Download - bab 1 - bab VII (1)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat kompleks yang paling
berkaitan dengan masalah-masalah yang lain diluar kesehatan itu sendiri, dengan
demikian pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat, tidak hanya
dilihat dari segi kesehatan itu sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruh terhadap masalah sehat sakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang
mempengaruhi, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Soekidjo
Notoatmojo, 2007) .
Kesehatan lingkungan sangat berhubungan dengan pola atau perilaku
masyarakatnya, oleh karena itu perlu dilakukan promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku dengan pola hidup sehat.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat menyebabkan infeksi atau terpaparnya penyakit pada manusia seperti
penyakit dermatitis.
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (
oligomorfik ). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis ( Djuanda dan
Sularsito, 1999 )
Di Indonesia, dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2.122 pasien
alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H.
Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik
alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan
Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%)
menderita dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya
diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus
yang tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga
diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan industri ( Keefner, 2004 ).
1
Prevalensi penyakit dermatitis di Provinsi Banten 5,3%.
(www.litbang.depkes.go.id, 13 Mei 2011) Propinsi Banten mempunyai 4 wilayah
Kabupaten / kota. Di antara wilayah tersebut, Kabupaten Pandeglang merupakan
Kabupaten yang mempunyai prevalensi penyakit dermatitis tinggi pada tahun 2006
terdapat 44.612 kasus, pada tahun 2007 terdapat 41.436 kasus dan pada tahun 2008
terdapat 50.319 kasus (Profil kesehatan Kabupaten Pandeglang)
Salah satu puskesmas di Kabupaten Pandeglang yang prevalensi penyakit
dermatitisnya tinggi adalah puskesmas Pagadungan pada bulan Januari – November
2010 terdapat sebanyak 2.578 kasus dermatitis, dimana di Desa Cigadung sendiri
terdapat 46 kasus.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah pada penelitian
dalam rangka menyusun Laporan Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II ini
adalah masih tingginya angka kejadian penyakit dermatitis sebanyak 2.578 di
Wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian
penyakit dermatitis di Desa Cigadung Kecamatan karang Tanjung tahun 2011.
1.3.2 Tujun Khusus
1 Diketahuinya kejadian penyakit dermatitis di Desa Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011.
2 Diketahuinya distribusi frekuensi faktor individu (pekerjaan, pendidikan,
kebersihan pribadi) di Desa Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun
2011.
3 Diketahuinya distribusi frekuensi faktor lingkungan (pengelolaan sampah,
ketersediaan air bersih) di Desa Cigadung Kecamatan Karangtanjung
tahun 2011.
2
4 Diketahuinya hubungan antara faktor individu (pekerjaan, pendidikan,
kebersihan pribadi) dengan kejadian penyakit dermatitis di Desa
Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
5 Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (pengelolaan sampah,
pengelolaan air bersih) dengan kejadian penyakit dermatitis di Desa
Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas Pagadungan
Diperolehnya masukan tentang faktor pendidikan, pekerjaan, penyediaan
sarana air bersih, pengelolaan sampah, personal hygiene (kebersihan pribadi) pada
masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit penyakit dermatitis,
sehingga dapat memberikan upaya penanganan lebih lanjut dalam hal pengendalian
penyakit dermatitis di wilayahnya.
1.4.2 Bagi STIKes Faletehan
1. Menambah kepustakaan ilmu kesehatan masyarakat khususnya dibidang
kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan kejadian penyakit
dermatitis.
2. Menjalin kerja sama yang sinergis antara STIKes Faletehan dengan
Puskesmas Pagadungan.
1.4.3 Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang kami peroleh, khususnya mengenai penyakit yang berhubungan
dengan kejadian penyakit dermatitis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
PBL II (Pengalaman Belajar Lapangan) ini dilakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis di Kelurahan Cigadung
wilayah kerja puskesmas Pagadungan Kecamatan Karangtanjung Kabupaten
Pandeglang tahun 2011. Objek penelitian ini adalah seluruh penduduk di kelurahan
3
Cigadung sejumlah 11.088. Penelitian akan dilakuakan selama 2 (dua) minggu
terhitung mulai tanggal 23 Mei – 4 Juni 2011. Data yang diperlukan pada PBL ini
berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan
responden dengan menggunkan kuesioner. Data primer pada PBL ini terdiri dari
wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari profil Puskesmas
dan Kecamatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dematitis
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis. (Djuanda Suria dan
Sri Adi Sularsito, 1999)
2.1.1 Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar ( eksogen ), misalnya bahan
kimia, fisik ( contoh : sinar ), mikro organisme ( bakteri, jamur ), dapat pula dari
dalam ( endogen ), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui tidak
pasti.
2.1.2 Patogenesis
Banyak macam dermatitis yang belum diketahui patogenesisnya, terutama
fator endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis kontak, baik
yang tipe alergi maupun iritan primer.
2.1.3 Gejala Klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, kelainan kulit
tergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas,
penyebaran dapat setempat, generalisata, bahkan universalis.
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,
erosi dan eksedusi, sehingga tampak basah ( madidans ). Stadium subakut, eritema
berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak
lesi kering, skuama, hiperpegmentasi, lekinefikasi, dan dapul, mungkin juga terdapat
erosi atau ekskorisasi karena garukan, stadium tersebut tdak selalu berurutan, bisa
saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tdak selalu harus polimorfi,
mungkin hanya oligomorfi.
5
2.2 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi)
yang menempel pada kulit. ( Suria Djuanda Dan Sri Adi Sularsito, 1999 )
2.2.1 Jenis
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak elergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
2.2.1.1 Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iitan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan.
Bahan iritan adalah bahan bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan
kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu
tertentu.
2.2.1.2 Epidiomiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun
angkanya secara tetap sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat.
2.2.1.3 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen,minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak kekerapan (terus menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula
gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembapan lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruhi pada dermatitis iritan, misalnya perpedaan
ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak
di bawah 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit
putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita);
6
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan turun), misalnya dermatitis atopik.
2.2.1.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah ikat air kulit. Keadaan
ini akan merusak epidermis.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
2.2.1.5 Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan
dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada
dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor.
2.2.2.1 Dermatitis Kontak Alergik
Gambar 1 : Bentuk lesi dari dermatitis kontak alergi yang lesinya muncul akibat
penggunaan plester dan reaksi sinar matahari
7
2.2.2.2 Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya
sangat peka ( hipersensitif ). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi
dermatitis ini di masyartakat.
2.2.2.3 Etiologi
Penyebabnya dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
baha kimia dengan berat molekul kurang dari 500- 1000 Da, yang juga disebut bahan
kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen,
derajat pejanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
2.2.2.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantai oleh sel ( cell- mediated immune respons )
atau reakasi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat ( delayed
hypersensitivity ), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik rekatifitas pada kulitnya. Perubahan ini
terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut Hapten
yang akan terkait dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkat
dan diproses oleh makrofag dan sel lengerhans. Selanjutnya dipersentasikan oleh sel
T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar
getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi secara spesifik dan sel
memori. Sel- sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi keseluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase
sensitisasi. Fase ini rata- rata berlangsung selama 2- 3 minggu. Pada umumnya reaksi
sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen
(sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sentizer kuat mempunyai fase yang
lebih pendek , sebaiknya sensitizer lemah seperti bahan- bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari- hari pada umumnya kelainan kulit pertama kali muncul setelah
lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan saat
8
terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya
gejala klinis disebut fase elisitasi, umunya berlangsung antara 24- 48 jam.
2.2.2.5 Berbagi Lokalisasi Terjadinya Dermatitis Kontak
Tangan, kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering
di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis
kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan
iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran atau tanaman,
semen, dan pestisida.
Lengan, alergen umumnya sama pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen , dan tanaman. Di aksila umumnya oleh
bahan pengharum.
Wajah, dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel ( tangkai kaca mata ). Bila bibir atau
sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah- buahan.
Dermatitis di klopak mata disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan
obat mata.
Telinga. Anting atau jepit telinga tersebut dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, hearing- aids.
Leher. Penyebabnya, kalung dari nikel, cat kuku ( yang berasal dari ujung
jaru ), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
Badan, Dermatits kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna,
kancing logam, karet ( elastis, busa ), plastik dan detergen.
Genitelia, penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita dan alergen yang terdapat di tangan.
Paha dan tungkai bawah, dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet kunci ( nikel ) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal ( misalnya
anestesi lokal, neomisin, etilendiamin ), semen, dan sepatu.
9
2.3 Dermatits Atopik
Gambar 2 : Bentuk lesi dermatitis atopik persisten pada daerah telapak tangan dan
daerah dada
Dermatits atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang berhubungan dengan atopik, kata atopik pertama diperkenalkan oleh coca
( 1928 ), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang
mempunayi riwayat kepekaan dala keluarganya, misalnya asma bronkial, rinitis
alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik. ( dr. Ny. Irma D. Roesyanto-
Mahada, 1998 ).
2.3.1 Epidemiologi
Belakangan ini prevalensi dermatitis atopik makin meningkat dan hal ini
merupakan masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita
tetapi juga melibatkan keluarganya.
Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri
lainnya, prevalensi dermatitis atopik pada anak mencapai 10 – 20 persen, sedangkan
pada dewasa 1 – 3 persen.
Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria
adalah 1,3:1. dermatitis atopik cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita
atopi maka lebih dari seperempat anaknya akan menderita dermatitis atopik pada 3
bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya
menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka
ini meningkat sampai 75 persen.
10
2.3.2 Respons Imun Pada Kulit
Salah satu faktor yang berperan pada dermatitis atopik adalah faktor
imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon
imun yang melibatkan sel Langerhans ( SL ) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel
mas. Bila suatu antigen ( bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen
ataupun super antigen ) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka
antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan
sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis.
Bila antigen ditangkap IgE sel mas ( melalui reseptor FcεRI ), IgE akan
mengadakan cross linking dengan FcεRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan
keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif
tipe cepat ( immediate type hypersensitivity ). Pada pemeriksaan histopatologi akan
nampak sebukan sel eosinofil.
Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor
FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya
dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel
Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan
terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan
sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-γ, TNF, IL-2
dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun
infiltrasi fase akut dermatitis atopik didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel
TH1 ikut berpartisipasi.
Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara
IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada
pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.
Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcεRI yang
terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel
basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin pro
inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit
Dermatitis atopik.
Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga
timbul dugaan adanya autoimunitas pada dermatitis atopik. Pada lesi kronik terjadi
perubahan pola sitokin. IFN-γ yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih
11
banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan
dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal
untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis.
Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2.
IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.
2.3.3 Respons Sistemik
Perubahan sistemik pada dermatitis atopik adalah sebagai berikut :
Sintesis IgE meningkat.
IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
Respons hipersensitivitas lambat terganggu
Eosinofilia
Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun
Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-
13 dan PGE2.
2.3.4 Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi
akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat,
skin capacitance ( kemampuan stratum korneum meningkat air ) menurun.
Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah
dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan
sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain
untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.
2.3.5 Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya dermatitis atopik tidak dapat dianggap
remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Jenis makanan
yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya susu dan telur,
sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-kacangan.
12
Tungau debu rumah ( TDR ) serta serbuk sari merupakan alergen hirup yang
berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor pencetus
dermatitis atopik. 95% penderita dermatitis atopik mempunyai IgE spesifik terhadap
TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat
keparahan dermatitis atopik.
Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus dermatitis atopik, suhu
udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat
menjadi masalah bagi penderita dermatitis atopik.
Hubungan psikis dan penyakit dermatitis atopik dapat timbal balik. Penyakit
yang kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan
merangsangpengeluaran substansi tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang
menimbulkan rasagatal.
Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme
dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki
kulit.
2.4 Dermatitis Numular
Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap,
dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi berbentuk uang logam, sirkular atau
lesi oval berbatas tegas, umumnya ditemukan pada daerah tangan dan kaki. Lesi awal
berupa papul disertai vesikel yang biasanya mudah pecah. . ( Suria Djuanda Dan Sri
Adi Sularsito, 1999 )
2.4.1 Epidemiologi
Dermatitis numular angka kejadiannya pada usia dewasa lebih seringpada
laki-laki dibandingkan wanita, onsetnya pada usia antara 55 dan 65 tahun.Penyakit
ini jarang pada anak-anak, jarang muncul dibawah usia 1 tahun, hanyasekitar 7 dari
466 anak yang menderita dermatitis numular dan frekuensinya cenderung
meningkat sesuai dengan peningkatan umur. hanya sekitar 7 dari 466 anak yang
menderita dermatitis numular dan frekuensinya cenderung meningkat sesuai dengan
peningkatan umur.
13
2.4.2 Potofisiologi
Dermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis
dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini, tetapi sering
bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura pada permukaan kulit
yang kering dan gatal dapat menyebabkan masuknya alergen dan
mempengaruhi terjadinya peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan
dermatitis numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua terutama
yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi.
Barrier pada kulit yang lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan
untuk terjadinya dermatitis kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung metal.
Karena pada dermatitis numular terdapat sensasi gatal, telah dilakukan penelitian
mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini dan ditemukan adanya
peningkatan jumlah mast cell pada area lesi dibandingkan area yang tidak mengalami
lesi pada pasien yang menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga
mengidentifikasi adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada
dermatitis numular dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast cell
dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis
dan dermis dari pasien dengan dermatitis numular.
Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan mediator
inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers
dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal
antara mast cell dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada
penderita dermatitis numular. Substansi P dan kalsitonin terikat rantai peptide
meningkat pada daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis
numular. Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga
memicu timbulnya inflamasi.
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari
pasien dermatitis numular menurunkan aktivitas enzimchymase, mengakibatkan
menurunnya kemampuan menguraikan neuropeptida dan protein. Disregulasi
ini dapat menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses
inflamasi.
14
2.4.3 Gejala Klinik
Gejala – gejala yang umum, antara lain:
Timbul rasa gatal
Luka kulit yang antara lain makula, papul, vesikel, atau tambalan :
Bentuk numular (seperti koin).
Terutama pada tangan dan kaki.
Umumnya menyebar.
Lembab dengan permukaan yang keras.
Kulit bersisik atau ekskoriasi.
Kulit yang kemerahan atau inflamasi.
,
Gambar 3 : Merah, Lesi dermatitis numularis pada mata kaki.
15
Gambar 4 : Lesi yang khas berbentuk koin dari dermatitis numularis pada tangan dari penderita
Gambaran diatas dapat disimpulkan ada 3 bentuk klinis dermatitis numular yaitu;
Dermatitis numular pada tangan dan lengan. Kelainannya terdapat pada
punggung tangan serta di bagian sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai
sebagai plak tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau iritan. Lesi
ini jarang meluas.
1. Dermatitis numular pada tungkai dan badan.
Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada sebagian
kasus, kelainan sering didahului oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga.
Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif. Dalam
perkembangannya, kelainan dapat sangat edematous dan berkrusta, cepat meluas
disertai papul-papul dan vesikel yang tersebar. Pada Dermatitis numular juga sering
dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi secara klinis berbeda dari
bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif
kurang tegas. Lesi permulaan biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar
ke kaki yang lain, lengan dan sering ke badan.
2. Dermatitis numular bentuk kering.
Bentuk ini jarang dijumpai dan berbeda dari dermatitis numular umumnya
karena di sini dijumpai lesi diskoid berskuama ringan dan multipel pada tungkai atas
dan bawah serta beberapa papul dan vesikel kecil di bagian tepinya di atas dasar
eritematus pada telapak tangan dan telapak kaki. Gatal minimal yang berbeda sekali
16
dengan bentuk dermatitis numular lainnya. Menetap bertahun- tahun dengan
fluktuasi atau remisi yang sulit diobati.
2.4.4 Penatalaksana
Penatalaksanaanya difokuskan pada gejala yang mendasari
1. Melindungi kulit dari trauma.
Karena pada jenis ini biasanya berawal dari trauma kulit minor. Jika ada
trauma pada tangan, gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi.
2. Emollients.
Emollients merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi kekeringan
pada kulit. Contohe mollients yang sering digunakan antara lain aqueous cream,
gliserine dan cetomacrogol cream, wool fat lotions.
3. Steroid Topikal.
Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi iritasi kulit.
Misalnya dengan pemberian triamcinolone 0,025-0,1%.
4. Antibiotik oral maupun topikal.
Untuk mencegah infeksi sekunder. Digunakan dicloxacillin dosis oral 125-
500 mg 4 kali per hari selama 7-10 hari. Kadang-kadang dermatitis numular dapat
sembuh total, hanya timbul lagi jika pengobatan tidak diteruskan.
5. Antihistamin oral.
Mengurangi gatal dan sangat berguna pada malam hari. Tidak menghilangkan
dermatitis. Misalnya hydroxzine ( atarax, vistaril,vistazine ) dengan dosis oral 25-
100 mg 4 kali per hari.
6. Fototerapi.
Ultraviolet light treatment beberapa kali dalam seminggu biasanya dapat
membantu. Dapat mengontrol dermatitis dalam beberapa bulan, namun pada kasus
yang berat sangat diperlukan. Fototerapi dengan ultraviolet B
mungkin efektif.
17
7. Steroid Sistemik
Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat, diberikan
prednilson dengan dosis oral 40-60 mg 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan
secara perlahan-lahan. Hanya berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang
belum sembuh sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan
emolilients.
2.5 Dermatitis Stasis
Definisi
Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan,
pembentukan sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat,
yang sering meninggalkan bekas berupa kulit yang berwarna coklat gelap. ( dr. Ny.
Irma D. Roesyanto- Mahadi, 1998 )
2.5.1 Penyebab
Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di
bawah kulit, sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises) dan
pembengkakan (edema).
2.5.2 Gejala
Dermatitis stasis biasanya timbul di pergelangan kaki. Pada awalnya kulit
menjadi merah dan sedikit bersisik. Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan,
warna kulit berubah menjadi coklat gelap. Pengumpulan darah dibawah kulit yang
terjadi sebelumnya sering tidak dihiraukan, sehingga terjadi pembengkakan dan
kemungkinan infeksi, yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit yang berat
(ulserasi).
18
Gambar 5: Dermatitis Stasis
2.5.3 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
2.5.4 Pengobatan
Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan
darah di dalam vena di sekitar pergelangan kaki. Mengangkat kaki dalam posisi yang
lebih tinggi dari dada akan menghentikan penimbunan darah di dalam vena dan
penimbunan cairan di dalam kulit. Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa
membantu mencegah kerusakan kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan
cairan di tungkai yang lebih bawah. Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.
Untuk dermatitis yang aktif, kompres yang menyejukkan (misalnya bantalan
yang direndam dalam air ledeng), bisa membuat kulit terasa lebih baik dan bisa
membantu mencegah infeksi. Jika keadaannya memburuk, bisa digunakan perban
yang lebih menyerap. Bisa juga diberikan krim kortikosteroid yang sering
dikombinasikan dengan pasta seng oksida.
Antibiotik diberikan hanya jika kulit telah terinfeksi. Kadang diambil kulit
dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan guna menutupi luka terbuka yang
sangat lebar. Beberapa penderita mungkin memerlukan sepatu Unna, yaitu suatu alat
yang menyerupai pembalut gips yang berisi pasta gelatin yang mengandung seng.
Sepatu ini membantu melindungi kulit dari iritasi dan pasta membantu
19
menyembuhkan kulit. Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini,
pasta yang sama bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik.
Pada dermatitis stasis, kulit mudah teriritasi; karena itu sebaiknya penderita
menghindari pemakaian krim antibiotik, krim anestetik, alkohol, lanolin atau bahan
kimia lainnya sebab bisa memperburuk keadaan.
2.6 Pengelolaan Sampah
Sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia,
atau benda padat yg sudah tdk digunakan lg dlm suatu kegiatan manusia dan dibuang
( Soekidjo Notoatmodjo, 1997 )
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. ( UU
Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah ).
1. Pengumpulan dan Pengangkutan sampah :
a. Compacting, penyimpanan dengan menggunakan cara pengempaan
sehingga kompak dan padat, kemudian ditumpuk.
b. Open dumping, Penyimpanan dengan cara membiarkan menumpuk
ditempat terbuka.
c. Refrigeration, Penyimpanan di ruang tertutup yang menggunakan udara
pendingin.
2. Pemusnahan dan Pengolahan sampah :
a. Landfil, Pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian
sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah
b. Inceneration, yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar
didalam tungku pembakaran (incenerator).
c. Composting, yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, khususnya untuk
sampah organik, daun2an
20
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Dermatitis
1. Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan )
( kamus besar bahasa Indonesia, 1996 ). Penyakit dermatitis ini sering kali
terjadi pada bayi dan anak-anak dengan mempunyai riwayat penyakit
keluarga seperti asma, rhinitis alergi, konjungtivitis alergi. Biasanya timbul
pada usia 2 bulan sampai 2 tahun, umumnya diawali dengan suatu plak yang
cukup gatal pada daerah pipi. Tetapi pada orang tua sekitar umur 60 tahun
juga sering terjadi karena umur 60 tahun lebih rentang dan kulitnya lebih
sensitive karena sudah mulai mengkerut. (http://tikkysuwntiko.multiplay.com,
13 Mei 2011).
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah sifat karakter fisik yang mempunyai perbedaan atau
dibedakan menjadi dua macam yaitu laki-laki dan perempuan atau jantan dan
betina (kamus lengkap bahasa Indonesia, 1996). Penyakit dermatitis ini tidak
terfokus pada laki-laki atau perempuan tetapi, kemungkinan besar penyakit
ini terjadi pada laki-laki, karena laki-laki lebih cenderung pekerja keras atau
kasar contohnya pada laki-laki yang bekerja sebagai buruh, dan bekerja di
lading (sawah) ( http://wikkipedia.com, 13 Mei 2011 ).
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Thomas, 1996 dalam nursalam,
2001). Seseorang yang bekerja akan berinteraksi dengan lingkungan ditempat
ia bekerja yang salah satunya akan menghasilkan arus perkembangan
informasi didalamnya. Lain halnya dengan seseorang yang tidak bekerja akan
cenderung terbatas dalam arus komunikasi daan interaksi dengan
lingkungannya, sehinggan transfer informasi dan pengetahuan akan kurang
jika dibandingkan dengan seseorang yang bekerja. Pekerja sangat
mempengaruhi semua panyakit terutama penyakit dermatitis, pada penyakit
dermatitis ini sering terjadi pada pekerja yang suka bekerja di lading
21
sawah),karena dilihat dari kondisi airnya yang tidak bersih yang sangat kotor,
hal ini bisa menyebabkan penyakit dermatitis. Dibandingkan dengan pekerja
kantoran kemungkinan besar sangat kecil untuk menderita.
4. Tingkat pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suarno,
1992 dalam Nursalam, 2001). Pendidikan diperlikan untuk mendapatkan
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi
Kualitas hidup terutama tingkat pendidikannya rendah, karena masyarakat
tingkat pendidikannya rendah akan berpengaruh terhadap kebersihan dirinya
sendiri, mereka cenderung tidak tahu bagaimana cara membersihkan diri
yang baik. Beda dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi setidaknya
mereka tahu bagaimana cara membersihkan diri yang baik (http://pendidikan-
kebersihan diri.com, 13 Mei 2011).
5. Kebiasaan mandi
Mandi merupakan salah satu cara untuk menjaga tubuh agar tetap bersih dan
segar, mandi yang baik dan benar adalah sebanyak dua kali sehari yaitu
setelah bangun tidur (pagi hari) dan setelah bekerja (artinya setelah
melakukan kegiatan-kegiatan selama sehari) sebaiknya dilakukan pada sore
hari. Bagi musim dengan melakukan wudhu sebanyak lima kali sehari adalah
supaya untuk menjaga tubuh tetap bersih dan segar, maka hidup bersih dan
menjaga kesehatan adalah bagian dari iman. Agar tubuh atau badan tetap
bersih, sebaiknya sewaktu mandi menggunakan air yang bersih, memakai
sabun yang berfungsi melarutkan kotoran, dan menggunakan handuk yang
kering dan bersih untuk mengeringkan tubuh setelah mandi.
6. Kebiasaan mencuci pakaian
Mencuci pakaian adalah salah satu cara untuk memebersihkan kotoran
dipakaian, da membersihkan pakaian dengan menggunakan sumber air bersih
dan sabun (detergen) dengan maksud membersihkan pakaian agar terhindar
22
dari kuman yang bisa menyebabkan penyait kulit (Kamus Lengkap bahasa
Indonesia, 2005)
7. Penggunaan sumber air bersih
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini tidak
akan ada kehidupan seandainya dimuka bumi ini tidak ada air. Air yang
relative bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperlusn hidup
sehari-hari untuk keperluan industri, untuk sanitasi kota, maupun untuk
keperluan pertanian dan sebagainya, apabila kita menggunakan air kotor
kemungkinan besar penyakit dermatitis (penyakit kulit) akan menyerang kita
(Wisnu, 1995).
8. Tingakt pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suarno,
1992 dalam Nursalam, 2001). Pendidikan diperlikan untuk mendapatkan
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi
penyakit dermatitis terutama tingkat pendidikannya rendah, karena
masyarakat tingkat pendidikannya rendah akan berpengaruh terhadap
kebersihan dirinya sendiri, mereka cenderung tidak tahu bagaimana cara
membersihkan diri yang baik. Beda dengan masyarakat yang berpendidikan
tinggi setidaknya mereka tahu bagaimana cara membersihkan diri yang baik
(http://pendidikan-kebersihan diri.com,13 Mei 2011).
9. Kebiasaan mandi
Mandi merupakan salah satu cara untuk menjaga tubuh agar tetap bersih dan
segar, mandi yang baik dan benar adalah sebanyak dua kali sehari yaitu
setelah bangun tidur (pagi hari) dan setelah bekerja (artinya setelah
melakukan kegiatan-kegiatan selama sehari) sebaiknya dilakukan pada sore
hari. Bagi musim dengan melakukan wudhu sebanyak lima kali sehari adalah
supaya untuk menjaga tubuh tetap bersih dan segar, maka hidup bersih dan
menjaga kesehatan adalah bagian dari iman. Agar tubuh atau badan tetap
23
bersih, sebaiknya sewaktu mandi menggunakan air yang bersih, memakai
sabun yang berfungsi melarutkan kotoran, dan menggunakan handuk yang
kering dan bersih untuk mengeringkan tubuh setelah mandi.
10. Kebiasaan mencuci pakaian
Mencuci pakaian adalah salah satu cara untuk memebersihkan kotoran
dipakaian, da membersihkan pakaian dengan menggunakan sumber air bersih
dan sabun (detergen) dengan maksud membersihkan pakaian agar terhindar
dari kuman yang bisa menyebabkan penyait kulit ( Kamus Lengkap bahasa
Indonesia, 2005 ).
11. Penggunaan sumber air bersih
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini tidak
akan ada kehidupan seandainya dimuka bumi ini tidak ada air. Air yang
relative bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperlusn hidup
sehari-hari untuk keperluan industri, untuk sanitasi kota, maupun untuk
keperluan pertanian dan sebagainya, apabila kita menggunakan air kotor
kemungkinan besar penyakit dermatitis (penyakit kulit) akan menyerang kita
( Wisnu, 1995 ).
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka konsep
Kerangka Konsep Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kejadian Penyakit Dermatitis
Variabel Independen Variabel Dependen
25
Faktor individu
Pekerjaan
Pendidikan
Kebersihan pribadi
Faktor lingkungan
Pengelolaan sampah
Ketersediaan air bersih
Penyakit Dermatitis
3.2 Hipotesis
Ha 1: Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian penyakit dermatitis.
Ha 2 : Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit dermatitis.
Ha 3 : Ada hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit dermatitis.
Ha 4: Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit dermatitis.
Ha 5: Ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakit dermatitis.
26
3.3 Definisi Oprasional
No VariabelDefinisi
OprasionalAlat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Dermatitis Gangguan peradangan kulit responden berdasarkan rekam medis dari Puskesmas
Kuesioner Wawancara 0. Dermatitis1. Tidak dermatitis
Ordinal
2 Pekerjaan Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh responden untuk menghasilkan uang.
Kuesioner Wawancara 0. Bekerja1.Tidak bekerja
Ordinal
3 Tingkat Pendidikan
Jenjang sekolah formal terkhir yang ditamatkan responden pada saat dilakukan pengambilan data.
Kuesioner Wawancara 0. Dasar jika ≤ SMP1. Lanjutan jika SMA
Ordinal
4 Kebersihan Pribadi
Kegiatan yang dilakukan responden untuk memelihara kebersihan badan.
Kuesioner Wawancara 0. tidak menjaga kebersihan pribadi jika ≤ nilai tengah 1. menjaga kebersihan pribadi jika ≥ nilai tengah
Ordinal
5. Ketersediaan Air Bersih
Sumber air bersih yang digunakan oleh responden untuk aktifitas sehari-hari yang memenuhi syarat kesehatan.
Chek list Observasi 0. Tidak memenuhi syarat kesehatan jika air yang digunakan berasa, berbau dan berwarna.
1. Baik jika memenuhi syarat kesehatan jika air yang digunakan jernih, tidak berasa dan tidak berbau.
Ordinal
27
6. Pengelolaan sampah
Upaya yang dilakukan oleh responden dalam mengelola sampah yang hasilkan, yang meliputi pengumpulan dan pengolahan / pemusnahan sampah.
Kuesioner Wawancara 0. Tidak memenuhi syarat jika sampah tidak dilakukan pengelolaan
1. Memenuhi syarat jika melakukan tahap- tahap pengelolaan sampah.
Ordinal
28
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pada penelitian
ini variabel pekerja, pendidikan, personal hygiene, keseterdiaan air bersih,
pengelolaan sampah serta variabel kejadian Dermatitis diobservasi dalam waktu
yang bersamaan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Mei - 4 Juni tahun
2011.
4.2.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam semua penelitian ini adalah penduduk yang yang ada di
Kelurahan Cigadung di Wilayah kerja Puskesmas Pagadungan sebanyak 11.088.
Berdasarkan laporan Puskesmas Pagadungan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pagadungan jumlah yang menderita penyakit dermatitis sebanyak 2.578 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002).
Sampel pada penelitian ini adalah penduduk di Kelurahan Cigadung yang menderita
Dermatitis. Adapun teknik pengambilan sampel ini dengan cara cluster.
Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung berdasarkan
rumus perhitungan sampel, yaitu :
29
Rumus : Z2 1 - α/2 P( 1 – P ) N
d2 ( N – 1 ) + Z2 1 – α/2 P ( 1 – P )
ket :
Z2 – α/2 : Derajat kepercayan ( 95%, nilainya = 1,96 )
N : Populasi
P : Proporsi penderita Dermatitis ( jika tidak diketahui
0,5 )
d : Presisi ( ketepatan = 0,1 )
: 1.962 (0,5) (1 - 0,5) (1.108 )
(0.1)2 ( 1.108 - 1) + 1,9622 (0,5) (1 – 0,5)
: 1.108
0,01 ( 1.107 )
: 1.108
11,07
: 100,09 ≈ 100
Untuk menghindari terjadinya ketidaklengkapan data, maka jumlah sampel
yang diambil ditambah 10% menjadi 110 responden.
30
4.4 Pengolahan dan Analisa Data
4.4.1 Pengolahan data
Setelah data yang diharapkan terkumpul dilakukan pengolahan data
dengan tahap sebagai berikut:
1. Editing
Mengecek alat penelitian yang telah terkumpul, hal-hal yang ditinjau
kembali adalah:
a. Kelengkapan identitas responden
b. Kelengkapan jumlah kuesioner dan observasi
c. Kelengkapan isi atau jawaban responden pada kuesioner dan observasi
dikembalikan pada responden untuk dilengkapi
2. Coding
Pada tahapan ini dilakukan pemebrian kode dari berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan. Pada jawaban pertanyaan
dalam kuesioner. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah pada
saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.
3. Proccessing
Setelah dilakukan pengkodean dan pemberian skor, maka selanjutnya
adalah memproses data agar dapat di analisis. Pemprosesan data
dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke paket program
komputerisasi penghitung data.
4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak. Pembersihan
data meliputi:
a. Mendeteksi adanya data yang hilang
b. Mendeteksi variasi data
c. Mendeteksi konsistensi data
31
4.4.2 Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk menghitung distribusi frekuensi
terhadap data dari variabel dependen dan variabel independen
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisa bivariat bertujuan untuk
membuktikan adanya hubungan antara variabel tersebut digunakan uji
statistik Chi Square (X2) (Notoatmodjo, 2002). Dengan batas kemaknaan
= 0,05 apabila nilai p ≤ maka Ho ditolak berarti secara statistik
terdapat hubungan bermakna dan apabila nilai p > maka Ho gagal
ditolak yang berarti secara stastik tidak terdapat hubungan bermakna
dengan rumus sebagai berikut:
X2=∑ (O−E)2
E
Keterangan:
X2=¿ Nilai Chi Square
O=¿ Frekuensi observasi
E=¿ Frekuensi harapan
(Hastono, 2007)
32
BAB V
GAMBARAN UMUM
GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIGADUNG
5.1 Keadaan Geografis
Kelurahan Cigadung merupakan salah satu dari 4 kelurahan yang terdapat di
Kecamatan Karangtanjung dalam wilayah kerja Puskesmas Pagadungan,
memiliki luas wilayah 512.665 Ha, dengan perbatasan wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Tanagara
Sebelah Selatan : Kelurahan Kadumerak
Sebelah Timur : Kelurahan Juhut
Sebelah Barat : Kelurahan Pagadungan.
Tabel. 5.1
Jumlah Kepala Keluarga Tiap-tiap Kampung di Kelurahan Cigadung
No. Kampung/ RWJumlah Kepala Keluarga
JumlahLaki-laki Perempuan
1 Kalahang 188 16 203
2 Pabrik 260 8 268
3 Cikiray 256 35 291
4 Ambuleuit 173 17 192
5 Cigadung Indah 187 6 193
6 Cigadung 136 6 142
7 Kadulolo 226 10 236
8 Sampora 131 12 143
9 Kadu Tunggul 151 3 154
10Komplek Cigadung Mandiri 183 7 190
11 Komplek Ambuleuit 1 133 13 146
12 Komplek RSS 117 6 123
33
13 Komplek SMA 159 3 162
14 Babakan Jambu 22 3 25
JUMLAH 2322 178 2500
5.2 Keadaan Demografi
a. Jumlah Penduduk
Penduduk diwilayah kelurahan Cigadung berjumlah 11.158 jiwa, terdiri dari
2.500 KK, yang terdiri dari 14 RW dan 48 RT.
b. Komposisi Penduduk menurut Umur
Tabel 5.2
Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur
No. Golongan Umur Jumlah
1 0-12 Bulan 313
2 >1- <5 tahun 985
3 > 5- <7 tahun 1.324
4 >7- < 15 tahun 1.450
5 >15- 56 tahun 4.424
6 56 tahun ke atas 2.662
Jumlah 11.158
Sumber : Data Kelurahan Cigadung, Mei 2011
Jumlah penduduk terbesar di Kelurahan Cigadung yaitu pada usia >15- 56
tahun sebesar 4.424 jiwa.
34
BAB VI
HASIL PENELITIAN
6.1.1 Distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
penyakit dermatitis
6.1.1.1 Penyakit Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (
oligomorfik ). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis. ( Suria Djuanda dan
Sri Adi Sularsito, 1999 ).
Tabel 6.1 Distribusi frekuensi kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011.
Penyakit Dermatitis Jumlah Persentase (%)Dermatitis 47 42,7
Tidak Dermatitis 63 57,3Total 110 100
Berdasarkan tabel 6.1 diatas, diperoleh hasil bahwa dari 110 responden, terdapat 47
responden (42,7%) yang terkena penyakit dermatitis dan 63 responden (57,3%) tidak
terkena penyakit dermatitis.
6.1.1.2 Pekerjaan
Berdasarkan hasil dari responden yang berhubungan dengan pekerja bahwa
mayoritas masyarakat di wilayah Kerja Kelurahan Pagadungan adalah buruh tani.
Tabel 6.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan di Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung tahun 2011.
Pekerjaan Jumlah Persentase (%)Bekerja 101 91,8
Tidak bekerja 9 8,2Total 110 100
Berdasarkan tabel 6.2 di atas, responden yang bekerja lebih banyak yaitu 91,8 %
dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 8,2%.
35
6.1.1.3 Pendidikan
Berdasarkan hasil dari responden yang berhubungan dengan pendidikan
bahwa lebih banyak pendidikan dasar.
Tabel 6.3 Distribusi frekuensi pendidikan di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)Pendidikan dasar (Tidak
Lulus SMA)106 96,3
Pendidikan lanjutan (Lulus SMA/ PT )
4 3,7
Total 110 100
Berdasarkan tabel 6.3 di atas, pendidikan responden yang paling banyak adalah
Pendidikan dasar (tidak lulus SMA) berjumlah 96,3 %, sedangkan pendidikan
lanjutan (lulus SMA/ PT) berjumlah 3,7 %.
6.1.1.4 Kebersihan Pribadi
Tabel 6.4 Distribusi frekuensi kebersihan pribadi di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Kebersihan Pribadi Jumlah Persentase (%)Tidak menjaga
Kebersihan Pribadi29 26,4
Menjaga KebersihanPribadi
81 73,6
Total 110 100
Berdasarkan tabel 6.4 di atas, responden yang menjaga kebersihan pribadi sebanyak
73,6 %, sedangkan yang tidak menjaga kebersihan pribadi berjumlah 26,4%.
6.1.1.5 Ketersediaan Air Bersih
Tabel 6.5 Distribusi frekuensi ketersediaan air bersih di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
36
Ketersediaan Air Bersih Jumlah Persentase (%)Tidak memenuhi syarat 65 59,1
Memenuhi syarat 45 40,9Total 110 100
Berdasarkan tabel 6.5 di atas, ketersediaan air bersih responden yang paling banyak
tidak memenuhi syarat berjumlah 59,1 %, sedangkan yang memenuhi syarat
berjumlah 40,9%.
6.1.1.6 Pengolahan Sampah
Tabel 6.6 Distribusi responden berdasarkan pengolahan sampah di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011
Pengolahan Sampah Jumlah Persentase (%)Tidak memenuhi syarat 89 80,9
Memenuhi syarat 21 19,1Total 110 100
Berdasarkan tabel 6.6 di atas, ketersediaan air bersih responden yang paling banyak
tidak memenuhi syarat berjumlah 80,9 %, sedangkan yang memenuhi syarat
berjumlah 19,1%.
6.1.2 Hubungan antara faktor individu dan faktor lingkungan dengan kejadian
penyakit dermatitis
6.1.2.1 Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit dermatitis
Tabel 6.7 Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Pekerjaan
Penyakit DermatitisTotal p value
DermatitisTidak
Dermatitis
Bekerja45
(44,6%)56
( 55,4%)101
( 100 % )0,344
Tidak bekerja2
(22,2%)7
(77,8%)9
( 100 % )
Jumlah47
(42,7%)63
(57,3%)110
(100%)
37
Berdasrkan data tabel 6.7 menunjukkan bahwa penyakit dermatitis
proporsinya lebih tinggi pada responden yang bekerja di bandingkan dengan
responden yang tidak bekerja. Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,344 yang
berarti bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian
penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
6.1.2.2 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit
dermatitis.
Tabel 6.8 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Tingkat PendidikanPenyakit Dermatitis
Total p valueDermatitis
Tidak Dermatitis
Pendidikan Dasar 46
( 43,4 % )60
( 56,6 % )106
( 100 % )
0,213Pendidikan lanjutan1
( 25 % )3
( 75 % )4
( 100 % )
Jumlah47
( 42, 7 % )63
( 57, 3 % )110
( 100 % )
Pada tabel 6.8 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang berpendidikan dasar yaitu sebanyak 43,4 % di
bandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan yaitu sebanyak 25%
Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,213 yang berarti bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan kejadian penyakit dermatitis
di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
6.1.2.3 Hubungan antara tingkat kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit
dermatitis.
Tabel 6.9 Hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
38
Kebersihan pribadi
Penyakit dermatitisTotal p value OR
DermatitisTidak
dermatitisTidak menjaga
Kebersihan Pribadi
23( 79,3 % )
6( 20,7 % )
29( 100 % )
0,005 3,354Menjaga KebersihanPribadi
24( 29,6 % )
57( 70,4 % )
81( 100 % )
Jumlah47
( 42, 7 % )63
( 57, 3 % )110
( 100 % )
Dari tabel 6.9 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang tidak menjaga kebersihan pribadi tsebanyak 79,3 %
di bandingkan dengan responden yang menjaga kebersihan pribadi yaitu sebanyak
29,6 %.
Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,005 yang berarti bahwa ada
hubungan antara kebersihan pribadi responden dengan kejadian penyakit dermatitis
di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
6.1.2.4 Hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakit
dermatitis
Tabel 6.10 Hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakitdermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Ketersediaan Air Bersih
Penyakit DermatitisTotal p value
DermatitisTidak
Dermatitis
Tidak memenuhi syarat
29( 44,6 % )
36( 55,4 % )
65( 100 % )
0,821Memenuhi syarat
18( 40 % )
27( 60 % )
45( 100 % )
Jumlah47
( 42, 7 % )63
( 57, 3 % )110
( 100 % )Dari tabel 6.10 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang tidak memenuhi syarat sebanyak 44,6 % di
bandingkan dengan responden yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 40%
39
Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,821 yang berarti bahwa tidak ada
hubungan antara ketersediaan air bersih responden dengan kejadian penyakit
dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
6.1.2.5 Hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit
dermatitis.
Tabel 6.11 Hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Pengelolaan Sampah
Penyakit dermatitis
Total p valueDermatitisTidak
dermatitisTidak memenuhi
syarat40
( 44,9 % )49
( 55,1 % )89
( 100 % )
0,270Memenuhi syarat7
( 33,3 % )14
( 66,7 % )21
( 100 % )
Jumlah47
( 42, 7 % )63
( 57, 3 % )110
( 100 % )
Dari tabel 6.11 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat
sebanyak 44,9 % dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 33,3%.
Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,270 yang berarti bahwa tidak ada
hubungan antara pengelolaan sampah responden dengan kejadian penyakit
dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
BAB VII
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
40
7.1 Kejadian Dermatitis Di Desa Cigadung Kecamatan Karangtanjung Tahun
2011.
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (
oligomorfik ). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis. ( Suria Djuanda dkk,
1999 )
Berdasarkan hasil penelitian kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan
Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011 sebesar 42,7 % dari jumlah
responden.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa kejadian penyakit dermatitis di
Kelurahan cihadung, Kecamatan Karangtanjung cukup banyak, karena kebersihan
pribadinya kurang baik.
Pencegahan harus dilakukan pada masyarakat setempat terutama pada
responden yang mengidap penyakit dermatitis, pihak puskesmas harus sering
mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang PHBS.
7.2 Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kejadian Penyakit Dermatitis Di
Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung Tahun 2011.
Berdasrkan data tabel 6.7 menunjukkan bahwa penyakit dermatitis
proporsinya lebih tinggi pada responden yang bekerja yaitu sebanyak 38,5%
dibandingkan dengan yang tidak bekerja yaitu sebanyak 0%.
Dalam hal ini ibu rumah tangga sangat berpengaruh karena dilihat dari
pekerjaan sehari- hari seperti mencuci, membersihkan rumah dan pemakaian sabun
atau ditergen memungkinkan terjadinya penyakit dermatitis tersebut.
Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan
nilai p= 0,764 p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan
responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan
Karangtanjung tahun 2011.
7.3 Hubungan antara pendidikan dengan kejadian penyakit dermatitis di
Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
41
Pada tabel 6.8 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang berpendidikan dasar sebanyak 43,4 % di
bandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan yaitu sebanyak 25%.
Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan
nilai p= 0,213 p> 0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Tingkat
pendidikan responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung,
Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Menurut peneliti ketiadaan hubungan antara pendidikan dengan penyakit
dermatitis dikarenakan penyakit menyerang manusia tidak hanya pada orang yang
berpendidikan rendah tetapi yang berpendidikan tinggi juga bisa terkena penyakit
tersebut, dan pendidikan tidak harus diberikan secara formal tetapi dapat pula
diberikan dalam bentuk penyuluhan pada masyarakat, hal tersebut dilakukan untuk
memutuskan rantai penularan penyakit dermatitis baik dilakukan keluarga mauun
masyarakat sebab yang terpenting adalah mereka harus mendapat pembekalan
mengenai penyakit dermatitis.
7.4 Hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit dermatitis
di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011
Dari tabel 6.9 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang tidak menjaga kebersihan pribadi tsebanyak 79,3 %
di bandingkan dengan responden yang menjaga kebersihan pribadi yaitu sebanyak
29,6 %.
Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan
nilai p= 0,005 p<0,05 yang berarti bahwa ada hubungan antara kebersihan pribadi
responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan
Karangtanjung tahun 2011. maka berdasar hasil uji tersebut kemungkinan dari
pemakaian handuk yang bergantian dan penggunaan sabun batang secara bergantian
yang menyebabkan terjadinya penyakit dermatitis.
7.5 Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan kejadian penyakit
dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
42
Dari tabel 6.10 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang tidak memenuhi syarat sebanyak 44,6 % di
bandingkan dengan responden yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 40%.
Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan nilai
p= 0,821 p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Ketersediaan Air
bersih responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung,
Kecamatan Karangtanjung tahun 2011. Ini dikarenakan sebagian sebagian responden
memiliki ketersediaan air bersih yang baik atau memenuhi syarat dan terjadi bias
kuesioner, yaitu perbedaan persepsi antara pewawancara dengan responden, dan juga
antar sesame kelompok dalam menanggapi jawaban yang diajukan.
7.6 Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan kejadian penyakit
dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.
Dari tabel 6.11 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya
lebih tinggi pada responden yang pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat
sebanyak 44,9 % dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 33,3%.
Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan nilai
p= 0,270 p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Ketersediaan Air
bersih responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung,
Kecamatan Karangtanjung tahun 2011. Hal ini mungkin karena terjadinya bias
kuesioner, yaitu perbedaan persepsi antara pewawancara dengan responden, dan juga
antar sesame kelompok dalam menanggapi jawaban yang diajukan.
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
43
8.1 KESIMPULAN
Hasil penelitian tentang hubungan antara faktor individu ( pekerjaan,
pendidikan, kebersihan pribadi ) dan faktor lingkungan ( pengelolaan sampah,
ketersediaan air bersih ) dengan kejadian dermatitis di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat 42,7% responden yang terkena Penyakit Dermatitis.
2. Hasil distribusi frekuensi faktor individu dengan kejadian penyakit
dermatitis di Wilayah Kerja Kelurahan Cigadung yaitu yang bekerja
91,8%, pendidikan dasar 96,3%, dan yang menjaga kebersihan pribadi
73,6%.
3. Hasil distribusi frekuensi faktor lingkungan dengan kejadian penyakit
dermatitis di Wilayah Kerja Kelurahan Cigadung yaitu dalam
pengelolaan sampah, memenuhi syarat 19,1% dan sarana air bersih
memenuhi syarat 90,9%.
4. Hasil analisis faktor individu menunjukkan bahwa :
a. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit
dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011
(p = 0,344)
b. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian penyakit
dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011
(p = 0.213)
c. Ada hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit
dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011
(p = 0,005), ( OR = 3,354)
5. Hasil analisis faktor lingkungan menunjukkan bahwa:
44
a. Tidak ada hubungan antara pengolaan sampah dengan kejadian
penyakit dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011
(p = 0,270)
b. Tidak ada hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian
penyakit dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan
Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011
(P=0,821)
8.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang tindakan
pencegahan terhadap penyakit dermatitis terutama terkait dengan
personal hygiene (kebersihan perorangan). Penyuluhan dapat dilakukan
oleh pihak Dinas Kesehatan beserta Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu, Kader- kader, tokoh masyarakat serta instansi terkait melalui
berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik.
2. Perlu adanya peraturan daerah yang mendukung agar setiap pelaksaan
kegiatan pengawasan dan pencegahan terhadap kejadian penyakit
terbanyak khususnya perhatian terhadap penyakit dermatitis.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut secara khusus kepada responden
yang pernah terkena penyakit dermatitis, dan dilakukan penelitian
berulang atau lebih lanjut pada kasus yang sama agar diperoleh gambaran
yang pasti tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit
dermatitis.
45