kiat kreatif menyunting

50
Kiat Kreatif Menyunting Naskah Oleh: Djony Herfan 1. Pengantar Orang yang sudah biasa menulis artikel, biasanya tidak mengalami kesulitan dalam menyunting naskah. Tentu ada sebabnya. Ternyata menulis artikel dan menyunting naskah ada persamaannya. Keduanya memiliki struktur yang sama. Keduanya juga menuntut keahlian (kepakaran) di bidang yang ditulis. Struktur dan keahlian inilah yang akan dibicarakan pada subbab di bawah ini. Selain itu akan dibicarakan pula hakikat resensi buku, buku yang layak-resensi, syarat peresensi, struktur resensi, langkah-langkah menulis resensi, panjang resensi, dan tips bagi pemula. 2. Hakikat Resensi Kata resensi sendiri berasal dari bahasa Latin recenseo yang berarti “memeriksa kembali” atau “menimbang”. Kata resensi di Indonesia berasal dari bahasa Belanda, recensie. Selain istilah “resensi buku”, untuk pengertian yang sama, juga dipakai istilah “tinjauan buku”, “timbangan buku” atau “pembicaraan buku”. Semua mengacu pada pengertian yang sama. Apakah hakikat resensi buku itu? Resensi buku adalah pertimbangan baik-buruknya sebuah buku. Jadi, buku itu ditilik

Upload: amat-triatna

Post on 24-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Materi Djony Herfan

TRANSCRIPT

Page 1: Kiat Kreatif Menyunting

Kiat Kreatif Menyunting Naskah

Oleh: Djony Herfan

1. Pengantar

Orang yang sudah biasa menulis artikel, biasanya tidak mengalami kesulitan dalam

menyunting naskah. Tentu ada sebabnya. Ternyata menulis artikel dan menyunting naskah ada

persamaannya. Keduanya memiliki struktur yang sama. Keduanya juga menuntut keahlian

(kepakaran) di bidang yang ditulis.

Struktur dan keahlian inilah yang akan dibicarakan pada subbab di bawah ini. Selain itu akan

dibicarakan pula hakikat resensi buku, buku yang layak-resensi, syarat peresensi, struktur

resensi, langkah-langkah menulis resensi, panjang resensi, dan tips bagi pemula.

2. Hakikat Resensi

Kata resensi sendiri berasal dari bahasa Latin recenseo yang berarti “memeriksa kembali”

atau “menimbang”. Kata resensi di Indonesia berasal dari bahasa Belanda,

recensie.

Selain istilah “resensi buku”, untuk pengertian yang sama, juga dipakai istilah “tinjauan

buku”, “timbangan buku” atau “pembicaraan buku”. Semua mengacu pada pengertian yang

sama.

Apakah hakikat resensi buku itu?

Resensi buku adalah pertimbangan baik-buruknya sebuah buku. Jadi, buku itu ditilik

dari berbagai segi/aspek. Kemudian, disimpulkan apakah buku itu, misalnya,

“bagus”, “sedang-sedang saja”, atau “tidak bagus”.

Biasanya, resensi dimuat di media cetak (koran dan majalah). Dengan demikian, si pembaca

resensi bisa memutuskan apakah dia akan membeli buku bersangkutan atau tidak. Ini bisa

diketahui dari dua hal. Pertama, isi buku yang dipaparkan si penulis resensi. Kedua, penilaian si

penulis resensi terhadap buku yang dibicarakan.

--------*Bahan ini disiapkan untuk “Diklat Penerbitan dengan Spesialisasi Penerbitan Majalah” yang diselenggarakan Pusat Grafika Indonesia di Gedung Pusgrafin, Jakarta, 5 Agustus 1999.

Page 2: Kiat Kreatif Menyunting

Kalau begitu, apakah resensi buku sama dengan promosi gratis bagi penerbit atau pengarang

buku?

Dari satu segi, bisa dikatakan demikian. Apalagi jika dilihat dari segi penerbit atau

pengarang. Hanya saja, penulis resensi yang baik haruslah menulis secara objektif. Harus

mempertimbangkan buku secara objektif. Tidak boleh berat sebelah. Misalnya, kalau

hubungannya baik dengan penerbit/pengarang, penulis resensi langsung memuji-muji

buku yang dibicarakannya. Sebaliknya, karena tidak akrab dengan penerbit/penulis, atau bahkan

tidak mengenalnya, lantas mengecam/mengkiritik habis buku yang dibicarakan.

Cara semacam ini tidak boleh dilakukan penulis resensi. Cara ini tidak etis. Sebaiknya tidak

dipraktekkan.

3. Buku yang Diresensi

Buku apa yang bisa diresensi?

Sebetulnya, buku apa saja bisa diresensi. Bisa buku fiksi, bisa buku nonfiksi. Bisa buku

umum, bisa buku khusus (bidang tertentu). Kekecualian tentu ada. Biasanya, buku pelajaran

dan kitab suci tidak diresensi.

Lazimnya, yang diresensi adalah buku yang baru terbit. Misalnya, buku yang terbit pada

tahun yang sama (1999). Minimal, buku yang terbit tahun sebelumnya (1998). Buku yang sudah

terbit dua tahun sebelumnya (1997), biasanya tidak diresensi lagi. Demikian

pula buku cetak ulang; biasanya tidak diresensi.

Dengan kata lain, ada fungsi lain dari resensi buku, yaitu fungsi pemberitahuan/pengumuman

kepada khalayak (pembaca) mengenai adanya buku yang baru terbit. Buku yang patut

dipertimbangkan pembaca untuk membelinya atau tidak.

Untuk buletin/majalah sekolah, barangkali perlu dibatasi buku-buku yang diresensi, misalnya

a. buku pendidikan,

b. buku fiksi/nonfiksi untuk remaja,

c. buku keterampilan remaja, dan

d. buku untuk pengembangan hobi (mobil, motor, filateli, korespondensi).

4. Penulis Resensi

2

Page 3: Kiat Kreatif Menyunting

Siapa yang bisa menulis resensi?

Sebetulnya, siapa saja bisa menyunting naskah. Bisa guru, siswa, mahasiswa, dosen, kepala

sekolah, mahasiswa, wartawan. Pokoknya, siapa saja yang berminat menyunting naskah. Yang

penting, peresensi menguasai materi buku yang dibicarakan. Minimal peresensi mempunyai

pengetahuan mengenai buku yang diresensi. Jadi, kalau kita tidak tahu mengenai ekonomi atau

teknologi, sebaiknya jangan kita coba-coba meresensi buku ekonomi atau buku teknologi. Kalau

dipaksakan, akibatnya bisa fatal. Misalnya, resensi kita jelek sehingga tak layak muat.

Jadi, sebaiknya kita hanya meresensi buku yang kita minati dan jangan sekali-kali

meresensi buku yang tidak kita kuasai materi/isinya.

5. Struktur/Pola Resensi

Apakah ada struktur/pola resensi buku yang standar (baku)?

Seperti halnya sebuah artikel, untuk resensi buku juga berlaku pola berikut:

a. bagian pembukaan,

b. bagian isi, dan

c. bagian penutup.

Pada Bagian Pembukaan biasanya dicantumkan latar belakang terbitnya buku itu: mengapa

buku semacam itu diterbitkan; karya yang ada sebelum buku itu; relevansinya

dengan pembaca. Jadi, bagian ini semacam pengantar ke dalam buku yang diresensi.

Pada Bagian Isi diuraikan secara ringkas kandungan/isi buku. Tak perlu diuraikan bab per

bab seperti tercantum pada daftar isi (jika itu buku nonfiksi). Kalau ini dilakukan, pasti akan

membosankan pembaca. Dengan kata lain, isi buku cukup dijabarkan secara keseluruhan atau

komprehensif. Jadi, intisari/garis besar buku itu apa.

Untuk memperkuat resensi kita, kadang-kadang kita perlu mengutip atau mencuplik kalimat

pengarang di sana-sini. Kalau ini dilakukan, jangan lupa mencantumkan nomor halaman. Ini

penting karena dua hal. Pertama, pembaca bisa memeriksa apakah kata-kata atau kalimat

kutipan itu sudah betul. Kedua, siapa tahu kita salah kutip.

Pada Bagian Penutup dicantumkan penilaian peresensi terhadap buku yang dibicarakan. Jadi,

plus-minus buku itu. Kalau buku itu disebut “bagus”, kita harus bisa menyebutkan keunggulan-

keunggulannya. Misalnya, buku itu yang pertama di bidangnya. Atau, buku itu sangat

3

Page 4: Kiat Kreatif Menyunting

dibutuhkan masyarakat/kalangan tertentu. Kalau penilaian kita “sedang”, kita harus dapat

menyebutkan kekurangan dan kelemahan buku itu. Misalnya, susunan buku kurang sistematis,

penyajiannya kurang baik, kalimatnya panjang-panjang, kurang memperhatikan ejaan, dan

nomor-nomor halaman ada yang loncat.

Pada bagian ini juga perlu disebutkan konsumen buku itu. Misalnya, buku itu cocok untuk

tingkat pendidikan, jenis profesi, dan jenis kelamin mana.

Adakah perbandingan persentase untuk ketiga bagian itu? Perbandingannya kira-kira sebagai

berikut: Pembukaan 10--15%, Isi 70-80%, dan Penutup 10-15%. Dengan kata lain, porsi yang

paling banyak adalah untuk Bagian Isi. Bahkan porsi Bagian Isi masih lebih besar dibandingkan

dengan porsi Bagian Pembukaan dan Bagian Penutup.

Perhatikanlah bagan berikut.

4

Page 5: Kiat Kreatif Menyunting

Pembukaan

10-15%

Isi

70-80%

Penutup

10-15%

5

Page 6: Kiat Kreatif Menyunting

6. Sepuluh Langkah

Sudah dibicarakan di atas pola/struktur resensi buku. Lalu, apa langkah-langkah yang harus

ditempuh peresensi?

Langkah 1

Pilihlah buku yang akan diresensi. Pilihlah buku yang Anda minati! Jangan sekali-kali

meresensi buku yang tidak Anda minati. Ini amat riskan.

Langkah 2

Mulailah membaca buku yang akan diresensi. Bacalah dari halaman depan hingga halaman

belakang. Bacalah mulai dari kata pengantar hingga bab penutup. Jangan ada yang ketinggalan

atau terloncati.

Langkah 3

Sambil membaca, tandailah -- dengan pensil atau bolpoin -- kata-kata atau kalimat-kalimat

tertentu yang menarik perhatian. Dalam hal ini, ada beberapa kemungkinan. Pertama, kata-kata

atau kalimat-kalimat itu menunjukkan keunggulan buku. Kedua, kata-kata atau kalimat-kalimat

ini mungkin perlu dikutip nanti. Ketiga, kata-kata atau kalimat-kalimat itu mengandung

kejanggalan atau salah cetak. Setelah itu, berilah catatan di pinggir halaman buku. Catatan-

catatan ini nanti akan berguna kalau kita mulai menulis buram resensi.

Langkah 4

Kalau belum memahami isi/kandungan buku meski sudah dibaca sampai tamat, bacalah

sekali lagi buku itu. Biasanya, sambil membaca ulang, catatan hal-hal menarik di dalam teks dan

pinggir halaman buku makin banyak.

Langkah 5

Kalau sudah merasa memahami isi/kandungan buku, mulailah mengumpulkan “catatan-

catatan” yang pernah kita buat pada halaman-halaman tertentu. Catatlah kembali “catatan-

catatan” tadi pada selembar kertas. Lebih baik lagi jika ditik atau diinput dengan komputer.

Sambil mencatat, cobalah tambahkan cetusan-cetusan pikiran yang muncul mengenai

keunggulan/kelebihan dan kekurangan/kelemahan buku itu. Catat semuanya!

Langkah 6

6

Page 7: Kiat Kreatif Menyunting

Cobalah rancang “catatan-catatan” tadi menjadi tiga bagian besar, yaitu berdasarkan pola

yang telah dibicarakan di atas: Pembukaan, Isi, dan Penutup. Itulah buram pertama (Buram 1)

resensi kita.

Langkah 7

Bacalah kembali Buram 1. Kemudian, tambahkan informasi atau cetusan pikiran yang belum

masuk pada Buram 1. Cocokkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang dikutip; apakah sudah betul

nomor halamannya. Inilah Buram 2.

Langkah 8

Poleslah Buram 2 ini. Buang kata yang tidak tepat, ganti dengan kata yang lebih pas.

Taruhlah judul resensi semenarik mungkin di bagian atas. Jangan lupa menaruh nama kita di

bagian bawah kanan resensi. Inilah Buram 3.

Langkah 9

Periksa lagi Buram 3. Jika masih ada yang kurang, tambahkan. Jika masih ada yang

berlebihan, coret saja. Kalau masih ada kata atau kalimat yang perlu dikutip, silakan disisipkan..

Bila ada kalimat kutipan yang kelewat panjang, masih bisa dipotong/diperpendek.

Langkah 10

Setelah Buram 3 diperbaiki, biasanya tulisan siap dikirimkan ke media cetak tujuan.

Sebelum dikirim, pastikan bahwa data buku sudah tertera di bagian atas: nama penulis/penyusun

buku, judul buku, tempat terbit, nama penerbit, dan tebal buku. Ada pula media cetak yang

mencantumkan harga buku.

7. Panjang Resensi

Adakah ukuran panjang yang standar/baku untuk sebuah resensi buku?

Tidak ada. Panjang resensi tergantung pada kebijaksanaan tiap media. Ada yang menetapkan

satu resensi hanya satu halaman cetak majalah. Ada yang menetapkan dua halaman cetak. Satu

halaman cetak majalah dengan format 21 x 27,5 cm kira-kira sama dengan 3 halaman kuarto, 2

spasi. Dua halaman cetak = 6 halaman kuarto.

Lalu, berapa banyak resensi yang dimuat dalam satu edisi (terbitan)? Ini pun terpulang pada

kebijaksanaan media bersangkutan. Tiap edisi bisa dimuat satu, dua, atau tiga resensi. Jadi,

sepenuhnya tergantung pada pengelola media bersangkutan.

7

Page 8: Kiat Kreatif Menyunting

8. Tips bagi Pemula

Berikut ini dicantumkan sejumlah tips bagi pemula.

1. Jangan coba-coba menulis resensi jika belum membaca sendiri bukunya.

2. Tulislah resensi yang kita minati bukunya.

3. Jangan sekali-kali meresensi buku yang tidak kita kuasai/ketahui isinya.

4. Jangan menulis resensi hanya karena kenal pengarang/penerbitnya.

5. Sebelum mulai menyunting naskah, para pemula sebaiknya membaca bahan berikut.

a. Daniel Samad, Dasar-Dasar Menyunting naskah, Jakarta: Grasindo, 1997,

83 halaman.

b. Alfons Taryadi, “Resensi dan Masalahnya” dalam Christianto Wibisono (ed.),

Pengetahuan Dasar Jurnalistik, Jakarta: Media Sejahtera, 1991 (cetakan kedua),

hlm. 101--118.

9. Penutup

Mula-mula, memang terasa sulit membuat resensi buku. Namun, itu tidak berarti bahwa cara

membuat resensi buku tidak bisa dipelajari. Para pemula harus mencoba, mencoba, dan

mencoba sampai berhasil.

Selamat mencoba!

Jakarta, 27 Juli 1999

8

Page 9: Kiat Kreatif Menyunting

Latihan

1. Cobalah analisis resensi buku berdasarkan “teori” di atas.

a. Apa keunggulan buku itu menurut peresensi?

b. Apa kelemahan buku itu?

c. Adakah saran peresensi terhadap penulis buku?

d. Siapa konsumen buku itu?

2. Buatlah resensi sebuah buku terbaru yang Anda baca. Syaratnya:

a. Panjang resensi 3 halaman kuarto; 2 spasi (ditik/diinput).

b. Dikumpulkan tanggal .....

File: makalah/r/a

9

Page 10: Kiat Kreatif Menyunting

Kiat Menulis Artikel*

Oleh: Pamusuk Eneste

1. Pengantar

Menulis itu gampang-gampang susah. Gampang -- tentu -- bagi yang sudah mahir menulis.

Susah -- mungkin -- bagi yang belum pernah menulis.

Bagi yang sudah mahir, menulis artikel sama dengan pekerjaan rutin. Misalnya, bagi

wartawan, kolumnis, atau penulis profesional. Ini masuk akal karena memang pekerjaan mereka

menulis.

Namun, bagi pemula, menulis artikel itu mungkin merupakan siksaan. Bayangkan,

seseorang yang belum pernah menulis artikel, tahu-tahu disuruh menulis artikel. Dari mana

memulainya? Bagaimana memulainya? Caranya bagaimana? Lalu, apa yang harus ditulis?

Para pemula tentu tak perlu khawatir karena menulis artikel itu sebetulnya bisa dipelajari.

Untuk itu, berikut ini disajikan hakikat artikel, struktur artikel, materi artikel, langkah-langkah

menulis artikel, panjang artikel, membuat judul artikel, dan tips bagi pemula.

2. Hakikat Artikel

Apakah hakikat artikel itu?

Hakikat artikel adalah ide. Ada ide yang ingin dikemukakan pada orang lain (pembaca).

Apakah ide itu? Ide ini adalah sesuatu yang ingin dikemukakan kepada khalayak. Ide dapat

berupa pendapat mengenai suatu persoalan, tanggapan terhadap masalah tertentu, pemecahan

persoalan, atau yang lain.

------

*Bahan ini disiapkan untuk “Diklat Penerbitan dengan Spesialisasi Penerbitan Majalah” yang diselenggarakan Pusat Grafika Indonesia di Gedung Pusgrafin, Jakarta, 5 Agustus 1999. Tanpa ide (= sesuatu yang ingin dikemukakan), pastilah seseorang tak bisa menulis. Jadi,

mula-mula harus ada ide. Ide itulah yang menggerakkan seseorang untuk menulis.

10

Page 11: Kiat Kreatif Menyunting

Dengan kata lain, ide itu adalah mesin penggerak. Jadi, sebelum mulai menulis, seorang

penulis artikel harus bertanya pada dirinya sendiri. Apakah aku mempunyai ide? Apa ideku? Ide

apa yang ingin aku sampaikan kepada pembaca?

Perhatikan bagan berikut.

Ide ---> Artikel ---> Media Cetak ---> Pembaca

3. Struktur/Pola Artikel

Adakah struktur/pola artikel yang bisa dipelajari?

Artikel biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu Bagian Pembukaan, Bagian Isi, dan Bagian

Penutup. Dalam artikel, ada kemungkinan nama bagian ini tidak disebutkan secara jelas

(eksplisit), kecuali barangkali “Pengantar” dan “Penutup”.

Bagian Pembukaan adalah semacam pengantar ke dalam tulisan. Pada bagian ini

dikemukakan, misalnya, hal-hal yang mendorong penulis untuk membuat artikel itu. Lantas,

pada bagian akhir Pembukaan biasanya juga dicantumkan hal-hal (subjek) yang akan

dikemukakan dalam sub-sub di bawahnya (Bagian Isi).

Pada Bagian Isi dikemukakan ide penulis. Ide itu tentu harus dijabarkan menjadi sub-sub atau

alinea-alinea (paragraf-paragraf) yang logis dan sistematis sehingga dapat meyakinkan pembaca.

Bagian Penutup adalah semacam rangkuman atau kesimpulan artikel. Ide yang dikemukakan

pada Bagian Isi dirangkum atau disimpulkan pada bagian ini.

Adakah persentase bagian-bagian ini?

Ada. Kira-kira sebagai berikut:

a. Pembukaan: 10-15%

b. Isi: 70-80%

c. Penutup10-15%

11

Page 12: Kiat Kreatif Menyunting

Namun, persentase ini hanya ancer-ancer. Sifatnya relatif. Yang penting diingat adalah

Bagian Isi memperoleh porsi terbanyak dari sebuah artikel. Bagian Pembukaan dan Bagian

Penutup hanya bagian kecil. Bahkan Bagian Isi masih tetap lebih banyak (lebih panjang)

dibandingkan dengan penjumlahan Bagian Pembukaan dan Bagian Penutup.

Perhatikan bagan berikut.

Pembukaan

10-15%

Isi

70-80%

Penutup

10-15%

4. Materi Artikel

Apa yang bisa ditulis?

Pertanyaan ini bisa dijawab dari dua segi, yaitu segi materi/tema dan segi penulis.

12

Page 13: Kiat Kreatif Menyunting

Dari segi materi/tema, apa saja sebetulnya bisa dibuat artikel. Asal tahu caranya. Asal tahu

kiatnya. Begitu banyak persoalan di sekitar kita.

Persoalan itu bisa dibagi tiga, yaitu

a. persoalan yang tahan sepanjang tahun,

b. persoalan yang muncul secara periodik, dan

c. persoalan yang sedang hangat (dadakan/sporadis/aktual).

Persoalan yang tahan sepanjang tahun, antara lain, mengenai kemacetan lalu lintas,

pendidikan anak, hubungan orang tua dan anak, olahraga, agama, dan politik. Persoalan ini tentu

bisa diperpanjang menurut kebutuhan.

Persoalan yang muncul secara periodik, antara lain, pemilu (1 x 5 tahun), tahun ajaran baru

(1 x 1 tahun), liburan (cawu dan tahunan), Lebaran dan Natal (1 x 1 tahun), dan Proklamasi

Kemerdekaan RI (1 x 1 tahun). Dalam hal ini, kita harus mengetahui atau menghafalkan

tanggal-tanggal penting berdasarkan kalender.

Ada pula masalah yang muncul secara mendadak (sporadis/aktual). Artinya, persoalan itu

tergantung pada keadaan, tergantung pada situasi tertentu. Misalnya, soal pornografi, soal

kecurangan pemilu, soal kenaikan tarif angkutan umum, soal kenaikan BBM, soal

penyempurnaan kurikulum, soal dukun santet, dan soal Kejaksaan Agung RI.

Dari segi penulis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, sebaiknya kita hanya menulis artikel mengenai masalah yang kita minati. Artinya,

kita hanya bisa menulis tentang masalah yang menarik minat kita. Kalau tidak berminat di

bidang yang kita tulis, kemungkinan besar kita akan “sulit” atau bahkan gagal menyelesaikan

artikel itu.

Kedua, sebaiknya kita hanya menulis artikel yang kita kuasai ilmu/bidangnya. Jadi, kalau

kita tidak mengerti soal pesawat terbang, kita tak perlu menulis mengenai itu. Kalau kita “buta

huruf” mengenai konstruksi jembatan layang atau pembangunan jalan tol, kita tak perlu

memaksakan diri menulis tentang itu. Dengan kata lain, janganlah menulis tentang sesuatu yang

kita tidak kuasai ilmu/bidangnya.

Ketiga, sebaiknya kita hanya menulis artikel mengenai sesuatu yang kita miliki

bahan/materinya. Bahan/materi ini bisa berupa buku, majalah, guntingan/kliping koran, atau

yang lain.

13

Page 14: Kiat Kreatif Menyunting

Keempat, agar layak muat atau gampang dimuat, sebaiknya kita menulis artikel mengenai

sesuatu yang sedang aktual, ngetren, atau in dalam masyarakat. Dijamin bahwa tulisan itu akan

cepat dimuat. Tentu setelah memenuhi persyaratan yang lain.

Khusus untuk buletin/majalah sekolah, tentu ada tema-tema yang layak dituliskan atau

disajikan. Tidak semua persoalan yang layak untuk media cetak umum, juga layak muat/saji

untuk buletin/majalah sekolah.

Buletin/majalah sekolah sifatnya lebih khusus. Pembacanya juga hanya terbatas pada satu

sekolah. Jadi, pengelola buletin/majalah sekolah sebaiknya tidak mencoba menyaingi media

cetak umum. Itu tak perlu. Buletin/majalah sekolah akan selalu kalah bersaing.

.

5. Sepuluh Langkah

Ada beberapa langkah yang ditempuh penulis artikel mulai dari awal hingga artikel siap

kirim.

Langkah 1

Siapkan ide yang akan ditulis. Ide apa yang akan kita kemukakan dalam artikel?

Langkah 2

Catatlah/tuliskan cetusan-cetusan pikiran yang muncul sekitar ide itu. Catat sebanyak

mungkin pada selembar atau beberapa lembar kertas. Mereka yang mempunyai

komputer tentu bisa langsung menuliskan cetusan-cetusan pikiran itu pada layar komputer.

Langkah 3

Kelompokkanlah catatan/cetusan pikiran itu menjadi tiga bagian yang disebut tadi: Bagian

Pembukaan, Bagian Isi, dan Bagian Penutup. Setelah dikelompokkan pada kertas semula,

pindahkan pada kertas baru.

Sambil mengelompokkan, biasanya akan muncul cetusan-cetusan pikiran/pendapat yang

baru. Catat semuanya dan tambahkan pada kelompok-kelompok itu.

Langkah 4

Mulailah menulis/menyusun artikel, baik dengan mesin tik maupun dengan komputer.

Hasil penulisan itu merupakan Buram 1. Tulisan ini masih kasar. Mungkin bahasanya masih

kacau, datanya belum lengkap, dan susunannya masih jungkir balik.

Langkah 5

14

Page 15: Kiat Kreatif Menyunting

Lengkapi Buram 1 dengan informasi yang relevan (dari buku, majalah, koran) guna

mendukung artikel itu. Hasilnya merupakan Buram 2.

Langkah 6

Poleslah kembali Buram 2. Perhalus bahasa yang masih kasar. Ganti kata-kata yang kurang

pas. Perbaiki ejaan yang salah. Hasil perbaikan merupakan Buram 3.

Langkah 7

Bacalah kembali Buram 3. Periksa kutipan pendapat orang dari buku, majalah, atau koran.

Periksa sumbernya, apakah sudah betul. Periksa nomor halamannya, apakah sudah betul.

Langkah 8

Jangan lupa mencantumkan judul artikel pada bagian atas.

Kalau perlu, artikel bisa juga dibagi ke dalam beberapa subjudul. Pembagian ini juga bisa

dilakukan dengan mencantumkan angka Arab (1, 2, 3 dan seterusnya), angka Romawi (I, II, III

dan seterusnya), atau tanda bintang (*).

Langkah 9

Jangan lupa mencantumkan nama kita (nama penulis) di bawah judul artikel.

Kalau diperlukan, identitas kita dicantumkan pada bagian bawah kanan.

Langkah 10

Artikel siap ditik bersih atau dicetak (komputer). Artikel siap dikirimkan ke media

cetak.

6. Panjang Artikel

Adakah ukuran panjang yang standar (baku) untuk sebuah artikel?

Tidak ada. Hal ini tergantung pada kebijaksanaan tiap media cetak. Harian/koran (Kompas

dan Suara Pembaruan) biasanya sekitar 3-5 halaman kuarto, 2 spasi. Majalah Gatra atau

Tempo, misalnya, mengenal dua pola artikel. Pertama, pola 1 halaman cetak (= 3 halaman

kuarto) dan kedua, pola 2 halaman cetak (= 6 halaman).

Perlu diperhatikan, artikel biasanya hanya untuk sekali muat. Jadi, artikel tidak bersambung

ke esok harinya, atau minggu depannya, atau bulan depannya.

15

Page 16: Kiat Kreatif Menyunting

Perlu pula diketahui, lazimnya artikel harus bisa sekali baca. Sekali duduk bisa tuntas

dibaca. Jadi, artikel itu tidak dirancang untuk berpanjang-panjang atau bertele-tele.

7. Judul Artikel

Kapan dibuat judul artikel?

Ada dua cara. Pertama, sebelum kita mulai menulis. Kedua, setelah tulisan selesai dibuat.

Keduanya ada untung-ruginya.

Kalau judul dibuat lebih dulu, kita akan terikat pada judul itu. Ada kemungkinan kita akan

jadi sulit “bergerak”. Namun, ada juga keuntungannya. Adanya judul itu membuat kita tidak

ngelantur ke sana kemari. Jadi, sudah ada “pedoman kerja”.

Sebaliknya, kalau judul artikel dibuat belakangan, kita bisa longgar atau bebas. Judul artikel

disesuaikan dengan isi atau kandungan artikel yang sudah jadi. Namun, ada juga ruginya. Pikiran

kita bisa “bercabang” ke sana kemari.

Mana yang lebih baik?

Tentu tergantung pada pribadi masing-masing. Jadi, tidak ada resep yang paten

untuk itu.

8. Tips bagi Pemula

Berikut ini dicantumkan tips bagi pemula.

1. Tulislah artikel yang menarik minat Anda.

2. Tulislah artikel mengenai masalah yang kita ketahui duduk perkaranya

(ilmu/bidangnya).

3. Jangan sekali-kali menulis tentang materi yang tidak kita kuasai/miliki.

4. Tulislah artikel mengenai masalah yang aktual, ngetren, atau in dalam masyarakat.

(Untuk buletin/majalah sekolah: disesuaikan dengan sekolah bersangkutan.)

5. Jangan membuang artikel Anda yang pernah ditolak media cetak. Simpanlah

artikel itu. Siapa tahu suatu ketika bisa dimanfaatkan kembali.

9. Penutup

16

Page 17: Kiat Kreatif Menyunting

Menulis artikel itu bisa dipelajari asal kita tekun. Mula-mula memang sulit, tetapi kalau kita

rajin dan tekun, lama-lama akan terasa gampang.

Jadi, jangan kapok berusaha. Siapa tahu, Anda jadi penulis artikel yang andal kelak.

Selamat mencoba!

Jakarta, 27 Juli 1999

17

Page 18: Kiat Kreatif Menyunting

Latihan

1. Cobalah analisis sebuah artikel berdasarkan “teori” di atas.

a. Apakah ide yang ingin disampaikan penulis artikel kepada pembaca?

b. Apa argumentasi penulis untuk mendukung ide itu?

c. Adakah Bagian Pembukaan, Bagian Isi, dan Bagian Penutup dalam artikel itu?

Tunjukkanlah bagian-bagian itu!

d. Apa kritik Anda terhadap artikel itu?

2. Buatlah sebuah artikel mengenai satu hal yang Anda anggap aktual saat ini.

Syaratnya:

a. Panjang artikel 3-5 halaman kuarto; 2 spasi (ditik/diinput)

b. Dikumpulkan tanggal ...

file: makalah/a

18

Page 19: Kiat Kreatif Menyunting

Penyuntingan Naskah*Oleh: Pamusuk Eneste

1. Pengantar

Ditinjau dari satu segi, pekerjaan menyunting naskah dapat dikatakan relatif lebih mudah

daripada menulis artikel atau menyunting naskah.

Mengapa demikian, tentu ada sebabnya. Menulis artikel berarti kita membuat sesuatu

(artikel/karangan) dari yang tidak ada sebelumnya. Setengahnya, kita “menciptakan” sesuatu.

Menyunting naskah relatif lebih gampang dari menulis artikel karena kita menulis dari bahan

yang sudah ada (= buku). Memang, ada “sulitnya” juga karena penulis resensi harus menuliskan

kembali hasil pembacaannya.

Menyunting naskah (termasuk menyunting artikel dan resensi buku) relatif lebih mudah

dibandingkan dengan menyunting naskah karena penyunting naskah hanya “membenahi” tulisan

yang pada dasarnya sudah jadi. Dengan kata lain, penyunting naskah tidak membuat atau

mengarang naskah. Ia hanya membetulkan di sana-sini agar naskah itu enak dibaca dan sesuai

dengan gaya selingkung (house style) penerbit.

Jadi, tingkat kesulitan ketiga macam kegiatan di atas dapat digambarkan sebagai berikut.

Menyunting ---> Menyunting naskah ----> Menulis artikel

1 2 3

-------*Bahan ini disiapkan untuk “Pelatihan Pengembangan Penerbitan Buletin Sekolah”yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan Pusat Grafika Indonesia di Gedung Pusgrafin, Jakarta, 13 Juli--13 September 1999. Namun, dalam kenyataan, pekerjaan menyunting naskah tidaklah semudah membalik telapak

tangan. Apalagi bagi mereka yang masih dalam taraf pemula. Oleh karena itu,

19

Page 20: Kiat Kreatif Menyunting

berikut ini disajikan dasar-dasar penyuntingan naskah serta hal-hal yang perlu diketahui dan

dimiliki oleh penyunting-pemula.

2. Hakikat Penyuntingan Naskah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 977), menyunting naskah berarti

“menyiapkan naskah siap cetak atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi

sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi dan struktur)”.

Dengan kata lain, menyunting naskah juga berarti “meluruskan” naskah, baik dari segi

bahasa maupun segi materi. Siapa tahu masih ada hal yang “bengkok” dalam naskah.

Selain itu, menyunting naskah juga berarti membuat naskah menjadi enak dibaca, serta tidak

membuat pembaca bingung.

3. Syarat Menjadi Penyunting

Ada beberapa syarat untuk menjadi penyunting naskah yang baik, antara lain, sebagai

berikut.

Pertama, seorang penyunting naskah harus memahami seluk-beluk ejaan bahasa Indonesia

yang disempurnakan. Ini merupakan syarat mutlak. Tanpa pemahaman ejaan, seorang

penyunting naskah tidak akan bisa bekerja secara maksimal.

Kedua, seorang penyunting naskah harus pula memahami tatabahasa bahasa Indonesia.

Tanpa pengetahuan dan pemahaman ini, seorang penyunting naskah tidak bisa bekerja maksimal.

Ketiga, seorang penyunting naskah harus mempunyai wawasan dan pengetahuan luas.

Dengan demikian, ia misalnya tahu perbedaan Austria dan Australia, Purwakarta dan

Purwokerto. Ia juga tahu perbedaan gaji dan gajih, anti dan antik.

Keempat, seorang penyunting naskah harus siap menjadi “pelayan” bagi penulis naskah.

Tanpa kesediaan itu, seorang penyunting naskah tidak bisa bekerja maksimal.

Kelima, seorang penyunting naskah perlu memahami Kode Etik Penyuntingan Naskah.

Dengan demikian, tidak terjadi salah-sunting yang tidak perlu.

4. Kode Etik Penyuntingan Naskah

20

Page 21: Kiat Kreatif Menyunting

Sebelum menyunting naskah, pahamilah terlebih dahulu Kode Etik Penyuntingan Naskah

berikut ini.

4.1 Penyunting bukanlah penulis

Penyunting naskah bukanlah penulis naskah. Artinya, tanggung jawab isi naskah tetap ada

pada penulis naskah. Penyunting sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis.

4.2 Hormati gaya penulis

Karena penyunting bukan penulis, sebaiknya gaya penulis tetap dipertahankan. Yang penting

adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting.

4.3 Jangan menghilangkan naskah

Jagalah baik-baik naskah yang akan, sedang, dan telah disunting. Jangan sampai hilang.

Dengan demikian, tidak timbul masalah di kemudian hari.

5. Lima Langkah

Ada beberapa langkah yang ditempuh penyunting naskah dalam pekerjaannya. Langkah-

langkah itu adalah sebagai berikut.

Langkah 1

Periksalah kelengkapan naskah. Naskah terdiri dari berapa halaman. Apakah sudah ada judul

tulisan dan nama penulisnya. Apakah penulis menggunakan subjudul dalam tulisannya atau

tidak. Apakah yang digunakan angka Romawi (I, II, III) atau angka Arab

(1, 2, 3) atau tanda bintang (*).

Langkah 2

Bacalah naskah secara keseluruhan dari halaman pertama sampai dengan halaman terakhir.

Membaca naskah secara keseluruhan perlu dilakukan agar penyunting mendapatkan kesan

pertama mengenai isi tulisan dan gaya penulis.

Langkah 3

21

Page 22: Kiat Kreatif Menyunting

Berilah tanda (misalnya dilingkari) pada kata-kata dan kalimat-kalimat yang menarik

perhatian. Beri pula tanda dengan pensil di pinggir halaman yang bersangkutan. Ini akan

memudahkan penyuntingan yang sesungguhnya.

Langkah 4

Mulailah menyunting naskah dari halaman satu hingga halaman terakhir. Perhatikan tanda-

tanda yang dibuat di pinggir setiap halaman terdahulu.

Langkah 5

Bacalah sekali lagi hasil suntingan itu. Siapa tahu ada yang lolos dari perhatian, atau

ada yang salah-sunting. Perbaikilah yang salah sunting!

6. Penyuntingan Naskah

Khusus untuk media cetak (termasuk buletin/majalah sekolah), ada tiga hal yang disunting,

yaitu ejaan, tatabahasa, dan kebenaran fakta. Jadi, lebih sederhana dibandingkan dengan

penyuntingan naskah buku.

6.1 Ejaan

Ejaan meliputi tanda-tanda baca (titik, koma, titik dua, tanda tanya, tanda seru, dst),

pemakaian huruf kapital, pemakaian huruf miring, penulisan kata, penulisan singkatan dan

akronim, penulisan angka dan bilangan, dan penulisan unsur serapan.

Contoh 1

(1) Kalau hujan turun, saya tidak akan datang ke rumahmu.

(2) Saya tidak akan datang ke rumahmu kalau hujan turun.

Contoh 2

(3) Istri-pengusaha nakal itu tinggal di Pondok Indah.

(4) Istri pengusaha-nakal itu tinggal di Pondok Indah.

Contoh 3

22

Page 23: Kiat Kreatif Menyunting

“Ini mesti pekerjaan Cangkul,” katanya. Perlu diketahui bahwa waktu mencalonkan diri sebagai lurah, lawan kuatnya memakai gambar cangkul, sedangkan dia sendiri memakaigambar jagung. Jelek-jelek itu singkatan dari “praja agung”, yang artinya kalau dia menang, desa itu akan menjadi besar dalam arti akan makmur.

Contoh 4

majalah Tempo >< majalah Tempo >< majalah “Tempo”

buku Sitti Nurbaya >< buku Sitti Nurbaya >< buku “Sitti Nurbaya”

Contoh 5

Gunung Semeru >< gunung Semeru

Candi Borobudur >< candi Borobudur

Contoh 6

(1a) Kami mengucapkan terima kasih pada Anda.

(1b) Kami mengucapkan terimakasih pada Anda.

(2a) Dia harus mempertanggungjawabkan uang itu.

(2b) Dia harus mempertanggung jawabkan uang itu.

(3a) Orang itu tidak mau bertanggung jawab.

(3b) Orang itu tidak mau bertanggungjawab.

6.2 Tatabahasa

Ke dalam tatabahasa termasuk bentuk kata, pilihan kata, dan tata kalimat.

6.2.1 Bentuk Kata

--------------------------------------------------------------------

Baku Tidak Baku (Salah Kaprah)

---------------------------------------------------------------------

dikelola -- dilola

23

Page 24: Kiat Kreatif Menyunting

dimungkiri -- dipungkiri

mengubah -- merubah

mengesampingkan -- mengenyampingkan

6.2.2 Pilihan Kata

bekas >< mantan

gaji >< gajih

sekali-kali >< sekali-sekali

6.2.3 Kalimat

(1) Dosen kami menguraikan tentang peranan komputer dalam penerbitan buku.

(2) Persebaya memenangkan pertandingan 2--0.

(3) Buku itu kepunyaan daripada saya.

(4) Rumah Sri-Bintang Pamungkas dilempari batu.

6.3 Kebenaran Fakta

Kebenaran fakta meliputi lima hal, yaitu nama diri, fakta geografis, fakta sejarah, fakta

ilmiah, dan angka statistik/nonstatistik.

6.3.1 Nama diri menyangkut nama-nama orang yang tercantum dalam naskah. Contoh:

Abdul Kahar Muzakkir >< Abdul Qahar Muzakkar

H.B. Jassin >< H.B. Jassin

S. Takdir Alisjahbana >< Sutan Takdir Alisyahbana

Jakob Oetama >< Yakob Utama

6.3.2 Fakta geografis meliputi nama negara, nama kota, nama gunung, nama sungai, dan

sebagainya. Misalnya:

Purwakarta >< Purwokerto

24

Page 25: Kiat Kreatif Menyunting

Austria >< Australia

Tokyo >< Tokio

Swiss >< Swis

6.3.3 Fakta sejarah menyangkut peristiwa-peristiwa sejarah yang tertera dalam naskah.

Misalnya:

17 Agustus (Proklamasi Kemerdekaan RI)

10 November (Hari Pahlawan)

4 Juli 1776 (Hari Kemerdekaan AS)

6.3.4 Fakta ilmiah menyangkut rumus-rumus ilmiah yang disebut dalam naskah. Rumus-rumus

ini biasanya sudah baku. Misalnya:

rumus kimia air: H2O >< H O

formula Einstein: E = mc2 >< E = mc

6.3.5 Angka statistik/nonstatistik menyangkut angka-angka yang disebut dalam naskah, baik

angka statistik maupun angka nonstatistik.

Angka statistik:

jumlah penduduk (negara/provinsi/kabupaten)

pendapatan per kapita

Angka nonstatistik:

jarak antarkota

lama perjalanan (udara/darat)

tinggi gunung

panjang sungai

25

Page 26: Kiat Kreatif Menyunting

7. Tanda-Tanda Koreksi

Ketika menyunting naskah, biasanya seorang penyunting menggunakan sejumlah tanda

koreksi. Oleh karena itu, di bawah ini dicantumkan beberapa tanda koreksi yang sering

digunakan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Tanda Koreksi Artinya Contoh Hasil Koreksian

--------------------------------------------------------------------------------------------------

pisahkan disini di sini

gabungkan ke mari kemari

pindah tempat Oleh itu karena, Oleh karena itu,

geser ke kiri

geser ke kanan

renggangkan

rapatkan

/ / / / selipan koreksian

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selain itu, ada pula sejumlah istilah/kode yang lazim digunakan dalam penyuntingan naskah.

Beberapa di antaranya dicantumkan berikut ini.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Istilah Artinya Contoh Hasil koreksian

------------------------------------------------------------------------------------------------------

bold huruf tebal Bab 1 Bab 1

italic huruf miring Tempo Tempo

kursif huruf miring

kap kapital = huruf besar Bung karno Bung Karno

ond onderkast = huruf kecil warung Tegal warung tegal

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

26

Page 27: Kiat Kreatif Menyunting

8. Panjang Kalimat

Bagaimana dengan panjang kalimat? Apakah kalimat yang panjang dibiarkan begitu saja,

atau bisa dipotong menjadi beberapa kalimat?

Untuk penyunting pemula, panjang kalimat memang bisa merepotkan. Namun, bagi yang

sudah mahir menyunting, panjang kalimat dalam sebuah naskah tidak lagi jadi persoalan.

Secara teoretis, kalimat pendek lebih mudah dimengerti daripada kalimat panjang. Lalu,

makin panjang sebuah kalimat cenderung makin sulit ditangkap atau dicerna

makna/maksudnya.

Menurut penelitian yang pernah diadakan, kalimat yang terdiri dari maksimal 20 kata

masih mudah dipahami. Lebih dari 20 kata, kalimat itu akan sulit dipahami. Jika ditik, kalimat

yang berisi 20 kata itu sekitar 3 baris.

Dengan kata lain, kalimat yang terdiri dari lebih 20 kata perlu disunting dan dipotong

menjadi beberapa kalimat yang lebih sederhana.

9. Tips bagi Pemula

Bagi pemula, ada baiknya membaca buku berikut sebelum mulai menyunting naskah.

a. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan, Jakarta: Grasindo, 1993, 54 halaman.

b. Pamusuk Eneste, Penyuntingan Naskah, Jakarta: Obor, 1995, 167 halaman.

10. Penutup

Pada butir 1 (“Pengantar”) disebutkan bahwa menyunting naskah relatif lebih mudah

dibandingkan dengan menulis artikel ataupun menyunting naskah. Secara teoretis memang bisa

dikatakan demikian. Namun, dalam kenyataan, tidaklah selalu demikian.

27

Page 28: Kiat Kreatif Menyunting

Mungkin ini hanya berlaku bagi mereka yang sudah biasa menyunting naskah, namun tidak

berlaku bagi pemula. Atau, ini hanya berlaku bagi mereka yang sudah mahir atau fasih

menyunting, namun tidak berlaku bagi pemula.

Dengan kata lain, untuk fasih atau mahir menyunting diperlukan “jam terbang”. Makin

banyak “jam terbang” yang dimiliki, makin mahir/fasih pula orang itu menyunting naskah.

Ini logis dan alamiah. Bukan hal yang aneh.

Jakarta, 28 Juli 1999

28

Page 29: Kiat Kreatif Menyunting

Latihan Penyuntingan Naskah

Latihan 1

para seniman usa bersama rekan rekannya dari canada berkumpul di netherlands untuk

berperan serta dalam pameran kesenian di roterdam sebagaimana diketahui negeri belanda

berada sekitar 500 kilometer di selatan australia yang beribukota vienna di kota inilah johan

strauss si pemusik dunia dilahirkan

Latihan 2

PERUSAHAAN UMUM KERETA API

Ucapan Belasungkawa

Sehubungan dengan terjadinya musibah kecelakaan kereta api pada hari Selasa

tanggal 2 Nopember 1993 jam 7.35 antara Depok-Citayam, Direksi dan Seluruh karyawan

Perusahaan Umum Kereta Api menyampaikan rasa belasungkawa yang sedalam-dalamnya

atas jatuhnya korban yang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut semoga arwahnya

mendapat tempat yang layak disisiNya, dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan

kekuatan.

Rasa terimakasih yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada berbagai pihak yang

dengan tulus ikhlas telah memberikan bantual baik moril maupun materil dalam melakukan

pertolongan kepada para korban pada musibah kecelakaan kereta api tersebut.

Jakarta, 3 Nopember 1993

DIREKSI PERUMKA

File: makalah/s

29

Page 30: Kiat Kreatif Menyunting

Kiat Menyunting naskah*(Ikhtisar)

Oleh: Pamusuk Eneste

1. Pengantar

Dibandingkan dengan menulis artikel, menyunting naskah relatif lebih mudah. Mengapa?

Artikel ditulis dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Penulis artikel adalah “pencipta”.

Resensi ditulis dari bahan yang sudah ada, yaitu buku. Jadi, kita hanya “menyarikan” dari buku

yang dibicarakan.

Akan tetapi, bagi pemula, menyunting naskah tetaplah sulit.

Berikut ini disajikan hal-hal yang perlu diperhatikan penulis resensi pemula, serta kiat

menulis resensi.

2. Hakikat Resensi

Resensi buku adalah pertimbangan baik-buruknya buku ditinjau dari berbagai aspek.

Namun, pertimbangan harus dilakukan seobjektif mungkin.

Dengan membaca resensi buku, orang dapat menyimpulkan apakah perlu membaca buku itu

atau tidak.

3. Buku yang Diresensi

Buku yang diresensi biasanya buku baru. Paling tidak terbit pada tahun bersangkutan, atau

paling tua tahun lalu.

------*Bahan ini disiapkan untuk “Diklat Penerbitan Majalah/Jurnal” yang diselenggarakanoleh Pusat Grafika Indonesia di Gedung Pusgrafin, Jakarta, 5 Agustus 1999.

30

Page 31: Kiat Kreatif Menyunting

Buku yang diresensi bisa buku apa saja. Tentu ada kekecualian. Buku pelajaran dan kitab

suci biasanya tidak diresensi.

4. Penulis Resensi

Siapa saja bisa menulis resensi. Yang penting orang itu memahami isi buku. Lebih bagus

lagi, kalau orang itu mengetahui bidang/ilmu yang dibahas dalam buku.

5. Struktur/Pola Resensi

Struktur/pola resensi buku sama dengan struktur artikel, yaitu

a. bagian pembukaan,

b. bagian isi, dan

c. bagian penutup.

Porsi tiap bagian juga sama dengan bagian-bagian artikel: Pembukaan (10---15%),

Isi (70--80%), dan Penutup (10--15%).

6. Sepuluh Langkah

1. Pilihlah buku yang akan diresensi.

2. Bacalah buku yang akan diresensi.

3. Tandai dengan pensil kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu yang menarik perhatian

dan beri catatan di pinggir halaman (kanan).

4. Jika belum paham isi buku, bacalah sekali lagi.

5. Kumpulkan catatan-catatan yang pernah dibuat pada halaman-halaman tertentu.

6. Rancanglah catatan-catatan tadi menjadi tiga bagian: Pembukaan, Isi, dan Penutup.

Ini merupakan Buram 1.

7. Baca kembali Buram 1. Tambahkan informasi dan cetusan pikiran. Ini menjadi

Buram 2.

8. Poleslah Buram 2 menjadi Buram 3.

9. Periksa kembali Buram 3.

10. Resensi siap dikirim.

7. Panjang Resensi

31

Page 32: Kiat Kreatif Menyunting

Majalah Tempo dan sejenisnya memuat resensi buku sepanjang satu halaman cetak. Ini kira-

kira sama dengan 3 halaman kuarto, 2 spasi.

Koran juga kira-kira sama. Sekitar 3 sampai 5 halaman kuarto tiap resensi.

8. Tips bagi Pemula

1. Janganlah menulis resensi jika belum membaca langsung bukunya.

2. Resensilah buku yang Anda minati bidangnya/topiknya.

3. Janganlah meresensi buku yang tidak Anda kuasai/ketahui bidangnya/isinya.

4. Jangan menulis resensi hanya karena mengenal penulisnya.

9. Penutup

Mula-mula memang sulit menulis resensi. Namun, lama-lama akan terbiasa. Yang penting,

kita tekun dan sungguh-sungguh .

file: a/resen2.dot Jakarta, 3 Agustus 1999

32

Page 33: Kiat Kreatif Menyunting

33

Page 34: Kiat Kreatif Menyunting

34