ANALISA SEBARAN SEDIMEN DAN EFEKTIVITAS
TAMPUNGAN MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPOLASI
RUANG (STUDI KASUS PENGGELONTORAN WADUK
WLINGI DAN WADUK LODOYO)
JURNAL ILMIAH
TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI
SUMBER DAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh:
FAJAR ALDOKO KURNIAWAN
NIM. 105060400111009 - 64
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2016
ANALISA SEBARAN SEDIMEN DAN EFEKTIVITAS TAMPUNGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPOLASI RUANG (STUDI KASUS
PENGGELONTORAN WADUK WLINGI DAN WADUK LODOYO)
JURNAL
TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI
SUMBER DAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh:
FAJAR ALDOKO KURNIAWAN
NIM. 105060400111009-64
Dosen Pembimbing I
Dian Sisinggih. ST.,MT.,Ph.D
NIP.19701119 199512 1 001
Dosen Pembimbing II
Dr. Runi Asmaranto, ST.,MT
NIP.19710830 200012 1 001
ANALISA SEBARAN SEDIMEN DAN EFEKTIVITAS TAMPUNGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPOLASI RUANG (STUDI KASUS
PENGGELONTORAN WADUK WLINGI DAN WADUK LODOYO)
Fajar Aldoko Kurniawan1, Dian Sisinggih
2, Runi Asmaranto
2
1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Bendungan Wlingi dibangun pada tahun 1977 dengan gabungan dari tipe zone fill dan
earth fill. Bendungan ini memiliki kapasitas tampungan efektif 5,2 x 106 m3 dengan luas
daerah genangan 3,8 km2. Bendungan Lodoyo dibangun pada tahun 1982 dengan tipe
bendung gerak. Bendungan ini memiliki kapasitas tampungan efektif 5,0 x 106 m3 dengan
luas daerah genangan 0,94 km2.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja interpolasi ruang dalam memodelkan
batimetri dan menganalisa sebaran sedimen serta mengetahui perubahan tampungan efektif
dalam upaya menentukan keberhasilan flushing. Teknik interpolasi ruang dengan
menggunakan metode Kriging, Inverse Distance Weighted (IDW), dan Radial Basic
Function (RBF) dengan alat bantu pemodelan Arc GIS 10.
Pada hasil analisa didapatkan metode terbaik untuk kedua waduk tersebut yaitu IDW
dengan power 3 dengan nilai error terkecil yaitu 1,258 untuk Wlingi dan 1,39 untuk
Lodoyo. Kondisi gerusan yang terjadi tiap tahun paling besar terdapat di bagian hilir
(mulut bendung) dan endapan berada di bagian hulu. Perubahan tampungan efektif Waduk
Wlingi dan Waduk Lodoyo mengalami kenaikan. Tingkat keberhasilan flushing yang telah
dilaksanakan kedua waduk tersebut pada Waduk Wlingi tahun 2009 dan tahun 2010
dianggap belum sukses, dibandingkan dengan pada tahun 2011 dan tahun 2012 dapat
dianggap sukses. Pada Waduk Lodoyo tahun 2009 - tahun 2012 dianggap belum sukses.
Kata Kunci: Interpolasi Ruang, Sebaran Gerusan dan Endapan, Tampungan Efektif
ABSTRACT
Wlingi dam was built in 1977 by a combination of the type of fill and earth-fill zone.
This dam has a storage capacity of 5.2 x 106 m3 effective with wide inundation area of 3.8
km2. Lodoyo dam was built in 1982 with a weir-type motion. This dam has a storage
capacity effectively 5.0 x 106 m3 with an area of inundation of 0.94 km2.
This study aims to determine the spatial interpolation performance in modeling
bathymetry and sediment distribution with analyzing and knowing the pitcher changes
effective in determining the success of flushing. Spatial interpolation technique using
Kriging, Inverse Distance Weighted (IDW), and Radial Basic Function (RBF).
On the results of the analysis obtained the best methods for these reservoirs is IDW
with power 3 with the smallest error value is 1.258 for Wlingi and 1.39 for Lodoyo.
Degradation conditions that occur each year most likely in the lower reaches (mouth weir)
and agradation largest on upstream. Changes level in effective pitcher Wlingi Reservoir
and Reservoir Lodoyo increase for years. The successful rate of flushing that have
implemented these reservoirs in the reservoir Wlingi in 2009 and in 2010 was considered a
success yet, compared to the year 2011 and the year 2012 can be considered a success. At
Reservoir Lodoyo in 2009 - the year 2012 was considered a success yet.
Keywords: Spatial Interpolation, Agradation and Degradation , Effective Storage
PENDAHULUAN
Peningkatan sedimentasi di waduk
mengakibatkan berkurangnya kapasitas
tampungan efektif di waduk. Hal ini
menyebabkan berkurangnya usia guna
waduk dan mengganggu manfaat dari
waduk itu sendiri. Selain kegiatan
konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS),
teknik terasiring dan lain-lain maka
diperlukan penanganan sedimen yang
sudah terlanjur masuk kedalam waduk
yaitu penggelontoran sedimen (flushing).
Sebelum dan sesudah pelaksanaan
penggelontoran waduk, pihak pengelola
akan melakukan pekerjaan pengukuran
penampang waduk. Mengingat sampai
saat ini interprestasi yang dilakukan hasil
pengukuran penampang yang dilakukan
secara perhitungan manual, maka sebaran
sedimen tidak dapat diketahui secara
pasti.
Pada studi ini akan mengevaluasi
penerapan metode interpolasi spasial
yaitu dengan menggunakan metode
Kriging, Inverse Distance Weighted
(IDW), dan Radial Basic Function
(RBF). yang terdapat pada alat bantu
pemodelan ArcGIS 10, terhadap data
hasil pengukuran echo sounding waduk
untuk dibuat menjadi ruang yang
berkesinambungan dari area waduk.
Keluaran dari kajian ini berupa peta
pola sebaran sedimen dan volumetrik
sedimen setiap periode sebelum dan
sesudah penggelontoran, perubahan
tampungan efektif tiap tahun, serta
mengevaluasi tingkat keberhasilan
flushing (penggelontoran sedimen)
TINJAUAN PUSTAKA
Sedimentasi pada Waduk
Perubahan penampang melintang
sungai ke penampang melintang waduk
yang lebar menyebabkan berkurangnya
kecepatan aliran sungai serta daya angkut
aliran terhadap sedimen yang terdiri atas
material halus yang melayang dalam air
waduk (suspended load) dan material
kasar (bed load).
Secara umum ada tiga kemungkinan
untuk mengatasi sedimentasi waduk,
yaitu :
- Menjaga / mempertahankan agar
sedimen yang masuk waduk serendah
mungkin (minimization of sediment
inflow).
- Menjaga agar sedimen yang masuk
tetap dalam suspensi dan melepasnya
ke hilir sebelum sedimen sempat
mengendap (sediment sluicing).
- Mengeluarkan sedimen yang telah
mengendap (sediment extraction).
Kriteria Keberhasilan Flushing
Menurut Atkinson, perhitungan
kriteria penilaian kesuksesan pelaksanaan
flushing adalah sebagai berikut:
1. Long Term Capacity Ratio (LTCR)
Long Term Capacity Ratio (LTCR)
didefinisikan sebagai rasio antara
kapasitas tampungan yang telah
diperbarui atau tampungan setelah
flushing dengan kapasitas tampungan
original live pada waduk tersebut.
Persamaan untuk menghitung LTCR
adalah sebagai berikut:
dimana V1 adalah kapasitas
tampungan setelah flushing (m3) dan Vori
adalah kapasitas tampungan original live
(m3).
Untuk penilaian pelaksanaan flushing
berhasil, syarat yang harus dipenuhi
adalah bahwa LTCR > 0.8.
2. Draw Down Ratio (DDR)
Draw Down Ratio (DDR)
didefinisikan sebagai perbandingan
elevasi muka air jagaan saat flushing
dengan elevasi muka air tertinggi dan
muka air terendah.
Persamaan untuk menghitung DDR
adalah sebagai berikut:
dimana FWL adalah elevasi muka air
flushing (m) HWL adalah elevasi muka
air tertinggi (m) LWL adalah elevasi
muka air terendah (m).
Untuk penilaian pelaksanaan flushing
berhasil, syarat yang harus dipenuhi
adalah bahwa DDR > 0.7.
3. Capacity Inflow Ratio (CIR)
Capacity Inflow Ratio (CIR)
didefinisikan sebagai perbandingan
elevasi muka air jagaan saat flushing
dengan elevasi muka air tertinggi dan
muka air terendah.
Persamaan untuk menghitung CIR
adalah sebagai berikut:
dimana Vori adalah kapasitas
tampungan original live (m3) Vin adalah
volume air outflow (m3) Qf adalah debit
inflow saat flushing (m3/dt).
Untuk penilaian pelaksanaan flushing
berhasil, syarat yang harus dipenuhi
adalah bahwa CIR < 0.3.
Interpolasi Ruang
Interpolasi ruang mengasumsikan
bahwa atribut data bersifat kontinu di
dalam ruang (space) dan atribut ini saling
berhubungan (dependence) secara spasial
(Anderson, 2001)
Metode Kriging
Kriging mengasumsikan bahwa jarak
atau arah antara titik sampel
mencerminkan korelasi spasial yang
dapat digunakan untuk menjelaskan
variasi dalam permukaan.
Metode Kriging merupakan cara
perkiraan yang dikembangkan oleh
Matheron (1965) yang pada dasarnya
ditekankan bahwa interpolasi data dari
satu titik terukur ke titik lain dalam suatu
region (DAS) tidak hanya ditentukan oleh
jarak antara titik terukur tersebut dengan
titik yang dicari, akan tetapi ditentukan
oleh tiga faktor, yaitu (Harto, 1993: 63):
1. Jarak antara titik yang dicari dengan
titik terukur
2. Jarak antara titik-titik terukur
3. Struktur variabel yang dimaksudkan
Persamaan umum untuk metode
kriging adalah sebagai berikut:
dimana Z (si) adalah nilai yang
diukur pada lokasi –i , λi adalah berat
yang tidak diketahui untuk nilai diukur
pada lokasi –i, s0 adalah lokasi yang
diprediksi dan N adalah jumlah nilai yang
diukur
Spherical
Gambar 1. Model Semivariogram
Spherical
Eksponential
Gambar 2. Model Semivariogram
Eksponential
Gaussian
Gambar 3. Model Semivariogram
Gaussian
Metode IDW (Inverse Distance
Weigthed)
Metode Inverse Distance Weighting
(IDW) merupakan metode determinasi
nilai yang sederhana dengan
mempertimbangkan titik disekitarnya.
Asumsi dari metode ini adalah nilai
interpolasi akan lebih mirip pada data
sampel yang dekat daripada yang lebih
jauh. Bobot (weight) akan berubah
secara linear sesuai dengan jaraknya
dengan data sampel. Bobot ini tidak akan
dipengaruhi oleh letak dari data sampel.
Persamaan umum untuk metode
IDW adalah sebagai berikut (Azpurua
dan Ramos, 2010):
dimana Zi merupakan nilai yang akan
diinterpolasi sejumlah N titik dan bobot
(weight) wi yang dirumuskan sebagai:
p adalah nilai positif yang dapat
diubah-ubah yang disebut dengan nilai
power pada kotak dialog pekerjaan IDW
dan hj adalah jarak dari titik ke titik yang
akan diinterpolasi.
Metode RBF (Radial Basic Function)
Metode RBF (Radial Basic Function)
mengestimasikan nilai dengan
menggunakan fungsi matematika yang
meminimalisir total kelengkungan
permukaan.
Persamaan yang digunakan pada
metode RBF (Radial Basic Function)
adalah dengan menggunakan rumus
seperti di bawah ini:
dimana j adalah 1, 2, …, n dan N
adalah jumlah titik, λi adalah koefisien
dari sistem persamaan linier rj adalah
jarak antar titik.
Cross Validation
Salah satu cara untuk menguji
keakuratan suatu model adalah dengan
menggunakan validasi silang (cross
validation)
dengan ei adalah galat (error), Z(Xi)
adalah nilai sesungguhnya pada lokasi
ke-i, Z(Xi) adalah prediksi nilai pada
lokasi ke-i
Root Mean Square Error (RMSE)
Dalam proses penentuan keakuratan
suatu model spasial digunakan analisa
perhitungan RMSE. Ukuran ini paling
sering digunakan untuk membandingkan
akurasi antara 2 atau lebih model dalam
analisis spasial. Semakin kecil nilai
RMSE suatu model menandakan semakin
akurat model tersebut.
n
XXRMSE
n
i idelmoiobs
1
2,, )(
dimana Xobs,I adalah Nilai
sesungguhnya pada lokasi i (Xobs,i),
Xmodel,i adalah Nilai prediksi pada lokasi i
(Xmodel), dan n adalah Jumlah data
Mean Absolute Error (MAE)
Ukuran ini mengindikasikan
seberapa jauh penyimpangan prediksi
dari nilai sesungguhnya. Semakin kecil
nilai MAE suatu model interpolasi
spasial, semakin kecil penyimpangan
prediksi dari nilai sesungguhnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Studi
Lokasi daerah studi dilakukan di
Bendungan Wlingi, Kecamatan Talun,
Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur
secara geografis terletak pada koordinat
8008'28.6'' LS - 8
008'51.38'' LS dan
112014'53.31'' BT - 112
013' 49.90'' BT
dan Bendungan Lodoyo, Kecamatan
Kanigoro, Kabupaten Blitar, Propinsi
Jawa Timur secara geografis terletak
pada koordinat 809'0.7'' LS - 809'8.95''
LS dan 112011'25.87'' BT - 112012'
10.95'' BT.
Data yang Digunakan
Data – data yang digunakan antara lain:
1. Data sounding
2. Data patok pengukuran
3. Peta BAKOSURTANAL
4. Data teknis flushing waduk
Tahapan Pengerjaan
Langkah-langkah pengerjaan disusun
secara sistematis guna mempermudah
dalam penyelesaian kajian ini. Adapun
langkah-langkah pengerjaan adalah
sebagai berikut :
1. Pembuatan koordinat titik sounding
tiap patok (x, y, z).
2. Analisa sebaran sedimen sebelum
dan sesudah penggelontoran dengan
metode interpolasi ruang (Kriging,
IDW (Inverse Distance Weighted),
dan RBF (Radial Basic Function)).
3. Menentukan batas wilayah studi
dengan cara overlay dengan peta
BAKOSURTANAL.
4. Menghitung beda tinggi sebelum dan
sesudah penggelontoran dengan
menggunakan metode interpolasi
ruang yang dipilih menggunakan
fungsi Raster Calculator di ArcGIS
10.
5. Menghitung sebaran volume gerusan
dan endapan setelah penggelontoran.
6. Menghitung perubahan volume
tampungan tiap tahun hasil
penggelontoran.
7. Membandingkan data awal Waduk
dengan hasil analisa tiap tahun hasil
penggelontoran.
8. Menghitung efisiensi penggelontoran
yang telah terjadi
9. Pemilihan metode paling efektif
sesuai dengan prediction error yang
terendah dari hasil volume bangkitan
dan data terukur.
10. Pembuatan peta hasil analisa (peta
elevasi dasar Waduk sebelum dan
sesudah penggelontoran, peta pola
sebaran endapan dan gerusan tiap
tahun penggelontoran)
Gambar 4. Diagram Alir Pengerjaan
Skripsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Data Input Sounding
Data pengukuran echo sounding
merupakan data titik ukur jarak terhadap
patok sehingga berdasarkan data tersebut
membutuhkan pengolahan konversi jarak
pada patok menjadi titik koordinat titik
x,y,z pengukuran sounding.
Gambar 5. Sketsa Pengukuran Melintang
Echo Sounding
Data yang digunakan dalam analisa
adalah berupa data patok pengukuran
sebagai Bench Mark dalam perhitungan
mencari koordinat. Konsep perhitungan
ini menggunakan prinsip Koordinat
Cartesius dimana titik – titik yang dicari
menggunakan bantuan dari sudut yang
dihasilkan.
Gambar 6. Peta Patok Pengukuran Sounding Waduk Wlingi dan Lodoyo Hasil Digitasi
Analisa Metode Interpolasi Ruang
Analisa pemodelan menggunakan
Arc GIS 10 dengan metode interpolasi
ruang kriging, IDW, dan RBF.
Penilaian pemilihan metode yang
terbaik digunakan menggunakan fungsi
RMSE dan MAE berdasarkan nilai error
yang paling rendah.
72
Tabel 1. Perhitungan Nilai RMSE Waduk Wlingi
No Waduk Tahun Kondisi
Kriging Inverse Distance Weighted Radial Basic Function
Spherical Exponential Gaussian Power 2 Power 3 Regularized
Spline
Spline With
Tension
1 Wlingi 2009 Sebelum Flushing 2.197 1.735 2.560 1.224 1.082 1.572 1.630
2
Sesudah Flushing 1.11 1.058 1.266 1.272 1.213 1.474 1.508
3
2010 Sebelum Flushing 1.218 1.096 1.293 1.361 1.188 1.769 1.818
4
Sesudah Flushing 1.183 1.110 1.276 1.352 1.187 1.580 1.629
5
2011 Sebelum Flushing 1.792 1.732 1.903 1.944 1.940 1.997 2.067
6
Sesudah Flushing 1.213 1.267 1.331 1.285 1.141 1.624 1.656
7
2012 Sebelum Flushing 1.890 2.419 2.475 1.298 1.138 1.617 1.652
8
Sesudah Flushing 1.106 1.067 1.184 1.305 1.171 1.626 1.657
Rata-rata 1.464 1.436 1.661 1.380 1.258 1.657 1.702
Tabel 2. Perhitungan Nilai MAE Waduk Wlingi
No Waduk Tahun Kondisi
Kriging Inverse Distance Weighted Radial Basic Function
Spherical Exponential Gaussian Power 2 Power 3 Regularized Spline Spline With
Tension
1 Wlingi 2009 Sebelum Flushing 0.898 0.897 0.800 0.886 0.832 1.041 1.980
2 Sesudah Flushing 0.877 0.801 0.824 0.852 0.831 1.003 1.887
3 2010 Sebelum Flushing 0.844 0.861 0.802 0.910 0.776 1.115 1.234
4 Sesudah Flushing 0.843 0.880 0.871 0.917 0.803 1.098 1.122
5 2011 Sebelum Flushing 0.766 0.788 0.810 0.890 0.737 1.567 1.343
6 Sesudah Flushing 0.745 0.798 0.809 0.888 0.698 1.435 1.256
7 2012 Sebelum Flushing 0.778 0.732 0.827 0.945 0.765 1.290 1.673
8 Sesudah Flushing 0.764 0.731 0.837 0.929 0.786 1.221 1.249
Rata-rata 0.814 0.811 0.823 0.902 0.779 1.221 1.468
Tabel 3. Perhitungan Nilai RMSE Waduk Lodoyo
No Waduk Tahun Kondisi
Kriging Inverse Distance
Weighted Radial Basic Function
Spherical Exponential Gaussian Power 2 Power 3 Regularized
Spline
Spline With
Tension
1 Lodoyo 2009 Sebelum Flushing 1.336 1.374 1.613 1.587 1.340 2.022 2.117
2 Sesudah Flushing 1.495 1.447 1.602 1.595 1.375 2.054 2.140
3 2010 Sebelum Flushing 1.233 1.269 1.432 1.527 1.304 2.050 2.141
4 Sesudah Flushing 1.483 1.377 1.552 1.534 1.281 2.266 2.338
5 2011 Sebelum Flushing 1.398 1.511 1.536 1.721 1.466 2.076 2.165
6 Sesudah Flushing 1.390 1.571 1.407 1.685 1.438 2.086 2.174
7 2012 Sebelum Flushing 1.397 1.422 1.558 1.743 1.495 2.192 2.274
8 Sesudah Flushing 1.393 1.340 1.422 1.655 1.424 2.098 2.179
Rata-rata 1.391 1.414 1.515 1.631 1.390 2.106 2.191
Tabel 4. Perhitungan Nilai MAE Waduk Lodoyo
No Waduk Tahun Kondisi
Kriging Inverse Distance
Weighted Radial Basic Function
Spherical Exponential Gaussian Power 2 Power 3 Regularized
Spline Spline With Tension
1 Lodoyo 2009 Sebelum Flushing 1.010 1.022 0.913 1.008 0.949 1.183 2.242
2 Sesudah Flushing 0.987 0.913 0.938 0.970 0.947 1.140 2.137
3 2010 Sebelum Flushing 0.950 0.980 0.915 1.035 0.886 1.265 1.404
4 Sesudah Flushing 0.948 1.002 0.992 1.044 0.916 1.247 1.278
5 2011 Sebelum Flushing 0.862 0.897 0.922 1.013 0.842 1.773 1.533
6 Sesudah Flushing 0.838 0.908 0.921 1.011 0.798 1.624 1.433
7 2012 Sebelum Flushing 0.875 0.834 0.941 1.075 0.874 1.462 1.900
8 Sesudah Flushing 0.859 0.833 0.952 1.057 0.898 1.384 1.423
Rata-rata 0.916 0.924 0.937 1.027 0.889 1.385 1.669
Dari hasil analisa pemodelan nilai error
Waduk Wlingi pada perhitungan
didapatkan nilai RMSE terendah pada
metode interpolasi spasial menggunakan
IDW dengan power 3 yaitu senilai 1.258
dan rata – rata nilai MAE adalah 0.779.
Hasil ini akan digunakan untuk
membuat peta sebaran beda tinggi yang
paling akurat, sehingga untuk analisa
sebaran sedimen dan perhitungan
tampungan akan digunakan model IDW
dengan power 3.
Waduk Lodoyo pada perhitungan
didapatkan nilai RMSE terendah pada
metode interpolasi spasial menggunakan
IDW dengan power 3 dengan nilai 1.390
dan rata nilai MAE adalah 0.889.
Sehingga digunakan juga model IDW
power 3 untuk analisa selanjutnya.
Gambar 7. Peta Kondisi Waduk Wlingi Sebelum Flushing
Gambar 8. Peta Kondisi Waduk Wlingi Setelah Flushing
Analisa Sebaran Sedimen
Langkah – langkah pengerjaan dalam
perhitungan volume gerusan dan endapan
dalam program ArcGIS 10 adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan data raster untuk
metode yang terpilih yaitu metode
IDW dengan power 3 untuk hasil
sebelum dan sesudah flushing
Waduk Wlingi dan Waduk Lodoyo.
2. Menentukan endapan dan gerusan
sedimen dengan menggunakan
toolbox Raster Calculator sebelum
dikurangi sesudah flushing
Gambar 9. Pola Gerusan dan Endapan Hasil Raster Calculator
Bacaan raster value positif berarti
endapan dan bacaan raster value negative
berarti gerusan. Hasil dari raster di
eksport dalam bentuk ASCII dengan
ArcTool Box Convertion Tool – From
Raster –Raster to ASCII. Sehingga hasil
dapat dibaca dalam format text yang
digunakan untuk perhitungan
menggunakan Microsoft Excel.
3. Untuk perhitungan volume endapan
maupun gerusan adalah
berdasarkan nilai cell size x total
value raster (endapan/gerusan)
Gambar 10.Ilustrasi Perhitungan Gerusan
dan Endapan Sedimen
4. Menghitung total volume endapan
dan gerusan akibat penggelontoran
sedimen dengan menjumlahkan
bagian value negative yang berarti
gerusan dan value positif yang
berarti endapan dalam format
ASCII
Hasil dari perhitungan total volume
endapan dan gerusan adalah sebagai
berikut:
Gambar 11.Grafik Perubahan Kondisi
Gerusan dan Endapan Wlingi
Gambar 12. Grafik Perubahan Kondisi
Gerusan dan Endapan
Lodoyo
Evaluasi Tampungan Efektif
Dalam rangka evaluasi
penggelontoran sedimen di waduk
terhadap perubahan tampungan efektif,
maka tahapan pengolahan data yang
dilakukan yaitu:
1. Perhitungan kapasitas waduk berupa
hubungan antara elevasi dan volume
waduk
2. Perhitungan volume efektif waduk
yaitu berdasarkan kapasitas awal
(original capacity) dengan kapasitas
tiap tahun setelah penggelontoran.
Berdasarkan kedua data tersebut diatas
maka, besarnya pengurangan volume
efektif waduk dapat diketahui.
Perhitungan volume efektif waduk
dihitung berdasarkan perbedaan
volume waduk pada elevasi muka air
tinggi (High Water Level = HWL)
dikurangi dengan elevasi muka air
rendah (Low Water Level = LWL)
Langkah – langkah perhitungan
volume tampungan efektif adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan raster sebelum dan
sesudah penggelontoran sedimen
(flushing)
2. Menghitung volume air tiap elevasi
HWL dan LWL dengan menggunakan
fungsi Surface Volume dengan
menentukan volume air berada di
bawah elevasi HWL dan LWL.
Gambar 13. Hasil Surface Volume dalam
bentuk teks
3. Menghitung volume tampungan
efektif dengan cara volume kapasitas
tampungan pada HWL – volume
kapasitas tampungan pada LWL
Gambar 14. Perhitungan Tampungan
Efektif Waduk Wlingi
Gambar 15. Grafik Perubahan
Tampungan Efektif Waduk
Wlingi
Gambar 16. Perhitungan Tampungan
Efektif Waduk Lodoyo
Gambar 17. Grafik Perubahan
Tampungan Efektif Waduk
Lodoyo
Evaluasi Keberhasilan Flushing
Keberhasilan penggelontoran
sedimen dalam waduk ditentukan oleh
beberapa kriteria penilaian yaitu:
Sediment Balance Ratio (SBR) > 1, Long
Term Capacity Ratio (LTCR) > 0.8,
Draw Down Ratio (DDR) > 0.7 dan
Capacity Inflow Ratio (CIR) < 0.3
(Atkinson, 1996). Perhitungan studi
kriteria keberhasilan flushing pada
Waduk Wlingi dan Waduk Lodoyo ini
menggunakan kriteria LTCR, DDR, dan
CIR.
Tabel 5. Perhitungan Kriteria
Keberhasilan
Bendungan Tahun LTCR DDR CIR
Wlingi 2009 0.43 0.87 0.37
2010 0.57 0.87 0.31
2011 0.53 0.87 0.28
2012 0.48 0.87 0.28
Lodoyo 2009 0.38 0.10 0.38
2010 0.39 0.10 0.30
2011 0.39 0.19 0.19
2012 0.41 0.10 0.21
sumber: hasil perhitungan
Diterima
Tidak Diterima
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan analisa hasil pengolahan
data dan nilai error yang diperoleh,
dapat disimpulkan bahwa hasil
interpolasi yang dinilai lebih baik
digunakan adalah metode interpolasi
IDW dengan power 3 dengan hasil
rata-rata RMSE yang diperoleh untuk
Waduk Wlingi adalah sebesar 1.258
rata – rata nilai MAE adalah 0.779 dan
untuk Waduk Lodoyo rata-rata RMSE
adalah sebesar 1.390 dan nilai MAE
adalah 0.889. Pemilihan metode yang
digunakan ini berdasarkan hasil rata-
rata prediksi error yang paling rendah
diantara metode interpolasi yang
lainnya.
2. Pola sebaran endapan dan gerusan di
Waduk Wlingi dan Waduk Lodoyo
akibat penggelontoran sedimen adalah
sebagai berikut:
- Waduk Wlingi tahun 2009 endapan
sebesar 237183 m3 (45.61%) dan
gerusan sebesar 282799.5 m3
(54.39%).
- Waduk Wlingi tahun 2010 endapan
sebesar 659493 m3
(40.86%) dan
gerusan sebesar 954601.3 m3
(59.14%).
- Waduk Wlingi tahun 2011 endapan
sebesar 541201 m3 (20.58%) dan
gerusan sebesar 1228280 m3
(69.42%).
- Waduk Wlingi tahun 2012 endapan
sebesar 130284 m3 (21.36%) dan
gerusan sebesar 479564 m3
(78.64 %).
- Waduk Lodoyo tahun 2009 endapan
sebesar 295510 m3 (86.85%) dan
gerusan sebesar 44749.2 m3 (13.15%).
- Waduk Lodoyo tahun endapan sebesar
106317.3 m3 (51.47%) dan gerusan
sebesar 100258.5 m3 (48.53%).
- Waduk Lodoyo tahun 2011 endapan
sebesar 100311.3 m3 (37.88%) dan
gerusan sebesar 164483.7 m3
(62.12%).
- Waduk Lodoyo tahun 2012 endapan
sebesar 73833.5 m3 (25.23%) dan
gerusan sebesar 218774.5 m3
(74.77%).
3. Pada Waduk Wlingi perubahan
tampungan efektif terlihat bahwa
setelah penggelontoran tahun 2009
volume efektif adalah 2.23 juta m3
meningkat di tahun 2010 yang
mencapai 2.97 juta m3 lalu mengalami
penurunan di tahun 2011 yaitu 2.73
juta m3
dan di tahun 2012 dengan
volume 2.49 juta m3. Pada Waduk
Lodoyo perubahan tampungan efektif
terlihat bahwa setelah penggelontoran
tahun 2009 volume efektif adalah 1.90
juta m3 meningkat di tahun 2010 yang
mencapai 1.96 juta m3
lalu mengalami
penurunan di tahun 2011 yaitu 1.93
juta m3 dan di tahun 2012 dengan
volume 2.04 juta m3.
4. Nilai keberhasilan penggelontoran
sedimen (flushing) pada Waduk
Wlingi dan Waduk Lodoyo ditentukan
oleh beberapa parameter, yaitu Long
Term Capacity Ratio (LTCR), Draw
Down Ratio (DDR) dan Capacity
Inflow Ratio (CIR). Pada Waduk
Wlingi tahun 2009 dan tahun 2010
dianggap belum sukses dikarenakan
hanya faktor DDR saja yang
memenuhi (DDR > 0.7), dibandingkan
dengan pada tahun 2011 dan tahun
2012 dapat dianggap sukses
dikarenakan ada dua faktor yang
memenuhi persyaratan (DDR > 0.7
dan CIR < 0.3). Pada Waduk Lodoyo
tahun 2009 dan 2010 dianggap belum
sukses dikarenakan tidak ada
parameter yang memenuhi, sedangkan
pada tahun 2011 dan 2012 juga
dianggap belum sukses dikarenakan
hanya ada satu faktor yang memenuhi
yaitu fakor CIR < 0.3.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sharolyn. 1995. An Evaluation
of Spatial Interpolation Methods on
Air Temperature in Phoenix, AZ.
Anonim. 2013. ArcGIS Desktop Center.
http://resources.arcgis.com:/en/main/
us/help/.html.
(diakses 13 Maret 2015)
Atkinson, E. (1996). The Feasibility of
Flushing Sediment from Reservoirs.
Report OD 137, HR Wallingford,
Wallingford, UK
Boss S.K. 1999. Bathymetri and
Sediment Thickness of Lake Alma
Arkansas. Arkansas: Department of
Geosciences 118 Ozark Hall.
Childs C., 2004. Interpolating Surface in
ArcGIS Spatial Analyst. ESRI
Educations Services.
Fan J. and Morris G. L. (1992) Reservoir
Sedimentation. I: Delta and Density
Current Deposits. Journal of
Hydraulic Engineering, ASCE, Vol.
118, No. 3, pp. 354–369.
Juanita M.P. & Nanik S.H. 2012.
Perbandingan Teknik Interpolasi
DEM SRTM dengan Metode Inverse
Distance Weighted (IDW), Natural
Neighboor dan Spline. Jakarta: Pusat
Pemanfaatan Penginderaan Jauh.
Mahmood, K. (1987). Reservoir
sedimentation: impact, extent, and
mitigation. World Bank Technical
Paper Number 71, Washington, D.C.
Morris, G., L. and Fan, J., (1997)
Reservoir Sedimentation Handbook:
Design and Management of Dams,
Reservoir, and Watersheds for
Sustainable Use. McGraw Hill, New
York
Prahasta, Eddy. 2007. Sistem Informasi
Geografis. Informatika Bandung.
Sarkozy, Ferenc. 1998. GIS Function
Interpolation. Budapest: Department
of Surveying Technical University
Budapest.
Vincentius P.S & Selamat M.B. 2009.
Interpolator dalam Pembuatan
Kontur Peta Batimetri. Bogor: E-
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis.
White, R. (2001) Evacuation of sediments
from reservoirs, Thomas Telford
Publising, London, UK
White, R., and Bettess, R. (1984) The
feasibility of flushing sediment
through reservoirs. Challenges in
African Hydrology and Water
Resources. Proceedings of the Harare
Symposium, July 1984. IAHS Publ.
No. 144