Download - Analisis Rasio Keuangan dan Kinerja pada ICW
Makalah Akuntansi Sektor Publik
Analisis Rasio Keuangan dan Kinerja pada Perkumpulan Indonesian Corruption Watch
Anggota Kelompok:
1. Annisa Auliadini 1106135136
2. R. Irania Zahra 1106137583
3. Siti Eriska Surya N 1106138176
PROGRAM STUDI EKSTENSI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
2011
Statement of Authorship
“Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan
tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
Mata Kuliah lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksiadanya plagiarisme.”
Kami bersedia menerima sanki yang diberikan, jika suatu waktu diketahui bahwa tugas yang
kami buat merupakan hasil plagiarisme.
Mata Kuliah : Akuntansi Sektor PublikJudul Makalah : Analisis Rasio Keuangan dan Kinerja pada Perkumpulan Indonesian
Corruption WatchTanggal : 26 Juli 2012Dosen : Dodik Siswantoro
Nama : Annisa AuliadiniNPM : 1106135136Tandatangan :
Nama : R. Irania ZahraNPM : 1106137583Tandatangan :
Nama : Siti Eriska Surya NNPM : 1106138176Tandatangan :
Universitas Indonesia 1
DAFTAR ISI
Hal
STATEMENT OF AUTHORSHIP…………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………….………3
DAFTAR ISI………………………………………………………………….................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………………41.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………41.3 Tujuan……………………………………………………………………………………………..……………41.4 Metode Penelitian……………………………………………………………………….……………….4
BAB 2 Kerangka Teori………………………………………………………………………………………………..……6
BAB 3 ISI
3.1 Gambaran Organisasi……………………………………………………………………………………………..14
3.2 Laporan Posisi Keuangan ICW tahun 2009-2011……………………………………………………….18
3.3 Laporan Aktivitas ICW tahun 2009-2011………………………………………………………………….19
3.4 Laporan Perubahan Aktiva Bersih tahun 2009-2011………………………………………………….20
3.5 Laporan Arus Kas ICW tahun 2009-2011……………………………………………………………………22
3.6 Analisis Rasio Keuangan…………………………………………………………………………………………….23
3.7 Analisis Kinerja………………………………………………………………………………………………………….30
DAFTAR PUSTAKA.………………………………………………………...................................................33
Universitas Indonesia 2
Kata Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah tugas
Akuntansi Sektor Publik mengenai pengukuran kinerja dan analisis ratio dengan tepat
waktu.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Jakarta, 26 Juli 2012.
Penulis
Universitas Indonesia 3
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Didalam organisasi pengukuran kinerja sangat penting dilakukan, karena dengan
adanya pengukuran kinerja perusahaan dapat mengetahui apakah suatu organisasi telah
berjalan dengan benar dan bagaimana mestinya. Selain itu juga dengan dilakukannya
pengukuran kinerja, perusahaan dapat meningkatkan kualitas kinerjanya dari tahun ke
tahun sehingga tahun depan diharapkan dapat berjalan dengan lebih baik lagi. Kinerja dapat
diukur dengan melihat hasil output yang dihasilkan oleh perusahaan atau timbal balik yang
diterima oleh perusahaan. Untuk itu suatu pengukuran kinerja yang dinilai baik dari
keuangan maupun sumber daya yang lain, sangatlah penting untuk dilakukan oleh suatu
perusahaan terutama di organisasi nirlaba yang sumber pendanaannya dari donasi yang
membutuhkan pertanggung jawaban.
1.2.Permasalahan
1. Berapa nilai Financial Ratio yang dimiliki oleh ICW?
2. Seberapa baik nilai financial ratio ICW, jika tidak, bagaimana caranya
memperbaiki Financial Ratio ICW?
3. Bagaimana kinerja ICW dalam memberikan pelayanannya? Apakah kinerja ICW
sudah baik atau tidak?
1.3.Tujuan
Makalah ini dibuat untuk beberapa tujuan, yaitu:
a. Untuk mengetahui seberapa baik kinerja dan rasio keuangan di organisasi
nirlaba.
b. Dapat menganalisis dan mencari tahu apa yang sebaiknya dilakukan oleh
organisasi nirlaba supaya dapat meningkatkan kinerjanya.
Universitas Indonesia 4
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan
organisasi nirlaba dengan Financial Ratio dan mengukur hasil kinerja baik keuangan dan
manajerial organisasi nirlaba.
Universitas Indonesia 5
Bab II
Kerangka Teori
Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Secara umum kinerja dapat didefinisikan sebagai prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut, dapat diukur melalui output atau manfaat program yang dilaksanakan.
Menurut Larry D Stout (1993) dalam Performance Meassurement Guide menyatakan bahwa :
“Pengukuran / penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.”
Sedangkan menurut James B Whittaker dalam Government and Result Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement mnyatakan bahwa :
“Pengukuran /penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”
Jadi, pengukuran kinerja sektor publik suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan, visi dan misi organsisasi.
Ada beberapa elemen pokok dalam suatu pengukuran kinerja, yaitu
1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Universitas Indonesia 6
2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung.
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
Jika kita sudah mempunyai indicator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bias diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil actual dengan indicator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.
4. Evaluasi kinerja.
Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan:
a.Feedback
Hasil pengukuran terhadap capaian kinerjaa dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Bias dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer dana anggota organisasi.
b.Penilaian kemajuan organisasi
Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang elah dicapai organisasi.
c.Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders.
endatang.
2.1 Informasi yang Digunakan
Informasi mengenai kinerja sangat penting dalam rangka menciptakan good governance. Informasi kinerja tersebut diorientasikan sebagai pedoman bukan sebagai alat pengendalian. Indikator kinerja memiliki peran penting sebagai proses pembentukan organisasi pembelajar (learning organization). Jika organisasi terus menerus belajar bagaimana memperbaiki kinerja, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai target, maka indikator kinerja akan bersifat mendorong dan memotivasi dalam cara yang positif.
Informasi yang digunakan antara lain adalah informasi finansial dan informasi non finansial.
2.2 Indikator Kerja dan Ukuran Kerja
Universitas Indonesia 7
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen indikator yang terdiri dari :
Indikator masukan (Input)
Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi dan sebagainya.
Indikator keluaran (output)
Indikator keluaran adalah sesutau yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan yang dapata berupa fisik maupun nonfisik.
Indikator hasil (outcome)
Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan.
Indikator manfaat (benefits)
Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
Indikator dampak (impacts).
Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap indikator yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Jadi pengukuran kinerja harus berbasis pada strategi organisasi. Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap ukuran ini merupakan upaya konkret dalam memformulasikan tujuan strategis organisasi sehingga lebih terwujud dan terukur. Pengukuran kinerja juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi. Hal ini terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran kinerja yang digunakan.
Penerapan skema indikator kinerja perlu adanya artikulasi dari tujuan, visi, misi, sasaran dan hasil program yang dapat diukur dan jelas manfaatnya. Karena akurasi keputusan dapat dihasilkan dengan dukungan informasi yang baik. Dengan adanya pengukuran kinerja sektor publik memberikan manfaat yang pasti terhadap jalannya kinerja pemerintah.
Monitoring dan review terhadap indikator kinerja harus terus dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan kultur perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Review secara rutin
Universitas Indonesia 8
terhadap indikator kinerja bertujuan untuk menguji validitas dan keandalan indikator yang dibuat agar dapat menyesuaikan perubahan kebutuhan layanan sehingga dalam jangka panjang menghasilkan ukuran kinerja yang lebih baik dan efektif.
Menurut Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik menyatakan karekteristik indikator kinerja sebagai berikut:
1. Sederhana dan mudah dipahami,
2. Dapat diukur,
3. Dapat dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
4. Diakitkan dengan standar atau target kinerja,
5. Berfokus pada costumer service, kualitas dan efisiensi,
6. Dikaji secara teratur.
2.3 Perbedaan Pengukuran Kinerja Sektor Publik dan Sektor Bisnis
Pengukuran kinerja pada organisasi bisnis lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan organisasi sektor publik. Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaranya dapat dilakukan dengan cara misalnya melihat tingkat laba yang berhasil diperolehnya.
Pada organisasi sektor publik, pengukuran keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang dapat diukur lebih beraneka ragam dan kadang- adang bersifat abstrak sehingga pengukuran tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan satu variabel saja.
Selama ini pengukuran kinerja suatu instansi pemerintah lebih ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Suatu instansi akan dinyatakan berhasil jika dapat menyerap anggaran pemerintah seratus persen, meskipun hasil yang dicapai serta dampaknya masih berada jauh dari standar mutu. Sehingga pengukuran kinerja sektor publik menjadi sulit dan kompleks untuk disusun.
2.4 Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Dalam suatu sistem manajemen strategi, pengukuran kinerja berfungsi sebagai alat penilai apakah strategi yang sudah ditetapkan telah berhasil dicapai. Dari hasil pengukuran kinerja dilakukan feedback sehingga tercipta sistem pengukuran kinerja yang mampu memperbaiki kinerja organisasi secara berkelanjutan.
Universitas Indonesia 9
Menurut Mardiasmo, sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistemyang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Sistem pengukuran kinerja meliputi :
1. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis adalah proses sistematik yang ditujukan untuk menghasilkan tindakan dan keputusan-keputusan mendasar sebagai pedoman dan panduan organisasi dalam menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan dan mengapa melakukan aktivitas tertentu. Proses perencanaan strategis ini membutuhkan informasi yang kompleks, luas, dan komprehensif dengan lebih menekankan pada implikasi-implikasi di masa datang.
2. Penyusunan Program
Penyusunan program adalah proses pembuatan keputusan mengenai program-program yang akan dilaksanakan organisasi dan taksiran jumlah sumber-sumber yang akan dialokasikan untuk setiap program tersebut. Penyusunan program meliputi tiga kegiatan utama, yaitu
1. Analisis usukan program baru
2. Penelaahan program yang sedang berjalan
3. Penyusunan sistem koordinasi program secara terpisah
4. Penyusunan Anggaran
Tahap penyusunan anggaran ini adalah tahap yang sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja justru bisa menggagalkan program-program yang telah disusun sebelumnya.
2.5 Teknologi Pengukuran Kinerja
2.4.1 Valuey for Money
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Ekonomi adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan
Universitas Indonesia 10
perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Efisiensi merupakan salah satu bagian indikator kinerja valuey for money yang dapat diukur dengan output dan input. Di mana semakin besar rasio tersebut maka semakin efisien suatu organisasi dan bersifat relatif. Efektivitas adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuannya, maka organisasi itu berjalan secara efektif. Sedangkan ekonomis hanya menekankan kepada input.
Manfaat implementasi konsep Value For Money pada organisasi sektor publik antara lain:
1. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik;
3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan
4. terjadinya penghematan dalam penggunaan input;
5. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
6. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sabagai akar pelaksanaan Akuntabilitas Publik
2.5 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan dibagi menjadi tiga didalam organisasi sector publik, yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas sangat penting terkait tingkat likuiditas dalam organisasi. Likuiditas rasio dibagi menjadi 6 yaitu:
1. Cash Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam membayar
kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di bank.
2. Cash Reserve Ratio
Rasio ini mengukur kemampuan organisasi untuk menutupi biaya atau pengeluaran yang
terjadi sepanjang tahun apabila tidak ada penerimaan (revenue) tambahan.
Universitas Indonesia 11
3. Current Ratio
Current ratio mengukur kemampuan organisasi untuk membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar yang dimiliki. Semakin besar rasio, semakin besar kemampuan
organisasi untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
4. Asset Ratio
Asset ratio menunjukkan berapa besarnya persentase aktiva lancar terhadap seluruh aktiva
yang dimiliki organisasi. Semakin besar asset ratio, maka organisasi semakin likuid karena
porsi aktiva lebih banyak untuk item-item yang bersifat lancar.
5. Target Liquidity Level
Target liquidity level menunjukkan bagaimana organisasi mencapai target likuiditas yang
diinginkan. ICW tidak menetapkan target likuiditas yang harus dicapai sehingga target
liquidity level dalam perhitungan di atas tidak bisa diukur efektivitas pencapaiannya.
2. Rasio Pendanaan (Funding Ratio)
Rasio ini mengindikasikan ketergantungan pada pendanaan donasi (contribution ratio) sebagaimana pengakuan pada uang yang digunakan untuk asset keuangan (debt Ratio). Resiko merupakan focus central dari rasio ini. Semakin besar nilainya, maka semakin besar resiko yang ada didalam organisasi. Didalam sector perusahaan, pengakuan pertama disebut dengan resiko operasi atau resiko bisnis.
1. Contribution ratio = contributed revenue/total revenueContribution ratio merupakan proyeksi donasi untuk organisasi non profit yang berpengaruh pada perencanaan keuangan dalam organisasi. Semakin kecil nilai contribution ratio semakin baik. Batas Contribution Ratio diatas 65% yang artinya organisasi bergantung pada pendapatan donasi.
2. Debt ratio = total liabilities/total assetDebt ratio merupakan pengukuran besarnya pendanaan asset dari pinjaman/hutang daripada nilai ekuitas. Semakin kecil nilai debt ratio semakin baik. Organisasi lebih baik tidak sering melakukan pinjaman, karena dengan pinjaman organisasi harus membayar biaya bunga.
3. Rasio Operasi (Operating Ratio)
Operating ratio untuk melihat besarnya cost yang dapat dijangkau, komposisi biaya dan return on investment. Untuk organisasi non profit menggunakan Return Ratio, the net operating ratio, the net asset reserve ratio, the program expense ratio, the support service expense ratio dan net surplus level.
Universitas Indonesia 12
1. Return Ratio: total revenue dibagi dengan total asset
Return ratio umumnya berdasarkan pengukuran efisiensi. Didalam organisasi non profit mengukur kemampuan organisasi untuk meningkatkan pendapatan berdasarkan asetnya. Atau kata lainnya disebut dengan return on investment. Jika nilai ratio 1.25, organisasi menerima pendapatan $1.25 setiap $1 investasi asetnya.
2. Net Surplus: Total revenues dikurang total expenses
Net surplus adalah keuntungan operasi dalam beberapa periode. Didalam organisasi bukan disebut dengan profit namun revenue. Jika organisasi mengalami surplus artinya pendapatan telah menjangkau seluruh biaya serta organisasi dapat mengatur organisasinya. Jika terjadi defisit maka organisasi tersebut dilihat kurang baik karena tidak dapat mengatur biaya dan sulit meningkatkan kinerja organisasinya.
3. Net operating ratio: net surplus dibagi total revenue
Net operating ratio memberikan informasi yang sama dengan net surplus, kecuali dalam jangka waktu yang relative. Untuk seluruh organisasi rasio ini memberikan timbal balik atas jangkauan biaya dari seluruh pendapatan. Surplus atau defisit mengekspresikan per dollar dari pendapatan.
4. Net asset reserve ratio: net asset dibagi total expenses
Net Asset reserve ratio disebut dengan fund balance reserve ratio yang hamper sama dengan cash reserve ratio didalam likuitas ratio. Perbedaannya terletak pada apa yang akan sama di ekuitas bisnis dan bagaimana membandingkan dengan expense selama setahun dalam jangka waktu yang relative. Semakin besar net asset reserve ratio maka semakin kecil resiko operasi dalam organisasi.
5. Program expense ratio dan support service expense ratio
Program expense ratio: program expenses dibagi total expenses
Support service expense ratio: support service expense dibagi total expenses
Program expense ratio dan Support service expense ratio menunjukkan pembagian antara expense pada program dan pendanaan. Program expense ratio menyarankan pada organisasi agar lebih menggunakan dukungan pembiayaan dari donasi. Berhati-hatilah pada organisasi yang memiliki rasio negatif dan positif pada rasio ini.
Universitas Indonesia 13
Bab III
ISI
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch (ICW)
3. 1 Gambaran Organisasi
Indonesia Corruption Watch merupakan salah satu lembaga independen yang bersuara
dalam gerakan antikorupsi. Perkumpuan Indonesia Corruption Watch didirikan pada tanggal 1 Juni
2009 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya berdasarkan akta Nomor 53 dari Notaris
Haji Rizul Sudarmadi, SH tertanggal 11 Juni 2009. Perkumpulan merupakan kelanjutan dari Yayasan
Komisi Masyarakat Untuk Penyelidikan Korupsi atau Indonesia Corruption Watch yang telah
dibubarkan. Berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat Anggota Dewan Etik Yayasan Komisi
Masyarakat Untuk Penyelidikan Korupsi (Indonesia Corruption Watch) pada tanggal 1 Juni 2009.
Perkumpulan berasaskan Pancasila, UUD 1945, Demokrasi, Keterbukaan dan Tanggung Jawab.
Eksistensi ICW dalam pemberantasan korupsi sejak tahun 1998 telah diakui publik. Secara berturut-
turut, tahun ini ICW mendapat penghargaan UII Award dari Universitas Islam Indonesia, Soegeng
Sarjadi Syndicate Award, dan penghargaan dari Dewan Pers.
Alamat Sekretariat: Jl. Kalibata Timur IV/D No. 6 Jakarta Selatan, Indonesia
Phone : +62 - 21 - 7901 885, 7994 015 Fax : +62 - 21 - 7994 005
Email: [email protected]
Visi dan Misi
Visi
Menguatnya posisi tawar rakyat yang terorganisir dalam mengontrol negara dan turut serta
dalam pengambilan keputusan serta mewujudkan tata kelola pemerintahan yang demokratis, bebas
korupsi, berkeadilan ekonomi, sosial dan gender.
Misi
ICW bersama rakyat dalam menintegrasikan agenda korupsi untuk memperkuat partisipasi
rakyat yang terorganisir dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan publik.
Universitas Indonesia 14
Memberdayakan aktor-aktor potensial untuk mewujudkan sistem politik, hokum, ekonomi dan
birokrasi yang bersih dari korupsi dan berlandaskan keadilan sosial dan gender.
Peran ICW
1. Memfasilitasi dan menguatkan gerakan rakyat terorganisir untuk memberantas korupsi
dan memperjuangkan hak-hak warga negara dalam mendapatkan pelayanan publik yang
lebih berkualitas.
2. Memfasilitasi penguatan kapasitas kelompok-kelompok strategis dalam proses
pengambilan dan pengawasan kebijakan publik.
3. Meningkatkan inisiatif dan kualitas partisipasi masyarakat serta mitra jaringan dalam
mengungkap, melaporkan kasus korupsi dan memantau penegakan hokum.
4. Menggalang kampanye publik guna mendesakkan reformasi hukum, politik, dan
birokrasi yang kondusif bagi pemberantasan korupsi.
5. Mempromosikan kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi.
6. Menyebarluaskan gagasan dan instrument anti korupsi kepada kelompok rakyat yang
terorganisir diberbagai sector untuk meningkatkan efektifitas pemberantasan korupsi.
7. Mendorong actor-aktor potensial dipemerintahan, parlemen dan penegak hokum untuk
membuka ruang partisipasi publik dalam mengubah kebijkan.
8. Melakukan upaya hokum publik untuk mendorong reformasi hokum, membela hak-hak
korban korupsi dan perubahan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
9. Mendorong konsolidasi dalam meningkatkan dan memperbaiki mobilisasi sumber daya
dalam gerakan antikorupsi.
Universitas Indonesia 15
Struktur Organisasi
Alat kelengkapan perkumpulan ICW terdiri dari Rapat Umum Anggota, Dewan Etik, badan
Pengurus dan Badan Pekerja. Struktur dan hubungan antar alat kelengkapan organisasi diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga. Keanggotaan ICW pada dasarnya bersifat sukarela dan terbuka bagi setiap
organisasi yang memiliki komitmen terhadap persoalan korupsi.
6 Divisi Utama.dalam Organisasi ICW
1. Divisi Penggalangan Dana dan Kampanye Publik
Divisi ini merupakan divisi yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat. Dengan memberi
bantuan finansial kepada lembaga ini, masyarakat dapat turut serta dalam kerja-kerja
pemberantasan korupsi. Donasi yang dikumpulkan dari publik dimanfaatkan untuk menjalankan
sejumlah program ICW, diantaranya; investigasi kasus, pemantauan anggaran sekolah, advokasi
layanan kesehatan, membangun generasi pemuda melawan korupsi, serta menyelenggarakan
pendidikan antikorupsi di sekolah dan kampus.
Universitas Indonesia 16
2. Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan
Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW menjalankan tugas pengawasan terhadap berbagai
lembaga penegak hukum, hingga mengawal berbagai produk hukum yang relevan dengan
pemberantasan korupsi. Beberapa program yang dijalankan diantaranya; menginisiasi gerakan
penyelamatan institusi.
3. Divisi Monitoring Pelayanan Umum
ICW dalam divisi ini bertugas untuk mengawasi pemerintah sebagai penyedia layanan publik. Agar
gaung dan manfaatnya lebih besar, lembaga ini mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi.
Mereka, para pengguna layanan publik, diajak untuk memonitor kulitas pelayanan dan manajemen
dana untuk mencegah terjadinya penyelewengan. Pemantauan kualitas pelayanan publik berbasis
masyarakat terorganisir bertujuan mewujudkan keadilan sosial dalam pelayanan publik.
4. Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran
Divisi Monitoring dan Analisisis Anggaran ICW fokus terhadap dua sektor utama; penerimaan dari
sumber daya alam khususnya sektor pertambangan (industri ekstraktif) serta penerimaan negara
dari pajak. Disamping itu, Divisi MAA juga rutin melakukan pemantauan dan advokasi terkait belanja
negara dan subsidi energi. Pemantauan terhadap industri ekstraktif, ICW mendorong renegosiasi
kontrak sejumlah perusahaan ekstraksi yang beroperasi di Indonesia agar memberikan manfaat lebih
banyak kepada negara.
5. Divisi Korupsi Politik
Fokus utama kerja Divisi Korupsi Politik lebih kepada upaya mendorong transparansi dan
akuntabilitas dalam sektor politik melalui berbagai metode. Divisi ini melakukan riset dan studi
mengenai patronase politik bisnis di level lokal hingga nasional. Divisi Korupsi Politik juga melakukan
advokasi terkait isu-isu aktual mengenai anggaran, korupsi di parlemen dan lingkungan
pemerintahan daerah.
6. Divisi Investigasi
Indonesia Corruption Watch (ICW) menginvestigasi sejumlah kasus dugaan korupsi sekaligus
menerima laporan masyarakat mengenai kasus-kasus korupsi. Tugas Divisi Investigasi adalah
Universitas Indonesia 17
melakukan review secara mendalam sebelum melaporkan kasus-kasus tersebut kepada aparat
penegak hukum. Selain menangani investigasi kasus, divisi ini juga melakukan advokasi terhadap
implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Selain itu ICW juga sedang
mendorong dilakukannya audit sosial oleh masyarakat terhadap proyek-proyek pemerintah
terutama di bidang layanan publik di beberapa daerah.
Sumber Keuangan ICW
1. Iuran dan sumbangan anggota yang besarnya ditentukan oleh Rapat Umum Anggota.
2. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan asas, visi dan misi ICW.
3. Syarat pemberi sumbangan dan tata cara pemberian sumbangan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
3.2 Laporan Posisi Keuangan ICW tahun 2009-2011
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch
Laporan Posisi Keuangan
31 Desember 2009, 2010 dan 2011
2011 2010 2009
Aktiva
Aktiva Lancar
Kas dan Setara Kas 5,336,344,475 5,281,122,061 4,523,297,712
Piutang Karyawan 311,507,841 112,879,240 121,608,700
Piutang lain-lain 9,712,000 9,712,000 -
Uang Muka & Beban dibayar dimuka 917,178,502 1,445,884,442 190,546,270
Jumlah Aktiva Lancar 7,052,119,151 6,849,597,743 4,835,452,682
Aktiva Tetap
Harga Perolehan 657,812,725 608,558,025 514,443,025
Akumulasi Penyusutan (524,789,898) 459,896,831 404,619,573
Jumlah Aktiva Tidak Lancar 133,022,827 148,661,194 109,823,452
Total Aktiva 7,185,141,978 6,998,258,937 4,945,276,134
Universitas Indonesia 18
Kewajiban dan Aktiva Bersih
Kewajiban
Kewajiban Lancar 479,788,099 310,742,988 1,558,577,439
Total Kewajiban 479,788,099 310,742,988 1,558,577,439
Aktiva Bersih
Tidak Terikat 479,788,099 2,655,906,280 1,677,449,574
Terikat Temporer 3,573,802,343 4,031,609,669 1,709,249,121
Total Aktiva Bersih 6,705,353,879 6,687,515,949 3,386,698,695
Total Kewajiban dan Aktiva Bersih 7,185,141,978 6,998,258,937 4,945,276,134
3.3 Laporan Aktivitas ICW tahun 2009-2011
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch
Laporan Aktivitas
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal
31 Desember 2009, 2010 dan 2011
2011 2010 2009
Penerimaan
Dana dari Grantor 626,413,0440 7,188,256,585 4,126,860,780
Non Program 2,704,612,908 2,113,255,084 1,369,693,198
Total Penerimaan 8,968,743,348 9,301,511,669 5,496,553,978
Pengeluaran
Program 6,673,551,739 4,835,074,390 5,319,365,969
Pengembalian Dana - -
Pengeluaran Non Program 2,378,846,393 1,935,009,456 1,333,810,452
Total Pengeluaran 9,052,398,132 6,770,083,846 6,653,176,421
Universitas Indonesia 19
(Penurunan)/Kenaikan Aktiva Bersih (83,654,784) 2,531,427,823 (1,156,622,443
)
3.4 Laporan Perubahan Aktiva Bersih tahun 2009-2011
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal
31 Desember 2009
Tidak Terikat Terikat
Temporer
Total
Saldo 01-01-08
Penambahan (Pengurangan) 378,205,448 1,034,143,746 378,205,448
Aktiva Bersih Tahun 2008 479,830,168 2,108,765,400 479,830,168
Saldo Akhir, 31 Desember 2008 858,035,616 3,142,909,146 858,035,616
Penambahan (Pengurangan) Dana 783,531,212 (241,154,836) 783,531,212
Tahun 2009 - Dari Pendanaan
Penambahan (Pengurangan) Dana 35,882,746 (1,192,505,189
)
35,882,746
Tahun 2009 - Dari Aktivitas
Saldo 31-12-2009 1,677,449,574 1,709,249,121 1,677,449,574
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal
31 Desember 2010
Tidak Terikat Terikat Total
Universitas Indonesia 20
Temporer
Saldo 01-01-09 858,035,616 3,142,909,146 4,000,944,762
Penambahan (Pengurangan)
Aktiva Bersih Tahun 2009 819,413,958 1,433,660,025 (614,246,067)
Saldo Akhir, 31 Desember 2008 1,677,449,574 1,709,249,121 3,386,698,695
Penambahan (Pengurangan) Dana
Tahun 2009 - Dari Pendanaan 800,211,078 30,821,647 769,389,431
Penambahan (Pengurangan) Dana
Tahun 2009 - Dari Aktivitas 178,245,628 2,353,182,195 2,531,427,823
Saldo 31-12-2009 2,655,906,280 4,031,609,669 6,687,515,949
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal
31 Desember 2011
Tidak Terikat Terikat
Temporer
Total
Saldo 01-01-10 1,677,449,574 1,709,249,121 3,386,698,695
Penambahan (Pengurangan)
Aktiva Bersih Tahun 2010 978,456,706 2,322,360,548 3,300,817,254
Saldo Akhir, 31 Desember 2010 2,655,906,280 4,031,609,669 6,687,515,949
Penambahan (Pengurangan) Dana
Tahun 2010 - Dari Pendanaan 149,878,741 (48,386,027) 101,492,714
Penambahan (Pengurangan) Dana
Tahun 2010 - Dari Aktivitas 325,766,515 (409,421,299) (83,654,784)
Universitas Indonesia 21
Saldo 31-12-2011 3,131,551,536 3,573,802,343 6,705,353,879
3.5 Laporan Arus Kas ICW tahun 2009-2011
Perkumpulan Indonesia Corruption Watch
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal
31 Desember 2011, 2010 dan 2011
2011
2,010
2,009
Aliran Kas dari Aktivitas Operasi
Penambahan (Pengurangan) aktiva bersih (Rp83,654,784) 2,531,427,823 (1,156,622,443
)
Penyesuaian untuk merekonsiliasi
kenaikan/(penurunan) aktiva bersih menjadi
arus kas bersih dari aktivitas operasional:
Penyusutan 64,893,067 55,277,258 41,498,413
Perubahan Aktivitas Bersih
(Kenaikan)/Penurunan pada piutang (676,004,935) 982,540 (14,964,919)
(Kenaikan)/Penurunan pada uang muka 528,705,940 1,255,338,172 291,933,018
Kenaikan/(Penurunan) pada kewajiban 169,045,111 1,247,834,451 917,879,039
Kas Bersih Diterima/(digunakan) 2,984,399 82,549,918 79,723,108
Aliran Kas dari Aktivitas Investasi:
Penambahan peralatan dan kendaraan (Rp49,254,700) 94,115,000 (59,109,500)
Aliran Kas dari Aktivitas Pendanaan 101,492,714 769,389,431 542,376,376
Kenaikan (penurunan) bersih kas dan setara
kas
55,222,413 757,824,349 562,989,984
Kas dan setara kas awal tahun 5,281,122,062 4,523,297,712 3,960,307,728
Universitas Indonesia 22
Kas dan setara kas akhir tahun 5,336,344,475 5,281,122,061 4,523,297,712
3.6 Analisis Rasio Keuangan
Analisis pada rasio keuangan dibagi menjadi tiga yaitu likuitas rasio, funding ratio dan operating
ratio. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana keuangan yang dibandingkan antara
tahun ini dari tahun-tahun sebelumnya.
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan organisasi untuk memenuhi kewajiban financial jangka
pendeknya. Rasio ini memfokuskan pengukuran pada aset lancar dan kewajiban lancar. Berikut ini
perhitungan rasio likuiditas. Didalam rasio likuiditas dibagi menjadi empat jenis rasio yaitu cash ratio,
cash reserve ratio, current ratio, asset ratio dan target liquidity ratio.
Analisis Likuiditas Ratio
a. Cash Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam membayar
kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di bank. Pada tahun
2009, cash ratio ICW adalah 2,9. Artinya, setiap Rp 2,9 kas dan setara kas digunakan untuk
menutupi setiap Rp 1 kewajiban lancar. Cash ratio meningkat pada tahun 2010, yakni 17 dan
sedikit turun pada tahun 2011, yakni 11,12. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah kas
Universitas Indonesia 23
dan setara kas serta penurunan kewajiban lancar yang menjadi tanggungan. Secara
keseluruhan, cash ratio ICW cukup tinggi, dimana nilainya lebih dari 1 (100%). Dengan kata
lain, ICW memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban lancar dengan kas dan setara
kas yang dimiliki.
b. Cash Reserve Ratio
Rasio ini mengukur kemampuan organisasi untuk menutupi biaya atau pengeluaran yang
terjadi sepanjang tahun apabila tidak ada penerimaan (revenue) tambahan. Pada tahun
2009, cash reserve ratio ICW adalah 67,99%. Artinya, ICW dapat menutupi 67.99% dari
seluruh total pengeluaran yang terjadi selama 1 tahun walaupun tidak ada tambahan
penerimaan. Nilai cash reserve ratio meningkat pada tahun 2010, yakni 78,01% dan turun
menjadi 58,95% pada tahun 2011. Secara keseluruhan, cash reserve ratio ICW belum cukup
baik karena masih dibawah 100%. ICW belum bisa menjamin terlaksananya seluruh kegiatan
operasional apabila tidak ada tambahan penerimaan yang diterima organisasi.
c. Current Ratio
Current ratio mengukur kemampuan organisasi untuk membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar yang dimiliki. Semakin besar rasio, semakin besar kemampuan
organisasi untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pada tahun 2009, current ratio
ICW adalah 3,1. Artinya, ICW memiliki Rp 3,1 aktiva lancar untuk setiap Rp 1 kewajiban
lancar, atau dengan kata lain kewajiban lancar ICW mampu ditutupi 3,1 kali oleh aktiva
lancar. Pada tahun 2010, current ratio ICW meningkat menjadi 22,04 dan turun menjadi
14,70 pada tahun 2011. Secara keseluruhan, current ratio ICW cukup tinggi, diatas 1 (100%).
ICW dapat menjamin semua kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki.
d. Asset Ratio
Asset ratio menunjukkan berapa besarnya persentase aktiva lancar terhadap seluruh aktiva
yang dimiliki organisasi. Semakin besar asset ratio, maka organisasi semakin likuid karena
porsi aktiva lebih banyak untuk item-item yang bersifat lancar. Pada tahun 2009, asset ratio
ICW adalah 97,78%. Artinya, 97,78% total aktiva ICW adalah aktiva lancar. Asset ratio ICW
cukup stabil, dimana pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 97,88% dan 98,15%. Secara
keseluruhan, asset ratio menunjukkan bahwa ICW sangat liquid. Persentase yang sangat
tinggi dikarenakan ICW lebih membutuhkan aktiva lancar, terutama kas dan setara kas,
untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya. Apabila dana lebih banyak diinvestasikan
Universitas Indonesia 24
untuk aktiva yang bersifat tetap (tidak lancar), ICW akan kesulitan untuk memenuhi
kewajibannya yang bersifat jangka pendek.
e. Target Liquidity Level
Target liquidity level menunjukkan bagaimana organisasi mencapai target likuiditas yang
diinginkan. ICW tidak menetapkan target likuiditas yang harus dicapai sehingga target
liquidity level dalam perhitungan di atas tidak bisa diukur efektivitas pencapaiannya. Akan
tetapi, dilihat dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, terjadi peningkatan unsur kas dan
setara kas yang menjadi sumber perhitungan target liquidity level. Ini menunjukkan bahwa
ICW memfokuskan pendanaan pada aktiva yang bersifat lancar.
Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan dan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa ICW memiliki tingkat
likuiditas yang cukup tinggi. ICW memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban jangka
pendeknya dengan aktiva lancar yang dimiliki. Hampir 100% aktiva yang dimiliki oleh ICW
merupakan aktiva lancar. Namun, aktiva lancar belum mampu menutupi seluruh
pengeluaran yang terjadi sepanjang tahun apabila ICW tidak memperoleh tambahan
penerimaan.
2. Rasio Pendanaan (Funding Ratio)
Rasio pendanaan (Funding ratio), rasio ini mengindikasikan ketergantungan pada pendanaan donasi (contribution ratio) sebagaimana pengakuan pada uang yang digunakan untuk asset keuangan (debt Ratio). Resiko merupakan focus central dari rasio ini. Semakin besar nilainya, maka semakin besar resiko yang ada didalam organisasi. Didalam sector perusahaan, pengakuan pertama disebut dengan resiko operasi atau resiko bisnis.
Berikut ini perhitungan rasio pendanaan (Funding Ratio) dari laporan keuangan ICW
Jenis Rasio 2009 2010 2011Contribution Ratio
=Total Contributed Revenue
Total Revenue
Rp4.126.860.780Rp5.496.553.978= 0.7508 atau 75.08%
Rp7.188.256.585Rp9.301.511.669= 0.7728 atau 77.28%
Rp6.264.130.440Rp8.968.743.348= 0.69844 atau 68.84%
Debt Ratio
= Total Liabilities
Total Asset
Rp1.558.577.439Rp4.945.276.134= 0.315 atau 31.52%
Rp310.742.988Rp6.998.258.937= 0.0444 atau 4,44%
Rp479.788.099Rp7.85.141.978=0.067 atau 6.7%
Universitas Indonesia 25
Analisis
a. Contribution ratio
Pada tahun 2009 nilai rasio adalah 75.08%, artinya organisasi tergantung pada donasi yang
dapat menyebabkan resiko dalam proses perencanaan didalam organisasi. Pada tahun 2010
nilai rasionya mencapai 77.28% dan tahun 2011 68.84%. Berdasarkan nilai rasio dari tahun
2009 sampai 2010 didapat bahwa organisasi sangat bergantung pada pendanaan dari
donasi. Contribution ratio merupakan proyeksi donasi untuk organisasi non profit yang
berpengaruh pada perencanaan keuangan dalam organisasi. Semakin kecil nilai contribution
ratio semakin baik. Batas Contribution Ratio diatas 65% yang artinya organisasi bergantung
pada pendapatan donasi, akan lebih baik jika organisasi tidak terlalu tergantung pada
sumber pendapatan donasi, karena sewaktu-waktu pemberi donasi dapat tidak memberikan
donasinya dan pemberi donasi dapat mengatur dalam rencana kegiatan diorganisasi.
b. Debt ratio
Pada tahun 2009 nilai rasio adalah 31.52% artinya organisasi sepertiga asset dari organisasi
berasal dari pendanaan utang. Tahun 2010 nilai rasionya berkurang menjadi 4.44% artinya
sebagian dari asetnya sedikit sekali dari pinjaman utang. Sedangkan tahun 2007 rasionya
sedikit naik menjadi 6.7% artinya organisasi ada sedikit melakukan tambahan pinjaman
dalam organisasinya. Debt ratio merupakan pengukuran besarnya pendanaan asset dari
pinjaman/hutang daripada nilai ekuitas. Semakin kecil nilai debt ratio semakin baik.
Organisasi lebih baik tidak sering melakukan pinjaman, karena dengan pinjaman organisasi
harus membayar biaya bunga. Selama tahun 2009 sampai tahun 2011 nilai debt ratio ICW
telah berkurang banyak, sehingga organisasi dapat dikatakan baik dalam mengelola
utangnya.
Kesimpulan
- Berdasarkan analisis rasio pendanaan, dapat disimpulkan ICW merupakan organisasi yang
masih bergantung pada pendanaan yang berasal dari donasi perusahaan atau individu.
Sebab nilai donasinya berada diatas 65%. Donasi tersebut dari HIVOS, PGR, Magsaysay,
Access, Tifa, LDF-AUSAID dan sebagainya. Sebaiknya ICW tidak terlalu tergantung pada
pendanaan yang berasal dari donasi karena memiliki resiko jika sewaktu-waktu donator
tidak dapat memberi donasi karena perusahaan bangkrut atau kena bencana alam. ICW
Universitas Indonesia 26
harus memiliki alternative cara pendapatan yang lain, karena ditakutkan donator dapat
mengatur kegiatan dalam ICW.
- Berdasarkan analisis rasio hutang, dapat disimpulkan ICW merupakan organisasi yang tidak
banyak memiliki hutang dan dapat mengelola nilai hutangnya. Sebab nilai rasionya tidak
kurang dari 10% dari total asset yang dimiliki ICW.
-
3. Rasio Operasi
Rasio Operasi (Operating Ratio ) adalah rasio antar biaya usaha keseluruhan (harga pokok penjualan
ditambah biaya usaha) dengan penjualan bersih. Rasio operasi yang menguntungkan adalah rasio
operasi yang angkanya rendah. Sebaliknya rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang
baik, karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi dan yang
tersedia untuk laba kecil.
Jenis Rasio 2009 2010 2011
Return Ratio = total
revenue / total assets
=Rp 5,496,553,978 Rp 4,945,276,134 =1.11
= Rp 9,301,511,669 Rp 6,998,258,937 = 1.33
= Rp 8,968,743,348 Rp 7,185,141,978 = 1.25
Net Surplus = total
revenue – total expense
= Rp 5,496,553,978 - Rp 6,653,176,421= Rp (1,156,622,443)
= Rp 9,301,511,669 - Rp 6,770,083,846 = Rp 2,531,427,823
= Rp 8,968,743,348 - Rp 9,052,398,132 = Rp (83,654,784)
Net Operating Ratio = net
surplus / total revenue
= Rp (1,156,622,443) Rp 5,496,553,978= -0.21 atau -21%
= Rp 2,531,427,823 Rp 9,301,511,669 = 0.27 atau 27%
= Rp (83,654,784) Rp 8,968,743,348 = -0.01 atau -1%
Net Asset Reserve Ratio =
Net Assets / Total
Expenses
= Rp 3,386,698,695 Rp 6,653,176,421 = 0.51 atau 51%
= Rp 6,687,515,949 Rp 6,770,083,846 = 0.99
= Rp 6,705,353,879 Rp 9,052,398,132 = 0.74 atau 74%
Program Expense Ratio =
Prog. Exps. / Total
Expenses
= Rp 5,319,365,969 Rp 6,653,176,421 = 0.80 atau 80%
= Rp 4,835,074,390 Rp 6,770,083,846 =0.71 atau 71%
= Rp 6,673,551,739 Rp 9,052,398,132 = 0.74 atau 74%
Support Service Expense = 1 - 0.80 = 1 - 0.71 = 1 - 0.74
Universitas Indonesia 27
Ratio = support service
expense / total expenses
(1- Program Ratio)
= 0.20 atau 20% = 0.29 atau 29% = 0.26 atau 26%
Analisis :
1. Return Ratio
Pada tahun 2009 nilai return ratio adalah sebesar 1,11 . Artinya perusahaan memiliki
Rp 1,11 pendapatan untuk Rp 1 aset , atau dapat dikatakan asset perusahaan dapat ditutupi
1,11 kali. Pada tahun 2010 nilai return ratio adalah sebesar 1,33 . Artinya perusahaan
memiliki Rp 1,33 pendapatan untuk Rp 1 aset , atau dapat dikatakan asset perusahaan
dapat ditutupi 1,33 kali. Pada tahun 2011 nilai return ratio adalah sebesar 1,25 . Artinya
perusahaan memiliki Rp 1,25 pendapatan untuk Rp 1 aset , atau dapat dikatakan asset
perusahaan dapat ditutupi 1,25 kali.
Semakin besar nilai return ratio, maka dapat dikatakan bahwa dalam berinvestasi
asset tetap perusahaan berada dalam level yang rendah yang terjadi pada tahun 2010
dimana ditahun tersebut merupakan hasil return ratio yang paling besar diantara tahun
2009 dan 2011.
2. Net Surplus
Pada tahun 2009 nilai net surplus adalah sebesar Rp (1,156,622,443) .Pada tahun
2010 nilai net surplus adalah sebesar Rp 2,531,427,823.Pada tahun 2011 nilai net surplus
adalah sebesar Rp (83,654,784). Pada tahun 2009 dapat dikatakan bahwa pengeluaran ICW
lebih besar daripada pendapatan yang diterimanya, hal ini diketahui dari hasil net surplus
yang berangka negative , sedangkan pada tahun 2010 nilai net surplus menunjukkan hasil
yang positif, hal ini bearti bahwa pendapatan yang diterima oleh ICW lebih besar
dibandingkan dengan pengeluarannya namun pada tahun 2011 terjadi net surplus yang
kembali negatif walaupun tidak sebesar pada tahun 2010.
Terjadinya hasil negative,positif kemudian negative lagi menunjukkan bahwa
perusahaan belum berusahan maksimal dalam hal kegiatan pengeluaran,sehingga untuk
kedepannya agar perusahaan ICW bisa mendapatkan hasil net surplus yang positif dan stabil
maka perlu dilakukan analisis terhadap pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan.
Universitas Indonesia 28
3. Net Operating Ratio
Pada tahun 2009 nilai net operating ratio adalah sebesar -0.21.Pada tahun 2010 nilai
net operating ratio adalah sebesar 0.27.Pada tahun 2011 nilai net operating ratio adalah
sebesar -0.01.Dari hasil net operating ratio selama 3 tahun terakhir yang hasilnya
merupakan angka negative dengan jumlah yang paling besar terjadi pada tahun 2009 yaitu
sebesar -0.21 sedangkan pada tahun 2010 hasilnya adalah positif.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan surplus bersih yang dimiliki oleh
perusahaan dengan total pendapatannya karena pada tahun 2010 perusahaan sudah
mengalami hasil yang positif namun pada tahun 2011 hasil yang didapat kembali negative
sehingga perusahaan perlu melakukan analisis lebih lanjut agar tidak terjadi hasil yang
negative pada tahun-tahun selanjutnya.
4. Net Asset Reserve Ratio
Pada tahun 2009 nilai net asset reserve ratio adalah sebesar 0.51.Pada tahun 2010
nilai net reserve ratio adalah sebesar 0.99.Pada tahun 2011 nilai net asset reserve ratio
adalah sebesar 0.74.Hasil rasio ini yang paling tinggi ada pada tahun 2010 dimana sebesar
0,99 atau sebesar 99%
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan baik dikarenakan
kegiatan operasional perusahaan mempunyai risiko yang sangat kecil yaitu hanya sekitar 1%
sedangkan untuk tahun 2009 dan 2011 walaupun hasilnya tidak sebesar pada tahun 2010
namun tingkat kinerja perusahaan tetap dapat digolongkan pada kinerja yang baik karena
keduanya berada diatas angka 50%.
5. Program Expense Ratio
Pada tahun 2009 nilai program expense ratio adalah sebesar 0.80.Pada tahun 2010
nilai program expense ratio adalah sebesar 0.71.Pada tahun 2011 nilai program expense
ratio adalah sebesar 0.74.Hasil rasio ini yang paling tinggi ada pada tahun 2009 dimana
sebesar 0,80 atau sebesar 80%.
Hal ini menunjukkan bahwa 80% dari total pengeluaran dialokasikan sesuai dengan
program-program yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga semakin besar hasil dari
program expense ratio tersebut maka semakin banyak dana yang dikeluarkan untuk
mendanai program-program tersebut.
Universitas Indonesia 29
6. Support Service Expense Ratio
Pada tahun 2009 nilai support service expense ratio adalah sebesar 0.20.Pada tahun
2010 nilai support service expense ratio adalah sebesar 0.29.Pada tahun 2011 niai support
service expense ratio adalah sebesar 0.26.Hasil rasio ini yang paling tinggi ada pada tahun
2010 dimana sebesar 0,29 atau sebesar 29%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2010 sebesar 29% dari total pengeluaran
dialokasikan untuk biaya layanan pendukung perusahaan dan apabila semakin besar dana
yang dialokasikan untuk biaya layanan pendukung ini maka dana untuk pembiayaan
program-program menjadi sedikit sehingga dapat mengakibatkan program-program tidak
semuanya dapat dijalankan karena dananya hanya sedikit.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis rasio operasi maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
perusahaan ICW telah berjalan dengan baik dikarenakan banyak program-program yang
mendapatkan persentase dana yang lebih besar dibandingkan dengan layanan pendukung
sehingga program-program yang telah ditetapkan dapat tercapai walaupun pada tahun-
tahun tertentu net surplus mengalami hasil yang negative dikarenakan penerimaan lebih
kecil dibandingkan dengan pengeluarannya sehingga tetap perlu dilakukan analisis tiap
tahun agar pengeluaran tidak melebihi penerimaan dan program-program yang telah
ditetapkan oleh perusahaan tetap dapat tercapai.
3.7 Analisis Kinerja
Program utama ICW :
Usaha pemberantasan korupsi di Indonesia
Input:
Input primer: kas dan setara kas (sebagian besar dari donatur)
Input sekunder: SDM ICW, infrastruktur (gedung, kendaraan, peralatan), pastisipasi masyarakat,
LSM lain yang melakukan kerjasama dengan ICW
Output:
Universitas Indonesia 30
Peningkatan investigasi dugaan kasus korupsi di berbagai sektor public.
Pada tahun 2009 dan 2011, laporan yang diterima ICW dari masyarakat kurang dari 300 laporan.
Namun hingga akhir Oktober 2011, ICW telah menerima 370 laporan dari masyarakat. 149
diantaranya memiliki unsur dugaan korupsi, sedangkan sisanya adalah kasus bukan korupsi. 15
diantaranya telah dilaporkan kepada aparat.
Outcome:
Meningkatnya partisipasi ICW bersama masyarakat Indonesia dalam hal pemberantasan korupsi
serta pengambilan dan pengawasan kebijakan public
Indikator penilaian kinerja
1. Ekonomi
Point : Perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran.
Dari sisi ekonomi , ICW mengalami kerugian pada tahun 2009 dan 2011 (penurunan aktiva bersih).
Hal ini dapat dilihat dari Net Surplus dan Net Operating Ratio
Net Surplus = total
revenue – total expense
= Rp 5,496,553,978 -
Rp 6,653,176,421
= Rp (1,156,622,443)
= Rp 9,301,511,669 -
Rp 6,770,083,846
= Rp 2,531,427,823
= Rp 8,968,743,348 -
Rp 9,052,398,132
= Rp (83,654,784)
Net Operating Ratio =
net surplus / total
revenue
= Rp (1,156,622,443)
/ Rp 5,496,553,978
= -0.21
= Rp 2,531,427,823 /
Rp 9,301,511,669
= 0.27
= Rp (83,654,784) /
Rp 8,968,743,348
= -0.01
Input primer, yakni kas yang dikeluarkan untuk melaksanakan program pemberantasan korupsi,
ataupun biaya biaya non program, melebihi jumlah penerimaan . ICW perlu melakukan analisis biaya
untuk lebih menekan pengeluaran kas atau menambah donator untuk pembiayaan program.
2. Efisiensi
Universitas Indonesia 31
Point :Perbandingan antara output dan input.
Dilihat dari 3 tahun terakhir (2009-2011) , pengeluaran kas ICW (input primer) untuk melaksanakan
program antikorupsi lebih besar daripada pengeluaran kas untuk non program. Hal ini dapat dilihat
dari program expense rasio dan Support Service Expense Ratio. Program expense juga meningkat
selama tiga tahun.
Program Expense Ratio =
Prog. Exps. / Total
Expenses
= Rp 5,319,365,969 /
Rp 6,653,176,421
= 0.80
= Rp 4,835,074,390 /
Rp 6,770,083,846
=0.71
= Rp 6,673,551,739 /
Rp 9,052,398,132
= 0.74
Support Service Expense
Ratio = support service
expense / total expenses
(1- Program Ratio)
= 1 - 0.80
= 0.20
= 1 - 0.71
= 0.29
= 1 - 0.74
= 0.26
Output juga mengalami peningkatan dari yang sebelumnya tahun 2009 dan 2010 hanya menyelidiki
laporan kurang dari 300 kasus, tetapi sampai oktober 2011 sudah menyelidiki 370 laporan dugaan
korupsi.
Untuk mengukur efektivitas sulit dilakukan karena output belum bisa diukur secara kuantitatif. Akan
tetapi, walaupun expense (input) meningkat tetapi output juga meningkat. Jadi, kinerja nya masih
dapat dikatakan efisien.
3. Efektivitas
Point: Perbandingan antara output dan outcome
Kesulitan dalam pengukuran indicator efektivitas adalah karena output dan outcome yang bersifat
kualitatif. Output ICW selama 3 tahun terakhir naik (dilihat dari laporan dugaan kasus korupsi yang
diterima) . Hal ini sejalan dengan outcome yang ingin dicapai yaitu peningkatan partisipasi ICW
bersama masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Jadi secara kualitatif, kinerja ICW dapat
dikategorikan efektif.
Universitas Indonesia 32
Daftar Pustaka
1. http://gronald-ronald.blogspot.com/2011/06/pengukuran-kinerja-sektor-publik.html
2. Nordiawan, Doddy. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Universitas Indonesia 33