Download - 194695119 Referat Anastesi Pada Geriatri
REFERAT
ANESTESI PADA GERIATRI
Oleh :
Ruliyantika Nanda Puspita, S.Ked
Sri Pitri Astutiningsih, S.Ked
Wisnu Wijayanto, S.Ked
J 510145 085
J 510145 086
PEMBIMBING :
dr. Damai S, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK STASE ANAESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
20151
REFERAT
ANESTESI PADA GERIATRI
Yang Diajukan Oleh :
Sri Pitri Astutiningsih, S.Ked J 510145086
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari , 2015
Pembimbing :
dr.Damai S, Sp.An (…………………………)
Kabag. Profesi Dokter
dr.Dona Dewi Nirlawati (......................................)
KEPANITERAAN KLINIK STASE ANAESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat betahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.1
Dengan perbaikan pelayanan kesehatan baik dalam segi pencegahan
maupun pengobatan, harapan hidup manusia menjadi semakin panjang, sehingga
jumlah manusia berusia lanjut (manula) akan bertambah besar. Di Indonesia,
persentase orang yang berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk.
Para manula ini mempunyai kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesia
dan pembedahan, karena terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi
sejalan dengan penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia
40 tahun. Dalam suatu penelitian di Amerika, diduga, setelah usia 70 tahun,
mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat (dibandingkan dengan usia
18-40 tahun) dan 2% dari mortalitas ini disebabkan oleh anestesia. Batas usia
seseorang disebut manula tidak pasti, karena kecepatan proses menjadi tua setiap
individu tidak sama. Akan tetapi biasanya kita sudah harus waspada terhadap
kelainan akibat proses ketuaan pada pasien yang berumur 50-60 tahun. Di atas
usia 65 tahun biasanya sudah mulai jelas kelainan fisiologi akibat proses ketuaan.1
Adanya perbaikan dalam bidang anestesi dan teknik operasi telah
menurunkan angka mortalitas tindakan pembedahan pada populasi umum tetapi
kematian terkait dengan tindakan anestesi pada pasien yang berusia lanjut masih
cukup tinggi. Pada tahun 2040, diperkirakan orang yang berusia 65 tahun atau
lebih mencapai 24% dari populasi dan menggunakan 50% dari biaya perawatan
kesehatan.1,2
3
Pendekatan dan pengelolaan operasi dan anestesi pada pasien geriatri
berbeda dan sering lebih kompleks dibandingkan pada pasien yang berusia lebih
muda. Kapasitas fungsional organ berkurang seiring dengan proses penuaan,
sehingga ketahanan terhadap stres menurun. Faktor risiko akibat proses penuaan
bertambah akibat adanya penyakit penyerta.1,2,3
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah agar mahasiswa kedokteran
memahami mengenai pemilihan obat dan dosis obat anestesi pada geriatri.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Geriatri
Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek
klinis dan penyakit yang berakitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri
apabila :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a)
Ketergantungan pada orang lain b) Mengisolasi diri atau menarik diri
dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
yang progresif.
Batasan lanjut usia menurut WHO
1. Middle age (45-59 th)
2. Elderly (60-70 th)
3. Old/lansia (75-90 th)
4. Very Old/sangat tua (>90 th)(1)
B. Perubahan Fisiologis
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat betahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
yang disebut penyakit degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan
5
kanker). Perubahan fisiologis penuaan dapat mempengaruhi hasil operasi
tetapi pe-nyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor risiko. Secara umum
pada usila terjadi penurunan cairan tubuh total dan lean body mass dan juga
menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi
obat dan juga mudah terjadi hipotermia.1
1. Sistem Kardiovaskuler
Penting untuk membedakan antara perubahan pada fisiologi yang
normalnya menyertai proses penuaan dan patofisiologi dari penyakit yang umum
pada populasi geriatri. Penurunan dari elastisitas arterial yang disebabkan oleh
fibriosis adalah bagian dari proses penuaan yang normal. Penurunan komplians
arterial menghasilkan peningkatan afterload, peningkatan tekanan darah sistolik,
dan hipertropi ventrikel kiri. Myokardial fibrosis dan kalsifikasi dari katup jantung
juga umum terjadi. 1
Kemampuan cadangan kardiovaskular menurun, sejalan dengan
pertambahan usia di atas 40 tahun. Penurunan kemampuan cadangan ini sering
baru diketahui pada saat terjadi stres anestesia dan pembedahan. Akibat
proses penuaan pada sistem kardiovaskular, yang tersering adalah hipertensi.
Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara perlahan lahan sampai
tekanan darah 140/90 mmHg. Pada manula, tekanan sistolik sama pentingnya
dengan tekanan diastolik. Tahanan pembuluh darah perifer biasanya meningkat
akibat penebalan serat elastis dan peningkatan kolagen serta kalsium di arteri-
arteri besar. Kedua hal tersebut sering menurunkan isi cairan intra-vaskuler.
Waktu sirkulasi memanjang dari aktivitas baroreseptor menurun. 1
Disfungsi distolik yang jelas dapat terlihat pada hipertensi sistemik,
penyakit arteri koroner, cardiomiopati, dan penyakit katup jantung, umumnya
stenosis aorta. Pasien dapat asimptomatis, atau dapat mengeluhkan ketidak
mampuan untuk berolahraga, dispneu, batuk atau pingsan. Disfungsi diastolik
mengakibatkan peningkatan ventricular-end diastolik pressure yang relatif besar
dengan volume ventrikel kiri yang sedikit berkurang. Pelebaran atrial adalah
predisposisi terjadinya atrial fibrilasi dan atrial flutter. Pasien beresiko terjadinya
congestif heart failure. 1
6
Terdapat peningkatan tonus vagal dan penurunan sensitivitas reseptor
adrenergic yang memicu penurunan laju jantung. Fibrosis dari sistem konduksi dan
berkurangnya sel sinoatrial node meningkatkan insidensi disritmia, artrial fibrilasi
dan artrial flutter. 1
Terjadi penurunan respon terhadap rangsangan simpatis, dan
kemampuan adaptasi serta autoregulasi menurun. Perubahan pembuluh darah
seperti di atas juga terjadi pada pembuluh koroner dengan derajat yang
bervariasi, disertai penebalan dinding ventrikel. sistem konduksi jantung juga
dipengar uhi oleh proses penuaan, sehingga sering terjadi LBBB, perlambatan
konduksi intraventikular, perubahan-perubahan segmen ST dan gelombang T
serta fibrilasi atrium. Semua hal di atas mengakibatkan penurunan kemampuan
respon sistem kardiovaskuler dalam menghadapi stres. Pemulihan anestesi juga
memanjang.1
Jantung
Penuaan berkaitan dengan berbagai perubahan molekul, ion, biofisik dan
biokimia pada jantung. Perubahan ini mempengaruhi fungsi protein, fosforilasi
oksidatif mitokondria, kinetika Ca2+, coupling eksitasi-kontraksi, aktivasi
miofilamen, respon kontraktil, komposisi dan regenerasi matriks, pertumbuhan
dan ukuran sel, serta apoptosis.4
Tabel 2. Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan dengan pertambahan umur 4
Morfologi: penurunan jumlah miosit, peningkatan ukuran miosit, penurunan jumlah matriks dalam jaringan ikat, peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri, penurunan kepadatan serat konduksi, penurunan jumlah sel sinus node
Fungsi: penurunan kontraktilitas intrinsik, pemanjangan waktu kontraksi miokard, penurunan kecepatan kontraksi miokard, peningkatan kekakuan miokard, peningkatan tekanan pengisian ventrikel, peningkatan tekanan / ukuran atrium kiri, pemanjangan waktu potensial aksi, penurunan rendah koroner cadangan, penurunan β-adrenoceptor-dimediasi modulasi inotropik dan chronotropic
7
Dalam hal fungsi jantung, pasien geriatri mengalami penurunan respon
beta-adrenergik dan mengalami peningkatan insiden gangguan konduksi,
bradiaritmia dan hipertensi. Curah jantung menurun sebesar 1% per tahun dan
bertanggung jawab untuk penundaan absorpsi, onset aksi dan eliminasi obat.
Proporsi sel pacemaker jantung menurun dari 50% pada usia anak lanjut menjadi
kurang dari 10% pada usia 75 tahun, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan
insiden blok jantung derajat satu dan dua, sick sinus syndrom dan fibrilasi atrium
pada usia lanjut. 1,5,6 Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan
dengan pertambahan umur disajikan pada tabel 2.
Disfungsi diastolik merupakan penyumbang utama penyakit kardiovaskular
pada populasi usia lanjut dan diperparah oleh beberapa penyakit penyerta.6 Karena
disfungsi diastolik dan penurunan penyesuaian pembuluh darah, pasien usia lanjut
mengkompensasi hipovolemia dengan buruk. Demikian pula, transfusi berlebihan
juga tidak dapat ditoleransi dengan baik.5 Dengan sedikit penurunan pada preload
(perdarahan, penurunan asupan PO = per oral) memiliki efek yang bermakna pada
cardiac output.5,6,7
Pembuluh darah
Perubahan fisiologis normal dari sistem vaskular meliputi aterosklerosis
(yang mengarah ke kekakuan arteri, berkurangnya compliance pembuluh darah,
dan pelebaran tekanan nadi), peningkatan ketebalan dinding arteri dan penurunan
vasodilatasi yang dimediasi oleh β2 adrenoseptor. Impedansi vaskular meningkat,
yang akhirnya meningkatkan stres dan konsumsi oksigen dinding miokard.5
Berbagai aspek morfologi dan fungsi vaskular yang dipengaruhi oleh proses
penuaan ditunjukkan pada tabel 3 4
Tabel 3. Perubahan morfologi dan fungsi vaskular yang berkaitan dengan pertambahan umur 4
Morfologi: peningkatan diameter dan kekakuan arteri elastika besar, peningkatan ketebalan tunika media dan intima, peningkatan varian sel-sel endotel, peningkatan aktivitas elastolitik dan kolagenolitik, perubahan proliferasi / migrasi sel vaskular,
8
perubahan matriks dinding pembuluh darah.
Fungsi: penurunan vasodilatasi yang dimediasi oleh β-adrenoseptor, low-dependent, endotelium-dependent dan atrial natriuretic-peptide, penurunan produksi / efek nitrat oksida , kenaikan impedansi pembuluh darah, peningkatan kecepatan denyut nadi, relected awal pulsasi gelombang
2. Sistem Respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara
ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat
menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya
respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi jalan
nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan faring
juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi
lambung lebih besar .6
Pencegahan terjadinya hipoksia perioperatif meliputi, periode
preoksigenasi yang lebih panjang, pemberian konsentrasi oksigen inspirasi yang
lebih tinggi selama anastesi, kenaikan kecil pada tekanan positive end expiratory
dan toilet pulmoner yang agresif. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi yang
umum dan berpotensial untuk membahayakan nyawa. Predisposisi dari terjadi nya
aspirasi pneumonia adalah adanya penurunan protektic laryngeal reflek yang
terjadi seiring dengan penuaan. 1
Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru dan
dinding dada, total lung capacity / kapasitas paru total (TLC), forced vital
capacity / kapasitas vital paksa (FVC), forced expiratory volume in one second /
volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), vital capacity / kapasitas vital
(VC) dan inspiratory reserve volume / volume cadangan inspirasi (IRV)
semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan peningkatan volume residu.
Meskipun functional residual capacity / kapasitas residual fungsional (FRC) tidak
9
berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan pertambahan usia (PaO2 = 13.3-
umur/30 kPa, atau Pao2 = 100-umur/4mmHg) meskipun PaCO2 tetap konstan.8
Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15%
dari fungsi alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada
emfisema. Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu
menyebabkan peningkatan volume dead space yang meningkatkan
ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V / Q ).Hal ini meningkatkan gradien O2
alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat.9,5
Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan
dan mengurangi ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet
dinding dada lebih memperburuk proses ini. Karena penurunan recoil elastis paru-
paru, volume akhir respirasi meningkat sedemikian rupa sehingga melebihi
kapasitas residual fungsional pada usia > 65 tahun.9,5
Respon pernapasan terhadap hipoksia menurun seiring dengan pertambahan
usia. Selain itu, fungsi silia dan refleks batuk juga menurun. Sehingga sensasi
faring, pita suara dan fungsi motorik yang diperlukan untuk menelan berkurang
pada pasien usia lanjut sehingga aspirasi lebih mungkin terjadi.9,5
Nyeri pasca operasi, posisi telentang, golongan narkotika, serta operasi
dada dan perut bagian atas dapat mengganggu fungsi paru-paru, menyebabkan
atelektasis, embolisme, infeksi paru-paru serta depresi pernapasan. Aktivitas
mukosiliar yang efektif diperburuk oleh kebiasaan merokok sehingga
meningkatkan risiko komplikasi.8,9
Tabel 4. Konsekuensi fungsional akibat perubahan intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi sistem respirasi akibat proses penuaan 6
Penurunan elastisitas recoil paru-paru
Peningkatan pengembangan jaringan paru-paru
Penurunan kapasitas difusi oksigen
10
Penutupan jalan napas prematur yang mengakibatkan ketidaksesuaian V / Q dan meningkatkan gradien oksigen alveolar terhadap arteri
Penutupan saluran napas yang berukuran kecil dan perangkapan gas
Penurunan laju aliran ekspirasi
3. Sistem Metabolik dan Endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun seiring dengan usia.
Setelah mencapai berat maksimal pada usia 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita
akan mulai mengalami penurunan berat badan, umumnya hingga mencapai berat
kurang dari berat orang-orang usia muda kebanyakan. Produksi panas menurun,
kehilangan panas meningkat, dan pusat pengaturan suhu di hipotalamus menjadi
lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan resistensi insulin memicu penurunan
progresif kemampuan tubuh untuk mengatur beban glukosa. Respon neuroendokrin
terhadap stres cenderung stabil atau sedikit menurun pada kebanyakan pasien tua
yang sehat. Penuaan berkaitan dengan penurunan respon terhadap agen β-
adrenergic (endogenous β-blockade). Level norepinefrin yang bersirkulasi dalam
darah mengalami peningkatan pada pasien tua. 6
Insiden diabetes meningkat pada orang tua sampai dengan 25% pada pasien
yang berusia lebih dari 80 tahun. Penderita diabetes sering memiliki gangguan
kardiovaskular, ginjal, neurologis dan visual, sehingga memerlukan kontrol kadar
glukosa darah selama periode perioperatif.8 Pada pasien usia lanjut yang sehat,
respon neuroendokrin terhadap stres tampaknya tidak berubah atau sedikit
menurun. Proses penuaan berhubungan dengan penurunan respon terhadap obat-
obatan adrenergik ("blok endogen"). Jumlah norepinefrin yang beredar dilaporkan
meningkat pada pasien usia lanjut. 2
4. Sistem Renalis
11
Fungsi ginjal menurun seiring bertambahnya usia. Proses penuaan pada
ginjal mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional yang mengurangi
cadangan fungsional. Hal ini menciptakan keterbatasan homeostatik pada
kemampuan ginjal untuk merespon dengan benar terhadap kelebihan atau pun
defisit volume. Perubahan fisiologis ginjal yang menyertai proses penuaan antara
lain: Penurunan massa ginjal (usia 25 sampai 85 tahun) yang dibuktikan oleh
penurunan jumlah glomeruli dan nefron sebesar hampir 40%. Aliran darah ginjal
menurun sekitar 10% per dekade setelah usia 50 tahun. Aliran darah ginjal
berkurang akibat penurunan curah jantung. Penurunan laju filtrasi glomerulus /
glomerular filteration rate ((GFR) sebesar 45% pada usia 80 tahun) mencerminkan
penurunan bersihan kreatinin sebesar 0,75 ml / menit / tahun. Meskipun kadar
kreatinin tidak terpengaruh karena pada pasien usia lanjut juga terjadi penurunan
massa otot.1,9,6,12
Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi
glomerulus ( LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat.
Hal ini disebabkan karena glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak
dan jaringan fibrotik. Respon terhadap hormon diuretik dan hormon aldosteron
berkurang Respons terhadap kekurangan Na juga menurun, sehingga berisiko
terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluar kan garam dan air berkurang, dapat
terjadi over load cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia. Ambang
rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya.
Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun
kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas
menurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat
mentoleransi kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien
ini lebih mudah mengalami peningkatan kadar kalium dalam dar ahnya,
apalagi bila diberikan larutan garam kalium secara intravena. Kemampuan
untuk mengekskresi obat menurun dan pasien manula ini lebih mudah jatuh
ke dalam asidosis metabolik. Kemungkinan trerjadi gagal ginjal juga
meningkat.7
12
Penurunan aliran darah ginal dikaitkan dengan kondisi medis seperti
hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes, dan penyakit jantung yang dapat
memperburuk efek dari kelainan ginjal. Penurunan aliran darah ini dihubungkan
dengan penurunan respon terhadap stimulus vasodilatasi, sehingga ginjal pada
usia lanjut sangat rentan terhadap efek berbahaya dari penurunan curah jantung,
hipotensi, hipovolemia, dan perdarahan. Stres akibat tindakan anestesi dan
pembedahan, nyeri, stimulasi simpatik, dan obat-obatan vasokonstriksi ginjal
dapat berkontribusi untuk terjadinya disfungsi ginjal perioperatif. 9
Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, ginjal pada usia lanjut
ditandai dengan peningkatan jumlah jaringan fibrosis, atrofi tubulus, dan
arteriosklerosis. Adanya kelainan pembuluh darah kecil pada usia lanjut tanpa
disertai penyakit ginjal atau hipertensi, menunjukkan bahwa pada usia lanjut yang
sehat pun terdapat perubahan ginjal yang mungkin diakibatkan oleh penyakit
vaskuler dan respon vaskuler yang berubah. 9
Penurunan GFR yang terkait dengan proses penuaan dianggap sebagai
perubahan farmakokinetik yang paling penting pada usia usia lanjut. GFR yang
normalnya sekitar 125 mL / menit pada orang dewasa muda, menurun menjadi
sekitar 80 mL / menit pada usia 60 tahun, dan sekitar 60 mL / menit pada usia80
tahun. 9
Karena penurunan GFR lebih rendah dari pada aliran darah ginjal, fraksi
filtrasi meningkat menjadi keadaan hiperfiltrasi. Hal ini merupakan kompensasi
terhadap penurunan jumlah glomeruli fungsional sampai batas tertentu. Akibatnya
tekanan dalam glomerulus meningkat sehingga dapat mempercepat
glomerulosklerosis. 9
Pada usia lanjut, obat yang bergantung pada fungsi ginjal untuk
pembersihan dapat terakumulasi, yang mungkin diperberat oleh penyakit ginjal
yang telah ada sebelumnya. Selain itu usia lanjut cenderung mengalami gangguan
13
keseimbangan cairan dan elektrolit serta gagal ginjal yang diinduksi oleh obat-
obatan.9
Penelitian menunjukkan bahwa fungsi tubulus umumnya menurun pada
usia lanjut, yang membatasi sejauh mana urin dapat terkonsentrasi dalam
menanggapi defisit air. Demikian pula, jumlah beban garam yang dapat
diekskresikan menjadi lebih terganggu akibat penuaan. Selain itu, seseorang yang
berusia lanjut tidak dapat menekan sekresi hormon antidiuretik secara maksimal
ketika osmolaritas serum berkurang. Hal ini bersamaan dengan penurunan
efisiensi sistem renin-angiotensin, menunjukkan bahwa kegagalan pasien usia
lanjut untuk mempertahankan natrium secara efektif dalam kondisi kontraksi
volume plasma tidak semata-mata disebabkan oleh penurunan GFR. 9
Kapasitas konsentrasi merupakan indikator tambahan yang sensitif untuk
fungsi ginjal. Ketika jumlah cairan dibatasi, pasien yang berusia lanjut
menunjukkan penurunan kemampuan untuk memekatkan urinnya. Aktivitas
sistem renin-angiotensin menurun seiring dengan pertambahan dengan usia, dan
pada usia diatas 40 tahun terjadi penurunan aktivitas renin aldosteron plasma,
serta penurunan kemampuan ginjal untuk mempertahankan jumlah garam dengan
pembatasan asupan.9
Pada usia lanjut, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan asam-basa
jika berfungsi di bawah kondisi dasar. Namun dengan adanya gangguan fungsi
tubular ginjal untuk mengekskresikan sejumlah asam dibandingkan dengan pasien
yang lebih muda berkontribusi terhadap insiden yang lebih tinggi untuk terjadinya
asidosis metabolik pada usia lanjut. Pada pasien bedah yang berusia lanjut, gagal
ginjal akut bertanggung jawab untuk seperlima dari semua kematian operasi.
Penyebab gagal ginjal yang mengarah ke dialisis belum dipahami secara jelas.
Namun, sebagian besar kasus disebabkan nekrosis tubular akut. 1,9
Respon ginjal terhadap tindakan pembedahan dan anestesi tampaknya tidak
smengalami perubahan yang signifikan dengan pertambahan usia. Telah diketahui
14
bahwa GFR secara langsung mengalami penurunan pada tindakan anestesi umum,
namun, secara klinis hal ini tidak terlalu siginfikan. Penurunan curah jantung dan
tekanan darah, sering disebabkan oleh defisit intravaskular dan hipotermia pada
saat operasi, hal ini akan menurunkan aliran darah ginjal. 3
Penilaian yang tepat dan mempertahankan volume intravaskular memiliki
dampak paling besar pada fungsi ginjal pada periode perioperatif. Pengenalan dan
penanganan hipovolemia berpotensi untuk mengurangi kejadian disfungsi organ,
morbiditas dan mortalitas pasca operasi. Pasien usia lanjut yang berisiko lebih
tinggi terkena gagal ginjal akut karena kurangnya cadangan fungsional ginjal.
Insiden gagal ginjal pasca operasi dapat berkisar antara 0,1% sampai 50% setelah
operasi berisiko tinggi seperti trauma, intervensi rongga dada, atau kardiovaskular
yang sangat tergantung pada lokasi operasi. 3
Tabel 5. Perubahan fungsi ginjal akibat penuaan 6
Penurunan jumlah nefron korteks
Penurunan massa ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (kreatinin serum tidak berubah karena penurunan massa otot rangka)
Penurunan aliran darah ginjal
Nekrosis tubular akut adalah penyebab paling umum dari gagal ginjal akut
perioperatif. Mortalitas pada pasien dengan gagal ginjal akut lebih dari 50%, dan
sedikitnya seperlima dari seluruh kematian perioperatif pada pasien bedah geriatri
disebabkan oleh gagal ginjal akut. Sebesar 50% pasien dengan gagal ginjal
perioperatif membutuhkan dialisis segera. Gagal ginjal akut pada pasien usia
lanjut meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta membebani sistem
perawatan kesehatan dengan biaya tambahan. Menghindari komplikasi akibat
manajemen cairan yang tidak sesuai memerlukan intervensi pada semua tahap
perwatan perioperatif. 3
15
5. Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh
penurunan hepatic blood flow. Fungsi hepar menurun sesuai dengan berkurang nya
massa hepar. Dengan demikian laju biotransformasi dan produksi albumin
berkurang. Level plasma colinesterasi pada pria tua juga berkurang. Pasien manula
mungkin sekali lebih mudah mengalami cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan
transfusi darah. Terjadi pemanjangan waktu paruh obat-obat yang diekskresi
melalui hati.
Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa
pengosongan lambung diperpanjang. Akibat menurunnya fungsi persarafan sistem
gastrointestinal, sfingter gastro-esofageal tidak begitu baik lagi, disamping
waktu pengosongan lambung yang memanjang sehingga mudah terjadi
regurgitasi.1
Hepar juga dapat dipengaruhi oleh proses penuaan. Karena beberapa obat
anestesi dan nyeri seperti opioid dan tranquilizer disaring dari plasma oleh hepar,
sehingga durasi efek obat tersebut dapat memanjang pada pasien geriatri. Obat
yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat menghasilkan efek
berlebihan karena terjadi peningkatan sensitivitas sel. Dilaporkan peningkatan
insiden kolelitiasis pada pasien yang berusia di atas 90 tahun. 1,13
Perubahan makroskopis hepar akibat proses penuaan diantaranya gambaran
"atrofi cokelat." Perubahan warna ini dikaitkan dengan akumulasi pigmen
lipofusin pada hepatosit, tetapi tidak jelas apakah perubahan morfologi ini
berhubungan dengan perubahan dalam fungsi hepar. 9
Aliran darah hepar menurun seiring dengan pertambahan usia. Sebagian
besar penurunan ini dikaitkan dengan penurunan 35% massa hepar. Penurunan
aliran darah hepar mungkin sedikit lebih besar daripada penurunan massa hepar,
yang mengakibatkan penurunan aliran darah sebesar 10% per unit massa hepar.
16
Namun pada usia lanjut, ukuran hepar yang cukup besar memberikan cadangan
fungsional yang besar pula sehingga fungsi pemeliharaan relatif baik.9
Tabel 6. Perubahan pada hepar yang terkait dengan proses penuaan6
Penurunan massa dan aliran darah hepar ( penurunan metabolisme first pass)
Fungsi preservasi hepatoseluler
Kemungkinan penurunan produksi albumin (yang berkaitan dengan nutrisi)
Peningkatan konsentrasi asam α-1-glikoprotein
Kemungkinan penurunan produksi kolinesterase plasma
Terdapat sedikit perubahan mikroskopis hepar akibat proses penuaan.
Diantaranya peningkatan volume hepatosit yang mungkin akibat pembengkakan
intraseluler. Terdapat pula beberapa perubahan karakteristik organel sel, misalnya
penurunan jumlah dan kepadatan mitokondria, penurunan jumlah reduksi
retikulum endoplasma kasar dan halus. Penurunan jumlah retikulum endoplasma
kasar mungkin merupakan penyebab dari penurunan kemampuan untuk
mensintesis protein. Namun, penurunan jumlah retikulum endoplasma halus
mungkin berhubungan dengan penurunan protein mikrosom.9
6. Sistem Saraf Pusat
Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif,
sensoris, motoris, dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur
menurun. Perfusi otak dan konsumsi oksigen otak menurun sampai 10%-20%.
Berat otak menurun karena berkurangnya jumlah sel neuron, terutama di korteks
otak maupun otak kecil. Berat otak pada orang dewasa muda rata-rata 1400 g,
akan menurun menjadi 1150 g pada usia 80 tahun. Dikatakan, terdapat
korelasi positif antara berat otak dan harapan hidup. Ukuran neuron
berkurang, dan neuron kehilangan kompleksitas pohon dendrit, dan jumlah sinaps
17
juga berkurang. Terdapat juga penurunan fungsi neurotransmiter. Sintesis dari
beberapa neurotransmiter seperti domapin, dan jumlah dari reseptor mereka
berkurang. Serotonic, adrenergic, dan γ-aminobutyric acid (GABA) binding
site juga berkurang. Sedangkan jumlah astrosit dan sel microglial bertambah.
Degenerasi sel saraf perifer mengakibatkan kecepatan konduksi yang memanjang
dan atropi otot skeletal. Konsentrasi alveolar minimum dari anestetika juga
menurun dengan bertambahnya usia.1
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah
dipengaruhi oleh efek samping obat terhadap sistem saraf. Pasien tua sering
memerlukan lebih banyak waktu untuk sembuh total dari efek CNS yang
diakibatkan oleh anastesi umum. Umumnya mereka mengalami kebingungan atau
disorientasi preoperatif. Banyak pasien tua mengalami berbagai derajat dari acute
confusional state, delirium atau cognitive disfungsi postoperatif. Etiologi dari
cognitif disfungsi postoperatif (POCD) biasanya multifaktorial, termasuk efek
samping obat, nyeri, demensia, hipotermia dan gangguan metabolik. Pasien tua
juga biasanya sensitif terhadap agen kolinergic yang bekerja sentral, seperti
scopolamin dan atropin. 1
Massa otak mengalami penurunan seiring pertambahan usia, kehilangan
sel-sel neuron yang paling menonjol di temukan pada korteks serebral khususnya
di lobus frontalis. Aliran darah otak juga menurun sekitar 10-20% yang sesuai
dengan penurunan sejumlah sel-sel neuron. Sel-sel neuron mengalami penurunan
dalam hal ukuran dan kehilangan beberapa kompleksitas cabang dendritik dan
sejumlah sinapsis. Sintesis dari beberapa neurotransmiter, seperti dopamin, dan
sejumlah reseptornya mengalami penurunan. Tempat pengikatan serotonergik,
adrenergik, dan asam γ-aminobutirat(GABA) juga berkurang. Jumlah astrosit dan
sel-sel mikroglial meningkat. Degenerasi sel-sel saraf perifer menyebabkan
perlambatan kecepatan konduksi dan atrofi otot rangka. 1,2,5,7
Proses penuaan dikaitkan dengan peningkatan ambang batas untuk hampir
semua modalitas sensorik termasuk sentuhan, sensasi suhu, proprioseptif,
18
pendengaran, dan penglihatan. Perubahan dalam persepsi nyeri sangat kompleks
dan kurang dapat dipahami, mekanismenya mungkin diakibatkan oleh perubahan
proses nyeri sentral dan perifer. Tanpa penyakit penyerta, penurunan fungsi
kognitif biasanya sederhana tetapi jenisnya bervariasi. Memori jangka pendek
tampaknya yang paling terpengaruh. Aktivitas fisik dan intelektual yang kontinyu
memberikan efek positif pada pelestarian fungsi kognitif. Pasien usia lanjut sering
membutuhkan lebih banyak waktu untuk sembuh sepenuhnya dari efek anestesi
umum terhadap sistem saraf pusat, terutama jika mereka mengalami penurunan
kesadaran atau disorientasi sebelum operasi. 2
Delirium pasca operasi dan disfungsi kognitif lebih tinggi pada pasien usia
lanjut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa post-operative cognitive
disorder / disfungsi kognitif pasca operasi (POCD) dapat ditemukan pada 10-15%
pasien yang berusia diatas 60 tahun dalam 3 bulan setelah operasi besar.
Penelitian oleh Anwer dkk, 200810 menemukan bahwa fungsi kognitif pasien usia
lanjut yang mendapat anestesia regional vertebralis pasca operasi hari pertama dan
ketiga tidak berubah secara signifikan dibandingkan sebelum operasi. Namun
pada pasien usia lanjut yang mendapatkan anestesi umum mengalami penurunan
fungsi kognitif yang signifikan pada pasca operasi hari pertama. Fungsi kognitif
ini secara signifikan membaik pada pasca operasi hari ketiga, tetapi masih jauh
lebih rendah daripada tingkat fungsi kognitif sebelum operasi.2,7,10
Etiologi POCD kemungkinan multifaktorial, termasuk efek obat, nyeri,
gangguan kognitif sebelumnya, hipotermia, status gizi buruk, usia lanjut, dan
gangguan metabolik. Rendahnya kadar neurotransmiter tertentu seperti asetilkolin
mungkin ikut berperan. Pasien usia lanjut sangat sensitif teradap obat-obatan
antikolinergik kerja sentral seperti skopolamin dan atropin.Beberapa pasien
mengalami POCD yang berkepanjangan atau permanen setelah tindakan operasi
dan anestesi. Beberapa metode sederhana untuk mengevaluasi fungsi kognitif usia
lanjut seperti tes Folstein Mini Mental atau three item recall test. 1,2
7. Sistem Musculoskeletal
19
Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit
mengalami atropi seiring dengan usia, dan mudah mengalami trauma akibat
pemasangan selotape, electrocautery pad, dan electrocardiography electroda. Vena
rapuh dan mudah pecah akibat pada pemasangan infus intravena. Sendi artritis
mudah terganggu oleh perubahan posisi. Penyakit degeneratif servikal tulang
belakang dapat membatasi ekstensi leher sehingga membuat intubasi menjadi
sulit.1
Massa otot berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran
mikroskopis menunjukkan penebalan neuromuscular junction. Tampak pula
penyebaran extrajunctional dari beberapa reseptor asetilkolin. Dengan etiologi
yang belum diketahui, sebagian besar kehilangan protein tubuh yang berkaitan
dengan penuaan dikaitkan dengan penurunan 20% dari massa otot rangka yang
dikenal dengan istilah sarcopenia. Hal ini terjadi bahkan pada orang dewasa sehat
dan berhubungan dengan hilangnya kekuatan.
Tabel 7. Konsekuensi fungsional perioperatif akibat kehilangan massa otot yang biasanya menyertai proses penuaan 6
Gangguan mobilisasi dan ambulasi pasca operasi
Mengurangi efektifitas batuk
Mengurangi thermogenesis dengan menggigil
Merubah disposisi obat
Mengurangi cadangan fungsional neuromuskuler
Waktu pemulihan dan perawatan yang memanjang
Pada dekade kedua, seseorang memiliki massa otot 60% dari massa tubuh,
namun pada usia 70 tahun menurun hingga kurang dari 40%. Meskipun
penurunan jaringan otot dimulai sekitar usia 50 tahun, namun hal inimeningkat
setelah usia 60 tahun. Penurunan ini sebagian dapat dikembalikan dengan latihan
20
beban. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan dalam sensitivitas terhadap
pelumpuh otot pada usia lanjut. Farmakokinetik obat-obatan tersebut ditandai
dengan penurunan eliminasi. Pemberian dosis awal obat tersebut mungkin tidak
harus dikurangi, tetapi pemberian dosis total umumnya dikurangi. Namun, karena
terdapat penurunan eliminasi, maka efek obat-obatn ini harus hati-hati dipantau
menggunakan komponen fungsi neuromuskuler seperti train-of-four tests. 2,9
Kulit mengalami atrofi dan rentan terhadap trauma akibat plester perekat,
bantalan elektrokauter, dan elektroda elektrokardiografi. Dinding vena sering
menjadi rapuh dan mudah ruptur pada saat infus intravena. Atritis sendi dapat
mengganggu pengaturan posisi pasien (misalnya, litotomi) atau anestesi regional
(misalnya, blok subaraknoid). Penyakit degeneratif servikal dapat membatasi
ekstensi leher yang berpotensi membuat intubasi menjadi sulit.2
C. Evaluasi Preoperatif
Penilaian pra operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi
komplikasi pasca operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan
memberikan panduan terhadap penilaian jenis penyakit komorbid dan tingkat
keparahannya, jenis monitoring yang diperlukan, optimasi pra operasi dan
prediksi akan timbulnya komplikasi pasca operasi. Pemahaman riwayat penyakit
yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penilaian risiko
tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.5
Terdapat dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi pre-
operatif pasien geriatri :
1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit
yang berhubungan dengan penuaan. Penyakit- penyakit biasa pada
pasien dengan usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penanganan anestesi dan memerlukan perawatan khusus serta diagnosis.
Penyakit kardiovaskuler dan diabetes umumnya sering ditemukan pada 21
populasi ini. Komplikasi pulmoner mempunyai insidens sebesar 5,5% dan
merupakan penyebab morbiditas ketiga tertinggi pada pasien usia lanjut yang
akan menjalani pembedahan non cardiac.4
2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik
dan pasien secara keseluruhan sebelum pembedahan. Pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik, riwayat, pemeriksaan fisik, dan
determinasi kapasitas fungsional harus dilakukan untuk mengevaluasi
fisiologis pasien. Pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan
riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan prosedur pembedahan yang akan
dilakukan, dan bukan hanya berdasarkan atas usia pasien saja.4
Walaupun masih terdapat banyak pertanyaan, bukti-bukti yang ada
menunjukkan bahwa risiko kardiovaskuler dapat dicegah dengan mencari
ada tidaknya β-blockade perioperatif pada pasien dengan penyakit arteri koroner
yang diketahui, terutama bila muncul beberapa minggu terakhir sebelum operasi.
Pada pasien usia lanjut yang menggunakan terapi β-blocker jangka panjang,
tampaknya β-blocker long-acting akan lebih efektif dibandingkan dengan β-
blocker short-acting dalam mengurangi resiko infark miokard perioperatif.
Protokol yang menyertakan pemberian β-blocker pada pagi hari sebelum operasi
dilakukan dan diteruskan selama operasi berhubungan dengan peningkatan
insidens stroke dan semua penyebab mortalitas.6
Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi
bedah dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan
merupakan prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum
dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi
yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk memperoleh
informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus
dipertimbangkan dan didokumentasikan. 5
22
Riwayat Penyakit dan Status Gizi
Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena
pasien usia lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan.
Defisiensi nutrisi yang sering dialami oleh pada usia lanjut harus dinilai secara
akurat. Hitung darah lengkap yang menunjukkan anemia, kadar albumin serum
yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol kurang dari 160mg/dl telah terbukti
sebagai penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan. Indeks massa
tubuh yang kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin mengarahkan
peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga
suplemen gizi pra operatif harus dipertimbangkan.5
Pemeriksaan fisik
Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka
biasanya tidak memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi
yang tidak dapat dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup
informasi yang mendetail tentang status hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan
kondisi sistemik.5
Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan
status kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor yang
penting dari outcome bedah yang buruk.
Pemeriksaan Penunjang Pra operasi
Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan
parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk
diantaranya:
23
- Hitung darah lengkap: Hb, jumlah limfosit
- Urem, kreatinin dan elektrolit akan memberikan informasi tentang fungsi
ginjal karena akan mengalami perubahan secara bertahap dengan
pertambahan usia. Bersihan kreatinin merupakan indeks penting.
- Gula darah dan kolesterol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes
mellitus dan ateroskleorsis.
- Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah
- Pemeriksaa elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua pasien
yang berusia di atas 60 tahun, terlepas dari ada riwayat penyakit jantung
atau tidak.
- Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronis.
- Pemeriksaan jantung.
Morbiditas dan mortalitas operasi pada lansia secara umum disebabkan
oleh:
a) Berbagai penyakit lain yang diderita bersama-sama dengan penyakit
primernya.
b) Penyakit primer (penyakit yang memerlukan tindakan operatif) seringkali
sudah dalam keadaan lanjut.
c) Penyakit yang didapat bersama tersebut sering ikut meningkatkan risiko
operasi:
1. Yang selalu terdapat pada lansia dalam berbagai derajat (misalnya:
gangguan ginjal, gangguan hati, dll.)
2. Yang tidak selalu terdapat, tetapi insidens meningkat pada lansia
(misalnya: penyakit jantung iskemik, PPOM, dll.)
24
3. Yang tidak berhubungan dengan usia tetapi konsekuensi pada lansia
meningkat (misalnya: anemia, dll.)
d) Status nutrisi
Status nutrisi dapat mempengaruuhi keberhasilan lansia dalam menahan
stress akibat operasi. Banyak lansia dengan penyakit kronis / akan operasi
dalam keadaan malnutrisi. Keadaan ini perlu diperbaiki dulu.
e) Masalah kesehatan mental
Dementia, biasanya tidak berespon baik terhadap instruksi dari petugas
kesehatan, sehingga penyembuhan akibat konfusio pasca operasi lebih
sukar.
Depresi, menyebabkan keinginan hidup dan respon terhadap penyembuhan
buruk.
Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah:
a. Activity Daily Living (ADL) scoring. Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan derajat kemandirian seorang usila.
Nilai ketergantungan pada bantuan:
0: tidak perlu/ mandiri
1: sedikit membutuhkan bantuan
2: banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh
No Aktivitas Ketergantungan
0 1 2
1 Makan 0 1 2
2 Mengenakan dan melepaskan pakaian 0 1 2
3 Menyisir rambut dan bercukur 0 1 2
4 Berjalan 0 1 2
5 Turun dan naik ke tempat tidur 0 1 2
25
6 Mandi 0 1 2
7 Ke kamar mandi (toileting) 0 1 2
8 Membutuhkan bantuan untuk belanja, mandi,
pekerjaan rumah dan / atau pergi keluar
0 1 2
9 Inkontinensia skor 0 : bila tidak pernah, skor 1
bila : 1-2x/minggu, skor 2 bila > 3 minggu
0 1 2
b. Pemeriksaan mental pasien. Disini dapat ditentukan tingkat kejernihan
pikiran pasien, apakah sudah menderita demensia ataupun pra- demensia.
c. Penilaian Pemeriksaan Organik
Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan peme-riksaan
penunjang tadi, diagnosis dapat ditentukan demikian pula keadaan
fungsional organ-organ dan selanjutnya dapat ditentukan apakah layak
operasi atau tidak.
Aspek Anestesi pada Pasien Usila
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perioperative care pasien usila,
adalah:
a. Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi
b. Gangguan saluran cerna diatasi
c. Mengatasi sepsis
d. Mengatasi pendarahan (blood loss) bila ada
e. Mengatasi edem pada gagal jantung kongestif
Selain itu dalam rangka manajemen anestesi ada prinsip dasar yang juga
harus diperhatikan dalam penanganan pasien usila, yaitu
26
a. Dosis obat,
b. fisiologi setiap pasien,
c. hemodinamik,
d. hipotermia,
e. jenis anestesi,
f. monitoring,
g. gejala- tanda klinik dan outcome,
h. informed consent.
D. Manajemen perioperatif
Tidak ada istilah "terlalu tua" untuk tindakan operasi. Pada umumnya hal
yang harus dipikirkan adalah bahwa komorbiditas meningkat dengan pertambahan
usia lebih penting dari usia pasien itu sendiri. Penelitian Forrest terhadap 17.201
pasien menunjukkan bahwa, risiko outcome yang berat menurun dari 3% menjadi
2% dari umur 20-an ke umur 40-an, namun meningkat secara linear setelahnya
(dari 2% pada umur 40-an sampai 6% pada umur 80-an).7
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak
yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus,
sehinggan Penting untuk menentukan status fisik pasien dan memperkirakan
cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan
sebelum operasi, maka operasi dapat dilakukan tanpa penundaan. Penundaan
operasi yang lama dapat meningkatkan morbiditas. Diabetes mellitus dan penyakit
kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering dialami oleh pasien geriatri.
Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pascabedah pada
pasien usia lanjut. Untuk pasien ini diperlukan optimasi paru-paru. Riwayat
27
penyakit dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
sangat penting. Masalah yang yang harus selalu dipikirkan pada pasien geriatri
adalah kemungkinan terjadinya depresi, malnutrisi, imobilitas dan dehidrasi.
Sehingga penting untuk menentukan status kognitif seorang pasien usia lanjut.
Defisit kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk dan morbiditas perioperatif
yang lebih tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi umum dapat
mempercepat perkembangan demensia senilis. 5,7
Anestesi
Jenis anestesi utama untuk operasi adalah general dan regional (termasuk
spinal, lumbar, caudal epidural, blok saraf regional dan infiltrasi local. Pemilihan
jenis anestesi ini tergantung pada usia penderita, ketepatan masalah bedah yang
akan dilaksanakan, dan jenis pembedahan yang akan dilakukan.
Aneatesi regional
Efek spesifik anestesi regional memberikan beberapa keuntungan.
1. anesesi regional mempengaruhi sistem koagulasi dengan cara
mencegah inhibisi fibrinolisis post operatif. Thrombosis vena dalam
atau emboli paru dapat terjadi pada 2,5% pasien setelah menjalani
beberapa prosedur berisiko tinggi. Pada revaskularisasi ekstremitas
bawah, anestesi regional berhubungan dengan penurunan insidens
thrombosis graft bila dibandingkan dengan anestesi umum.
2. efek hemodinamik anestesi regional mungkin berhubungan dengan
lebih sedikitnya jumlah darah yang hilang pada pembedahan pelvis
dan ekstremitas bawah.
3. anestesi regional tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas dan
pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan fungsi parunya sendiri.
Data menunjukkan bahwa pasien berusia lanjut lebih rentan terhadap
episode hipoksia selama dalam ruang pemulihan. Pasien dengan
anestesi regional mempunyai risiko hipoksemia yang lebih rendah.
Komplikasi paru yang terjadi pada anestesi regional juga lebih
28
sedikit.
Anestesi spinal lebih dapat ditoleransi pada geriatri dari pada anestesi
umum karena dapat menurunkan resiko delirium dan konfusi postoperasi.
Ruang arakhnoid dan epidural menjadi lebih sempit dengan bertambahnya
umur yang membuat penyebaran obat analgetik lokal menjadi lebih besar atau
luas, dengan hasil penyebaran obat analgesi ke cephalad lebih banyak
sehingga level analgesi lebih tinggi dengan dosis sama dan tinggi badan yang
sama. Dosis hendaknya dikurangi pada usia tua.
E. Farmakologi Klinis
Secara umum berbagai obat-obatan dan teknik anestesi yang sesuai
digunakan untuk orang yang berusia lebih muda dan dewasa juga dapat digunakan
pada pasien usia lanjut dengan keterbatasan fisiologi mereka. Mungkin diperlukan
modifikasi teknik dan khususnya dosis obat.8 Tidak ada regimen anestesi yang
"ideal" untuk pasien usia lanjut. Mayoritas obat-obatan anestesi yang lebih poten
pada pasien usia lanjut dengan pengecualian atropin (dosis harus ditingkatkan
untuk menghasilkan respon heart rate yang diinginkan). 5,7
Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik (hubungan
antara dosis obat dan konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (hubungan antara
konsentrasi plasma dan efek klinis). Namun perubahan yang berhubungan dengan
penyakit dan variasi antar individu yang luas bahkan pada populasi yang sama
menyebabkan perubahan ini tidak selalu konsisten. 2
Penurunan progresif massa otot dan peningkatan lemak tubuh (terutama
pada wanita usia lanjut) menyebabkan penurunan total jumlah cair tubuh. Hal ini
menyebabkan konsentrasi plasma obat-obatan yang larut air dapat lebih tinggi,
sebaliknya konsentrasi plasma obat-obatan larut lemak dapat dapat lebih renah.
Perubahan dalam volume distribusi obat dapat mempengaruhi waktu paruh
eliminasi obat. Jika volume distribusi obat ditingkatkan, waktu paruhnya akan
diperpanjang kecuali tingkat klirens juga meningkat. Namun karena fungsi ginjal
29
dan hepar juga berkurang seiring pertambahan usia, penurunan tingkat klirens
memperpanjang durasi kerja beberapa obat. Studi menunjukkan bahwa pasien usia
lanjut yang sehat, aktif hanya mengalami sedikit sedikit atau tidak ada perubahan
dalam volume plasma.2
Distribusi dan eliminasi obat juga dipengaruhi oleh perubahan binding
protein plasma. Albumin, yang cenderung untuk mengikat obat-obatan yang
bersifat asam (misalnya, barbiturat, benzodiazepin, agonis opioid), biasanya
menurun sesuai pertambahan usia. Asam-1 glikoprotein, yang mengikat obat
dasar (misalnya, anestesi lokal) mengalami peningkatan. Obat-obatan yang terikat
dengan protein tidak dapat berinteraksi dengan reseptor organ dan tidak dapat
dimetabolisme atau diekskresi.2
Perubahan farmakodinamik utama yang terkait dengan penuaan adalah
penurunan kebutuhan obat-obatan anestesi, ditunjukkan oleh MAC yang lebih
rendah. Titrasi obat-obatan anestesi secara hati-hati dapat membantu untuk
menghindari efek samping dan durasi kerja yang berkepanjangan. Obat-obatan
kerja pendek seperti propofol, remifentanil, desflurane, dan suksinilkolin mungkin
sangat berguna pada pasien usia lanjut. Obat yang tidak terlalu tergantung pada
fungsi hepar, ginjal atau aliran darah seperti mivakurium, atrakurium, dan
cisatrakurium juga dapat bermanfaat.2
Pasien usia lanjut memerlukan dosis obat-obatan premedikasi yang lebih
rendah. Premedikasi opioid hanya digunakan jika kondisi preoperatif pasien
disertai nyeri berat. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada pasien usia lanjut
kelenjar saliva biasanya mengalami atrofi. Namun, antagonis H2 berguna untuk
mengurangi risiko aspirasi. Metoclopramide juga dapat digunakan untuk
mempercepat pengosongan lambung, meskipun risiko efek ekstrapiramidal lebih
tinggi pada pasien usia lanjut. 5,7
30
Dibutuhkan konsentrasi obat-obatan inhalasi yang lebih rendah selama
kombinasi anestesi epidural - general untuk toleransi endotrakea dan mencegah
pasien terbangun intraoperatif.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut
meliputi :
1. Ikatan protein plasma.
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam
adalah albumin dan untuk obat-obat dasar adalah α1-acid glikoprotein.
Kadar sirkulasi albumin akan menurun sejalan dengan usia, sedangkan
kadar α1-acid glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein
pengikat plasma terhadap efek obat tergantung pada protein tempat obat
itu terikat, dan menyebabkan perubahan fraksi obat yang tidak terikat.
Hubungan ini kompleks, dan umumnya perubahan kadar protein pengikat
plasma bukanlah faktor redominan yang menentukan bagaimana
farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan usia.5
2. Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa
tubuh, peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total.
Penurunan air tubuh total dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen
pusat dan peningkatan konsentrasi serum setelah pemberian obat secara
bolus. Selanjutnya, peningkatan lemak tubuh dapat menyebabkan
membesarnya volume distribusi, dengan potensial memanjangnya efek
klinis obat yang diberikan. 5
3. Metabolisme obat
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, gangguan hepar dan klirens
ginjal dapat terjadi sesuai dengan penambahan usia. Tergantung pada
31
jalur degradasi, penurunan reversi hepar dan ginjal dapat mempengaruhi
profil farmakokinetik obat.5
4. Farmakodinamik.
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin
disebabkan karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ
( farmakodinamik). Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan
jumlah reseptor atau sensitivitas menentukan pengaruh gangguan
farmakodinamik efek anestesi pada pasien usia lanjut. Umumnya, pasien
berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap obat anestesi. Jumlah obat yang
diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang diberikan bisa lebih lama. 5
Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat
karena adanya interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah
mengalami penuaan. Kompensasi yang diharapkan sering tidak terjadi
karena perubahan fisiologis berhubungan dengan proses penuaan normal
dan penyakit yang berhubungan dengan usia. Apapun penyebab efek
farmakologik yang terganggu, pasien berusia lanjut biasanya memerlukan
penurunan dosis pengobatan yang secukupnya.5
Perubahan Farmakologi Terkait Umur
Distribusi dan eliminasi juga dipengaruhi oleh terganggunya ikatan protein
plasma. Albumin yang cenderung berikatan dengan obat yang bersifat
asam (misalnya barbiturat, benzodiazepin, agonis opioid), menurun. α1-
asam glikoprotein, yang berikatan dengan obat yang bersifat basa
(misalnya, anestetik lokal), meningkat.
Perubahan farmakodinamik utama adalah penurunan kebutuhan anestetik,
ditunjukkan oleh MAC yang rendah. Titrasi hati-hati bahan anestetik
mem- bantu menghindari efek samping dan durasi yang panjang; bahan
kerja singkat seperti propofol, desflurane, fentanil, dan suksinilkolin
sangat berguna pada pasien usia lanjut.
32
Obat-obat preoperatif pada dasarnya diberikan untuk menurunkan
kecemasan/sekresi mucus dan fasilitas induksi dan mempertahankan
anestesi. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Pilih obat yang menyebabkan gangguan minimal terhadap sirkulasi
dan depresi respirasi.
2. Dosis diturunkan sampai 1/2 atau1/3 dosis anak muda dengan bentuk
dan ukuran tubuh sama.
Farmakologi Klinis Obat-Obat Anastesi
Anestesi Inhalasi
Konsentrasi alveolar minimum ( minimum alveolar concentration =
MAC) mengalami penurunan kurang lebih 4% per dekade pada mayoritas
anestesi inhalasi. Mekanisme kerja anestesi inhalasi berhubungan dengan
gangguan pada aktivitas kanal ion neuronal terhadap nikotinik, asetilkolin,
GABA dan reseptor glutamat. Mungkin adanya gangguan karena penuaan
pada kanal ion, aktivitas sinaptik, atau sensitivitas reseptor ikut bertanggung
jawab terhadap perubahan farmakodinamik tersebut.3,7 Obat-obatan volatile dan
intravena biasanya bekerja lebih lama dengan peningkatan volume pemberian.
Anestesivolatile lebih poten pada usia lanjut, sehingga kebutuhan MAC berkurang
(meskipun onset kerja dapat meningkat dengan penurunan curah jantung).
Konsentrasi minimum alveolar (MAC) dari semua obat-obatan inhalasi
berkurang sekitar 4-5% per dekade di atas usia 40 tahun. Oleh karena itu pasien
usia lanjut membutuhkan volume anestesi inhalasi yang lebih rendah untuk
mencapai efek yang sama dengan pasien yang lebih muda. Isoflurane adalah
mungkin yang paling sesuai, karena relatif stabil dalam sistem kardiovaskuler,
memiliki onset dan durasi kerja yang singkat dan hanya 0,2% dari dosis diberikan
yang dimetabolisme. Terdapat efek depresi miokard dari anestesi volatile yang
berlebihan pada pasien usia lanjut, sedangkan isoflurane dan desflurane jarang
33
menimbulkan efek takikardi. Dengan demikian isoflurane dapat mengurangi curah
jantung dan denyut jantung pada pasien usia lanjut.
Obat-obatan inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane
mengalami metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan oleh
paru-paru. Halotan memiliki keuntungan dengan kurang menimbulkan iritasi pada
saluran pernapasan, meskipun obat ini meningkatkan sensitifitas miokardium
terhadap katekolamin dan mungkin dapat memicu takiaritmia. Eter telah
digunakan dengan baik selama bertahun-tahun, dan pada pasien usia lanjut
sebaiknya diberikan pada konsentrasi rendah dengan dukungan ventilasi. Hal ini
memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi dengan
konsentrasi eter yang lebih tinggi.1,8
Pemulihan dari anestesi dengan obat-obatan anestesi volatile mungkin dapat
memanjang karena adanya peningkatan volume distribusi (lemak tubuh
meningkat), penurunan fungsi hepar (penurunan metabolisme halotan), dan
penurunan pertukaran gas paru. Eliminasi cepat dari desflurane dapat menjadi
alasan sebagai anestesi yang dipilih untuk pasien usia lanjut.2
Anastesi Intravena dan Benzodiazepine
Tidak ada perubahan sensitivitas otak terhadap tiopental yang
berhubungan dengan usia. Namun, dosis tiopental yang diperlukan untuk
mencapai anestesia menurun sejalan dengan pertambahan usia. Penurunan dosis
tiopental sehubungan dengan usia disebabkan karena penurunan volume distribusi
inisial obat tersebut. Penurunan volume distribusi inisial terjadi pada kadar
obat dalam serum yang lebih tinggi setelah pemberian tiopental dalam dosis
tertentu pada pasien berusia lanjut. Sama seperti pada kasus etomidate,
perubahan farmakokinetik sesuai usia (disebabkan karena penurunan klirens
dan volume distribusi inisial), bukan gangguan responsif otak yang terganggu,
bertanggung jawab terhadap penurunan dosis etomidate yang diperlukan pada
pasien berusia lanjut. Otak menjadi lebih sensitif ter hadap efek propofol, pada
usia lanjut. Selain itu, klirens propofol juga mengalami penurunan. Efek 34
penambahan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap
propofol sebesar 30-50% pada pasien dengan usia lanjut.
Dosis yang diperlukan midazolam untuk menghasilkan efek sedasi
selama endoskopi gastrointestinal atas mengalami penur unan sebesar 75%
pada pasien berusia lanjut. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan
sensitivitas otak dan penurunan klirens obat.3,7
Opiat
Usia merupakan prediktor penting perlu tidaknya penggunaan morfin
post operatif, pasien berusia lanjut hanya memer lukan sedikit obat untuk
menghilangkan rasa nyeri. Morfin dan metabolitnya morphine-6-
glucuronide mempunyai sifat analgetik. Klirens morfin akan menurun pada
pasien berusia lanjut. Morphine-6-glucuronide tergantung pada eksresi renal.
Pasien dengan insufisiensi ginjal mungkin menderita gangguan eliminasi
morfin glucuronides, dan hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan
analgesia dari dosis morfin yang diberikan pada pasien berusia lanjut.3,7
Sufentanil, alfentanil, dan fentanil kurang lebih dua kali lebih poten pada
pasien berusia lanjut. Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas
otak terhadap opioid sejalan dengan usia, bukan karena gangguan farmakokinetik.
Penambahan usia berhubungan dengan perubahan farmakokinetik
dan farmakodinamik dari remifentanil. Pada usia lanjut terjadi peningkatan
sensitivitas otak terhadap remifentanil. Remifentanil kurang lebih dua kali lebih
poten pada pasien usia lanjut, dan dosis yang diperlukan adalah satu
setengah kali bolus. Akibat volume kompar temen pusat, VI, dan penurunan
klirens pada usia lanjut, maka diperlukan kurang lebih sepertiga jumlah infus.3,7
Pelumpuh Otot
35
Umumnya, usia tidak mempengaruhi farmakodinamik pelumpuh otot.
Durasi kerja mungkin akan memanjang, bila obat tersebut tergantung pada
metabolisme ginjal atau hati. Diperkirakan terjadi penurunan pancuronium pada
pasien berusia lanjut, karena ketergantungan pancuronium terhadap
eksresi ginjal. Perubahan klirens pancuronium pada usia lanjut masih
kontroversial. Atracurium bergantung pada sebagian kecil metabolisme hati dan
ekskresi, dan waktu paruh eliminasinya akan memanjang pada pasien usia lanjut.
Tidak terjadi perubahan klirens dengan bertambahnya usia, yang menunjukkan
adanya jalur eliminasi alternatif (hidrolisis eter dan eliminasi Hoffmann)
penting pada pasien berusia lanjut. Klirens vecuronium plasma lebih rendah
pada pasien berusia lanjut. Durasi memanjang yang berhubungan dengan
usia terhadap kerja vecuronium menggambarkan penurunan reversi ginjal atau
hepar.3,7
Anastesi neuraksial dan blok saraf perifer
Persentase obat anestesia tidak berdampak terhadap durasi blokade motorik
dengan pemberian anestesi bupivacaine. Waktu onset akan menurun,
bagaimanapun juga penyebaran anestesi akan lebih baik dengan pemberian cairan
bupivacaine hiperbarik. Dampak usia terhadap durasi anestesia epidural tidak
terlihat pada pemberian bupivacaine 0,5% . Waktu onset akan memendek,
dan kedalaman blok anestesia akan bertambah besar. Terlihat klirens plasma
lokal anestesi yang menurun pada pasien berusia lanjut. Hal ini dapat menjadi
faktor yang mengurangi penambahan dosis dan jumlah infus selama
pemberian dosis berulang dan teknik infus berkesinambungan.3,7
2.6. Teknik Anastesi
Keuntungan Obat-obat Spesifik pada Pasien Usia Lanjut
36
Penyakit penyerta preoperatif merupakan determinan yang lebih
besar terhadap komplikasi post operatif dibandingkan dengan
penatalaksanaan anestesi. Beberapa pendapat menitikberatkan pada
penatalaksanaan farmakologi dan fisiologi terhadap usia lanjut. Metode
titrasi opioid mungkin lebih baik menggunakan opioid dngan kerja
singkat seperti remifentanil. Dengan menambahkan dosis bolus dan
infus, variabilitas farmakokinetik remifentanil akan lebih rendah bila
dibandingkan dengan opioid intrvena lainnya. Sama halnya dengan
pilihan menggunakan pelumpuh otot dengan kerja yang lebih
singkat. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan
insidens komplikasi pulmoner dan blok residual postoperatif pada
pasien yang diberikan pancuronium bila dibandingkan dengan
atracurium atau vecuronium. Penggunaan sugammadex sebagai obat
reversal untuk rocuronium akan meningkatkan penggunaan pelumpuh
otot pada pasien berusia lanjut. Bila dibandingkan dengan anestesi
inhalasi, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada pemulihan
profil fungsi kognitif.3
Anastesi Regional Dibandingkan dengan Anestesi Umum
Mayoritas bukti menunjukkan sedikit perbedaan hasil antara anestesi
regional dan anestesi umum pada pasien berusia lanjut. Hasil ini telah
dilaporkan pada berbagai jenis pembedahan, termasuk prosedur
pembedahan vaskuler mayor dan ortopedik. Penggunaan anestesi
regional tampaknya tidak menurunkan insidens disfungsi kognitif
postopertif bila dibandingkan dengan anestesi umum. 3
Efek spesifik anestesi regional memberikan beberapa keuntungan,3
1. Anestesi regional mempengaruhi sistemkoagulasi dengan cara
mencegah inhibisi fibrinolisis post operatif. Thrombosis vena dalam
atau emboli paru dapat terjadi pada 2,5% pasien setelah menjalani
beberapa prosedur berisiko tinggi. Pada revaskularisasi ekstremitas
37
bawah, anestesi regional berhubungan dengan penurunan insidens
thrombosis graft bila dibandingkan dengan anestesi umum.3
2. Efek hemodinamik anestesi regional mungkin ber hubungan dengan
lebih sedikitnya jumlah darah yang hilang pada pembedahan pelvis
dan ekstremitas bawah. 3
3. Anestesi regional tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas dan
pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan fungsi parunya
sendiri. 3
Data menunjukkan bahwa pasien berusia lanjut lebih rentan terhadap
episode hipoksia selama dalam ruang pemulihan. Pasien dengan
anestesi regional mempunyai risiko hipoksemia yang lebih rendah.
Komplikasi paru yang terjadi pada anestesi regional juga lebih sedikit.3
2.7 Pertimbangan Postoperatif
Masalah-masalah Umum pada Unit Perawatan Post Anastesi
Penanganan masalah paru pre dan post operatif merupakan hal yang
penting. Pada pasien bedah umum berusia 65 tahun ke atas, insidens
morbiditas post operatif adalah 17% atelektasis, 12% bronkitis akut,
10% pneumonia, 6% gagal jantung atau infark miokard (atau
keduanya), 7% delirium, dan 1% tanda- tanda neurologis fokal baru.
Pada prosedur dengan risiko yang lebih tinggi, seperti bedah vaskuler,
insidens komplikasi pulmoner postoperatif adalah sebesar 15,2% .
Berbagai prediktor komplikasi pulmoner post operatif pada pembedahan
non jantung elektif telah berhasil diidentifikasi, dan risiko yang ada
mengindikasikan terjadinya perkembangan pneumonia post-operatif.
Pasien berusia lanjut mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami
aspirasi sekunder terhadap penurunan progresif pada diskriminasi
sensorik laringofaringeal yang terjadi dengan penambahan usia. 2,6
38
Selain itu disfungsi proses menelan juga merupakan predisposisi
aspirasi pada pasien berusia lanjut. Setelah operasi jantung, disfungsi
menelan ter jadi pada 4% pasien dan lebih sering terjadi pada pasien usia
lanjut. Disfungsi menelan setelah pembedahan jantung berhubungan
erat dengan penggunaan echocardiography transesofageal intraoperatif
dan menyebabkan 90% aspirasi pulmoner dan pneumonia.2,6
Penanganan Nyeri Akut Post Operatif
Penelitian klinis dan eksperimen mendukung adanya penur unan
persepsi sakit sejalan dengan bertambahnya usia. Tetapi, tetap belum
jelas apakah perubahan yang terjadi disebabkaan karena proses
penuaan atau akibat dari efek penuaan lainnya, seperti adanya
penyakit comorbid (penyerta). Masalah yang lebih besar terjadi pada
pasien dengan gangguan kognitif. Bukti-bukti menunjukkan evaluasi
nyeri, terutama pada individu dengan gangguan kognitif, sulit
dilakukan. Prinsip dasar dari evaluasi nyeri pada pasien berusia lanjut
sama dengan pada kelompok usia lainnya. Skala nyeri verbal merupakan
metode yang lebih baik dibandingkan dengan metode non verbal pada
pasien usia lanjut.2,6
Penuaan mengganggu fungsi organ dan farmakokinetik. Kombinasi
pemeriksaan nyeri dan dosis obat merupakan tantangan dalam
penanganan nyeri postoperatif pada pasien berusia lanjut. Beberapa
prinsip umum harus diingat saat menangani pasien usia lanjut yang
rentan :
1. Penting untuk mencoba membandingkan berbagai jenis analgetik,
seperti analgetik yang diberikan intravena, dan blok saraf regional,
untuk meningkatkan analgesia dan menurunkan toksisitas narkotik.
Prinsip ini terutama pada pasien berusia lanjut yang rentan,
dengan toleransi yang buruk terhadap nar kotik sistemik. 2
39
2. Penggunaan analgetik dengan daerah kerja spesifik akan sangat
membantu, seperti pada ekstremitas atas untuk blok saraf lokal. 2
3. Bila mungkin digunakan obat anti inflamasi untuk memisahkan
narkotik, analgetik, dan menurunkan mediator inflamasi. Kecuali
terdapat kontra indikasi, atau kecenderungan terjadi hemostasis atau
ulserasi peptikum, maka obat anti inflamasi non steroid harus
diberikan. Penanganan nyeri post operatif dengan opioid dapat digunakan
setelah dosisnya disesuaikan dengan usia.2
Disfungsi Kognitif Postoperatif
Perubahan jangka pendek dalam kinerja tes kognitif selama hari
pertama sampai beberapa minggu setelah operasi telah dicatat dengan
baik dan biasanya mencakup beberapa kognitif seperti, perhatian,
memori, dan kecepatan psikomotorik. Penurunan kognitif awal setelah
pembedahan sebagian besar akan membaik dalam waktu 3 bulan.
Pembedahan jantung berhubungan dnegan 36% insidens terjadinya
penurunan kognitif dalam waktu 6 minggu setelah operasi. Insidens
disfungsi kognitif setelah pembedahan non-jantung pada pasien dengan
usia lebih dar i 65 tahun adalah 26% pada minggu pertama dan 10%
pada bulan ketiga. Risiko-risiko terjadinya penurunan kognitif
postoperatif adalah usia, tingkat pendidikan yang rendah, gangguan
kognitif preoperatif, depresi, dan prosedur pembedahan. Disfungsi
kognitif jangka pendek setelah pembedahan dapat disebabkan
karena berbagai etiologi, termasuk mikroemboli (terutama pada
pembedahan jantung), hipoperfusi, respons inflamasi sistemik (bypass
kardiopulmoner), anestesia, depresi, dan faktor- faktor genetik (alel
E4).2
Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif postoperatif
jangka panjang masih kontroversi dan memerlukan penelitian yang
intensif. Pada prosedur non-cardiac, anestesia mempunyai pengaruh
40
yang paling ringan terhadap terjadinya penurunan kognitif jangka
panjang, walaupun efek ini mungkin akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Penurunan kognitif post-operatif setelah
pembedahan non-cardiac akan kembali nor mal pada kebanyakan
kasus, tetapi bisa juga menetap pada kurang lebih 1% pasien.2
2.8 Hasil Perawatan Intensif
Sejumlah penelitian telah meneliti hasil jangka panjang setelah
perawatan kritis pada pasien berusia lanjut. Pasien yang mampu bertahan
setelah keluar dari ICU tampaknya berhubungan erat dengan tingkat
keparahan penyakit saat masuk, sedangkan usia dan status fungsional
prehospital berhubungan erat dengan tingkat survival jangka panjang.7
Walaupun jenis perawatan peri-operatif ideal pada pasien berusia
lanjut belum diketahui, penelitian-penelitian yang telah dilakukan
menyarankan adanya tim multidisiplin termasuk geriatrician yang
akan mempengaruhi hasil terapi. Diperlukan penelitian lebih lanjut
dan cakupan yang lebih luas tentang masalah perioperatif. Tantangan
pada masa depan adalah mengatur perawatan per ioperatif pasien
berusia lanjut dengan penyakit penyertanya dan besarnya risiko
dengan biaya yang sesuai.7
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anastesi pada
dewasa muda pada umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif
41
yang mempengaruhi banyak sistem organ membuat respon pasien tua terhadap
agen-agen anestesi menjadi berbeda.
Perubahan fisiologis seperti
1.Sistem kardiovaskular
Elastisitas pembuluh darah berkurang
Compliance arteri menurun & menyebabkan tekanan darah
sistolik meningkat
Tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan bahkan
bisa menurun
CO menurun
Tonus vagal meningkat
2. Sistem respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian
antara ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi,
dengan akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru,
meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit dan
terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan
mucociliary berkurang, refleks laring dan faring juga menurun
sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi
lambung lebih besar
3.Sistem metabolik dan endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun.
Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengatur
temperatur hipotalamik mungkin kembali ke tingkat yang lebih rendah.
42
Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan progresif terhadap
kemampuan menangani asupan glukosa.
4. Sistem renalis
GFR dan creatinin clerance menurun 1% mulai umur 40 th
BUN meningkat 0,2 mg/ tahun
Serum kreatinin tidak berubah karena massa otot juga ikut berkurang
Homeostasis terhadap cairan menurun
5.Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran darah
hepatik, menyebabkan Fungsi hepatik juga menurun sebanding dengan
penu-runan massa hati.
Biotransformasi dan produksi albumin menurun.
Kadar kolinesterase plasma berkurang.
Ph lambung cenderung meningkat, sementara pengosongan lambung
memanjang.
6.Sistem saraf pusat
Aliran darah serebral dan massa otak menurun sebanding dengan
kehilangan jaringan saraf. Autoregulasi aliran darah serebral tetap
terjaga.
Aktifitas fisik tampaknya mempunyai pengaruh yang positif terhadap
terjaganya fungsi kognitif.
Degenerasi sel saraf perifer menyebabkan kecepatan konduksi
memanjang dan atrofi otot skelet.
43
Penuaan dihubungkan dengan peningkatan ambang rangsang hampir
semua rangsang sensoris misalnya, raba, sensasi suhu, proprioseptif,
pende-ngaran dan penglihatan.
7.Sistem muskuloskeletal
Massa otot berkurang. Pada tingkat mikroskopik, neuromuskuler junction
menebal.
Sendi yang mengalami arthritis dapat mengganggu pemberian posisi
(misalnya, litotomi) atau anestesi regional (misalnya, blok subarakhnoid).
Dalam menatalaksana anestesia untuk manula harus diingat perubahan
fisiologis yang terjadi secara normal, serta perubahan respon terhadap obat.
Dengan demikian batas keamanan (margin of error) lebih sempit daripada
orang yang lebih muda. Disamping itu harus diingat kemungkinan penyakit
yang diderita oleh manula serta obat-obat yang dipakai para anestesia, yang
dapat berinteraksi dengan anestetika.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
1. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia. SAARC J. Anesthesia. New Delhi,
2008. Hal:39 - 49
44
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Geriatric Anesthesia. Dalam: Clinical
Anesthesiology, 4th Edition. Philadelphia, 2006. Lange Medical Books/
McGraw-Hill, hal: 951-8 .
3. Silverstein JH. The Practice of Geriatric Anesthesia. Dalam: Silverstein JH,
Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd
Edition. New York. 2008. Springer, hal:3-15
4. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk patient. British Journal of Anaesthesia
85 (5): 763±78 (2000) [cited 2011 December 06]. Available from:
http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long
5. Kanonidou Z, Krystianou G. Anesthesia for Elderly. Hippokratia 2007, 11, 4:
175-177. [cited 2011 December 06]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC255979/
6. Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly. Dalam:
Handbook of pharmacology and physiology in anesthetic practice, 2nd
ed. Philadelphia, 2006. Lippincott Williams & Wilkins, hal: 871-81
7. Anonym. Geriatrics (Anesthesia Text) [cited 2011 December 06]. Available
from: http://www.OpenAnesthesia.org
8. Kelly F. Anesthesia for the erderly patient. [cited 2011 December 06].
Available from: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/15/u15513_01.htm
9. Ceba RC, Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system:
anesthetic strategies to minimize perioperative pulmonary
complications. Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey
CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer,
hal: 149- 163
45
10. Anwer HM. Postoperative cognitive dysfunction in adult and elderly patients.
M.E.J. Anseth 18 (6), 2006
11. Lewis MC. Alterations in metabolic functions and electrolytes. Dalam:
Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric
anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal: 97- 105
12. Hazen SE, Larsen PD, Martin L. General anesthesia and elderly surgical
patients.[cited 2011 December 06]. Available
from:http://www.fidarticles/p/articles/mi_m0FSL/is_n4_v65/ai..
13. Kleinger SH. Anesthesia of the geriatric patient. 81stWestern veteranary
LAMPIRAN46
DOSIS OBAT PENUNJANG ANESTESI DAN ANESTESI
a. OBAT INDUKSI :Parenteral:a. THIOPENTAL / PENTOTHAL :
Induksi : 3 – 5 mg/Kg.BB. Intra Vena
Onset of action : 10-20detik
Durasi : 5-15menit
b. PROPOFOL : Induksi : 1,0 – 2,5 mg/Kg.BB. Intra Vena
RumatanAnestesi : 75 – 200 μg/Kg.BB/Menit, lewatinfus
Sedasi : 0,5 – 1,0 mg/Kg.BB, selanjutnya 12,5 –
75μg/Kg.BB/Menit
Onset of action : 30 – 45 detik
Durasi : 5-10 menit
c. KETAMINE : Induksi :
a. Intravena : 0,5 – 2 mg/Kg.BB
b. Intra Muskuler : 5 – 10 mg/Kg.BB
c. RumatanAnestesi :75 – 150 μg/Kb.BB. lewatinfusatau 0,5
mg/Kg.BB/30 Menit/Intravena
Sedasi/Analgesi : 12,5 – 50 μg/Kg.BB/Menit
Onset of action : 30-60 detik
Durasi : 15-25 menit
Inhalasi :
a. Dinitrogenoksida
(N2O) :Penggunaandalamanestesiumumnyadipakaidalamkombinasi
47
N2O:O2yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%.
Dosisuntukmendapatkanefekanalgesikdigunakandenganperbandingan 20%
: 80%, untukinduksi 80% : 20%, danpemeliharaan 70% : 30%.
b. Halotan :Dosisinduksi 2-4% danpemeliharaan 0,5-2%.
c.Isofluran :Dosisinduksi 3-3,5% dalam O2ataukombinasi N2-O2.
Dosisrumatan 0,5-3%.
d. Eter :Dosisinduksi 10-20% volume
uapeterdalamoksigenataucampuranoksigendan N2O. Dosispemeliharaan
stadium III 5-15% volume uapeter.
e. PREMEDIKASI :a. SEDASI :
1. DIAZEPAM : Sedasi : 2,5 – 5 mg. Intravena
( untukdewasa )
Induksi : 10 mg.,Intravena ( untukdewasa )
Onset of action : 4-8 menit
Durasi :20 jam
2. MIDAZOLAM : Premedikasi : 1 – 3 mg, Intravena ( untukdewasa )
Sedasi : 0,25 – 1,5 μg/Kg.BB/Menit
Induksi : 10 mg., Intravena ( untukdewasa )
Onset of action : 2-3 menit
Durasi : 15 -80 menit
b. NARKOTIKA :1. MORPHINE :
Premedikasi : 1 – 3 mg, Intravenaatau 2,5 – 10
mg. IM ( untukdewasa )
Pain Control : 0,01 – 0,04 mg/Kg.BB/Jam,
lewatinfus
48
Onset of action : 1-3 menit
Durasi : 1-3 jam
2. MEPERIDINE / PETHIDINE: Premedikasi : 1mg/Kg.bb IM atau 0.5mg/Kg.bb
IV
onset of action : 10- 15 menit
durasi : 90-120 menit
3. FENTANYL :
Premedikasi : 100 mcg IM
Analgesik : 1 – 2 mcg/Kg.BB./Intravena
Onset of action : 30 detik
Durasi : 30- 60 menit
c. SULFAT ATROPIN : ANTISIALOGOGUE : 0,25 mg, Intravena( untukdewasa )
BRADYCARDIA : 0,5 mg., Intravena ( untukdewasa ),
dapatdiulang
Onset of action : 1- 2 menit
d. BUTYROPHENON :
Droperidol : 2.5-5 mg IM atau 1-1.25 mg IV
e. ANTI HISTAMIN :
Promethazin : 12.5-25mg IM
f. OBAT DARURAT :
a. Adrenalin : 0.3-0.5mg subkutandalamlarutan
1:1000 atau 0.5-
1mg dalamlarutan 1:10000 IV
49
b. Ephedrin : 10-50 mg IM atau 10-20 mg IV
c. Dopamine : 2-5
mcg/Kg.bb/menitsebagaiInotropik
d. Lidokain : 1-1.5 mg/Kg.bb IV
ataudosispemeliharaan
dalamtetesaninfus 15-50
mcg/Kg.bb/menit
Onset of action :10 detik
Durasi : 30 menit
e. Dexametason : 0.2 mg/Kg.bb IV
f. Forusemide : 0.5-2mg/Kg.bb IV
g. PELUMPUH OTOT :
a. DEPOLARIZING AGENTKERJA SINGKAT :
1. SUCCINYLCHOLINE : 0,5 – 1,5 mg/Kg.BB./Intravena
Onset of action : 1-2 menit
Durasi : 3-5 menit
b. NON-DEPOLARIZING AGENT KERJA MENENGAH :
1. ATRACURIUM : 0,3 – 0,5 mg/Kg.BB./Intravena
(Intubasi);
Rumatan : 0,1 mg/Kg.BB./ 25 - 50 menit
Onset Of action : 3-5 menit
Durasi : 30-45 menit
2. VECURONIUM : 0,08 – 0,1 mg/Kg.BB./Intravena
(Intubasi)
Rumatan :0,02 mg/Kg.BB./ 25 – 50
menit
Durasi : 25- 45 menit
50
3. MIVACURIUM : 0,15 – 0,25 mg/Kg.BB./Intravena
(Intubasi)
Rumatan : 0,075 – 0,15
mg/Kg.BB/10 – 15
menit
Durasi : 10-15 menit
4. ROCURONIUM : 0,5 – 1,0 mg/Kg.BB./Intravena
(Intubasi );
Rumatan : 0,1 – 0,3 mg/Kg.BB/15 –
30
Menit
Durasi : 15-30 menit
c. NON-DEPOLARIZING AGENT KERJA PANJANG :
1. PANCURONIM : 0,06 – 0,12/Kg.BB./Intravena
(Intubasi) ;
Rumatan : 0,01 mg/Kg.BB/30- 60
menit
Durasi : 30-60 menit
51