Download - 83067949 Contoh Laporan Ilmiah Tutorial 2
LAPORAN ILMIAH KELOMPOK TUTORIAL
SKENARIO 2 BLOK 2
OLEH KELOMPOK 3
FASILITATOR : drg. Hema Awalia
drg. Rani Purba
KETUA : M.Abdurrahman 04111004036
SEKRETARIS : Rizka Adianti Hutami 04111004032
ANGGOTA : 1. Devi Alviani 04111004027
2. Rivi Eka Permata 04111004028
3. Sischa Ramadhani 04111004029
4. Dimas Puja Permana 04111004030
5. Rozalia 04111004031
6. Marina Magdalena 04111004033
7. Anis Okti Suryani 04111004035
8. Muhammad Qisthy 04111004038
9. Sherly Septhimoranie 04111004039
10. Siti Adityanti 04111004040
11. Suci Puspitahati 04111004041
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2011
Skenario
TIU : Setelah mengikuti PBL, mahasiswa dapat memahami etika dan
komunikasi dokter pasien
JUDUL : Puskesmas
Ibu Warsinem datang ke puskesmas karena giginya sakit bila dipakai
mengunyah makanan. Jadwal pelayanan poli gigi puskesmas hanya
hari Senin, Selasa, dan Rabu, karena Ibu Warsinem datang hari
Jumat, maka perawat gigi hanya memberinya obat pereda rasa sakit
dan datang kembali hari Senin untuk bertemu dokter gigi. Pada hari
Senin, dokter gigi tersebut datang terlambat kurang lebih tiga jam.
Dokter gigi panik melihat pasien yang sudah menumpuk sehingga
terburu-buru dalam melakukan perawatan gigi Ibu Warsinem. Dokter
gigi tidak melakukan komiunikasi yang baik terhadap pasien dan
tidak menunjukkan rasa empati terhadap perasaan Ibu Warsinem. Ibu
Warsinem merasa menyesal telah menggunakan fasilitas pembiayaan
kesehatan gratis dari pemerintah daerah setempat melihat pelayanan
dokter gigi yang tidak empati tadi.
1. Klarifikasi Istilah
Puskesmas : tempat pelayanan kesehatan
masyarakat yang memiliki berfungsi
sebagai preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan promotif terhadap
masyarakat di suatu lingkungan
tertentu.
Poli gigi : bagian dari tempat pelayanan
kesehatan yang menangani
kesehatan gigi.
Perawat gigi : profesi yang bertugas membantu
pekerjaan dokter gigi dimana ia
tidak melakukan tindakan tanpa
persetujuan dokter gigi.
Obat pereda sakit : obat yang digunakan untuk
mengurangi sensasi rasa nyeri.
Komunikasi yang baik : proses pertukaran informasi dua
arah yang baik antara dokter gigi
dan pasien secara efektif dan efisien.
Rasa empati : dokter gigi ikut merasakan apa
yang dirasakan oleh pasien (peduli).
Fasilitas pembiayaan kesehatan gratis : program pemerintah yang
memfasilitasi kesehatan masyarakat
dalam bentuk pembebasan biaya
(pemerintah membayar ke
puskesmas).
2. Identifikasi Masalah
- Jadwal pelayanan poli gigi puskesmas hanya hari Senin, Selasa, dan Rabu.
- Karena dokter gigi terlambat, ia terburu-buru dalam perawatan gigi
sehingga tidak ada komunikasi yang baik dan empati.
- Ibu Warsinem menyesal menggunakan fasilitas pembiayaan kesehatan
gratis.
3. Analisis Masalah
- Apa visi dan misi, fungsi, asas, dan peranan, serta pelayanan puskesmas?
- Bagaimana manajemen puskesmas yang baik dalam pengaturan jadwal
pelayanan?
- Apa yang dimaksud dengan fasilitas pembiayaan kesehatan gratis dan
bagaimana pelayanannya?
- Bagaimana pembagian tugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien
antara dokter gigi dan perawat gigi?
- Bagaimana komunikasi yang baik antara dokter gigi dan pasien?
4. Hipotesis
- Jadwal pelayanan puskesmas pada poli gigi yang kurang efisien.
- Dokter gigi tidak disiplin dalam melakukan komunikasi yang baik (etika
profesi).
5. Learning Issues
1. Memahami visi dan misi, jenis pelayanan, fungsi, asas, dan peranan,
serta manajemen puskesmas.
2. Memahami tentang fasilitas pembiayaan kesehatan gratis dari
pemerintah daerah.
3. Memahami etika profesi dokter gigi terkait kedisiplinan dan
komunikasi dokter gigi-pasien yang baik.
4. Memahami pembagian tugas antara dokter gigi dan perawat gigi.
6. Belajar Mandiri
Visi dan Misi Puskesmas
Visi Puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat.
Misi Puskesmas
1. Menggerakkan pembangunan kecamatan yang berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungan.
Fungsi Puskesmas
Puskesmas di era desentralisasi mempunyai 3 fungsi,yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan memiliki
makna bahwa Puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator
terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta dilandasi
oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan pertama yang muaranya
adalah peningkatan kesehatan masyarakat.
Fungsi menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dapat
dinilai dari seberapa jauh institusi jajaran non-kesehatan, memperhatikan
kesehatan bagi institusi dan warganya.Oleh karna itu,keberhasilan fungsi
ini bisa diukur melalui indeks potensi tatanan sehat (IPTS). Ada 3 tatanan
yang bisa diukur yaitu :
Tatanan sekolah (SD,SMP,SMU/SMK,Madrasah,Universitas)
Tatanan tempat kerja (kantor,pabrik,industry rumah tangga,tempat
kerja di peternakan,tempat kerja diperkebunan/pertanian,dll).
Tatanan tempat umum (pasar,tempat ibadah,rumah makan,tempat
hiburan,dll)
Dengan demikian indikatornya adalah :
Berapa % sekolah yang dinyatakan berpotensi sehat.
Berapa % tempat kerja yang dinyatakan berpotensi sehat.
Berapa % tempat umum yang dinyatakan berpotensi sehat.
2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat
non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mampu mengindentifikasi masalah, merencanakan
dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral
Maupun LSM dan tokoh masyarakat.
Fungsi memberdayakan masyarakat dapat di ukur dengan beberapa
indikator, antara lain :
Tumbuh kembang UKBM (Upaya kesehatan berbasis
masyarakat),yang rincian indikator dan manajemen pembinaannya
telah dituliskan pada buku „ARIF, Pedoman Manajemen Peran
Serta Masyarakat‟, yang telah diterbitkan oleh Depkes.
Tumbuh dan berkembangnya LSM yang bergerak dibidang
kesehatan.
Tumbuh dan berfungsinya BPKM (Badan Peduli Kesehatan
Masyarakat) atau BPP (Badan penyantun Puskesmas).
Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitas yang bersifat
non instruktif guna meningkatkan kemampuan dan pengetahuan
keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
mengambil keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar,
tanpa atau dengan bantuan pihak lain.
Fungsi memberdayakan keluarga dapat diukur dengan makin
banyak banyaknya keluarga sehat diwilayah kerjanya. Khusus untuk
lokasi proyek KKG, indikator yang dipakai adalah indeks potensi
keluarga sehat (IPKS). Makin banyak keluarga yang berpotensi sehat,
berarti makin berhasil upaya pemberdayaan keluarga dipuskesmas
tersebut. Fungsi pemberdayaan keluarga merupakan fungsi puskesmas
yang paling berat di era desentralisasi yang menggunakan paradigma
sehat ini.
3. Memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang
bersifat „mutlak perlu‟, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
diselenggarakan Puskesmas bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan. Pada era Desentralisasi ini, program Puskesmas
dibedakan menjadi program kesehatan dasar dan program kesehatan
pengembangan .
Program Kesehatan Dasar adalah program minimal yang harus
dilaksanakan oleh tiap Puskesmas, yang dikemas dalam „basic six‟,
yaitu :
Promosi kesehatan (Promkes)
Kesehatan Lingkungan (Kesling)
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga
Berencana (KB)
Perbaikan Gizi
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Pengobatan
Indikator keberhasilan misi pelayanan kesehatan masyarakat adalah
IPMS (Indikator Potensi Masyarakat Sehat) terdiri dari cakupan dan kualitas
program tersebut diatas. IPMS minimal mencakup seluruh indikator cakupan
program pokok dan kualitas layanan kesehatan, yang antara lain sebagai berikut :
Selain 6 program kesehatan dasar diatas, tiap puskesmas
diperkenankan untuk mengembangkan program lain sesuai dengan situasi,
kondisi, masalah dan kemampuan puskesmas setempat. Program lain diluar 6
program kesehatan dasar tersebut diatas disebut sebagai Program Kesehatan
Pengembangan.
Atas dasar program kesehatan pengembangan ini , Puskesmas bisa
memiliki kekhususan sesuai dengan program yang dikembangkan. Beberapa
contoh Puskesmas dengan kekhususan tertentu anatara lain :
Puskesmas Perkotaan, melakukan paket pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan masyarakat perkotaan.
Puskesmas Daerah Wisata, melakukan paket pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan.
Puskesmas Daerah Industri, melakukan pengembangan program
kesehatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan di daerah industri.
Puskesmas Daerah Terpencil, mengembangkan paket pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan mayarakat yang tinggal di daerah
terpencil.
Asas Puskesmas
Ada empat asas yang harus diikuti oleh Puskesmas, yaitu:
1. Asas Pertanggungjawaban Wilayah
Puskesmas harus bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Artinya bila terjadi masalah kesehatan di wilayah kerjanya,
Puskesmaslah yang harus bertanggung jawab untuk mengatasinya. Sebagai
contoh, bila di suatu desa di wilayah kerjanya ada kasus demam berdarah,
Puskesmas harus segera melakukan tindakan agar tidak menyebar ke tempat lain.
Untuk dapat memantau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas harus proaktif ke
lapangan mengadakan pemantauan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan.
2. Asas Peran serta Masyarakat
Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas harus memandang
masyarakat sebagai subyek pembangunan kesehatan, sehingga puskesmas bukan
hanya bekerja untuk mereka tapi juga bekerja bersama masyarakat. Oleh karena
itu puskesmas harus bekerja sama dengan masyarakat mulai dari tahap identifikasi
masalah, menggali sumber daya setempat, merumuskan dan merencanakan
kegiatan penanggulangannya, melaksanakan program kesehatan tersebut dan
mengevaluasinya. Untuk itu perlu difasilitasi pembentukan wadah masyarakat
yang peduli kesehatan seperti Badan Peduli Keehatan Masyarakat (BPKM) dan
Badan Penyantun Puskesmas (BPP). BPKM/BPP bisa merupakan mitra kerja
yang kontruktif bagi puskesmas dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya.
Di samping berbagai elemen masyarakat juga diajak kerjasama, terutama
dalam menumbuhkembangkan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat)
yang sesuai dengan elemen masyarakat tersebut, misalnya:
Ibu-ibu anggota PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) atau organisasi
wanita lainnya untuk menumbuhkembangkan posyandu (pos pelayanan
terpadu) dan polindes (pondok bersalin desa)
Organisasi remaja untuk mengembangkan SBH (Saka Bakti Hudasa) di
lingkungan pramuka, Santri Husada dan posketren (pos kesehatan
pesantren) di lingkungan pondok pesantren.
Kelompok pekerja untuk menumbuhkembangkan Pos UKK (Upaya
Kesehatan Kerja)
Kelompok lanjut usia (lansia) untuk menumbuhkembangkan posbindu
lansia (pos pembinaan terpadu lansia), dsb.
3. Asas Keterpaduan
Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya harus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, bermitra
dengan BPKM/BPP dan organisasi masyarakat lainnya juga berkoordinasi dengan
lintas sektor, agar terjadi perpaduan kegiatan di lapangan, sehingga lebih berhasil
guna dan berdaya guna. Salah satu cara memadukan berbagai keiatan adalah
dengan memfokuskan bernagai kegiatan untuk menyehatkan masyarakat. Dari
masalah kesehatan setempat akan diketahui intervensi apa saja yang perlu dan
program apa yang lebih dulu masuk dan program apa yang belakangan
dilaksanakan.
4. Asas Rujukan
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang
bila tidak mampu mengatasi masalah karena berbagai keterbatasan, bisa
melakukan rujukan baik secara vertikal ke tingkat yang lebih tinggi, atau secara
maupun horizontal ke puskesmas lainnya. Sebaliknya puskesmas juga bisa
menerima rujukan dari kasus secara vertikal dari tingkat yang lebih tinggi
(misalnya rumah sakit) terhadap kasus yang sudah ditangani dan perlu
pemeriksaan berkala yang sederhana dan dapat dilakukan di Puskesmas.
Peranan Puskesmas
Peranan puskesmas dalam sistem kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebagai
berikut :
Aspek Fungsional
1. Di bidang pelayanan kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan unit
pelaksana kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dibina Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2. Di bidang pelayanan medik, puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan
medik dasar tingkat pertama yang secara teknis dapat berkoordinasi dan
bekerjasama dengan RSUD Kabupaten/Kota.
3. Dalam sistem kesehatan nasional, puskesmas berperan sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang merupakan ujung tombak sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia.
Aspek Organisasi
Puskesmas merupakan organisasi struktural dan berperan sebagai unit
pelaksana teknis Dinas dipimpin oleh seorang kepala, yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan secara
operasional dikoordinasikan oleh camat.
Rumusan organisasi puskesmas sebagai UPTD dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat dijelasan sebagai berikut :
Pukesmas mempunyai tugas teknis operasional, yaitu tugas untuk
melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan
masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai tugas untuk menetapkan
struktur organisasi puskesmas dengan pertimbangan beban kerja dan potensi
sumber daya yang tersedia di puskesmas.
Pola organisasi Puskesmas adalah sebagai berikut:
Kepala
Wakil Kepala
Unit Tata Usaha
Unit Fungsional
Puskesmas
Indralaya
Kriteria kepala puskesmas adalah dokter, dokter gigi, atau sarjana kesehatan
dengan latar belakang pendidikan kesehatan masyarakat dengan status pegawai
negeri sipil. Kriteria wakil kepala pusesmas adalah sarjana kesehatan dengan latar
belakang pendidikan kesehatan masyarakat.
Satuan organisasi dalam unit fungsional dapat memilih alternatif
pengelompokan sebagai berikut:
Pengelompkan menurut jenis pelayanan, terdiri dari unit Yamkesmas dan
Unit Yanmedik dasar.
Pengelompokan menurut fungsi puskesmas, terdiri dari unit pembangunan
berwawasan kesehatan, Unit pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta
unit pelayanan kesehatan.
Pengelompokan berdasarkan program dasar dan pengembangan, terdiri dari
Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, KB/KIA, Gizi, P2M,
Pengobatan dan Program Pengembangan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk meningkatkan jangkauan
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya puskesmas perlu didukung oleh unit-unit
fungsional di bawahnya (puskesmas keliling, puskesmas kelurahan, puskesmas
pembantu, dll).
Jenis Pelayanan Kesehatan
Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama diwilayah kerjanya,
puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan
merata. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan
dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat strategis
dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat umum.
Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif, dengan pendekatan kelompok masyarakat, serta
sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat
tinggal diwilayah kerja puskesmas. Idealnya pelayanan kesehatan
masyarakat meliputi seluruh program kesehatan yang bersifat promotif
preventif, baik sasaran bayi,anak, remaja, ibu hamil, ibumenyusui, bapak,
maupun yang sudah lanjut usia. Lokasinyapun menyeluruh, ada yang
ditingkat rumah tangga, tempat kerja (pabrik, industri, kerajinan rumah
tangga, sawah, peternakan, perikanan), tempat-tempat umum (rumah
makan, rumah ibadah, pasar, mall, kuburan), maupun tatanan sekolah
(SD,SLTP, SMU, PT atau institusi pendidikan lainnya).
2. Pelayanan Medik Dasar yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya
melalui upaya rawat jalan dan rujukan. Pengobatan merupakan wujud dari
pelayanan medik dasar di Puskesmas, bentuknya bisa berupa: pengobatan
umum, pengobatan gigi, rehabilitasi medik, dsb. Kegiatan pelayanan
medik dasar bisa juga dilaksanakan melalui Puskesmas Pembantu dan
Keliling.
Cara meningkatkan pelayanan medik dasar di Puskesmas:
Pengembangan program jaga mutu baik melalui profesionalisme
provider maupun kepuasan pasien.
Pengembangan jam buka yang sesuai kebutuhan masyarakat,
misalnya sore hari.
Pengembangan Puskesmas sebagai rumah bersalin.
Manajemen Puskesmas
Model-model Manajemen:
1. Model PIE (Planning, Implementation, & Evaluation)
2. Model POAC (Planning, Organizing, Actuating, & Controling)
3. Model P1-P2-P3 (Perencanaan-Penggerakan, Pelaksanaan-Pengawasan,
Pengendalian-Penilaian)
4. Model ARRIF (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi, dan Forum)
Model ini digunakan oleh jajaran Depkes, khususnya yang bergerak di
bidang partisipasi masyarakat.
5. Model ARRIME (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi,
Monitoring, dan Evaluasi) Ini sebenarnya sama dengan model ARRIF,
hanya dengan fungsi Monitoring dan Evaluasi secara tegas dipisah, karena
aspek yang dikelola meliputi 3 fungsi monitoring dan evaluasi harus di
pisah.
Penerapan Manajemen ARRIME di Puskesmas
1. A: Analisis
Indikator kecamatan sehat dapat dicapai melalui pencapaian 4 indikator
fungsi puskesmas yaitu:
IPTS: Indeks Potensi Tatanan Sehat, untuk melihat keberhasilan
fungsi penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
UKBM: Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat, meliputi
jumlah dan stratanya , untuk melihat keberhasilan fungsi
pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan.
IPKS: Indeks Potensi Keluarga Sehat, untuk melihat keberhasilan
fungsi pemberdayaan keluarga dibidang kesehatan.
IPMS: Indikator Potensi Masyarakat Sehat yang meliputi
cakupan program kesehatan dasar dan program kesehatan
pengembangan serta kualitas layanan kesehatan. Indikator ini
untuk menggambarkan keberhasilan fungsi pelayanan kesehatan.
2. R: Rumusan
Rumusan mengandung 3 macam:
Rumusan Masalah, yang merumuskan besarnya masalah yang
harus diatasi.
Rumusan Tujuan, yang merumuskan tujuan yang hendak dicapai
pada tahun ini, yang merupakan upaya penanggulangan dari
sebagian masalah.
Rumusan Intervensi, yang merupakan bentuk intervensi yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
3. R: Rencana
Ada 2 macam rencana ditingkat Puskesmas ini yaitu:
Rencana Usulan Kegiatan (RUK), yang disusun untuk mengajukan
anggaran.
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK), yang disusun sebagai „Plan
of Action‟(POA) Puskesmas yang bersangkutan pada tahun itu.
4. I: Implementasi
Implementasi kegiatan dilakukan sesuai dengan RPK yang telah disusun.
Pada tahap ini, akan banyak sekali kiat yang harus ditempuh tiap petugas
Puskesmas, sebab dengan kegiatan yang sama, tetapi model
implementasinya mungkin saja berbeda antara satu Puskesmas dengan
Puskesmas lainnya.
5. M: Monitoring
Berdasarkan kelompok indikator dengan misi Puskesmas, maka untuk
pemantauan bisa dilakukan melalui 2 jenis monitoring, yaitu:
Monitoring bulanan: dilakukan terhadap IPMS (Indikator Potensi
Masyarakat Sehat), melalui PWS (Pemantauan Wilayah Setempat)
program pokok Puskesmas khususnya KIA, imunisasi dan
perbaikan gizi. Hasil PWS dibahas pada monitoring bulanan ini,
untuk ditindaklanjuti, desa mana yang harus du fasilitasi agar dapat
mengejar ketinggalannya dalam mencapai program Puskesmas.
Monitoring Semesteran: dilakukan terhadap IPTS (Indikator
Potensi Tatanan Sehat) dan IPKS (Indeks Potensi Keluarga Sehat),
melalui pembahasan hasil MEM (Monitoring dan Evaluasi
Manfaat) yang dilakukan disetiap semester.
6. E: Evaluasi
Pada akhir tahun dilakukan evaluasi secara menyeluruh, baik terhadap
IPTS, IPKS dan IPMS. Evaluasi menyeluruh ini merupakan hasil kerja
Puskesmas dengan segenap mitra nya (Lintas sektor, LSM, BPP, dan
pihak terkait lainnya), yang bila dapat diurai selanjutnya sebagai berikut:
IPTS, terutama menunjukkan tingkat keberhasilan misi
menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan yang juga
menunjukkan terutama keterlibatan lintas sektor dan pemerintah
daerah setempat selaku „pemegang kekuasaan‟.
UKBM, terutama menunjukkan tingkat keberhasilan misi
pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan.
IPKS, terutama menunjukkan tingkat keberhasilan misi
„pemberdayaan keluarga‟.
IPMS, terutama menunjukkan tingkat keberhasilan misi
„pelayanan kesehatan memadai dan sesuai „demand‟ masyarakat‟,
yang juga menunjukkan terutama keberhasilan petugas Puskesmas,
termasuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Bidan di
desa.
Fasilitas Pembiayaan Kesehatan Gratis
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang
peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam
rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu
negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable
access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh
karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan
fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin
terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi
(efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health
care financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat
memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara
rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan
kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat
miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses
yang universal.
Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan
mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan
kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat mahal baik pada negara
maju maupun pada negara berkembang. Penggunaan yang berlebihan dari
pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi adalah salah satu penyebab
utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan pelayanan kesehatan
dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan lemahnya kemampuan
dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor
management of resources and services)
Kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Keadaan ini
terjadi terutama pada keadaan dimana pembiayaannya harus ditanggung sendiri
("out of pocket") dalam sistim pembayaran pelayanan kesehatan tunai ("fee for
service"). Kenaikan biaya kesehatan terjadi akibat penerapan teknologi canggih,
karakter "supply induced demand" dalam pelayanan kesehatan, pola pembayaran
tunai langsung kepemberi pelayanan kesehatan, pola penyakit kronik dan
degeneratif, sertainflasi. Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan itu semakin sulit
diatasi oleh kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat.
Peningkatan biaya itu mengancam akses dan mutu pelayanan kesehatan
dan karenanya harus dicari solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan
ini. Solusi masalah pembiayaan kesehatan mengarah pada peningkatan pendanaan
kesehatan agar mencukupi untuk mendukung pembangunan kesehatan sebagai
investasi sumber daya manusia, dengan pendanaan pemerintah yang terarah untuk
kegiatan public health seperti pemberantasan penyakit menular dan penyehatan
lingkungan, promosi kesehatan serta biaya pemeliharaan kesehatan penduduk
miskin. Sedangkan pendanaan masyarakat harus diefisiensikan dengan pendanaan
gotong-royong untuk berbagi risiko gangguan kesehatan, dalam bentuk jaminan
kesehatan sebagaimana Undang-Undang No 40 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dimana Jaminan Kesehatan merupakan program prioritas yang akan
dikembangkan untuk mencapai kepesertaan Semesta. Arah pencapaian
kepesertaan semesta Jaminan Kesehatan pada akhir 2014 telah ditetapkan
menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
Pokok utama dalam pembiayaan kesehatan adalah:
a. Mengupayakan kecukupan/adekuasi dan kesinambungan pembiayaan
kesehatan padatingkat pusat dan daerah. (UU No 36 tahun 2009 ttg kesehatan
mengatur besarananggaran kesehatan pusat adalah 5% dari APBN di luar gaji,
sedangkan APBDPropinsi dan Kab/Kota 10% di luar gaji, dengan
peruntukannya 2/3 untuk pelayanan publik.
b. Mengupayakan pengurangan pembiayaan OOP dan meniadakan hambatan
pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok
miskin dan rentanmelalui pengembangan jaminan
c. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan.
Pengembangan jaminan kesehatan dilakukan dengan beberapa skema sebagai
berikut:
1. Pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin
(Jamkesmas) yang dalam jangka panjang terintegrasi sebagai jaminan
kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) dalam SJSN
2. Pengembangan Jaminan Kesehatan (JK) non PBI sebagai bagian dari
Sistem JaminanSosial Nasional (SJSN)
3. Pengembangan jaminan kesehatan berbasis sukarela:
a. Asuransi kesehatan komersial
b. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sukarela
4. Pengembangan jaminan kesehatan sektor informal:
a. Jaminan kesehatan mikro/microfinancing (dana sehat)
b. Dana sosial masyarakat
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dikembangkan oleh
pemerintah salah satunya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis
masyarakat miskin untuk berobat ke Puskesmas. Sesuai dengan peran pemerintah
daerah pada era otonomi, pemerintah daerah dapat menggunakan anggaran
kesehatan daerah untuk memperluas cakupan pelayanan kesehatan, terutama bagi
penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan yang ditetapkan (transient
poverty). Sehinga kebijakan nasional dan daerah dapat saling melengkapi.
Mekanisme penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi
pengaturan kepesertaan, iuran, santunan/ manfaat, dan investasi. Perluasan
cakupan kepesertaan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi ekonomi
negara dan masyarakat, serta kemudahan dalam rekruitmen dan pengumpulannya
secara rutin. Besarnya iuran/ premi dihitung berdasarkan analisis aktuaria yang
disesuaikan dengan programmanfaat yang akan diberikan, struktur dan trend
demografi serta resiko yang dihadapi, ditetapkan dalam prosentase tertentu
terhadap upah dengan mempertimbangkan kemampuan/ pendapatan penduduk.
Iuran/ premi ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerjanya.
Pelayanan santunan dan klaim disesuaikan dengan besarnya iuran dan
jenis program yang diikuti. Manfaat yang diberikan harus cukup berarti sehingga
mendorong kepesertaan yang lebih besar dari waktu ke waktu.
Dana iuran/ premi/ kontribusi peserta yang terkumpul perlu dikelola dan
diawasi oleh suatu Dewan Wali Amanah (Board of Trustee) dan hanya digunakan
untuk kepentingan pesertanya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Sebagian dana yang terkumpul perlu diinvestasikan dan dikembangkan
seaman mungkin. Karena prinsip “non-for-profit”, maka hasil investasi tersebut
akan dikembalikan dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Untuk dapat menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraannya,
diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Manajemen serta kemampuan
Sumber Daya Manusia yang handal. Dalam pengelolaannya, perlu menerapkan
“good corporate governance” (transparency, objectivity, accountibility, dan
responsibility).
Sedangkan, untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak
awal Agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu telah berupaya
untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini
diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes
(Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan
PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi
masyarakat miskin.
Program ini telah berjalan memasuki tahun ke empat dan telah banyak
hasil yang dicapai terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari
pemanfaatan program ini dari tahun ke tahun oleh masyarakat miskin dan
pemerintah telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun
pendanaannya. Atas dasar pertimbangan untuk pengendalian biaya pelayanan
kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas dilakukan perubahan
pengelolaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat miskin pada tahun 2008.
Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar
dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan
Masyarakat di RS, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit,
pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan
Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen
kepesertaan.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap
masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin,
program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran.
JAMKESMAS
A. Definisi
Merupakan program pemerintah untuk membentuk pelayanan kesehatan
gratis bagi masyarakat.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang
mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di
rumah sakit
2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan
aktuabel.
C. Program
1. Merupakan bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin diseluruh Indonesia.
2. Program JAMKESMAS merupakan kebijakan yang sangat tepat
guna meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin terhadap
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
3. Pelayanan kesehatan yang komprehensif, promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif
4. Berjenjang rawat jalan, rawat inap di puskesmas, rawat jalan
spesifik, dan rawat inap di rumah sakit
D. Sasaran dan Prinsip
1. Sasaran : seluruh masyarakat sangat miskin,miskin,dan mendekati
miskin
2. Prinsip :
a. Nasional : gotong royong dan subsidi silang
b. Portabilitas pelayanan kesehatan lintas batas dan
wilayah
c. Ekuitas kesetaraan mendapatkan pelayanan
kesehatan
d. Nirlaba dana semata mata untuk pelayanan
kesehatan
E. Kekurangan :
Pendataan sasaran miskin belum tuntas
Peran atau fungsi ganda dari penyelenggara,baik sebagai pengelola
maupun pembayar
Verifikasi tidak berjalan cukup optimal, paket pelayanan belum
diimbangi kebutuhan dana yang memadai
Penyelenggara tidak menanggung resiko.
Dokter dan Dokter Gigi
Pengertian dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam UUPraktik
Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang–undangan.
Perawat Gigi
Perawat Gigi adalah salah satu unsur pemberi pelayanan kesehatan gigi di institusi
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan sarana kesehatan
lainnya yang secara nyata telah membaktikan dirinya di Indonesia sejak tahun
1953 yaitu pada kelulusan pertama Sekolah Pengatur Rawa Gigi (SPRG).
Standar Kompetensi Dokter Gigi
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Gigi Konsil Kedokteran Indonesia,
kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter gigi adalah antara lain :
• Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi secara efektif dan
bertanggung jawab baik secara lisan maupun tertulis dengan pasien,
keluarga atau pendamping pasien serta masyarakat, teman sejawat dan
profesi kesehatan lain yang terkait.
• Mengelola dan menghargai pasien dengan keanekaragaman sosial,
ekonomi, budaya, agama dan ras melalui kerjasama dengan pasien dan
berbagai pihak terkait untuk menunjang pelayanan kesehatan gigi dan
mulut yang bermutu.
• Melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kode etik
• Mengendalikan rasa sakit dan kecemasan pasien disertai sikap empati
• Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi klinik sebagai dasar untuk
melakukan pelayanan klinis kesehatan gigi dan mulut yang efektif dan
efisien
• Mengelola informasi kesehatan secara ilmiah, efektif, sistematis dan
komprehensif
• Melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik
dengan mencatat informasi klinis, laboratoris, radiologis, psikologis dan
sosial guna mengevaluasi kondisi medik pasien
• Mengenal dan mengelola perilaku pasien secara professional
• Menegakkan diagnosis dan menetapkan prognosis penyakit/kelainan gigi
dan mulut melalui interpretasi, analisis dan sintesis hasil pemeriksaan
pasien
• Mengembangkan, mempresentasikan dan mendiskusikan rencana
perawatan yang didasarkan pada kondisi, kepentingan dan kemampuan
pasien
• Bekerja dalam tim secara efektif dan efisien untuk mencapai kesehatan
gigi dan mulut yang prima
• Menata Manajemen praktik serta tatalaksana lingkungan kerja praktik
kedokteran gigi
Standar Kompetensi Perawat Gigi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1392/Menkes/SK/XII/2001 BAB IV tentang Pekerjaan Perawat Gigi adalah antara
lain :
Pasal 12
(1) Perawat gigi dalam menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi harus sesuai
dengan:
a. pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut;
b. melaksanakan tindakan medik terbatas dalam bidang kedokteran gigi
sesuai permintaan tertulis dari dokter gigi.
(2) Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) butir a dan b dilaksanakan sesuai standar profesi.
(3) Pelayanan asuhan kesehatan gigi yang dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
pada sarana pelayanan kesehatan gigi dalam upaya promotif dan preventif.
Pasal 13
Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud dalamPasal 12
ayat (1) butir a, meliputi:
a. upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut;
b. upaya pencegahan penyakit gigi;
c. tindakan penyembuhan penyakit gigi;
d. pelayanan higiene kesehatan gigi.
Pasal 14
Kegiatan upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 butir a, meliputi:
a. penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada individu, kelompok dan
masyarakat;
b. pelatihan kader;
c. pembuatan dan penggunaan alat peraga penyuluhan.
Pasal 15
Kegiatan upaya pencegahan penyakit gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
butir b, meliputi:
a. pemeriksaan plak;
b. teknik sikat gigi yang baik;
c. skaling supra gingival;
d. pencegahan karies gigi dengan fluor dengan teknik kumur-kumur, dan
pengolesan fluor pada gigi;
e. pengisian pit dan fissure gigi dengan bahan fissure sealant;
f. pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien umum rawat inap.
Pasal 16
Kegiatan tindakan penyembuhan penyakit gigi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 butir c, meliputi:
a. pengobatan darurat sesuai dengan standar pelayanan;
b. pencabutan gigi sulung dengan atau tanpa topikal anestesi;
c. penambalan gigi sulung dan gigi tetap satu bidang dengan glass ionomer
dan bahan amalgam;
d. perawatan pasca tindakan.
Pasal 17
Kegiatan pelayanan higiene kesehatan gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
butir d, meliputi:
a. higiene petugas kesehatan gigi dan mulut;
b. sterilisasi alat-alat kesehatan gigi;
c. pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi;
d. lingkungan kerja.
Pasal 18
(1) Perawat gigi dalam melakukan tindakan medik terbatas di bidangkedokteran
gigi sesuai permintaan tertulis dari dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1) butir b harus didasarkan pada kemampuan pendidikan dan standar
profesi.
(2) Perawat gigi dapat menolak permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1) butir b apabila bertentangan dengan standar profesinya.
Pasal 19
(1) Perawat gigi dalam melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi.
(2) Perawat gigi dalam menjalankan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
berkewajiban melaksanakan program pemerintah dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Pasal 20
Dalam menjalankan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut perawat gigi
berkewajiban meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai bidang tugasnya, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
organisasi profesi.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut penyelenggaraan pelayanan asuhan kesehatan oleh perawat
gigi ditetapkan dalam keputusan tersendiri.
Tugas Dokter Gigi Di Puskesmas
• Tugas pokok :
Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pencegahan penyakit gigi
dan mulut dalam wilayah kerja puskesmas
• Kegiatan pokok :
– Memberi pelayanan pencegahan dan pengobatan kelainan pada
gigi dan mulut
– Merujuk kasus kelainan gigi dan mulut yang tidak dapat diatasi
setempat kepada rumah sakit yang berkompeten
– Melakukan penyuluhan kesehatan gigi pada ibu hamil dan
mengobatinya bila perlu
– Mencatat semua kegiatan yang dilakukan, untuk dilaporkan kepada
atasannya tiap akhir bulan.
Tugas Perawat Gigi Di Puskesmas
• Tugas Pokok : Membantu melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut
• Kegiatan pokok :
– Menyiapkan, membersihkan semua kebutuhan kamar periksa
dokter gigi serta mensterilkan alat kedokteran gigi
– Mensterilkan alat-alat kedokteran gigi segera setelah dipakai untuk
dipakai penderita berikutnya
– Melakukan anamnesa dan mencatat dalam kartu pasien,
menyimpan kartu pasien, agar dapat dicari kembali dengan mudah
– Mencatat pada buku register gigi dan membantu laporan kegiatan
kepada atasannya
– Bersama Dokter Gigi mengunjungi sekolah-sekolah untuk
melakukan pemeriksaan gigi siswa, setiap sekolah dapat giliran 6
bulan sekali dan member penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
kepada siswa sekolah tersebut. Bila ada yang perlu diobati dirujuk
ke Puskesmas.
– Mencatat semua kegiatan, yang dilakukan untuk dilaporkan kepada
atasannya tiap akhir bulan.
Komunikasi Efektif
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu
alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang
apapun. Komunikasi berbicara tentang cara menyampaikan dan menerima pikiran-
pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik
tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan.
Secara umum, definisi komunikasi adalah “Sebuah proses penyampaian pikiran-
pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai
pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt &
Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di
tempat praktik diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun
dokter bersama pasien pada setiap langkah penyelesaian masalah pasien.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003).
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan
oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa
mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,
tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan
komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat
dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya
dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh
pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman
ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat
dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan
dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan
masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit
waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin
sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif
antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter
dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien.
Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang
dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System
(ECCS) Levels).
Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Komunikasi Efektif Dokter-Pasien 9
Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien
• Mengacuhkan pendapat pasien
• Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti
“Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi
saja sekarang.”
Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu
• “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan,
menyiapkan alat, dan lain-lain
Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit
• Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja”
• Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?
Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien
• “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?”
Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien
• “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda
untuk menyempatkan berolah raga”
Level 5: Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and
experience)
dengan pasien.
• “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa
pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan
berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir”
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap
sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.
Tujuan dan manfaat
Tujuan
Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokter
adalah:
(1) Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).
(2) Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk
kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.
(3) Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan
pasien.
(4) Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang
penyakit/masalah yang dihadapinya.
(5) Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau
hal-hal yang telah disetujui pasien.
Manfaat
Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di
antaranya:
(1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter
atau institusi pelayanan medis.
(2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar
hubungan dokter-pasien yang baik.
(3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
(4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal
dalam menghadapi penyakitnya.
Sikap Profesional Dokter
Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan
tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya
sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,
pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-
self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja
sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses
komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa
nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional
ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses
konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi.
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:
o Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.
o Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
o Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak
lelah).
o Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lainlain).
o Menilai suasana hati lawan bicara
o Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh)
pasien
o Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
o Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang
tidak perlu.
o Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
o Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
o Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
o Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
o Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
6. Sintesis
Dokter gigi melanggar etika profesi berkaiatan dengan komunikasi
yang baik antara dokter gigi dan pasiensehingga tidak empati terhadap
Ibu Warsinem.
Referensi
Buku ARRIME , Pedoman Manajemen Puskesmas, Proyek Kesehatan Keluarga
dan Gizi, Departemen Kesehatan , JAKARTA, 2002.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1392/Menkes/SK/XII/2001 BAB IV tentang Pekerjaan Perawat Gigi.
Kepmenkes no 378 th 2007 Standar Profesi Perawat Gigi.
Manual Rekam Medis Konsil Kedokteran Indonesia.
www.ppjk.depkes.go.id