BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati. Dari segi biologis,
perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang
bersangkutan). Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah
apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung.
2.1.2. Bentuk Perilaku
Teori Bloom (1908) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010) membedakan
perilaku dalam 3 domain perilaku yaitu : kognitif (cognitive), afektif (affective) dan
psikomotor (psychomotor). Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini kemudian
dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Universitas Sumatera Utara
a. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2007), tercakup
dalam 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh : dapat
menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak kita
2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar. Contoh : dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan bergizi
3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Contoh : dapat menggunakan rumus-rumus statistik dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian
4. Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contoh :
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan dan sebagainya
5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
Universitas Sumatera Utara
baru. Contoh : dapat menyusun, dapat merencanakan dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada
6. Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Contoh : dapat membandingkan antara anak yang cukup
gizi dengan yang kekurangan gizi
b. Cara memperoleh pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2002) ada 2 cara
memperoleh pengetahuan, yaitu :
1. Cara tradisional atau non ilmiah
a. Cara coba-salah (trial and error), memperoleh pengetahuan dari cara
coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”
b. Cara kekuasaan atau otoritas. Kebiasaan ini bisa diwariskan turun
temurun dari generasi ke generasi berikutnya
c. Berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang
terbaik, mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuam
2. Cara modern.
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research
methodology)
Universitas Sumatera Utara
2. Sikap (attitude)
Masih menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dapat
disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Alport (1954)
yang dikutip Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave)
Newcomb (1998), salah seorang psikolog sosial menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap merupakan (reaksi
terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau
reaksi tertutup. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan
yaitu :
a. menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi
Universitas Sumatera Utara
c. menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang memberikan
nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya
dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain
merespon
d. bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi tindakannya adalah
bertanggungjawab terhadap apa yang diyakininya
3. Tindakan (practice)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana. Setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan
penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia
akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai
baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan (Notoatmodjo, 2005)
Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni :
a. Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan
panduan, contoh : seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih
menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya
Universitas Sumatera Utara
b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis. Misal : seorang anak
secara otomatis menggosok gigi setelah makan, tanpa disuruh ibunya
c. Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi
sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Misalnya menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-
teknik yang benar.
2.1.3. Proses Adopsi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness : orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek)
terlebih dahulu
2. Interest : orang mulai tertarik kepada stimulus
3. Evaluation : orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya
4. Trial : orang mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption : orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Perilaku Kesehatan
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner (1997), maka perilaku
kesehatan (health behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi
sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan
kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat
diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari
penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu perilaku
kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yakni (Notoatmodjo,
2010) :
1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku
ini disebut perilaku sehat (healthy behaviour). Contoh : makan dengan gizi
seimbang.
2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh sebab itu
perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking
behaviour). Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan seperti RS, puskesmas, poliklinik, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010), faktor penentu atau determinan perilaku
manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor,
baik internal maupun eksternal (lingkungan). Dari berbagai determinan perilaku
manusia, banyak ahli telah merumuskan teori-teori atau model-model terbentuknya
perilaku. Masing-masing teori, konsep atau model tersebut dapat diuraikan seperti
berikut.
Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, disimpulkan bahwa garis
besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan
sosial. Salah satu teori yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah ”Teori
Precede-Procede” (1991), yaitu teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green,
yang dirintis sejak tahun 1980. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-
behaviour causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang
dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing
Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede adalah merupakan fase
diagnosis masalah. Sedangkan PROCEDE : Policy, Regulatory, Organizational
Construct in Educational and Environmental Development, adalah merupakan arahan
dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan.
Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Promosi Kesehatan (Maine, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Konsep Dasar Susu Formula
2.2.1. Pengertian Susu Formula
Menurut WHO, susu formula adalah susu yang sesuai dan bisa diterima
sistem tubuh bayi. Susu formula yang baik tidak menimbulkan gangguan saluran
cerna seperti diare, muntah atau kesulitan buang air besar.
Susu formula bayi juga merupakan cairan atau bubuk dengan formula tertentu
yang diberikan pada bayi. Susu formula berfungsi sebagai pengganti ASI. Susu
formula memiliki peranan yang penting dalam makanan bayi karena seringkali
digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Oleh karena itu komposisi
susu formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati. Oleh FDA (Food and
Drugs Association) atau BPOM Amerika mensyaratkan produk ini harus memenuhi
standar ketat tertentu.
Menurut Pudjiadi (2002) susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi
atau susu buatan yang diubah komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai pengganti
ASI. Sedangkan menurut FKUI (2005), susu formula disebut juga dengan susu
buatan, oleh karena minuman buatan ini fungsinya sebagai pengganti susu ibu.
2.2.2. Klasifikasi Susu Formula
Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran berasal dari susu
sapi yang diolah dengan membawa segera susu sapi ke kamar susu untuk dilakukan
penyaringan agar kuman atau kotoran yang terdapat di dalamnya tidak berkesempatan
untuk berkembang, setelah susu sapi dari beberapa sapi disatukan sampai menjadi air
susu yang homogen maka susu sapi di dinginkan dengan suhu 10-15 derajat celcius
Universitas Sumatera Utara
selama 2-3 jam yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga
susu bisa bertahan lama dan setelah proses pendinginan maka susu dimasukkan
kedalam botol-botol untuk dikirim kepada konsumen.
Klasifikasi susu formula dapat dibedakan :
1. Menurut Usia (Supartini, 2004)
a. Starting formula, formula ini diberikan pada 6 bulan pertama usia bayi sampai
dengan usia 1 tahun sebagai pelengkap jenis makanan lain
b. Formula adaptasi, formula ini diberikan dengan komposisi mendekati ASI
sebagai adaptasi
c. Formula lanjutan, formula ini diberikan setelah bayi berusia diatas 6 bulan
sebagai makanan tambahan
d. Medical formula (formula khusus), formula ini khusus diberikan untuk bayi
dengan kondisi khusus, seperti bayi prematur, bayi dengan kelainan metabolik
kongenital, atau bayi dengan intoleransi terhadap formula biasa
2. Menurut Jenis (FKUI, 2005)
a. Menurut rasa : manis, misalnya susu sapi yang diencerkan sendiri, SGM,
S26,Almiron, Meiji Manis, Entamil, Vitalac, dan lain-lain
b. Menurut pH cairan : diasamkan (acidified, acidulated) dan tidak diasamkan
(non acidified, non acidulated) contoh dan sifat serupa dengan pengganti Asi
yang manis.
c. Menurut kadar nutrien, yaitu :
1. Rendah laktosa, misalnya Alminon, Isomil dan sobee
Universitas Sumatera Utara
2. Rendah lemak, misalnya Heldon
3. Dengan lemak yang terdiri atas asam lemak dengan rantai 8-10 (middle
chain triglycerides atau MCT), misalnya Protagen, terutama untuk bayi
dengan BBLR.
d. menurut sumber protein : dibuat dari kacang kedelai misalnya Sobee, Isomil.
Umumnya bahan makanan itu tidak berasal dari susu sapi dan digunakan
untuk bayi yang alergik terhadap susu sapi
e. menurut maksud penggunaan : dimaksudkan untuk makanan bagi bayi dengan
gangguan penyerapan atau kelainan metabolik bawaan (inborn error of
metabolist) misalnya Lifenalac untuk bayi dengan fenilketonuria, Portagen
untuk gangguan pencernaan pada fibrosis sufika, Nutramigen Sobee, Isomil
untuk bayi dengan galaktosemik, dan sebagainya
f. menurut penggolongan berdasarkan komposisi nutrien : yaitu adapted formula
yang mempunyai komposisi nutrien serupa ASI (contohnya Vitalac, S26,
Nutrilon) dan complete formula, yaitu formula lain yang mengandung lengkap
nutrien (contohnya : SGM,Lactogen, entamil, Morinaga).
2.2.3. Komposisi Susu Formula dan Kekurangannya Dibandingkan ASI
Sama halnya dengan ASI, susu formula juga mengandung zat-zat gizi yang
dibutuhkan bayi seperti lemak, protein, karbohidrat,mineral, dan vitamin. Susu
formula juga mengandung kandungan zat tambahan lain seperti DHA. Penambahan
ini dibolehkan karena zat tambahan tersebut merupakan zat-zat mikro (Novianda,
2011).
Universitas Sumatera Utara
Meskipun pembuatan susu formula dibuat semirip mungkin dengan ASI, tetap
saja susu formula tidak sebaik ASI. Menurut Purwanti (2002), ASI mengandung lebih
dari 200 unsur pokok antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor
pertumbuhan, hormon enzim, zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini
terdapat dalam kadar yang proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya.
1. Protein dalam ASI. ASI mengandung protein lebih rendah dari susu formula,
tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (lebih mudah dicerna).
Adapun keistimewaan protein ASI antara lain :
Rasio protein whey : kasein = 60:40 dan susu formula rasio 20:80. Hal ini
menguntungkan bayi karena pengendapan dari protein whey lebih halus daripada
kasein sehingga protein whey lebih mudah dicerna.
a. ASI mengandung alfa lactabumin sedang susu formula mengandung beta
lactaglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi
b. ASI mengandung asam amino esensiil taurin yang tinggi dan penting untuk
pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin (protein otak)
c. Kadar metionin dalam ASI lebih rendah dari susu formula, sedangkan sistin
lebih tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena enzim sistationase yaitu
enzim yang akan mengubah metionin menjadi sistin pada bayi sangat rendah /
tidak ada. Sistin ini merupakan asam amino yang sangat penting untuk
pertumbuhan otak bayi.
Universitas Sumatera Utara
2. Karbohidrat dalam ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa. ASI mengandung lebih banyak laktosa
dibandingkan susu formula lainnya atau sekitar 20-30% lebih banyak dari susu
formula. Hal ini sangat menguntungkan karena :
a. laktosa diperlukan untuk pertumbuhan otak
b. laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk
pertumbuhan tulang
c. laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik yaitu
lactobacillus bifidus
d. laktosa oleh fermentasi diubah menjadi asam laktat , ini memberikan suasana
asam dalam usus bagi bayi sehingga akan memberikan keuntungan yaitu :
menghambat pertumbuhan bakteri yang patologis, memacu pertumbuhan
mikroorganisme yang memproduksi asam organik dan mensintesis vitamin,
memudahkan terjadinya pengendapan ca-caseinat serta memudahkan absorbsi
mineral kalsium, fosfor dan magnesium
e. laktosa juga relatif tidak larut sehingga waktu proses digesti di dalam usus
bayi lebih lama tetapi dampak diabsorbsi dengan baik oleh usus bayi.
3. Lemak dalam ASI
Kadar lemak dalam ASI dan susu formula relatif sama,merupakan sumber kalori
yang utama bagi bayi, sumber vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E dan K) dan
sumber asam lemak yang esensial. Keistimewaan lemak dalam ASI dibandingkan
dengan susu formula antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Bentuk emulsi lebih sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung
enzim lipase yang mengubah trigliserida menjadi digliserida dan kemudian
menjadi monogliserida sebelum pemecahan di usus terjadi
b. Kadar asam lemak tak jenuh dalam ASI 7-8 kali lebih tinggi dibandingkan
dalam susu formula. Kadar asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam kadar
yang tinggi yang terpenting adalah : rasio asam linoleic sama dengan oleic
yang cukup akan memacu absorbsi lemak, kalsium dan adanya garam kalsium
dari asam lemak ini akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah
terjadinya hipokalsemia.
2.2.4. Manfaat ASI Eksklusif Dibandingkan Bahaya Susu Formula
ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk
susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Rusli, 2012). Ibu-ibu yang memilih untuk
memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Banyak hal positif yang
dapat dirasakan oleh bayi dan ibu. Memberikan ASI eksklusif berarti keuntungan
untuk semua, bayi akan lebih sehat, cerdas dan berkpribadian baik, ibu akan lebih
sehat dan menarik. Sementara bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang
penyakit.
Berikut ini deretan penyakit yang mengintai bayi susu formula berdasarkan
hasil penelitian di seluruh dunia (Roesli, 2008) :
Universitas Sumatera Utara
1. Infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret). Bayi menjadi muntah-mencret dan
mencret menahun. Di Amerika , 400 bayi meninggal per tahun akibat muntah
mencret, 300 diantaranya adalah bayi yang tidak disusui. Kematian meningkat
23,5 kali pada bayi susu formula. Kemungkinan mencret 17 kali lebih banyak
pada bayi susu formula
2. Infeksi saluran pernafasan. Di negara maju, bayi yang diberi susu formula
mengalami penyakit saluran pernafasan 3 kali lebih parah dan memerlukan rawat
inap di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif selama 4
bulan
3. Meningkatkan risiko alergi . Berdasarkan penelitian pada anak-anak di Finlandia,
semakin lama diberi ASI, semakin rendah kemungkinan bayi menderita penyakit
alergi, penyakit kulit (eksim), alergi makanan dan alergi saluran nafas.
4. Meningkatkan risiko serangan asma. Sebuah penelitian yang melibatkan 2184
anak yang dilakukan oleh Rumah Sakit Anak di Toronto menemukan bahwa
risiko asma dan kesulitan bernafas 50% lebih tinggi terjadi pada bayi yang diberi
susu formula dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI selama 9 bulan atau
lebih
5. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif. Penelitian Richards et al (2002)
yang dikutip dalam Roesli (2008) yang menguji 1736 anak menunjukkan hasil
bahwa anak ASI secara bermakna menunjukkan hasil pendidikan yang lebih baik.
Hasil ini tidak bergantung pada latar belakang sosial ekonomi
Universitas Sumatera Utara
6. Meningkatkan risiko kegemukan (obesitas). Penelitian Von Kries R (1999) yang
dikutip dalam Roesli (2008) pada 6650 anak Jerman usia sekolah yang berumur
5-14 tahun memberi gambaran bahwa pemberian ASI terbukti menjadi faktor
pelindung terhadap obesitas. Efek perlindungannya menjadi lebih besar ketika
bayi diberi secara eksklusif
7. Meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Penelitian Singhal
A,dkk (2001) yang dikutip dalam Roesli (2008) di Inggris menunjukkan mereka
yang mendapat susu formula bayi sangat awal atau susu formula secara rutin,
tekanan darahnya lebih tinggi daripada mereka yang mendapat ASI selama masa
bayi.
8. Meningkatkan risiko kencing manis (diabetes). Penelitian Kuehne,dkk (2004)
yang dikutip dalam Roesli (2008) di Lithuania menunjukkan bayi yang terlalu
awal mengenalkan susu formula, makanan padat dan susu sapi terbukti
meningkatkan kejadian kencing manis (diabetes) tipe I di masa depannya.
9. Meningkatkan risiko kanker pada anak. Tidak mendapat ASI diketahui dapat
meningkatkan risiko terkena kanker. Penelitian Dundaroz R, dkk (2002) yang
dikutip dalam Roesli (2008) menemukan bahwa kerusakan genetik tingkat
signifikan terjadi pada bayi berusia 9-12 bulan yang tidak diberi ASI. Para
penelitinya berspekulasi bahwa hal ini mungkin berperan pada perkembangan
kanker di masa kanak-kanak atau dimasa depannya.
10. Meningkatkan risiko penyakit menahun. Penelitian Davis MK (2001) yang
dikutip dalam Roesli (2008) menunjukkan adanya peningkatan risiko diabetes
Universitas Sumatera Utara
tipe I, celiac (usus besar), beberapa kanker di masa kanak-kanak dan penyakit
infeksi pada bayi yang diberikan makanan formula
11. Meningkatkan risiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar.
Wabah necroting enterocolitis (NEC) di Belgia pada 2001 oleh Van Acker, dkk
yang dikutip dalam Roesli (2008) terlacak pada susu formula bayi yang tercemar
Enterobacter sakazakii. Sejumlah 12 bayi menderita NEC selama wabah tersebut
dan 2 bayi meninggal.
2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Susu Formula
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa beberapa faktor-faktor yang
memengaruhi penggunaan susu formula adalah :
1. Perubahan sosial budaya :
a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lainnya
b. Meniru teman,tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol
c. Merasa ketinggalan zaman jika tidak menyusui bayinya dengan susu botol
2. Faktor psikologis:
a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
b. Tekanan batin
3. Faktor fisik : ibu sakit, misalnya mastitis, panas dan sebagainya
4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat
penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI
Universitas Sumatera Utara
6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula
2.3. Landasan Teori
Gambar 2.3. Modifikasi Teori L. Green tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Suatu Perilaku
Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai-Nilai
Faktor Pemungkin : 1. Adanya Puskesmas 2. adanya Obat-obatan 3. Adanya Sarana Kesehatan
Faktor Penguat : 1. Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan 2. Undang-Undang Kesehatan 3. Peraturan-Peraturan Tentang Kesehatan
Perilaku
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Dari gambar diatas diketahui bahwasanya faktor predisposisi yaitu faktor-
faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang atau
masyarakat terhadap pemberian susu formula adalah (Umur, Pengetahuan,
Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan keluarga.) dan faktor pemungkin perilaku
(Jumlah tanggungan, Tempat bersalin, Media informasi) dan faktor penguat
(Lingkungan) dari ketiga faktor ini berhubungan dengan pemberian susu formula.
Faktor Predisposisi : 1. Umur 2. Pengetahuan 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Penghasilan Keluarga Faktor Pemungkin: 1. Jumlah Tanggungan 2. Tempat Bersalin 3..Media Informasi Faktor penguat : 1 Lingkungan
Pemberian Susu Formula
Universitas Sumatera Utara