Download - 482-543-1-PB
-
7/29/2019 482-543-1-PB
1/4
Penyegar Ilmu Kedokteran
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Diagnosis dan PenatalaksanaanUndescended Testis
Firdaoessaleh
Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusomo, Jakarta
Abstrak:Undescended testis (UDT) atau cryptorchidism adalah kelainan kongenital tersering
yang ditemukan pada anak laki-laki. Predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, beratbayi lahir rendah, kecil masa kehamilan, kehamilan kembar dan penggunakan estrogen pada
trimester pertama. UDT dapat turun spontan ke testis dan yang tidak turun memerlukan bantuan
tindakan medis. Kegagalan menurunkan testis dapat berakibat infertilitas dan keganasan sel
germinal. Penatalaksanaan UDT menggunakan hormon hCG dan bila gagal dilanjutkan dengan
pembedahan. Tindakan pembedahan meliputi mobilisasi testis dan pembuluh darah, ligasi
kantong hernia dan fiksasi kuat testis pada skrotum. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah posisi testis tidak sempurna.
Kata kunci: undenscended testis, infertilitas, terapi hormonal, pembedahan
Diagnosis and Treatment of Undescended Testis
Firdaoessaleh
Department of Surgery, Faculty of Medicine, University of Indonesia/
Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta
Abstract: Undescended testis (UDT) or cryptorchidism is the most common congenital anomaly
found in boys. The predispositions are prematurity, low birth weight baby, small for age baby,
multiple gestation and estrogen usage during the first trimester of pregnancy. UDT can descend
spontaneously into the scrotum without any medical interventions. The failure of descending the
testis can cause infertility and germ cell malignancy. Medical intervention for UDT is performed
using hCG, but if it fails, the treatment must be continued by surgical intervention. Surgical
interventions include testis and vessel mobilization, hernia sac ligation and fixation of testis in
scrotum. The most complication surgical intervention is testis malposititon.
Keywords: undescended testis, infertility, hormonal therapy, surgical intervention
33
-
7/29/2019 482-543-1-PB
2/4
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis
34
Pendahuluan
Undenscended testis (UDT) atau cryptorchidism adalah
kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-laki.
Insidensnya 3 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukupbulan dan meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua
pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan UDT bilate-
ral.1-3 Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih
terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor
predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi
baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kembar
dan pemberian estrogen pada trimester pertama.3
UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70
77% pada usia 3 bulan.4 Penatalaksanaan yang terlambat
pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di kemudian
hari. UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan
dengan risiko tumor sel germinal yang meningkat 3 10 kali.
Atrofi testis terjadi pada usia 5 7 tahun, akan tetapi
perubahan morfologi dimulai pada usia 1 2 tahun.5-7 Risiko
kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak
abnormal testis. Pada awal pubertas, lebih dari 90% testis
kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen,
sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal,
penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.8
Etiologi
Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan
banyak faktor (multifaktorial) yaitu:5
1. Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap
funikulus spermatikus atau gubernakulum
2. Peningkatan tekanan abdomen
3. Faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic es-
trogen
4. Perkembangan epididimis
5. Perlekatan gubernakular
6. Genito-femoral nerve/calcitonin gene-related peptide
(CGRP)
7. Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan
jaringan ikat.
Diagnosis
Anamnesis4,6
1. Tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum
2. Riwayat operasi daerah inguinal
3. Riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk
reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas
4. Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, inter-
sex, pubertas prekoks
Pemeriksaan Fisik
Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam
keadaan relaksasi dan posisi seperti frog-leg atau cross-
legged. Pada pasien yang terlalu gemuk, dapat dilakukan
dalam posisi sitting cross-leggedatau baseball catchers.
Tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat untuk
menghindari tertariknya testis ke atas. UDT dapat diklasifikasi
berdasarkan lokasinya menjadi:
1. Skrotum atas
2. Kantong inguinal superfisial
3. Kanalis inguinalis
4. Abdomen
Untuk kepentingan klinis dan penatalaksanaan terapi,
klasifikasi cukup dibedakan menjadi teraba atau tidak.
Pemeriksaan testis kontralateral juga perlu dilakukan .
Pemeriksaan fisik dimulai dari antero-superior iliac
spine, meraba daerah inguinal dari lateral ke medial dengan
tangan yang tidak dominan. Jika teraba testis, testis dipegang
dengan tangan dominan dan ditarik ke arah skrorum
Pemeriksaan skrotum untuk: hypoplastic, bifid, rugae,
transposition,pigmentation. Pemeriksaan fisik juga untuk
menyingkirkan ektopik testis. Angka keberhasilan peme-
riksaan fisik oleh pediatric urologist mencapai 84%.5,6
Cendron dan Duckett melaporkan perbedaan letak testis saat
pemeriksaan fisik dengan temuan intraoperatif. (Tabel 1)5
Tabel 1. Gambaran Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien UDT
Sebelum operasi Saat operasi
Tidak teraba 32.8% Intra abdominal 9%
Di atas tuberkel 11.8% Peeping testis 20%
Di tuberkel 34.7% Tuberkel 42%
Skrotum atas 15.3% Skrotum atas 8%
Curiga ektopik 5.4% Ektopik 12%
Tidak ada atau atrofi 9%
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada pasien dengan UDT unilateral atau bilateral dengan
satu testis teraba, tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan
2. UDT bilateral dengan tanpa testis yang teraba dengan
hipospadia, perlu dilakukan evaluasi kromoson dan
endokrinologi.
- Pada pasien usia 3 bulan atau kurang: pemeriksaan
LF, FSH dan testosteron untuk menentukan ada
testis atau tidak
- Pasien usia > 3 bulan: dapat dilakukan tes stimulasi
hCG kegagalan kenaikan testosteron dengan
peningkatan LH/FSH dapat didiagnosis dengan
diagnose of anorchia.5,6
Pemeriksaan Imajing
Pemeriksaan USG, CT dan MRI dapat mendeteksi testis
di daerah inguinal, akan tetapi testis di daerah ini juga cukup
mudah untuk dipalpasi. Akurasi USG dan CT akan menurun
menjadi 0 50% pada kasus testis intraabdomen. Sedangkan
MRI dikatakan memiliki akurasi mencapai 90%. Pemeriksaan
radiologi tidak mengubah keputusan tindakan pada setiap
kasus.5-9
-
7/29/2019 482-543-1-PB
3/4
Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007 35
Pemeriksaan Lain
Saat ini pada pasien yang tidak teraba testis, peme-
riksaan dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemeriksaan
dalam anestesia, eksplorasi terbuka daerah inguinal ataulaparoskopi.5
Penatalaksanaan
Alasan utama dilakukan terapi adalah5,6
1. Meningkatnya risiko infertilitas
2. Meningkatnya risiko keganasan testis
3. Meningkatnya risiko torsio testis
4. Risiko trauma testis terhadap tulang pubis
5. Faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang
kosong
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaanUDT adalah:4
1. Identifikasi yang tepat anatomi, posisi dan viabilitas
testis
2. Identifikasi kemungkinan kelainan sindrom yang
menyertai
3. Penempatan testis di dalam skrotum dengan baik untuk
mencegah kerusakan testis terhadap fungsi infertitilitas
atau endokrin.
4. Fiksasi permanen testis pada posisi normal dalam
skrotum yang memudahkan pemeriksaan palpasi
5. Perlindungan kerusakan testis lebih lanjut akibat terapi
Terapi Hormonal
Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di
Eropa. Hormon yang diberikan adalah hCG, gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) atau LH-releasing hormone
(LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi testosteron
dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-pi-
tuitary-gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa
proses turunnya testis berhubungan dengan androgen.
Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan hCG di-
bandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar
kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.4-6
International Health Foundation menyarankan dosis
hCG sebanyak 250 IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak
sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anak lebih dari 6 tahun.
Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu. Angka
keberhasilannya 6 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon
efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang
terletak di leher skrotum atau UDT bilateral. Efek samping
adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi, rambut pu-
bis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000
IU dapat menginduksi fusi epiphyseal plate dan mengurangi
pertumbuhan somatik.5,6,10
Pembedahan
Prinsip dasar orchiopexy adalah6 :
1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah
2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau sub-dartospouch skrotum.
Tindakan operasi sebaiknya dilakukan sebelum pasien
usia 2 tahun, bahkan beberapa penelitian menyarankan pada
usia 6 12 bulan. Penelitian melaporkan spermatogonia akan
menurun setelah usia 2 tahun.10
Indikasi absolut dilakukan operasi pembedahan primer
adalah
1. kegagalan terapi hormonal
2. testis ektopik
3. terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpa
prosesus vaginalis yang terbuka9
Berbagai teknik operasi pada testis yang tidak terabadapat dilakukan, seperti berikut (Tabel 2.)5:
Tabel 2. Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan
Tingkat Keberhasilannya5
Teknik operasi Angka keberhasilan
Orchiopexy abdominal standard
(extended inguinal dan insisi abdomen) 82%
Orchiopexy 2 tahap 73%
Fowler Stephens : 1 tahap 67%
Fowler Stephens : 2 tahap 77%
Orchiopexy per laparoskopi 100%
Mikrovaskular orchiopexy 84%
Komplikasi Orchiopexy4,6
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperito-
neal yang tidak komplit (10% kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka
funikulus (5% kasus)
3. Trauma pada vas deferens ( 12% kasus)
4. Pasca-operasi torsio
5. Epididimoorkhitis
6. Pembengkakan skrotum
PenutupPenegakkan diagnosis UDT harus dapat dilakukan lebih
awal sehingga penatalaksanaan baik hormonal atau pem-
bedahan dapat dilakukan lebih awal. Dengan penata-
laksanaan lebih awal, diharapkan terjadi penurunan risiko
yang terjadi pada testis terutama risiko infertilitas.
Daftar Pustaka
1. Berkowitz GSl. Prevalence and natural history of cryptorchid-
ism. Paediatrics 1993;92:44-7.
2. Barthold JS, Gonzales R. The epidemiology of congenital cryp-
torchidism, testicular ascent and orchiopexy. J Urol 2003;170
(6):2396-01.
3. Kaplan GW. The undescended testis: changes over the past se-
veral decandes. BJU Int 2003;92:12-4.
-
7/29/2019 482-543-1-PB
4/4
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis
4. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scro-
tum and their surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbells
Urology Vol 1. 8th edition. Philadelphia: WB Saunders Company.
2000.
5. Kolon. TF, Patel RP, Huff DS, Cryptorchidism: diagnosis, treat-ment, and long term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31:7-
18 .
6. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari http://www.
emedicine.com/med/topic2707.html.
7. Tomiyama H, Sasaki Y, Huynh J, Yong E, Ting A, Hutson JM.
Testicular descent, cryptorchidism and inguinal hernia: the
melbourne perspective. J P Urol 2005;1:11-26.
8. Kogan SJ. Pediatric Andrology. In: Gillenwater JY, Grayhack JT,
Howards SS, Mitchell ME, editors. Adult and pediatrics urology.
4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2002.
9. Riedmiller H, Androulakakis P, Beurton D, Kocvara R, Kohl U.
Guidelines on paediatric urology. European Association of Uro-logy, 2005.
10 . Hutson JM, Hasthorpe S, Heyns CF. Anatomical and functional
aspects of testicular descent and cryptorchidism. Endocrine Re-
views 1997,18(2); 259-80.
SS
36