1
1
ANALISIS PENDAPATAN USAHA KERUPUK UDANG
(Metapeonenis sp) DI DESA MARGA SUNGSANG
KECAMATAN BANYUASIN II KABUPATEN BANYUASIN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
UNIVERSITAS SJAKHYAKIRTI
2019
NAMA : LISNA OKTARIANI S.P., M.SI
NIDN : 0231108503
2
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi hasil perikanan dan udang yang berlimpah, di
antaranya terdapat komoditas perikanan dan udang unggulan yang potensial untuk
dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan
untuk memaksimalkan potensi perikanan dan udang adalah penangkapan,
budidaya, dan pengolahan. Penangkapan merupakan kegiatan yang sering
dilakukan oleh nelayan, dimana para nelayan menangkap ikan dan udang di laut
lalu menjualnya di pasar guna memenuhi kehidupan sehari-hari mereka. Kegiatan
budidaya (akuakultur) merupakan kegiatan usaha dan teknologi memproduksi
biota akuatik (ikan dalam arti luas) secara terkontrol (Irzal, 2004).
Pengolahan merupakan suatu kegiatan pascapanen dimana ikan dan udang
diproses kembali untuk menjadi Fillet, sarden, ikan asin, dan kerupuk yang
dilakukan di pabrik sehingga bisa langsung dijual ke konsumen (Adawiyah,
2007).
Peran sektor agroindustri dalam perekonomian nasional difokuskan pada
nilai pengganda output, nilai tambah, tenaga kerja dan keterkaitan antar sektor
serta perannya dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Apabila upah
tenaga kerja diasumsikan merupakan suatu konstanta yang bersifat konstan dalam
satu titik waktu, maka nilai tambah tenaga kerja dapat dijadikan sebagai stimulus
penyerapan tenaga kerja nasional, sementara peran sektor agroindustri dalam
meningkatkan pendapatan sektor lain dapat ditingkatkan melalui pengganda
3
3
keterkaitan sektor, khususnya keterkaitan ke belakang (Simatupang dan Purwoto,
2000).
Agroindustri adalah kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai tambah,
(b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan,
(c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan
produk, Simatupang dan Purwoto (2000) menyebutkan, pengembangan
agroindustri di Indonesia mencakup berbagai aspek, diantaranya menciptakan
nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa,
memperbaiki pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangunan
sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku.
Pengembangan agroindustri dengan bahan baku yang tersedia dalam jumlah
dan waktu yang sesuai, merupakan syarat kecukupan untuk berproduksi secara
berkelanjutan. Optimalisasi nilai tambah dicapai pada pola industri yang
berintegrasi langsung dengan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian
(Swastha dan Irawan, 2009).
Kabupaten Banyuasin II merupakan salah satu kabupaten yang wilayahnya
hampir sebagian besar perairan, daerah Sungsang terletak diperbatasan perairan
sungai musi dan selat Bangka, sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai
petani dan nelayan. Dalam bidang pertanian, mereka lebih dominan melakukan
budidaya tanaman padi sedangkan di bidang perikanan, mereka sebagai nelayan
(Dinas Perikanan, 2018).
Salah satu desa yang berpotensi pada sektor perikanan adalah Desa Marga
Sungsang, dimana masyarakat Desa Marga Sungsang sebagian besar kegiatan
yang dilakukan berupa pemanfaatan sumberdaya perikanan yaitu dengan
4
4
melakukan penangkapan ikan disekitar daerahnya guna untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari (Dinas Perikanan, 2018).
Desa Marga Sungsang juga memiliki usaha pengolahan ikan yang cukup
besar, ini dilihat dari hasil ikan olahan setiap harinya selalu meningkat dan
permintaan akan ikan hasil olahan tersebut semakin banyak disukai oleh
konsumen sehingga pengolah ikan harus menampung ikan-ikan hasil tangkapan
dari nelayan penangkap lain untuk dijadikan ikan olahan. Selain dari ikan olahan
ada juga usaha pengolahan kerupuk udang merah (Metapeonenis sp) (Profil Desa
Marga Sungsang, 2018).
Masyarakat Desa Marga Sungsang mengolah udang menjadi makanan
tradisional menjadi kerupuk Udang Merah (Metapeonenis sp). untuk memperoleh
nilai tambah daripada udang yang mereka hasilkan (Profil Desa Marga Sungsang,
2018).
Salah satu cara pengawetan udang adalah dengan mengubah bentuk udang
mentah menjadi produk kerupuk dengan penambahan bahan-bahan lainnya.
Kerupuk merupakan makanan yang sangat digemari, bahkan kerupuk udang
merupakan salah satu jenis kerupuk yang pernah diekspor ke luar negeri bersama
bahan makanan lainnya. Kerupuk udang mentah atau matang jika dibungkus
dalam plastik yang menarik kiranya dapat memenuhi syarat untuk diekspor
(Saraswati, 1986 dalam Subekti, 2008).
Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang banyak
dikonsumsi di Indonesia. Kerupuk dikenal baik disegala usia maupun tingkat
sosial masyarakat. Kerupuk mudah diperoleh di segala tempat, baik di kedai
pinggir jalan, di supermarket, maupun di restoran hotel berbintang. Kerupuk
5
5
udang adalah kerupuk yang bahannya terdiri dari adonan tepung dan udang.
Kerupuk udang mempunyai beberapa kualitas bergantung pada komposisi
banyaknya udang yang terkandung dalam kerupuk. Semakin banyak jumlah udang
yang terkandung dalam kerupuk semakin baik kualitasnya (Amelia, 2000).
Kerupuk dibuat dengan bahan dasar tepung tapioka atau tepung gandum,
bahkan gaplek pun dapat digunakan untuk pembuatan kerupuk udang. Dari bahan
dasar tersebut ditambahkan sejumlah udang segar atau udang kering dan bumbu
seperti bawang putih, bawang merah, garam, gula, air dan bleng (Winarno, 1983
dalam Subekti, 2008). Menurut Astawan dan Astawan (2008), pembuatan kerupuk
udang menggunakan bahan utama tepung tapioka. Sedangkan bahan tambahan
lainnya adalah udang, telur/susu, garam, gula, air, dan bumbu (bawang putih.
bawang merah, ketumbar, dan sebagainya) yang bervariasi.
Pembuatan kerupuk udang sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca, karena
dalam proses penjemuran kerupuk membutuhkan panas matahari yang cukup dan
teratur. Jika dalam proses penjemuran (pengeringan) kerupuk tidak kering atau
masih basah maka hal tersebut akan menghambat kegiatan produksi, karena kita
tidak bisa berproduksi yang akhirnya akan membuat kita kehilangan keuntungan
dan mengecewakan pelanggan (Muliawan, 2001).
Kemasan yang digunakan dalam usaha pengolahan kerupuk udang juga
sudah menarik yaitu dengan menggunakan plastik PP dengan ukuran yang
bervariasi hal ini berguna dalam mengikuti selera/keinginan konsumen, yaitu 250
gram, 500 gram, dan 1 kg. Pemasaran kerupuk udang (Metapeonenis sp) saat ini
selain ke pasar daerah juga sudah sampai ke daerah luar, seperti Palembang,
Jambi, Bengkulu, dan Jakarta (Profil Desa Marga Sungsang, 2018).
6
6
Secara umum kendala yang dihadapi pengolah kerupuk udang dalam
mengembangkan usaha pengolahannya antara lain; keterbatasan sumberdaya
manusia dalam penanganan udang, tidak adanya bantuan modal usaha dari
pemerintah dalam mengembangkan usaha tersebut, dan keterbatasan alat yang
digunakan sehingga pengolahan kerupuk udang yang ada di desa tersebut masih
menggunakan cara yang sederhana.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pendapatan Usaha Kerupuk Udang (Metapeonenis sp) di
Desa Marga Sungsang Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah:
1. Berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan produsen kerupuk udang di
Desa Marga Sungsang ?
2. Berapa besar pendapatan yang diperoleh produsen kerupuk udang di Desa
Marga Sungsang ?
3. Berapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh produsen kerupuk udang di
Desa Marga Sungsang ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka
tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini adalah untuk menghitung:
1. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan produsen kerupuk udang di Desa
Marga Sungsang.
7
7
2. Besarnya pendapatan yang diperoleh produsen kerupuk udang di Desa Marga
Sungsang.
3. Besarnya tingkat keuntungan yang diperoleh produsen kerupuk udang di Desa
Marga Sungsang.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai bahan
masukan dan pembelajaran bagi perkembangan usaha kerupuk udang, bahan
tinjauan untuk penerapan kebijakan atas industri rumah tangga skala kecil, serta
sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan
usaha kerupuk udang.
8
8
II. KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan
dalam penelitian ini. Konsep usahatani dan pendapatan usahatani digunakan
karena belum ada konsep khusus tentang usaha kerupuk udang dan konsep
usahatani adalah konsep yang paling mendekati kegiatan usaha kerupuk udang
dalam penelitian ini.
1. Usaha Kerupuk Udang
1.1. Kerupuk
Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan
yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa kerupuk
merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume
membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas rendah selama proses
penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi akan mengalami pengembangan
pada saat pengolahannya. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi
tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang
volumenya mengembang dan porus (Apriyadi, 2003).
Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan
pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada proses
penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat
peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga
terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk
yang telah digoreng (Koswara, 2009).
9
9
Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk
tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber protein
merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani maupun
nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan bahan
sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam proses
pembuatannya.
Adapun syarat mutu kerupuk menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Menurut SNI
Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk
Non Protein
Persyaratan Kerupuk
Protein
Bau, rasa, warna - Normal Normal
Benda asing %/b/b Tidak nyata Tidak nyata
Abu %/b/b Maks 2 Maks 2
Air %/b/b Maks 12 Maks 12
Protein %/b/b - Min 5
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2000
1.2. Nilai Gizi Kerupuk
Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat merupakan
sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah digoreng), serta
sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar ditambahkan). Dari hasil
analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar protein kerupuk mentah
bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah (dengan kadar air yang
bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar patinya bervariasi dari
10,27 % sampai 26,37 % berat basah (Koswara, 2009).
Sesudah digoreng, komposisinya berubah karena hilangnya sebagian kadar
airnya (karena menguap) dan masuknya minyak goreng ke dalam kerupuk. Hasil
analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kerupuk yang telah digoreng
10
10
berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %, sedangkan kadar lemak yang
asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi sekitar 14,83% sampai 25,33 %
berat basah (Koswara, 2009).
1.3. Jenis Kerupuk
Di pasaran dapat dijumpai bermacam-macam jenis kerupuk, sehingga
kadang-kadang membingungkan konsumen untuk memilihnya. Ada yang disebut
kerupuk ikan atau udang, kerupuk mie, kerupuk gendar (dibuat dari nasi), kerupuk
kulit (dibuat dari kulit kerbau atau sapi), kerupuk sayuran dan sebagainya. Dilihat
dari namanya saja jelas bahwa masing-masing mempunyai kekhususan.
Berdasarkan bahan-bahan pemberi rasa yang digunakan dalam pengolahannya,
dikenal kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk terasi dan beberapa jenis lainnya.
Berdasarkan cara pengolahan, rupa, dan bentuk kerupuk dikenal beberapa kerupuk
seperti kerupuk mie, kerupuk kemplang, kerupuk atom, kerupuk merah dan lain
sebagainya (Koswara, 2009).
1.4. Kerupuk Udang Merah
Kerupuk udang merah merupakan kerupuk khas dari Sungsang, dan
biasanya digunakan sebagai makanan pelengkap pada nasi goreng, lontong, soto,
gado-gado, dan makanan lainnya. Kerupuk udang merah hanya dibuat dari adonan
udang, tepung tapioka, garam, pewarna makanan dan diberi bumbu (rasanya
gurih), jadi warung atau restoran banyak yang menjual kerupuk udang merah yang
sudah digoreng. Kerupuk udang merah yang ada di pasaran di jual dalam bentuk
mentah, sehingga lebih tahan lama, namun kalau sudah digoreng kerupuk udang
merah harus segera dikonsumsi atau dapat disimpan dalam toples atau wadah
yang tertutup (Rohaendi, 2009).
11
11
2. Produksi dan Harga Jual
Produksi dalam usahatani memiliki pengertian sebagai keputusan yang
diambil petani tentang jenis output dan berapa jumlah yang akan dihasilkan dari
suatu kegiatan usahatani dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia yaitu
tanah, tenaga kerja, dan peralatan yang dimiliki. Output mana yang dipilih petani
tergantung pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai serta kendala yang
dihadapi, selain itu keterbatasan kemampuan dan pengetahuan petani serta
kecenderungan petani untuk menghasilkan produk tertentu juga mempengaruhi
penentuan produk yang akan dihasilkan (Lifianthi dan Husin, 2006).
Menurut Semaoen (2002), semua masukan (input) berupa barang dan jasa
yang digunakan oleh seseorang untuk menghasilkan barang atau jasa dalam suatu
proses produksi disebut faktor produksi. Faktor produksi adalah semua
sumberdaya yang terdiri atas alam (tanah, hutan, tambak, dan sebagainya),
manusia (fisik dan keahlian) dan modal (alat, mesin, bangunan, dan sebagainya)
untuk menghasilkan barang, jasa atau keduanya.
Menurut Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor produksi
yang utama digunakan dalam memaksimalkan keuntungan ada empat unsur yaitu
berupa tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen.
Mubyarto (2006) mengemukakan bahwa tenaga kerja yang digunakan petani
di pedesaan sebagian besar berasal dari tenaga kerja keluarga, penggunaan tenaga
kerja keluarga merupakan penghematan biaya usahatani karena tidak dinilai
dengan uang, sehingga makin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh petani,
semakin luas usahatani yang diusahakan.
12
12
Beberapa kendala yang mempengaruhi produksi usahatani adalah faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari kondisi (kuantitas dan kualitas)
unsur-unsur produksi seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Sedangkan faktor
kendala ekstern meliputi adanya pasar bagi produksi yang dihasilkan, tingkat
harga baik sarana produksi maupun hasil, termasuk tenaga kerja buruh dan
sumber kredit, tersedianya informasi teknologi yang mutakhir dan kebijaksanaan
pemerintah yang menunjang (Amelia, 2000).
Usahatani digolongkan dalam tiga bentuk berdasarkan cara pengusahaan
unsur-unsur produksi dan pengelolaannya, yaitu:
1. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya
dilakukan secara perorangan (individual farm).
2. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengusahaanya
dilakukan oleh banyak orang secara kolektif (collective farm).
3. Usahatani yang merupakan bentuk peralihan dari usahatani perseorangan ke
usahatani kolektif (cooperative farm).
Harga adalah nilai suatu barang, pembentukan harga banyak ditentukan oleh
faktor-faktor waktu, tempat dan pasar yang mempengaruhi keadaan penawaran
dan permintaan. Bagi penjual harga bermanfaat mendesterminasi margin atau
perbedaan biaya (Kotler, 2003).
Kejadian harga dapat diartikan proses keseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang menghasilkan harga, walaupun harga barang itu telah ada di
pasar. Harga keseimbangan sendiri bertindak sebagai standar bagi produsen untuk
menentukan apa, berapa, dan kapan barang itu diproduksi atau dijual. Seringkali
13
13
lembaga pemasaran masih berusaha mencari harga untuk mendapatkan harga baru
yang lebih baik atau “price discovery” (Sudiyono, 2004).
3. Penerimaan Usahatani
Penerimaan adalah nilai produksi total suatu usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual atau yang belum dijual. Jangka waktu hanya satu tahun
mencakup semua produksi yang dijual, dikonsumsikan rumah tangga, petani,
digunakan dalam usahatani bibit untuk bibit tanaman, ternak digunakan untuk
pembayaran, dan disimpan atau ada gudang pada akhir tahun (Soekartawi, 2002).
Penerimaan adalah jumlah hasil kali antara produksi yang dihasilkan dalam
satuan fisik dengan harga jual persatuan fisik. Penerimaan tunai usahatani
didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima. Besarnya penerimaan yang
diperoleh petani dari hasil usahatani yang mereka lakukan berbeda-beda antara
petani yang satu dengan petani yang lainnya, walaupun luas tanah garapan dan
komoditi yang diusahakan sama.
Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk
yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani bibit
atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan
pada akhir tahun (Soekartawi, 2002).
4. Biaya Usahatani
Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak
berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak,
14
14
penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, dan iuran irigasi.
Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan
besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi input produksi
dan upah tenaga kerja.
Sugiarto (2002) mengemukakan bahwa modal atau biaya produksi
dibedakan menjadi dua macam yaitu biaya tetap dan biaya variabel, diperoleh
keuntungan atau laba, petani harus berani berkorban dan berani mengeluarkan
biaya. Selain dari korbanan biaya diperlukan juga pengelolaan usahatani yang
efisien dalam penggunaan faktor produksi.
Pengelompokan biaya usahatani lainnya adalah biaya tunai dan biaya tidak
tunai (Soekartawi , 2002). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi
dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi
dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah
biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang
termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.
5. Pendapatan Usahatani
Berhasilnya suatu usaha dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang
diperoleh petani dalam mengelola usahanya. Pendapatan secara harfiah dapat
didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif.
Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencangkup
15
15
semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan
kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 2002).
Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana
produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya
usahatani yang dikeluarkan berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani
kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan.
Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun
berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan
petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya masih dapat berubah
dalam batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi
kerja, dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tidak dapat
berubah seperti iklim dan jenis lahan.
Ukuran pendapatan dan keuntungan dapat dikemukakan dalam beberapa
definisi (Soekarwati, 2002) yaitu:
a. Penerimaan tunai usahatani: nilai uang yang diterima dari penjualan produk
usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk
keperluan usahatani.
b. Pengeluaran usahatani: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang
dan jasa bagi usahatani dan tidak mencangkup bunga pinjaman dan jumlah
pinjaman pokok.
c. Pendapatan tunai usahatani: selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan
pengeluaran tunai usahatani.
16
16
d. Penerimaan total usahatani: penerimaan dari semua sumber usahatani yang
meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai
penggunaan untuk konsumsi keluarga.
e. Pengeluaran total usahatani : semua biaya-biaya operasional dengan tanpa
menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai kerja dari pengelolaan
usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik,
pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau
tenaga kerja keluarga.
f. Pendapatan total usahatani : merupakan selisih antara penerimaan total dengan
pengeluaran total.
6. Keuntungan Usaha (R/C)
Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan
usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan keragaan beberapa usahatani (Adiwilaga, 2002).
Salah satu ukuran yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
keuntungan usahatani yang dilihat dari segi pendapatan adalah perbandingan
antara penerimaan dengan biaya atau R/C. Jika nilai R/C > 1 berarti penerimaan
yang diperoleh akan lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh penerimaan tersebut sehingga kegiatan usahatani efisien untuk
dilakukan. Sebaliknya, jika R/C < 1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan
lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh sehingga usaha yang dilakukan
tidak efisien. Alat yang digunakan untuk menganalisis keuntungan usahatani
adalah R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total (Adiwilaga, 2002).
17
17
Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap
biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukan pendapatan
kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.
Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif
terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap
keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila
R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang
dikeluarkan akan memberikan keuntungan lebih dari Rp.1,00. Sebaliknya jika R/C
lebih kecil dari satu (R/C < 1) maka dikatakan setiap Rp. 1,00 biaya yang
dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga
usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan
usahatani tersebut (Soekartawi, 2002).
B. Model Pendekatan
Model pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
skematik. Lebih lanjut tentang model pendekatan dikemukakan oleh Thony
(2007), bahwa makna dibuat sebuah model dalam suatu kegiatan penelitian adalah
merupakan aktualisasi dari sebuah atau beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh
seorang peneliti melalui pola yang sistemik. Untuk lebih jelasnya model skematik
tentang pendapatan usaha kerupuk udang di Desa Marga Sungsang dapat dilihat
pada Gambar 1.
18
18
Keterangan:
= mempengaruhi
Gambar 1. Model Pendekatan Secara Diagramatis
C. Batasan-batasan
1. Penelitian ini dilakukan di Desa Marga Sungsang Kecamatan Banyuasin II
Kabupaten Banyuasin.
2. Sampel adalah keluarga nelayan yang membuat kerupuk udang.
3. Produksi kerupuk udang merupakan hasil fisik dari usaha kerupuk udang
(kg/bulan).
4. Harga jual merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian (Rp/kg)
Mata Pencaharian Nelayan
Usaha Kerupuk Udang
Produksi Kerupuk Udang
Penerimaan Kerupuk Udang
Biaya Produksi
Kerupuk Udang
R/C > 1 : Menguntungkan
R/C < 1 : Tidak Menguntungkan
R/C = 1 : Impas
Rekomendasi Usaha Kerupuk Udang
Harga Jual Kerupuk Udang
Pendapatan Kerupuk Udang
19
19
5. Tenaga kerja adalah keseluruhan orang yang terlibat langsung dalam usaha
kerupuk udang baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga
yang dihitung dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja).
6. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses pengolahan
kerupuk udang (Rp/bulan) yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel.
7. Biaya tetap adalah biaya yang tidak habis dipakai dalam satu kali proses
produksi, seperti biaya penyusutan alat (Rp/bulan).
8. Biaya variabel adalah biaya yang habis dipakai dalam satu kali proses
produksi, seperti biaya udang segar, gula, garam, bumbu-bumbu, kayu bakar,
arang, dan plastik pengemasan (Rp/bulan).
9. Pendapatan usaha kerupuk udang adalah selisih antara penerimaan dengan
biaya yang dikeluarkan oleh produsen untuk pembuatan kerupuk udang
(Rp/bulan).
10. Tingkat keuntungan usaha kerupuk udang adalah suatu ukuran dimana usaha
kerupuk udang tersebut secara ekonomi memberi manfaat bagi pihak – pihak
yang terkait terutama bagi petani (RC ratio).
20
20
III. METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive),
merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini akan
dilaksanakan di Desa Marga Sungsang Kecamatan Banyuasin II Kabupaten
Banyuasin. Hal ini atas pertimbangan bahwa Kabupaten Banyuasin merupakan
salah satu sentra perikanan dan udang di Sumatera Selatan dan Desa Marga
Sungsang sebagai salah satu daerah di Kabupaten Banyuasin yang mengusahakan
usaha kerupuk udang. Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai dengan Mei 2019.
B. Metode Penelitian dan Penarikan Contoh
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survei. Menurut Daniel (2003) metode survei yaitu pengamatan atau penyelidikan
yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan
tertentu di dalam daerah atau lokasi tertentu, atau suatu studi ekstensif yang
dipolakan untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan.
Penarikan contoh bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai
produksi kerupuk udang yang diteliti. Metode penarikan contoh yang digunakan
adalah secara acak sederhana (simple random sampling) yaitu diambil contoh
sebanyak 10 orang produsen kerupuk udang dari 30 orang di Desa Marga
Sungsang Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin.
21
21
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dari lapangan, langkah-langkah
yang dipersiapkan antara lain (1) melakukan penarikan petani contoh,
(2) menyiapkan daftar pertanyaan (kuesioner), dan (3) pengumpulan data yang
meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden
dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data primer meliputi identitas
produsen, jumlah produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah bahan baku yang
dipergunakan, harga jual, harga beli sarana produksi, umur, tingkat pendapatan,
sumber pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan komponen lainnya yang
diperlukan dalam penelitian ini.
Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang
terkait dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder meliputi monografi Desa
Marga Sungsang Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin, data produsen
yang melakukan kegiatan usaha kerupuk udang, data dari Dinas Perikanan
Kabupaten Banyuasin, data dari Kantor Camat Banyuasin II, Kepala UPTD
Perikanan, Kepala Desa, Badan Pusat Statistik, studi pustaka, serta berbagai
literatur dan referensi yang mendukung agar relevan dengan penelitian yang
sedang dilakukan.
D. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator
dan software komputer Microsoft Excel 2007. Pengolahan data pada penelitian
diawali dengan mengelompokkan data yang didapat dari lapangan dan disajikan
secara tabulasi, kemudian dilakukan pengujian sebagai berikut:
22
22
1. Untuk menganalisis struktur biaya produksi dilakukan dengan menghitung
biaya yang dikeluarkan oleh produsen usaha kerupuk udang dengan rumus
sebagai berikut : BP = BT + BV
Keterangan :
BP : Biaya produksi usaha kerupuk udang (Rp)
BT : Biaya tetap usaha kerupuk udang (Rp)
BV : Biaya variabel usaha kerupuk udang (Rp)
Untuk menganalisis pendapatan usaha kerupuk udang dihitung dengan rumus :
Pn = Y x H
Keterangan :
Pn : Penerimaan usaha kerupuk udang (Rp)
Y : Produksi usaha kerupuk udang (kg)
H : Harga jual usaha kerupuk udang (Rp/kg)
π = Pn - BP
π = Pendapatan usaha kerupuk udang (Rp)
Untuk menganalisis tingkat keuntungan usaha dihitung dengan rumus:
R/C = Pn / BP
Keterangan :
R = Revenue/Penerimaan
C = Cost/Biaya
Dengan kriteria :
Apabila R/C = 1, maka Break Event Point (titik impas).
Apabila R/C > 1, maka usaha kerupuk udang menguntungkan.
Apabila R/C < 1, maka usaha kerupuk udang akan merugi.
23
23
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara.
Jakarta.
Adiwilaga. 2002. Ilmu Usahatani. Alumni. Bandung.
Amelia, Anna. 2000. Kajian Pengemasan Kerupuk Mentah Siap “Goreng” Selama
Penyimpanan. Skripsi, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apriyadi, Andri. 2003. Analisis Usaha dan Nilai Tambah Pengolahan Ikan Pada
Industri Kerupuk Udang/Ikan di Indramayu. Skripsi, Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Astawan, M.W. dan Astawan, M. 2008. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Syarat Mutu
Kerupuk. Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Jakarta.
Daniel. 2003. Menyusun Rencana Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin. 2018. Kabupaten Banyuasin Dalam
Angka.
Irzal, Effendi. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. http://ebookpangan.com. Diakses
tanggal 10 Nopember 2018.
Kotler, Philip. 2003. Marketing Management, Millenium Edition, Prentice-Hall,
Inc, New Jersey.
Lifianthi dan L. Husin. 2006. Ekonomi Produksi Pertanian. Diktat Kuliah.
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Inderalaya. (Tidak
Dipublikasikan).
Mubyarto. 2006. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta.
Muliawan, D. 2001. Pengaruh berbagai Tingkat Kadar Air terhadap
Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
24
24
Profil Desa Marga Sungsang. 2018. Monografi Desa Marga Sungsang Kecamatan
Banyuasin II Kabupaten Banyuasin.
Rohaendi, D. 2009. Seri Usaha Kecil Menengah (UKM) Daerah Memproduksi
Kerupuk Sangrai. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Semaoen, Ikhsan. 2002. Ekonomi Produksi Pertanian Teori dan Aplikasi. Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia. Jakarta.
Simatupang, P dan A. Purwoto. 2000. Pengembangan Agro Industri Sebagai
Penggerak Pembangunan Desa. Dalam P. Simatupang, E. Pasandaran, F.
Kasryno, dan A. Zulham (Penyunting) Agro Industri Faktor Penunjang
Pembangunan Pertanian Indonesia. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Pers, Jakarta.
Subekti, E.I. 2008. Optimasi Perencanaan Produksi Industri Kerupuk Udang/Ikan
di Perusahaan Kerupuk Indrasari, Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sudiyono. 2004. Proses Pengambilan Keputusan dan Faktor Penentu Penggunaan
Benih Padi Bermutu oleh Petani di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Tesis
Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Sugiarto. 2002. Tahap Awal dan Aplikasi Analisis Regresi. Andi Office.
Yogyakarta.
Swastha, B. dan Irawan, 2009. Manajemen Pemasaran Modern. Fakultas
Ekonomi. Universitas Gajah Mada. Liberty. Yogyakarta.
Thony, Agoes. 2007. Metodologi Penelitian. Bahan Ajar Peserta Pelatihan
Metodologi Penelitian Dosen di Perguruan Tinggi Swasta se Sumatera
Bagian Selatan. Palembang.
25
25
UNIVERSITAS SJAKHYAKIRTI PALEMBANG LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
PADA MASYARAKAT
JL. Sultan Moh. MansyurKebon Gede32 Ilir Palembang 30145
SURAT TUGAS
Nomor: 008/VII/F.2/I/2019
Untuk memenuhi salah satu fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi, kami
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Sjakhyakirti menugaskan kepada dosen sebagai berikut :
Nama NIDN KETERANGAN
LISNA OKTARIANI S.P ., M.Si 0231108503 Dosen Tetap FP Univ. Sjakhyakirti
Untuk melaksanakan penelitian dengan judul “ANALISIS PENDAPATAN USAHA
KERUPUK UDANG (Metapeonenis sp) DI DESA MARGA SUNGSANG KECAMATAN
BANYUASIN II KABUPATEN BANYUASIN”
Demikianlah surat tugas ini kami keluarkan agar dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
Palembang, 5 Maret 2019
Ketua LPPM
Anton Trianto, S.E., M.Si