Download - Anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Kejang demam merupakan suatu bangkitan yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh dengan cepat hingga >380C, dan kenaikan suhu
tersebut diakibatkan oleh proses ekstrakranial. Pada kejang demam, perlu
diperhatikan bahwa demam harus terjadi mendahului kejang. (Lilihata
dan Handrayastuti, 2014) Kejang demam ini merupakan gangguan kejang
yang paling lazim pada masa anak, dengan prognosis yang sangat baik
secara seragam. Namun, kejang demam dapat menandakan penyakit
infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria
sehingga setiap anak harus diperiksa secara cermat dan secara tepat
diamati mengenai penyebab demam yang menyertai. (Nelson,2012)
Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9
bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar
14-18 bulan. Terdapat riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada
saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik.
(Nelson,2012) Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi
dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana merupakan kejang demam yang ditandai dengan
kejang umum tonik, klonik, atau tonik klonik ; berlangsung singkat <15
menit; tidak berulang dalam 24 jam; tanpa kelainan neurologis sebelum
1
dan sesudah kejang. Sedangkan kejang demam kompleks merupakan
kejang fokal/parsial, atau kejang fokal menjadi umum; berlangsung >15
menit; berulang dalam 24 jam; dan terdapat kelainan neurologis sebelum
atau sesudah kejang. (Lilihata dan Handrayastuti, 2014)
B. Epidemiologi
Insidens terjadinya kejang demam di negara-negara barat berkisar
antara 3-5%. Di Asia berkisar antara 4,47% di Singapura sampai 9%, di
Jepang. Data di Indonesia belum ada secara nasional. Sekitar 80%
diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibanding perempuan. (Lilihata dan Handrayastuti, 2014)
C. Etiologi
Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang
demam, dua diantaranya adalah karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-
beta), atau hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan
pH otak sehingga terjadi kejang. Kejang demam juga diturunkan secara
genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah. Pola penurunan
genetikmasih belum jelas, namun beberapa studi menunjukkan
keterkaitan dengan kromosom tertentu seperti 19p dan 8q13-21,
sementara studi lain menunjukkan pola autosomal dominan. Demam
yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering
disebabkan karena infeksi saluran napas akut, otitis media akut, roseola,
2
infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran cerna. (Lilihata dan
Handrayastuti, 2014)
3
BAB II
KEJANG DEMAM
A. Patofisiologi
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh yang disebabkan proses ekstrakranium. (IDAI,
2005).
Untuk menimbulkan kejang harus ada kelompok neuron yang dapat
menimbulkan ledakan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada
eksitasi sinaps glutamaterik. Bukti baru baru ini menunjukkan bahwa
eksitasi neurotransmitter asam amino dapat memainkan peran dalam
menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu.
Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan
bahwa daerah otak ini dapat menungkatkan perkembangan sinaps
hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Pembangkitan
dapat menyebabkan terjadinya epilepsi pada manusia pascacedera otak.
Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus
temperalis dapat menimbulkan kejang pada lobus temperalis normal
kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus kollosum.
Faktor genetik menyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi.
Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi familial
telah dikenali , termasuk konvulsi neonatus benigna (20q) , epilesi
mioklonik juvenil (6p) dan epilepsi juvenil progresif (21q22.3). adalah
4
amat mungkin dalam waktu dekat dasar epilepsi tambahan, seperti
epilepsi rolandik benigna dan kejang kejang linglung akan dikenali. Juga
diketahui bahwa substansia abu abu memegang area integral pada
terjadinya kejang menyeluruh. ( Nelson, 2012)
B. Diagnosis
Pengamatan kejang tergantung pada banyak faktor , termasuk umur
penderita, tipe dan frekuensi kejang dan adakah temuan neurologis dan
gejala yang bersifat dasar , meliputi sebagai berikut :
a) Kejang demam sederhana : kejang tonik klonik, berlangsung
singkat < 15 menit, tidak berulang dalam 24 jam, tanpa
kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang .
b) Kejang demam kompleks : kejang fokal/ parsial , berlangsung
lama > 15 menit, berulang dalam 24 jam, nada kelainan
neurologis sebelum dan sesudah kejang.
Pemeriksaan minimun pertama pada anak yang kejang meliputi
darah perifer lengkap (DL), glukosa darah, dan elektrolit namun tidak
dilakukan secara rutin hanya dilakukan saat anak hipoglikemi, ketidak
seimbangan elektrolit maupun terjadi infeksi. Pungsi lumbal dapat
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa meningitis , tingkat
rekomendasi pungsi lumbal berdasarkan usia < 12 bulan sangat
dianjurkan, pada usia 12-18 bulan dianjurkan dan pada usia >18 bulan
tidak rutin dilakukan. Elektroensefalografi (EEG) dianjurkan pada anak
5
dengan kejang demam pada usia > 6 tahun ataupun ada gambaran kejang
fokal. Pemeriksaan X-Ray , CT Scan dan MRI dilakukan apabila ada
kelainan neurologis fokal, kelainan saraf kranial yang menetap . (Lilihata
dan Handrayastuti, 2014)
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat
kejang dan pencegahan kejang.
1. Penanganan pada saat kejang
a) Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3- 0,5
mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau
0,4-0,6mg/KgBB/dosis rectal suppositoria. Bila kejang
masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama
20 menit kemudian.
b) Turunkan demam:
Antipiretik: Paracetamol 10mg/KgBB/dosis PO atau
Ibuprofen 5-10mg/KgBB/dosis PO, keduanya
diberikan sehari 3-4 kali
Kompres: suhu >39oC: air hangat; suhu> 38oC: air
biasa
c) Pengobatan penyebab: antibiotic diberikan sesuai indikasi
dengan penyakit dasarnya.
d) Penanganan suportif lainnya meliputi:
6
Bebaskan jalan nafas
Pemberian oksigen
Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
Pertahankan keseimbangan tekanan darah
2. Pencegahan Kejang
a) Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam
sederhana sengan Diazepam 0,3mg/KgBB/dosis PO dan
antipiretik pada saat anak menderita penyakit yang disertai
demam
b) Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikata
dengan Asam Valproat 15-40mg/KgBB/hari PO dibagi
dalam 2-3dosis.
D. Prognosis
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat
berkembang menjadi:
a) Kejang demam berulang
b) Epilepsi
c) Kelainan motorik
d) Gangguan mental dan belajar
7
BAB III
KESIMPULAN
Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas
380c) tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak
diatas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Klasifikasi dari kejang demam :
a) Kejang demam sederhana
b) Kejang demam kompleks
Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :
a) Pengobatan fase akut
b) Mencari dan mengobati penyebab
c) Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat.Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
8
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, 2012. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Vol.3.Jakarta: ECG.(hal.2059)
Lilihata, Gracia dan Handrayastuti, Setyo. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
4.Jakarta: Media Aesculapius. (hal.102-103)
IDAI. 2005. Konsensus Pengannganan Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI ( halaman 1)
SMF Ilmu Kesehatan Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo, Surabaya.
9