ii
ANALISIS SEMIOTIK ANTI KORUPSI DALAM FILM
MENOLAK DIAM
ASMITA HANDYANI
Nomor Stambuk : 105650000415
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
iii
ANALISIS SEMIOTIK ANTI KORUPSI DALAM FILM
MENOLAK DIAM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi
Disusun dan diusulkan oleh
ASMITA HANDYANI
Nomor Stambuk : 105650000415
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
i
iv
ii
v
iii
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Asmita Handyani
Nomor Stambuk : 105650000415
Prodi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun ini pencabutan gelar akademik.
Makassar, 26 Februari 2021
Yang menyatakan,
Asmita Handyani
iv
vii
ABSTRAK
ASMITA HANDYANI. Analisis Semiotik Anti Korupsi dalam Film Menolak
Diam (dibimbing oleh Syukri dan Arni).
Film merupakan sarana komunikasi audio visual yang paling diminati oleh
khalayak umum, karena menyajikan rentetan cerita, gambar dan musik yang
menarik. Film tidak sekedar menyajikan imajinasi penulis tetapi terdapat realitas
kehidupan yang dikemas dengan apik oleh tangan-tangan profesional. Dalam
membentuk dan menghadirkan kembali realitas, film mengkonvensikan pesan
dalam bentuk tanda dan lambang, sehingga ketika seseorang menonton film,
pesan yang disampaikan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
pembentukan opini seseorang mengenai maksud dan tujuan dari film tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasi makna denotatif dan
konotatif anti korupsi dan pesan moral dalam film Menolak Diam. Penelitian
dilakukan pada september hingga november 2020 dan objek penelitiannya fokus
terhadap adegan film Menolak Diam. Metode penelitian yang digunakan adalah
studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik analisis data menggunakan
konsep semiotika Roland Barthes. Data diperoleh dari film Menolak Diam
berbentuk berkas lunak dengan terjemahan bahasa Inggris dan didukung data-data
dari buku, jurnal, penelitian terdahulu dan internet.Untuk mengumpulkan data
menggunakan teknik observasi dan dokumentasi. Dalam mengukur tingkat
keabsahan data, peneliti menggunakan empat standar yaitu, kredibilitas,
transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.
Hasil dari penelitian terhadap film Menolak Diam, ditemukan bahwa film
Menolak Diam merupakan film yang menggambarkan sikap anti korupsi
sekelompok pelajar terhadap penyelewengan dana di sekolah mereka, serta
mengandung pesan moral tentang hubungan antara orang tua dan anak, dukungan
persahabatan dan idealisme.
Kata Kunci: Film, Semiotika, Korupsi
v
viii
KATA PENGANTAR
Tiada kata indah yang patut diucapkan seorang hamba kepada Sang
Pencipta atas segala cinta kasih-Nya yang tak terhingga dan nikmat-Nya yang tak
berujung sehingga kita mampu melewati hari-hari yang penuh makna dan
memberi kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Semiotik Anti Korupsi dalam Film Menolak Diam” Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis menyadari
bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dapat terwujud atas bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak yang telah tulus memberikan sumbangsih berupa
fikiran, motivasi dan nasehat. Untuk semua itu dengan kerendahan hati pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
Teruntuk orang tua penulis, Ibu Nur Amir dan Bapak Rubama terimakasih
telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan selalu
mendukung setiap keputusan penulisan serta memberikan motivasi dan do’a yang
tiada henti-hentinya. Terimakasih untuk saudari penulis, Ismatul Hidaya yang
selalu menghibur dan menyemangati penulis dalam proses penyusunan penelitian
ini.
Selanjutnya pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan
penghargaan dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah memberikan semangat dan bantuannya, terutama kepada:
vi
ix
1. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Dr. H. Muh. Tahir, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
3. Bapak Syukri, S.Sos, M.Si, selaku Pembimbing I dan Ibu Arni S.Kom.,
M.I.Kom, selaku Pembimbing II yang selalu membantu dan mengarahkan
penulis ditengah kesibukannya sebagai tenaga pengajar dan kesibukan
lainnya. Beliau selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk penulis
selama proses penyusunan skripsi ini. Penghargaan setinggi-tingginya
kepada beliau atas dedikasinya sebagai pembimbing yang telah menjadi
panutan bagi penulis.
4. Terimakasih banyak kepada staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi
pelayanan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Makassar.
5. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada, Nurul Fadhillah, Febi Ayu
Lestari, Marwah Rahman, Nurhidayati, Wa Ode Nur Asyifah dan Yeyen
Nurimba Plorensty yang selalu memberikan do’a dan dukungan serta telah
menjadi sahabat yang baik untuk penulis.
6. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pimpinan Komisariat Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah Fisip Unismuh 2015 hastag berkarakter, yang
juga telah menjadi sahabat baik bagi penulis.
vii
x
7. Terimakasih kepada Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah Fisip Unismuh (PIKOM IMM FISIP), Himpunan
Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unismuh (HUMANIKOM),
dan teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Fisip Unismuh (BEM
FISIP), yang telah menjadi lembaga tempat penulis belajar banyak hal.
Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca guna menambah ilmu pengetahuan terutama
yang berkaitan dengan Ilmu Komunikasi. Semoga Allah membalas
kebaikan-kebaikan semua orang yang telah hadir dalam hidup penulis.
Billahi Fii Sabililhaq Fastabiqul Khairat
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 26 Februari 2021
Penulis
Asmita Handyani
ix
xi
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ................................................................................ ii
Halaman Persetujuan ........................................................................................... iii
Halaman Penerimaan Tim ................................................................................... iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ...................................................... v
Abstrak ................................................................................................................ vi
Kata Pengantar .................................................................................................... vii
Daftar Isi.............................................................................................................. x
Daftar Tabel ........................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian................................................................................ 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 10
B. Film sebagai Media Komunikasi Massa ................................................. 14
C. Korupsi .................................................................................................... 30
D. Pesan Moral ............................................................................................. 32
E. Semiotika................................................................................................. 35
F. Kerangka Pikir ........................................................................................ 39
G. Fokus Penelitian ...................................................................................... 41
H. Deskripsi Fokus Penelitian ...................................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Objek Penelitian.................................................................... 43
B. Jenis dan Tipe Penelitian ......................................................................... 43
x
xii
C. Sumber Data ............................................................................................ 44
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 44
E. Teknik Analisis Data ............................................................................... 45
F. Pengabsahan Data ................................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Film Menolak Diam .............................................................. 48
B. Makna Denotatif dan Konotatif Korupsi pada Film Menolak Diam ...... 60
C. Makna Denotatif dan Konotatif Pesan Moral Film Menolak Diam ........ 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 85
B. Saran ....................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
xi
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 10
Tabel 1.2. Peta Tanda Roland Barthes ................................................................ 37
Tabel 1.3. Kerangka Pikir ................................................................................... 39
Tabel 4.1. Daftar Aktor Film Menolak Diam ..................................................... 48
Tabel 4.2. Daftar Crew Film Menolak Diam ...................................................... 51
Tabel 4.3 Analisis Tindakan Anti Korupsi Melalui Penyampaian Aspirasi. ..... 62
Tabel 4.4. Analisis Penyelewengan Dana sebagai Bentuk Korupsi.................... 64
Tabel 4.5. Analisis Terhambatnya Penyaluran Dana .......................................... 66
Tabel 4.6. Analisis Suap dan Kerjasama ............................................................... 67
Tabel 4.7. Analisis Hubungan Antara Media dan Korupsi ................................... 71
Tabel 4.8. Analsis Adanya Faktor Kekuasaan ................................................... ...72
Tabel 4.9. Analisis Bentuk Rasa Bangga ........................................................... ..79
Tabel 4.10. Analisis Anti Korupsi Melalui Idealisme........................................ ...80
Tabel 4.10. Analisis Tindakan Saling Mendukung ............................................ ...82
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap bentuk kesenian, seperti seni musik, seni tari, seni sastra,
seni rupa maupun seni peran memerlukan apresiasi dari penikmatnya
masing-masing. Secara harfiah, apresiasi seni berarti penghargaan
terhadap kehadiran sebuah karya seni. Karya seni mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun, hingga pada akhirnya tercipta
perpaduan yang seimbang dan harmonis antara seni sastra, seni musik,
seni peran dan komedi yang dikemas dalam bentuk film. Film merupakan
sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah
menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik,
drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.
Film memiliki nilai seni tersendiri, karena film tercipta sebagai
sebuah karya dari tenaga-tenaga kreatif yang profesional dibidangnya.
Film sebagai benda seni sebaiknya dinilai secara artistik bukan rasional.
Film bukan hal baru lagi dimasyarakat. Alasan umum, film berarti bagian
dari kehidupan modern dan tersedia dalam berbagai wujud, seperti di
bioskop, tayangan dalam televisi, dalam bentuk kaset video, dan piringan
laser (laser disc).
Film bukan hanya menyajikan pengalaman yang mengasyikkan,
melainkan juga pengalaman hidup sehari-hari yang dikemas secara
menarik. Alasan-alasan khusus mengapa seseorang menyukai film, karena
2
ada unsurnya dalam usaha manusia untuk mencari hiburan dan
meluangkan waktu, karena film tampak hidup dan memikat.
Hal ini merupakan sasaran utama bagi pembuatan film untuk dapat
menghasilkan produksi film yang dikemas dalam cerita-cerita yang
menarik, dan memasukkan nilai-nilai yang dapat memperkaya batin untuk
disuguhkan kepada masyarakat sebagai cerminan kepada hal-hal di dunia
ini dengan pemahaman baru. Karena itu film dianggap sebagai suatu
wadah pengekspresian dan gambaran tentang kehidupan sehari-hari.
Kehadiran film merupakan respon terhadap “penemuan” waktu
luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati unsur
budaya yang sebelumnya telah dinikmati oleh orang-orang yang berbeda
”di atas” mereka. Dengan demikian jika ditinjau dari segi perkembangan
fenomenalnya, akan terbukti bahwa peran yang dimainkan oleh film dalam
memenuhi kebutuhan tersembunyi memang sangat besar.
Dalam seni peran, bahasa memang menjadi unsur utamanya.
Dalam Ilmu Komunikasi dinyatakan bahwa proses komunikasi secara
primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa,
isyarat, gambar, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
menerjemahkan pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan.
Bahwa bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi
adalah jelas karena hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran
3
seseorang kepada orang lain. Apakah itu yang berbentuk ide, informasi
atau opini, baik mengenai hal yang berbentuk konkrit maupun abstrak.
Kata atau bahasa didalam wahana linguistik, diberi pengertian sebagai
sistem simbol bunyi bermakna dan beraktualisasi, yang bersifat abritrer
(berubah-ubah) dan konvensional, yang dipakai sebagai alat
berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan
pikiran.
Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis,
sehingga bisa digunakan sebagai alat komunikasi. Pertama-tama adalah
tentu akan sulit membayangkan sesuatu yang tidak terbuka terhadap
berbagai interpretasi dan kegunaan, akan sangat sulit menemukan makna
yang dimaksud.
Simbol-simbol dapat memberikan arti makna yang lain bagi orang
lain pula, dan bahkan dapat mempunyai arti berbeda-beda bagi orang yang
sama. Pada waktu yang berbeda atau keadaan yang berbeda sebuah teks
dapat diinterpretasi oleh orang yang sama secara berbeda. Dalam proses
komunikasi makna bukan hanya dikenakan pada objek-objek luar.
Aktivitas interpretasi juga merupakan suatu proses penemuan diri
dan pengertian setiap interpretasi terhadap sebuah simbol, yang
merupakan suatu interpretasi dan transformasi diri yang di imajinasikan.
Makna tak pernah terjadi begitu saja, sebab membuat bermakna
merupakan suatu aktivitas yang makan waktu.
4
Dengan demikian pembentukan makna merupakan sesuatu yang
kreatif dan meluas. Jadi makna itu beraneka ragam dan variatif. Dalam
prakteknya komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dalam
bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa
ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang
dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka
maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap,
pandangan atau perilaku.
Simbol (lambang) bermakna dioperasikan dalam proses
komunikasi antar partisipan. Jika antara partisipan terdapat kesesuaian
pemahaman tentang simbol-simbol tersebut, tercapai suatu keadaan yang
bersifat komunikatif. Dalam proses ini, simbol-simbol yang digunakan
oleh partisipan terdiri dari simbol-simbol yang digunakan oleh para
partisipan komunikasi baik verbal (bahasa lisan maupun tulisan) dan non
verbal (gerak anggota tubuh, gambar, warna dan berbagai isyarat yang
tidak termasuk kata-kata atau bahasa). Sebagai simbol non verbal, gambar
dapat dipergunakan untuk menyatakan pikiran atau perasaan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa ilmu yang mengulas tentang
tanda-tanda adalah semiotika. Lalu, bagaimana bidang terapan semiotika
pada komunukasi? Film, musik, komunikasi periklanan, pemberitaan
media massa, komik, kartun, sampai kepada tanda-tanda non verbal. Film
umumnya dibangun dengan banyak tanda.
5
Film merupakan salah satu media massa yang mengandung pesan
sosial di dalamnya, itu dikarenakan film adalah sebuah gabungan
pemikiran dan kenyataan sosial yang dirasakan oleh seseorang dan
dituangkan pada sebuah gambar audio visual dalam bentuk cerita. Pesan
sosial yang terdapat dalam film dapat merubah perilaku, cara pikir, style
(gaya), hingga cara berbicara seseorang.
Film adalah bentuk seni kerja sama, dimana sejumlah orang
dengan bidang keahlian yang berbeda, melakukan peran-peran yang
penting. Disana terdapat para aktor yang menjadi pelaksana seni. Film
merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual dan
sifatnya sangat kompleks.
Film juga bisa menjadi sebuah karya yang indah, sekaligus sebagai
alat informasi, alat propaganda, alat politik, juga alat kreasi dan edukasi.
Film dapat menjadi sebuah sarana penyampaian pesan yang sangat mudah
dicerna oleh masyarakat. Oleh karena itu, film termasuk komunikasi
massa karena film merupakan sebuah media penyampaian pesan yang
digunakan lembaga komunikator untuk penyampaian pesan kepada
komunikan.
Pengaruh film dalam dalam kehidupan sangatlah besar, hal itu
dikarenakan film direncanakan khusus untuk mempengaruhi jiwa,
pemikiran, gaya hidup, tingkah laku, hingga perkataan, dengan cara
memainkan emosi seseorang yang menontonnya. Film berperan sangat
besar dalam kehidupan terutama dalam merubah pemikiran seseorang serta
6
tingkah lakunya. Karena film merupakan sistem pembelajaran bagi
manusia untuk memiliki nilai positif atau negatif, bermoral atau amoral.
Melalui perkembangan media komunikasi massa ini, banyak isu-
isu yang disebarkan oleh media kepada khalayak, salah satunya isu yang
paling sering diangkat adalah korupsi. Upaya pemberantasan korupsi
sudah dilakukan sejak lama dengan menggunakan berbagai cara, sanksi
terhadap pelaku korupsi pun sudah ada, namun hampir setiap hari kita
masih membaca atau mendengar adanya berita mengenai korupsi. Istilah
korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio.
Dalam bahasa Inggris adalah corruption atau corrupt, dalam
bahasa Perancis disebut corruption dan dalam bahasa Belanda disebut
dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi
dalam bahasa Indonesia. Korup berarti busuk, buruk, suka menerima uang
sogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan
sebagainya).
Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya). Jika korupsi dalam suatu
masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari,
maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat
yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik.
Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri
sendiri (self interest). Tidak akan ada kerja sama dan persaudaraan yang
tulus. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan
7
teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh
negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi
menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan
individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain.
Film Menolak Diam ini merupakan salah satu kumpulan film
pendek dalam tema besar Kita vs Korupsi yang dilahirkan oleh Komisi
Pemberatasan Korupsi (KPK), bekerja sama dengan Transparency
Internasional Indonesia (TII) dan Sutradara Emil Herradi. Film yang tidak
diluncurkan secara massal ke publik ini memiliki muatan yang berbeda,
terlepas dari kepentingan pasar, kepemilikan juga kepentingan beberapa
pihak, melainkan film ini berpihak pada hajat hidup bangsa mengenai
bagaimana praktik korupsi terjadi dan film tersebut berusaha memetakan
bagaimana bersikap dalam melawan korupsi.
Transparency International Indonesia sejak tahun 2011
mengembangkan strategi kampanye yang dapat menyederhanakan istilah
korupsi melalui cara-cara kreatif seperti film, mural, teater, musik, dan lain
sebagainya. Diharapkan dengan cara tersebut, masyarakat secara luas
dapat memahami istilah korupsi, dampak, dan bagaimana kita dapat
berpartisipasi dalam melawan korupsi. Tahun 2017, TI Indonesia
bekerjasama dengan Nightbus Pictures, memproduksi sebuah film fiksi
yang terinspirasi dari sebuah kisah nyata, dimana sebuah gerakan siswa-
siswi yang menuntut adanya transparansi anggaran di sekolahnya, yang
terjadi tahun 2008 di kota Solo. Film tersebut bejudul “Menolak Diam!”.
8
Penulis ingin meneliti hal yang berhubungan dengan aksi anti
korupsi pada film ini. Peneliti ingin mencari tahu bahwa apakah film
tersebut memiliki makna sebagai film yang menggambarkan aksi anti
korupsi. Peneliti ingin mengangkat Film Menolak Diam untuk dianalisis
dan dikaji secara ilmiah menggunakan semiotika Roland Barthes. Hal ini
penting dilakukan untuk menguraikan pesan-pesan tersembunyi yang ingin
disampaikan oleh penulis dan produser film Menolak Diam, dengan judul
penelitian Analisi Semiotik Anti Korupsi dalam Film Menolak Diam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna denotatif dan konotatif korupsi pada film Menolak
Diam?
2. Bagaimana makna denotatif dan konotatif pesan-pesan moral yang
terkandung dalam film Menolak Diam?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui makna denotatif dan konotatif dalam film Menolak
Diam.
2. Untuk mengetahui makna denotatif dan konotatif pesan-pesan moral
yang terkandung dalam film Menolak Diam.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan secara teoritis:
a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan
studi tentang ilmu komunikasi.
9
b. Penelitian diharapkan dapat memberikan penggambaran yang lebih
jelas tentang korupsi yang dikonvensikan dalam bentuk film.
2. Kegunaan secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat serta
menyadarkan masyarakat bahwa film merupakan refleksi dari realita
kehidupan. Oleh karena itu diharapkan masyarakat lebih teliti lagi
dalam menyaring informasi yang disampaikan dalam film, terkhusus
dalam film Menolak Diam.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Untuk melengkapi referensi dari pengembangan penelitian ini,
maka peneliti mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
lain yang terkait dengan fokus penelitian ini serta menjadi bahan
pertimbangan dan perbandingan , diantaranya sebagai berikut:
N
o
Nama
Peneliti
Judul
Penelitian
Hasil Penelitian Kesimpulan
1
.
Agus
Riyanto
(UIN
Syarif
Hidayatull
ah
Jakarta/20
13)
Semiotika
Perlawanan
Korupsi Film
Aku Padamu
Semiotika
merupakan metode
yang digunakan
untuk menganalisis
makna dan tanda-
tanda yang relevan
dalam mengkaji
pesan film. Dalam
hasil penelitian ini,
setidaknya terdapat
13 elemen penting
yang dapat
membangun makna
Penelitian ini
sama-sama
mengangkat tema
film dan korupsi
serta
menggunakan
semiotika Roland
Barthes.
Perbedaannya,
penelitian ini
membahas
mengenai pesan
moral dan peneliti
11
dalam film sebagai
presentasi
perlawanan
terhadap praktik
korupsi.
terdahulu hanya
membahas
korupsi.
2
.
Yayu
Runia
Syarief
(UIN
Syarif
Hidayatull
ah
Jakarta/20
18)
Analisis
Framing
Pesan Moral
dalam Film
Get Merried
Penelitian ini
mengungkap
bagaimana isi
cerita film yang
dibingkai oleh
Hanung Bramantyo
sebagai Sutradara.
Metodologi
penelitian ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif kemudian
data-data dianalisis
melalui struktur
framming model
Pan Kosicki.
Dengan
menganalisa film
Perbedaan
penelitian ini
terletak pada
konsepnya yaitu
menggunakan
analisis semiotika
Roland Barthes,
sedangkan
peneliti terdahulu
menggunakan
analisis framing
Pan Kosicki.
Persamaannya
yaitu, objeknya
menggunakan
film,
12
melalui metode ini,
maka dapat
mengungkap
pesan-pesan yang
mengandung unsur
kebaikan (pesan
moral).
3
.
Nurul
Fatimah
(IAIN
Ponorogo/
2019)
Pesan Moral
dalam Film
Bad Genius
Karya
Nattawut
Poonpiriya/
Analisis Isis
Frdinand De
Saussure
Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui pesan
moral pada film
Bad Genius
menggunakan
analisis isi
Ferdinand de
Saussure. Metode
yang digunakan
adalah kualitatif
dengan pendekatan
deskriptif. Data
yang digunakan
berupa gambar per
adegan serta dialog
Penelitian ini
sama-sama
meneliti film dan
menggunakan
metode semiotika.
Perbedaannya
terletak pada
konsep, dimana
peneliti terdahulu
menggunakan
analisis isi
Ferdinand De
Saussure.
13
yang mengandung
pesan moral dalam
film Bad Genius.
Dari penelitian ini,
pesan moral yang
terkandung dalam
film Bad Genius
terdiri dari moral
dalam hubungan
manusia dengan
diri sendiri dan
moral dalam
hubungan manusia
dengan manusia
lain
4
.
Fina
Dakwatul
Arofah
(UIN
Walisongo
Semarang/
2019)
Film Ada
Surga
Dirumahmu
Penelitian ini
menjelaskan
bagaimana pesan
moral yang
terkandung dalam
film Ada Surga
Dirumahmu
menggunakan
Analisis isi
digunakan untuk
menganalisis dan
memahami teks.
Penelitian ini
sama-sama
membahas film
dan pesan moral.
14
penelitian kualitatif
dengan pendekatan
deskriptif kualitatif
dengan teknik
analisis isi menurut
Krippendorft. Hasil
dari penelitian ini
menunjukkan
bahwa dalam film
Ada Surga
Dirumahmu
terdapat beberapa
pesan moral, salah
satunya yaitu
keinsyafan atas
kesalahan yang
dilakukan.
Perbedaannya,
penelitian
terdahulu
menggunakan
analisis isi
krippendorft dan
penelitian ini
menggunakan
konsep semiotika
Roland Barthes.
B. Film sebagai Media Komunikasi Massa
1. Media Komunikasi Massa
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian
pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-
alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi
(Changara, H, 2015, h: 140). Media massa secara garis besar memiliki dua
15
jenis, yaitu media cetak yang terdiri dari surat kabar dan majalah,
kemudian media elektronik yang terdiri dari televisi, radio dan film.
Menurut Sumadira dalam (Fahmi, B, 2017, h: 5), media massa
berfungsi untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada masyarakat
dan setiap informasi yang disampaikan harus bersifat akurat, faktual,
menarik, benar, lengkap, berimbang, relevan dan bermanfaat. Menurut
Changara (2015), media massa memeliki 5 karakteristik, yaitu: Pertama,
bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media tersebut terdiri
dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai
pada penyajian informasi. Kedua, bersifat satu arah, artinya komunikasi
yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim
dan penerima informasi. Kalaupun ada umpan balik, akan membutuhkan
waktu dan bersifat tidak langsung. Ketiga, meluas dan serempak, artinya
tidak terhalang oleh waktu dan jarak, karena memiliki kecepatan, bergerak
luas dan simultan dimana informasi yang disampaikan diterima oleh
banyak orang pada saat yang sama. Keempat, menggunakan peralatan
teknis dan mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar dan semacamnya.
Dan terakhir bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa
saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa
(Changara, H, 2015, h: 140).
Denis McQuail dalam (Morissan, 2015, h: 480), media massa
memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam
16
jumlah besar dan luas (universality of reach), bersifat publik dan mampu
memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul dimedia massa.
Dari perspektif budaya, media massa telah menjadi acuan utama
untuk menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara dan media
massa memberikan gambar atas realitas sosial. Media massa juga menjadi
perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan menyediakan
lingkungan budaya bersama bagi semua orang.
2. Jenis-Jenis Media Massa
Menurut McLuhan, media terbagi atas dua jenis, yaitu media panas
(hot media) dan media dingin (cool media). Media panas adalah media
yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar, pembaca atau
penonton media bersangkutan. McLuhan berpendapat bahwa media panas
merupakan komunikasi definisi tinggi yang menyediakan data sensoris
lengkap yang dapat diterima oleh indera manusia. Dalam menggunakan
media ini audiens tidak dituntut untuk menggunakan daya imajinasi.
Dengan kata lain, partisipasi penonton dalam penggunaan media panas
sangat rendah karena makna dari informasi yang disampaikan sudah
sangat jelas.
Film adalah salah satu contoh media panas. Ketika seseorang
menonton film, ia hanya duduk tanpa ada upaya keras untuk menerima
atau memahami informasi dari media tersebut. Sehingga dapat disimpukan
bahwa media panas memenuhi kebutuhan penonton akan hiburan.
17
Media dingin merupakan media definisi rendah yang
membutuhkan partisipasi audiens yang cukup besar. Tidak banyak yang
dapat disajikan oleh media jenis ini kepada audiens karena audiens harus
memenuhi sendiri hal-hal yang tidak disediakan oleh media tersebut
dengan menciptakan makna melalui inderanya dan melibatkan imajinasi.
Menurut McLuhan, percakapan tatap muka atau percakapan
melalui media telepon adalah contoh penggunaan media dingin, yang
menuntut mereka untuk memberikan makna terhadap suara atau kata-kata
yang diucap dan didengar (Morissan, 2015, h: 491-493).
3. Fungsi-Fungsi Media Komunikasi Massa
Ada banyak pendapat yang mengemukakan tentang fungsi media
komunikasi massa. Dalam membicarakan fungsi-fungsi komunikasi
massa, ada hal yang perlu disepakati yaitu ketika membicarakan fungsi
komunikasi massa maka secara tidak langsung kita akan membahas
tentang fungsi media massa. Hal itu karena komunikasi massa merupakan
komunikasi lewat media massa. Itu berarti, komunikasi massa tidak akan
ditemukan maknanya tanpa menyertakan media massa sebagai elemen
terpenting dalam komunikasi massa. Sebab tidak ada komunikasi massa
tanpa ada media massa. Alasan inilah yang mendasari ketika membahas
tentang fungsi komunikasi massa sekaligus akan membahas tentang fungsi
media massa.
Fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Federick C.
Whitney, antara lain: to inform (menginformasikan), to entertain (memberi
18
hiburan), to persuade (membujuk) dan transmission of the culture
(transmisi budaya). Sementara itu, fungsi komunikasi menurut John
Vivian, yaitu: providing information, providing entertainment, helping to
persuade dan contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial).
Adapula fungsi komunikasi massa menurut Harold D. Lasswell, yakni:
surveillance of the environment (fungsi pengawasan), correlation of the
part of society in responding to the environment (fungsi korelasi) dan
transmission of the social heritage from one generation to the next (fungsi
pewarisan sosial) (Nurudin, 2015, h: 63-64).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka fungsi-
fungsi media massa dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Informasi
Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang
terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk
mengetahui fungsi ini adalah berita-berita yang disajikan. Selain berita,
iklan pun dalam beberapa hal memiliki fungsi memberikan informasi.
Fakta-fakta yang dikumpulkan oleh jurnalis kemudian disajikan dalam
berita merupakan salah satu bentuk informasi. Fakta merupakan
kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat.
Selain berita, buku juga termasuk dalam media komunikasi
massa yang juga memberikan fungsi informasi. Bukan sekedar buku
fiksi, namun buku-buku ilmiah yang ditulis berdasarkan fakta. Sebab
informasi yang dimaksud adalah informasi yang berdasarkan fakta.
19
Alasannya, informasi yang tidak berdasarkan fakta sama dengan isu,
kabar bohong atau desas-desus.
Fungsi informasi juga berlaku bagi film-film, karena film juga
merupakan media komunikasi massa. Sebagai contoh, film-film
tentang kemerdekaan Indonesia. Terlepas dari propaganda yang
dilakukan dalam film, fakta bahwa Indonesia pernah mengalami masa
penjajahan dan kemudian merdeka dan munculnya nama-nama
pahlawan kemerdekaan sudah menjadi bukti, bahwa film tersebut
memiliki fungsi informasi (Nurudin, 2015, h: 66-68).
b. Hiburan
Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang
paling tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi lain, sebab
masyarakat, khususnya di Indonesia masih menjadikan televisi sebagai
media hiburan. Dalam sebuah keluarga, televisi menjadi perekat
keintiman karena masing-masing anggota keluarga memiliki kesibukan
masing-masing. Oleh karena itu, pada jam prime time (pukul 19.00-
21.00) akan disajikan acara-acara hiburan, seperti sinetron, kuis
ataupun komedi.
Beda halnya dengan media elektronik, media cetak lebih
mendominasi fungsi informasi dari pada hiburan. Namun, media cetak
pun tetap harus menyajikan fungsi hiburan. Gambar-gambar berwarna
pada setiap halaman, teka-teki silang dan cerita pendek merupakan
20
bukti bahwa media cetak memberikan layanan hiburan (Nurudin, 2015,
h: 69-71).
c. Persuasi
Fungsi persuasif media komunikasi massa tidak kalah penting
dari fungsi informasi dan hiburan. Aktifitas public relations dan
promosi khusus yang dilakukan melalui media massa, tidak lepas dari
tujuan untuk memengaruhi orang lain. Misalnya, pada iklan sampo di
televisi yang mengatakan boleh keramas setiap hari. Tujuan iklan
tersebut jelas, yaitu untuk mempengaruhi penonton agar mengikuti apa
yang dikatakan iklan tersebut. Lebih khusus lagi adalah memengaruhi
penonton untuk memakai produk yang diiklankan.
Banyak hal yang dibaca, didengar dan dilihat penuh dengan
kepentingan persuasif. Kampanye politik yang secara periodik menyita
perhatian kita di media massa, hampir murni persuasif. Berita-berita
yang berasal dari pemerintah pada semua tingkatan memiliki unsur
propaganda yang bertujuan untuk memengaruhi. Segala hal yang
didengar, dibaca dan didengar oleh khalayak di media didesain untuk
mempengaruhi.
Bagi Josep A. Devito dalam (Nurudin, 2015), fungsi persuasif
dianggap paling penting sebab mampu: pertama, mengukuhkan atau
memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; kedua,
mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; ketiga,
21
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu dan yang terakhir,
memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu.
Media massa sering kali mampu membuat atau mengukuhkan
nilia-nilai yang sudah kita yakini sebelumnya. Orang-orang religius
cenderung mendengarkan acara-acara televisi yang berbau religius,
sehingga dalam hal ini media mampu mengukuhkan nilai yang
diyakini seseorang. Seseorang yang pada awalnya tidak memihak pada
suatu partai politik akan berubah aspirasi politiknya karena pengaruh
pemberitaan di media massa.
Media massa juga mampu menggerakan seseorang untuk
melakukan sesuatu hal, misalnya dalam iklan. Tujuan utama iklan
adalah menggerakan konsumen untuk membeli produk yang
diiklankan. Media massa dalam beberapa kasus dapat menunjukan
pelajaran etika. Media massa dapat menunjukan mana etika yang baik
dan mana yang buruk. Misalnya, pemberitaan media massa tentang
kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat pemerintah, sama
artinya media massa sedang menawarkan etika bahwa mereka yang
korupsi itu tidak baik dan jangan diikuti. Pemberitaan tersebut
mengandung unsur persuasif (Nurudin, 2015, h: 72-73).
d. Pengawasan
Bagi Laswell, fungsi pengawasan mengarah pada pengumpulan
dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadin yang ada di
sekitar kita. Fungsi pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu: warning or
22
beware surveillance (pengawasan peringatan) dan instrumental
surveillance (pengawasan instrumental). Misalnya, suatu media
memberitakan tentang gempa bumi yang terjadi di suatu wilayah,
artinya media tersebut telah menjalaskan fungsi pengawasan
peringatan.
Dengan kata lain, berita tersebut memperingatkan masyarakat
sekitar, untuk lebih waspada terhadap aktivitas gempa bumi, karena
kemungkinan akan ada gempa susulan sewaktu-waktu.
Sementara itu, aktualisasi dari fungsi pengawasan instrumental adalah
penyebaran informasi yang berguna bagi masyarakat, misalnya
pemberitaan tentang harga kebutuhan pokok sehari-hari (Nurudin,
2015, h: 78-81).
4. Teori Makna
Teori Acuan (Referential Theory), menurut Altson dalam (Sobur,
Alex, 2016, h: 260-262) teori acuan merupakan salah satu jenis teori
makna yang mengenalisis atau mengidentifikasi makna suatu
ungkapan dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan acuan itu.
Referen atau acuan boleh saja benda, proses, atau kenyataan. Referen
adalah suatu yang ditunjuk oleh lambang.
Teori ini memberikan suatu jawaban atau pemecahan sederhana
yang mudah diterima menurut cara-cara berpikir alamiah tentang
masalah makna. Mampu mengenali makna suatu istilah atau ungkapan
23
tersebut, dan juga berdasarkan hubungan antara istilah atau ungkapan
itu dengan sesuatu yang diacunya.
5. Efek-Efek Media Komunikasi Massa
Efek komunikasi massa dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
Secara sederhana, Keith R. Stamm dan John E. Bowes membagi efek
komunikasi menjadi dua bagian dasar, yaitu: efek primer yang meliputi
terpaan, perhatian dan pemahaman, kemudian efek sekunder terdiri
dari perubahan tingkat kognitif (pengetahuan dan sikap) dan perubahan
perilaku (menerima dan memilih) (Nurudin, 2015, h: 206).
a. Efek Primer
Terpaan informasi dari media massa kepada khalayak menjadi
salah satu efek primer. Akan lebih bagus apabila khalayak tersebut
memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan. Sama halnya ketika
kita memperhatikan orang yang sedang berbicara, apabila kita
memperhatikan artinya ada efek primer yang terjadi pada diri kita.
Contohnya, ketika suatu radio sedang memberitakan tentang
kecelakaan beruntun di jalan tol dan kita tertarik untuk mendengar
sampai akhir, bahkan kita memahami apa yang disiarkan oleh radio
tersebut, artinya efek primer media massa telah melekat pada diri kita
(Nurudin, 2015, h: 206-210).
b. Efek Sekunder
Sebenarnya, ada banyak efek yang ditimbulkan oleh media
massa, salah satunya efek kegunaan dan kepuasan yang merupakan
24
salah satu bentuk efek sekunder. Mengikuti pendapat Swanson, ide
dasar yang melatar belakangi efek ini adalah bahwa audiens aktif
dalam memanfaatkan media massa.
Dengan kata lain, individu menggunakan isi media tersebut
untuk memenuhi tujuannya dalam usaha menikmati media massa.
Tujuan tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan
individu masing-masing. Jika kebutuhan sudah terpenuhi melalui
saluran komunikasi massa, berarti individu telah mencapai tingkat
kepuasan (Nurudin, 2015. h: 210-211).
6. Film
a. Pengertian Film
Film merupakan salah satu dari “The Big Five of mass Media“
setelah surat kabar, majalah, radio dan televisi (Rosabella, T, 2018, h:
3). Film adalah salah satu karya seni yang dilengkapi dengan audio dan
visual sebagai media penyampaian pesan yang paling baik. Oleh
karena itu film berperan penting dalam mempengaruhi pola pikir
penonton.
Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat
layar lebar, tetapi dalam pengertian luasnya bisa juga yang disiarkan di
televisi. Film dengan daya visualnya dan didukung audio yang khas,
sangat efektif sebagai media hiburan, pendidikan dan penyuluhan.
Film dapat diputar berulang kali pada tempat dan khalayak yang
berbeda (Changara, H, 2015, h: 150).
25
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 yang dimaksud
dengan film ialah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas
sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan
video dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, yang dapat
ditunjukan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik dan lainnya (Tamburaka, A, 2013, h: 112-113).
Kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak
segmen sosial, lantas membuat film memiliki potensi untuk
mempengaruhi khalayak. Dua tema yang umumnya menimbulkan
kecemasan dan perhatian masyarakat ketika disajikan dalam film
adalah adegan-adegan seks dan kekarasan karena penggambarannya
yang bertentangan dengan standar baik masyarakat yang berefek pada
moral, psikologi, dan sosial yang merugikan khususnya pada generasi
muda (Sobur, 2016, h: 128)
Menurut Irwanto dalam (Sobur, 2016, h: 128), pada hakikatnya
film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu
merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan
kemudian memproyeksikannya ke atas layar.
b. Unsur-unsur Film
Menurut Himawan Pratista dalam (Rifqi, K, 2016), secara
umum film memiliki dua unsur pembentuk, yaitu unsur naratif dan
26
unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berkaitan dalam
membentuk film.
1) Unsur Naratif
Unsur naratif berhubungan dengan cerita atau tema film
yang akan digarap, yang terdiri dari tokoh, masalah, konflik, lokasi
dan waktu.
2) Unsur Sinematik
Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam
pembentukan sebuah film, yang terbagi menjadi empat elemen,
yaitu: Elemen pertama, mise-en-scene yaitu segala hal yang berada
di depan kamera. Kedua, Cinematography yaitu, teknik
penggunaan kamera dalam film serta hubungan antara kamera
dengan objek yang diambil. Ketiga, Editing yaitu proses
penggabungan atau perpindahan sebuah gambar ke gambar
lainnya. Keempat, Sound yaitu segala hal yang ada dalam film
yang mampu ditangkap oleh indera pendengaran.
Dalam produksi film, apabila seluruh aspek Mise- en- scene
telah tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil
gambarnya, maka pada tahap inilah unsur sinematografi
diperlukan. Sinematografi secara umum terbagi atas tiga aspek,
yakni kamera dan film, framing, dan durasi gambar.
27
Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat
dilakukan melalui kamera, seperti warna, penggunaan lensa,
kecepatan gerak gambar, dan lainnya..
7. Jenis-jenis Film
a. Berdasarkan cerita, film dapat dibedakan antara film fiksi dan nonfiksi.
Fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi
manusia, dengan kata lain film ini didasarkan pada kejadian nyata.
Kemudian film nonfiksi yang pembuatannya didasari oleh suatu
kejadian yang benar-benar terjadi yang kemudian dimasukan unsur-
unsur sinematografis dengan penambahan efek-efek tertentu seperti
efek suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau naskah yang
memikat dan lainnya untuk mendukung daya tarik film nonfiksi
tersebut. Thatcher (Yoyon M, 2015, h: 113).
b. Berdasarkan orientasi pembuatannya, film dapat digolongkan dalam
film komersial dan nonkomersial.
Film komersial orientasi pembuatannya adalah bisnis dan
mengejar keuntungan. Dalam klasifikasi ini, film memang dijadikan
sebagai komoditas industrialisasi hingga film dibuat sedemikian rupa
agar memiliki nilai jual dan menarik untuk disimak oleh berbagai
lapisan masyarakat.
Film komersial biasanya lebih ringan, atraktif dan mudah
dimengerti agar lebih banyak orang yang berminat untuk
menyaksikannya. Berbeda dengan film nonkomersial yang bukan
28
berorientasi bisnis, film komersial dibuat bukan dalam rangka
mengejar target keuntungan dan asasnya bukan untuk menjadikan film
sebagai komoditas, melainkan sebagai seni dalam menyampaikan
suatu pesan dan sarat akan tujuan, maka biasanya segmentasi penonton
film nonkomersial juga terbatas (Tamburaka, A, 2013, h: 113-115).
c. Berdasarkan genre film.
Terdapat beragam genre yang biasa dikenal masyarakat selama
ini, diantaranya: action, komedi, drama, petualangan, epic, musikal,
perang, science fiction, horror, gangster, thriller, fantasi dan disaster.
Salah satu contohnya, film Avatar yang mampu membawa penonton
ke dunia lain yang tidak pernah dijumpai sebelumnya dan seolah-olah
merasakan apa yang dialami para pemain film tersebut.
Berbagai adegan dramatis yang mengundang rasa sedih, iba
mengajak kita untuk menjadi bagian dari peristiwa yang dialami. Film
ini mampu memengaruhi imajinasi setiap orang. Pikiran-pikiran yang
timbul menjadi semacam harapan yang dibangun oleh media, mereka
menciptakan realitas semu yang mungkin sulit untuk digapai, sehingga
dapat dikatakan film mampu memuaskan kebutuhan akan hiburan.
(Tamburaka, A, 2013, h: 115-118).
8. Ruang Lingkup Film
Ada sistem tiga komponen dalam industri film, yaitu: produksi,
distribusi dan pertunjukan. Setiap komponen sedang mengalami
29
perubahan signifikan dalam lingkungan media digital dan
terkonvergensi dewasa ini (Hapsari, I, 2015, h: 231).
a. Produksi
Produksi mengacu pada pembuatan film. Sekitar 900 film
dengan durasi khusus diproduksi setiap tahun di Amerika Serikat,
sebuah kenaikan tajam yang melebihi awal tahun 1980-an ketika pada
saat itu hanya 288 film yang diproduksi. Pendapatan signifikan video
merupakan salah satu alasan kenaikan produksi film, juga
berkembangnya kepemilikan konglomerat yang menuntut lebih banyak
produk untuk pasar yang lebih besar.
Teknologi juga mempengaruhi produksi. Banyak film
Hollywood dibuat dan direkam dalam videotape. Dalam banyak kasus,
perekaman ini dilakukan dengan menghubungkan pembuatan film dan
digunakan sebagai bentuk umpan balik segera untuk sutradara
sinematografi. Kelemahan efek khusus yang dihasilkan oleh komputer
adalah membuat biaya produksi menjadi sangat mahal, (Baran, S,
2012, h: 231-234).
b. Distribusi
Dulu proses distribusi pernah sesederhana mencetak
pengumuman film dan mengirimnya ke bioskop-bioskop. Saat ini
distribusi bermakna menawarkan film-film ke stasiun televisi, jaringan
televisi kabel dan satelit, pembuat kaset video dan videodisk. Cakupan
bisnis distribusi hanyalah memastikan bahwa perusahaan besar akan
30
mendominasi. Sebagai tambahan dalam membuat salinan film dan
menjamin pengirimannya, distributor saat ini turut membiayai proses
produksi dan juga bertanggung jawab mengenai iklan dan promosi,
serta peraturan dan penyesuaian waktu peluncuran dan pemutaran film
(Baran, S, 2012, h: 236).
C. Korupsi
1. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio” yang berarti
perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil,
mental dan hokum (Nurdjana, 1990). Korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian
Negara (UU No. 20 Tahun 2001).
Dalam arti yang luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan di seluruh
dunia ini rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi tentu
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan.
2. Jenis-Jenis Korupsi
Lord Acton mengatakan bahwa “Powder tends to corrupt,
and abolotue power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung
31
untuk korupsi dan kekuasaan yang absolute cenderung korupsi
absolute. Piers Beirne dan James Messerschimdt menjelelaskan
mengenai empat tipe perbuatan korupsi.
Political beibery adalah kekuasaan dibidang legislatif
sebagai badan pembentuk undang-undang, yang secara politis
badan tersebut dikendalikan oleh suatu kepentingan karena ada
dana yang dikeluarkan saat pemilihaan umum berkaitan dengan
perusahaan tertentu, yang pada akhirnya mereka kini duduk
diparlemen membuat perundang-undangan yang menguntungkan
usaha atau bisnis mereka
Political kickbacks adalah kegiatan korupsi yang berkaitan
dengan sistem kontrak pekerjaborongan, antara pejabat pelaksana
dengan perusahaan, yang memberikan kesempatan atau peluang
untuk mendapatkan banyak uang bagi kedua belah pihak.
Elektion fraud adalah korupsi yang berkaitan dengan
kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan umun, baik
yang dilakukan oleh anggota parlemen atau pun oleh lembaga
pelaksana pemilihan umun.
Corrupt campaign practice adalah korupsi yang berkaitan
dengan kegiatan kampanye dengan menggunakan fasilitas negara
bukan penggunaan uang negara oleh calon penguasa yang saat itu
memegang kekuasaan
3. Publisitas Korupsi di Media
32
Ditengah harapan khalayak terhadap media massa yang
harus tetap mempertahankan idealismenya, sebagian besar media
justru terjebak ke komersialisasi media. Hal ini disebabkan media
telah secara global menjadi sebuah industri yang juga
memperhitungkan untung rugi, apakah sebuah liputan yang akan
digarap itu menguntungkan secara ekonomi atau tidak. Jika tidak
atau bahkan merugikan maka hal tersebut dihindari. Begitupun
dalam pemberitaan korupsi, media harus berhitung, buatlah sebuah
peliputan korupsi yang murah, mudah tetapi menarik bagi
khalayak. Sebagian besar pemberitaan korupsi didapatkan dari
hasil wawancara dengan para narasumber. Wawancara yang
dilakukan kebanyakan berupa konfirmasi atau pertanyaan sesudah
acara jumpa pers atau gelar perkara. Observasi dilapangan masih
sebatas peliputan di pengadilan atau mencegat tersangka maupun
saksi yang selesai diperiksa.
D. Pesan Moral
Dalam hal mendeskripsikan pesan moral yang akan dianalisis
dalam penelitian ini, peneliti perlu mengkaji satu persatu antara pesan dan
moral, karena pembagian antara keduanya perlu untuk dilakukan agar
menghasilkan gambaran khusus dan terperinci dari pesan moral. Pesan
yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan
pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap
33
muka atau melalui media komunikasi. Isinya berupa ilmu pengetahuan,
hiburan, informasi, nasihat atau propaganda (Cangara, H, 2015, h: 27).
Menurut Devito, pesan adalah informasi tentang pikiran dan emosi
seseorang yang dikirim kepada orang lain dan diharapkan orang tersebut
bisa mengerti dan memahami apa yang diinginkan oleh si pengirim pesan.
Agar pesan yang disampaikan sesuai harapan, maka pesan yang akan
disampaikan harus memenuhi syarat-syarat, yaitu: pesan harus
direncanakan dengan baik, serta disesuaikan dengan kebutuhan seseorang,
pesan menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak dan
pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta
menimbulkan kepuasan (Pradana, R, 2018, h: 55-56). Membahas pesan
dalam komunikasi, tidak bisa terlepas dari simbol dan kode, karena pesan
yang disampaikan terdiri atas simbol dan kode.
Dalam kamus khusus bahasa Indonesia tulisan WJS
Poerwadarminta, simbol merupakan semacam tanda, lukisan, perkataan,
lencana dan sebagainya, yang menyatakan suatu hal atau mengandung
maksud tertentu (Sobur, 2016, h: 156). Kode pada umumnya dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu verbal dan nonverbal.
Kode verbal dalam penggunaannya berbentuk bahasa. Bahasa
dapat didefinisikan sebagai seperangkat kata yang disusun secara
sistematis sehingga terhimpun kalimat yang mengandung arti. Bahasa
memiliki beberapa fungsi dalam menciptakan komunikasi yang efektif,
yaitu: bahasa berfungsi untuk mempelajari dunia sekitar, membina
34
hubungan yang baik antar sesama manusia dan menciptakan ikatan-ikatan
dalam kehidupan manusia (Changara, H, 2015, h: 113).
Selain menggunakan kode verbal, pesan juga mengandung kode
nonverbal yang biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Menurut
Mark Knapp, penggunaan kode nonverbal dalam berkomunikasi memiliki
fungsi, yaitu: meyakinkan apa yang diucapkan, menunjukan perasaan dan
emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata, menunjukan jati diri
sehingga orang lain bisa lebih mengenal dan berfungsi untuk melengkapi
ucapan yang dirasa belum sempurna (Changara, H, 2015, h: 117-118).
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti sesuai dengan ide-ide
yang umum dan diterima tentang tindakan manusia yang baik dan wajar
serta sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan umum dengan melihat
kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Istilah moral dalam kehidupan
sehari-hari sering disamakan dengan istilah budi pekerti, sopan santun,
etika, susila, tata krama dan sebagainya.
Menurut aliran Otonomus Al-Qamamu Adz-Dzaty ukuran moral
itu ada pada diri kita sendiri, yang memberi tahu bagaimana antara yang
hak dan bathil. Antara moral dan etika memiliki makna yang sama yaitu
bentuk penilaian dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau
kelompok tertentu dalam mengatur tingkah laku. Singkatnya moral
mengajarkan bagaimana orang harus hidup, dengan menjadikan moral
sebagai tolak ukur baik dan buruknya suatu nilai atau pantas dan tidak
pantasnya suatu tindakan dalam tatanan masyarakat. Pesan moral
35
mengandung pelajaran hidup yang dipetik dari sebuah peristiwa,
pengalaman ataupun film yang ditonton.
Dengan dijadikannya tolak ukur, moral melekat dengan aktifitas
manusia sehingga tidak ada perbuatan yang sengaja dan dikehendaki lepas
dari nilai moral. Jadi dapat disimpulkan bahwa, pesan moral adalah suatu
nilai yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui
proses komunikasi baik menggunakan kode verbal maupun nonverbal.
Pesan moral merupakan nilai yang dianut oleh suatu kelompok yang
dianggap baik dan buruk, pantas dan tidak pantas (Pradana, R, 2018, h: 58-
63).
E. Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Menurut Little John dalam (Sobur, 2016, h: 15), tanda-tanda adalah
basis seluruh komunikasi. Manusia dengan perantara tanda-tanda, dapat
melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika terbagi atas
dua jenis yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika
komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu
diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu
pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang
dibicarakan). Semiotika signifikasi lebih menekankan pada teori tanda dan
pemahamannya dalam suatu konteks tertentu, dan tidak mempersoalkan
adanya tujuan komunikasi, sehingga proses kondisinya pada penerimaan
tanda lebih diperhatikan dari pada proses komunikasi.
36
Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti
tanda atau seme yang berarti penafsiran tanda. Semiotika berakar dari studi
klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. Semiotika
adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Barthes
mennyatakan semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan memaknai hal-hal, yang berarti objek-objek tidak hanya
membawa informasi tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari
tanda. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna
ialah hubungan antara suatu objek atau ide dengan suatu tanda (Little John
dalam Sobur, 2016, h: 16).
Konsep dasar ini mengikat seperangkat teori yang berhubungan
dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal dengan
teori-teori yang menjelaskan tentang bagaimana tanda berhubungan
dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Tanda-tanda hanya
mengemban arti dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembacalah yang
menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan sesuai dengan
konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan.
Semiotika seperti kata Lechte (Sobur, 2016, h: 16), adalah teori
tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya semiotik adalah disiplin yang
menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana tanda-
tanda dan berdasarkan pada sistem tanda. Hjelmsley juga mendefinisikan
tanda sebagai suatu keterhubungan antara wahana ekspresi dan wahana isi.
37
Untuk mengetahu cara kerja tanda, Barthes menciptakan peta tentang
bagaimana tanda bekerja, yaitu sebagai berikut:
Table 1. 1. Peta Tanda Roland Barthes
Sumber: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, 2016, hal 69.
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda
denotatif)
4. Connotative signifier
(penanda konotatif)
5. Connotative signified
(petanda konotatif)
6. Connotative sign (tanda konotatif)
Dari peta Barthes di atas, terlihat bahwa tanda denotatif terdiri atas
penanda dan petanda. Penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan
yang bermakna, jadi penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa
yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis dan dibaca. Sedangkan
petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep, jadi petanda adalah
aspek mental dari bahasa (Sobur, 2016, h: 46). Akan tetapi, pada saat yang
bersamaan tanda denotatif adalah penanda konotatif. Konotasi diartikan
sebagai aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara
38
(penulis) dan pendengar (pembaca). Dengan kata lain, hal terseebut
merupakan unsur material, contoh: hanya jika anda mengenal singa,
barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi
mungkin (Sobur, 2016, h: 69 & 263).
Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotatif dan konotatif dalam
pengertian secara umum serta denotatif dan konotatif yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harafiah, makna yang sesungguhnya. Denotasi biasanya mengacu
kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang
terucap. Akan tetapi dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya,
denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sedangkan
konotasi merupakan tingkat kedua.
Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan
ketertutupan makna, sensor atau represi politis. Barthes mencoba
menyingkirkan dan menolaknya, baginya yang ada hanyalah konotasi
semata-mata. Penolakan ini terasa berlebihan, namun namun tetap berguna
sebagai sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna harafiah merupaka
sesuatu yang bersifat alamiah (Sobur, 2016, h: 70-71).
2. Kategori-kategori Tanda
Dalam (Sobur, 2016, h: 42), untuk menjelaskan bagaimana tanda
menyampaikan makna, Pierce membuat tiga kategori tanda, yaitu:
a. Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat
kemiripan. Pada dasarnya ikon merupakan tanda yang menggambarkan
39
ciri utama sesuatu (objek) meskipun objek tersebut tidak hadir. Jadi
ikon adalah suatu bendak fisik dua atau tiga dimensi yang menyerupai
apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan
kemiripan, misalnya, foto Mega Wati adalah ikon Mega Wati, gambar
Amien Rais adalah ikon Amien Rais.
b. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling
jelas ialah asap sebagai tanda adanya api.
c. Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer
atau semena, yaitu hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian)
masyarakat. Contohnya, seorang dewi dengan mata tertutup
memegang timbangan yang menguatkan tentang simbol keadilan.
F. Kerangka Pikir
Korupsi merupakan tindak pidana yang dampaknya sangat besar
terhadap masyarakat pada umumnya. Menolak Diam, Sebuah film yang
berkisah tentang upaya sekelompok siswa untuk membongkar aksi korupsi
yang dilakukan oleh pihak sekolah mereka. Begitu banyak pesan yang
tersembunyi dalam film yang ingin disampaikan melalui bahasa kepada
penonton.
Bahasa menurut Barthes adalah sebuah sistem tanda yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu
40
tertentu. Berdasarkan pendapat diatas peneliti menggunakan semiotika
Roland Barthes tentang bagaimana tanda bekerja, untuk menganalisis anti
korupsi dalam film Menolak Diam. Dimana konsep tanda tersebut terdiri
dari, Signifier (penanda), Signified (petanda), Denotative Sign (tanda
denotatif), Connotative Signifier (penanda konotatif), Connotative
Signified (petanda konotatif) dan Connotative Sign (tanda konotatif).
Dengan menggunakan konsep tanda Roland Barthes diatas,
diharapkan mampu menganalisis aksi korupsi dalam dialog ataupun
adegan film Menolak Diam.
Tabel 1.2. Peta Kerangka Pikir
Korupsi dalam Film Menolak Diam
Scene/Adegan yang Menggambarkan Korupsi dalam
Film Menolak Diam
Semiotika Roland Barthes (Tanda Denotatif
dan Konotatif tentang Korupsi dalam Film
Menolak Diam
Mengetahui dan
Menginterpretasikan Makna
Denotatif dan Konotatif Anti
Korupsi dalam Film Menolak Diam
Mengetahui dan
Menginterpretasikan Makna
Denotatif dan Konotatif Pesan-
Pesan Moral dalam Film
Menolak Diam
41
G. Fokus Penelitian
Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis hasil penelitian,
maka penelitian difokuskan pada adegan atau dialog yang mengandung
anti korupsi dalam film Menolak Diam.
H. Deskripsi Fokus Penelitian
Dalam rancangan penelitian kualitatif, fokus penelitian
mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi
pusat perhatian serta yang akan dibahas secara mendalam (Bungin, 2015,
h: 41).
Untuk memperoleh kesamaan mengenai objek penelitian, berikut
diuraikan beberapa deskripsi fokus penelitian:
1. Scene yang dimaksud yaitu adegan-adegan dalam film Menolak Diam
yang memuat anti korupsi yang ditunjukan melalui dialog ataupun
tindakan.
2. Semiotika Roland Barthes yaitu teknik yang digunakan dalam
menganalisis isi film Menolak Diam. Adapun menurut Barthes,
tingkatan signifikasi makna ada dua level, pertama, Primary
Signification yang terdiri dari Signifier, Signified dan Sign (Denotatif),
kedua, disebut Secondary Signification yang terdiri dari Signifier,
Signified dan Sign (Konotatif).
3. Makna denotatif dan konotatif korupsi yang dimaksud adalah adanya
makna sebagai film yang menggambarkan anti korupsi, dan makna
yang menunjukan anti korupsi dapat terjadi akibat faktor tertentu yang
42
menjelaskan dalam bentuk dialog maupun adegan dalam film Menolak
Diam.
4. Makna denotatif dan konotatif pesan moral yang dimaksud dalam film
ini adalah adanya makna sebagai film yang memberikan pesan moral
melalui hubungan antara orang tua dan anak, hubungan persahabatan
dan idealisme.
Perlu disadari bahwa fokus penelitian yang telah dirumuskan
sebaik dan serapi mungkin ada kemungkinan sedikit banyak akan
mengalami perubahan dan penyesuaian tertentu setelah lebih mendalami
kenyataan yang sesungguhnya.
Dalam pendekatan kualitatif hal ini sesuatu yang wajar terjadi,
karena penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif lebih tunduk
pada realitas di lapangan ketimbangan apa yang dipikirkan atau
dibayangkan secara subjektif sejak awal (Burhan, 2015, h: 43).
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Objek Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan September 2020 sampai bulan
November 2020. Sedangkan untuk objek penelitiannya berfokus pada
pemutaran film Menolak Diam, sehingga peneliti terlibat langsung dalam
menganalisis isi dari film tersebut. Hal ini dilakukan karena peneliti
menggunakan metode analisis semiotik, yang diharuskan mengamati dan
menganalisis tanda-tanda dalam film secara langsung. Dimana objek yang
diamati merupakan film Menolak Diam, sedangkan unit analisisnya
merupakan potongan-potongan adegan dalam film tersebut yang
mengandung unsur korupsi.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Studi deskriptif bertujuan untuk menggambarkan,
meringkas berbagai kondisi, situasi yang timbul dalam film Menolak
Diam sebagai objek penelitian. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk
memberikan gambaran dan pemahaman mengenai perilaku yang tidak
wajar dalam hal ini yang dimaksud ialah tindakan penyalahgunaan dana.
Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan untuk mengkaji tindak korupsi
dan anti korupsi pada film Menolak Diam.
44
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Sumber data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung
dari objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi (Ruslan, R,
2017, h: 29). Dalam penelitian ini data primer yang digunakan peneliti
yaitu data yang diperoleh dari film Menolak Diam.
2. Sumber data sekunder, yaitu data dari sumber yang berkaitan serta
mendukung objek penelitian, yang berbentuk dokumen tertulis yang
diperoleh dari literatur-literatur seperti, buku-buku, koran, jurnal,
penelitian terdahulu serta data yang bersumber dari internet.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif diperlukan kecermatan dalam
mengumpulkan data untuk menghasilkan penelitian yang valid, adapun
teknik yang relevan dengan objek penelitian ini adalah:
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap film
Menolak Diam, dan menganalisis dialog dan adegan yang mengarah
pada tindakan korupsi. Dalam hal ini peneliti menganalisanya dari segi
semiotik yaitu tanda-tanda komunikasi.
2. Wawancara, dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara yang
tidak berstruktur, yang bertujuan untuk mencari informasi secara
leluasa dari berbagai segi dan arah guna mendapatkan informasi yang
selengkap dan mendalam (Ruslan, R, 2017, h: 67).
45
3. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan, mempelajari serta mengakaji
dokumen tertulis yang berisi pendapat atau teori yang berhubungan
dengan penelitian ini (Lianda, N, 2010, h: 33).
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis semiotik. Semiotik adalah metode yang dipakai untuk
menganalisis tanda-tanda (signs). Semiotik mempelajari studi tentang
bahasa dan bagaimana bahasa menjadi pengaruh dominan yang
membentuk persepsi manusia tentang dunia. Semiotik juga merupakan alat
untuk menganalisis gambar yang luar biasa (Ida, 2014, h: 75). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.
Konsep Roland Barthes terdiri dari Penanda, Petanda, Tanda Denotatif,
Penanda Konotatif, Petanda Konotatif dan Tanda Konotatif.
F. Pengabsahan Data
Pengabsahan data merupakan persoalan yang fundamental dalam
kegiatan ilmiah. Menurut Lincoln dan Guba dalam (Bungin, 2015, h: 59-
62), paling sedikit ada empat standar atau kriteria utama guna menjamin
keabsahan hasil penelitian kualitatif, yaitu:
1. Standar Kredibilitas
Standar kredibilitas ini bertujuan agar hasil penelitian kualitatif
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan informasi yang
didapatkan, dan perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Perpanjangan keikutsertaan
46
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang tidak
singkat. Dengan semakin lamanya peneliti terlibat dalam pengumpulan
data, maka akan semakin memungkinkan meningkatnya kepercayaan
keabsahan data yang dikumpulkan, sebab yang tahu persis tentang
permasalahan yang diteliti adalah peneliti sendiri.
b. Ketekunan Observasi
Ketekunan observasi bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang relevan atau isu yang dicari dan
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci dan intens. Dalam
hal ini sebelum menentukan pembahasan penelitian, peneliti telah
melakukan pengamatan terlebih dahulu dalam upaya menggali atau
mencari informasi yang unik untuk dijadikan objek penelitian.
c. Trigulasi
Trigulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trigulasi
sumber data yaitu memilih berbagai sumber data yang sesuai dan
mengumpulkan beberapa penelitian yang memiliki kajian objek yang
sama. Dengan demikian teknik trigulasi ini memungkinkan diperoleh
variasi informasi yang seluas-luasnya.
d. Melibatkan Teman Sejawat
Melibatkan teman dalam melakukan penelitian berguna untuk
diajak berdiskusi, memberikan masukan bahkan kritikan mulai dari
awal proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini
47
perlu dilakukan, mengingat keterbatasan kemampuan peneliti, yang
dihadapkan pada kompleksitas fenomena sosial yang diteliti.
2. Standar Transferabilitas
Standar ini merupakan pertanyaan empirik yang tidak dapat
dijawab oleh peneliti, tetapi dijawab dan dinilai oleh para pembaca
laporan penelitian. Hasil penelitian kualitatif memiliki standar
transferabilitas yang tinggi bilamana para pembaca laporan penelitian
memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan
fokus penelitian.
3. Standar Dependabilitas
Standar dependabilitas adalah pengecekan atau penilaian akan
ketepatan peneliti dalam mengonseptualisasikan apa yang diteliti
merupakan cerminan dari kemantapan dan ketepatan menurut standar
reliabilitas. Makin konsisten peneliti dalam keseluruhan proses
penelitian, baik dalam kegiatan pengumpulan data, interpretasi temuan
maupun dalam melaporkan hasil penelitian, akan semakin memenuhi
standar dependabilitas. Salah satu upaya untuk menilai dependabilitas
yaitu melakukan pemeriksaan terhadap seluruh hasil penelitian.
4. Standar Konfirmabilitas
Standar konfirmabilitas ini lebih terfokus pada audit atau
pemeriksaan kualitas dan kepastian hasil penelitian, apa benar berasal
dari pengumpulan data di lapangan.
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Film Menolak Diam
1. Profil Film Menolak Diam
Film Menolak Diam
diluncurkan dalam rangka
menyambut momentum
Hari Anti Korupsi
sedunia, pada tanggal 08
Desember 2017 di studio 2, Djakarta Teater, DKI Jakarta, dan
mendapat respon yang baik dari masyarakat. Film ini diproduksi oleh
Transparency International Indonesia yang bekerjasama dengan
Nightbus Picture dan disutradarai oleh Emil Herradi. Film Menolak
Diam diunggah pada kanal Youtube Transparency International
Indonesia pada April 2018.
Film Menolak Diam merupakan film fiksi bergenre drama yang
terinspirasi dari kisah nyata, dimana sebuah gerakan siswa-siswi
sekolah menengah atas yang menuntut adanya transparansi anggaran
disekolahnya yang terjadi tahun 2008 di kota Solo. Film Menolak
Diam ini merupakan salah satu kumpulan film pendek dalam tema
besar Kita vs Korupsi yang dilahirkan oleh Komisi Pemberatasan
Korupsi (KPK), bekerja sama dengan Transparency Internasional
49
Indonesia (TII). Film yang tidak diluncurkan secara massal ke publik
ini memiliki muatan yang berbeda.
Terlepas dari kepentingan pasar, orientasi pembuatan film ini
digolongkan dalam film nonkomersial. Film ini berpihak pada hajat
hidup bangsa mengenai bagaimana praktik korupsi terjadi dan film
tersebut berusaha memetakan bagaimana bersikap melawan korupsi.
Transparency International Indonesia sejak tahun 2011
mengembangkan strategi kampanye yang dapat menyederhanakan
istilah korupsi melalui cara-cara kreatif seperti film, mural, teater,
musik, dan lain sebagainya. Diharapkan dengan cara tersebut,
masyarakat secara luas dapat memahami istilah korupsi, dampak, dan
bagaimana kita dapat berpartisipasi dalam melawan korupsi.
a. Tokoh-tokoh dalam Film Menolak Diam
Selain alur cerita, aktor sangat berpengaruh dalam membangkitkan
emosi penonton, seperti yang disampaikan oleh Himawa dalam (Linda,
N, 2010, h: 35), keberhasilan sebuah film ditentukan oleh peforma
para aktornya, dan tentu juga tidak terlepas dari orang-orang yang
bekerja dibalik layar yang biasa dikenal dengan istilah crew film.
Dalam film Menolak Diam sendiri terdapat beberapa aktor dan crew
yang menyukseskan film tersebut, diantaranya yaitu:
50
Tabel 4.1 Daftar Aktor Film Menolak Diam
AKTOR
No. Aktor Utama No. Aktor Pendukung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Zed Makarim sebagai Dito
Petrus Ajisantosa sebagai
Alif
Rahael Ketsia sebagai Nisa
Kevin Kalagita sebagai
Bondan
Elang El Gibran sebagai
Satrio
Prittimoty sebagai Ayah Alif
Rukman Rosadi sebagai Pak
Edi
Tri Sudarsono sebagai Pak
Ridwan
Mukti Yanti sebagai Bu
Retno
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kedumg Darma
Romansa sebagai Mas
Pras
Muhammad sebagai Pak
Tata
Diyah Prima sebagai Ibu
Nisa
Nadia Prima sebagai Osis
1
Suparno sebagai Pak
Dirman
Salim Putra sebagai
Satpam Sekolah
Rubiati Budhiasi sebagi
Guru 1
Gandi sebagai Guru 2
Sigit sebagai Guru 3
Iskharima sebagai Guru 4
Rukmathea sebagai Guru
51
5
Nensi masito sebagai
Guru
Tabel 4.2 Daftar Crew Film Menolak Diam
No. CREW
1.
2.
3.
4.
Executive produser
Produser
Director
Cinematographer
Dadang Trisasongko
Darius Sinathrya
Emil Heradi
Batara Goempar
52
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Script Writer
Co Director
Props Master
Wardrob
Makeup Artist
Post Production Manager
Editor
Sound Recordiste
Sound Designer
Music Composer
1st Assistant Director
Assistant Camera
Gaffer
Assistant sound recordist
Location Manager
Assistant Location Manager
Casting &Talent
Coordinator
Acting Coach
Assistant Talent
Coordinator
Rahabi Mandra
Rifnu Wikana
Rio Aldanto
Ruri Widiarto
Anggit Tyaswari
Nicko Silvido
Panji Pamikat
Jantra Suryaman
Hardianus Eko Sunu
Firman Satyanegara
Yovial Virgi
Adi Pranoto
Tezar Samara
Kamaluddin
Yogi Kurniawan
Hadyan Marantiyo
Dwi Agung Sasmanto
Muhammad Wahyudi
Hendry Arie Nugroho
Rifnu Wikana
Hendra Trigp
53
24.
25
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Assistant Props Master
Assistant Wardrobe
Assistant Make Up
DIT
BTS
Assistant Editor
Colorist
Grafis & CG
Penerjemah
Production Assistant
Production Runner
PU
Operator Generator
Night Bus Pictures Jkt
Team
Driver
Saddam Ramadhan
Ujang Irwanto
Madek
Topik
Tutut Widlasih
Risto
Farmaditya Wisnuwardana
Rivandy Adi Kuwara
Dharma Putra
Adyatma Abhirama
Husnul Aqil
Yulia Anggraeni
Akhmad Said Lamumba
Santi Sasono
Ria Arumsari
Lina Rohmawai
Sartono
Suhermanto
Agus Setyawan
Possie Sandra
Regita Yudagni
Ryan Afranata
54
39.
Transparency International
Indonesia
Muhammad Tibyan
Ibnu Sa’ban Nur Iksan
Taufik Bayu Kurniawan
Muhammad Safruddin Rossi
Prasetyo Nugroho
Winarso
Yoga Pratama
Suroso
Lia Toriana
Dedi Haryadi
Rivan Prahasya
Jonni Oeyoen
Agus sarwono
Dwipoto Kusumo
Nur Fajrin
2. Sinopsis Film Menolak Diam
Film berlatar sekolah menengah atas ini diperankan oleh beberapa
akto yaitu, Petrus Aji Santosa, Elang El Gibran, Kevin Kalagita, Zed
Makarim dan Rahael Ketsia. Film Menolak Diam bercerita tentang
siswa SMA yang berusaha mengungkap praktek penyalahgunaan dana
di Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Luhur, Solo, Jawa Tengah.
55
Film Menolak Diam dibuka dengan adegan yang menunjukkan
seorang siswa yang berjalan sendiri melewati koridor sekolah yaitu,
Alif. Langkahnya terhenti didepan papan informasi dan matanya
tertuju pada selembar kertas yang berisi informasi mengenai wisuda
kelulusan kelas tiga yang ditiadakan untuk tahun ini. Tidak setuju
dengan informasi itu, Alif kemudian mencabut dan mengambilnya.
Kertas tersebut kemudian diperlihatkan ke sahabatnya yaitu, Satrio
yang tengah sibuk belajar. Sesuai dengan isi surat, dana wisuda
dialihkan untuk ekspansi siswa baru, ucap Satrio. Lagi-lagi tidak setuju
dengan alasan ekspansi, Alif kemudian Menarik tangan Satrio dan
mengajaknya keruang Osis. Satrio kemudan ikut dengan Alif
menyampaikan aspirasi kepada Bondan selaku Ketua Osis SMA
Negeri 01 Luhur.
Setelah dari ruang Osis, Alif, Satrio dan Bondan menuju ke ruang
Wakil Kepala Sekolah yaitu, Pak Ridwan. Sementara disisi lain Pak
Ridwan sedang berbicara dengan salah satu sahabat Alif yaitu Nisa,
yang juga sedang protes terkait dihilangkannya dana perlombaan
robotik tingkat nasional yang sebelumnya sudah dijanjikan. Sampai
depan ruang Pak Ridwan, Bondan kemudian menyampaikan maksud
dan tujuan mereka, namun pak Ridwan mengatakan bahwa Kepala
Sekolah tidak ada ditempat. Alif kembali komplain, mengapa Kepala
Sekolah selalu tidak ada.
56
Keesokan harinya, Alif kembali ketemu Satrio sambil membawa
alat tulis dan menghitung dana wisuda kelas tiga, yang jumlahnya
sebesar tiga ratus juta rupiah. Alif kemudian mempertanyakan dana
tersebut dan mengajak Satrio untuk mengumpulkan APBS kemudian
dibandingkan degan LPJ Osis. Satrio masih fokur belajar dan tidak
ambil pusing mengenai apa yang diprotes Alif, dan memperingatkan
Alif lebih fokus untuk Ujian Nasional mengingat waktunya dua
minggu lagi daripada mengurus wisuda kelulusan kelas tiga.
Setelah bertemu Satrio, Alif berniat mengembalikan kertas tersebut
ke mading. Namun Alif mengurungkan niatnya, kemudian dia
melangkah menjauhi mading dan bertemu kembali dengan Nisa yang
masih mengusahakan pencairan dana yang ia minta. Kemudian kertas
tersebut diberikan ke Nisa, lalu Nisa protes ke Alif mengapa baru
sekarang mengurus hal tersebut, mengingat Alif adalah mantan Ketua
Osis tahun sebelumnya. Setelah berdiskusi, Nisa dan Alif kembali
mengunjungi ruang Osis untuk mencari APBS dan LPJ Osis pada saat
Alif menjabat.
Setelah menemukan laporan, Alif baru menyadari bahwa ada
kejanggalan pada laporan tersebut. Mereka kemudian mengambil
keputusan untuk membongkar kejanggalan yang mereka dapat. Tak
disangka, seorang teman mereka yang sedang dihukum depan ruang
Osis yaitu, Dito muncul dijendela dan berkata bahwa dia ingin ikut
dalam misi tersebut.
57
Aksi mereka dimulai dari menempel selebaran yang
mempertanyakan dana wisuda dan dana multimedia. Setelah beberapa
hari, mereka mngeluhkan siswa kelas tiga yang tidak memberikan
reaksi apa-apa. Nisa juga mencoba membuka salah satu platform
online yang digunakan untuk mengajukan kritik dan saran terhadap
sekolah-sekolah yang ada di Jawa Tengah, namun setelah melakukan
pencarian, mereka tidak menemukan user name untuk SMA Negeri 01
Luhur .
Cara selanjutnya yang mereka tempuh adalah meminta bantuan
kepada alumni. Alumni pertama yang mereka temui bernama Pram .
Namun tak sesuai harapan, Pram tak bisa melakukan apa-apa
dikarenakan teman-temannya juga sibuk kuliah dan sudah tidak
memikirkan mengenai sekolah. Pram justru memperingatkan mereka
untuk lebih fokus pada cita-cita mereka. Setelah hari itu, mereka
memutuskan untuk bertemu Pak Ridwan dan Bu Retno selaku
Bendahara Sekolah. Mereka menyampaikan keinginan mereka untuk
meminta rincian APBS, dari Bu Retno rincian fasilitas multimedia dan
dari pak ridwan rincian kegiatan Osis tapi tidak diperlihatkan. Suara
Alif kemudian meninggi ketika Pak Ridwan selalu memberi alasan
bahwa nanti pasti akan diperlihatkan.
Setelah dari bertemu Pak Ridwan dan Bu Retno, mereka kembali
ke ruang Osis. Dito kemudian meledek Alif, karena hanya Alif satu-
satunya siswa yang berani meninggikan suara depan Pak Ridwan..
58
Langkah selanjutnya, mereka kembali mencari alumni yang lebih
senior melalui internet untuk membantu misi mereka.
Tiba dirumah, Ayah Alif mendapat pesan singkat dari pihak
sekolah dan diminta kesekolah keesokan harinya. Begitupun dengan
Pak Hendra, Ayah Dito yang juga mendapat surat dari sekolah. Namun
Ayah Dito mengira sekolah kembali meminta uang kepadanya.
Ditempat lain, orang tua Nisa pun mendapat panggilan. Tiba disekolah,
mereka bertiga menunggu depan ruang wakil kepala sekolah,
sementara orang tua mereka sedang menghadap. Alif lalu
mempertanyakan keberadaan orang tua Dito yang tidak hadir. Dito
menjelaskan kalau orang tuanya sangat berpengaruh disekolah
sehingga apa pun yang ia laukan pasti tetap diluluskan. Selang
beberapa waktu, mereka kemudian bertemu dengan orang tua masing-
masing. Alif menanyakan apakah Bu Retno sudah menunjukkan
APBS, namun ternyata tidak. Bapaknya bangga Alif berani meminta
rincian dana yang asli dan juga berpesan agar Alif lebih fokus untuk
Ujian Nasional saja, untuk urusan anggaran nanti orang lain yang akan
mengurus.
Alif dan Dito sedang duduk diruang Osis, kemudian Nisa datang
dan membawa kunci ruang kepala sekolah dan menyampaikan ke
sahabatnya untuk menduplikat kunci tersebut. Dito mengiyakan,
sementara Alif menolak. Nisa mengatakan bahwa ini adalah cara
59
terakhir, dia juga meminta kedua sahabatnya untuk berkumpul
dibelakang sekolah jika ingin masalah ini cepat selesai.
Malam harinya, Alif dan Bondan kembali bertemu dengan alumni
yang waktu itu mereka temukan melalui google yaitu, Pak Tata.
Mereka mendapat wejangan untuk tidak melanjutkan misi mereka,
dikarenakan cukup berani dan berbahaya. Setelah pertemuan itu,
mereka bergegas menuju sekolah karena Nisa dan Dito sudah berada
disana. Alif berniat untuk menghentikan aksi mereka, namun sudah
terlambat.
Dito dan Nisa sudah berada dalam ruangan Pak Edi sambil
menyalakan senter ponsel. Baru membuka beberapa dokumen mereka
sudah ketahuan oleh Pak Ridwan. Alif dan Bondan terlambat tiba
dilokasi, hingga rencana awal untuk menghentikan aksi mereka, gagal.
Setibanya Alif dan Dito, Pak Edi selaku kepala sekolah juga tiba dan
langsung memberikan map berisi rincian dana asli ke Alif. Alif
meminta agar dana tersebut dikirim ke orang tua mereka dengan
beberapa konsekuensi, salah satunya Pak Edi mungkin akan diganti
atau dimutasi.
Pak Edi melangkah kemeja kerjanya dan membuka laci, kemudian
mengambil sebuah harddisk yang berisi rincian dana. Kemudian benda
tersebut dibuang kelantai dan diinjak oleh Pak Edi sendiri. Alif mulai
menunjukkan kemarahan, namun dihalangi oleh Pak Ridwan.
Kemudian Pak Edi menyampaikan bahwa Dito dan Bondan diskorsing
60
sampai hari senin, Alif tidak diperkenankan mengikuti Ujian Nasional
dan harus menunggu satu tahun lagi. Sementara Nisa dikeluarkan dari
sekolah. Pak Edi meminta Pak Ridwan mengantarkan mereka kembali
kerumah masing-masing. Masih dihari yang sama, Alif meminta
mereka untuk kembali bertemu disuatu tempat dan membicarakan
rencana selanjunya.
Mereka memanfaatkan momentum upacara bendera pada hari senin
untuk melanjutkan misi mereka. Setelah upacara selesai, Bondan
mengambil alih dan menyampaikan agar siswa tidak bubar. Bondan
selaku Ketua Osis menyampaikan bahwa dia ingin menambahkan
informasi tentang sarana ujian. Dito kemudian keluar dari barisan dan
menjelaskan bahwa semua komputer yang digunakan untuk ujian
nasional berasal dari Ayahnya.
Lalu Alif bertanya, kenapa komputer bukan dari dana sekolah,
Nisa kemudian maju dan mengeluarkan telepon genggamnya untuk
merekam situasi tersebut. Dito kembali bersuara, bahwa orang tuanya
ingin dia lulus bahkan ketika dia tidak ikut ujian nasional sekalipun
dan pihak sekolah takut kepada orang tuanya. Kemudian Alif kembali
mempertanyakan kemana dana untuk komputer, lalu ia meneriakkan
bahwa ini adalah korupsi.
Pak Edi kemudian bersuara, bahwa komputer untuk Ujian Nasional
berasal dari komite sekolah, yang memang bertujuan untuk
mendukung keperluan sekolah, dimana ketuanya adalah Pak Hendra,
61
Ayah Dito. Pak Edi mengingatkan Dito agar mengikuti jejak ayahnya
dan jangan berbuat ulah. Pak Edi juga menjanjikan bahwa semester
depan ruang komputer akan lebih luas dan penambahan unit, jadi tidak
ada yang ditutup-tutupi. Alif bersuara bahwa semuanya bohong, dia
melihat laporan dana yang rinci semua dimarkap. Pak Edi kemudian
meminta bukti, lalu satu persatu dari mereka mengajukan tangan
bahwa mereka dapat menjadi bukti. Mereka menyatukan suara dan
pendapat dengan semua siswa untuk menjadi bukti, meskipun ujian
nasional satu minggu lagi, mereka tetap meminta laporan rinci dan
tetap akan membuktikan hal tersebut. Alif berkata bahwa, mereka
adalah siswa yang berpendidikan dan tidak ingin dibodohi. Seluruh
siswa kemudian maju sambil mengepalkan tangan dan berteriak.
Akhir dari film ini adalah hari dimana ujian nasional tiba dan
kondisi sekolah yang sudah kondusif karena kasus penyelewengan
dana sudah selesai. Hari dimulai dengan Dito yang tetap datang
terlambat meskipun Ujian Nasional dan Alif yang mangajukan keluhan
ke pengawas ujian bahwa dia sudah mencoba log in tiga kali namun
tetap error. Pengawas kemudian mengatakan bahwa nanti akan
disampaikan kepihak terkait, lalu Alif menj jawab, nanti itu kapan
pak? Seperti jawabannya ke Pak Ridwan saat meminta rincian APBS.
B. Makna Denotatif dan Konotatif Korupsi pada Film Menolak Diam
Setelah menjelaskan alur cerita film Menolak Diam sebagai objek
penelitian, maka pada deskripsi data penelitian ini, peneliti menjadikan
62
adegan dan dialog dalam film tersebut sebagai fokus penelitian. Pada bab
ini, peneliti akan memaparkan data yang akan menjadi dasar analisis
peneliti serta hasil dari analisis penelitian ini. Terdapat beberapa scene
yang akan dianalisis dalam film Menolak Diam ini dengan menggunakan
konsep semiotika Roland Barthes. Barthes menawarkan pembahasan
tentang makna denotatif dan konotatif dalam objek yang diteliti.
Makna denotatif adalah makna harfiah atau sesungguhnya terhadap
penggunaan bahasa yang telah disepakati. Makna denotatif adalah makna
sebuah kata yang terdiri dari penanda dan petanda. Makna konotatif adalah
makna suatu kata yang berasal dari ekspresi dan emosi manusia yang pada
akhirnya akan menghasilkan pemaknaan baru. Dalam penelitian ini
digambarkan unsur naratif dan sinematik yaitu cerita, tokoh, masalah,
konflik, serta lokasi dan waktu menggunakan semiotika Roland Barthes,
sehingga dapat menganalisis makna denotatif dan konotatif anti korupsi
sebagai berikut:
Tabel 4.3. Analisis Tindakan Anti Korupsi Melalui Penyampaian Aspirasi
(Adegan Pilihan 1)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (01:52-03:12)
63
Signifier (Penanda) Narasi:
Alif: Assalamualaikum.
Bondan: Walaikumsalam. Eh kak Alif, ada yang bisa
dibantu?
Alif: Uang wisuda dipindah kemana Bon?
Bondan : Uang wisuda apa ya kak?
Alif: Iki aspirasi tolong tanyakan!
Bondan: Disini sih tulisannya ekspansi kak.
Alif: Pret. Eh aku udah baca ini loh! Eh Bon denger
aku Bon, aku ini mau diwisuda, aku mau orang tuaku
liat aku lulus dan mereka bangga. Lagian aku yakin
kok, ini semua dari kelas tiga. Iya toh?
Bondan: Iya kak aspirasi ditampung, nanti saya
sampaikan ke Pak Ridwan.
Alif: Kapan Bon?
Bondan: Sesegera mungkin lah kak!
Alif: Aku tanya sama kamu kapan Bon?
Satrio: Lif!
Bondan: Segera kak!
Alif: Segera itu kapan? Aku udah pernah jadi ketua
Osis loh. Aku tuh pernah diposisimu. Eh lihat aku Bon!
Segera itu berarti detik ini juga, selama kamu nggak
sibuk atau kamu nggak sakit.
64
Lah, iki opo iki? Kamu nggak sibuk kan? Jelas gini
kok. Kamu sakit emang?
Bondan: Insya Allah sehat kak. Kak, kak.
Signified (Petanda) Dari adegan di atas, terlihat tiga orang pelajar
berseragam SMA sedang berada dalam sebuah
ruangan. Mereka sedang membicarakan sesuatu dan
sempat meninggikan suara, sementara yang satu hanya
menyimak dan sesekali melerai kedua temannya.
Makna Denotatif Makna denotatif bentuk anti korupsi dalam film ini
adalah penyampaian aspirasi yang merupakan tindakan
menyampaikan pendapat mengenai hal yang dianggap
tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Makna Konotatif Makna konotatifnya, penyampaian aspirasi
menandakan bahwa ada hal yang membutuhkan
perhatian lebih.
Tabel 4.4. Penyelewengan Dana sebagai Bentuk Korupsi (Adegan Pilihan 2)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (04:27-05:53)
Signifier (Penanda) Narasi:
65
Alif : Eh Yo, iuran wisuda 1 anak 300 ribu per bulan x
12 bulan x 3 tahun x siswa seangkatan 300, nah iki loh
hasilnya 300 juta lebih. Nah sekarang pertanyannya
adalah, uangnya ndi?
Eh kau itu dengar aku nda sih? Kita ini harus selidiki
ini Yo. Wes ngene wae lah, kita kumpulin APBS dari
tahun ke tahun terus kita bandingkan dengan LPJ
OSIS. Piye?
Satrio: Ah sue lah.
Alif: maksudmu apa toh?
Satrio: UN 2 minggu lagi Lif.
Alif: Lah terus kenopo?
Satrio: Ya aku mikir, ngapain kita perjuangain wisuda
kalau ujian aja nggak lulus.
Alif: Wah iki piye toh, kan ini penting juga.
Satrio: Iya aku ngerti. Udah gini aja, mending kamu
balikin ini ke mading.
Signified (Petanda) Berlokasi di kantin sekolah, dua orang pelajar sedang
duduk, satu orang sedang fokus belajar, sementara
yang satu sedang meluapkan ketidaksepakatannya
terhadap iuran wisuda yang dialihkan untuk ekspansi
siswa baru. Lalu menghitung secara rinci jumlah dana
yang terkumpul.
66
Makna Denotatif Makna denotatif dampak penyelewengan dana yang
ditunjukkan dalam film ini adalah ditiadakannya
wisuda kelulusan bagi kelas tiga dengan alasan dana
dialihkan untuk ekspansi siswa baru malah
menimbulkan pertanyaan baru.
Makna Konotatif Makna konotatifnya ialah pengalihan dana wisuda
menimbulkan pertanyaan baru meskipun sudah tertera
alasan disurat edaran namun, tidak bisa diterima oleh
beberapa siswa. Karena dana tersebut merupakan dana
pribadi siswa dan tujuan awal pengumpulan memang
untuk pengadaan wisuda, bukan untuk siswa baru
apalagi hal lain.
Tabel 4.5. Analisis Terhambatnya Penyaluran Dana (Adegan Pilihan 3)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (04:27-05:53)
67
Durasi: (06:37-06:42)
Signifier (Penanda) Narasi 1:
Nisa: Pokok e saya nda mau pindah kalau nda ada
solusi!
Pak Ridwan: Kamu inikan sudah kelas 3, ngapain
ngurusin beginian?
Nisa: Bukan buat saya Pak, tapi buat adik kelas.
Rapopo Pak saya jadi korban, sing penting mereka
harus dapetin.
Pak Ridwan: Iya saya tau. Saya kan sudah bilang nanti
saya sampaikan ke Kepala Sekolah. Dana partisipasi
yang kau minta inikan tidak sedikit.
Nisa: Pak tapi ini udah 2 bulan, dan Bu Retno udah
janji mau berangkatin Pak!
Narasi 2:
Alif: Masih usaha toh?
Nisa: Bukan urusan kamu!
Signified (Petanda) Pada adegan ini terlihat Nisa sedang membicarakan
sesuatu dengan Pak Ridwan didepan sebuah ruangan.
68
Makna Denotatif Terhambatnnya penyaluran dana tidak bisa diterima
oleh Nisa, hingga ia menemui Wakil Kepala Sekolah
untuk menanyakan dana tersebut. Terlebih dana itu
sudah dijanjikan oleh pembina Osis
Makna Konotatif Adanya kendala bagi siswa untuk memperoleh dana
partisipasi, makna konotatifnya ialah beberapa hal pasti
akan terhambat dengan adanya penyelewengan dana,
termasuk kreatifitas dan prestasi siswa.
Tabel 4.6. Analisis Suap dan Kerjasama Rahasia (Adegan Pilihan 8)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (16:58-17:02)
Durasi: (17:28-18:28)
Durasi: (28:04-28:13)
69
Durasi: (33:25-34:00)
Signifier (Penanda) Narasi 1:
Ayah Dito: Sekolah minta uang lagi apa gimana?
Kamu bikin ulah lagi yah?
Narasi 2:
Alif: Orang tuamu ndi toh?
Dito: Nggak dateng, nggak perlu dateng. Opo sih ora
penting kok. Ta’ bilangin bapaku itu yoh donatur tetap
disekolah ini jadi aku mau jungkir balik, nakal, ya
terserah aku, sa bahagia aku kok men. Dan ingat yah
aku nggak bakal pernah bisa dikeluarin dari sekolah
ini. Ggini-gini, kalian ta tanyain sekarang, menurut
kalian sopo seng ngadain komputer buat ujian nanti?
Sekolahan? Menurutmu sekolahan? Yo ra mungkin
toh, pasti Bapakku. Yaudah kalian berdua ta doain,
Narasi 3:
Pak Edi: Mas Dito dan Mas Bondan, kalian di skors
sampai senin. Mas Dito masih bisa ikut Ujian Nasional.
Narasi 4:
70
Alif: Saya punya pertanyaan Pak, kenapa komputer
bukan dari dana sekolah?
Dito: Karena Orang Tua saya ingin saya lulus. Saya
nggak ikut ujian pun pasti saya lulus. Mereka semua itu
takut sama Bapakku.
Signified (Petanda) Empat adegan diatas menunjukkan adanya
ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak sekolah
terhadap siswanya. Sekolah memanfaatkan peluang
bagi para orang tua yang ingin menjadi donatur tetap di
sekolah, dengan jaminan posisi anak mereka akan
aman.
Makna Denotatif Makna denotatif gratifikasi dalam film ini adalah
bentuk perjanjian atau kerjasama ilegal dimana
tujuannya untuk mendapat keuntungan bagi para
pelakunya.
Makna Konotatif Makna konotatifnya, gratifikasi menimbulkan
ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme
proses (suatu prosedur) dengan praktiknya. Sehingga
siswa yang orang tuanya memiliki kemampuan untuk
memberikan sejumlah uang ke sekolah, dapat dengan
mudah terbebeas dari segala aturan dan hukuman yang
berlaku. Meskipun siswa tersebut jelas melanggar, ia
tetap mendapat posisi yang aman dan pembelaan dari
71
guru.
Tabel 4.7. Analisis Hubungan Antara Media dan Korupsi (Adegan Pilihan 5 )
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (22:40-22:59)
Signifier (Penanda) Narasi:
Alumni: Jangan, jangan. Nanti kalian sendiri yang kena
masalah.
Alif: Bapak sendiri kan bilang, kalau sudah benar ya
jangan takut!
Alumni: Iya, tapi itu kan yang pengen didengar sama
reporter majalah, ya kita kasi aja kan.
Signified (Petanda) Pada adegan diatas, dua orang pelajar, mendatangi
seorang alumni sekolahnya. Tujuan mereka yaitu
meminta bantuan kepada alumni tersebut untuk
membantu mereka mengungkap penyelewengan dana
yang terjadi di sekolah mereka.
Makna Denotatif Makna denotatif hubungan media dengan korupsi ialah,
media hanya ingin menunjukkan eksistensi dan
72
kekuatan untuk mendapat perhatian.
Makna Konotatif Makna konotasi yang ingin ditunjukkan ialah, media
memanfaatkan korupsi sebagai nilai berita untuk
memenuhi kebutuhan media.
Tabel 4.8. Analisis Adanya Faktor Kekuasaan (Adegan Pilihan 6)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (24:37-29:03)
Signifier (Penanda) Narasi:
Pak Ridwan: Selesai masa depan kalian, maling-
maling. Kalau sampai Pak Edi tau kalian langsung kena
DO, dan sekali DO tetap DO, mau anak presiden atau
siapapun.
Alif: Ini tanggung jawab saya!
Pak Ridwan: Oh jadi ini jagoannya yang muncul
belakangan. Ini yang kamu inginkan maling-maling?
Ini yang kamu inginkan, jawab?
Pak Edi: Pak ridwan.
Pak Ridwan: Pak Edi, baru sampai?
73
Pak Edi: Ini yang diinginkan Mas Alif, silahkan! Sudah
Mas Alif?
Alif: Saya minta ini dipublikaskan ke orang tua kami
pak.
Pak Edi: Supaya apa?
Alif: Supaya mereka tau!
Pak Edi: Mas Alif tau konsekuensinya?
Alif: Mungkin Bapak akan dimutasi dan diganti,
mungkin sekolah ini akan tutup, mungkin 300 murid
harus pindah sekolah. Tapi orang tua kami berhak tau
Pak.
Pak Edi: Mas Alif benar. Informasi yang menyangkut
hajat hidup orang banyak memang harus terbuka.
Semua rincian data dari tahun ke tahun ada disini. Tapi
sayang dirusak sama penyusup, yang ternyata murid
SMA 01 Luhur, yang bernama Mas Alif, Mba Nisa,
Mas Dito dan Mas Bondan. Nggak elok lihat empat
murid diberhentikan menjelang ujian nasional, tapi
penjahat harus dihukum. Mas Dito dan Mas Bondan
kalian diskors sampai senin. Mas Alif kamu tidak
diperkenankan mengikuti ujian nasional, saya
bertanggung jawab mendidik kamu satu tahun lagi
sampai kamu layak untuk jenjang selanjutnya. Mba
74
Nisa kamu dikeluarkan dari sekolah, sekolah tidak
mentolerir tindakan kriminal.
Dito: Saya juga pak. Saya pelakunya juga pak, hukum
saya pak!
Pak Edi: Pak Ridwan, pastikan mereka semua dalam
keadaan baik sampai rumahnya masing-masing.
Pak Ridwan: Baik Pak Edi.
Signified (Petanda) Pada malam hari tiga orang pelajar memasuki ruangan
kepala sekolah menggunakan kunci duplikat. Mereka
menggunakan pencahayaan pada ponsel mereka dan
berhasil masuk, namun aksi mereka digagalkan oleh
Kepala sekolah dan Wakilnya sehingga mereka
mendapat hukuman, meskipun mereka sudah melihat
rincian dana asli, yang pada akhirnya dibakar dan
dihancurkan oleh Kepala Sekolah.
Makna Denotatif Dari adegan diatas dapat dilihat bahwa kekuasaan
dapat dijadikan sebagai alat perlindungan. Makna
denotatifnya ialah, dengan posisi terancam karena bukti
penyelewengan dana sudah ditemukan, maka pelaku
menggunakan kekuasaan untuk menundukkan
lawannya, dengan cara memberi sanksi berat dan
melenyapkan barang bukti.
Makna Konotatif Makna konotatifnya, dengan sanksi tersebut pihak yang
75
menuntut akan mundur. Tapi kenyatannya tidak seperti
itu, mereka tetap melanjutkan misi mereka untuk
mengungkap penyelewengan dana yang dilakukan oleh
pihak sekolah, meskipun harus berjuang mendapat
bukti.
Setelah melakukan analisis terhadap adegan dalam film Menolak
Diam, maka peneliti akan membahas hasil analisis terkait makna denotatif
dan konotatif anti korupsi serta pesan-pesan moral pada film menolak
diam. Menolak diam adalah film yang menceritakan tentang siswa SMA
yang membongkar penyelewengan dana di sekolahnya. Tentunya penulis
dan sutradara menyisipkan pesan-pesan dalam film tersebut melalui
adegan dan dialog.
1. Bentuk anti korupsi dalam film ini adalah penyampaian aspirasi yang
merupakan tindakan menyampaikan pendapat. Penyampaian aspirasi
menandakan bahwa ada hal yang membutuhkan perhatian lebih.
Meskipun pada kenyataannya hal ini masih jarang dilakukan pada
tingkat pelajar, karena ada rasa takut dan merasa tidak memiliki
wewenang.
2. Dampak penyelewengan dana yang ditunjukkan dalam film ini adalah
ditiadakannya wisuda kelulusan bagi kelas tiga dengan alasan dana
tersebut dialihkan untuk ekspansi siswa baru. Pengalihan dana wisuda
menimbulkan pertanyaan baru meskipun sudah tertera alasan disurat
76
edaran namun, tidak bisa diterima oleh beberapa siswa. Karena dana
tersebut merupakan dana pribadi siswa yang tidak berhak dicampuri
oleh kepentingan lain.
3. Terhambatnya penyaluran dana di sekolah berdampak terhadap
kemajuan prestasi siswa. Penyaluran dana yang tidak berjalan sesuai
mekanisme yang sebenarnya merupakan salah satu faktor dari
tindakan penyalahgunaan dana pendidikan. Pihak sekolah tidak
transparan dalam mengelola anggaran ekstrakurikuler yang
mengakibatkan kegiatan siswa terhambat. Belum lagi RAPBS yang
tidak transparan sehingga menimbulkan banyak pertanyaan.
4. Adanya suap dan kerjasama secara rahasia dalam film ini adalah
bentuk perjanjian atau kerjasama dimana tujuannya untuk mendapat
keuntungan bagi para pelakunya. Makna konotatifnya ialah,
menimbulkan ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme
proses (suatu prosedur) dengan praktiknya.
5. Hubungan media dengan korupsi ialah, media hanya ingin
menunjukkan eksistensi dan kekuatan untuk mendapat perhatian.
Selain itu, salah satu fungsi media massa adalah pengawasan terhadap
kejadian atau lingkungan sekitar. Dengan pengawasan ini, maka akan
mempermudah pengontrolan kegiatan-kegiatan sosial yang terjadi
dalam masyarakat.
6. Kekuasaan makna denotatifnya yaitu, dengan posisi terancam karena
bukti penyelewengan dana sudah ditemukan, maka orang yang
77
memiliki jabatan menggunakan kekuasaan untuk mengubah fakta,
dengan cara memberi sanksi berat dan menghilangkan barang bukti.
Makna konotatifnya, dengan sanksi tersebut pihak yang menuntut
akan berkompromi dengan keadaan. Namun, para siswa tetap tetap
melanjutkan misi mereka dari awal, dan mereka yakin mampu
membuktikan kepada semua orang bahwa penyelewengan dana yang
mereka katakan memang benar adanya, dan itu terbukti. Seperti
tertulis dalam Al-Quran (Al-Baqarah: 188):
طم و نكى بيكى بٱنب ل ول تأكهىا أيى أيى تدنىا بها إنى ٱنحكاو نتأكهىا فريقا ي
ى ثى وأتى تعه ٱناس بٱل
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Menolak Diam merupakan film fiksi bergenre drama yang dibuat
berdasarkan imajinasi manusia dan didasarkan pada kejadian nyata.
Berdasarkan orientasi pembuatannya digolongkan dalam film
nonkomersial. Produksi film ini dilakukan di SMK 1 Yogyakarta dan
di distribusikan secara terbatas.
Sebagai salah satu media komunikasi massa, film tergolong
kedalam media panas (hot media) dimana partisipasi penonton rendah,
karena makna dari informasi yang disampaikan sudah diceritakan
78
dalam film. Berdasarkan fungsinya, film ini memberikan informasi
mengenai praktik penyalahgunaan dana atau korupsi dan kepentingan
persuasif bahwa, korupsi itu perbuatan buruk dan jangan diikuti.
Efek yang ditimbulkan oleh film berbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan individu. Saat penonton tersebut memahami
pesan yang disampaikan, menandakan bahwa efek primer tersebut
kuat. Disisi lain, perubahan sikap yang terjadi setelah menonton
sebuah film merupakan efek sekunder.
C. Makna Denotatif dan Konotatif Pesan Moral pada Film Menolak
Diam
Dalam sebuah film pasti terdapat pesan-pesan yang ingin
ditunjukan oleh penulis baik secara tersirat maupun tersurat. Sama halnya
dengan film Menolak Diam yang syarat akan makna, juga memiliki pesan-
pesan moral yang ingin disampaikan kepada para penontonnya. Moral
yang dimaksud adalah tolak ukur baik atau buruknya sesuatu dan pantas
tidak pantasnya suatu perilaku dalam tatanan masyarakat. pesan moral
merupakan pelajaran yang dapat dipetik dari sebuah peristiwa,
pengalaman atau film yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Adapun
pesan moral dalam film Menolak Diam sebagai berikut:
Tabel 4.9. Analisis Bentuk Rasa Bangga (Adegan Pilihan 7)
Kategori Makna Penemuan
79
Tanda (Sign)
Durasi: (18:53-19:47)
Signifier (Penanda) Narasi:
Alif: Gimana Pak? Apa bu Retno sudah kasi rincian
APBS?
Ayah Alif: (Menggelengkan kepala) Cuma tadi Bu
Retno cerita kalau kamu itu mau tau yang benar, begitu
kan? Bapak bangga. Bangga! Tapi gini Lif mungkin ini
udah bukan peran kamu lagi
Alif: Maksud bapak?
Ayah Alif: Yang penting kamu lulus dulu saja yah.
Persoalan ini biar orang lain yang menyelesaikan
Alif: Siapa pak siapa yang mau selesaikan?
Ayah Alif: Bapak nggak tau
Signified (Petanda) Terletak dikoridor sekolah, terlihat orang tua dan anak
sedang berjalan sambil sedang membicarakan sesuatu.
Makna Denotatif Rasa bangga, merupakan makna denotatif dari perasaan
senang karena telah melakukan hal baik. Ayahnya
merasa bangga melihat Alif gigih dalam
80
memperjuangkan apa yang semestinya harus diungkap.
Hingga orang tuanya harus dipanggil ke sekolah.
Makna Konotatif Makna konotatifnya adalah tanggung jawab moril bagi
orang lain. Orang tuanya bisa melihat sisi lain dari
anaknya, sehingga ia sama sekali tidak marah
meskipun harus menerima panggilan dari pihak sekolah
karena ulah anaknya.
Tabel 4.10. Analisis Anti Korupsi Melalui Idealisme (Adegan Pilihan 8)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
Durasi: (22:06-22:10)
Signifier (Penanda) Terlihat dari gambar, seorang anak sedang duduk
disebuanh kursi dalam ruangan menggunakan kaos
garis-garis sambil meletakkan kedua tangannya dimeja.
Signified (Petanda) Nampak seorang anak laki-laki sedang duduk dan
81
menatap sebuah foto dengan tatapan penuh makna,
yang berisi potret ayahnya berpakaian dinas.
Makna Denotatif Pada adegan diatas Alif merupakan orang yang Idealis,
makna denotatif dari suatu bentuk keyakinan atas hal
yang dianggap benar. Meskipun ada sedikit rasa
bersalah saat mengingat bahwa Ayahnya dulu adalah
seorang guru, dan sekarang iya sedang berurusan
dengan guru disekolahnya dan bukan persoalan kecil
yang dihadapi.
Makna Konotatif Makna konotatifnya adalah memiliki tujuan dan
harapan yang tidak mudah goyah dalam menjalani
kehidupan. Sekalipun ada rasa bersalah dan orang
tuanya dan orang disekitarnya sudah memperingatkan
untuk berhenti, namun ia tetap pada pendiriannya untuk
melanjutkan apa yang sudah direncanakan bersama
temannya, apa pun resikonya.
Tabel 4.11. Analisis Tindakan Saling Mendukung (Adegan Pilihan 9)
Kategori Makna Penemuan
Tanda (Sign)
82
Durasi: (30:21-)
Signifier (Penanda) Narasi:
Dito: Halo
Alif: Loh kowe ngopo?
Dito: Iki yo? Biasa Bapak e loh. Yang lain mana ini,
yang lain?
Alif: Udah ta SMS. Bon?
Nisa: Mau ngapain lagi?
Alif: Selesaikan masalah ini lah.
Nisa: Piye carane, nggak ada bukti, nggak ada lagi
yang mau bantu.
Alif: Masih ada satu cara lagi.
Signified (Petanda) Mereka kembali berkumpul disuatu tempat, satu
persatu datang dengan kondisi yang tidak sebaik
biasanya, Alif hadir lebih awal karena ia yang
menghubungi temannya. Alif kaget setelah melihat
Dito yang muncul dengan wajah lebam setelah dipukul
Ayahnya. Bondan datang sambil menyeka air mata dan
Nisa yang sudah menyerah.
Makna Denotatif Saling mendukung, merupakan makna denotatif dari
memberi kekuatan satu sama lain. Mereka baru saja
melakukan hal yang melanggar aturan dan mendapat
hukuman berat, ditambah tekanan dari orang tua yang
83
mengetahui anaknya melakukan pelanggaran.
Makna Konotatif Makna konotatifnya yaitu sebagai dorongan untuk
menjadi lebih baik. Mereka bertemu untuk saling
menyemangati dan membuktikan bahwa yang bersalah
harus tetap terungkap dengan cara menyusun rencana
baru meskipun mereka sedang mendapat sanksi dari
sekolah.
Menurut aliran Otonomus Al-Qamamu Adz-Dzaty ukuran moral
itu ada pada diri kita sendiri. Ia adalah suatu batin yang ada pada diri kita
sendiri, yang memberi tahu bagaimana antara yang hak dan bathil. Antara
moral dan etika memiliki makna yang sama yaitu bentuk penilaian baik
buruk, pantas dan tidak pantas, serta norma yang menjadi pegangan
seseorang atau kelompok tertentu dalam mengatur tingkah laku (Pradana,
R, 2018, h: 58). Berdasarkan hasil analisis peneliti dan pandangan aliran
Otonomus Al.Qamamu Adz-Dzaty tentang moral, maka peneliti
menemukan lima pesan moral yang terdapat dalam film Menolak Diam,
yaitu sebagai berikut:
1. Rasa bangga, merupakan makna denotatif dari perasaan senang karena
telah melakukan hal baik, sedangkan makna konotatifnya adalah
tanggung jawab moril bagi orang lain.
2. Idealisme, merupakan makna denotatif dari suatu bentuk keyakinan atas
hal yang dianggap benar. Makna konotatifnya adalah memiliki tujuan
84
dan harapan yang tidak mudah goyah dalam menjalani kehidupan dan
menerima semua konsekuensi.
3. Saling mendukung, merupakan makna denotatif dari memberi kekuatan
satu sama lain. Makna konotatifnya yaitu sebagai dorongan untuk
menjadi lebih baik. Seperti tertulis dalam Al-Quran (Al-Insyirah:5)
يع ٱنعسر يسرا فإ
Artinya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara garis besar film Menolak Diam ingin menyampaikan bahwa
tindakan korupsi tidak akan berhenti apabila tidak dimulai pencegahannya
sejak dini dan dimulai dari hal terkecil. Berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi yang telah dilakukan pada film Menolak Diam, maka peneliti
dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat enam indikator makna denotatif
dan konotatif anti korupsi serta tiga indikator makna denotatif dan
konotatif pesan moral, yaitu sebagai berikut:
1. Makna denotatif dan konotatif anti korupsi pada film Menolak Diam:
a. Makna denotatif bentuk anti korupsi dalam film ini adalah
penyampaian aspirasi yang merupakan tindakan menyampaikan
pendapat. Makna konotatifnya, penyampaian aspirasi menandakan
bahwa ada hal yang membutuhkan perhatian lebih.
b. Makna denotatif dampak penyelewengan dana yang ditunjukkan
dalam film ini adalah ditiadakannya wisuda kelulusan bagi kelas
tiga dengan alasan dana tersebut dialihkan untuk ekspansi siswa
baru. Makna konotatifnya ialah pengalihan dana wisuda
menimbulkan pertanyaan baru meskipun sudah tertera alasan
disurat edaran namun, tidak bisa diterima oleh beberapa siswa.
Karena dana tersebut merupakan dana pribadi siswa.
86
c. Makna denotatif terhambatnya penyaluran dana di sekolah
berdampak terhadap kemajuan prestasi siswa. Makna konotatifnya,
d. Makna denotatif penyalahgunaan dalam film ini adalah bentuk
perjanjian atau kerjasama yang tujuannya untuk mendapat
keuntungan bagi para pelakunya. Makna konotatifnya, kolusi
menimbulkan ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan
mekanisme proses (suatu prosedur) dengan praktiknya.
e. Makna denotatif hubungan media dengan korupsi ialah, media
hanya ingin menunjukkan eksistensi dan kekuatan untuk medapat
perhatian. Makna konotasinya, media memanfaatkan korupsi
sebagai nilai berita untuk memenuhi kebutuhan media.
f. Kekuasaan, makna denotatifnya ialah, dengan posisi terancam
karena bukti penyelewengan dana sudah ditemukan, maka orang
yang memiliki jabatan menggunakan kekuasaan untuk mengubah
fakta, dengan cara memberi sanksi berat dan menghilangkan
barang bukti. Makna konotatifnya, dengan sanksi tersebut pihak
yang menuntut akan mundur. Tpi kenyatannya tidak seperti itu,
mereka tetap melanjutkan misi.
2. Makna denotatif dan konotatif pesan-pesan moral yang disampaikan
berupa tindakan yang dianggap baik oleh masyarakat pada umumnya,
seperti:
87
a. Rasa bangga, merupakan makna denotatif dari perasaan senang
karena telah melakukan hal baik, sedangkan makna konotatifnya
adalah tanggung jawab moril bagi orang lain.
b. Idealis, merupakan makna denotatif dari suatu bentuk keyakinan
atas hal yang dianggap benar. Makna konotatifnya adalah memiliki
tujuan dan harapan yang tidak mudah goyah dalam menjalani
kehidupan.
c. Saling mendukung, merupakan makna denotatif dari memberi
kekuatan satu sama lain. Makna konotatifnya yaitu sebagai
dorongan untuk menjadi lebih baik.
B. Saran
Setelah menyimpulkan hasil temuan, peneliti sadar bahwa ada hal-
hal yang harus diperhatikan dalam menikmati suatu karya film. Dalam
film Menolak Diam sendiri, banyak pesan yang harus disaring dan
dipahami lebih dalam lagi, maka dari itu peneliti ingin menyampaikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Secara garis besar, film Menolak Diam berhasil menggambarkan dan
mendramatisasi kembali kisah nyata penyelewengan dana di salah satu
sekolah menengah atas. Namun, alangkah baiknya apabila penulis dan
sutradara film mampu menjabarkan cerita diakhir film, agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
2. Bagi para penikmat film, diharapkan agar lebih teliti dan kritis dalam
memilih tontonan, sehingga tidak mudah terprovokasi oleh tayangan-
88
tayangan yang belum pasti kebenarannya. Diharapkan pula, agar para
penonton mampu menyampaikan pesan-pesan moral dalam tayangan
untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Seperti yang kita ketahui
film tidak sekedar menyajikan imajinasi, namun terdapat pesan-pesan
dan realita kehidupan yang ingin disampaikan.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ansar Akil, Muhammad, 2012. Regulasi Media di Indonesia : Jurnal Ilmu
Komunikasi
Baran, S, 2012. Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya,
Erlangga.
Bungin, B, 2015. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali
Pers.
Changara, H, 2015. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Rajawali Pers.
Anderson, Daniel. Analisis Semiotik Alangkah Lucunya Negeri Ini, Akta
Diurna, Vol. 4, 2015, https://Scholar.google.com. Diakses pada 03
September 2019.
Fahmi, B, 2017. Representasi Pesan Moral dalam Film Rudy Habibie
Karya Hanung Bramantyo (Analisis Semiotika Ronald Barthes),
Jom Fisip, Vol. 4 No. 1, Februari 2017, 5,
https://Scholar.google.com. Diakses pada 01 September 2019.
Fitri, I, Alriyani Khusnul, Putri Ayu, dkk, 2018. Integritas Berlembaga,
Desember 2018, 3, https://www.researchgate.net. Diakses pada 05
September 2019.
Hapsari, Indah & Lasmery RN Girsangi, 2015. Makna Optimisme dalam
Iklan Politik (Mewujudkan Mimpi bersama Jokowi-Jk), Semiotika,
Vol. 2, No. 2, 2015. https://Scholar.google.com. Diakses pada 31
Agustus 2019.
Ida, R, 2016. Metode Penelitian Studi dan Kajian Budaya, Jakarta:
Prenada Media Group.
Junaid, H, 2013. Korupsi dalam Perspektif dan Islam, Sulesana, Vol. 8
No. 2, 2013, 124-129, http://journal.uin-alauddin.ac.id. Diakses
pada 01 Oktober 2019.
Morissan, 2013. Teori Komunikasi: Individu hingga Massa, Jakarta:
Prenadamedia Group.
Nurudin, 2015. Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: Rajawali Pers.
Rahimah, Latita Hanief & Muhammad Alif. Stereotip dalam Film Traitor,
435, https://Scholar.google.com. Diakses pada 1 Oktober 2019.
90
Republika, 2014. Koruptor dikritik, Republika.co.id, 02 Oktober 2014,
https://nasional.republika.co.id/berita/negara-khilafah-buatan-isis-
dikritik.
Rifqi, K, 2016. Analisis Semiotik Makna Emansipasi Wanita dalam Islam
pada Film Dokumenter He Named Me Malala, 25-26,
https://Scholar.google.com. Diakses pada 07 Oktober 2019.
Ruslan, R, 2017. Metode Penelitian: Public Relations dan komunikasi,
Jakarta: Rajawali Pers.
Sobur, A, 2016. Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudianto. Sebuah Analitis Kritis terhadap Skenario Politik Global, Al-
Bayyinah: Journal of Islamic Law, Vol. 7 No. 2, 63 & 72-73,
https://www.researchgate.net. Diakses pada 01 Oktober 2019.
Tamburaka, A, 2013. Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media
Massa, Jakarta: Rajawali Pers.
Yoyon, Mudjiono. Kajian Semiotik dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi,
Vol. 1, No. 1, April 2015. https://Scholar.google.com. Diakses
pada 31 Januari 2019.
91
LAMPIRAN
92
93
RIWAYAT HIDUP
ASMITA HANDYANI, lahir pada 27 April 1997 di
Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Putri
pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Rubama
dan Ibu Nur Amir.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SDN 040 Radda pada
tahun 2003. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01
Luwu Utara pada 2012, dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 01
Luwu Utara pada tahun 2015. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, pada
tahun yang sama penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa di Program Studi
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Makassar. Pada tahun 2021, penulis berhasil mendapatkan gelar
S1 Program Studi Ilmu Komunikasi dengan judul skripsi “Analisis Semiotik Anti
Korupsi dalam Film Menolak Diam”. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat dalam pengembangan penelitian di bidang Ilmu Komunikasi terkhusus
di Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Unismuh Makassar.