Download - Albert Bandura
Albert Bandura : Teori Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial Albert bandura menyoroti pertemuan yang kebetulan
(chance encounters) dan kejadian yang tak terduga (forfoitous events) dengan
serius meskipun tahu bahwa pertemuan dan peristiwa ini tidak serta merta
mengubah jalan hidup manusia. Yang lebih kuat dari peristiwa itu sendiri adalah
cara manusia itu dalam menghadapi peristiwa yang dihadapinya.
Teori ini berdiri di atas beberapa asumsi dasar yaitu:
1. Kerakteristik menakjubkan dari manusia adalah keplastisannya-yaitu
fleksibilitas untuk mempelajari beragam perilaku di beragam situasi.
2. Melalui model penyebab resiprok triadik yang terdiri atas perilaku,
lingkungan, dan faktor-faktor kepribadian, manusia mempunyai kapasitas
untuk mengatur hidup mereka.
3. Teori kognitif social menggunakan perspektif keagenan, artinya manusia
memiliki kemampuan untuk melatih pengontrollan atas alam dan kualitas
hidup mereka sendiri. Manusia adalah produsen sekaligus produk dari
system social.
4. Manusia mengatur hubungan mereka melalui faktor-faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal mencakup lingkungan fisik dan social, sedangkan
faktor internal mencakup pengamatan diri , penilaian diri dan reaksi diri.
5. Ketika manusia enemukan dirinya dalam situasi yang ambigu secara moral,
mereka selalu berupaya mengatur perilaku mereka melalui tindakan moral,
yang mencakup pendefinisian ulang perilaku, pengabaian dan pendistorsian
konsekuensi perilaku, pendehumanisasian atau menyalakan korban atas
perilaku mereka dan pengalihan atau pelemparan tanggung jawab atas
tinadakan-tindakan mereka.
BIOGRAFI ALBERT BANDURA
Bandura lahir 4 desember 1925 di Mudare, kota kecil di dataran rendah
sebelah utara Alberta, satu-satunya anak leki-laki sekaligus bungsu dari ke 5
kakak perempuannya. Ayahnya berdarah polandia sedangkan ibunya dari ukraina
kakak-kakaknya mendukungnya untuk menjadi pribadi yang mendiri dan percaya
diri.
PEMBELAJARAN
Salah satu asumsi yang paling mendasar dari teori kognitif social bandira
adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan
bersikap maupun berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari ini
semua adalah pengalaman-pengalaman yang tak terduga (vocarious
experiences). Meskipun manusia dapat dan sudah banyak belajar dari
pengalaman langsung namun lebih banyak yang mereka pelajari dari aktifitas
mempelajari perilaku orang lain.
1. Pembelajaran denga mengamati (observational learning)
Hal yang terpenting dalam teori kognitif social adalah manusia belajar
dengan mengamati perilaku orang lain. Dalam hal ini bandura tidak setuju
ddengan skinner, yang percaya bahwa perilaku yang dilakukan sendiri (enactive
behavior) adalah datum dasar ilmu psikologi . dia juga berbeda pendapat dengan
skinner karena bandura percaya penguatan buka esensi pembelajaran. Meski
penguatan memfasilitasi pembelajaran, katanya namun, dia bukan syarat
utamanya. Pembelajaran manuasi yang utama adalah dengan mengamati model-
model dan pengamatan inilah yang terus menerus diperkuat.
Bandura yakin bahwa pembelajaran dengan mengamati jauh lebih efisien
daripada pembelajaran dengan mengalami langsung. Dengan mengamati
manusia mempelajari respon mana yang diikuti dengan penghukuman atau
mana yang tidak mendapat penguatan.
Pemodelan
Belajar melalui pemodelan mencakup penambahan dan pencarian perilaku
yang diamati untuk kemudian dilakukan generalisasi dari satu pengaatan ke
pengamatan yang lain. Maksudnya pemodelan melibatkan proses-proses
kognitif, jadi tidak hanya meniru, lebih bari sekedar menyesuaikan diri
dengan tindakan orang lain karena sudah melibatkan perepresentasian
informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa
depan.
Faktor yang menentukan seorang akan belajar dari model adalah :
a. Karakteristik model sangat penting
b. Konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi
pengamatnya.
Proses-proses yang mengatur pembelajaran dengan mengamati
4 proses yang mengatur pembelajaran:
a. Perhatian : sebelum menjadikan orang lain sebagai model, kita harus
memperhatikan orang tersebut.
Faktor yang mengatur perhatian: (1) memiliki kesempatan unutk
mengamati individu yang padanya kita sering mengasosiasikan diri, (2)
model-model yang atraktif lebih banyak diamati dari pada yang tidak, (3)
hakikat perilaku yang mempengaruhi diri kita, artinya kita sering
mengamati perilaku yang dianggap penting atau bernilai bagi diri kita.
b. Representasi : agar pengamatan membawa kita pada pola-pola repon
yang baru, pola-pola tersebut harus direpresestasikan secara simbolis
kedalam memori. Represesntasi ini tidak harus verbal karena ada
pengamatan yang bias dilakukan dalam khayalan bahkan bias dihadirkan
kendati tanpa kehadiran fisik modelnya
c. Produksi perilaku : setelah member perhatian pada sebuah model dan
mempertahankan apa yang telah diamati kita akan menghasilkan
perilaku, untuk mengubah represesntasi ke tindakan yang tepat kita harus
menanyakan beberapa pertanyaan pada diri sendiri tentang perilaku yang
dijadikan model, yaitu yang pertama “bagaimana cara saya melakukan hal
tersebut?” setelah mempersepsikan secara simbolis respon-respon yang
relevan, lalu bertanya lagi ketika mencermati diri “sudah benarkah
tindakan saya ini?”
d. Motivasi : perhatian dan pempresesntasian memang dapat memimpin
kita pada ketepatan pembelajaran namun, performa harus difasilitasi oleh
motivasi agar mampu mewujudkan perilaku yang diinginkan. Meskipun
pengamatan terhadap orang lain dapat mengajarkan kita bagaimana
melakukan sesuatu, tapi mungkin kita tidak memiliki keinginan untuk
melakukan tindakan yang dibutuhkan.
2. Pembelajaran dengan bertindak (enactive learning)
Bandura yakin bahwa perilaku yang kompleks dapat dipelajari ketika
manusia memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
tersebut. 3 fungsi dari konsekuensi-konsekuensi sebuah respon yaitu:
a. konsekuensi-konsekuensi respon menginformasikan efek-efek tindakan
digunakan untuk penuntun tindakan di masa depan.
b. konsekuensi-konsekuensi respon memotivasi tidakan antisipatif; artinya, kita
sanggup mempresesntasikan secara simbolis keluaran-keluaran perilaku
dimasa depan dan bertindak berdasarkan hal itu.
c. Konsekuensi respon-respon memperkuat perilaku, bandura yakin bahwa
meskipun penguatan seringkali tidak disadari dan bekerja otomatis namun,
campur tangan kognitif dapat memengaruhi pola-pla perilaku yang
kompleks. Bandura yakin bahwa pembelajaran jauh lebih efesien ketika
pembelajar secara kognitif memahami perilaku mana yang dapat
menghasilkan respon-respon yang tepat.
Bandura percaya bahwa perilaku baru dapat dicapai melalui 2 jenis pembelajaran
utama yaitu pembelajaran dengan mengamati dan pembelajaran dengan
bertindak.
PENYEBAB RESIPROK TRIADIK
Secara umum, para teoritisi seperti Skinner, Gordon Allport, dan Hans
Eysenck yakin bahwa faktor-faktor kepribadian berinteraksi dengan kondisi
lingkungan untuk menghasilkan perilaku. Sementara bandura memiliki pemikiran
yang agak berbeda, teori kognitif sosial meyakini fungsi psikologis bekerja dalam
bentuk penyebab resiprok triadik. Sisten ini menyatakan bahwa tindakan
manusia adalah hasil interaksi dari 3 variabel-lingkungan, perilaku, dan pribadi.
Bandura mengkritisi para teoritisi yang melekatkan penyebab perilaku menusia
kepda daya-daya internal seperti insting, dorongan, kebutuhan, atau intensi
karena pada titik tertentu kognisi ditentukan dan dibentuk oleh perilaku dan
lingkungan. Penyebab resiprok triadik adalah fungsi psikologis manusia
merupakan produk interaksi perilaku, kepribadian, dan lingkungan. Ketiga faktor
yang resiprok ini tidak perlu dama kuat atau memiliki kontribusu setara.
Kerelatifan pengaruh lingkungan, perilaku dan kepribadian bagi suatu perilaku
kalau bagitu tergantung pada faktor triadik mana yang paling kuat dalam momen
tertentu.
Contoh Penyebab Resiprok Triadik
Permintaan irisan brownies yang kedua dari seorang anak kapada ayahnya,
dimata sanga ayah hanyalah sebuah peristiwa lingkungan disekitarnya.
Dalam teori bandura sanga ayah sanggup memikirkan konsekuensi dari
memberikan atau mengabaikan dari perilaku meminta dari sanga anak. Dia
berfikir jika “jika aku memberinya irisan kedua, dia mungkin akan berhenti
menangis untuk saat ini namun dimasa depan dia akan terus bersikukuh agar
saya menuruti permintaannya seperti saat ini. Karena itu, saya tidak akan
memberinya irisan brownies kedua.” Jadi sangan ayah dapat memberikan
efek baik kepada lingkungan dirinya (si anak) dan perilakunya sendiri
(menolak permintaan) perilaku si anak berikutnya (lingkungan sang ayah)
membentuk pembentukan kognisi dan perilaku ayah saat ini. Perubahan
dalam lingkungan juga mengijinkan ayah memunculkan perilaku yang
berbeda. Karena itu perilaku ayah selanjutnya sebagian ditentukan oleh
interaksi resiprok lingkungan (anak), kognisi (cara ayah berfikir), dan perilaku
(sikap ayah dan anak sebelumnya).
Pertemuan secara kebetulan dan kejadian yang tak terduga
Bandura mendefenisikan pertemuan kebetulan sebagai pertemuan yang
tidak diniatkan anatar pribadi-pribadi yang tidak saling kenal. Kehidupan
sehari-hari dipengaruhi besar atau kecil oleh manusia yang kebetulan
mereka temui dan oleh kejadian acak yang tidak bisa diprediksi. Pertemuan
kebetulan memengaruhi manusia hanya jika kita memasuki paradigma
penyebab kausal triadik di titik L (lingkungan) lalu menambahkan padanya
interaksi mutualistik antara pribadi dan perilaku dan lingkungan. Pertemuan
kebetulan memengaruhi manusia dengan cara yang sama seperti kejadian
yang terencana. Sekali saja peristiwa kebetulan muncul, manusia akan
menyikapi perkenalan baru ini berdasarkan sikap, sistem keyakinan dan
ketertarikan mereka disamping mempertimbangkan reaksi orang lain
terhadap mereka. Dengan kata lain meskipun pertemuan kebetulan dan
kejadian yang tak terduga kurang berpengaruh atau sama sekali tidak
berpengaruh bagi perilaku manusia namun “ orang lain memiliki efek-efek
yang abadi sehingga dapat memengaruhi kita untuk menempuh jalur hidup
yang baru.
KEAGENAN MANUSIA
Badura yakin bahwa manusia adalah makhluk yang sanggup mengatur
dirinya, proaktif, reflektif, dan dan mengorganisasikan diriselain memiliki juga
kekuatan untuk memengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan
konsekuensi yang diinginkan.
Ciri-ciri utama keagenan manusia
4 sifat inti keagenan manusia menurut Bandura :
1. Intensionalitas : mengacu pada tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
intensi tertentu. Intensionalitas tidak berarti semua rencana akan membawa
hasil. Manusia akan terus mengubah rencana ketika sadar konsekuansi dari
tindakan tersebut.
2. Kemampuan memprediksi saat menetapkan tujuan, mengantisipasi hasil
tindakan, dan memilih perilaku mana yanga dapat menghasilkan keluaran
yang diinginkan serta menghindari yang tak diinginkan.
3. Sanggup memberikan reaksi diri dalam proses motivasi dan regulasi
tindakan-tindakannya itu. Manusia tidak hanya membuat pilihan-pilihan tapi
juga memonitor kemajuan pemenuhannya.
4. Memiliki kemampuan refleksi diri. Manusia adalah penguji fungsi dirinya
sendiri, yang dapat memikirkan dan mengevaluasi sendiri motivasi, nilai,
makna, dan tujuan hidupnya, bahkan sanggup memikirkan ketepatan
pemikirannya sendiri. Mekanisme yang paling krusial adalah kepercayaan
diri, yaitu mereka sanggup melakukan tindakan-tindakan yang akan
menhasilkan efek yang diinginkan.
Kemampuan diri untuk memengaruhi hasil yang diharapkan (self-efficasy)
Menurut Bandura self efficacy adalah kemampuan diri untuk
memengaruhi hasil yang diharapkan.
Menurutnya keyakinan manusia terhadap self efficacy mereka akan
memengaruhi arah tindakan yang akan dipilih untuk diupayakan, seberapa
banyak uapaya yang akan ditanamkan pada aktivitas-aktifitas tersebut, seberapa
lama akan bertahan ditengah gempuran badai dan kegagalan, dan seberapa
besar keinginan mereka untuk bangkit kembali.
Apakah self efficacy itu?
Bandura mendefenisikan self efficacy sebagai “ keyakinan manusia terhadap
kemempuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap
fungsi diri mereka daan kejadian-kejadian di lingkungannya” banduru juga
mengatakan bahwa self efficacy adalah fondasi dari keagenan manusia.
“menusia yang percaya dapat melakukan sesuatu, memiliki potensi dapat
mengubah kejadian-kejadian di lingkungannya, lebih suka bertindak, dan
lebih dekat dengan kesuksesan dari pada yang rendah self efficacy-nya.
self efficacy bukan ekspektasi terhadap hasil-hasil tindakan kita. Bandura
membedakan antara akspektasi kemampuan memengaruhi hasil (efficacy
axpectation), yang mengacu pada keyakinan manusia bahwa mereka
memiliki kesanggupan untuk melakukan perilaku tertentu, dan ekspektasi
hasil (outcome expectation) mengacu pada prediksi terhadap konsekuensi
dari perilaku yang diinginkan. self efficacy juga harus dibedakan dari konsep
lain:
a. self efficacy tidak mengacu pada penilaian kemampuan motorik dasar
seperti berjalan, berjabat tangan atau memeluk
b. self efficacy tidak berarti kita dapat melakukan perilaku yang diinginkan
tanpa kecemasan, tekanan, atau rasa takut, tidak lebih dari sebuah
penilaian, akurat, atau keliru, tentang apakah kita dapat atau tidak menilai
tindakan yang dibutuhkan
c. penilaian self efficacy tidak sama dengan aspirasi
self efficacy beragam dari satu situasi ke situasi lain, tergantung pada :
a. kompetensi yang diminta bagi aktivitas yang berbeda
b. hadir tidaknya orang lain
c. tingkat persaingan diantara manusia lebih-lebih jika mereka bersaing sangat
ketat
d. predisposisi pribadi dalam menghadapi kegagalan
e. kondisi fisiologis yang menyerupai, khususnya ada tidaknya kecemasan,
kelelahan, apati, atau kesedihan
Tinggi rendahnya self efficacy berkombinasi dengan lingkungan yang
responsif dan tidak responsif untuk menghasilkan 4 variabel yang paling bisa
diprediksi, sbb:
a. jika self efficacy tinggi dan lingkungan responsif, hasil yang diperkirakan
adalah kesuksesan
b. jika self efficacy rendah dan lingkungan responsif, manusia dapat menjadi
depresi saat mengamati orang lain berhasil mengerjakan tugas-tugas yang
menurut mereka sulit
c. jika self efficacy bertemu dengan lingkungan yang tidak responsif manusia
biasanya akan berusaha keras mengubah lingkungan
d. jika self efficacy rendah berkombinasi dengan lingkungan yang tidak
responsif manusia akan merasakan apati, mudah menyerah da, merasa tidak
berdaya.
Apa yang membentuk self efficacy?
Self efficacy pribadi didapatkan, dikembangkan atau diturunkan melalu satu
atau dari kombinasidari 4 sumber barikut:
1. Pengalaman-pengalamn tentang penguasaan (mastery experiences), yaitu
performa-performa yang sudah dilakukan dimasa lalu.
2. Pemodelan sosial (social modeling)
3. Persuasi sosial (social persuasion)
4. Kondisi fisik dan emosi (physical and emotional states)
Tindak-perwakilan (proxy agency)
Bandura mencatat bahwa “tak seorang pun memiliki waktu, energi, dan
sumberdaya untuk menguasai setiap bidang hidup sehari-hari. Kesuksesan
fungsionalisasi mau tak mau harus mengandalkan juga tidak perwakilan
disejumlaj wilayah fungsionalisasi. Namun, perwakilan memiliki kelemahan,
apabila terlalu banyak mengandalkan kompetensi dan kekuatan orang lain,
manusia dapat melemahkan self efficacy pribadi dankolektif mereka.
Kemampuan untuk memengaruhi hasil yang diharapkan secara kolektif
(collective efficacy)
Bandura mendefenisikan hal ini sebagai “ keyakinan bersama manusia
terhadap kekuatan kolektif mereka untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.
Dengan kata lain, Kemampuan untuk memengaruhi hasil yang diharapkan secara
kolektif adalah keyakinan manusia bahwa kombinasi upaya mereka akan berhasil
melalui pencapaian kelompok.
2 teknik untuk mengukur Kemampuan untuk memengaruhi hasil yang
diharapkan secara kolektif:
1. Mengombinsaikan evaluasi individual anggota-anggotanya terhadap
kemampuan pribadi masiing-masing untuk melakukan tindakan yang
menguntungkan kelompok.
2. Mengukur keyakinan setiap pribadi terhadap kemampuan kelompok
untuk memunculkan hasil yang berbeda.
Bandura menyatakan bahwa perbedaan budaya akan memiliki tingkat
Kemampuan untuk memengaruhi hasil yang diharapkan secara kolektif yang
berbeda sehingga produktivitas kerja dengan sistem yang berbeda pub menjadi
berbeda pula
Pengaturan Diri
Ketika manusia memiliki tingkat self efficacy tinggi, yakin bahwa tindak
perwakilan bias diandalkan, dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
hasil yang diharapkan secaa kolektif (collective efficacy) yang solid, maka mereka
akan memiliki kemampuan tertentu untuk mengatur perilaku diri sendiri.
Bandura yakin manusia menggunakan strategi reaktif dan proaktif untuk
mengatur dirinya maksudnya mereka berupaya secara reaktif untuk mereduksi
pertentangan antara pencapaian dan tujuan, dan setelah berhasil
menghilangkannya, mereka secara proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih
tinggi.
Proses yang membentuk pengaturan diri yaitu pertama, keterbatasan
kemampuan manusia memanipulasi faktor-faktor eksternal, dan keterbatasan ini
mendukung paradigma interaksi yang respirok. Kedua, manusia sanggup
memonitor perilaku dan mengevaluasinya berdasarkan tujuan terdekat atau
terjauh.
Faktor-faktor Eksternal Pengaturan-Diri
1. Faktor eksternal menyediakan standar untuk mengevaluasi perilaku kita
sendiri. Standar tidak semata-mata berasal dari daya-daya internal.
Faktor-faktor lingkungan, yang berinteraksi dengan pengaruh pribadi,
turut membentuk standar individual bagi pengevaluasian.
2. Faktor-faktor eksternal memengaruhi pengaturan diri dengan
menyediakan cara-cara penguatan. Penghargaan intrinsik tidak selalu
cukup, kita juga memerlukan intensif-intensif dari luar.
Faktor-faktor Internal Pengaturan Diri
Bandura menemukan tiga persyaratan internal jika melatih pengaruh diri :
1. Observasi diri
Manusia sanggup memonitor penampilannya meskipun tidak
lengkap atau akurat. Kita memilih dengan selektif sejumlah aspek perilaku
dan mengabaikan aspek lainnya. Yang dipertahankan biasanya adalah
yang sesuai dengan konsep diri.
2. Proses penilaian
Proses penilaian membantu meregulasi perilaku melalui proses
mediasi kognitif. Kita sanggup bukan hanya sadar diri secara reflektif
namun, juga menilai berharga tidaknya tindakan-tindakan berdasarkan
tujuan yang ditentukan oleh diri sendiri. Lebih detailnya, proses penilaian
bergantung kepada empat hal ini : standar pribadi, performa-performa
acuan, nilai aktivitas dan penyempunaan performa.
3. Reaksi diri
Manusia merespon positif atau negatif perilaku mereka
tergantung kepada bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar
pribadinya. Dengan kata lain, manusia mengarahkan diri kepada intensif
bagi tindakannya melalui penguatan diri atau penghukuman diri.
Pengaturan Diri Melalui Tindakan Moral
Manusia juga dapat mengatur tindakan-tindakan mereka melalui standar-
standar moral mengenai sikap tertentu. Bandura melihat tindakan moral
mengandung dua aspek :
1. Tidak boleh melukai orang lain
2. Proaktif membantu orang lain
Pengaruh-pengaruh pengaturan diri tidak bersifat otomatis melainkan
baru bekerja hanya jika diaktifkan, sebuah konsep yang disebut sebagai Aktifitas
Selektif.
Dengan menjustifikasi moralitas tindakannya sendiri, manusia dapat
memisahkan atau melepaskan diri dari konsekuensi perilakunya, sebuah konsep
yang disebut bandura sebagai pemisahan kontrol internal.
Empat teknik utama aktivasi selektif dan pemisahan control internal
adalah :
1. Meredefinisi Perilaku
2. Megalihkan atau memindahkan tanggung jawab
3. Tidak mengindahkan atau mendistorsi konekuensi-konsekuensi perilaku
4. Mendehumanisasi atau mengkambing hitamkan korban atas luka-luka
yang diderita
Perilaku yang Disfungsional
1. Depresi
2. Fobia-Fobia
3. Agresi
Terapi
Bandura sudah menyarankan sejumlah pendekatan dasar terapi. Pertama
adalah pemodelan menyolok atau terang-terangan. Klien yang mengamati
model hidup atau difilmkan melakukan aktivitas-aktivitas yang baginya
menakutkan sering kali merasa tidak begitu takut dan cemas lagi sehingga
mereka akan sanggup melakukan aktivitas sama yang selama ini ditakuti.
Dalam pendekatan kedua, pemodelan tersamar atau kognitif, terapis
melatih pasien untuk memvisualisasikan model melakukan perilaku yang
menakutkannya.
Prosedur ketiga, disebut penguasaan tindakan, meminta pasien
melakukan sejumlah perilaku yang menghasilkan ketakutan yang menyimpang.
Kritik Terhadap Bandura
Manfaat dari teori Bandura, seperti teori lain, terletak pada kemampuan
membangkitkan riset, menawarkan diri untuk difalsifikasi, dan mampu
mengorganisasikan pengetahuan yang dibutuhkan. Selain itu, dia juga harus
sanggup membimbing para praktisi, secara internal konsisten dan lugas.