaman yang membatasi satu nisan dengan
nisan lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga keselamatan nisan.
Kemudian, nisan-nisan itu diberi nomor urut dan didaftarkan ke dalam katalog
yang mencatat koleksi-koleksi yang disimpan digudang.
Pengadaan pameran tetap Museum Taman Prasasti harus berpedoman
pada prinsip-prinsip open air museum dan teori tata pamer museum. Berbagai
teori tersebut dapat digunakan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengevaluasian pameran. Adapun tujuannya adalah untuk menghasilkan suatu
pameran yang ideal dan bermanfaat bagi pengunjung. Titik penentu keberhasilan
suatu museum adalah apabila museum tersebut telah mampu mengkomunikasikan
berbagai informasi yang dimilikinya kepada pengunjung, baik berupa
pengetahuan mengenai benda-benda yang menjadi koleksinya ataupun gagasan
(nilai) yang melekat di dalamnya.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008