Download - ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA - UGM
"
I AR.TlJKJEi.. I
ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA(Studi Kritis Filsafat Ilmu)
Rizal MustansyirStaf Pengajar Fakultas,Filsafat Universitas Gadjah Mada
Filsafat sebagai studikritis mengenai segala sesuatu
di alam semesta ini menempatkan kedudukanmetafisika sebagai pokok kajian yang sangat penting,
bahkan Rene Descartes, tokoh utama filsafat Barat Modernmengatakan bahwa metafisika itu akar dari pohon ilmupengetahuan, pohonnya adalah fisika sedangkan dahandahannya adalah cabang ilmu lainnya (Kennick, 1966: 1).
Ibarat pohon yang tumbuh subur dan kokoh, karenadidukung fungsi akar yang menyerap sari~sari ma~
kanan dan menahan berdiri tegaknya pohon itu,maka perkembangan ilmu pengetahuan ju ~
:sa sangat terdukung (baik langsungmaupun tidak) oleh metafisika.
PENGANTAR dan divelifikasi (verifiable). Padahalstatemen-statemen metafisika itu sendili
Sumba:lgsih metafisika terhadap lebih mempakan olah pikir yang meperkembangan ilmu pengetahuan dewasa ngatasi dan tidak menyentuh wilayahini tidak begitu disadali (bahkan ada empilik-positivistik. Bahkan kalanganyang menolak) oleh para ilmuwan. pemikir empilik-positivistik menamainyaKarena kebanyakan ilmuwan sekarang sebagai pseudo-scientific. Inilah salahini --terutama mereka yang menolak satu alasan mengapa perbincanganmetafisika-- sangat dipengamhi visi em- metafisika di kalangan ilmuwanpilik-Positivistik. Segala sesuatu di- cenderung dihindali, Kendatipunkatakan ilmiah jika dapat diukur demikian secara jujur kita harus me(l1r:Nlnl!Jk), dapat dihitung (accountable), ngakui bahv·:a para metafisikus itu
JURNAL fIL)AfAT. JUlI 1997 1
sendiri tidak terlalu besar perhatiannyaterhadap problem-problem manusia yangkonkl'et. Mereka lebih banyak berkutatpada masalah-masalah sepelii: Beingand Nothingness (Ada/Ketiadaan),Change and permanence(perubahan/ketetapan), yang bagi parailmuwan merupakan pseudo-problems(persoalan-persoalan semu).
Oleh karena itu makalah ini akanmemusatkan diri pada masalah sumbangsih metansika terhadapperkembangan ilmu pengetahuan. Sumbangsih macam apa yang dibelikanmetafisika terhadap ilmu pengetahuan?Mungkinkah ilmu pengetahuan ituberkembang tanpa metafisika? Persoalanpersoalan penting apa saja yang adadalam wilayah metafisika?
Namun sebelum sampai pada pembahasan masalah metafisika, akandiketengahkan secara singkat pengeliiandan ruang lingkup filsafat dan ilmupengetahuan. Makalah ini juga akan memaparkan pendirian bebempametafisikus, baik yang berpaham monistik maupun pluralistik.
PEMBAHASAN
Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat
Istilah "filsafat" dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah(Amb), philosophy (Inggris), philosophia(Latin), philosophie (Jerman, Belanda,Pemncis). Semua istilah itu bersumberpada istilah Yunani philosophia. Ada duaalii istilah filsafat secara etimologik yangagak berbeda. Alii peltama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal katapl1l1ein (mencintai) dan sophos(bijaksana) itu ber~uii mencintai hal-halyang bersifat bijaksana (bijaksana di sinimengacu pada kata sifat). Alii kedua,apabila filsafat mengacu pada asal kataphi/os (teman) dan, sophiEl(kebijaksanaan) itu benuii teman kebi·jaksanaan (kebijaksanaan disini mengacupada kata benda).
Istiiah Yunani philGin benuti"mencintai", sedangkan pl1Jlos bertuii"teman". Selanjutnya istilah sophos ber-JURNAL FILS-AFAT. JUU 1997
arti "bijaksana", sedangkan sophia bemlti"kebijaksanaan" (Ali Mudhofir, 1996:4).
Menurut sejarah filsafat, orangyang peltama kali memakai istilah philosophia atau filsafat adalah Pythagoras(572-497 SM). Ketika beliau ditanyaapakah ia sebagai orang yang bijaksana,maka Pythagoras dengan rendah hatimenyebut dirinya sebagai philosophos,yakni pencinta kebijaksanaan (lover of"wL<;dom).
Pada awal mulanya, tidak ada perbedaan lingkup filsafat dengan ilmu,karena filsuf-filsuf terdahulu juga termasuk ilmuwan. Namun dalamperkembangan lebih lanjut, terutama erapasca Renaissance, ilmu-ilmu mulaimemisahkan diri dari induknya, filsafat.Sehingga memang ada perbedaan yangcukup prinsipiil antara filsafat denganilmu.
Filsafat berbeda dengan ilmu, baikdalam hal metode maupun ruanglingkupnya. Objek formal filsafat terarahpacta unsur-unsur keumuman, sedangkan ilmu-ilmu khusus lebih terarah padahal-hal yang lebih spesifik. Aspek keumuman menempatkan kedudukan filsafatdi atas ilmu, sehingga filsafat dapatmencari hubungan-hubungan di antaraberbagai bidimg ilmu, ini yang dinamakan multidisipliner. Objek matelialfilsafat mencakup apa saja yang ada dialam semesta, baik yang ada dalam kenyataan maupun yang ada dalamkemungkinan, sedang objek materialilmu-ilmu khusus menyangkut pokokbahasan teltentu yang sifatnya terbatas.
Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dali kata dalambahasa Inggris: science. Kata science iniberasal dari kata Latin Scientia yang beralti pengetahuan. Kata scientia iniberasal dati bentuk kata kelja scire yangaltinya mempelajari, mengetahui. Padamulanya cakupan ilmu (science) secaraetimologis menunjuk pada pengetahuansemata-mata, pengetahuan mengenai apasaja (Dampier, 1986). Pertumbuhan selanjutnya pengeliian ilmu (science) inimengalami l-1erluasan alti, sehingga
Q
menunjuk pada segenap pengetahuansistematik (SysteJluitic knowledge). Pemakaian yang luas dari kata ilmu(science) ini ditemskan dalam bahasaJerman dengan istilah Wissenschaft yangberlaku terhadap kumpulan pengetahuanapapun yang teratur, termasuk di dalamnya Nllturwissenschaften yang mencakupilmu-ilmu kealaman maupun Geisteswissenschaften yang mencakup ilmupengetahuan kemanusiaan (the Humanities), sementara daiam bahasa Indonesiadikenal sebagai ilmu-ilmu budaya yangpada umumnya mencakup pengetahuanpengetahuan tentang bahasa dan sastra,estetika, sejarah, filsafat, dan agama(Dampier, 1966).
llmu dapat dipandang sebagaisuatu kegiatan manusia yang melibatkanberbagai komponen seperti: obejek yangditelaah, metode yang dipakai untuk menelaah o~iek tersebut, hasil telaah itudisusun secara sistematik, kebenarannyadapat dipeltanggungiawabkan secantumum.
Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafatyang membahas persoalan tentang kebel"adaan (being) atau eksistensi(existence). Istilah metafisika berasal darikata Yunani meta ta physika yang dapatdiartikan sesuatu yang ada di balik ataudi belakang benda-benda fisiko Alistotelestidak memakai istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat peltama).Filsafat peltama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejalagejala fisik seperti bergerak, bembah,hidup, mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentangsifat yang terdalam (ultimate nature) dadkenyataan atau keberadaan.
Atistoteles menyebut beberapa istilah yang maknanya setara denganmetafisika, yaitu: filsafat Peltama (FirstPhilosophy), pengetahuan tentang sebab(knowledge of Clillse), Studi tenta ng Adasebagai Ada (the study ofBeing as Being),Studi tentang Ousia (Being), studi tentanghal-hal abadi dan yang tidak dapat
JURNAL fIUiAFAT. JULl 1997
bergerak (the study of the eternal andimmovable), dan Theology (Alan R.White, 1987:31).
Pada umumnya persoalan-persoalan metafisis dapat diklasifikasikan kedalam tiga bagian, yaitu ontologi(metafisika umum), kosmologi, dan antropologi.
(a) Persoalan Ontologi misalnya:Apa yang dimaksud dengan, keberadaanatau eksistensi itu? Bagaimanakah penggolongan keberadaan atau eksistensi?
(b) Persoalan-persoalan kosmologis(alam), persoalan yang beltalian denganasal-mula, perkembangan dan strukturalamo Misalnya: Jenis ketel"aturan apayang ada dalam alam? Apa hakikathubungan sebab dan akibat? Apakah mang dan waktu itu?
(c) Persoalan-persoalan antropologi(manusia) misalnya:
Bagaimana hubungan antarabadan dan jiwa? Apakah manusia itumemiliki kebebasan kehendak atau tidak?
Aliran-Aliran Metafisika
Persoalan metafisika dalam hal keberadaan menimbulkan beberapa aliran
, metafisika. Ada yang melihat persoalankebel"adaan itu dari segi kualitas dankuantitas. Aliran metafisika yang melihatKeberadaan dati segi kualitas yaitu: Matetialisme dan Spilitualisme. Aliranmetafisika yang melihat Keberadaan darisegi kuantitas adalah Monisme, Dualisme, dan pluralisme. Kelima aliran inilahyang akan dibahas dalam tulisan ini.
1. MaterialismeSuatu pandangan metafisik yang
menganggap bahwa tidak ada hal yangnyata selain materi. Bahkan pikiran dankesadaran hanyalah penjelmaan dati mateli dan dapat dikembalikan pada unsurunsur fisiko Mateli adalah sesuatu halyang kelihatan, dapat diraba, berbentuk,menempati mango Hal-hal yang bersifatkerohanian seperti fikiran, jiwa, keyakinan, l'asa sedih dan rasa senang,hanyala.h ungkapan proses kebendaan.
3
Tokoh-tokohnya antal'a lain:a. Demokritos (460-370 SM),
berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yangmemiliki bentuk dan badan. Atom-atomini mempunyai sifat yang sarna, perbedaannya hanya tentang besal', bentuk danletaknya. Jiwa pun, menurut Demokritosdikatakan teljadi dari atom-atom, hanyasaja atom-atom jiwa itu lebih kecil, bulatdan amat mudah bergemk.
b. Thomas Hobbes 0588-1679)berpendapat bahwa segala sesuatu yangteljadi di dunia merupakan gerak darimateli. Termasuk juga di sini pikimn,perasaan adalah gel'ak materi belaka.Karena segala sesuatu terjadi dari bendabenda kecil, maka bagi Hobbes, filsafatsarna dengan ilmu yang mempelajaribenda-benda.
2. SpiJitualismeSuatu pandangan metafisika yang
menganggap bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh (Pneuma, Nous,Reason, Logos) yaitu roh yang mengisidan mendasari seluruh alamo Tokohspiritualisme yang terkenal adalah Plotinus dan Hegel.
a. Plotinus (204-270)Filsafat Plotinus merupakan
kelanjutan filsafat Plato, sehinggaajarannya juga dikenal dengan namaNeo-Platonisme. Plotinus sebagaimanahalnya Plato, mengarahkan filsafatnyapada upaya menuju kesatuan ·melalui tahap-tahap mulai dali fisik, akal, jiwasampai pada titik puncak kesatuan yangdinamakannya to Hen. Kenyataan terdiridari Yang-Satu (to Hen), dan Yang-Satubagaikan sumbel' melimpahkan Roh(Nous): Roh memancarkan Jiwa (Psykhe);dan Jiwa memancarkan rnateri. Proses inidinamakan proses emanasi, di mana dihasilkan hal-hal yang kesempurnaannyasemakin berkumng. Namun penjelmaanpaling rendah pun tidak pernah lepasdari kesatuan dengan Yang-Satu (Bakker,1992: 27 - 28).
Plotinus sebagaimana halnya dengan Plato, memihak pada kesatuan, yaitupenurunan kemurruan ilahi dan kenai-
JURNAl FllSN·AT. JULI 1997
kan jiwa kembali ke kesatuan denganTuhan. Plotinus menerangkan bahwauntuk gemk ke atas atau pun ke bawah,maka pel'an besal' diletakkan pada simbol-simbol. Seluruh dunia indemwidiresapi oleh kenyataan-kenyataan misterius, dipengaruhinya dan diberikannyarealitas yang bel'beda. Dunia itu menjadiekspresi hal-hal l'ahasia, sebagaimanahalnya wajah manusia menampakkan lebih daripada yang inderawi semata.Kenyataan indel'awi bagi Plotinus menjadi jalan untuk menerobos sampai padakenyataan tt'ansenden. Plotinus menunjukkan bahwa dalam keanekawarnaanyang kaya itu dicari kesatuan yang tersembunyi melalui kontemplasi yangintens dan mendalam (Bakker, 1984: 43:45).
Pemikiran metafisika Plotinus dipusatkan pada tuntutan bagi kesatuan.Plotinus bahkan lebih eksttim dalipadaPlato dalam persoalan hal Satu (the One)dan hal Banyak (the Many). Sebab Platopada prinsipnya menolak pandangan ekstrim tentang hal Satu dan hal Banyak.Plato justeru mengkompromikan keduaplinsip di atas dengan aturan bilanganterbatas (definite number) (Sontag, 1970:56). Pel'bedaan antam Plato dan Plotinustel'lihat paling jelas, jika kita membandingkan keanekaragaman (multiplicity)dan pel'bedaan esensial dalam prinsippertama Platonik dengan plinsip tunggalPlotinus, bahwa segala sesuatu sangattel~antung pada hal Satu me One).
Segala sesuatu bersumber pada halSatu (the One) yang digambal'kan olehPlotinus sebagai suatu himrki sebagaiberikut: hal Satu (the One), akal (reason),jiwa (soul) dan hal-hal fisik (physical)(Sontag, 1970: 5~). The One dalam filsafat Plotinus mengacu pada gagasanmengenai Tuhan. The One adalahkebaikan yang merupakan tujuan hidupmanusia. The One adalah Yang Esa, yangsegala sesuatu ikut ambil bagian di dalamnya sepanjang segala sesuatu itu ada(Delfgaauw, 1992: 46).
Proses jiwa menuju ke al'ah hal satudigambarkan Plotinus sebagai berikut.
Jiwa haruslah dimengerti menurut
4
cal'anya sendil'i; yakni melalui cam penggabungan atau penyatuan; tetapi dalamupaya pencarian untuk mengetahui kesatuan itu hendaknya dihindari campenyatuan melalui penyadamn yang telah dikenal sebelumnya; sebab kalaudemikian, maka penyadaran itu tidaklahberbeda dari objek intuisi itu sendiri.Kendatipun demikian, hal ini akan merupakan suatu sumber kekuatan jikafilsafat itu benar-benar dapat memberipengetahuan tentang pprihal kesatuankepada kita. Di saat kita sedang menyelidiki kesatuan, maka kita akanmengetahui pl'insip Kebaikan dan HalPokok pada seluruh segi kehidupan;kal'ena itu kita tidak boleh berpijak datikenyataan mengenai Hal Pokok yang adadi antara hal-hal yang sudah lampau:kita harus menemukan Hal Pokok(Keutamaan) yang berasal dati hal-halinderawi secara langsung. Jelas seluruhkejahatan yang ada di dalam diri kitaharus mengarah pada Kebaikan, kitaharus menumbuhkan Keutamaan di dalam did kita; dari keberagaman kitaharus menuju pada hal Satu; dan hal ituhanya bisa diperoleh manakala kitamemiliki pengetahuan tentang Hal Pokok(Keutamaan) dan Kesatuan (Hutchins,1986: 355).
Bagaimana jiwa menuju pada kesatuan pada Kebaikan dan Keutamaanmerupakan suatu proses intuisi yang tidak dapat dipahami secara indel'awi.Sebaliknya hal-hal fisik justru dipahamisecal'a inderawi.
Hal-hal fisik (physical) yangberada pada urutan terbawahmenurutPlotinus, adalah bentuk (cMos) dalamrealitas inderawi. Bentuk (eidos) dalamrealitas inderawi adalah tanpa aktivitas,karena itu tidak real; dan mateli juga tidak real. Realitas inderawi adalah yangtet'baik, sesuatu yang hanya ambil bagiandalam realitas sesungguhnya. Dumainderawi adalah suatu refleksi dal'i dUlliaspilitual dalam cermin rnateri (RalphInge, 1948: 152). Keberadaan dibatasipada aspek jasmamah; di dalamnyahanya ada materi, yang merupakan unsur utama alam semesta. Unsur-unsur
JURNAL f-IL)Af-AT. JULI 1997
alam semesta pada dasarnya adalah materi dalam suatu kondisi tertentu(Hutchins, 1986: 50).
b. G.W.f. HegelDalil Hegel yang terkenal berbunyi:
"Semuanya yang real bersifat rasionaldan semuanya yang rasional bersifat·rcal'~ Maksudnya ialah bahwa luasnyarasio sarna dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran(Ide) yang memikirkan dirinya sendiri(Beliens, 1989: 68). Pikiran adalah esensidali alam dan alam adalah keseluruhanjiwa yang diobjektifkan. Alam adalahproses pikiran yang memudar. Alamadalah akal yang Mutlak (Absolute Neas(m), yang mengekpresikan dirinyadalam bentuk luar. Oleh karena itu, hukum-hukum pikiran merupakan hukumhukum realitas. Hegel berpendapatbahwa pembedaan dalam dunia fenomena itu bet'Sifat relatif, keadaannya tidakmempengaruhi kesatuan dali akal yangpositif (Titus, 1984: 321). Tindakan ataupeketjaan manusia menunjukkan adanyadistansi antal'a subjek spiritual dati objekmaterial, karena manusia menggunakanobjek untuk memenuhi kebutuhannyadengan peltama-tama menangkapnyasebagai objek, kemudian mengubahnyamenjadi sesuatu yang lain.
Studi filsafat bagi Hegel, mencakup tiga bagian yaitu, logika, filsafatAlam, dan Filsafat Roh. Logika harus dipahami sebagai sistem akal murru.Keseluruhan sistem kategoti atau konsepdalam logika Hegel, merupakan suatudefinisi progresif tentang Tuhan atausesuatu yang Absolut dalam dilinyasendiri. Gagasan logik semata-mata penalaran abstrak, atau penalaran yangtidak eksis dan tidak diwuiudkan dalamdilinya sendiri. Triade loglka Hegel menempatkan ide itu sendit; sebagai tesis,alam (nature) sebagai antitesis, dan Roh(Spirit) sebagai sintesis. Roh Tuhan menurut Hegel, adalah ide yang absolutyang menciptakan semua realitas melaluipengasingan (alienating) substansinyadalam dunia alamiah dan duma manusia.Setelah pengasingan substansi itu dalam
5
dunia realitas, ide yang absolut seeara hanya ada satu kenyataan fundamental.progresif mengasumsikan kembali sub- Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa,stansinya ke dalam dirinya sendiri dan materi, Tuhan atau substansi lainnyakemudian tiba pada kesadaran diri sepe- yang tidak dapat diketahui. Monisme ininuhnya atau Roh Mutlak (Absolutc berasal dad kata monas - adis, padananSpirit). Oleh karena itu, seluruh realitas kata dari monade yang artinya kesatuanadalah rasional dalam beberapa eara, se- (Prent, 1969: 544). Monisme dalam sebab ide atau akal diaktualisasikan di jarah perkembangan filsafat Barat,dalamnya (Sullivan, 1970: 40). mengandung dua pengeltian sebagai
Harun Hadiwijono 0989: 101) berikut.meringkas filsafat Hegel ke dalam tiga ta- Periama, monisme seearahap sebagai berikut. metafisik berarti pandangan yang meng-
a) Tahap ketika Roh berada dalam anggap adanya satu kenyataan dasar.keadaan "ada dalam dilinya sendili". Aliran ini sering disebut Singularisme.Ilmu filsafat yang membicarakan Roh Parmenides dari Elea dianggap sebagaiberada dalam keadaan ini disebutnya pemuka Monisme Kuno. DikatakanLogika. bahwa yang ada itu sama sekali satu,
b) Dalam tahap kedua Roh bemda sempurna, dan tidak dapat dibagi-bagi.dalam keadaan "berbeda dengan dilinya Sedangkan pemuka Monisme Moderensendili", berbeda dengan·'yang lain". Roh adalah Spinoza yang menganggap hanyadi sini keluar dari dilinya sendili, men- ada satu substansi. Substansi ini adalahjadikan dilinya "di luar" dilinya dalam Yang Esa, kekal, tak terbatas, mandili,bentuk alam, yang terikat kepada ruang tidak tergantung pada apapun di luardan waktu. Ilmu filsafat yang membi- dili-Nya. Karena itu segala sesuatu yangcamkan tahap ini disebutnya Filsafat ada, karena keterbatasannya, tergantungalamo pada yang Satu ini. Segala sesuatu ini
c) Akhirnya tahap ketiga, yaitu ta- merupakan cam beradanya substansihap ketika Roh kembali pada dirinya tersebut. Tuhan merupakan cam bersendili, yaitu kembali daripada berada di adanya substansi tersebut. Tuhanluar dilinya, sehingga Roh berada dalam merupakan satu kesatuan umum yangkeadaan "dalam dilinya dan bagi dirinya mengungkapkan diri di dunia. Pengersendili. Tahap ini menjadi sasaran Filsa- . tian substansi sama dengan pengeltianfat Roh. Tuhan, dan karena sama dengan penger-
Filsafat Hegel dinamakan juga ide- tian segala sesuatu yang Ada, maka samaalisme dan pada hakikatnya idealisme dengan pengeltian alamo jadi substansi -bersifat monistik, artinya hanya ada satu dalam pandangan Spinoza-- samakenyataan yang diakuinya, yaitu pemiki- dengan Tuhan sama dengan alamoran. Tampaklah bahwa di dalam Kedua, monisme secara epistemoloidealisme --termasuk idealisme Hegel-- gis beralti pandangan yang menganggapselalu terdapat suatu gerak dari yang bahwa o~iek yang nyata dan idea tentangmajemuk (plural) ke yang tunggal persepsi atau konsepsi adalah satu dalam(unity). Gemk ini menyangkut pemikir- bentuknya sebagai pengetahuan (Runes,an. Pemikiran ini menembus suasana 1979: 201).semu yang menyelimuti yang majemuk Monisme biasa juga dianut olehdan menemukan kenyataan berupa yang idealisme dan rasionalisme, yang memtunggal (Delfgaauw, 1988: 55). belikan tekanan pada sifat dasar yang
Aliran metafisika yang f\1elihat ke- satu yang mendasali substansi atau keberadaan dali segi kuantitas meliputi: nyataan. Monisme memiliki keunggulanMonisme, Dualisme, dan Pluralisme. dalam hal abstmksi dan daya pengikat
dan perekat (kohesi) untuk menyatukanI.Monismc bagian-bagian yang saling terpisahAliran yang menyatakan bahwa menjadi satu kesatuan dengan menemu-
JURNAL FIL)AfAT. JULI 1997 6
kan titik-titik kesamaan. Monisme lebihmenaruh perhatian pada aspek kesamaandaripadaaspek i perbedaan. Seorangpenganut monis berkecenderunganmenjadi seorang determinis, karena iaakan cenderung menekankan segalanyadengan mengorbankan sikap individual,seperti: spontanitas (Ewing, 1962: 221).
Tokoh-tokohnya antara lain: Thales(625-545 8M) yang berpendapat bahwakenyataan yang terdalam adalah satusubstansi, yaitu air. AnaximanJer (610547 8M) berkeyakinan bahwa yangmerupakan ·kenyataan terdalam adalahApeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas,tak dapat ditentukan dan tidak memilikipersamaan dengan salah satu benda yangada dalam duma. Anaximenes (585-528)berkeyakinan bahwa yang merupakanunsu1" kenyataan yang sedalam-dalamnyaadalah udara" Filsuf modern yang termasuk tokoh utama momsme adalahBaruch Spinoza.
a. Baruch SpinozaIa berpendapat bahwa hanya ada
satu substansi vaitu Tuhan. Dalam hal illiTuhan diidentikkan dengan alam(Natura/Is nllturataJ" la secara tegas me-nolak kemungki:nan pluralitas substansi,dan menyodorkan istilah realitas absolut,istilah ini setara altinya dengan rnonisme.. Spinoza menegaskan bahwarealitas ultimate nlerupakan Causa suidan merupakan substansi yang senlatamata inklusif. Kausalitas adalahkausalitas imanen, dan setiap ada tertentu terletak di dalam satu keberadaansubstansi (Runes, 1979: 298-299).
Substansi adalah sesuatu yang adadi dalam dilinya sendiri dan dikonsepsikan melalui dilinya, atau dengan katalaill suatu konsepsi yang dapat diformulasikan dan terbebas dati konsepsilainllya. Spinoza diklasifikasikan sebagaipenganut faham Teologi - RasionaI(Ratio/Ill! 111eology).. Ia mendefinisikanTuhan sebagai suatu keberadaan yangsecara mutlak tidak terbatas, yaitu suatusubstansi yang terdiri atas atribut-atlibutyang tidak terbatas, dall setiap atributmengungkapkan hakikat (esensi) yang
JURNAL FIL~AFAT. JUU 1997
abadi dan tidak terbatas (Spinoza, 1966:159). Lebih lanjut Spinoza memerincisubstansi Tuhan sebagai berikut. Tubantidak menghuni dan bukan sebab sementara dari segala sesuatu. Segalasesuatu yang ada, ada di dalam Tuhan,dan harus dikonsepsikan melalui Tuhan,oleh karena itu Tuhan adalah penyebabdari segala sesuatu yang ada .di dalamdirinya. Selain Tuhan tidak ada substansi,tak sesuatu pun dalam dirinya sendiriabadi pada Tuhan. Tuhan dan seluruhatlibutnya bersifat abadi. Substansi Tuhan eksis secara niscaya, yaitukeberadaan yang mengatasi kodratnyaatau mengikuti batisannya; oleh karenaitu Tuhan abadi (Spinoza, 1966: 165).
Spinoza mendasarkan pandanganfilsafatnya pada aksioma-aksioma sebagai berikut
(a) .. Segala sesuatu yang eksis, makaia eksis di dalam dirinya sendiri atau didalam sesuatu yang lain.
(b). Sesuatu yallS tidak dapat dikonsepsikan melalui sesuatu yang la.in, pashdapat dikonsepsikan nlelalui dilinyasendili.
(c). Dari suatu sebab tertentu yangdiajukan, secara niscaya diikuti oleh sebuah akibat: dan di pihak lain, jika suatusebab tidak ditentukan, maka tidakmungkin akan diikuti oleh akibat tertentu pula.
(d) . Pengetahuan tentang suatuakibat tergalltung pada keterlibatanpellgetahuan dali suatu akibat.
(e). Sesuatu yang tidak lazim tidakakan dapat dimengelti, karena sesuatuselalu dimaksudkan bagi yang lain; iniberatti konsepsi sesuatu yang tidak lazimitu tidak nlelibatkan konsepsi yang lain.
(0. Sebuah ide yang benarharuslah bersesuaian dengan gagasanatau objeknya..
(g). Apabila sesuatu dapat dikonsepsikan sebagai ketiadaan, makaesensinya tidak melibatkan keberadaan(Spinoza, 1966: 160) ..
b. A.N.Whitehead\Vhitehead adalah filsuf abad
keduapuluh yang membangun pemikiran
7
filsafatnya melalui kritik atas pemikiranfilafat sebelumnya. Filsafat Whiteheaddikenal sebagai filsafat organisme, yaitusuatu sistem kepercayaan yang mengajukan pandangan integral untukmemahami tentang manusia. Whiteheadmemandang manusia sebagai kesatuanpersonal (personal unity). Manusia disatu pihak merupakan kesatuan did (selfunity), di pihak lain kesatuan koordinat(coordinate unity). Kesatuan diri mengacu pada diri manusia itu senditi, yangtimbul dali kesatuan koordinat sebagaianggota masyarakat (Hardono Hadi,1993: 181). Manusia sebagai kesatuandiri tidak dapat dipisahkan dari keterhubungannya dengan manusia yang lain.Manusia juga adalah identitas personalyaitu karaktelistik teltentu sebagai suatupeljalanan historis dari kejadian sesungguhnya yang membentuk suatumasyarakat. Whitehead menggunakanistilah kesatuan personal dali keberadaanmanusia mengacu pada solidaritas temporal atau kesinambungan kesatuan diriyang berlangsung secara konstan dariwaJ...1u ke waktu (Hardono Hadi, 1993;181).
Whitehead membedakan hewantingkat tinggi dengan manusia. Iamengetengahkan adanya level-level mulai dari yang paling rendah sampai kepaling tinggi. Perbedaan antara manusiadengan hewan terletak pada perbedaanderajat. Ia menegaskan bahwa keluasanderajat menjadikan semuanya berbeda.Perbedaan antara koordinasi internal 01'ganisme hidup tingkat rendah dankoordinasi internal hewan tingkat tinggisangat jelas. Level pertama adalah Interaksi antar anggota organisme hiduptingkat rendah yang tidak mampu mencapai kepuasan estetik yang lebih tinggi.Pada hewan tingkat rendah fungsi anggota semata-mata beltahan (survival),Kehidupan seluruh organisme sangat tergantung pada daya bertahan paraanggota. Level kedua adalah koordinasipada level tumbuh-tumbuhan, anggotamasyarakat tumbuh-tumbuhan masihdapat beltahan meskipun merekadipisahkan dali kesatuan organismenya.Level ketiga adalah struktur koordinasi
)U~NAL fILl)AfAT. JULI 1997
hewan, yang jauh lebih kompleks daripada level tumbuh-tumbuhan.Koordinasi antar anggota pada leveltumbuh-tumbuhan lebih tertutup, sedangkan pada level hewan adalah sesuaidengan masyarakat feodal, ada pimpinanyang menjadi satu pusat kel...-uatan danmenjadi kendali yang menyatukan keseluruhan. Pada level ini ada interaksikomunikatif dari ekspresi dan perasaanantar anggota. Level tertinggi adalahmanusia yang memiliki metalitas berderajat tinggi. Pada manusia otak (brain)memegang peran yang sangat penting.Struktur otak sangat rumit dan lembutdan pusat dominan untuk mengolahpengalaman yang bergerak dari satumomen ke momen lainnya. Whiteheaddalam Process ofKeality 0979;109) menegaskan hal itu dalam pernyataanbelikut.
tIthe brain is coordinated so thtlt apeculiar rk--hness of inheritance is enjoyed 110W by this and now by that pari;and thus there is produced the presidingpersonality at that moment in the body.111is route ofpresiding occasions probably wanders from pari to pari of thebrain'~
Otak manusia merupakan strukturpengalaman yang sangat kompleks sebagai supeljek yang menyumbangkan suatupola umum yang mel"embes keseluruhantubuh. Dengan demikian manusia sebagai organisme berderajat tinggi adalahkesatuan yang menyeluruh yangmemiliki keplibadiannya sendiri danmampu me- ngatasi karal..'ieristikkaraJ...'ielistik dari bagian-bagian sebagaiseorang tuan besar (overlord).
Bakker 0995: 51) menyimpulkanpandangan Whitehead mengenaihubungan manusia dan dunianya sebagaipluralitas tak terbatas. Mel"eka bukanlahsubstansi, melainkan suatu peristiwa atauentitas aktual (event, actual entity); sifatsifat dan relasi-l"elasi juga termasukkesatuan peristiwa tersebut. Keseluruhanpelistiwa itu saling berhubungan, danmasing-masing 'menangkap' seluruhdunia. Mereka adalah inti-inti subjektifatau prinsip subjektif. Pelistiwa-pelistiwaitu tadi menghayati kemungkinan-ke-
8
"
mungkinan o~iek-o~iek abadi (eternalobject) yang tidak bersifat real, melainkan hanya merupakan idea-idea.
2. DualismeAliran yang menganggap adanya
dua substansi yang masing-masing berdid sendili. Tokoh-tokoh yang termasukaliran ini adalah Plato (428-348 SM),Immanuel Kant, Descartes. Tokoh Dualisme yang dibicarakan dalam makalahini adalah Plato.
a. P I a tofa membedakan dua dunia yaitu
dunia indera (dunia bayang-bayang) dandunia intelek (dunia ide). Plato bertitiktolak dad problem hal Satu (the One)dan hal Banyak (the Many) untuk memahami realitas. Pemikirannya mengenaihal Satu dan hal Banyak merupakan sintesa antara dua pemikir besarsebelumnya, yakni Heraklitus dan Parmenides. Plato bertitik tolak dari polemikantara Parmenides dengan Heraklitos.Parmenides menganggap bahwa realitasitu berasal dali hal Satu (the One), yangtetap, tidak berubah; sedangkan Heraklitos bertitik tolak dari hal Banyak (theM3.11Y), yang selalu berubah. Plato memadukan kedua pandangan tersebut danmenyatakan, bahwa di samping hal-halyang beranekaragam dan yang dikuasaioleh gerak selia perubahan-perubahanitu --sebagaimana yang diyakini olehHeraklitos-- tentu ada yang tetap, yangtidak berubah -sebagaimana diyakinioleh Parmenides. Plato menuniukkanbahwa yang serba berubah itu dikenaloleh pengamatan, sedangkan yang tidakberubah dikenal oleh akal. Plato berhasilmenjembatani peltentangan yang adaantal'a Heraklitos -yang menyangkal tiapperhentian- dan Parmenides yang menyangkal tiap gerak dan perubahan. Halyang tetap, yang tidak berubah, yangkekal itu oleh Plato disebut ide (HarunHadiwijono, 1989: 39-40; Be11ens, 1989:14).
Heraklitos berpendilian bahwa dalam dunia alamiah tidak ada sesuatu punyang tetap. Tidak ada sesuatu pun yang
JURNAl FILS-AfAT. JUlI 1997
dianggap definitif atau sempurna. Segalasesuatu yang ada senantiasa "sedangmenjadi" (Be11ens, 1989: 10). Parmenidesberpendirian sebaliknya bahwa mustahilada perbedaan dan kejamakan; hal yangdemikian itu hanya khayalan dan semu.Hal yang mengada adalah satu dan tidakterbagi; bersifat sempurna dan komplitbagaikan bola bulat (Bakker, 1992: 27).Plato memadukan kedua pandangan diatas dengan mengatakan, bahwa duniareal dengan kejamakan dan kemacamragamannya hanya merupakan duniabayangan, sehingga yang benar-benarada (to ontoos on) dan meniamin kesatuannya ialah dunia ide-ide.' Dunia ideitu tersusun dengan cara hil'arkis dibawah pimpinan ide utama, "Yang Baik".Kesatuan dan kejamakan terpisah menjadi dua dunia (Bakker, 1992: 33).
Kesatuan hanya dapat digambarkan manakala dihadapkan pada halBanyak (the Many), hal ini teriihat jelasdalam pandangan metafisika Plato(Sontag, 1970: 41). Hal Satu mengandung kualitas kedua setelah kesatuan,suatu kualitas yang berhubungan secarakodrati dengan hal Banyak, yakni kualitas hal ada yang selain hal Banyak. HalSatu dan hal Banyak dalam pandanganPlato tak ubahnya dengan sekeping matauang pada kedua belah sisinya.
Pemikiran metafisika Plato terarahpada pembahasan mengenai Being (halada) dan becoming (menjadi). Plato adalah filsuf yang peliama kalimembangkitkan persoalan Being danmempe11entangkannya dengan becoming. Plato menemukan bahwa "becoming" (hal menjadi) -yakni dunia yang berubah- tidak memuaskan atau tidakmemadai sebagai objek pengetahuan;karena bagi Plato setiap bentuk pengetahuan bersesuaian dengan suatu jeniso~iek. Plato memikirkan pengetahuan asli(genuine A71OHTledge), yaitu suatu jenispengetahuan yang tidak dapat berubah,sehingga objeknya haruslah sesuatu yangtidak dapat berubah (cJumgeless). Platoyakin bahwa pengetahuan (yang asli) ituharus diarahkan pada Being. Being bagiPlato, dibentuk oleh dUliia yang mel'U-
9
pakan pola-pola dari segala sesuatu yangdapat diinderawi, sedangkan ide-ide itusecara kodrati bersifat kekal dan abadi.Alasan Plato membedakan Being dan becoming, adalah sebagai cara untukmencari dasar kebenaran pengetahuan.Tiap pemahaman akan sesuatu melibatkan sebuah proses latihan danpendidikan yang panjang bagi ketajamanmental, yang hanya dapat dicapaimelalui disiplin. Bidang FOlms yang menentukan bidang Being tidak sulit untukdipahami, manakala Forms merupakankualitas universal dali hal-hal yang dapat diinderawi, sifat-sifat sesuatu seperti: "merah", "manusia", merupakankualitas sesuatu yang konkret, yang mudah dipahami oleh orang awam. Sesungguhnya Plato lebih menaruh perhatian pada kualitas yang lebih abstrak,yakni hal-hal yang mencerminkan sifatsifat yang lebih umum (generalproperties) seperti: "Kesatuan", "Keadilan"dan "Kebaikan". Sifat-sifat belakangan inimengandung ide-ide abadi yang tidakakan pernah mati dan selalu merupakan
.problem aktual dalam pemikiran umatmanusia (Sontag, 1970: 32). Hal Banyak(the Many), ujar Plato, memang bisa terlihat dalam kenyataan konkret namunsulit dikenal, sedangkan ide lebih dikenaltetapi tidak terlihat. Di sini tidak sepeltihalnya objek-objek inderawi, ide tidakmemiliki Ol~an yang terpisah-pisah,melainkan sebagai sebuah pikiran, yangmelalui suatu kekuatan yang ada dalamdirinya, merenungkan sifat-sifat universal segala sesuatu (Ambrose, 1966: 81).
Tujuan utama filsafat menurutPlato adalah penyelidikan pada entitas,sepelti apa yang dimaksudkan dengankeadilan, kecantikan, cinta, hasrat, kesamaan, kesatuan (White,1987: 14).
3. Pluralismeyaitu aliran yang tidak mengakui
adanya satu substansi atau dua sybstansimelainkan banyak substansi. Dagobert D.Runes (1979: 221) menyatakan bahwapluralisme merupakan suatu teoti yangmenganggap bahwa kenyataan itu tidakterdiri dari satu substansi. Teoti-teOli
JURNAl FILS-AfAT. JUU 1997
yang dapat dimasukkan dalam pluralisme diantaranya teoli para filsuf YunaniKuno yang menganggap kenyataan terditi dali udara, tanah, api dan air -dalam upaya mencali Arkhe atau asalusul alam semesta-- tingkatan monadedalam filsafat Leibniz; pandangan Herbali tentang banyak benda dalam dirinyasendiri, teori pragmatisme William Jamestentang "yang banyak yang dapat dikerjakan".. Pluralisme ini pada umumnyadianut oleh empirisisme, realisme danpragmatisme, karena senantiasa membetikan tekanan pada sifat dasar yangbermacam-macam dali pengalaman. Pluralisme memiliki keunggulan dalam halhal yang bersifat praktis-pragmatis, dekatdengan problem konkret, karena memang diangkat dali pengalaman konkret.Pluralisme lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan datipada kesamaankesamaan. Seorang penganut pluraliscenderung menjadi seorang indeterminis.Seorang penganut pluralis menganggapbahwa alam ini terbentuk dati sejumlahentitas yang tidak saling berhubungan(disconnected) dan tidak telikat satusama lain, sehingga masing-masing entitas itu dipanqang eksis (Ewing, 1962:221). Para filsuf yang termasuk pluralisme di antamya: Empedokles (490-430SM) yang menyatakan bahwa hakikatkenyataan terdiri dari empat unsur yaitu:udara, api, air dan tanah. Anaxagoras(500-428 SM) yang menyatakanbahwahakikat kenyataan terdiri dali unsurunsur yang tak terhitung banyaknya,sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya itu dikuasai oleh suatu tenagayang dinamakan nous. Dikatakannyabahwa nous adalah suatu zat yang palinghalus yang memiliki sifat pandaibel~erak dan mengatur. Tokoh pluralisme yang akan dibicsarakan secara rinddalam makalah ini adalah Leibniz danfilsuf Postmodemisme, J.F.Lyotard.
a.Leibniz (1646-1716)Ia menyatakan bahwa hakikat ke
nyataan terdili dali monade-monadeyang tidak terhingga banyaknya.
10
Monade adalah substansi yang tidakberluas, selalu berzerak, tidak terbagi,dan tidak dapat rusak. Setiap monadesaling berhubungan dalam suatu sistemyang sebelumnya telah diselaraskanHarmonia prestabilia.. Leibniz mendasarkan pandangan safatnya pada monademonade. Leibniz memandangkenyataan pada dasar nya terdiri daripusat-pusat berdaya dan titik-titik kesadaran (nlonadisme; monas bel'altipusat tertutup) .. Monade-monade itu tidak berkeluasan; mereka tidakterbagikan; tidak termusnahkan atauabadi.. Mereka tidak saling meInpengaruhi, melainkan merupakan pusat-pusattertutup dengan daya berkembangsendiri.. Setiap monade mencerminkanalanl semesta, masing-masing menurutcaranya pribadi. Senlua substansiterbentuk oleh penggabungan monademonade itu. Kesan hubungan antarasubstansi-substansi muncul dati suatukekesuaiall dan kecocokan 018l111onie
prestablieJ yang dibelikan oleh Tuhan(Bakker, 1992: 32).
Pemikiran Leibniz mengenaimonade ini sedikit banyak di}'engaruhioleh doktrin atomistik, yang biasanya di ...namakan juga filsafat mekanistik (White,1987: 63). Sistem metafisika Leibniz berpusat pada atom-atom matet; yang nyata,yang merupakan komponen-konlponensesuatu.. Atom...atom itu sederhana dantanpa bagian-bagian. Mereka tidak nlempunyai bagian, tidak dapat musnah,melainkan hanya ciptaan seketika..Monade-monade itu tidak memiliki lendela-jendela, tempat datang dan per~lnyasegala sesuatu. Kualitas setiap monadeberbeda satu sarna lain, dan abadi. Setiapmonade adalah cermin kehidupan atausebuah cerminyang diberkati dengan aktivitas batiniah, mewakiIi alam semestasesuai dengall petunjuk yallS telah digariskan (\Vhite, 1987: 65-66).
Sistenl metafisika Leibtuz bersunlbel" pada dua prillsip logis, yaitu Idcl1tityof Indiscenlibles dan LalV of COlltilluitr:Menurut plinsip Idc/ltif)T of Indiscerllibles, tidak ada dua pengada mutlak riel,yang tak dapat dibedakan, atau tidak ada
JURNAl FIL)AfAT. JULI 1997
dua substansi yang persis sarna, atau berbeda (soIL') lIUI11ero).. Leibniz menyebuthal ini sebagai keniscayaan rnetafisik(11eCeS&'lIY l11etapllysically). Iamengajukan empat alasan, dua alasan pertamabersifat kebetulan, sedang dua berikutnyabersifat luscaya. Peliama, mengandaikandua hal yang tak dapat dibedakan dalamhal tnengada adalah bertentangan dengan plinsip alasan yang memadai(Reason SufficiclIt), karena itu sarna halnya dengan mengakui adanya sesuatutanpa alasan. Jilea ada hal yang tidak dapat dibedakan, maka Tuhan tidak punyaalasal1 untuk memilih yang satu lebihdahulu daripada yang lain. Kedua, terdapat dalam suatu peltim .. bangan untukmengalalni, apakah tidak mungkin seseorang menemukan secara Ilyata,misalnya: dua lembar daun yang identikatau seorang ahli nlikroskop menemukandua tetesan air hujan yang tampak identik kalau dilihat dengan mata telaf\iangmenjadi berbeda manakala dilihat dengan nlikl"oskop. Ketiga, predikat ituterkandung di dalam subjek Keempat,jika A lain dalipada A, kemudian A yangmenulut dugaan tidak dapat dibedakandali A, juga harus menjadi lain daripadaA, yaitu lain daripada A itu sendiri, jelasini hal yang tidak tnasuk akal (absurd).Berdasarkan prillciples of Indiscerniblesilli Leibniz rnenyinlpulkan bahvva duniaakan tersusun dari serangkaian substansi,setiap substansi berbeda satu sarna lain,dan penampakan dunia dali suatu sudutyang berbeda, karena itu mengandungpersepsi yang 1Jerbeda (\\lhite, 1987: 67) ..
AsunlSi Leibniz mengenai Law ofContil1uity didasarkan atas minatnyapada bidang matentatik dan kalkulus. Didalaln Inatelnatik misalnya, rangkaianfraksi antara bilangan nol dan satu,bentuk-bentuk item nlelupakan suatukOl1tilll1Ull1. Leibruz Inenyinlpulkanbahwa Hukunl keberlangsungan itu didasarkan pada ketidakterbatasan, yaknikeniscayaan mutlak dalaln bidang Geometli, yang juga berhasil diterapkandalam bidang Fisika, sebab kebijaksanaanitu bersumber dari segala sesuatu,tindakan-tindakan yang merupakan
11
suatu geometer sempurna. sebanyakvariasi yang mungkin, sepanjangkdertiban teltinggi yang mungkin. Berdasarkan penggabungan kedua prinsipitu, maka kita akan mendapat sebuahgambaran alam semesta, di mana setiapmonacle merefleksikan keseluruhan darisetiap sudut yang berbeda pada setiapbentuk terkecil dari kehadiran yangdiberikan oleh monade yang lain, sehingga keseluruhan alam merupakansistem monade-monade yang tidak terbatas yang menghadirkan alam semestadari setiap sudut pandangan yang mungkin (White, 1987: 67).
b. Jean-Francois LyotardLyotard termasuk yang paling
keras menyuarakan gaung pluralitas.Lyotard ini pula yang memperkenalkanpostmodernisme dalam bidang filsafatsekitar tahun 70-an. Ia mengadopsikonsep language-games Wittgensteinuntuk menjelaskan fenomena masyarakatPascamodernisme. Pluralitas merupakanisu senh"al yang dikumandangkan olehLyotard. Ia mengakui bahwa bukunyayang beljudul The Postmodernism Condition merupakan teks sambilan(occasional fext), karena karyanya itumerupakan titik persilangan perdebatanberbagai macam bidang yang berbedabeda sepelti: politik, ekonomi, estetika,filsafat, arsitektur, film, dan sastra, salingsilang menyilang (Asikin Arif, 1991: 10).Kaum postmodernist -termasuk Lyotardmelihat kenyataan sebagai suatu pluralitas atau keberagaman yang tidak berkaitsatu sama lain. Dalam keberagaman yangirasional itu manusia kehilangan opti-mismenya untuk menentukan,merencanakan, dan menegaskankepribadiannya (Hardono Hadi, 1993: 34).
Lyotard mendefinisikan postmodernisme sebagai suatu bentuk keraguanbahkan ketidakpercayaan kepada metawacana atau cerita-cerita besar,khususnya yang timbul sejak jamanPencerahan (Moore,1990: 126). Lyotardmelihat bahwa modernisme bertendensiuntuk melegitimasikan tiap bentuk
JURNAl fIL)AfAT. JULI 1997
pengetahuan melalui semacam meta-wacana atau narasi-besar seperti"kemajuan",' "kebebasan akal","emansipasi". Postmo- dernisme adalahsebaliknya, ketidakperecayaan segalabentuk cerita besar itu. Lyotard menyarankan untuk kembali ke pragmatikabahasa ala Wittgenstein, yaitu mengakuisaja bahwa kita memang hidup dalamberbagai permainan-bahasa (Languagegames) yang sulit saling bcrkomunikasisecara adil dan bebas (Bambang Sugiharto, 1996: 58).
Ciri atau karakteristik sebuah permainan bahasa dirinci lebih jauh olehLyotard sebagai berikut.
Pertama, bahwa aturan-aturan itutidaklahmempengaruhi ditinya sendiri,aturan bukan merupakan legitimasi terhadap aturan itu sendiri, melainkansebagai objek peljanjian, baik secaraeksplisit maupun tidak di antara para pemain.
Kedua, bahwa jika tidak adaaturan, maka tidak ada permainan,bahkan modifikasi sekecil apapun terhadap sebuah aturan akan mengubahkodrat sebuah permainan. Suatu gerakatau ucapan yang tidak memenuhi syarataturan-aturan tidak termasuk ke dalampermainan tersebut.
Ketiga, ucapan atau kata-kata dianjurkan agar mengikuti ketentuan yangharus senantiasa dikatakan: "Setiap tuturan sebaiknya mengandung pemikiransebagaimana halnya gerak dalam sebuahpermainan (Lyotard, 1989: 122-123).
Lyotard menekankan pentingnyaaspek retorik dan kompetitif dalam tiappermainan bahasa. Interaksi antar permainan bahasa memang ditandaikecenderungan untuk saling menaklukkan. Tiap ungkapan bisa dipandangsebagai "tindakan politis" ntuk mendorninasi permainan bahasa lain. Berbicaraberalti "berkelahi" atau beljuang dalampe~latan agnistik lalu lintas permainanbahasa. Dalam suasana pluralistik yangdemikian itu bagi Lyotard, yang berlakubukanlah universalitas akal ataupun kebutuhan akan kesepakatan, melainkanjustenl kebutuhan untuk menggerogoti
12
kesepakatan-kesepakatan yang telah mapan untuk memberikan kembali peluangbagi karal'1er-karakter lokal tiapwacana,argumentasi, dan legitimasi untuk dihargai. Bentuk intelel'tual situasi semacamini bukan dimaksudkan untuk membentuk suatu meta-wacana yangmempersatukan dan mendasari segalawacana lainnya, melainkan keragamannarasi-nal"asikecil dan meta-al-gumenyang saling mencali peluang untuk tampil dan diakui dalam percaturan bahasa(Bambang SUgihalto, 1996: 59).
KESIMPULANBerdasarkan uraian di atas, terlihat
bah\va para metafisikus, baik yang monistik maupun pluralistik, tergolong kedalaln empat kelompok besar, yaitu (1).Monistik-materialisme seperti: Thales,Anaximander. (2) Monistik-spilitualistnesepelti: Plotinus, HegeL (3). Pluralistikmatelialistne sepelti: Demokritos,Leibniz, dan Lyotard. (4). Pluralistik(Dualistik) - spilitualislne sepelti: Plato.Valiasi perpaduan antara penekananpacta segi kuantitas dan kualitas dati Keberadaan ini mengandung implikasi bagipetlgembangan ilmu pengetahuan. Misalnya seorang penganut Monistikmatelialisme tentu lebih COlleenl padailmu-ilmu kealaman (NatuJWissenscha.ft)dan menganuap bidang ilmunya sebagaiinduk bagi pengembangan ilmu-ilmulain. Seorang penganut Monistik-spilitualisme tentu lebih concern pada ilmuillnu kerohanian (GeiftalSVtmwJaff) dallmenganggap bidang ilmunya sebagaiwadah utama bagi titik tolak pengenlbangan bidang-bidang ilmu lain. Seorangpenganut pluralistik-nuterialisnle akattlebih concern pada JJellgembangan beberapa bidang ilmu kealatnan danmengembangkannya sesuai denganaturan, hukulll, ataupun yangotonon1 pada masing-masing bidang.Seorang penganut pluralistik-spiritualiSlue akan lebih menaruh perhatian padabeberapa ilmu kerohanian-kenlanusiaandall 1l1elihatnya dari berbagai perspek.'iif
JURNAl f-ll)AfAT. JUU 1997
sesuai dengan otonomi dan karak1:eristikmasing-masing bidang ilmu.
Di samping itu metafisika sebagaisuatu bangun enigmatik membentukwawasan pikir yang kuat, karena melatihaka! kita untuk senantiasa memahami sesuatu secara sungguh-sungguh .dan maumengerahkan segenap kemampuan yangkita-miliki untuk memecahkan suatu persoalan. Beberapa peran metafisika dalamilmu pengetahuan yaitu:
Pertama, metafisika mengajarkancara berpikir yang cermat dan tidak kenaI lelah dalam pengembangan ilmupengetahuan.
Kedua, metafisika menuntut· olisinalitas berpikir yang sangat diperlukanbagi ilmu pengetahuan.
Ketiga, metafisika membelikan bahan peltimbangan yang matang bagipengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah presupposition(praanggapan-praanggapan), sehinggapersoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat. Collingwoodmenyebuhlya dengan istilah '1ogical efficacy" (kemujuratl logis).
Keempat, tnetafisika, terutama yangberpijak pada kualitas (entah matetialisme ataupun spilitualisme) akannlewarnai perkembangan ilmu pengetahuan itu sendili. Seorang penganutmatelialisme cenderullg mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan yang bersifatexact (ilmu-ilmu pasti) , sedangkanpeganut spiritualislne cenderungmengembangkan ilmu-ilmu keroharuan(sosiaI, humaniora, dan keagamaan). Halyang terbaik tentunya memadukan keduabidang ilmu tersebut.
Kelima, A-1etafisika yang berpijakpada segi kuantitas (elltah monisme, dualistne, ataupun pluralisme) akanmenjadikan visi ilmu pengetahuanberkenlbang menurut ramifikas i(percabangan) yang sangat kaya dan lJeraneka ragam (dualis dan pluralis),namun temp berpijak pada pola-polayang standar (monis).
13
DAITAR PUSTAKA
Ali Mudhofir, 1996, "Pengantar Filsafat",dalam Filsafat Illnll, disusun oleh:Tim Dosen Filsafat Ilmu UniversitasGadjah Mada, Libel1y,Yogyakarta.
Asikin Arif, 1991, ttPostmodernisme", dalamJuma1 Filsafat, VoI.1,Jakarta
Bahm, A.J., 1974, Metaphysics An Introduction, Harper & Row, New York.
Bakker, 1989, Metode-Metode Fi/safat,Ghalia, Jakal1a.
Bakker, A., 1992, 011tO/ogi: MetafisikaUnlunl, Kanisius, Yogyakarta.
Bakker, A., 1995, Kosnlologi, Kanisius,Yogyakarta.
Bambang Sugihalto, 1995, Postn1odem-isnle: Ta.ntangan bagi Filsafat,Gramedia, Jakarta.
Be11ens, K., 1981, Filsafat Ba.l~t Dalal11AbadX~ Jilid I,Gramedia, Jakarta.
Be11ens, K., 1989, Filsafat Darat DalalllAbad",\:x; Jilid II, Gramedia, Jakal1a.
Delfgaauw, B., 1988, BeknopteGeschiedenis del" Wijsbegeerte, AlihBahasa: Soejono Soema~ono SejarahKingkas fi1safat Baral, Tiara Wacana,Yogyakarta.
Ewing, A.C., 1962, Tile Filndalllenta1Questions of Pllilosophy, CollierBooks, New York.
Froe, A.de., 1984, Apakah Fi/safat itu0Alih Bahasa: Soejono Soemal~ono,
Nul" Cahaya, Yogyakarta.Hal"dono Hadi, 1989, A Whitehea.dian
Reflection on Human Person, Dissertation Information Service, UMI, NewYork.
Hamersma, H., 1983, Tokoll-tokoh Fi/safa!Daral Modem, Gramedia,Jakarta.
Harun-Hadiwijono., 1989, Sari SejarallFilsafat Barat 2, Cetakan ·kelima,Kanisius, Yogyakarta.
Jones, W.T., 1975, The Twentiel/l Centuryto Wittgenstein and Sartre, SecondEdition, Harcourt Brace JovanovichInc., New York.
Kennick, 1966, Metaphysics, PrenticeHall. Inc., Englewood Cliffs, NewJersey.
Lyotard, J.r., 1983, "Presentations" dalamAlan Montefiore (ed), PJl11osoplly in
JURNAL fILS-AFAT. JUU 1997
}11lJ1CC 1Oday,Cambridge UniversityPress, Cambridge.
LyotaI'd, Jr.., 1989,111e lbstnlodercn Condition." A Repol1 on Knowledge,Fourth Edition, Manchester University Press, Manchester.
Pranarka, AM.W., 1996, EpistenlologiPancasila, Makalah pada InternshipDosen-Dosen Filsafat Pancasila se Indonesia yang diselenggarakanPusatStudi Pancasila Universitas G&djahMada, Yogyakarta.
Ralph I.W., 1948, Tile Philosophy ofPlotinus, Third Edition,Longmans,Green and Co, London.
Rockmore, T., 1993, Before & After Hegel;A Historical 111hvdllction to Hegel'sTholrgilf, University of CaliforniaPress, California.
Runes, D., 1979, Dictiol1/iry of Pililosophy, Littlefield Adams & Co, Totowa,New Jersey.
Sontag, F., 1970, Prob/enls of Metaphysics, Chandler Publishing Company,Pennsylvania.
Spinoza, Benedict., 1966, "ConcerningGod", dalam Metapllysics, Edited by:W.E. Kennick and Moerris Lazerowitz, Prentice-Hall, Nevv Jersey.
Sullivan, J. E.,1970, Prop/lets Of TheWest;" An Introduction to the Pill1osophy of History, Holt, Rinehart andWinston Inc., New York.
White, A.R., 1987, Met/lods ofMetapl1ysics, Croom Helm Ltd,New York.
Whitehead, A.N., 1979,Process ofReality.Titus, Smith and Nolan, 1989, Living Is
sues in Philosophy, teljemahan: H.M.Rasyidi Persoalan-Persoa/al1 Fi/safat,Bulan BintAng, Jakal1a.
14