BULETIN Pengkajian Pertanian
Vol. 8, No. 2, 2019
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian
BULETIN PENGKAJIAN PERTANIAN
Penanggung Jawab :
Bram Brahmantiyo
Chris Sugihono
Mitra bestari :
Suryati Tjokrodiningrat
Dewan Redaksi :
M. Assagaf, Fredy Lala, Wawan Sulistiono, Slamet Hartanto
PRAKATA
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak peneliti dan penyuluh, tim
redaktur, aparat penunjang lainnya yang telah membantu memperlancar proses
penerbitan. Semoga media ini bermanfaat bagi khalayak. Kritik dan saran dari
pembaca selalu kami nantikan.
Redaksi
Tulisan yang dimuat adalah yang telah diseleksi dan disunting oleh tim redaksi dan belum pernah
dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan hendaknya mengikuti Pedoman Bagi Penulis (lihat
halaman sampul dalam). Redaksi berhak menyunting makalah tanpa mengubah isi dan makna tulisan
atau menolak penerbitan suatu makalah.
@ 2019, BPTP MALUKU UTARA
Volume 8, No. 2, 2019.
Buletin Vol. 8, No. 2, 2019. merupakan buletin hasil pengkajian yang
Penerbitan buletin Vol. 8, No. 2, 2019. ini diterbitkan dengan memuat artikel
yang tidak harus berasal dari penyajian dalam suatu seminar, tetapi lebih ditentukan
oleh ketanggapan penulis dan kelayakan ilmiah tulisan.
diterbitkan oleh BPTP Maluku Utara, yang memuat makalah review dan hasil
pengkajian/penelitian primer. Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi
oleh tim redaksi baik dari segi bahasa maupun bentuk penyajiannya.
Redaksi Pelaksana :
Hermawati Cahyaningrum
Himawan Bayu Aji
Abubakar Ibrahim
Vera Silviana
Penerbit :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara,
Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba Utara Kota, Tidore Kepulauan
PO BOX 91030 Ternate Telepon : 0921-3317980
email : [email protected]
1
RESPON PERTUMBUHAN VARIETAS KACANG TANAH
LOKAL BONCI TERHADAP PERENDAMAN BENIH DAN VARIASI
JARAK TANAM
Bayu Suwitono, Hermawati Cahyaningrum, Vera Silviana, Ponco Adi
Prasetiyo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
Jl. Trans Halmahera Kompleks Pertanian Kusu No.1
Sofifi, Kota Tidore Kepulauan email: [email protected]
ABSTRAK
Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang terkenal dengan potensi
sumber daya alamnya baik flora maupun fauna. Keragaman plasma nutfah
tanaman perkebunan, tanaman obat, pangan dan hortikultura telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, dan salah satunya adalah kacang tanah lokal.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui jarak tanam terbaik untuk budidaya
kacang tanah lokal bonci dan mengetahui pengaruh perendaman benih terhadap daya berkecambah kacang tanah. Penelitian dilaksanakan di Kebun
Koleksi Sumber daya Genetik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku
Utara di Desa Kusu Kota Tidore Kepulauan pada bulan Februari sampai Mei
2019. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dengan perlakuan jarak tanam yang diulang 4 kali. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 x 15
cm (J1), 25 x 20 cm (J2), 40 X 20 CM (J3) sedangkan untuk perendaman
benih yang digunakan yaitu perendaman benih 1 jam (D1) dan perendaman benih 2 jam (D2). Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah
cabang, jumlah daun, jumlah bunga, jumlah bintil akar, jumlah polong per
tanaman, jumlah polong isi. Data agronomis dianalisis dengan analisis ragam
dan bila terdapat beda nyata diuji lanjut dengan uji jarak ganda Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) jarak tanam yang optimal
kacang tanah bonci yaitu 25 x 20 cm dan 40 x 20 cm, (2) perendaman benih
yang optimal yaitu perendaman benih selama 1 jam.
Kata Kunci : kacang tanah, jarak tanam, perendaman, benih.
PENDAHULUAN
Salah satu tanaman legume yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi
adalah Kacang tanah (Arachis hypogeage L.) karena merupakan sumber penghasil protein nabati dan lemak. Biji kacang tanah dapat digunakan
2
langsung untuk pangan baik dalam bentuk sayur, digoreng atau direbus, dan
sebagai bahan baku industry seperti keju, sabun dan minyak serta
brangkasannya untuk pakan ternak dan pupuk (Sanjaya et al., 2019). Kacang tanah sebagian besar diusahakan di Pulau Jawa (65%), Sumatera (15%)
Sulawesi (11%) dan sisanya di NTB, Bali, dan Papua (Karsono, 1996).
Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang terkenal dengan potensi sumber daya alamnya baik flora maupun fauna. Keragaman plasma nutfah
tanaman perkebunan, tanaman obat, pangan dan hortikultura telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat, dan salah satunya adalah kacang tanah lokal. Produksi kacang tanah di Maluku Utara pada tahun 2015 sebanyak 2.267 ton
(BPS, 2018).
Upaya peningkatan produktivitas kacang tanah dapat dilakukan
dengan memperbaiki kultur teknis seperti pengaturan jarak tanam, pemupukan yang tepat dan seimbang, pengaturan air dan sistem drainase.
Pengunaan jarak tanam adalah memberikan kemungkinan tanaman untuk
tumbuh dengan baik tanpa mengalami persaingan dalam hal mengambil air, unsur-unsur hara dan cahaya matahari. Jarak tanam yang tepat dan sesuai
dalam pemanfaatan sinar matahari secara optimal untuk proses fotosintesis
tanaman (Magfiroh et al., 2017). Pengaturan jarak tanam juga bermaksud untuk menekan kompetisi antar tanaman karena setiap jenis tanaman
memiliki populasi optimal untuk produksi yang maksimal. Dormasi
merupakan proses biologi yang alami namun dapat menurunkan hasil karena
pertumuhan benih tidak seragam. Dormansi benih merupakan suatu kondisi dimana benih tidak berkecambah walaupun faktor lingkungannya optimum
untuk berkecambah (Widajati et al., 2013). Perendaman benih merupakan
salah satu faktor pematahan dormansi benih,dan kecepatan tumbuh benih (Hapsari dan Rezeki, 2018) Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jarak
tanam terbaik kacang lokal, dan mengetahui lama perendaman benih kacang
tanah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Kebun Plasma Nutfah Sumber daya genetik BPTP Maluku Utara di Desa Kusu Kecamatan Oba Utara Kota
Tidore Kepulauan, Maluku Utara pada bulan Februari sampai Mei 2019
menggunakan Rancangan Acak Kelompok factorial. Faktor pertama adalah jarak tanam, terdiri dari 3 jarak tanam. Faktor kedua adalah waktu
perendaman benih terdiri dari 2 waktu. Perlakuan diulang sebanyak 4 kali
ulangan. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 x 15 cm (J1), 25 x 20 cm (J2),
40 X 20 CM (J3) sedangkan untuk perendaman benih yang digunakan yaitu perendaman benih 1 jam (D1) dan perendaman benih 2 jam (D2).
3
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang
tanah lokal bonci dan ZPT atonik sebanyak 1 botol.
Perlakuan perendaman benih Perendaman benih dilakukan dengan melarutkan ZPT atonik dalam air
sesuai dosis anjuran, kemudian dibagi menjadi dua bagian dalam dua ember
terpisah untuk merendam benih kacang tanah. Waktu perendaman 1 jam dan 2 jam.
Penanaman
Benih kacang tanah ditiriskan dan dikeringanginkan, kemudian ditanam denga cara ditugal masing – masing 2 benih per lubang tanam.
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pengairan sesuai dengan
kondisi tanah, penyiangan gulma secara manual pada 3 dan 5 mst.
Panen
Panen dilakukan pada tanaman yang 80% daunnya telah menguning, kulit
polong telah mengeras, berwarna coklat dan biji terisi penuh. Panen dilakukan dengan mencabut tanaman beserta polongnya.
Pengamatan dilakukan pada tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bintil akar, jumlah bunga, jumlah polong per tanaman dan
jumlah polong hampa. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis
ragam (Anova) dan untuk menguji perbedaan antar perlakuan digunakan uji
jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
tinggi tanaman kacang tanah menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada
perlakuan jarak tanam pada umur 35 hari setelah tanam, interaksi jarak tanam dan perendaman benih juga menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap tinggi tanaman kacang tanah umur 35 HST. Hasil uji beda rataan
pengaruh perlakuan jarak tanam dan perendaman benih terhadap tinggi tanaman kacang tanah umur 35 hari setelah tanam (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh jarak tanam dan perendaman benih terhadap tinggi
tanaman (cm) kacang tanah umur 35 HST.
Perlakuan D1 D2 Rerata
J1 36,25 33,75 35,00 a
J2 38,75 38,75 38,70 ab
J3 41,25 38,75 40,00 a
Rerata 38,75 a 37,08 a KK: 5,31%
4
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pad ataraf 5% dengan
menggunakan uji DMRT.
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm (J3) memiliki tinggi tanaman tertingi yaitu 40 cm, berbeda nyata dengan
perlakuan jarak tanam 30 x 15 cm (J1) yaitu 35cm. Sedangkan perlakuan
perendaman benih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Begitupula dengan parameter jumlah daun, Jarak tanam dan perendaman benih tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun per tanaman.
Jumlah polong dan polong isi
Jumlah polong pertanaman terbanyak dihasilkan oleh perlakuan
jarak tanam 25 x 20 cm (J2) yang menghasilkan 35,37 polong per tanaman,
namun hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan jarak tanam (J1) sebesar 31,87 polong per tanaman dan (J2)
sebesar 29,50 polong per tanaman. Jumlah polong isi per tanaman terbanyak
dihasilkan oleh jarak tanam (J2) yang menghasilkan 22,50 polong isi per tanaman, berbeda nyata dengan polong isi yang dihasilkan oleh jarak tanam
(J1) sebesar 16,50 polong isi per tanaman, namun tidak berbeda nyata
dengan jumlah polong isi yang dihasilkan oleh jarak tanam (J3) yang
menghasilkan 20 polong per tanaman. Pengaturan jarak tanam membuat ruang tumbuh sehingga mempermudah tanaman untuk memproleh cahaya
matahari. Cahaya matahari merupakan faktor penting dalam proses
fotosintesis dan penentuan laju pertumbuhan tanaman, khususnya intensitas, lama penyinaran dan kualitas penyinaran. Hasil fotosintesis yang optimal
akan digunakan dalam pembentukan polong dan berbagai bagian penting
dari tanaman (Herawati et al., 2014) Tabel 2. Pengaruh jarak tanam dan perendaman benih terhadap jumlah
polong.
Perlakuan D1 D2 Rerata
J1 32,50 31,25 31,88 a
J2 38,25 32,50 35,38 a
J3 34,00 25,00 29,50 a
Rerata 34,92 a 29,58 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pad ataraf 5% dengan menggunakan uji DMRT.
5
KESIMPULAN
1. Jarak tanam yang memberikan hasil pertumbuhan dan hasil optimal
kacang tanah bonci adalah 25 x 20 cm dan 40 x 20 cm.
2. Perlakuan perendaman benih kacang tanah lokal bonci selama 1 jam
lebih meningkatan vigor benih dan kecepatan tumbuh karena
perkecambahan diinisiasi dengan proses imbibisi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Maluku Utara Dalam Angka
Hapsari, R.T., dan Rezeki, Sri.2018. Pengaruh Pematahan Dormansi terhadap Viabilitas Benih Kacang Tanah. Buletin Palma (1) : 46 - 51
Herawati, N, Sudarto, Erawati BTR,.2014. Kajian variasi Jarak Tanam
Terhadap Produktivitas Kacang Tanah di Lahan Kering. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Magfiroh. N, Lapanjang, I.M, Made, U. 2017. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L)
Pada Pola Jarak Tanam Yang Berbeda dalam sistem Tabela. Jurnal
Agrotekbis 5 (2): 212 - 221.
Sanjaya, M. Safrudin, Purba. D. W.2019. Pengaruh Jarak Tanam dan
Pemberian Dosis Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan dan
Pertumbuhan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L) Agricultural Research Journal Vol 15 (1)
Widjayati E, Murniati E, Palupi E.R., Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press.
6
RANCANG BANGUN ALAT PERONTOK JAGUNG
MENGGUNAKAN DUA INPUT
1)
Ponco Adi Prasetiyo dan 2)
Darmawan Adi Saputra
1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
Jl. Trans Halmahera, Komplek Pertanian Kusu No 1, Sofifi, Kota Tidore Kepulauan
2)Politeknik Negeri Lampung, Jalan Soekarno Hatta No. 10 Kec. Rajabasa,
Bandar Lampung
ABSTRAK
Jagung merupakan salah satu makanan pangan setelah padi. Jagung mengandung karbohidrat, protein, dan kalori yang hampir sama dengan beras.
Selain digunakan sebagai bahan pangan, jagung dapat digunakan sebagai
bahan baku industri dan pakan ternak. Tujuan dari rancang bangun alat perontok jagung ini antara lain adalah merancang dan membuat alat perontok
jagung yang berfungsi memisahkan biji jagung dari tongkolnya dengan cara
menggunakan poros perontok model kerucut, menguji kinerja alat perontok jagung menggunakan dua input. Setelah proses pembuatan alat perontok
jagung menggunakan dua input dan dilakukannya uji kinerja alat, dapat
disimpulkan bahwa Alat perontok jagung menggunakan dua input telah
berhasil dibuat dan berfungsi dengan baik. Hasil uji kinerja alat ini untuk merontokkan jagung menggunakan dua input dengan berat 2,5 kilogram
dengan rata-rata kecepatan operasional selama 0,0259 jam, hasil rata-rata
jagung yang telah dirontokkan sebanyak 2,089 kilogram, berat rata-rata bonggol jagung 0,35 kilogram, dan rata-rata kehilangan hasil perontokkannya
adalah 2,83 %, dengan rata-rata rendemen hasil 97,17 %.
Kata kunci: Jagung, Bonggol Jagung dan Perontok Jagung.
PENDAHULUAN
Jagung merupakan salah satu makanan pangan setelah padi. Jagung
mengandung karbohidrat, protein, dan kalori yang hampir sama dengan beras.
Selain digunakan sebagai bahan pangan, jagung dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak.
Di Provinsi Lampung, produksi jagung menyumbang 8,59 %
produksi nasional serta berhasil meningkatkan produksi jagung dari dua juta ton beberapa tahun lalu menjadi 2,4 juta ton pada 2017. Kenaikan produksi
itu juga membuat Provinsi Lampung juga tetap kokoh di posisi ketiga
7
produsen jagung nasional setelah Jawa Timur 6,18 juta ton dan Jawa Tengah
3,51 juta ton (Ficardo, 2018).
Saat ini pertanian sudah memasuki era modernisasi sehingga banyak alat pasca panen yang lebih efisien. Perontok jagung yang menggunakan
mesin merupakan salah satu alat modern yang lebih cepat dan dapat
menghemat waktu dalam perontokan jagung pada proses pasca panen. Perontokkan jagung yang menggunakan alat modern ini dapat menyebabkan
perontokkan kurang sempurna dan bonggol jagung dapat rusak.
Oleh sebab itu, perontokan jagung pada proses pasca panen harus dilakukan dengan benar agar biji jagung dapat rontok dari bonggolnya dengan
sempurna dan tidak menyebabkan bonggol jagung rusak. Jika tidak benar
dalam proses perontokannya maka bonggol jagung akan rusak dan tidak dapat
dimanfaatkan. Dari permasalahan tersebut maka timbulah ide untuk membuat suatu
alat perontok jagung yang berjudul “Rancang Bangun Alat Perontok Jagung
Menggunakan Dua Input” yang berfungsi untuk memisahkan atau merontokkan biji jagung dari bonggolnya. Sehingga dengan adanya alat ini
dapat meningkatkan efisiensi kerja petani dan mewujudkan program
pemerintah untuk swasembeda masyarakat setelah pemanenan jagung.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian rekayasa atau rancang bangun, pada penelitian ini dilakukan pengujian kinerja dari alat untuk mengetahui beberapa
kapasitas kerja alat pada saat pengujian. Penelitian dilaksanakan di lahan dan
laboratorium Logam Mekanisasi Pertanian Politeknik Negeri Lampung selama 3 bulan dari bulan September – Desember 2016.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin las listrik,
mesin bubut, mesin bor, mesin gerinda tangan, tools set, sarung tangan, kacamata pelindung, topeng las, roll Meter, mistar siku, jangka sorong, dan
perlatan perbengkelan lainnya. Bahan yang digunakan adalah besi siku 4x4x3
mm, besi plat ketebalan 1,5 mm, besi As Ø 1ʺ, besi pipa Ø 2,5ʺ ketebalan 3
mm, bantalan Pillow Block UCP Ø 1ʺ, motor listrik 1 HP 1 Phase, pulley A2 Ø 3ʺ, pulley A1 Ø 8ʺ, V-Belt A1-48, mur, baut, baut spandek, elektroda las Ø
2,6 mm, mata gerinda potong, batu gerinda, amplas, tinner, cat besi, dan kuas.
Prosedur rancang bangun 1. Pembuatan rangka utama terbuat dari besi siku 4x4x3 mm dan besi plat
ketebalan 1,5 mm dibuat dengan cara di las.
8
Gambar 1. Rangka Utama
2. Pembuatan poros perontok dengan bagian depan poros dibentuk kerucut
dengan diameter disesuaikan dengan ukuran diameter jagung. Poros
perontok yang digunakan berjumlah dua buah terbuat dari besi poros as berdiameter 1ʺ dan besi pipa berdiameter 2,5ʺ.
Gambar 2. Poros perontok
3. Selanjutnya pembuatan cover. Cover bagian depan terdapat lubang input yang ukurannya disesuaikan dengan besar kerucut dari poros perontok.
Cover menggunakan besi plat ketebalan 1,5 mm.
9
Gambar 3. Cover depan
4. Kemudian cover pelindung bagian belakang dibuat dengan bahan plat,
tujuan pembuatan cover pelindung ini adalah melindungi putaran transmisi
daya dari motor listrik ke poros perontok agar tidak membahayakan dan sebagai salah satu syarat dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) alat.
Gambar 4. Cover pelindung (Belakang)
5. Setelah cover terpasang, maka langkah selanjtnya adalah memasang motor
listrik pada kerangka, memasang seluruh pulley pada tiap as poros perontok dan as motor listrik, memasang v-belt lalu atur posisi pulley
dengan menggeser posisi motor listrik, dan mengencangkan motor listrik.
10
Gambar 5. Alat perontok jagung dua input
Pengujian alat
Alat perontok jagung dua input diuji sebanyak 5 kali ulangan
menggunakan jagung sebanyak 2,5 kg. Kadar air jagung yang diuji harus 12
– 16 % (diukur menggunakan alat moisture tester). Selanjutnya dilakukan pengukuran Rpm tanpa beban dan dengan beban menggunakan tacho meter.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, data yang diperoleh
dibandingkan dengan efesiensi alat dan kinerja alat yang kemudian akan menjadi acuan dalam membuat deskripsi mengenai kapasitas kerja alat.
Pengujian pada penelitian ini hanya terbatas pada uji alat, sehingga data yang
disajikan dalam penelitian ini adalah bentuk data rasio yang diperoleh dari hasil uji coba.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perancangan alat
Rancang bangun alat perontok jagung menggunakan dua input
tampak seperti pada Gambar 6.
Motor
Listrik
Cover depan
Cover Belakang
Rangka Utama
Pulley
Poros Perontok
11
Gambar 6. Alat perontok jagung dua input (a) tampak depan, (b) tampak belakang
Hasil pengujian alat
Kinerja hasil pengujian alat perontok jagung dua input disajikan dalam
Tabel 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa berat biji jagung setelah dirontokkan dengan hasil rata-rata sebesar 2,089 kg dari berat jagung awal
sebelum dirontokkan yaitu sebesar 2,5 kg. Sementara berat rata-rata bonggol
sebesar 0,35 kg dan berat rata-rata kehilangan hasil sebesar 0,061 kg. Kehilangan hasil terjadi dikarenakan terdapat biji-biji jagung yang terpental
keluar dari input poros perontok pada saat awal proses perontokkan
memasukkan jagung ke dalam input.
Tabel 1. Hasil pengukuran perontokkan jagung menggunakan alat perontok jagung dua input
Keterangan : KA = Kadar Air Jagung, RTB = RPM Tanpa Beban, RDB = RPM Dengan Beban, BA = Berat Awal, BH = Berat Hasil, BB = Berat
Buangan, BKH = Berat Kehilangan Hasil, WE = Waktu Efektif
WT = Waktu Total
Waktu efektif alat ini untuk merontokkan 2,5 kg jagung adalah 0,016 jam dan waktu total yang didapatkan selama 0,0259 jam. Waktu efektif adalah
waktu yang didapat hanya pada saat alat sedang merontokkan jagung
No KA (%) RTB
(Rpm)
RDB
(Rpm)
BA
(kg)
BH
(kg)
BB
(kg)
BKH
(kg)
WE
(jam)
WT
(jam)
1 13,70 530 520 2,5 2,1 0,35 0,05 0,0155 0,0261
2 15,9 520 525 2,5 2,125 0,3 0,075 0,014 0,0247
3 14,90 540 520 2,5 2,05 0,4 0,05 0,0177 0,0273
4 13,60 530 515 2,5 2,08 0,35 0,07 0,0168 0,026
5 15,00 520 515 2,5 2,09 0,35 0,06 0,0162 0,0256
Rerata 14,62 528 519 2,5 2,089 0,35 0,061 0,0160 0,0259
12
sementara waktu total adalah waktu keseluruhan saat jagung dirontokkan dari
awal sampai akhir.
Penghitungan biaya operasi alat
Efektifitas biaya pengoperasian alat perontok jagung dua input
disajikan dalam Tabel 2. Kemampuan alat perontok jagung dua input cukup tinggi. Rendemen hasil dari alat ini sebesar 97,17 % dengan kehilangan hasil
sebesar 2,83 %. Alat perontok jagung dua input memiliki kapasitas
perontokan sebesar 96,48 kg dalam 1 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk merontokkan jagung per kilo dalam satu jam adalah 0,0104 jam.
Tabel 2.
No RH
(%)
KH
(%)
Kapasitas Kerja Alat Biaya Motor Penggerak
KJ (kg/jam) KK (jam/kg) BJ (Rp/jam) BJ (Rp/kg)
1 97,67 2,33 95,79 0,0104 1094,38 11,38
2 96,59 3,41 101,21 0,0099 1094,38 10,83
3 97,62 2,38 91,58 0,0109 1094,38 11,93
4 96,74 3,26 96,15 0,0104 1094,38 11,38
5 97,21 2,79 97,66 0,0102 1094,38 11,16
Rerata 97,17 2,83 96,48 0,0104 1094,38 11,34
Keterangan: RH = Rendemen Hasil, KH = Kehilangan Hasil, KJ = Kapasitas
Tiap Jam, KK = Kapasitas Tiap Kilogram, BJ = Biaya Tiap Jam,
BK = Biaya Tiap Kilogram
Biaya yang dibutuhkan untuk pengoperasian alat sebesar Rp.
1.094,38/jam untuk jagung seberat 96,48 kg. Sedangkan untuk biaya
perontokan jagung per kilogram sebesar Rp. 11,34/kg.
KESIMPULAN
Alat perontok jagung yang dirancang menggunakan dua input dapat berfungsi dengan baik. Kecepatan operasional alat untuk merontokkan jagung
seberat 2,5 kg adalah 0,0259 jam. Alat perontok jagung dua input memiliki
kapasitas perontokan sebesar 96,48 kg dalam 1 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk merontokkan jagung per kilo dalam satu jam adalah 0,0104 jam.
13
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1997. Teknik Bercocok Tanam Jagung. http://103.255.15.77/detail-opac?id=70269. Diakses pada 20 September 2018.
Anonim. 2008. Jagung. http://www.ristek.go.id. Diakses pada 20 September 2018.
Anonim. 2011. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. Diakses pada 20 September 2018.
Anonim. 2015. As Roda Gila. https://swingwheel.wordpress.com/komponen-
swing-wheel/as-roda-gila/. Diakses pada 27 September 2018.
Anonim. 2017a. Berbagai Jenis Mesin Pemipil Jagung mulai Sederhana
sampai Tercanggih. https://benuamesin.com/mesin-pemipil-jagung/. Diakses pada 22 September 2018.
Anonim. 2017b. Desain Mesin Pemipil Jagung. https://www.maksindo.com/desain-mesin-pemipil jagung. Diakses
pada 20 September 2018.
Anonim. 2018. Puli dan Sabuk. https://www.machinedesign.com/archive/v-belt-selection-its-veritable-cinch. Diakses pada 22 September 2018.
Ariyani dan Novi I. 2013. Definisi Jagung. http://definisijagung.blogspot.com/. Diakses pada 27 September
2018.
Azhar dan Rofa Y. 2015. Perbedaan Generator (Dinamo) Dengan Motor Listrik. http://share-pangaweruh.blogspot.com/2015/02/apa-
perbedaan-generator dinamo-dengan.html. Diakses pada 20
September 2018.
Ficardo, R. 2018. Antara Lampung.
Handoyo, H. 2013. Toko Gerobak.
Hidyat, D. 2018. Kementan Bantu PBNU Budidaya Benih Jagung.
https://www.arah.com/article/44435/kementan-bantu-pbnu-budidaya-benih-jagung.html. Diakses pada 20 September 2018.
14
Iqbal, Suhardi, dan Sri A. N. 2018. Uji Unjuk Kinerja Alat Dan Mesin
Perontok Multiguna. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan
Biosistem III (1): 14.
Sonowijoyo, R. 2012. Pemipil Jagung.
Suherman, O., M. Burhanuddin., Faesal D. dan F. Kasim. 2002.
Pengembangan Jagung Unggul Nasional Bersari Bebas Dan Hibrida.
Risalah Penelitian Jagung Dan Serealia Lain.
Wenny. 2007. Manfaat Jagung Muda. http://www.mail-archive.com/balita-
[email protected]/msg51636.html. Diakses pada 20 September
2018.
15
PENGUJIAN MUTU PATOLOGIS BENIH PADI
DI KALIMANTAN UTARA
1)
Indri Komalasari, 2)
Djoko Pujiarto dan 3)
Hermawati Cahyaningrum
1Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan Jl. Yos Sudarso No. 11 Lingks Ujung Kota Tarakan 77126
2Pusat Kepatuhan, Kerjasama dan Informasi Perkarantinaan,
Badan Karantina Pertanian, Jakarta 3Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
Jl. Trans Halmahera, Kompleks Pertanian Kusu No.1
Sofifi, Kota Tidore Kepulauan;
Email: [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan produktivitas padi terus dilakukan untuk pemenuhan pangan,
namun hal tersebut seringkali terkendala oleh beberapa faktor salah satunya
adalah kurang tersedianya benih padi bermutu. Benih bermutu baik akan meningkatkan produksi dan kualitas tanaman. Risiko infeksi patogen terbawa
benih dapat dicegah dengan pengujian kesehatan benih melalui kegiatan
deteksi dan identifikasi patogen untuk memastikan bahwa benih tersebut
sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen OPT/OPTK/OPTP terbawa benih pada benih padi di Provinsi Kalimantan
Utara. Penelitian dilakukan pada bulan April 2018 di Laboratorium Mikologi
Balai Karantina Pertanian Pertanian Kelas II Tarakan. Pengujian dilakukan dengan metode washing test dan blotter test pada 400 benih padi yang diambil
secara acak dari Kabupaten Malinau dan Nunukan, Kalimantan Utara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan OPTK A1 yang terbawa
benih padi yang diamati, namun ditemukan beberapa spesies patogen yang merupakan OPT dan OPTP. Patogen yang terdeteksi dan teridentifikasi
termasuk dalam golongan cendawan, yaitu: Alternaria solani, Aspergillus
flavus, A. niger, Bipolaris oryzae, Curvularia pallescens, Drechslera oryzae, Fusarium equiseti, F. oxysporum, F. solani, Rhizopus sp., Tilletia barclayana,
Trichoconis padwickii.
Kata kunci: benih padi, pengujian benih, patogen tular benih
16
PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi pangan hewani. Padi sebagai sumber pangan pokok
masyarakat Indonesia banyak dibudidayakan baik di lahan sawah maupun
lahan kering (Hidayat et al., 2014). Peningkatan produktivitas padi terus dilakukan untuk pemenuhan pangan, namun hal tersebut seringkali terkendala
oleh beberapa faktor salah satunya adalah kurang tersedianya benih padi
bermutu baik mutu genetis, fisiologis, fisik maupun patologis (Saylendra, 2010). Benih bermutu baik akan meningkatkan produksi dan kualitas
tanaman. Meski demikian, patogen terbawa benih seringkali menjadi faktor
penghambat peningkatan produktivitas tanaman (Fauzia et al., 2018).
Mutu benih secara patologis erat kaitannya dengan status kesehatan benih. Status kesehatan benih dapat diketahui melalui uji kesehatan benih.
Pengujian kesehatan benih perlu dilakukan, hal ini karena sebagian besar
mikroorganisme terbawa benih baik berupa cendawan, bakteri, virus maupun nematoda bersifat patogenik (ISTA, 2010). Risiko infeksi patogen terbawa
benih dapat dicegah dengan pengujian kesehatan benih melalui kegiatan
deteksi dan identifikasi patogen untuk memastikan bahwa benih tersebut sehat. Benih tanaman harus memiliki kemampuan hidup yang tinggi sebagai
calon penerus generasi dalam produksi tanaman.
Benih adalah bagian tanaman yang paling mudah dipindah dan
dilalulintaskan baik dalam bentuk perdagangan maupun pertukaran antar petani. Sebagian besar alat perkembangbiakan tanaman pangan berupa benih
atau biji. Oleh karena itu benih harus memiliki mutu tinggi (Rahayu, 2016).
Benih padi yang beredar di wilayah Kalimantan Utara seringkali tidak diketahui asal dan sejarahnya. Informasi dari petani menyebutkan bahwa
benih padi yang ada pada awalnya adalah benih dari Malaysia dan Sulawesi,
sehingga penting diketahui apakah benih tersebut bebas patogen terbawa
benih atau tidak terutama dari jenis patogen yang termasuk dalam OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), OPTK (Organisme Pengganggu
Tanaman Karantina) atau OPTP (Organisme Pengganggu Tanaman Penting).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen OPT/OPTK/OPTP terbawa benih pada benih padi di Provinsi Kalimantan
Utara.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi, BKP Kelas II
Tarakan pada bulan April 2018. Sampel benih padi yang digunakan yaitu varietas Inpari 30, lokal, Ciherang, Cibogo dan Situ Bagendit dari Kabupaten
17
Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan sebanyak 400 benih yang
diambil secara acak. Pengujian dilakukan dengan metode washing test dan
blotter test (ISTA, 2010). Pada metode blotter test dibagi menjadi dua sub uji, yaitu dengan pencucian dan tanpa pencucian benih.
Pengujian dengan metode washing test
Benih padi sebanyak 400 butir dipilih secara acak, dibagi ke dalam delapan gelas erlenmeyer, masing – masing berisi 50 butir benih. 10 ml
aquadest dan 1 tetes 0,01% tween 20 ditambahkan ke dalam masing – masing
gelas Erlenmeyer, kocok selama 10 menit dengan tangan. Air kocokan (supernatant) dimasukkan ke dalam tabung centrifuge kemudian di centrifuge
pada kecepatan 1500 rpm selama 3 menit. Supernatant dibuang, tambahkan
aquadest ke dalam pellet, aduk hingga homogen.
Teteskan sebanyak 1 tetes suspensi pellet di atas object glass dan tutup dengan cover glass. Identifikasi patogen dilakukan secara mikroskopis
menggunakan mikroskop compound dan camera optilab terhadap bentuk
spora atau konidia cendawan yang ditemukan.
Pengujian dengan metode blotter test dengan pencucian benih
Benih padi sebanyak 20 butir direndam dalam alkohol 70% selama ± 2
menit dan direndam dalam aquadest selama ± 2 menit kemudian ditanam dalam cawan petri yang telah dilapisi kertas saring lembab. Benih yang telah
ditanam diinkubasi pada suhu 20 – 25 °C di bawah lampu NUV (Near Ultra
Violet) dengan pengaturan penyinaran selama 12 jam terang dan 12 jam gelap
secara bergantian.
Pengujian dengan metode blotter test tanpa pencucian benih
Benih padi sebanyak 20 butir diletakkan di atas lima helai kertas saring
yang telah dilembabkan. Benih yang telah ditanam diinkubasi pada suhu 20 – 25 °C di bawah lampu NUV dengan pengaturan penyinaran selama 12 jam
terang dan 12 jam gelap secara bergantian.
Identifikasi dilakukan setelah 7 hari inkubasi. Pengamatan dilakukan
secara makroskopis dan mikroskopis terhadap cendawan yang tumbuh. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mikroskop stereo. Pengamatan
mikroskopis menggunakan mikroskop compound dan camera optilab.
Siapkan object glass yang telah ditetesi methylene blue sebanyak 1 tetes, letakkan 1 ose propagul cendawan dari sampel benih yang diamati pada object
glass, tutup dengan cover glass. Identifikasi dilakukan terhadap bagian
cendawan yang ditemukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil evaluasi menunjukan bahwa semua benih padi yang diamati diketahui terinfeksi oleh patogen dari kelompok cendawan. Hasil pengujian
18
dari dua metode yang dicoba menunjukkan tidak ditemukan OPTK A1
terbawa benih pada padi yang diuji, namun ditemukan beberapa spesies
cendawan terbawa benih yang termasuk dalam OPT dan OPTP (Tabel 1). Tabel 1. Cendawan terbawa benih yang ditemukan pada benih padi yang diuji
Lokasi
Sampel
Varietas
Sampel
Cendawan yang ditemukan*)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nunukan Inpari 30 √ √ - - - √ - - - √ √ √ Lokal √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √
Malinau Cibogo - √ - √ √ - - - - - √ -
Ciherang - √ - √ √ - - - - √ √ -
Situ Bagendit - √ √ - √ √ - √ √ √ √ -
Tarakan Ciherang - √ √ - √ √ - - √ √ √ - Keterangan : *) 1 : Alternaria solani; 2 : Aspergillus flavus; 3 : A. niger; 4 : Bipolaris
oryzae; 5 : Curvularia pallescens; 6 : Drechslera oryzae; 7 : Fusarium equiseti; 8 :
F. oxysporum; 9 : F. solani; 10 : Rhizopus sp.. 11 : Tilletia barclayana; 12 :
Trichoconis padwickii
Benih padi varietas Inpari 30 terinfeksi oleh 4 jenis cendawan yaitu Alternaria solani, Aspergillus flavus, Drechslera oryzae, Rhizopus sp., Tilletia
barclayana, dan Trichoconis padwickii. Benih padi lokal terinfeksi oleh 11
jenis cendawan, yaitu Alternaria solani, Aspergillus flavus, A. niger, Curvularia pallescens, Drechslera oryzae, Fusarium equiseti, F. oxysporum,
F. solani, Rhizopus sp., Tilletia barclayana, dan Trichoconis padwickii. Benih
padi Cibogo terinfeksi oleh 4 jenis cendawan yaitu Aspergillus flavus,
Bipolaris oryzae, Curvularia pallescens, dan Tiletia barclayana. Benih padi Ciherang terinfeksi oleh 7 jenis cendawan yaitu Aspergillus flavus, A. niger,
Curvularia pallescens, Drechslera oryzae, Fusarium equiseti, F. oxysporum,
F. solani, Rhizopus sp., Tilletia barclayana, dan Trichoconis padwickii. Pada benih padi Situ Bagendit terinfeksi oleh 8 jenis cendawan, yaitu Aspergillus
flavus, A. Niger, Curvularia pallescens, Drechslera oryzae, Fusarium
oxysporum, F. Solani, Rhizopus sp., dan Tilletia barclayana. Hasil pengujian menunjukkan bahwa A. flavus dan T. barclayana
menginfeksi seluruh varietas benih yang diuji. Kedua patogen ini termasuk
dalam kelompok cendawan. Agrawal dan Sinclair (1996) menyebutkan bahwa
cendawan adalah kelompok terbesar patogen terbawa benih. Selama penyimpanan, spora dapat menginfeksi dan mengontaminasi biji sehat, sisa
tanaman dan tanah (Anonim, 2018a). Patogen dapat menyebar dan
menyebabkan kehilangan hasil secara kualitatif dan kuantitatif. Cendawan A. flavus merupakan cendawan yang banyak ditemui di
penyimpanan sebagai kontaminan. A. flavus merupakan cendawan yang biasa
tumbuh pada hasil panen yang mengandung minyak, misalnya kacang –
19
kacangan, jagung, cabai, dan serealia. A. flavus pada biji – bijian yang
disimpan dapat menurunkan daya kecambah, perubahan warna pada biji,
kenaikan suhu dan kelembapan pada biji, perubahan susunan kimia biji, produksi dan akumulasi mikotoksin pada biji (Sutjiati dan Saenong, 2002).
Koloni A. flavus berwarna putih, soklat kehitaman. Kepala konidia merupakan
struktur yang terletak pada konidiofor. Bagian apeks membentuk globose. Konidiofor tidak bercabang (Amteme dan Anna, 2018).
T. barclayana ditemukan di lapangan pada saat tanaman padi matang
atau siap panen. Permukaan bulir padi yang telah matang akan tertutupi oleh tepung hitam yang merupakan massa spora cendawan. Selain itu massa spora
berwarna hitam akan terlihat antara palea dan lemma (Groth, 2018).
Teliospora dari biji padi yang terinfeksi akan menyebar ke biji padi sehat
selama masa penyimpanan dan pemrosesan (Gravois and Bernhardt, 2000).
Hasil pengujian benih padi menggunakan metode washing test dan
blotter test Pengujian benih yang dilakukan memberikan informasi bahwa
cendawan T. barclayana dapat diperoleh melalui metode washing test dan
blotter test tanpa pencucian (Tabel 2). Hal ini dikarenakan teliospora cendawan menempel pada permukaan benih padi (Gambar 2), sehingga jika
diisolasi dengan metode blotter test tanpa pencucian, teliospora tidak ikut
tercuci dan masih menempel pada permukaan benih.
Tabel 2. Cendawan yang ditemukan pada metode washing test dan blotter test
Spesies Washing
test
Blotter test
Tanpa
Pencucian
Dengan
pencucian
Alternaria solani √ - - Aspergillus flavus - √ √
Aspergillus niger - √ -
Bipolaris oryzae √ - - Curvularia pallescens √ - -
Drechslera oryzae √ - -
Fusarium equiseti - - √
Fusarium oxysporum - - √ Fusarium solani - √ √
Rhizopus sp. - √ √
Tilletia barclayana √ √ - Trichoconis padwickii √ - √
Jumlah inokulum spora T. barclayana per ml suspensi sampel cukup
banyak, hal ini diduga karena spora sudah banyak terdapat pada benih.
20
a b c
Diketahui bahwa spora T. barclayana dapat bertahan pada benih di
penyimpanan hingga 3 tahun. Selama penyimpanan, spora dari benih yang
terinfeksi dapat menyebar dan mengontaminasi benih sehat (Anonim, 2018b; Gravois and Bernhardt, 2000).
Gambar 2. Tilletia barclayana : (a) hasil washing test; (b) hasil blotter test tanpa pencucian; (c) teliospora pada permukaan benih padi
Cendawan A. flavus hanya diperoleh melalui metode blotter test baik tanpa pencucian maupun dengan pencucian (Tabel 2). A. flavus merupakan
cendawan udara yang kemungkinan menyebar dan menginfeksi benih ketika
di penyimpanan. Patogen terbawa benih dapat berupa infeksi maupun infestasi. Infeksi
ditandai dengan keberadaan patogen di dalam jaringan benih, bisa pada kulit
biji, endosperm atau embrio. Sedangkan infestasi ditandai dengan keberadaan
patogen pada permukaan benih atau terbawa benih secara bebas. Infestasi patogen pada benih tetap harus diperhatikan karena mempengaruhi
penyebaran patogen pada benih.
KESIMPULAN
Pengujian kesehatan benih padi yang berasal dari Kabupaten Malinau
dan Nunukan, Kalimantan Utara menunjukkan bahwa benih tersebut terinfeksi beberapa cendawan terbawa benih diantaranya Alternaria solani,
Aspergillus flavus, A. niger, Bipolaris oryzae, Curvularia pallescens,
Drechslera oryzae, Fusarium equiseti, F. oxysporum, F. solani, Rhizopus sp., Tilletia barclayana, Trichoconis padwickii.
DAFTAR PUSTAKA
[ISTA] International Seed Testing Association. 2010. International Rules for
Seed Testing Edition 2010. ISTA Co., Switzerland.
21
Amteme, K. dan Anna Tefa. 2018. Identifikasi Cendawan Patogen pada
Beberapa Varietas Benih Padi Sawah Berdasarkan Model
Penyimpanan. Savana Cendana 3 (1): 4 – 7
Anonim. 2018b. Diseases Tilletia horrida Tak.-Black Smut of Rice.
Interactive Agricultural Ecological Atlas of Russia and Neighboring Countries.
http://www.agroatlas.ru/en/content/diseases/Oryzae/Oryzae_Tilletia
_horrida/index.html. Diakses : 20/04/2018.
Fauzia, G., Bonny P. S., Titiek S.Y., Akhiruddin M. Development Of
Detection Method For Seed-Borne Pathogenic Fungi On Rice Seed
Using Fiber Optic Fluorescence Spectroscopy. Pak. J. Biotechnol 15 (1): 45 – 51
Gravois, K.A. and J.L. Bernhardt. 2000. Heritability and Genotype X Environment Interactions For Discolored Rice Kernels. Crop Science
40 : 314 – 318.
Groth, Donald. 2018. Rice Disease Identification. Department of Plant
Pathology and Phisiology. Baton Rouge LA. Terdapat pada
https://www.slideshare.net/thithanhmybui/rice-diseasei-dphotolink.
Diakses : 17/05/2018.
Hidayat, Y., Moh. Ismail W., Miskat R., Hermawati C., Slamet H. 2014.
Model Pencapaian Target Seratus Ribu Ton PAdi Di Maluku Utara Dengan Pendekatan Dinamika Sistem, Tahun 2014. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Pertanian Mendukung Bio-Industri. BBP2TP,
Manado, 9 Oktober 2014.
Ikrarwati dan Amiyarsi M.Y. 2014. Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis
Benih Padi Varietas Ciherang dan HIPA 8. Buletin Pertanian
Perkotaan 4 (1): 27 – 37
Rahayu, M. 2016. Patologi dan Teknis Pengujian Kesehatan Benih Tanaman
Aneka Kacang. Buletin Palawija 14 (2): 78 – 88
Saylendra, A. 2010. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Padi Dari
Kecamatan Ciruas Kabupaten Serang Banten. Jur. Agroekotek 2 (2): 24
– 27
22
Sutjiati M., dan M. S. Saenong. 2002. Infeksi Cendawan Aspergillus sp. Pada
Beberapa Varietas/Galur Jagung Hibrida Umur Dalam. Prosiding
Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI, dan HPTI XV Sul-Sel. Maros, 29 Oktober 2002
23
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BOKASHI KOTORAN
KAMBING TERHADAP PRODUKSI RUMPUT ODOT
(Pennisatum purpureum cv. Mott)
Roni Hidayat, Kisey Bina Habeahan, Himawan Bayu Aji
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
Jl. Trans Halmahera, Komplek Pertanian Kusu No 1,
Sofifi, Kota Tidore Kepulauan
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Sistem terpadu pertanian-peternakan salah satunya dapat dilakukan dengan
memanfaatkan limbah peternakan sebagai pupuk organik untuk pemenuhan
unsur hara tanaman hijauan pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian pupuk bokashi kotoran kambing terhadap
produksi rumput odot (Pennisatum purpureum cv. Mott). Rancangan
menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat
perlakuan dan lima ulangan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
uji Anova (Analysis of Variance) satu pada taraf signifikansi α = 0.05. Untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji beda nyata Duncan.
Variabel Pengkajian meliputi jumlah anakan, jumlah daun, dan berat panen.
Hasil menunjukkan Penggunaan pupuk bokashi yang semakin meningkat
akan meningkatkan jumlah produksi rumput odot pada jumlah anakan,
jumlah daun, maupun berat panennya. Penggunaan pupuk bokashi dengan
dosis 4 ton/ha memberikan hasil terbaik pada semua variabel, tetapi hasilnya
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan penggunaan pupuk
bokashi pada dosis 3 ton/ ha.
Kata kunci : Sistem terpadu pertanian-peternakan, pupuk bokashi, rumput
odot
PENDAHULUAN
Tingginya permintaan akan produk peternakan menjadikan usaha
peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan. Usaha peternakan
memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan
bagi banyak masyarakat. Usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang
dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, pengelolaan limbah
peternakan perlu dilakukan untuk menjaga kenyamanan di masyarakat. Salah
satu upaya untuk tindakan tersebut ialah melalui pemanfaatkan limbah
24
peternakan untuk diolah menjadi pupuk sehingga dapat memberi nilai
tambah bagi usaha tersebut.
Salah satu usaha peternakan yang menjanjikan adalah beternak
kambing. Selain dimanfaatkan daging dan susunya, hasil ikutan lain dari
beternak kambing ialah limbah padat maupun cair yang masih banyak
mengandung bahan organik, terutama kandugan nitrogen (N) yang dapat
diolah menjadi pupuk organik. Jenis nitrogen yang dapat diperoleh dari
kotoran kambing dan domba dengan total bobot badan ± 120 kg dan dengan
periode pengumpulan kotoran selama 3 bulan sekali mencapai 7,4 kg.
jumlah ini dapat disetarakan dengan 16,2 kg urea (46% nitrogen) (Ditjen
Peternakan, 1992)
Sistem peternakan terpadu menjadikan usaha peternakan lebih efektif
yang dapat diterapkan di masyarakat sehingga kegiatan beternak menjadi
lebih efisien dan menguntungkan bagi peternak. Pemanfaatan pupuk yang
berasa dari hasil pengolahan limbah peternakan dapat dikembalikan lagi ke
tanah pertanian melalui pupuk organik untuk tanaman hijauan sebagai bahan
pakan untuk ternak. Kualitas bahan pakan terutama hijauan yang dipupuk
menggunakan pupuk organik akan lebih baik, salah satu hijauan tersebut
ialah rumput odot (Pennisatum purpureum cv. Mott) yang merupakan
hijauan unggul, dari aspek tingkat pertumbuhan, produktivitas, dan nilai
gizinya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian
pupuk bokashi kotoran kambing terhadap produksi rumput odot (Pennisatum
purpureum cv. Mott). Sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat
terutama tentang pengolahan limbah kotoran ternak kambing menjadi pupuk
bokashi yang dapat diaplikasikan terhadap rumput odot.
BAHAN DAN METODE
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Rancangan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan 5 ulangan. Produksi rumput odot yang diamati meliputi
jumlah anakan, jumlah daun dan berat basah rumput odot. Jumlah anakan
dan jumlah daun dihitung secara manual setiap satu minggu sekali
Sedangkan berat panen rumput odot dihitung dengan cara menimbang
seluruh hasil panen rumput odot dengan menggunakan timbangan pada saat
umur 63 hari setelah tanam.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Anova (Analysis of
Variance) satu jalur dengan program komputer SPSS 17.0. pada taraf
signifikansi α = 0.05. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
dilakukan uji beda nyata Duncan.
25
Pelaksanaan Pengkajian
Pembuatan pupuk bokashi
Pembuatan pupuk bokashi dilakukan dengan mencampur 68 kg
kotoran kambing, 17 kg sekam padi, dan 17 kg bekatul kemudian
mencampur 102 ml molasses, 102 ml EM4 dengan air. Kedua campuran
tersebut kemudian diaduk merata sampai homogen hingga kadar air
mencapai ±60%. Kemudian ditutup menggunakan terpal sampai rapat dan
dibiarkan selama 14 hari.
Pengolahan lahan
Pengolahan tanah diawali dengan membersihkan areal dari gulma dan
sampah. Dilanjutkan pekerjaan pembajakan dengan handtractor untuk
memecahkan lapisan tanah menjadi bongkahan-bongkahan dan membalik
lapisan tanah kemudian didiamkan beberapa hari. Selanjutnya tanah tersebut
dicangkul untuk dibuat bedengan membujur dari arah barat ke timur agar
mendapatkan cahaya matahari penuh dengan ukuran bedengan setiap unit
percobaan adalah lebar 150 cm, panjang 250 cm, dan tinggi 25 cm.
Seleksi bibit dan penanaman
Bibit odot yang digunakan dalam bentuk stek dengan panjang 20 cm-
25 cm dan terdapat paling tidak lima mata tunas. Penanaman dilakukan
menggunakan bibit yang telah diseleksi, setiap lubang tanaman akan ditanami
dua stek dengan jarak tanam 75 x 50 cm, di mana setiap bedengan terdapat 10
lubang tanam.
Pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan
Pemupukan terhadap rumput odot dilakukan sesaat sebelum
penanaman dilakukan, dengan dosis pada setiap perlakuan (750 gram untuk
perlakuan pertama pada setiap ulangan, 1.125 gram untuk perlakuan kedua
pada setiap ulangan, dan 1.400 gram untuk perlakuan ketiga pada setiap
ulangan). Pemeliharaan rumput odot yang akan dilakukan berupa
pengendalian gulma dengan cara menyiangi gulma di sekitar rumput odot 2
minggu sekali. Pemanenan rumput odot dilakukan pada saat umur rumput 63
HST. Cara panen tanaman rumput odot adalah memotong batang tanaman
dengan menyisakkan 5 cm dari permukaan tanah.
Variabel Pengamatan
Variabel yang akan diamati yaitu jumlah anakan, jumlah daun, dan
berat panen. Jumlah anakan dan jumlah daun dihitung secara manual dengan
cara menghitung setiap anakan dan jumlah daun di dalam satu rumpun.
Penghitungan jumlah anakan dan jumlah daun dilakukan setiap tujuh hari
sekali dimulai dari hari ketujuh (minggu pertama) sampai pada hari ke-63
(minggu ke-9) atau sampai dilakukan pemanenan. Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif dan statistik sidik ragam.
26
Berat panen dihitung berdasarkan berat semua rumput yang masih
segar yang dipanen pada umur 63 hari setelah tanam dengan menggunakan
timbangan dalam satuan kilogram (kg).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil rata-rata jumlah anakan, jumlah daun dan berat panen tanaman
odot dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 1. Hasil Rata-rata Jumlah Anakan, Jumlah Daun dan Berat Panen
Rumput Odot
Variabel Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Jumlah Anakan 10,6600a 12,4000ab 13,3800b 13,6200b
Jumlah Daun 83,4800a 110,8200b 121,6400c 122,3600c
Berat Basah (kg) 4,1060a 5,4620b 6,2200c 6,2500c
Keterangan: superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (P<0,05). T0 = Perlakuan tanpa pemupukan atau kontrol, T1 =
Perlakuan dengan pupuk bokashi dosis 2 ton/ha, T2 = Perlakuan
dengan pupuk bokashi dosis 3 ton/ha, T3 = Perlakuan dengan pupuk
bokashi dosis 4 ton/ha
Tabel 1 menunjukkan hasil yang berbeda terhadap tanaman rumput
odot. Hal ini diduga karena pemberian pupuk bokashi dengan dosis yang
berbeda menyebabkan perbedaan ketersediaan unsur hara dalam tanah
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
odot. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk bokashi dapat
merangsang pertumbuhan tanaman baik pada fase vegetatif maupun pada
fase generatif. Sesuai dengan pendapat Nasaruddin (2010) bahwa pemberian
pupuk sangat erat kaitannya dengan fase pertumbuhan vegetatif dan
generatif. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman
pada umumnya yang sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian–bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan
akar.
Jumlah Anakan
Perlakuan yang menghasilkan jumlah anakan dengan rata-rata
terbanyak adalah T3 (dosis bokashi 4 ton/ha) dengan rata-rata jumlah anakan
yang dihasilkan sebanyak 10,55 anakan pada satu rumpun, sedangkan
perlakuan yang menghasilkan jumlah anakan dengan rata-rata paling rendah
adalah T0 (tanpa pemupukan) dengan rata-rata anakan yang dihasilkan
sebanyak 8,74 anakan pada satu rumpun.
27
Tabel 2. Jumlah anakan rumput odot yang diberi perlakuan pupuk
Perlakuan
Jumlah anakan (anakan)
Rerata Minggu ke-
I II III IV V VI VII VIII IX
T0 6,68 7,44 7,6 8,2 9,08 9,22 9,72 10,08 10,66 8,74
T1 6,2 6,98 8,66 10,32 10,48 11,28 11,62 12 12,4 9,99
T2 6,88 7,46 9,06 9,8 9,84 10,92 11,4 12,06 13,38 10,09
T3 6,68 7,82 8,86 10,84 11,18 11,52 11,75 12,7 13,62 10,55
Sumber: Data primer, diolah
Keterangan: T0 = Perlakuan tanpa pemupukan atau kontrol, T1 = Perlakuan
dengan pupuk bokashi dosis 2 ton/ha, T2 = Perlakuan dengan pupuk
bokashi dosis 3 ton/ha, T3 = Perlakuan dengan pupuk bokashi dosis 4
ton/ha
Grafik pertambahan jumlah anakan pada tanaman odot dapat dilihat
pada grafik (Gambar 1). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk bokasi dengan
dosis pupuk yang berbeda terhadap tanaman odot memberikan pengaruh
yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah anakan tanaman odot dengan nilai
signifikansi 0,014. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji lanjut
duncan, menunjukkan hasil bahwa T3 berbeda nyata terhadap T0 tetapi tidak
berbeda nyata terhadap T1 dan T2. Demikian juga dengan T2 berbeda
terhadap T0 tetapi tidak berbeda terhadap T1 maupun T3 (Tabel 1).
Gambar 1. Pertambahan jumlah anakan tanaman odot setiap minggu
28
Bahan bokashi adalah jerami padi, pupuk kandang, sampah, sekam
serbuk gergaji, sisa tanaman, gulma, seresah, pangkasan rumput, ranting,
sisa kayu, bahkan kotoran manusia bisa digunakan. Belum diketahui dengan
jelas mengapa petani di Indonesia enggan menggunakan bokashi. Padahal
bila digunakan, bahan baku bokashi tersedia melimpah dan bahkan
seringkali dianggap sebagai limbah sehingga kerap dihargai sangat murah
(Ginting, 2010).
Jumlah anakan tanaman odot paling banyak adalah pada perlakuan
pemberian pupuk bokashi dengan dosis 4 ton/ha dengan rata-rata jumlah
anakan yang dihasilkan sebanyak 10,55 anakan/rumpun. Kondisi ini diduga
karena adanya pengaruh ketercukupan kandungan unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman. Sejalan dengan pendapat Hidayat (2003) yang
menyebutkan bahwa penggunaan pupuk dalam kegiatan budidaya
dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah bagi
pertumbuhan tanaman. Unsur hara essensial yang dibutuhkan oleh tanaman
diantaranya nitrogen (N), phospor (P) dan kalium (K). Peran utama nitrogen
bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun.
Suplai unsur hara yang cukup akan memberikan kondisi ideal pada
media tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara N,
P dan K, merupakan unsur hara makro primer yang lebih banyak dibutuhkan
tanaman dibandingkan unsur hara lainnya. Tanaman tidak dapat melakukan
metabolismenya jika kekurangan nitrogen untuk membentuk bahan-bahan
penting pada tanaman. Kekurangan nitrogen dapat menghambat
pembentukan klorofil, pertumbuhan lambat, dan kerdil karena klorofil
dibutuhkan untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis,
sehingga akan menghentikan proses pertumbuhan jumlah anakan produktif.
(Sonhaji, 2008).
Jumlah Daun
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa perlakuan yang menghasilkan
jumlah daun paling banyak adalah T3 (dosis bokashi 4 ton/ha) dengan rata-
rata jumlah daun yang dihasilkan sebanyak 78,30 helai. Sedangkan yang
menghasilkan jumlah daun paling rendah adalah T0 (tanpa pemupukan)
dengan rata-rata jumlah daun yang dihasilkan sebanyak 53,16 helai.
Pertambahan jumlah daun pada tanaman odot dapat dilihat pada grafik
(Gambar 2).
29
Tabel 3. Jumlah daun rumput odot yang diberi perlakuan pupuk
Perlakuan
Jumlah daun (helai)
Rerata Minggu ke-
I II III IV V VI VII VIII IX
T0 13,14 20,92 32,56 44,1 55,78 73,82 75,1 79,52 83,48 53,16
T1 12,82 20,58 37,72 58,44 80,54 96,18 96,6 107,26 110,82 69
T2 13,5 23,48 42,72 69,6 85,96 101 103,42 112,9 121,64 74,91
T3 13 22 43,98 76,5 97,82 104,24 107,32 117,48 122,36 78,3
Sumber: Data primer, diolah
Keterangan: T0 = Perlakuan tanpa pemupukan atau kontrol, T1 = Perlakuan
dengan pupuk bokashi dosis 2 ton/ha, T2 = Perlakuan dengan pupuk
bokashi dosis 3 ton/ha, T3 = Perlakuan dengan pupuk bokashi dosis 4
ton/ha
Hasil analisis data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian pupuk bokasi dengan dosis yang berbeda terhadap
tanaman odot memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) terhadap
jumlah daun tanaman odot dengan nilai sig. 0,000. Kemudian dilanjutkan
dengan melakukan uji lanjut duncan, menunjukkan hasil bahwa T3 berbeda
nyata terhadap T0 serta T1 tetapi tidak berbeda terhadap T2, sama halnya
dengan T2 berbeda nyata terhadap T0 dan T1 tetapi tidak berbeda terhadap
T3 (Tabel 1).
Perbedaan yang nyata tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk
bokashi dengan dosis 4 ton/ha lebih baik jika dibandingkan dengan
perlakuan tanpa pemberian pupuk bokashi dan pemberian pupuk bokashi
dengan dosis 2 ton/ ha dan dosis 3 ton/ha. Hal ini diduga karena pemberian
pupuk bokashi dengan dosis 4 ton/ha memberikan kondisi optimum
kandungan unsur hara terutama unsur nitrogen sehingga mampu memacu
pertumbuhan daun menjadi lebih banyak.
Semakin banyak pupuk bokashi yang diberikan ke dalam tanah maka
semakin banyak juga N unsur diterima oleh tanah. Peran N berfungsi sebagai
penyusun asam-asam amino, protein dan asam-asam amino yang dapat
membantu dalam proses fotosintesis yang menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman seperti daun dapat berjalan secara normal (Wawan,
2010).
30
Gambar 2. Pertambahan jumlah daun rumput odot setiap minggu
Sesuai dengan pendapat Nurfahilah (2016) bahwa kandungan nitrogen
pada pupuk akan meningkatkan kandungan nitrogen tanah sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan kandungan nitrogen daun dan merespon
pertumbuhan daun. Menurut Sudibyo et al., (2008), unsur nitrogen yang
dominan terkandung dalam bokashi pupuk kandang berfungsi dalam
meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk memacu
pertumbuhan daun. Diasumsikan semakin luas daun, maka semakin tinggi
fotosintat yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi pula fotosintat yang
ditranslokasikan. Fotosintat tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, antara lain pertambahan ukuran panjang atau tinggi
tanaman, pembentukan cabang, dan daun baru.
Berat Panen
Hasil berat panen pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan ANOVA
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk bokasi dengan yang
berbeda terhadap tanaman odot memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap produksi tanaman odot dengan nilai sig. 0,000. Kemudian
dilanjutkan dengan melakukan uji duncan, menunjukkan hasil bahwa T3
berbeda nyata terhadap T0 serta T1 tetapi tidak berbeda terhadap T2, sama
halnya dengan T2 berbeda nyata terhadap T0 dan T1 tetapi tidak berbeda
terhadap T3 (Tabel 1).
31
Tabel 4. Berat panen rumput odot yang diberi perlakuan pupuk
Ulangan
Berat Panen (kg)
Perlakuan
T0 T1 T2 T3
1 4,21 4,7 6,25 6,4
2 4,15 5,54 5,59 6,27
3 4,02 5,12 6,75 5,86
4 3,53 6,01 5,71 6,05
5 4,62 5,94 6,8 6,67
Jumlah 21 27,31 31,1 31,25
Rerata 4,11 5,46 6,22 6,25
Sumber: Data primer, diolah
Keterangan: T0 = Perlakuan tanpa pemupukan atau kontrol, T1 = Perlakuan
dengan pupuk bokashi dosis 2 ton/ha, T2 = Perlakuan dengan pupuk
bokashi dosis 3 ton/ha, T3 = Perlakuan dengan pupuk bokashi dosis 4
ton/ha
Data tersebut menyatakan bahwa perlakuan yang menghasilkan berat
panen tertinggi adalah T3 (dosis bokashi 4 ton/ha) dengan rata-rata berat
panen yang dihasilkan sebanyak 6,25 kg. Sedangkan berat basah terendah
terdapat pada perlakuan T0 (tanpa pemupukan) dengan berat panen rata-rata
yang dihasilkan sebanyak 4,11 kg. Gambaran berat basah pada tanaman odot
dapat dilihat pada grafik (Gambar 3)
Gambar 3. Berat panen rumput odot yang diberi perlakuan pupuk
32
Berat panen rumut odot paling banyak adalah pada perlakuan
pemberian pupuk bokashi dengan dosis 4 ton/ha dengan berat rata-rata yang
dihasilkan sebanyak 6,25 kg. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasir (2008),
yang mengatakan bahwa pupuk organik bokashi mengandung unsur hara
makro yang mampu meningkatkan kesuburan dan produksi tanaman.
Keberadaan bahan organik dalam tanah akan menjamin ketersediaan hara
bagi tanaman. Bokashi juga bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah Selain itu keberadaan bahan organik dapat
merangsang aktifitas berbagai jasad renik yang berfungsi untuk mendaur
ulang beragam sisa makhluk hidup yang berada dalam tanah sehingga
kebutuhan unsur hara terpenuhi dan dapat meningkatkan produksi tanaman.
(Ginting, 2010). Kemudian berat panen tanaman juga dipengaruhi oleh
banyaknya daun maupun jumlah anakan pada tanaman odot tersebut. Sesuai
dengan pendapat Djunaedi (2009), bahwa Jika pertumbuhan vegetative
(jumlah daun) baik, maka ada kemungkinan produksinya akan baik pula.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari semua variabel yang telah
dikaji dan dianalisis secara deskriptif dan statistik, maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan pupuk bokashi dengan dosis yang berbeda memberikan
pengaruh yang berbeda-beda terhadap produksi rumput odot baik pada
jumlah anakan, jumlah daun, maupun berat panen rumput odot. Penggunaan
pupuk bokashi yang semakin meningkat juga akan meningkatkan jumlah
produksi rumput odot pada jumlah anakan, jumlah daun, maupun berat
panenya.
Penggunaan pupuk bokashi dengan dosis 4 ton/ha memberikan hasil
terbaik pada produksi rumput odot baik dari jumlah anakan, jumlah daun,
maupun berat panen tanaman odot, tetapi hasilnya tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan penggunaan pupuk bokashi pada dosis 3 ton/
ha. Perbedaan yang tidak nyata tersebut dapat diartikan bahwa dari segi
ekonomisnya penggunaan pupuk bokashi dengan dosis 3 ton/ha dapat
memberikan hasil yang paling optimal terhadap produksi rumput odot.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 1992. Pedoman
Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan. Proyek Peningkatan
Produksi Peternakan. Diktat. Direktur Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian, Jakarta.
33
Djunaedi Achmad. 2009. Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Bokashi
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Panjang. Agrovigor 2 (1)
Ginting, M. 2010. Pemanfaatan Jerami Menjadi Bokashi. Diakses 2 Februari
2012.
Hidayat, M.F. 2003. Pemanfaatan Asam Humat dan Omega pada Pemberian
Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb Yang
Diinokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA). Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Nasaruddin. 2010. Dasar–Dasar Fisiologi Tanaman. Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin dan Yayasan Forest Indonesia. Jakarta.
Nasir. 2008. Pengaruh Penggunaan Pupuk Bokashi Pada Pertumbuhan Dan
Produksi Padi Palawija Dan Sayuran.
http://www.dispertanak.pandeglang.go.id/. Diakses tanggal 9
Desember 2017.
Nurfahilah. 2016. Pertumbuhan Kembali (Regrowth) Rumput Gajah Mini
(Pennisetum purpureum cv. Mott) melalui Pemberian Pupuk Organik
Cair pada Lahan Kering–Kritis. Skripsi. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Sonhaji, A. 2008. Pupuk Tanaman Buatan Sendiri. Wahana Iptek. Bandung.
Sudibyo, M., P. Prastowo, M. Nugrahalia, Idramsa dan Aryeni. 2008.
Pemanfaatan Limbah Padat Sapi Sebagai Bahan Dasar Bokashi Untuk
Pupuk Tanaman Hortikultura. Laporan Penelitian. Universitas Negeri
Medan.
Wawan A S. 2010. Pembuatan Kompos Bokashi. Disampaikan pada
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Di Kecamatan Kalianda,
Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung Februari 2010
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung
34
1)Vera Silviana dan 2)Iman Sabarisman
1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
Jl. Trans Halmahera, Komplek Pertanian Kusu No 1,
Sofifi, Kota Tidore Kepulauan 2)Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Sekip Unit 1, Kec. Depok, Kab. Sleman, Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu blanching
dan konsentrasi asam sitrat terhadap whiteness index, kadar air, dan kadar
protein tepung gayam.Tahapan pembuatan tepung biji gayam ini meliputi
pengupasan kulit, sortasi, penimbangan, blanching (700C, 900C) selama 10
menit dengan variasi penambahan asam sitrat (0%, 1%, dan 2%), pengirisan,
pengeringan 700C selama 3 jam. Selanjutnya biji gayam kering ditepungkan
dan diayak hingga ukuran 80 mesh. Kemudian dilakukan pengujian warna,
kadar air, dan kadar protein. Data dianalisis menggunakan ANOVA apabila
terdapat perbedaan diuji lanjut dengan Duncan dengan tingkat kepercayaan
5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu blanching
berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap whiteness index, kadar air, kadar
protein. Perlakuan variasi konsentrasi asam sitrat berpengaruh nyata
(α=0.05) terhadap whiteness index, kadar air, kadar protein.
Kata kunci: blanching, asam sitrat, tepung gayam
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki tanah subur sehingga
mendukung tumbuhnya bebagai tanaman. Hal tersebut menjadikan banyak
keanekaragaman hayati belum dimanfaatkan secara optimal, satu
diantaranya adalah gayam. Gayam digolongkan sebagai sumber pangan.
Bagian biji gayam dapat dimanfaatkan menjadi pangan olahan (Heyne,
1987; Epriliati, 2002; Pauku, 2006). Berdasarkan kadar gizi gayam yang
tinggi maka gayam berpotensi sebagai sumber pangan alternatif terutama
kandungan karbohidrat dan patinya yang tinggi biji gayam dapat diolah
menjadi tepung biji gayam (Epriliati, 2002). Kendala preparasi tepung
gayam antara lain rentan terjadinya oksidasi saat gayam dikupas atau biji
PENGARUH SUHU BLANCHING DAN ASAM SITRAT TERHADAP
KARAKTERISTIK MUTU TEPUNG GAYAM
35
diiris sehingga mengalami pencoklatan (browning) karena meningkatnya
aktivitas enzim polifenolase (Epriliati, 2002; Pauku, 2006). Kendala
preparasi tepung gayam antara lain rentan terjadinya oksidasi saat gayam
dikupas atau biji diiris sehingga mengalami pencoklatan (browning) karena
meningkatnya aktivitas enzim polifenolase (Epriliati, 2002; Pauku, 2006).
Hal ini menyebabkan tepung kurang menarik. Salah satu upaya
mengurangi aktivitas enzim polifenolase adalah dengan perlakuan blanching
di atas suhu optimum aktivitas enzim polifenolase yakni di atas suhu 73-
78°C. Hasil penelitian Kusdibyo dan Musaddad (2000) menunjukkan bahwa
perlakuan blanching dengan media air pada suhu 80-90°C selama 10 menit
dapat meningkatkan kecerahan warna. Menurut Hidayat, dkk (2012)
pencegahan reaksi pencoklatan enzimatis yang banyak digunakan pada
pengolahan bahan yaitu kombinasi perendaman dalam air panas (blanching)
dan penambahan sulfit. Asam-asam organik seperti asam sitrat, malat dan
tartrat dapat digunakan sebagai penghambat reaksi pencoklatan pengganti
sulfit. Output yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui
pengaruh suhu blanching dan konsentrasi asam sitrat yang menghasilkan
tepung biji gayam yang sesuai dengan standar mutu SNI 3751:2009.
Terdapat 17 kriteria mutu tepung terigu yang dijadikan pedoman,
namun pada pengujian yang akan dilakukan pada tepung gayam hanya
dipilih tiga dari ketujuhbelas kriteria antara lain warna (derajat putih), kadar
air, dan kadar protein. Derajat putih tepung gayam dari masing-masing
perlakuan akan diukur untuk mengetahui perlakuan yang menghasilkan
warna terbaik. Pengujian tersebut penting dilakukan karena warna
merupakan salah satu atribut yang mempengaruhi tingkat penerimaan
konsumen terhadap sebuah produk (Sastrahidayat, 2014). Kadar air
merupakan komponen yang harus diketahui karena kadar air pada bahan
akan mempengaruhi kualitas dan umur simpan, semakin tinggi kadar air
pada bahan maka potensi kerusakannya juga meningkat (Rusdan, 2017).
Kadar air maksimal produk tepung menurut SNI (2009) adalah 14,5 %.
Pengujian kadar protein dimaksudkan untuk juga mengetahui jumlah gluten
pada tepung gayam karena nantinya tepung tersebut dapat digunakan sebagai
bahan pembuatan olahan berbasis tepung. Gluten akan mempengaruhi
elastisitas adonan, menurut Dessuara (2014) banyak sedikitnya gluten yang
didapat bergantung pada berapa banyak jumlah protein dalam tepung itu
sendiri, makin tinggi proteinnya maka makin banyak jumlah gluten yang
didapat, begitu juga sebaliknya.
36
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2018 di
Laboratorium Rekayasa Proses, Diploma Agroindustri, Sekolah Vokasi dan
Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan, Departemen Teknologi Pangan
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain buah gayam, asam
sitrat, HgO, K2SO4, NaOH 0,1%, asam borat, HCL 0,1 N, H2SO4 pekat,
indikator PP, indikator MRBCG, aquades. Alat yang digunakan adalah
pisau, baskom, gelas beaker, termometer, kompor listrik, neraca analitik,
peniris, spatula, cabinet dryer, blender, ayakan 80 mesh, Chromameter CR-
400, oven, botol timbang, neraca analitik, desikator, penjepit kayu, neraca
analitik, labu Kjeldahl, labu Erlenmeyer, buret, kompor listrik, dan alat
destilasi.
Prosedur penelitian ini meliputi biji gayam yang sudah bersih
kemudian ditimbang sebanyak 100 gram, sementara itu telah dipanaskan air
sebanyak 250 ml menggunakan kompor listrik dengan tegangan 600 watt
hingga suhu air naik menjadi 900C. Setelah suhu air mencapai 900C,
kemudian ditambahkan asam sitrat sesuai dengan variasi jumlah yang
ditentukan yakni 0 gram (0%), 2,5 gram (1%), dan 5 gram (2%). Pembuatan
larutan asam dengan konsentrasi 0%, 1%, dan 2% dilakukan dengan
melarutkan masing-masing 0, 2,5, dan 5 gram kristal asam sitrat kedalam air
dengan volume 250 ml. Selanjutnya dimasukkan biji gayam dan dilakukan
proses blanching dengan penambahan asam sitrat tersebut selama 10 menit.
Suhu blanching pun harus dijaga agar konstan pada 700C dan 900C.
Setelah 10 menit, biji gayam ditiriskan, dipotong tipis lalu disusun
diatas loyang untuk dimasukkan kedalam cabinet dryer. Proses pengeringan
menggunakan suhu 700C selama 3 jam hingga irisan gayam menjadi kering
dan rapuh. Selanjutnya dilakukan penepungan menggunakan blender. Agar
ukuran tepung seragam maka dilakukan pengayakan dengan ayakan
berukuran 80 mesh. Tepung yang sudah diayak lalu disimpan dalam plastik
dan dimasukan silika gel sachet. Dilanjutkan dengan pengujian mutu tepung
biji gayam meliputi warna, kadar air, dan kadar protein. Data hasil pengujian
warna, kadar air, dan kadar protein yang diperoleh dari penelitian ini,
dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Varians (ANOVA) Two Way
menggunakan software IBM SPSS Statistics 20, untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh atau perbedaan nyata. Apabila telah diperoleh hasil yang
menunjukkan perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan yaitu
Duncan (Febrianti,2013).
37
a. Uji Warna
Pengukuran warna pada setiap perlakuan dilakukan sebanyak dua kali
dengan parameter warna L, a, b yang digunakan untuk memperoleh
indeks keputihan tepung (whiteness index-WI) (Bolin dan Huxsoll,
1991)
WI = 100 – (( 100-L*)2+ (a*)
2+ (b
*)2)
1
2
b. Uji Kadar Air
Uji kadar air dilakukan dengan menimbang sebanyak 2 g tepung biji
gayam dan dipanaskan dalam lemari pengering pada suhu 1050C selama
3 jam dan dipanaskan hingga berat konstan
Kadar Air= (Bobot Awal-Bobot Konstan
Bobot Awal) x 100%
c. Uji Kadar Protein
Analisis kandungan protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
metode Kjeldahl, prinsip metode ini adalah estimasi total nitrogen yang
dikandung oleh bahan dan konversi persentase nitrogen menjadi
protein, dengan asumsi bahwa semua nitrogen dalam bahan adalah
protein.
Kadar N (%)
= ((ml HCL sampel-ml HCL blanko)x[HCL]x0,014
gram sampel)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil kenaikan
nilai whiteness index pada penambahan suhu blanching dan konsentrasi
asam sitrat. Tepung yang memiliki nilai whiteness index tertinggi yakni
83.74 adalah tepung biji gayam dengan variasi suhu blanching 900C dan
asam sitrat 0% dan 2%. Sedangkan tepung yang memiliki nilai whiteness
index terendah adalah tepung biji gayam dengan variasi suhu blanching 700C
dan asam sitrat 0% dengan nilai 72.22. Menurut Hutching (1999) warna
tepung dapat diamati secara kuantitatif dengan metode Hunter menggunakan
alat Chromameter menghasilkan tiga nilai pengukuran yaitu L, a dan b. Nilai
L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang
diukur maka nilai L mendekati 100. Sebaliknya semakin kusam atau gelap,
maka nilai L mendekati 0.
38
Tabel 1. Hasil analisis whiteness index tepung biji gayam
Suhu Konsentrasi Asam Sitrat
0% 1% 2%
700C 72.22a1 74.62b1 75.32c1
900C 83.74a2 83.03b2 83.74c2 Keterangan: *)Huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan beda nyata. **)Angka yang berbeda pada
kolom yang berbeda menunjukkan beda nyata
Dari pengujian kadar air yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
semakin tinggi suhu blanching akan menurunkan kadar air tepung biji
gayam. Hal tersebut berbanding terbalik dengan penambahan asam sitrat,
bahwa semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan justru
meningkatkan kadar air tepung biji gayam. Tepung gayam dengan kadar air
tertinggi adalah tepung dengan variasi suhu blanching 700C dengan
penambahan asam sitrat sebanyak 2% dengan persentase 7,27%. Sedangkan
tepung gayam dengan kadar air terendah yakni 6,34% adalah tepung biji
gayam dengan variasi penambahan asam sitrat sebanyak 0 gram dan
perlakuan blanching suhu 900C. Berdasarkan penelitian ini diketahui pula
bahwa semakin banyak asam sitrat ditambahkan maka kadar air tepung biji
gayam semakin meningkat.
Tabel 2. Hasil analisis kadar air (% bb) tepung biji gayam
Suhu Konsentrasi Asam Sitrat
0% 1% 2%
700C 7,15a1 7,15ab1 7,27b1
900C 6,34a2 6,49ab2 6,57b2 Keterangan: *)Huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan beda nyata. **)Angka yang berbeda pada
kolom yang berbeda menunjukkan beda nyata
Hasil pengujian kadar protein menunjukkan bahwa semakin tinggi
suhu blanching dan semakin banyak penambahan konsentrasi asam sitrat
akan menurunkan kadar protein pada tepung biji gayam. Kadar protein
terbesar yakni 11,38% diperoleh dari kombinasi suhu blanching 700C dan
penambahan asam sitrat sebanyak 0 gram dalam 250ml air (0%).
Sedangkan kadar protein terendah diketahui berasal dari variasi suhu
blanching 900C dan penambahan asam sitrat sebanyak 2% yakni 1,75%.
Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu blanching akan
menurunkan nilai kadar protein pada tepung biji gayam yang dihasilkan.
39
Penurunan kadar protein pada blanching dengan suhu 70 dan 900C
sesuai dengan penelitian Kertanegara, dkk (2014) bahwa suhu blanching
70oC yang digunakan diduga mengakibatkan protein mengalami denaturasi
sehingga protein yang terdeteksi pada rebung kering menjadi rendah.
Kombinasi perlakuan blanching dengan suhu yang tinggi dan waktu
blanching yang lama akan membuat denaturasi dari protein yang semakin
tinggi, sehingga kerusakan protein semakin besar. Hal ini sesuai dengan
Jhon M. (1999) yang menyatakan protein terdenaturasi pada kisaran suhu
antara 55-75oC, dengan ditemukan efeknya pada tekstur, kapasitas
penyimpanan air dan penyusutan umur simpan. Hasil pengujian kadar
protein juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam sitrat
yang ditambahkan maka kadar protein yang didapatkan juga semakin
rendah. Menurut Indasah (2012) adanya asam sitrat menyebabkan
terjadinya perbedaan isoelektris sehingga protein menggumpal dan
akhirnya larut, sehingga terjadi penurunan kadar protein pada bahan.
Tabel 4. Hasil analisis kadar protein (%bb) pada tepung biji
gayam
Suhu
Konsentrasi Asam Sitrat
0% 1% 2%
700C 11,38c1 7,44b1 4,37a1
900C 3,06c2 1,75b2 1,75a2
Keterangan: *)Huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan beda nyata. **)Angka yang berbeda
pada kolom yang berbeda menunjukkan beda nyata
KESIMPULAN
Hasil analisis warna tepung biji gayam menunjukkan bahwa semakin
tinggi suhu blanching akan meningkatkan nilai whiteness index. Namun
terjadi penurunan persentase kadar air dan kadar protein seiring dengan
kenaikan suhu blanching. Penambahan asam sitrat pada proses blanching
diketahui dapat meningkatkan nilai whiteness index pada warna dan
persentase kadar air tepung biji gayam, tetapi menurunkan kadar
proteinnya. Sehingga belum diketahui kombinasi perlakuan terbaik yang
menghasilkan tepung gayam dengan karakteristik mutu warna, kadar air,
dan kadar protein yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
40
DAFTAR PUSTAKA
Dessuara, C. F. 2014. Pengaruh Tepung Tapioka Sebagai Bahan Substitusi
Tepung Terigu Terhadap Sifat Fisik Mie Herbal Basah. Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung, Lampung.
Epriliati, I. 2002. Komposisi Kimia Biji Dan Sifat Fungsional Pati Gayam
(Inocarpus Edulis Forst.). www.journal.ipb.ac.id. Diakses tanggal 11
Juni 2018.
Febrianti, D., R. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak
AtsiriJeruk Purut (Citrus Hystrix Dc.) dengan Kokamidopropil Betain
Sebagai Surfaktan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (Terjemahan) Jilid III.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta
Hidayat, Tatang., F. N. Risfaheri., S. I. Kailaku. 2012. Pengaruh Konsentrasi
dan Waktu Perendaman Dalam Asam Sitrat Terhadap Mutu Lada
Hijau Kering. www.ejurnal.litbang.pertanian.go.id. Diakses tanggal
11 Juni 2018.
Hutching, J.B. 1999. Food Color and Apearance. Aspen Publisher Inc.
Maryland
Indasah, 2012. Dampak Penambahan Chelating Agent (Asam Asetat,Asam
Sitrat Dan Jeruk Nipis) Terhadap Kadar Fe, Zn dan Protein Daging
Kupang Beras (Corbula faba). http://jurnal.strada.ac.id. Diaskes
tanggal 11 Juni 2018.
Jhon, M. 1999. Principles of Food Chemistry Third edition. Department of
Food Science, University of Guelph, Ontario. 366-372
Kertanegara, IMF., P. K. Diah Kencana., Gede Arda. 2014. Pengaruh Suhu
dan Waktu Blanching Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Produk
Rebung Bambu Tabah Kering (Gigantochloa nigrociliata (Buese)
Kurz). https://ojs.unud.ac.id. Diakses tanggal 11 Juni 2018.
41
Kusdibyo dan D. Musaddad. 2000. Teknik Perlakuan Blansing pada
Pengeringan Sayuran Wortel dan Kubis. Laporan Penelitian. Balai
Penelitian Sayuran, Lembang.
Pauku, RL. 2006. Inocarpus Fagifer (Tahitian chestnut). Spesias Profiles
For Pacific Island Agroforestry. Ver 2.1. April 2006.
www.traditionaltree.org. Diakses tanggal 12 Juni 2018.
Rusdan, I. H. 2017. Analisa Kadar Air. https://foodnutrition.lecture.ub.ac.id/.
Diakses tanggal 15 Juni 2018.
Sastrahidayat, Ika R..2014. Studi Introduksi Pisang Cevendish dan Hama
Penyakitnya. UB Press. Malang
PEDOMAN BAGI PENULIS BULETIN BPTP MALUKU UTARA
Naskah hasil pengkajian maupun yang berupa review ditulis dalam bahasa Indonesia atauInggris dengan urutan pembagian bab sebagai berikut :
JUDUL & NAMA PENULIS ditulis dengan huruf besar pada awal setiap kata dan disertaicatatan kaki yang ditulis lengkap (tidak disingkat) tentang profesi/jabatan dan nama instansitempat penulis bekerja. Judul hendaknya singkat (tidak lebih dari 14 kata) dan mampumenggambarkan isi pokok tulisan. Contoh : ANALISIS USAHATANI PALA DI KOTA TIDORE KEPULAUAN
ABSTRAK ditulis dalam bahasa Indonesia, sebanyak-banyaknya 150 kata yang dituangkanpada satu alinea dengan susunan : Judul, nama (-nama) penulis dan ringkasan isi. ABSTRAKmerupakan inti seluruh tulisan dan harus mampu memberikan uraian yang tepat, jelas tapisingkat tentang latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, metodologi yang digunakan dalampencapaian tujuan, hasil penelitian yang terpenting dan kesimpulan (apabila memungkinkan).Contoh : ABSTRAK <Judul> <Nama -[nama] penulis> < Abstrak isi>.
KATA KUNCI terdiri dari beberapa kata atau gugus kata yang menggambarkan isi naskah.Demi keseragaman format dan kemudahan dalam pen-database-an, dianjurkan untuk diawalidengan <nama komoditas> (apabila jenis komoditasnya tidak terlalu banyak).Contoh : Padi, Benih unggul, Sekolah lapang.
ABSTRACT & KEY WORDS ditulis dengan bahasa Inggris dengan ketentuan seperti padaABSTRAK & KATA KUNCI. Pada naskah berbahasa Inggris, bab ini mendahuluiABSTRAK & KATA KUNCI.
PENDAHULUAN (nama bab tidak ditulis), mencakup latar belakang masalah, alasanpentingnya penelitian itu dilakukan, temuan terdahulu yang akan disanggah ataudikembangkan (termasuk di dalamnya telusuran pustaka terkait), pendekatan umum dantujuan penulisan. Nama jasad hidup yang menjadi topik penelitian harus disertai namailmiahnya.Contoh : Kedelai (Glycine max L. [Merrill]).
BAHAN & METODE berisi penjelasan ringkas tentang waktu dan tempat penelitian, bahandan teknik yang digunakan, rancangan percobaan dan analisis data. Teknik yang dirujuk tidakperlu diuraikan (kecuali apabila dimodifikasi), tetapi cukup disebut nama sumbernya dantahun atau metodenya. Nama piranti lunak komputer yang digunakan untuk menganalisisdata seyogyanya disebutkan.
HASIL & PEMBAHASAN merupakan kupasan penulis tentang hasil, menerangkan artihasil penelitian, persamaan dan perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan denganpenelitian terdahulu (baik dari dalam maupun luar negeri), peran hasil penelitian terhadappemecahan masalah yang disebutkan di bab pendahuluan, hubungan antara parameter yangsatu dengan yang lain, dan kemungkinan pengembangannya.
KESIMPULAN (apabila memungkinkan) merupakan hasil kongkrit atau keputusan yangdiperoleh dari penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran. Informasi yang bersifatfaktual (e.g. umur tanaman, dll) bukanlah kesimpulan, sehingga tidak perlu dimasukkan kedalam bab kesimpulan.
UCAPAN TERIMA KASIH (apabila dianggap perlu) berisi penghargaan singkat kepadapihak-pihak yang telah berjasa selama penelitian (3-5 kalimat ringkas).
PUSTAKA disusun menurut abjad. Secara umum, setiap pustaka hendaknya terdiri atas namapenulis, tahun, judul, halaman dan penerbit. Pustaka seyogyanya dipilih yang masihmempunyai kaitan dengan topik penelitian dan ditulis sebagai berikut :
Untuk Artikel di dalam Buku : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul artikel,halaman, nama penyunting, judul publikasi atau buku, nama dan tempat penerbit. Contoh :Nugraha, U.S., Subandi, dan A. Hasanuddin. 2003. Perkembangan Teknologi Budidaya danIndustri Benih Jagung. Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian: 37-72. Jakarta.
Untuk Terbitan Berkala : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul artikel, namaterbitan (disingkat, apabila dianjurkan), volume dan nomor, dan nomor halaman (dianjurkan).Contoh :Bachrein, S. 2005. Keragaan dan Pengembangan Sistem Tanam Legowo 2:1 pada PadiSawah di Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut, Jawa Barat. JPPTP Valome 8 Nomor 1,Maret 2005. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Untuk Buku : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul buku, edisi dan tahun revisi,nama dan tempat penerbit, dan jumlah halaman. Contoh :Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta.110 hlm.
PERSIAPAN TULISANPersiapan Tulisan. Naskah diketik 1 spasi pada kertas ukuran A4, satu muka, tipe hurufbaku Times New Roman ukuran 11 cpi dan tidak lebih dari 15 halaman (termasuk tabel,gambar dan pustaka). Badan naskah dicetak dengan ketentuan batas pinggir kertas 3 cm dariatas, bawah, dan kanan, dan 4 cm dari kiri.
Tabel ‘masuk’ ke dalam teks, tidak dikumpulkan di bagian akhir makalah sebagaimanahalnya lampiran.
Judul tabel terletak di atas tabel yang bersangkutan dan hendaknya berupa satu kalimat yangsingkat dan jelas (termasuk keterangan tempat dan waktu).
Angka desimal ditandai dengan koma (bahasa Indonesia) atau titik (bahasa Inggris).
Besaran ditulis menurut standar internasional, bukan besaran lokal (e.g. kuintal, are) danmengikuti kaidah Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (misalnya g, l, kg, bukan gr,ltr, atau Kg).
Catatan kaki pada tabel ditandai dengan huruf atau angka dengan posisi agak naik(superscript).
Gambar & Grafis hendaknya dibuat dengan piranti lunak komputer berikut ini : Excel,SPSS, Corel Draw, dll. Foto hendaknya kontras, tajam dan jelas.
Penyerahan softcopy Penulis yang makalahnya akan segera diterbitkan agar menyerahkansoftcopy file teks dan gambar (format seperti tertera sebelumnya) dengan flashdisk yangdiserahkan ke Sdr. Hermawati Cahyaningrum di Ruang Editor Buletin Pengkajian BPTPMaluku Utara, Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba Utara Kota Tidore Kepulauan, atau viaemail melalui: buletin pengkajian. malut@ gmail.com
DAFTAR ISI
RESPON PERTUMBUHAN VARIETAS KACANG TANAH
LOKAL BONCI TERHADAP PERENDAMAN BENIH DAN
VARIASI JARAK TANAM
(Bayu Suwitono, Hermawati Cahyaningrum, Vera Silviana, Ponco Adi
Prasetiyo)…...…………………………………………………………………………………………………………..
1 - 5
RANCANG BANGUN ALAT PERONTOK JAGUNG
MENGGUNAKAN DUA INPUT (Ponco Adi Prasetiyo dan Darmawan Adi Saputra)..................................................
6 - 14
PENGUJIAN MUTU PATOLOGIS BENIH PADI DI
KALIMANTAN UTARA (Indri Komalasari, Djoko Pujiarto dan Hermawati Cahyaningrum) …………………......
15 - 22
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BOKASHI KOTORAN
KAMBING TERHADAP PRODUKSI RUMPUT ODOT
(Pennisatum purpureum cv. Mott.) (Roni Hidayat, Kisey Bina Habeahan, Himawan Bayu Aji) ........................................
23 - 33
PENGARUH SUHU BLEACING DAN ASAM SITRAT TERHADAP
KARAKTERISTIK TEPUNG GAYAM (Vera Silviana dan Iman Sabarisman) ..........................................................................
34 - 41