Download - Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )
Anemia aplastik
kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Klasifikasi menurut kausa2 :
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia
Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10
Anemia aplastik berat - Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%
dengan <30% sel hematopoietik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
netrofil < 0,5x109/l
trombosit <20x109 /l
retikulosit < 20x109 /l
Anemia aplastik sangat berat
Anemia aplastik bukan berat
Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2x109/l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia
aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum
tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari
tiga kriteria berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
Etiologi Anemia Aplastik
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan
tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak
diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit
lain (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.6,12
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
2.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana
stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan
dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel
hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula
pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.2
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan
luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat
digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang
asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien
yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima.
Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1
Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada
dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel
terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan
kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima
transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga
dapat menyebabkan anemia aplastik.13
2.4.2 Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia
aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti
insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan
kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.13
2.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang
dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon,
senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran atau
nitrosourea.2
Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9
Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah
Resiko Rendah
Analgesik Fenasetin, aspirin, salisilamide
Anti aritmia Kuinidin, tokainid
Anti artritis Garam Emas Kolkisin
Anti konvulsan Karbamazepin, hidantoin, felbamat
Etosuksimid, Fenasemid, primidon, trimethadion, sodium valproate
Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah
Resiko Rendah
Anti histamin Klorfeniramin, pirilamin, tripelennamin
Anti hipertensi Captopril, methyldopa
Anti inflamasi Penisillamin, fenilbutazon, oksifenbutazon
Diklofenak, ibuprofen, indometasin, naproxen, sulindac
Anti mikroba
Anti bakteri Kloramfenikol Dapsone, metisillin, penisilin, streptomisin, β-lactam antibiotik
Anti fungal Amfoterisin, flusitosin
Anti protozoa Kuinakrine Klorokuin, mepakrin, pirimetamin
Obat Anti neoplasma
Alkylating agen
Busulfan, cyclophosphamide, melphalan, nitrogen mustard
Anti metabolit Fluorourasil, mercaptopurine, methotrexate
Antibiotik Sitotoksik
Daunorubisin, doxorubisin, mitoxantrone
Anti platelet Tiklopidin
Anti tiroid Karbimazol, metimazol, metiltiourasil, potassium perklorat, propiltiourasil, sodium thiosianat
Sedative dan tranquilizer
Klordiazepoxide, Klorpromazine (dan fenothiazin yang lain), lithium, meprobamate, metiprilon
Sulfonamid dan turunannya
Anti bakteri Numerous sulfonamides
Diuretik Acetazolamide Klorothiazide, furosemide
Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah
Resiko Rendah
Hipoglikemik Klorpropamide, tolbutamide
Lain-lain Allopurinol, interferon, pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut
resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik merupakan
resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko rendah.
2.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus
Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering.
Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis.
Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan
antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat
menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle
cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise
dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis
red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang,
biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat
menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan
sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder,
inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau
destruksi jaringan stroma penunjang.4
2.4.5 Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari
padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi
merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang
disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi
mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.2
2.4.7 Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain
1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan
hipoplasia sumsum tulang.2
2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).
Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai
pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2
3. Kehamilan
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan
antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi
anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah
melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian
yang berulang pada kehamilan-kehamilan berikutnya.9
Patogenesis11
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh
ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired
aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya
radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi
autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang
paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka.
Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan
DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi
memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut
myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang
terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein
FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait
dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi
menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum
diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan
oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat
menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin
merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya
belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat
proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung
terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang
terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi
perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe
d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis
menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap
infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun
bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,
selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari
anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun
demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin
Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa
pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering
dikemukakan.
Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2
Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5
terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan
ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya
bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak
ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru
meragukan diagnosis.2
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2
Jenis Pemeriksaan Fisik %
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang
terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi.
Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan
poikilositosis.2
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada
lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari
20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3
menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.
Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit
bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic
anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang
berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik
trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat
ditegakkan.9
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang
dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F
meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik
konstitusional.2
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe
serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe
ke eritrosit yang bersirkulasi.9
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah
yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma,
makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan
sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada
kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular.
Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan
hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.9
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.
Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi
dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual
hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk
mengklarifikasi diagnosis.9,12
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel
pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu
yang berumur lebih dari 60 tahun.8
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila
selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari
30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.9
2.7.2 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa
anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum
tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas
skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran
yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.
PenatalaksanaanAnemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9
Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga
menjadi penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang
dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik
tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan
kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur)
pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-
CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu
transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan
metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk
anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor
seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched sibling donor), faktor-
faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan untuk
menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau transplantasi
sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum
tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien
yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi
imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan
anemia aplastik.15
Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15
a. Pengobatan Suportif15
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red
cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan
penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3
sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit
konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor.
Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau
saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin
(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG
diindikasikan pada15 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan
tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi
ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan
proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.15 Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat
pada tabel 8.11
Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11
Dosis test ATG :
ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan
dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.
Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.
Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :
Asetaminofen 650 mg peroral
Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus
Hidrokortison 50 mg intravena perbolus
Terapi ATG :
ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :
Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan
dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness,
tapering dosis setiap 2 minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal
kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau
lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan
bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia
aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar
46%.15
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi
imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar
aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan
dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada
myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab
toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan
siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif
yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi
dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon
terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun
setelah terapi ATG.15
c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-
faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap
siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG
kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony
Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi
neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh
stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan
hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik.
Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi
penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah
dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan
sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan
dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai
terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15
d. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia
aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi,
transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya
sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk
transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang
berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin
meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan
sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40
tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia
muda.9,10
Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum
tulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang
lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur
kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian
transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang
menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif
lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi
selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari
donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk
mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk
akibat tansfusi.15
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation
(EBMT) adalah sebagai berikut15 :
- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan
trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan
trombosit dibawah 100.000/mm3.
- Refrakter : tidak ada perbaikan.
2.11 Prognosis9
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah
absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari
500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil
kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi
dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-
anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik
konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi
biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan
sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien
yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita
gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien
usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil
yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif
sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel
darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi
imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi
memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia
sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi
proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous
leukimia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif.
Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang
bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif,
hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama
dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang
lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang
lebih bertahan lama.