Download - 4-TO-10.doc
4.Jelaskan keluhan yang diungkapkan oleh pasien yang menandakan tanda dan gejala
keganasan pada sistem muskuloskletal yang bisa didapatkan dari hasil wawancara
riwayat penyakit maupun keluhan utama.
Pasien yang datang dengan gejala (nyeri local, pembengkakan, demam,kurang nafsu
makan) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan, dan demam
sedang. Pasien dikaji adanya faktor resiko (misal: lansia, diabetes, terapi kostikoroid jangka
panjang) dan cedera, infeksi, atau bedah ortopedi sebelumnya. Pasien selalu menghindar dari
tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan. Pada osteomielitis akut,
pasien akan mengalami kelemahan umum akaibat reaksi sistemik infeksi. Pemerikasaan fisik
memperlihatkan adanya daerah imflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang disertai nyeri
tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh. Pada
osteomielitis kronik, peningkatan suhu tubuh mingkin minimal, yang terjadi pada sore dan
malam hari. Pengkajian : Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien
gangguan sistem musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya
komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui:
1) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal
masuk rumah sakit, dan agnosis medis. Pada umumnya, keluhan utama pada kasus
osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST:
Provoking Incident
Hal yang menjadi factor presipitasi nyeri adalah proses supurasi pada
bagian tulang. Trauma, hermatoma akibat trauma pada daerah metafisis,
merupakan salah satu factor predis posisi terjadinya osteomielitis
hematogen akut
Quality of pain
Rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief
Nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat, nyeri tidak menjalar
atau menyebar
Severity (Scale) of Pain
Nyeri yang dirasakan klien secara subjek antara 2-3 pada rentang skala
pengukuran 0-4.
Time
Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah bentuk pada
malam hari atau siang hari.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh darah, edema,
hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehingga pada fraktur terbuka
umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi tulang dengan pemasangan fiksasi internal
dan fiksasi eksternal (invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada
osteomielitis kronis penting ditanyakan apakah pernah mengalami osteomielitis akut
yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses
supurasi di tulang.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal yang
terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat ditemukan adanya riwayat
diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan, pengobatan dengan imunosupresif.
4) Riwayat psikososial spiritual
Perawat mengkaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam kluarganya serta masyarakat, respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Pada kasus
osteomielitis akan timbul ketakutan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu mtabolisme kalsium, konsumsi alcohol yang dapat mengganggu
keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran
dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien menjalani rawat inap. Dampak
yang timbul pada klien ostiomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat
prognosis penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melaksanakan aktifitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal).
1) Keadaan umum meliputi:
Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung
pada keadaan klien).
Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus
osteomielitis biasanya akut).
Tanda-tanda vital tidak normal terutama pada osteomielitis dengan komplikasi
septikimia.
2) Pemeriksaan Head to toe:
Kepala : Tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan).
Leher : Tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan, reflex menelan ada).
Wajah : Terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau bentuk.
Mata : Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (pada klien patah
tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Klien osteomielitis yang desrtai
adanya malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
Telinga : Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut pucat.
Status mental : Observasi penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status
mental tidak mengalami perubahan.
Pemeriksaan saraf cranial :
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Persiapan klien
Persiapkan ruangan senyaman mungkin. Berikan informasi yang jelas
kepada klien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, bila perlu
didemonstrasikan terlebih dulu mengenai gerakan yang akan dilakukan. Beberapa
posisi mungkin mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien, oleh karena itu
hindarkan aktivitas yang tidak perlu dan berikan periode istirahat pada waktu
pemeriksaan jika diperlukan. Pencahayaan yang baik pada di ruangan
pemeriksaan juga sangat penting.
b) Inspeksi
Observasi kulit dan jaringan terhadap adanya perubahan warna,
pembengkakan, massa, maupun deformitas. Catat ukuran dan bentuk dari
persendian. Pembengkakan yang terjadi dapat dikarenakan adanya cairan yang
berlebih pada persendian, penebalan lapisan sinovial, inflamasi dari jaringan
lunak maupun pembesaran tulang. Deformitas yang terjadi termasuk dislokasi,
subluksasi, kontraktur ataupun ankilosis. Perhatikan juga postur tubuh dan gaya
berjalan klien, misalnya gaya berjalan spastik hemiparese ditemukan pada klien
stroke, tremor pada klien parkinson, dan gaya berjalan pincang. Jika klien berjalan
pincang, maka harus diobservasi apakah hal tersebut terjadi oleh karena kelainan
organik pada tubuh sejak bayi atau oleh karena cedera muskuloskeletal. Untuk
dapat membedakannya dengan melihat bentuk kesimetrisan pinggul, bila tidak
simetris artinya gaya berjalan bukan karena cedera muskuloskeletal.
c) Palpasi
Lakukan palpasi pada setiap sendi termasuk keadaan suhu kulit, otot,
artikulasi dan area pada kapsul sendi. Normalnya sendi tidak teraba lembek pada
saat dipalpasi, demikian juga pada membran sinovial. Dan dalam jumlah yang
sedikit, cairan yang terdapat pada sendi yang normal juga tidak dapat diraba.
Apabila klien mengalami fraktur, kemungkinan krepitasi dapat ditemukan, tetapi
pemeriksaan ini tidak dianjurkan karena dapat memperberat rasa nyeri yang
dirasakan klien.
d) Rentang Gerak ( ROM )
Buatlah tiap sendi mencapai rentang gerak normal penuh ( seperti pada tabel 2
). Pada kondisi normal sendi harus bebas dari kekakuan, ketidakstabilan,
pembengkakan, atau inflamasi.
Bandingkan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh terhadap keselarasan.
Uji kedua rentang gerak aktif dan pasif untuk masing-masing kelompok sendi
otot mayor yang berhubungan.
Jangan paksa sendi bergerak ke posisi yang menyakitkan.
Beri klien cukup ruang untuk menggerakkan masing-masing kelompok otot
sesuai rentang geraknya.
Selama pengkajian terhadap rentang gerak, kekuatan dan tegangan otot ,
inspeksi juga memgenai adanya pembengkakan, deformitas, dan kondisi dari
jaringan sekitar, palpasi atau observasi terjadinya kekakuan, ketidakstabilan,
gerakan sendi yang tidak biasanya, sakit, nyeri, krepitasi dan nodul-nodul.
Bila sendi tampak bengkak dan inflamasi, palpasilah kehangatannya.
Selama pengukuran rentang gerak pasif, minta klien agar rilek dan
memungkinkan pemeriksa menggerakkan sendi secara pasif sampai akhir
rentang gerak terasa. Pemeriksa membandingkan rentang gerak aktif dan pasif
yang harus setara untuk masing-masing sendi dan diantara sendi-sendi
kontralateral. Dalam keadaan normal dapat bergerak bebas tanpa sakit atau
krepitasi.
Bila diduga terjadi penurunan gerakan sendi, gunakan sebuah goniometer
untuk pengukuran yang tepat mengenai derajat gerakan. (Caranya tempatkan
goniometer pada tengah siku dengan lengan melebar disepanjang lengan
bawah dan lengan atas klien. Setelah klien memfleksikan lengan, goniometer
akan mengukur derajat fleksi sendi).
Ukur sudut sendi sebelum rentang gerak sendi secara penuh atau pada posisi
netral dan ukur kembali setelah sendi bergerak penuh. Bandingkan hasilnya
dengan derajat normal gerakan sendi.
Tonus dan kekuatan otot dapat diperiksa selama pengukuran rentang gerak
sendi.
Tonus dideteksi sebagai tahanan otot saat ekstremitas rilek secara pasif
digerakkan melalui rentang geraknya. Tonus otot normal menyebabkan
tahanan ringan dan data terhadap gerakan pasif selamanya rentang geraknya.
Periksa tiap kelompok otot untuk mengkaji kekuatan otot dan
membandingkan pada kedua sisi tubuh. Caranya minta klien membentuk suatu
posisi stabil. Minta klien untuk memfleksikan otot yang akan diperiksa dan
kemudian menahan tenaga dorong yang dilakukan pemeriksa terhadap
fleksinya . Periksa seluruh kelompok otot mayor. Bandingkan kekuatan secara
bilateral, dalam keadaan normal kekuatan otot secara bilateral simetris
terhadap tahanan tenaga dorong, lengan dominan mungkin sedikit lebih kuat
dari lengan yang tidak dominan.
Bersamaan dengan tiap manuver : minta klien membentuk suatu posisi
kuatnya. Berikan peningkatan tenaga dorong secara bertahap terhadap
kelompok otot.
Klien menahan dorongan dengan usaha untuk menggerakkan sendinya
berlawanan dengan dorongan tersebut.
Klien menjaga tahanan tersebut agar tetap ada sampai diminta untuk
menghentikannya.
Sendi seharusnya bergerak saat pemeriksa memberi variasi kekuatan tenaga
dorong terhadap kelompok otot tersebut.
Bila kelemahan otot terjadi, periksa ukuran otot dengan menempatkan pita
pengukur di sekitar lingkar otot tubuh tersebut dan membandingkannya
dengan sisi yang berlawanan.