Download - 7. BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat
mengancam jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya
cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di
sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal
jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003)
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam
rongga pleural, antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. Klasifikasi
1. Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme
terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF),
penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang
meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan
hydrothorax, penyebabnya:
a. Payah jantung
b. Penyakiy ginjal (SN)
c. Penyakit hati (SH)
d. Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri
yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal
pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran
limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a. Berat jenis > 1.015 %
b. Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum
normal
e. Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
a. Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit
metastatic ke paru atau permukaan pleura.
b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus
C. Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Penyebab lain dari efusi pleura
adalah :
a. Gagal jantung
b. Kadar protein yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang
baik.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili
disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap.
Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan
osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu
oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening
yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura
tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya
serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura
bias mengandung leukosit antara 500–2000. Mula-mula yang dominan
adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi
sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi
bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi
pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama
pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat, pergerakan dada
asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.
Selain hal-hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura
yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan
berat badan menurun.
Pathway
E. Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan,setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderitaakan sesak napas
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeridada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
mpenumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karenacairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung(garis Ellis Damoiseu)
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
F. Komplikasi
1. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
4. Laserasi pleura viseralis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral
decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak
paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi
pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah
didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis
hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal
yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia
bakteri, infeksi virus, dan keganasan
H. Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi
ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi
restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah
cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum
penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin
sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu
pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan
aspirasi :
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai
pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura
parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran
cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat
menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan
negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur
mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat
menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya
gangguan pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang
dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan
elektrolit dalam tubuh
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura
yang lebih banyak
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini
dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan
pembentukan cairan karena malignancy adalah karena erosi pembuluh
darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat
lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan
hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari
terjadinya cairan pleura.
4. Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang
berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
5. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula
dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi
untuk melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga plera.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Kerugian :
a. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
dalam cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks.
6. Radiasi
7. Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh
karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa
publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor
mediastinum.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien,
2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
i. Pola eliminasi
1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi : Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
Palpasi : Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
Perkusi : Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga
pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri
selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi : Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate)
dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictuscordis.
Perkusi : Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.
Auskultasi :Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
4) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi :Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus
dimana nilai normalnya 5-35kali per menit.
Perkusi : Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut
untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba.
Perkusi : Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat
atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen
atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer
serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan
palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi
perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang,
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas
b. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses
inflamasi
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NOC NIC
1 Bersihan Jalan Nafas tidak
Efektif berhubungan
dengan adanya akumulasi
sekret jalan napas
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga tentang
suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
2. Pola Nafas tidak efektif b.d
penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan)
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan
membran alveolar kapiler
NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan
bebas dari tanda tanda distress
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
4. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan penurunan
keinginan makan sekunder
akibat dyspnea
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
5. Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
informasi yang tidak
adekuat mengenai proses
penyakit dan pengobatan
NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
NIC :
Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
kesehatan lainnya yang tepat.
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat