Download - Bab 2 Maternitas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep menyusui
2.1.1. Definisi ASI dan menyusui
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir. ASI merupakan
makanan yang paling sempurna, bersih, mengandung antibodi yang sangat
penting, dan nutrisi yang tepat (Chumbley, 2004). ASI merupakan makanan
yang paling sesuai untuk bayi karena ASI mengandung semua zat-zat yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan serta perkembangan bayi dan juga
mengandung zat-zat yang dapat melindungi bayi terhadap penyakit infeksi
(Hardaningsih, 2009).ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan
komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi.
Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI saja cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayi sampai 6 bulan (Roesli,2005).
Menyusui adalah metode pemberian makan yang tepat pada bayi karena
memberikan manfaat kesehatan untuk ibu dan bayi yang tergantung pada
gabungan kerja hormon, reflek, dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru
lahir secara alami (Pilliteri, 2003; Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005; Poedianto,
2002)
2.1.2. Pengelompokan (Stadium) ASI
Menurut Purwanti (2004), ada 3 stadium ASI :
2.1.2.1. ASI Stadium 1
ASI stadium 1 adalah kolostrum. Kolostrum adalah cairan pertama yang
disekresikan oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai keempat.
Kolostrum merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuningan,
lebih kuning jika dibandingkan air susu matur. Selain itu kolostrum juga
mengandung protein lebih banyak utamanya globulin dan mengandung
lebih banyak antibodi jika dibandingkan oleh air susu matur.
2.1.2.2. ASI Stadium 2
ASI stadium 2 adalah ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI
matur yang diproduksi hari ke-4 hingga hari ke-10 dimana kadar lemak
dan karbohidrat meningkat, sedangkan kadar protein menurun.
2.1.2.3. ASI Stadium 3
ASI stadium 3 merupakan ASI matur yang diproduksi pada hari ke-10
hingga seterusnya. ASI mature merupakan cairan berwarna putih
kekuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat, riboflavin
dan karoten di dalamnya.
2.1.3. Siklus Laktasi
Menurut Biancuzo (2003) siklus laktasi ada empat, meliputi :
2.1.3.1. Mammogenesis
proses ini berlangsung sejak masa sebelum pubertas dan dilanjutkan
pada masa pubertas. Perkembangan payudara dipengaruhi oleh adanya
siklus menstruasi dan kehamilan. Payudara belum secara penuh
dibentuk sampai payudara mampu memproduksi ASI.
2.1.3.2. Laktogenesis I
Laktogenesis I dimulai pada pertengahan kehamilan. Pada fase ini
struktur duktus dan lobus payudara mengalami proliferasi akibat dari
pengaruh hormon. akibatnya kelenjar payudara sudah mampu
mensekresi akan tetapi yang disekresi masih kolostrum.
2.1.3.3. Laktogenesis II
Permulaan sekresi ASI secara berlebih dan mulai terjadi pada hari ke-4
post partum. Setelah melahirkan tingkat progesteron menurun secara
tajam akan tetapi tidak sampai mencaai tingkatan yang sama pada
wanita hamil. Sedangkan tingkat prolaktin tetap tinggi. Pada fase ini, ibu
merasakan volume ASI yang berlebih.
2.1.3.4. Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika
produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Pada tahap ini
apabila ASI banyak dikeluarkan, maka payudara akan memproduksi ASI
dengan banyak pula.
2.1.4. Reflek menyusui pada ibu
Menurut Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2005),reflek maternal utama selama
menyusui adalah :
2.1.4.1. Reflek prolaktin
prolaktin merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai
dan mempertahankan sekresi susu. Stimulus isapan bayi mengirim pesan
ke hipotalamus yang merangsang hipofise anterior untuk melepas
prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi susu oleh sel-sel
alveolar kelenjar payudara. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah
susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan yaitu
frekuensi, intensitas, dan lama bayi menghisap.
2.1.4.2. Reflek ereksi puting susu
Stimulus puting susu oleh mulut bayi menyebabkan puting ereksi. Reflek
ereksi puting susu membantu propulsi susu melalui sinus-sinus laktiferus
ke pori-pori puting susu.
2.1.4.3. Reflek let-down
Akibat stimulus isapan bayi, hipotalamus melepas oksitosin dari hipofise
posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di sekitar alveoli
di dalam kelenjar payudara berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang
menyerupai otot ini menyebabkan susu keluar melalui duktus dan
masuk ke dalam sinus-sinus laktiferus.
Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat
juga ibu tidak dapat merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda lain let-
down adalah tetesan susu dari payudara ibu dan susu menetes dari
payudara lain yang tidak sedang dihisap oleh bayi. Banyak ibu
mengalami reflek let-down hanya karena berpikir tentang bayinya atau
mendengar bayi menangis.
Gambar 2.1. Reflek Prolaktin
Gambar 2.2. Reflek let down
2.1.5. Manfaat menyusui
2.1.5.1. Manfaat ASI bagi bayi :
1. Aspek gizi
ASI memiliki komposisi unik yang sangat cocok untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi baru lahir. ASI secara optimal memenuhi
kebutuhan gizi neonatus. ASI mengandung tidak hanya makronutrien,
vitamin dan mineral tetapi juga faktor pertumbuhan, hormon, dan
faktor protektif (Coad & Dunstall, 2007). Komposisi ASI adalah
sebagai berikut:
a. Protein dalam ASI
ASI mengandung protein lebih rendah dari Air Susu Sapi
(ASS), tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi
dan lebih mudah dicerna (Septalia; 2009).
b. Karbohidrat dalam ASI
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya
paling tinggi dari air susu sapi (7g%). Laktosa mudah diurai
menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase
yang sudah ada dalam mukosa saluran percernaan sejak
lahir. Manfaat lain dari laktosa yaitu mempertinggi absorpsi
kalsium dan merangsang pertumbuhan laktobasilus bifidus
(Suradi; 2004).
c. Lemak dalam ASI
Kadar lemak dalam ASI antara 3,5 – 4,5%. Walaupun kadar
lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi
karena trigserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam
lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat dalam
ASI. ASI mengandung asam lemak esensial yaitu asam
linoleat (Omega 6) dan asam linolenat (Omega 3) sebagai
prosesor atau pembentuk asam lemak tidak jenuh rantai
panjang disebut docosahexaenoic acid (DHA) berasal dari
Omega 3 dan arachidonic acid (AA) berasal dari Omega 6,
yang berfungsi untuk pertumbuhan otak anak (Suradi; 2004).
d. Garam dan Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun relatif
rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Fe
dan Ca paling stabil, tidak dipengaruhi oleh diit ibu. Garam
organik yang terdapat dalam ASI terutama adalah kalsium,
kalium, dan natrium dari asam klorida dan fosfat, zat
terbanyak adalah kalsium (Septalia; 2009).
e. Vitamin
ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi,
seperti vitamin D, E yang terdapat dalam kolostrum dan
vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator dalam
pembentukan darah terdapat dalam ASI dengan jumlah yang
cukup dan mudah diserap(Suradi; 2004).
2. Aspek imunologik
Ig A dalam kolostrum dapat melumpuhkan bakteri pathogen E.coli
dan berbagai virus di saluran pernapasan. ASI juga mengandung
laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. Di dalam
ASI juga terdapat lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap
bakteri (E.coli dan salmonella) dan virus. (Novianti,2009;
Suryoprajogo, 2009)
3. Aspek Psikologik
Pemberian ASI dari ibu ke bayi memiliki pengaruh emosional yang
luar biasa sehingga mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak
yaitu mudahnya terjalin ikatan kasih sayang serta perkembangan jiwa
anak (Prawirohardjo, 2008). Hubungan fisik antara ibu dan bayi baik
untuk perkembangan bayi, kontak kulit ib ke kulit bayi dapat
mengakibatkan perkembangan psikomotor maupun sosial yang lebih
baik (Kristiyansari, 2009)
4. Aspek kecerdasan
Interaksi ibu dan bayi, juga kandungan nilai gizi dalam ASI sangat
dibutuhkan untuk perkembangan sistem syaraf otak yang mampu
meningkatkan kecerdasan bayi. Dengan memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan, akan terjamin tercapainya pengembangan potensi
kecerdasan anak secara optimal (Roesli,2005). Lemak pada ASI adalah
lemak tak jenuh yang mengandung omega 3 untuk pematangan sel-
sel otak sehingga jaringan otak bayi yang mendapat ASI eksklusif akan
tumbuh optimal dan terbebas dari rangsangan kejang sehingga
menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel-sel
syaraf otak (Kristiyansari,2009)
2.1.5.2. Manfaat ASI untuk Ibu
1. Aspek Kontrasepsi
Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung syaraf
sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin.
prolaktin masuk ke indung telur, menekan produksi estrogen
akibatnya tidak ada ovulasi. Menjarangkan kehamilan, pemberian
ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6
bulan pertama post partum bila diberikan eksklusif dan belum
terjadi menstruasi kembali (Kristiyansari,2009)
2. Aspek Kesehatan Ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang pembentukan oksitosin
oleh kelenjar hipofise. Oksitosi membantu involusi uterus dan
mencegah terjadinya perdarahan post partum. Penundaan haid dan
berkurangnya perdarahan post partum mengurangi insidensi anemia
defisiensi besi. Kejadian karsinoma mammae pada ibu yang
menyusui lebih rendah dibandng yang tidak menyusui. Mencegah
kanker dapat diperoleh ibu yang menyusui anaknya secara eksklusif.
3. Aspek Penurunan Berat Badan
Ibu yang menyusui secara eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih
lebih cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil.
Dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI lebiH banyak lagi
sehingga timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga
dalam proses produksi ASI ini akan terpakai (Kristiyansari,2009)
4. Aspek Psikologis
Dengan menyusui, ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa
yang dibutuhkan oleh semua manusia (Kristiyansari,2009)
2.1.5.3. Manfaat ASI untuk keluarga
Menurut Kristiyansari (2009) manfaat ASI untuk keluarga antara lain:
1. Aspek Ekonomi
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya dipakai untuk
membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lai. Selain
itu, penghematan biaya juga diakibatkan karena bayi yang mendapat
ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.
2. Aspek Kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan
kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak dan
botol susu.
2.1.6. Masalah-masalah dalam menyusui
Masalah-masalah dalam menyusui dapat ditimbulkan dari ibu maupun bayi. Pada
sebaian ibu yang tidak mengerti hal ini,kegagalan menyusui sering dianggap
problem dari sisi anaknya saja (Mexitalia & Susanto, 2004)
2.1.6.1. Masalah menyusui dari ibu :
1. Masalah menyusui pada masa antenatal
Pada masa antenatal, masalah yang sering timbul adalah puting susu
terbenam (retracted) atau puting susu datar (Mexitalia & Susanto,
2004)
2. Masalah menyusui pada masa persalinan dini
Pada masa ini, masalah yang sering terjadi antara lain puting susu
datar atau terbenam, puting susu lecet, payudara bengkak, saluran
susu tersumbat atau mastitis (Mexitalia & Susanto,2004 ; Suradi &
Tobing, 2004)
3. Masalah menyusui pada persalinan lanjut
Masalah menyusui pada persalinan lanjut meliputi sindrom ASI
kurang dan ibu bekerja (Mexitalia & Susanto, 2004)
2.1.6.2. Masalah menyusui dari bayi
Masalah pada bayi umumnya berkaitan dengan manajemen laktasi
sehingga bayi sering menjadi bingung puting atau sering menangis yang
diinterpretasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk
bayinya.
2.1.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Menurut Biancuzo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI terdiri
dari faktor tidak langsung dan langsung :
2.1.7.1. Faktor tidak langsung terdiri dari :
a. Pembatasan waktu ibu :
Jadwal waktu menyusui
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena
isapan bayi sangat berpengaruh terhadap rangsangan produksi
ASI selanjutnya. Jadwal menyusui yang ketat akan membuat bayi
frustasi (Suradi & Tobing, 2004)
Ibu bekerja
Ibu yang bekerja akan menghambat pemberian ASI eksklusif.
Produksi ASI ibu bekerja akan berkurang. Hal ini dikarenakan
tanpa disadari sang ibu akan mengalami stres jika jauh dari buah
hati (Poedianto, 2002)
b. Faktor Sosial Budaya
Adanya budaya yang berkembang di masyarakat tentang menyusui
serta mitos-mitos yang salah tentang menyusui mampu
mempengaruhi ibu untuk berhenti menyusui. Budaya yang ada di
masyarakat misalnya bayi diberikan makanan selain ASI sejak lahir
kemudian adanya mitos yang berkembang bahwa bayi yang rewel
atau menangis karena lapar sehingga harus diberikan makanan dan
minuman selain ASI sehingga ibu lebih memilih memberikan
makanan dan minuman selain ASI. Hal ini akan menyebabkan bayi
jarang menyusu karena sudah kenyang sehingga rasangan isapan bayi
akan berkurang (Novianti, 2009)
Pendidikan mampu mempengaruhi upaya orang tua dalam
melakukan perawatan dan pemeliharaan anak dan beradaptasi
terhadap peran sebagai orang tua sehingga dapat lebih mudah
mencapai sesuatu (Friedman, 1998). Dukungan keluarga, teman, dan
petugas kesehatan juga mempengaruhi keberhasilan dalam menyusui
(Poedianto, 2002)
c. Umur
Umur ibu berpengaruh pada produksi ASI. Ibu yang umurnya lebih
muda, lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang
sudah tua (Soetjiningsih, 2005). Ibu-ibu yang berumur kurang dari 35
tahun, produksi ASI akan lebih banyak dbandingkan dengan ibu yang
berumur lebih tua (Biancuzo, 2003).
d. Paritas
Ibuyang melahirkan anak kedua dan seterusnya mempunyai produksi
ASI yang lebih banyak dibandingkan dengan kelahiran anak yang
pertama (Soetjiningsih, 2005 ; Nichol, 2005). Ibu multipara
memproduksi ASI yang lebih banyak di bandingkan dengan ibu
primipara pada hari ke empat post partum.
e. Faktor kenyamanan ibu
Faktor kenyamanan ibu secara tidak langsung mempengaruhi
produksi ASI, meliputi puting lecet, pembengkakan dan nyeri pada
payudara. Faktor ketidaknyamanan yang ibu rasakan menyebabkan
ibu untuk berhenti menyusui. Dengan berhenti menyusui, maka
rangsang isapan bayi akan berkurang sehingga produksi ASI akan
menurun (Suradi & Tobing, 2004)
f. Faktor bayi
Berat badan
Bayi kecil, prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai masalah dengan proses menyusui karena reflek
menghisapnya masih relatif lemah (Suradi & Tobing, 2004).
Status kesehatan
Bayi yang sakit dan memerlukan perawatan akan mempengaruhi
produksi ASI, hal ini disebabkan tidak adanya rangsangan
terhadap reflek let down (Suradi & Tobing, 2004)
2.1.7.2. Faktor langsung terdiri dari :
a. Perilaku menyusui
Waktu inisiasi
Inisiasi dapat dilakukan segera setelah jam-jam pertama setelah
melahirkan, dengan melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) akan
dpat meningkatkan produksi ASI (Roesli, 2005)
Frekuensi dan lama menyusui
Bayi seharusnya disusui secara on demand karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat mampu
mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam
lambung bayi akan kosong selama 2 jam (Suradi & Tobing, 2004 ;
Poedianto, 2002)
Menyusui malam hari
Menyusu pada malam hari dianjurkan untuk lebih sering dilakukan
karena akan memacu produksi ASI, hal ini karena prolaktin akan
lebih banyak disekresi pada malam hari (Suradi & Tobing, 2004 ;
Depkes, 2007)
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis ibu yang mengurangi produksi ASI antara lan adalah
ibu yang berada dalam kondisi stres, kacau, marah, dan sedih, kurang
percaya diri, kelelahan, ibu tidak suka menyusui, serta kurangnya
dukungan dan perhatian keluarga serta pasangan terhadap ibu
(Lawrence, 2004 ; Novianti, 2009)
c. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis ibu meliputi status kesehatan, nutrisi, intake cairan,
pengobatan, dan merokok. Selama menyusui, seorang ibu
membutuhkan kalori, protein, mineral, dan vitamin yang sangat
tinggi. Ibu yang menyusui membutuhkan tambahan 800 kalori per
hari selama menyusui (Soeprajogo, 2009). Selain kebutuhan
makanan, ibu menyusui juga membutuhkan minum yang cukup
karena kebutuhan tubuh akan cairan pada ibu menyusui akan
meningkat. Asupan cairan yang cukup 2000cc per hari dapat menjaga
produksi ASI ibu (Pilliteri, 2003 ; Soeprajogo 2009)
d. Faktor lain
Faktor lain yang mempengaruhi pengeluaran ASI adalah metode
perangsangan ASI, salah satunya dengan pijat oksitosin (Depkes,
2007)
2.2. Pijat Oksitosin
2.2.1. Definisi
Pijat oksitosin adalah suatu tidakan pemijatan tulang belakang mulai dari nervus
ke 5-6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja syaraf parasimpatis untuk
menyampaikan perintah ke otak bagian belakang yaitu merangsang medulla
oblongata untuk langsung mengirim pesan ke hipotalamus di hipofisis posterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya.
2.2.2. Manfaat
Manfaat dari pijat oksitosin ini, antara lain untuk : 1) Mengurangi bengkak
(engorgement); 2) Mengurangi sumbatan ASI; 3) Merangsang pembentukan
hormon oksitosin; 4) Mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit
(Depkes, 2007)
2.2.3. Langkah pijat oksitosin
Terdapat beberapa langkah dalam melakukan pijat oksitosin (Depkes, 2007)
antara lain:
Ibu duduk, bersandar ke depan, lipat lengan diatas meja di depan ibu, dan
letakkan kepala di atas lengannya.
Payudara tergantung lepas tanpa bra
Memijat sepanjang sisi tulang belakang ibu, dengan menggunakan dua kepalan
tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan.
Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan
melingkar kecil dengan kedua ibu jarinya.
Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua sisi tulang belakang,
dari leher ke arah tulang belikat selama dua atau tiga menit.
Gambar 2.3. Pijat Oksitosin
Sumber : Depkes RI, 2007
Faktor lain:Metode merangasang produksi ASI
Faktor fisiologis :Status kesehatanNutrisiCairanPengobatanMerokok
Faktor Pembatasan Waktu ibu :Jadwal waktu menyusuiIbu bekerja
Faktor sosial budaya :BudayaPendidikanDukungan keluarga, teman, dan tenaga kesehatan
Faktor kenyamanan ibu:Puting lecetPembengkakanNyeri
Faktor Psikologis
Faktor bayi :Berat badanStatus Kesehatan
Faktor Perilaku Menyusui:Waktu inisiasiFrekuensi dan lama menyusuiMenyusui malam hari.
PRODUKSIASI
Skema 2.1. Kerangka Teori
Sumber : Biancuzzo, 2003 ; Depkes RI, 2007 ; Cunningham, MacDonald, Gant, 2000; Ladewig, 2005 ; Lawrence, 2004; Mexitalia & Susanto, 2004; Novianti, 2009; Pillitteri, 2003; Suradi & Tobing, 2004; Suryaprajoga,2009; Wong, Perry & Hockenberry, 2002.
DAFTAR PUSTAKA
Chumbley, Jane. 2004. Menyusui. Surabaya : Erlangga
Coad, J,. Dunstall,M. 2007. Laktasi dan Nutrisi Bayi. Anatomi dan Fisiologiuntuk Bidan.
Hardaningsih, SK. Kandungan Protein, Lemak dan Laktosa pada Air Susu Ibu Bayi Kurang Bulan dan Cukup Bulan. http://garuda.dikti.go.id/jurnal/detil/id/. 2009. diakses tanggal 21 Oktober 2014.
Roesli,U. 2005. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Maria A. Wijayarini & Peter Anugrah, Penerjemah.). Jakarta : ECG.
Pilliteri, A. (2003). Maternal & Child health nuursing: Care of the childbearing & childbearing family. (4th Ed). Philadelphia: Lippincott.
Poedianto. (2002). Kiat Sukses Menyusui. Jakarta : Aspirasi Pemuda
Purwanti, H.S. (2004). Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta. ECG
Biancuzzo, M. (2003). Breastfeeding the newborn: Clinical strategies for nurses. St. Louis: Mosby.
Septalia, E.A. Satuan Acara Penyuluhan ASI Eksklusif.lorenatazo.blogspot.com/2009/12/satuan-acara-penyuluhan-sap-asi... - 79k -Cached. Diakses tanggal 03 Maret 2010.
Suradi, R . 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta : Perkumpulan Perinatologi Indinesia
Suryoprajogo, N.(2009). Keajaiban menyusui. Edisi 1. Yogyakarta: Keyword
Novianti, R. (2009). Menyusui itu indah : Cara dahsyat memberikan ASI untuk bayi sehat dan cerdas. Yogyakarta: Octopus.
Prawirohardjo, S,. (2008). Penggunaan Air Susu Ibu dan Rawat Gabung. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Kristiyansari, W., (2009). ASI:Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika.
Mexitalia, M., Susanto, J.C. (2004). Pelatihan manajemen laktasi bagi bidan dinas kesehatan kota semarang. Semarang.
Suradi, R., & Tobing, H. K. P.(2004). Bahan bacaan manajemen laktasi. Jakarta : Perinasia.
Soetjiningsih.(2005). ASI ; Petunjuk untuk Tenaga kesehatan. Jakarta: ECG
Nichol. K. P. (2005). Panduan Menyusui (Wilujeng, Penerjemah). Jakarta : Prestasi Pustakaraya.
Lawrence, R. A. (2004). Breastfeeding: A guide for the medical profession. St. Louis: CV. Mosby.