SKIRIPSI
APLIKASI PEMBERIAN ROTIFERA YANG DITAMBAH VITAMIN C
DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP DAN SINTASAN LARVA
IKAN NILA (Oreochoromis niloticus)
KALTUM
10594086414
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
APLIKASI PEMBERIAN ROTIFERA YANG DI TAMBAH VITAMIN C
DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP SINTASA
LARVA IKAN NILA (Oreochoromis niloticus)
KALTUM
10594086414
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
Pada Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammmadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2019
Hak Cipta dilindungi undang – undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentinagan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh
Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar
ABSTRAK
KALTUM 10594086414 Aplikasi Pemberian Rotifera Yang Ditambah
Vitamin C Dengan Dosis Yang Berbeda Terhadap Sintasan Ikan Nila (Oreochoromi
Niloticus) di BPBAP Takalar Desa Mappakalompo, Kec. Gelesong Selatan, Kab.
Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan Dibawah bimbingan Dr.Ir. Hj. Andi Khaeriyah,
M.pd Dan Asni Anwar, S.Pi, M.Si Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui Rotifera yang perkaya vitamin C yang
optimal terhadap pertumbuhan dan sintasan larva ikan nila
Motedi pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara acak untuk
menjaga agar tidak ada orginasime yang terlalu kecil atau besar yang stabil pada saat
samlinh atau dalam hal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode ulangan
yakni membandingkan antra perlakuan yang satudengan perlakuan yang lain
Berdasarkan hasil penelitian pemberian rotifera yang di tambah vitamin C
terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan nila maka dapat di tarik kesimpulan dibawah
dosis yang optimal untuk pemberian rotifera terhadap vitamin C yaitu 2 gram
Untuk menghasilkan pertumbuhan dab sintasan yang baik untuk pemeliharaan
ikan lina disarankan para pembudidaya melakukan penkaya pakan dengan
mengunakan dosis vitamin C
Kata kunci Rotifera yang perkaya votamin C
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat d karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini sebagai salah satu
rangkaian dalam pelaksanaan skripsi ini merupakan amanah atau tugas yang
diberikan dari kampus, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
jurusan Budidaya Peraira
Sangat penulis sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Namun didasari dengan keyakinan dan tekad
yang kuat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai selesai.
Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan terkhusus buat Ayahanda Umar
dan Ibunda Hadiah, tercinta serta kakanda Hamdan yang telah tulus memberikan
dorongan dalam penyelesaian pendidikan.
Ucapan yang sama disampaikan kepada serta penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan ujian
skripsi. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis persembahkan kepada :
1. Ibu Dr.Andi Khaeriyah, M.Pd, selaku pembimbing 1.
2. Asni Anwar, S.Pi.,M.Si selaku pembimbing 2.
3. Bapak Dr. Burhanuddin. S, MP. selaku Dekan Fakultas Pertanian , Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Dr.Andi Khaeriyah,M.Pd, ,Selaku Ketua Program Studi Budidaya
Perairan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Universutas
Muhammadiyah Makassar.
Dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kekeliruan, maka
dari itu penulis sangat mengharapkan bantuan serta kritikan yang sifatnya
membangun sehingga laporan ini dapat sempurna serta kelak dapat bermanfaat bagi
yang membacanya. Besar harapan penulis semoga skripsi ini bisa menjadi patokan
dan petunjuk teknis dalam budidaya dibidang perikanan khususnya, lebih dan
kurangnya penulis ucapkan banyak-banyak terima kasih.
Wassalam...
Makassar, Juni 2019
Kaltum
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ............................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
HALAMAN HAK CIPTA ................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
KATA PENGATAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakan .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan .............................................................................. 2
2. TINJAU PUSTAKAN ..................................................................................... 4
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila ........................................................ 4
2.2 Penyebaran Habitat dan Ikan Nila............................................................ 6
2.3 Kebiasaan Makanan Ikan Nila ................................................................. 7
2.4 Kebutuhan Zat Gizi Nila .......................................................................... 8
2.5 Stadia Perkembangan Larva ..................................................................... 9
2.6 Biologi Rotifera ........................................................................................ 11
2.7 Pertumbuhan Rotifera .............................................................................. 12
2.8 Vitamin c .................................................................................................. 16
3. METODE PENELITIAN ................................................................................ 17
3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................... 17
3.2 Persiapan Wadah ..................................................................................... 17
3.3 Ikan Uji..................................................................................................... 17
3.4 Pemeliharaan Larva Ikan Nila .................................................................. 17
3.5 Rancangan Percobaan ............................................................................. 18
3.6 Pertumbuhan Mutlak ................................................................................ 19
3.7 Kualitas Air .............................................................................................. 19
3.8 Analisis Data ............................................................................................ 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 20
4.1 Sintasan Larva Ikan Nila ......................................................................... 20
4.2 Pertumbuhan Mutlak ............................................................................... 21
4.3 Kualitas Air ............................................................................................. 23
5. PENUTUP ....................................................................................................... 25
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 25
5.2 Saran ......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKAR ....................................................................................... 27
LAMPIRAN .
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Morfologi Ikan Nila 5
2. Kurva Pertumbuhan Rotifera 13
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Kebutuhan Zat Gizi Nila 9
2. Tingkat Kelangsungan Hidup 20
3. Pertumbuhan Mutlak 21
4. Kualitas Air 23
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Lampiran 1. Hasil uji onova 28
Lampiran 2. Alat dan bahan yang digunakan 31
Lampiran3. Dokumentasi kegiatan penelitain 32
I. PENDAHULUAN
I.I. Latar belakang
Pemeliharaan larva ikan nila merupakan faktor yang mempengaruhi
penyediaan kualitas dan kuantitas benih yang baik. Pemeliharaan larva sangat
menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan ikan. Hal ini disebabkan larva
merupakan salah satu stadia paling kritis dalam siklus hidup ikan (sumiarti 2000
dalam wijaya 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan larva yaitu
kuning telur serta kualitas air seperti suhu, pH, oksigen, salinitas dan cahaya
(Kamler,1992).
Terjadinya kematian pada larva setelah mencapai umur D3 diduga karena
cadangan makanan berupa kuning telur (yolksac) sudah habis sehingga larva harus
mendapatkan makanan dari luar sebagai sumber energi untuk melangsungkan
hidupnya. Pemberian pakan pada larva nila yang tepat waktu, mutu jenis dan ukuran
akan menjamin untuk laju pertumbuhan dan kelulus hidupan yang tinggi (Priyono et
al., 2011). Beberapa larva yang bertahan hidup setelah hari ketiga karena masih
tersisanya cadangan makanan yang berupa kuning telur dimana terdapat cadangan
energi yang lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan larva masih dapat bertahan
hidup (Ediwarman, 2006; Hijriyati, 2012). Pada masa ini terjadi pergantian sumber
nutrisi endogen ke nutrisi eksogen. Larva pada awalnya melakukan penyerapan
kuning telur dan butir minyak sebagai nutrisi endogen, menjelang habisnya
persediaan kuning telur dan butir minyak tersebut maka larva akan memulai
mencerna makanan dari luar untuk mendapatkan energi (Helfman et al., 1997).
Pakan alami merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan. Menurut Wahyuningsih (2009), jenis-jenis ikan budidaya
komersial yang dipelihara secara semi-intensif, pakan yang dimakan sepenuhnya
mengandalkan suplai yang diberikan oleh pembudidaya. Sedangkan ikan yang
dipelihara secara tradisional atau ikan yang hidup bebas di alam, hanya
memanfaatkan pakan yang tersedia secara alami.
Vitamin C diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan Kualitas
cadangan energi tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan
larva. Kualitas energi yang kurang baik menimbulkan gangguan pada perkembangan
larva dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, ketersediaan pakan
larva berkualitas sangat dibutuhkan agar kualitas dan kelangsungan hidup larva dapat
meningkat. penambahan vitamin C dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan mutlak dan efisiensi pemanfaatan pakan namun tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap kelulus hidupan. Dosis vitamin C yang dapat
ditambahkan pada pakan alami Menurut Kursistiyanto et al., (2013)
I.2. Tujuan dan kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis Rotifera. yang optimal untuk
meningkatkan pertumbuhan dan sintasa larva ikan nila.
Kegunaan penulisan ini adalah sebagai bahan informasi tentang penggunaan
pakan alami jenis Rotifera. yang di tambah vit c untuk meningkatkan pertumbuhan
dan sintasa larva ikan nila (Oreochoromis niloticus).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.I. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila
Kingdom : AnimaliaFilum: Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-
ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor
(caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis
lurus memanjang. Ikan Nila (oreochormis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan
mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang
yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip
punggung (dorsal fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), sirip 3
anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian
atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada
dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk
agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk
bulat.
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi
cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih
kehitaman atau kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau
sekitarnya.Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang
beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat
hidup baik (Sugiarto, 1988). Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya
enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Sumantadinata, 1981).Terdapat tiga
jenis ikan nila yang dikenal, yaitu nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino
(Sugiarto, 1988). Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus)
mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Gambar 1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) Saanin (1968)
2.2. Penyebaran Dan Habitat Ikan Nila
Penyebaran dan Habitat Ikan Nila berasal dari daerah Afrika bagian timur,
terutama di Sungai Nil dan perairan yang terhubung dengan sungai tersebut, seperti
Danau Tanganyika. Oleh karena itulah ikan nila memiliki nama latin sesuai dengan
nama asal habitatnya, Orechromis Niloticus. Ikan tersebut kemudian mulai menyebar
ke daerah Timur Tengah, Amerika, Eropa dan negara-negara Asia, setelah dibawa
oleh bangsa Eropa. Saat ini, ikan nila telah dibudidayakan di semua
propinsidiindonesia(suyanto,2003).
Habitat atau lingkungan tempat tumbuh dan berkembang biak ikan nila
sangat bervariasi. Memang, ikan ini dikenal memiliki daya adaptasi yang sangat
bagus terhadap perubahan lingkungan hidup. Oleh karena itu, ikan nila dapat
dibudidayakan di berbagai tempat dengan kondisi perairan yang bervariasi, baik di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Kondisi perairan yang bisa dijadikan sebagai
tempat untuk pemeliharaan ikan nila adalah air tawar, air payau, bahkan masih
mampu bertahan hidup di air asin, dengan nilai pH air berkisar antara 6-8,5. Kadar
garam yang ideal untuk pertumbuhannya antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat
dipindahkan ke air asin dengan adaptasi yang bertahap, dengan kadar garam yang
ditingkatkan sedikit demi sedikit. Jika pemindahan dilakukan secara mendadak, dari
air tawar ke air asin dengan kadar garam tinggi, dapat mengakibatkan stress, bahkan
berpotensi menimbulkan kematian dalam jumlah besar. (Suyanto, 2003).
Ikan nila kecil relatif lebih mudah beradaptasi dibanding dengan ikan nila
dewasa, oleh sebab itu, pemindahan ikan nila ke habitat lain sebaiknya dilakukan saat
masih anakan. Ikan ini juga mampu bertahan hidup baik di perairan dangkal maupun
dalam. Oleh sebab itu, ikan ini juga sering dibudidayakan di waduk-waduk yang
memiliki perairan relatif dalam, dengan sistem budidaya Karamba Jaring Apung.
Bahkan akhir-akhir ini, budidaya ikan nila sudah dilakukan dengan sistem Karamba
Jaring Apung di laut. Menurut (Panggabean 2009),
Suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya antara 25-30 derajat
Celcius, sehingga budidaya ikan nila akan lebih efisien jika dilakukan di dataran
rendah hingga menengah. Untuk mengetahui bagaimana cara budidaya ikan nila yang
efektif, Menurut (Panggabean 2009),
2.3. Kebiasaan Makan Ikan Nila
Ikan nila memakan makanan alami berupa plankton, perifiton dan tumbuh-
tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh karena itu, ikan
nila digolongkan ke dalam omnivora (pemakan segala). Untuk budidaya, ikan nila
tumbuh lebih cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%
Dari penelitian lebih lanjut kebiasaan makan ikan nila berbeda sesuai tingkat usianya.
Benih-benih ikan nila ternyata lebih suka mengkomsumsi zooplankton, seperti
rototaria, copepoda dan cladocera. Ikan nila ternyata tidak hanya mengkonsumsi
jenis makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis makanan tambahan yang
biasa diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan
sebagainya.
Ikan nila aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang disukai oleh ikan nila
adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein terutama dari pakan buatan yang
berupa pelet. (Aslamyah, 2008).
2.4. Kebutuhan zat gizi nila
Pada dasarnya kebutuhan zat gizi ikan sangat tergantung pada jenis serta
tingkatan stadianya. Ikan pada singkatan stadia dini (berusia
muda) umumnya memerlukan komposisi pakan dengan kandungan protein lebih
tinggi dibandingkan dengan stadia lanjut (berusia dewasa) karena pada tingkat stadia
dini zat makanan tersebut difungsikan untuk mempertahankan hidup dan juga untuk
pertumbuhannya.
Sifat fisik dan bentuk pakan yang diberikan juga sangat tergantung pada jenis ikan
serta tingkatan stadia ikan yang dibudidayakan. Jenis ikan yang hidup di dasar
perairan, seperti udang dan lele, memerlukan pakan yang mudah tenggelam,
sedangkan jenis ikan lainnya yang hidup di permukaan air memerlukan pakan yang
dapat melayang serta tidak cepat tenggelam. Dilihat dari bentuknya, ikan pada
tingkatan stadia dini memerlukan pakan berbentuk tepung (powder) atau remah
(crumble), sedangkan pada tingkatan stadia lanjut berbentuk pelet.
Nila termasuk pemakan segala (omnivora) dengan kecenderungan pemakan
tumbuh-tumbuhan (herbivora). Kebutuhan za gizi nila seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Nila
Zat Gizi Stadia/Umur/Ukuran Kebutuhan (%) Referensi
Protein
Asam amino
esensial
- Agrinin
- Lisin
- Treonin
- Histidin
- Isoleusin
- Leusin
- Metionin +
sistin
- Fenilalanin +
tirosin
- Triptofan
- Valin
Lemak
Karbohidrat
Vitamin
Mineral
Larva
Juvenil
Semua ukuran
Semua ukuran
Semua ukuran
Semua ukuran
Semua ukuran
Semua ukuran
Semua ukuran
35
25 – 30
20 – 25
4,2
5,1
3,8
1,7
3,1
3,4
3,2
5,5
1,0
2,8
6 – 8
6 – 10
25
0,5 – 10
0,25 – 0,5
< 0,9
Santiago et al
(1982)
Santiago et al
(1982)
Litbang deptan
(1989)
Santiago et al
(1988)
Litbang deptan
(1989)
Jauncey & Rose
(1982)
Sumber : Bautista, et al (1994)
2.5. Stadia Perkembangan Larva
Larva ikan yang baru menetas
adalah mulut belum terbuka, cadangan kuning telur dan butiran minyak masih
sempurna dan larva yang baru menetas bersifat pasif. Hari ke dua
mulut mulai terbuka. Selanjutnya benih mulai berusaha.
Selanjutnya memasuki hari ke tiga, larva ikan mulai mencari makan, pada saat
tersebut cadangan kuning telurnya pun telah menipis yaitu tinggal 25 –
30% dari volume
awal.Sirip dada mulai terbentuk sejak benih baru menetas meskipun belum
memiliki jari-jari. Pada hari kedua bakal sirip punggung, sirip lemak dan sirip
ekor masih menyatu dengan sirip dubur. Jari jari sirip dubur muncul pada hari ke 5
dan lengkap pada hari ke 10. Pigmen mata pada larva yang
baru menetas sudah terbentuk dan hari ke 2 mata telah berfungsi. Insang
pada hari ke sudah terbentuk dan berkembang sesuai umur larva. Pada umur 10
hari insang sudah mulai berfungsi.
Kuning telur ikan patin, mas, lele, baung dan sebagainya habis terserap
pada hari ke 3. Sedangkan ikan nila, gurame, bawal kuning telurnya
terserap setelah umur 4 hari. Perbedaan kecepatan penyerapan kuning
telur ini terjadi karena ukuran kuning telur yang berbeda dan pengaruh faktor
lingkungan terutama suhu dan kandungan oksigen terlarut Kamler
dan Kohno ( 1992 ) mengatakan semakin tinggi suhu maka penyerapan
kuning telur semakin cepat. Kuning telur yang diserap berfungsi sebagai
materi dan energi bagi benih untuk pemeliharaan, diferensiasi, pertumbuhan dan
aktivitas rutin. Buddington (1988) fungsi utama kuning
telur adalah untuk pemeliharaan dan aktivitas serta relatif kecil untuk
differensiasi. Laju penyerapan kuning telur benih ikan baung dan patin pada fase awal
menetas lambat, kemudian cepat dan lambat lagi berlangsung secara
eksponensial. Penyerapan lambat menjelang hingga habis terserap.
Heming dan Buddington ( 1988 ) bahwa penyerapan kuning telur
berlangsung secara eksponensial. Penyerapan lambat menjelang kuning
telur habis terserap diduga disebabkan oleh berkurangnya luas permukaan sejalan
dengan penyusutan kantung kuning telur perubahan komposisi kuning telur
2.6. Biologi Rotifera
Rotifera adalah hewan multiseluler dengan rongga tubuh yang sebagian dilapisi
oleh mesoderm organisme ini memiliki spesialisasi sistem organ dan saluran
pencermaan lengkap yang meliputi mulut dan anus. Karena karakteristik ini semua,
rotifera diakui sebagai hewan, meskipun mereka mikroskopis (Zooplankton).
Sebagian besar spesies rotifera memiliki ukuran sekitar 200 hingga 500 mikrometer.
Namun beberapa spesies, seperti rotifera neptunia mungkin lebih panjang dari satu
milimeter (Orstan 1999)
Klasifikasi Rotifera. adalah sebagai berikut (Hibberd, 1981):
Kingdom : Animalia
Filum : Rotifera
Kelas : Bdelloidea
Famili : Phillodinidae
Genus : Rotaria
Spesies : Rotaria neptunia
Panjang tubuh rotifer antara 60-273 Um dengan lebar antara 92-170 Um. Pada
pemeliharaan larva, pakan yang diperlukan pertama kalinya sangat tergantung kepada
ukuran jenis pakan yang sesuai dengan mulut larva. Dengan adanya perkembangan
ilmu pengetahuan tentang jasad pakan maka telah.
Rotifera dengan berbagai gizi dikarenakan rotifera merupakan hewan yang
dapat menyerap berbagai nutrisi dari jenis makanan yang dicerna, semakin banyak
nutrisi dalam pakan rotifera, semakin baik nilai gizi rotifera untuk makanan larva
ikan. (Maula, 2010).
2.7. Pertumbuhan Rotifera.
Sebagaian besar larva ikan umumnya memakan tumbuhan dan atau hewan
yang berukuran 4-200 mikron. Jenis tumbuhan dan hewan tersebut termasuk
didalamnya adalah plankton, yakni organisme yang hidup melayang dalam air
gerakannya selalu mengikuti arus
Lima fase pertumbuhan (Kartikasari, 2010)yaitu:
1. Fase lag disebut sebagai fase adaptasi kondisi lingkungan yang ditandai dengan
peningkatan populasi yang tidak nyata.
2. Fase eksponensial disebut sebagai fase pertumbuhan, ditandai dengan peningkatan
laju pertumbuhan beberapa kali lipat.
3. Fase pengurangan pertumbuhan yang ditandai dengan terjadinya penurunan
pertumbuhan jika dibandingkan dengan fase eksponensial.
4. Fase stasioner yang ditandai dengan laju pertumbuhan stabil.
5. Fase kematian ditandai dengan laju kematian lebih tinggi dari laju pertumbuhan
sehingga kepadatan populasi berkurang.
Kurva pertumbuhan Rotifera. dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Kurva pertumbuhan Rotifera.
2.6.2. Parameter yang Mempengaruhi Pertumbuhan
1. pH
Nilai pH pada media tumbuh mikroalga akan menentukan kemampuan biologi
mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara, sehingga pH optimum sangat penting
untuk menunjang pertumbuhan Rotifera sp. yang optimal. Nilai pH yang baik untuk
pertumbuhan Rotifera sp. berkisar antara 8,5-9,5 (Suryati, 2002).
2. Salinitas
Salinitas berpengaruh terhadap organisme air dalam mempertahankan tekanan
osmotik dan mengakibatkan terjadinya hambatan proses fotosintesis (Edhy et al.,
2003). Salinitas yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina sp. berkisar antara 20 - 30
ppt (Wicaksonoet al., 2014). Ketersediaan oksigen di dalam media kultur merupakan
faktor penting untuk fitoplankton, karena secara langsung dipakai sebagai bahan
untuk membentuk molekul-molekul organik melalui proses fotosintesis.
3. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika,
peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan. Secara
umum suhu optimal dalam kultur fitoplnkton berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam
kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di
bawah 16oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu
diatas 36oC dapat menyebabkan kematian. Beberapa fitoplankton tidak tahan
terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat
dilakukan dengan mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan
alat pengatur suhu udara (Taw, 1990)
4. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna
untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan
pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang
yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan
mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman kultur
dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan
intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur
mikroalga minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai
mikroalga dapat tumbuh dengan konstan dan normal.(Coutteau, 1996)
5. Karbondioksida
Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses
fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup digunakan
dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar
karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum
sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990).
6. Nutrien
Fitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung
nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan fitoplankton dengan kultur dapat
mencapai optimum dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak
terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan
mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat. Makronutrien yang berupa
nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air
laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti amonia, nitrit,
dan senyawa organik dapat dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien
organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin
tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton
untuk berfotosintesis (Taw, 1990)
7. Aerasi
Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan
medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (Taw, 1996).
2.8. Vitamin c
Peningkatan nilai nutrisi pakan buatan dapat dilakukan dengan penambahan
vitamin C sehingga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan Kualitas
cadangan energi tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan
larva. Kualitas energi yang kurang baik menimbulkan gangguan pada perkembangan
larva dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, ketersediaan pakan
larva berkualitas sangat dibutuhkan agar kualitas dan kelangsungan hidup larva dapat
meningkat. penambahan vitamin C dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak dan efisiensi pemanfaatan pakan namun
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelulushidupan. Dosis vitamin C yang
dapat ditambahkan pada pakan alami Menurut Kursistiyanto et al., (2013)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2018 bertempat
di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan.
3.2. Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan larva ikan nila serta peralatan lainnya dibersihkan lalu
dikeringkan. Wadah untuk pemeliharaan larva ikan nila disusun sesuai dengan
susunan yang telah ditentukan, wadah diisi dengan air bersih yang telah dipasangkan
aerasi.
3.3. Ikan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian yaitu larva ikan nila
(Oreochoromis niloticus) yang berumur 4 hari setelah lepas dari kuning telur. Yang
didapatkan di BPBAP Takalar
3.4. Kultur Pakan Rotifera sp
Kepadatan populasi yang digunakan pada awal kultur Rotifera sp adalah
sebanyak 973,99 sel//ml. Rotifera sp yang ditambah vit c sebanyak 100 mg air laut
1800 ml. Mengacu pada penelitian Jadid R. et. al. (2017).
3.5. Pemeliharaan Larva Ikan nila
Wadah pemeliharaan berjumlah 12 buah yang sudah siap pakai disusun secara
acak. Penebaran larva yaitu 14 ekor/wadah dalam wadah 5 liter Pemeliharaan
dilakukan selama 30 hari, pengamatan tingkat kelangsungan hidup larva ikan nila
dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pemberian pakan diberikan dua kali sehari
(50% dari dosis) pada pagi dan sore hari.
3.6. Rancangan Percobaans
Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan masing-masing 3 ulangan sehingga berjumlah 12 unit
percobaan. Perlakuan yang diuji yaitu perbedaan dosis pemberian pakan rotifera.
yang ditambah vitamin c, terhadap larva ikan nila, yaitu:
Perlakuan A = Pemberian Rotifera. Dengan dosis 1 liter/ 1 g vitamin c
Perlakuan B = Pemberian Rotifera dengan dosis 1 liter/ 1,5 g vitamin c
Perlakuan C = Pemberian Rotifera dengan dosis 1 liter/ 2 g vitamin c
Perlakuan D =Pemberian Rotifera tampa vitamin c (kontrol)
A. Pengukuran Parameter
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah
B. Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan Effendie, 1997):
SR = Nt × 100
No
Keterangan:
SR = Kelulusan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)
3.7. Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak larva ikan nila dihitung dengan menggunakan rumus
menurut Effendi (1997):
W = Wt – Wo
Keterangan:
W = Pertumbuhan mutlak (g)
Wt = Berat ikan pada akhir penelitian (g)
Wo = Berat ikan pada awal penelitian (g)
3.8. Kualitas Air
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran beberapa parameter
kualitas air. Parameter kualitas air yang diukur meliputi temperatur menggunakan
thermometer, derajat keasaman (pH) dengan menggunakan pH meter, salinitas
dengan menggunakan handfraktometer, oksigen terlarut (DO) menggunakan DO
meter. Parameter suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut diukur dua kali sehari pada
pukul 07:00 dan 17:00 WITA.
3.9. Analisis Data
Data dari hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar
kemudian dilakukan analisa menggunakan program SPSS versi 20 yang meliputi
Analysis of varians (ANOVA) dngan uji F pada selang kepercayaan 95 %.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sintasan Larva Ikan Nila
Rata-rata kelangsungan hidup ikan nila selama pemeliharaan disajikan
pada Tabel 2. Yang diberi Rotifera yang perkaya vitamin C
Perlakuan ulangan
Rata-rata (%) 1 2 3
A
B
C
(Kontrol)
78,67
85,71
92,86
57,14
71,43
92,86
85,71
50,01
85,71
71,43
92,86
64,28
78,6
83,33
90,48
73,81
Padal tabel diatas nilai sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan C (2 gram)
yaituh sebesar 90,48%, di susun perlakuan B (1,5 gram) dan A (1 gram) sebesar
83,33% dan 78,6% sedangkan kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan
D (0 gram)yaitu sebesar 73,81%. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA)
diperoleh 0.004, maka perlakauan yang diberikan dengan penambahan vitamin c
pada pakan berpengaruh nyata (P<0,005) terhadap sintasan ikan nila (lampiran 2).
Berdasarka sidim ragam menunjukan bahwa pemberian Rotifera yang perkaya
vitamin C dengan ini juga tidak menyebabkan kematatian ataupun terhadap Rotifera
yang perkaya vitamin C dalam meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga tingkat
kelulus hidupan meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Jusadi et al. (2006)
bahwa pemberian Rotifera yang perkaya vitamin C berperan penting dalam
menormalkan fungsi kekebalan tubuh dan mengurangi stres.
4.2. Pertumbuhan mutlak
Hasil Pertumbuhan mutlak larva ikan Nila sesuai perlakuan pemberian dosis
pakan berbeda yang dicampur dengan vitamin C selama 30 hari, menunjukkan
pertumbuhan mutlak seperti yang terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. pertumbuhan mutlak.
Perlakuan Ulangan
Rata-rata (g) 1 2 3
A
B
C
(Kontrol)
2,34
3,51
3,09
1,04
1,66
2,28
4,17
0,95
1,76
3,15
2,63
1,19
1,92
2,98
3,29
1,06
Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 3. menunjukkan bahwa rata-rata
peningkatan pertumbuhan ikan nila yang tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan
rata-rata 3,29 gram, kemudian perlakuan B dengan 2,98 gram dan pertumbuhan
tingkat pertumbuhan terendah pada perlakuan A dengan 1,59 gram kemudian
perlakuan D dengan rata-rata 1.06 gram tampa vitamin c. Hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) terdapat perlakuan yang diberinya pengaruh yang nyata (P<0,005)
terhadap pertumbuhan. Pada uji Duncan, semua rata-rata terletak pada subset yang
tidak berbeda, sehingga semua perlakuan yang diberikan tidak berbeda secara nyata
(lampiran 1).
Tingginya pertumbuhan mutlak pada perlakuan C bahwa Rotifera yang
perkaya vitamin C yang diberikan sesuai dengan yang di butuhkan larva ikan nila,
Terjadinya peningkatan pertumbuhan larva ikan nila setelah pemberian rotifera yang
di perkaya vitamin C dapat digunakan oleh tubuh untuk keperluan, sehingga pakan
yang dikonsumsi dapat digunakan untuk pertumbuhan. Sesuai dengan pendapat
Sunarto et al., (2008) Rotifera dibutuhkan oleh ikan untuk proses dalam tubuh dalam
dampak pertumbuhan. Jusadi et al., (2006) Rotifera dibutuhkan larva ikan nila bahwa.
Pertumbuhan terkait dengan energi yang masuk kedalam tubuh ikan. Maka dapat
disimpulkan bahwa Rotifera yang perkaya vitamin C yang diberikan sesuai untuk
pertumbuhan larva ikan nila dan tidak menyebabkan kematian.
4.3. Kualitas air
Parameter-parameter kualitas air yang diamati selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 4.
No parameter kisaran yang kisaran yang diperoleh
diperoleh
1 Suhu (oC) 27-28oC 28-29
oC (Tancung,2007)
2 pH 6,7-7,6 6-5,7,5 (Suprapto 2005),
3 Do (ppm) 6-7,3 >3 ppm (Anonymous, 2002)
Para meter kualitas air yang diamatin adalah (DO), suhu, pH, salinitas,
ammonia pengamatan dilakukan pada pagi hari sembelum pemberian pakan pada
ikan dan pengamatan dilakukan setiap pengamatan ikan. Dari hasil penelitian pada
masing wadah diketahui nilai faktor kimia air seperti pada tabel berikut.
Kisaran suhu air pada waktu penelitian 27-28oC, kisaran tersebut masih
dalam kondisi layak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila, sesuai
pendapat Kordi dan Tancung, (2007) kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan
ikan nila yaitu 28-29oC dan tumbuh dengan baik pada suhu 23-28
oC. suhu yang
rendah dapat menyebabkan rendahnya laju konsumsi pakan pada ikan, sedangkan
suhu yang tinggi menyebabkan tingkat konsumsi pakan menjadi berhenti.
Kisaran salinitas pada waktu penelitian 10 ppt kisaran ini masih optimum bagi
ikan nila. Salinitas menunjukkan kisaran yang tinggi karena sumber air yang
digunakan berasal dari air tawar. ikan menyukai salinitas yang tidak terlalu tinggi,
yaitu 10-30 ppt, namun ikan dapat tumbuh baik pada salinitas 5-45 ppt (Amri dan
Kanna 2008). Salinitas berperan dalam proses osmoregulasi dan proses molting.
Pengaturan osmoregulasi mempengaruhi metabolisme tubuh ikan dalam
menghasilkan energi. Pada lingkungan hiperosmootik, ikan akan cenderung
meminum air lebih banyak kemudian insang dan permukaan tubuh membuang
natrium klorida. Sedangkan pada salinitas yang rendah (hiposmootik) ikan akan
menyeimbangkan perolehan air dengan mengekresikan banyak urine, pengambilan
NaCl melalui insang (Ariyani et.,al 2008).
Oksigen terlarut yang diperoleh pada saat penelitian berkisar antara 3-6 ppm.
Pada kisaran tersebut ikan nila masih dapat tumbuh, sesuai pendapat (Anonymous,
2002) Kandungan oksigen terlarut yang dapat menunjang kehidupan ikan nila pada
kondisi ideal 6 ppm, kondisi tumbuh 3 ppm sedangkan kondisi untuk bertahan hidup
1,0-1,5 ppm.
Kisaran pH selama penelitian berkisar 7-7,5 batas toleransi organisme
terhadap derajat keasaman bervariasi. Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran
dari konsentrasi ion hydrogen dan menunjukkan suasana air tersebut, apakah bereaksi
basah atau asam. Menurut Suprapto (2005), kisaran pH optimal untuk pertumbuhan
ikan adalah 6-5,7 dan dapat mentoleransi pH dengan kisaran 6,5-9.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian rotiferah yang perkaya vitamin C
terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan nila maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dosis yang optimal untuk pemberian rotiferah terhadap vitamin C yaitu 2 gram.
5.2. Saran
Berdasarkan hasilkan sintasan dan pertumbuhan yang baik untuk
pemeliharaan ikan nila disarankan pembudidaya melakukan.
DAFTAR PUSTAKAR
Ahmad,DN. 1991. Pengelolaan Peubah Mutu Air Yang Penting Dalam Tambak
Udang Intensif. Dirjen Perikanan bekerja sama dengan IDRC Jakarta. 40
halaman.
Aliabbas, A. 2002. Kualitas Rotifera. Akibat Lama Penyinaran Nata de Nanno.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut PertanianBogor. Skripsi. Hal 4
Amri, K. dan I.Kanna. 2008. Budidaya ikan nila Secara Intensif, Semi Intensif, dan
Tradisional, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Anonim, 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya Ikan saat ini. PT.
Central Proteinaprima (Charoen Pophand Group) Surabaya. 16 hal
Anonymous. 2002. Budidaya Ikan nila (Litopaneaus vannamei). Technical servis
Departemen. PT. Central Protein prima. Charond Pokhphand Surabaya. 35
halaman.
Ariyani, D., Susanto, Sumadi, Iswandi, 2008. Pengaruh Perubahan Salinitas
TerhadapVirulensi WSSV Pada Udang Putih Litopenaeus
vannamei.UniversitasLampung. ISBN/978-979-1165-74-7.
Djunaidah, I.S., M.I. Toelihere, Effendie, S. Sukimin dan E. Riani. 2004.
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Kepiting Bakau (Scylla
paramamosain) yang Dipelihara pada Substrat Berbeda. [Skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 9 (I): 20-25
Effendi, M.I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fachrullah, Muhammad Rezza. 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Biofuel Jenis
Chlorella sp. dan Rotifera. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil
Penambangan Timah di Pulau Bangka. Skripsi. Bogor : IPB. 102 hlm.
Haliman,R.W. dan Dian, A.S. 2005. Ikan nila. Penebar Swadaya Jakarta, 76 hal.
Haliman R.W dan D. Adijaya, 2005. Klasifikasi Ikan nila Penebar Swadaya. Jakarta
Halver. 1972. The Vitamins In Fish Nutrition. Academic Press. Inc.
Washington.Hariati, A.M. 1989. Makanan Ikan. Diklat Kuliah. Fakultas
Perikanan.UniversitasBrawijaya Malang. 155 hal.
Handjani dan W. Widodo. 2010. Nutrisi Ikan. UMM Press. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang. Hal 62-75
Hibberd, D.J. (1981). Notes on the Taxonomy and Nomenclature of the Alga Classes
Eustigmatophyceae and Tribophyceae (synonym Xanthophyceae) Journal of
the Linnean Society of London, Botany.
Isnansetyo, A dan Kurniastuty.1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton.Yogyakarta : Kanisius.
Jusadi, D., B.A. Dewantara dan I. Mokoginta. 2006. Pengaruh Kadar L-Ascorby l2
Phosphat Magnesium yang Berbeda Sebagai Sumber Vitamin C dalam
PakanTerhadap Pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ukuran
Sejari. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, 5(1): 21-29.
Kartikasari, D. 2010. Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap
Kemampuan Penyerapan Logam Berat Pb Pada Rotifera. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
Lawalata, I. J. 2011. Pemberian Beberapa Kombinasi ZPT Terhadap Regenerasi
Tanaman Gloxinia (Siningia speciosa) dari Eksplan Batang dan Daun Secara
In Vitro. J.Exp. Life Sci. 1(2). Hal 83-84.
Maula, R.N. 2010. Optimasi Kultivasi Mikroalga Laut Nannochloropsis Oculata
Dengan Perlakuan Pupuk Urea Untuk Produksi Lemak Nabati. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang.
Muchlisin, Z.A., A. Damhoeri, R. Fauziah, Muhammadar dan M. Musman. 2003.
Pengaruh beberapa jenis pakan alami terhada pertumbuhan dan kelangsungan
hiudp benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Biologi, 3(2): 105-113.
Purnomowati, Ida, dkk. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Cetakan I. Yogyakarta :
Kanisius.
Sari, A.S.P. and A. Manan. 2012. Pola Pertumbuhan Rotifera Pada Skala
Laboratorium, Intermediet, dan Massal. Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Univeristas Airlangga, Surabaya. 4(2):123-127
LAMPIRAN 1.
ANOVA
PERTUMBUHAN
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9.411 3 3.137 10.685 .004
Within Groups 2.349 8 .294
Total 11.759 11
pertumbuhan
LSD
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
perlakuan A perlakuan B -1.06000* .44241 .043 -2.0802 -.0398
perlakuan C -1.37667* .44241 .014 -2.3969 -.3565
perlakuan D .86000 .44241 .088 -.1602 1.8802
perlakuan B perlakuan A 1.06000* .44241 .043 .0398 2.0802
perlakuan C -.31667 .44241 .494 -1.3369 .7035
perlakuan D 1.92000* .44241 .002 .8998 2.9402
perlakuan C perlakuan A 1.37667* .44241 .014 .3565 2.3969
perlakuan B .31667 .44241 .494 -.7035 1.3369
perlakuan D 2.23667* .44241 .001 1.2165 3.2569
perlakuan D perlakuan A -.86000 .44241 .088 -1.8802 .1602
perlakuan B -1.92000* .44241 .002 -2.9402 -.8998
perlakuan C -2.23667* .44241 .001 -3.2569 -1.2165
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Duncana
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
perlakuan D 3 57.1400
perlakuan A 3 78.6033
perlakuan B 3 83.3333
perlakuan C 3 90.4767
Sig. 1.000 .108
ANOVA
SINTASAN
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1854.356 3 618.119 10.386 .004
Within Groups 476.102 8 59.513
Total 2330.458 11
sintasan
LSD
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
perlakuan A perlakuan B -4.73000 6.29882 .474 -19.2551 9.7951
perlakuan C -11.87333 6.29882 .096 -26.3984 2.6518
perlakuan D 21.46333* 6.29882 .009 6.9382 35.9884
perlakuan B perlakuan A 4.73000 6.29882 .474 -9.7951 19.2551
perlakuan C -7.14333 6.29882 .290 -21.6684 7.3818
perlakuan D 26.19333* 6.29882 .003 11.6682 40.7184
perlakuan C perlakuan A 11.87333 6.29882 .096 -2.6518 26.3984
perlakuan B 7.14333 6.29882 .290 -7.3818 21.6684
perlakuan D 33.33667* 6.29882 .001 18.8116 47.8618
perlakuan D perlakuan A -21.46333* 6.29882 .009 -35.9884 -6.9382
perlakuan B -26.19333* 6.29882 .003 -40.7184 -11.6682
perlakuan C -33.33667* 6.29882 .001 -47.8618 -18.8116
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Duncana
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
perlakuan D 3 1.0600
perlakuan A 3 1.9200
perlakuan B 3 2.9800
perlakuan C 3 3.2967
Sig. .088 .494
LAMPIRAN 2.
Gambar 1. Oksigen Terlarut (DO)
Gambar 2. Salinometer
Gambar 3. Persiapan Wadah
Gambar 4. Vitamin c
Gambar 5. Pemberian pakan
Gambar 6. Mengukur air salinometer
Gambar 7. Mengukur oksigen terlarut (DO)
Gambar 8. Hasil penelitian larva ikan nila
RIWAYAT HIDUP
KALTUM dilahirkan di dompo pada tanggal 26 April 1994,
sebagai anak kelima dari ayah yang bernama Umar.dan ibu
bernama Hadia. Penulis merupakan anak kelima dari lima
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD
Negeri 1 kilo dan tamat pada tahun 2007. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 kilo dan tamat pada tahun 2009 kemudian
melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1Kilo dan lulus pada tahun 2012. Dan pada
tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Makassar, Fakultas Pertanian, program studi Budidaya Perairan.
Penulis akhirnya melakukan penelitian di BPBAP Takalar sebagai tugas akhir dalam
tahap penyelesaian study dengan judul ” APLIKASI PEMBERIAN FROTIFERA
YANG DI TAMBAH VITAMIN C DENGAN DOSIS YANG BERBEDA
TERHADAP DAN SINTASAN LARVA IKAN NILA(OREOCHOROMIES NILOTICUS)
dibawah bimbingan Dr.Ir.Hj.Andi Khaeriyah,M.Pd dan Asni Anwar,S.pi.,M.Si