Download - 123
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Sedangkan menurut PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa
Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c.
tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban
belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.
Salah satu kasus ABK yang meningkat beberapa tahun ini di Indonesia adalah
Autis. Menurut berita online yang pernah saya baca jumlah anak penyandang autis di
Indonesia meningkat hingga lima kali lipat tiap tahunnya. Saat ini diprediksi jumlah
penyandang mencapai tiga juta orang dengan perbandingan 6 di antara 10 ribu
kelahiran.
Autis sendiri adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang
dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. Autis sendiri memiliki berbagai
penyebab,jenis maupun penanggulangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari autis ?
2. Apakah penyebab dari autis ?
3. Apakah macam dari autis ?
1
4. Bagaimana ciri-ciri penyandang autis dan cara mendiagnosanya ?
5. Bagaimana pola perkembangan penyandang autis ?
6. Bagaimana perkembangan fisik dan motorik penyandang autis ?
7. Bagaimana perkembangan kognitif penyandang autis ?
8. Bagaimana perkembangan bahasa penyandang autis ?
9. Bagaimana perkembangan sosio-emosional penyandang autis ?
10. Bagaimana perkembangan kepribadian penyandang autis ?
11. Bagaimana pandangan mengenai penyandang autis ?
12. Bagaimana bentuk permasalahan autis di Indonesia ?
13. Bagaimana cara mencegah terjadinya autis ?
14. Bagaimana cara menangani penyandang autis ?
15. Bagaimana bentuk metode pengajaran dan layanan pendidikan bagi penyandang
autis?
16. Bagaimana bentuk kelebihan dari penyandang autis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari autis
2. Untuk mengetahui penyebab dari autis
3. Untuk mengetahui macam dari autis
4. Untuk mengetahui ciri-ciri penyandang autis dan cara mendiagnosanya
5. Untuk mengetahui pola perkembangan penyandang autis
6. Untuk mengetahui perkembangan fisik dan motorik penyandang autis
7. Untuk mengetahui perkembangan kognitif penyandang autis
8. Untuk mengetahui perkembangan bahasa penyandang autis
9. Untuk mengetahui perkembangan sosio-emosional penyandang autis
10. Untuk mengetahui perkembangan kepribadian penyandang autis
11. Untuk mengetahui pandangan mengenai penyandang autis
12. Untuk mengetahui bentuk permasalahan autis di Indonesia
13. Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya autis
14. Untuk mengetahui cara menangani penyandang autis
15. Untuk mengetahui bentuk metode pengajaran dan layanan pendidikan bagi
penyandang autis
16. Untuk mengetahui bentuk kelebihan dari penyandang autis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Autis
Secara etimologi autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang
Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan
sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad
lampau (Handojo, 2003).
Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisme adalah gejala menutup diri sendiri
secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim
dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri
yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya
dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’, diberi
makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan
sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak,
atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran
( mendengarkan suara orang tua pun menangis ), senang melakukan stimulasi diri,
memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil
memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisme adalah cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu menurut Faisal
Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun
berperilaku.
Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang
berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan
3
berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak
ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan
yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan
komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk
mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Autisme berlanjut sampai dewasa bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-
gejalanya sudah terlihat sebelum usia tiga tahun.
Yuniar (2002) mengatakan bahwa Autisme tidak pandang bulu, penyandangnya
tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan,
geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan penyandang Autisme ialah 4 : 1.
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Autisme adalah gejala
menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar,
merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan
akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat
pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
2.2 Penyebab Autis
Dengan meningkatnya teknologi di bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan,
banyak sekali penelitian-penelitian yang berusaha mencari penyebab autis. Adapun
beberapa penyebabnya yaitu :
1. Genetik
Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya
autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak
autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga
autisme.
4
Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya
kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama.
Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum
autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak,
dan cara sel-sel otak berkomunikasi.
2. Faktor Kandungan ( Fre- Natal )
Penyebab Autisme Juga ditemukan pada saat janin saat dalam kandungan ibu,
dsebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang ibu
memiliki penyakit Diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering mengkonsumsi
obat-obat tertentu saat mengandung anak tersebut. Faktor-faktor yang memicu autis saat
dalam kandungan adalah :
a. Infeksi virus saat hamil.
sindroma rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat ibu hamil di
trimester pertama di duga adalah penyebab utama pemicu Autis. Sebenarnya resiko
kehamilan bukan hanya berlaku untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang
bersangkutan dengan psikologi misalnya skizofrenia.
b. Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.
Sehat atau tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat berpengaruh dengan
perkembangan psikologi anak dalam kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa
keadaan ibu hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan sehingga
menimbulkan banyak polusi udara loebih rentan melahirkan anak autis, penelitian
terbaru pada tahun 2012 menunjukan bahwa polusi udara kendaraan member dampak
negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2 tahun.
3. Faktor kelahiran
Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan bahwa bayi yang
lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan ( lebih dari 9 bulan )
memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme.
5
keadaan saat persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami
hipoksa ( gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. secara tidak langsung
bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme.beberapa bayi lahir prematur
biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan ada yang mati dan
yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang menyebabkan autisme.
4. Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa
riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut
Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka
yang punya bakat autisme.
5. Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih
besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide.
Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan
muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia.
Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan
bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit
dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk
penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
6. Usia orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita
autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40
tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan
perempuan berusia 20-29 tahun.
"Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme.
Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay,
Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks.
6
7. Perkembangan otak
Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab
pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme.
Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga
dihubungkan dengan autisme
2.3 Macam dari Autis
A. Autisme Masa kanak ( Childhood Autism )
Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah
tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Perkembangan yang terganggu
adalah dalam bidang :
1. Komunikasi : kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan
dibawah ini :
a. Perkembangan bicaranya terlambat, atau samasekali tidak berkembang.
b. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk
mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
c. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu
pembicaraan dua arah yang baik.
d. Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
e. Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang
variatif.
B. PDD-NOS
Gangguan Perkembangan Pervasif YTT (PDD-NOS)
PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi,
interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada Autisme Masa
kanak.
Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak ini
masih bisa bertatap mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak
bergurau.
7
C. Sindroma Rett
Sindroma Rett adalah gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita.
Kehamilannya normal, kelahiran normal, perkembangan normal sampai sekitar umur 6
bulan. Lingkaran kepala normal pada saat lahir.
Mulai sekitar umur 6 bulan mereka mulai mengalami kemunduran perkembangan.
Pertumbuhan kepala mulai berkurang antara umur 5 bulan sampai 4 tahun. Gerakan
tangan menjadi tak terkendali, gerakan yang terarah hilang, disertai dengan gangguan
komunikasi dan penarikan diri secara sosial. Gerakan-gerakan otot tampak makin tidak
terkoordinasi.Seringkali memasukan tangan kemulut, menepukkan tangan dan membuat
gerakan dengan dua tangannya seperti orang sedang mencuci baju.. Hal ini terjadi
antara umur 6-30 bulan.
Terjadi gangguan berbahasa, perseptif maupun ekspresif disertai kemunduran
psikomotor yang hebat.
Yang sangat khas adalah timbulnya gerakan-gerakan tangan yang terus menerus seperti
orang yang sedang mencuci baju yang hanya berhenti bila anak tidur.
Gejala-gejala lain yang sering menyertai adalah gangguan pernafasan, otot-otot yang
makin kaku , timbul kejang, scoliosis tulang punggung, pertumbuhan terhambat dan
kaki makin mengecil (hypotrophik). Pemeriksaan EEG biasanya menunjukkan kelainan.
D. Disintegrasi Masa Kanak
Pada Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, hal yang mencolok adalah bahwa anak
tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun, sebelum terjadi
kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur 3 tahun.
Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga kemunduran
tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang mendadak terhenti, tapi
juga ia mulai menarik diri dan ketrampilannyapun ikut mundur. Perilakunya menjadi
sangat cuek dan juga timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik.
Bila melihat anak tersebut begitu saja , memang gejalanya menjadi sangat mirip dengan
autisme.
8
E. Sindrom Asperger
Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat
pada anak laki-laki daripada wanita.
Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun
perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme.
Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya
tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat.
Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal
balik. Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa
yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa
tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang
baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun
kurang hidup bila dibanding anak-anak lain seumurnya.
Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil,
pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil
mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya berganti-
ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak
mempunyai kesulitan dalam pelajaran disekolah.
Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu
aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah
bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya : harus berhenti bila lampu lalu
lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.
Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan
teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka
sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain.
2.4 Ciri-ciri Penyandang Autis dan Cara Mendiagnosanya
Para orang tua dari penyandang autis seringkali menyadari adanya
keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika
bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat
menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan
9
dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan).
Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-
goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat
menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif.
Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin
menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang
terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada
para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi
sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau
tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi
kesukaan mereka.
Berikut ini bagan perbedaan antara perilaku bayi autisme dan bayi normal yang
dikemukakan oleh Bambang Hartono dkk.dalam Sultana M.H. Faradz dkk (2002:107).
Bayi Autisme Bayi Normal
Komunikasi Komunikasi
Tidak ada kontak mata “Menyelidiki” wajah ibunya.
Seperti tuli. Gampang bereaksi terhadap bunyi.
Pada awalnya bahasa berkembang lalu mendadak berhenti.
Kamus kata dan kemampuan gramatikalnya bertambah.
Hubungan Sosial Hubungan Sosial
Tak peduli terhadap orang yang datang maupun pergi.
Menangis bila ibunya pergi dan “stres”.
Melakukan serangan fisik tanpa sebab yang jelas.
Marah bila lapar dan kecewa.
Sulit diajak kontak. Mengenal wajah yang telah akrab lalu tersenyum.
10
Kemampuan dalam bereaksi terhadap lingkungan
Kemampuan dalam bereaksi terhadap lingkungan
Selalu terpaku pada satu aktivitas. Berpindah dari kegiatan satu ke lainnya.
Melakukan gerakan aneh seperti menggoyang-goyang benda berulang-ulang.
Menggunakan anggota tubuhnya secara bermakna, seperti meraih objek atau mendapatkan benda.
Menghisap atau menjilat boneka. Bermain dengan boneka.
Seperti tidak sensitif terhadap nyeri.
Mencari kepuasan dan menghindari nyeri.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada
para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan
hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta
menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang
tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam
kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di
antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas
bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).
Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-
tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian,
selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih
waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child
11
Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis
perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,
menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang
autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka
seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi;
Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang
memahami persoalan autisme.
Simtoma klinis menurut DSM IV
A. Interaksi Sosial (minimal 2):
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka,
posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
12
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan,
baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat
terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti
dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral
maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen
screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-
kanak yang dibuat oleh Eric Schopler pada awal tahun 1970 yang didasarkan
pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18
bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen pada awal tahun 1990-an.
The Autism Screening Questionare : adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari
40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
The Screening Test for Autism in Two-Years Old : tes screening autisme bagi
anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan
konsentrasi.
2.5 Pola Perkembangan Penyandang Autis
Beberapa anak yang mengalami gangguan autism menunjukkan tanda kekurangan pada
usia kurang dari satu tahun. Lainnya muncul saat usia menginjak dua tahun keatas. Pada
suatu study didapatkan bahwa sepertiga (⅓) –setangah ( ½) orang tua dari anak tersebut
menyadari keterbatasan anaknya sebelum usia satu tahun, dan hampir 80%-90%
meyakini problem tersebut saat anaknya berusia lebih dari dua tahun.
13
Usia 0-6 Bulan
1. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
2. Terlalu sensitive, cepat terganggu atau terusik.
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi.
4. Tidak “Babbling”
5. Tidak ditemukan social di atas 10 minggu.
6. Tidak ada kontak mata di atas umur 3 bulan
7. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
Usia 6-12 Bulan
1. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
2. Terlalu sensitive, cepat terganggu atau terusik.
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan
4. Mengigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan.
5. Tidak ada kontak mata
6. Kaku bila di gendong.
7. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk bak, dada)
8. Tidak mengeluarkan kata
9. Tidak tertarik pada boneka (pada anak perempuan)
10. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
11. Perkembangan motor halus /kasar sering tampak normal
Usia 2-3 Tahun
1. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2. Melihat orang sebagai “benda”
3. Kontak mata terbatas
4. Tertarik pada benda tertentu
5. Kaku bila di gendong
Usia 4-5 Tahun
14
1. Sering di dapatkan ekolalia ( membeo )
2. Mengelurkan suara yang aneh ( nada tinggi atau datar )
3. Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
4. Menyakiti diri sendiri
5. Temperamen tantrum atau agresif
2.6 Perkembangan Fisik dan Motorik Penyandang Autis
Secara umum perkembangan fisik penyandang autis tidak ada hambatan,tetapi
perkembangan fisik ini berkaitan erat dengan perkembangan motorik penyandang autis
sendiri. Dalam tahun-tahun pertama kehidupan anak autis, sebagian besar permainan
eksplorasi anak normal adalah tidak ada atau minimal. Mainan dan benda-benda
seringkali di manipulasi dalam cara yang tidak seharusnya, degan sedikit variasi,
kreativitas, dan imajinasi dan sedikit ciri simbolik. Anak-nak autis tidak dapat meniru
atau mengguanakan pantomime abstrak. Aktivitas dan permainan anak autis, jika ada,
adalah kaku, berulang, dan monoton. Fenomena ritualistic. Dan kompulsif adalah sering
ditemukan pada masa anak-anak awal dan pertengahan. Anak autis serngkali
memutarkan, membanting, dan membariskan benda-benda dan menjadi terlekat pada
benda mati. Disamping itu, banyak anak autis, terutama mereka dengan inteletual yang
paling terganggu, menunjukkan kelainan gerakan. Stereotipik, manerisme, dan seringai
adalah paling sering terlihat jika anak ditinggalkan sendiri dan dapt menurun pada
situasi yang terstruktur. Anak autis tahan terhadap transisi dan perubahan. Pindah ke
rumah baru, memindahkan perabotan didalam ruangan, dan makan pagi sebelum mandi
jika merupakan kebalikan dari rutinitas mungkin menyebabkan panic atau temper
tantrum.
Perilaku dan minat yang terbatas atau stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan
yang bersifat kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari; ini biasnya
berlaku untuk kegiatan baru dan juga kebiasaan sehari-hari serta pola bermain.
Terutama sekali dalam masa kanak yang dini, dapat terjadi kelekatan yang kahas
terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak.
2.7 Perkembangan Kognitif Penyandang Autis
15
Secara khusus kemampuan kognitif pada penyandang autis mengalami
keunikan pada 3 area: 1) fungsi eksekutif (executive function) atau kemampuan
merencanakan, memulai, mengelola dan mempertahankan perilaku dalam rangka
mencapai tujuannya, 2) theory of mind (ToM) atau kemampuan memahami perasaan
dan pikiran orang lain, dan 3) pemusatan pemahaman dengan cara mengintegrasikan
berbagai informasi detail menjadi suatu keseatuan yang lebih bermakna (central
coherence).
Dalam hal fungsi eksekutif, anak dengan autisme biasanya sulit memahami
tahapan-tahapan perilaku untuk mencapai suatu tujuan, kecenderungan fokus pada
detail tertentu membuat mereka tidak bisa menempatkan detail satu tahapan dalam
konteks urutan perilaku yang lebih besar. Oleh karena itu anak dengan autisme masih
perlu dibimbing untuk mengurai perilaku menjadi langkah-langkah yang saling
berhubungan dan dilakukan secara berurutan. Oleh karena itu, anak dengan autisme
sering dilihat sebagai anak yang kurang fleksibel, tidak bisa menyesuaikan diri dengan
perubahan, serta tidak bisa spontan dan refleks.
Dalam hal ToM, anak dengan autisme kurang dapat memahami berbagai emosi
dan perspektif orang lain. Sehingga mereka tampak seperti kurang peka dan tidak
paham berbagai peristiwa interaksi sosial. Seringpula mereka akan memberikan respon
yang tidak tepat pada suatu situasi emosi, contohnya: tertawa ketika ada yang marah;
hal ini terjadi karena mereka tidak memahami apa dan bagaimana respon emosi yang
perlu difokuskan pada suatu situasi sosial dan bagaimana meresponnya. Hambatan
sosial memang paling terkait dengan kelemagan ToM. Namun perlu digarisbawahi
bahwa kesulitan sosial dan komunikasi pada anak dengan autisme bukan berarti bahwa
mereka tidak menginginkan atau tidak memiliki minat interaksi sosial, namun mereka
membutuhkan bantuan untuk dapat memahami situasi sosial dan bagaimana cara
meresponnya secara tepat.
Begitupula dengan kemampuan pemusatan pemahaman, kesulitan yang biasa
dihadapi anak dengan autisme adalah mereka memahami bahasa dan kata secara
langsung tanpa memasukkan pemahaman kontekstual sehingga pemahamannya yang
keluar menjadi kurang tepat, contohnya: “buang pikiran jauh-jauh”artinya jangan
dipikirkan, tapi anak dengan autisme tidak dapat memahami bagaimana membuang
pikiran dari kepala seperti membuang sampah keluar rumah.
2.8 Perkembangan Bahasa Penyandang Autis
16
Banyak anak autis yang mampu bicara, namun sebenarnya belum mampu
memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang mereka ucapkan dan diucapkan oleh
orang lain. Tidak jarang anak autis yang bisa lancar mendeskripsikan sesuatu,
menghapal lagu, meniru jingle iklan, membaca dengan baik, namun gagal ketika diajak
tanya jawab mengenai kejadian sehari-hari. Sehingga, anak autis yang dapat berbicara
belum tentu memiliki pemahaman bahasa yang baik serta dapat berbicara dengan benar.
Sebagian anak autis tidak dapat berkomunikasi baik dengan verbal maupun
nonverbal. Biasanya mereka tidak dapat mengkomunikasikan perasaan maupun
keinginan, sukar memahami kata-kata atau bahasa orang lain, sebaliknya kata-kata
mereka sukar dipahami maknanya, berbicara sangat lambat, berbicara bukan untuk
berkomunikasi, suka bergumam, dapat menghapal kata-kata atau nyanyian tanpa
mengenali arti dan konteksnya, perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering
tidak tampak dan komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan
orang lain untuk menyampaikan keinginannya.
2.9 Perkembangan Sosio-Emosional Penyandang Autis
Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan dan
berinteraksi dalam seting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits) sosial pada
anakanak autis baru-baru ini muncul (Hawlin, 1986 dalam Kathleen Ann Quill, 1995).
Anak-anak autis yang nonverbal telah diketahui bahwa mereka mengabaikan
(ignore) orang lain, memperlihatkan masalah umum dalam bergaul dengan orang lain
secara\\sosial. Ekspresi sosial mereka terbatas pada ekspresi emosi-emosi yang ekstrim,
seperti menjerit, menangis atau tertawa yang sedalam-dalamnya .Anak-anak autis tidak
menyukai perubahan sosial atau gangguan dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka
apabila dunia mereka tetap sama. Apabila terjadi perubahan mereka akan lebih mudah
marah, contoh: mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang
berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi furnitur di dalam kelas berubah dari
semula.Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya
sendiri (self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping)
mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang tetap
(ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti menggaruk-garuk,
17
kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. Perilaku merangsang diri sendiri (self-
stimulating) lebih sering terjadi pada waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau
selama situasi sosial berbeda (Iwata et all, 1982 dalam Kathleen Ann Quill, 1995).
Perilaku ini lebih sering lagi terjadi pada saat anak autis ditinggal sendiri atau
sedang sendirian daripada waktu dia sibuk dengan tugas-tugas yang harus
dikerjakannya, dan berkurang setelah anak belajar untuk berkomunikasi. (Carr &
Durrand, 1985; dalam Kathleen Ann Quill, 1995).
2.10 Perkembangan Kepribadian Penyandang Autis
Semua anak Autisme tidak mampu berhubungan secara normal baik dengan orang tua
maupun dengan orang lain. Ia seakan akan tidak mengenali ataupun membedakan orang
orang penting dalam kehidupannya,seperti orang tua, saudara, dan pengasuh. Juga
tampak tidak ada cemas perpisahan walau ia ditinggalkan sendiri di dalam suatu
lingkungan dan orang yang masih asing baginya.
• Saat bayi, anak Autisme mungkin akan terbaring asyik di boksnya atau asyik
bermain sendiri selama berjam-jam tanpa menangis ataupun membutuhkan orang
tuanya, sehingga awalnya orang tua mengira ia anak yang manis dan mudah diatur.
Namun ada juga yang sebaliknya, justru sangat rewel dan sering menangis / cengeng.
Anak menolak untuk dipeluk dan disayang, lebih senang menyendiri, tidak tertarik
kepada anak lain,tidak mampu untuk memahami aturan aturan yang berlaku, kurang
responsif terhadap isyarat sosial seperti kontak mata atau senyuman.
• Saat memasuki usia sekolah, mungkin perilaku menarik dirinya akan berkurang
atau menjadi tidak nyata lagi, terutama pada anak Autisme yang mempunyai fungsi
lebih baik. Namun ia masih sulit untuk dapat bermain dengan anak sebayanya, tidak
dapat berteman, sosialisasinya buruk dan tidak sesuai, serta yang utama ia tidak dapat
berempati.
• Saat remaja akhir, anak Autisme yang berkembang baik, sering menunjukkan
keinginan untuk berteman, namun pendekatannya yang aneh dan ketidak mampuannya
untuk bereaksi terhadap keinginan, emosi, dan perasaan orang lain merupakan kendala
besar dalam membina hubungan dengan teman. Saat remaja dan saat dewasa,individu
dengan Autisme, mempunyai keinginan seksual, tapi kemampuannya untuk
bersosialisasi merupakan hambatan dalam mengembangkan hubungan yang bersifat
seksual. Sangat jarang individu dengan Autisme menikah.
18
2.11 Pandangan Mengenai Penyandang Autis
A. Pandangan Orangtua
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dampak psikologis pada
orang tua yang mempunyai anak autis, antara lain ketidakberdayaan, kecemasan, rasa
malu, penyesalan atau perasaan bersalah, self-esteem yang rendah, peningkatan perilaku
beragama, stres, frustrasi, shock dan jengkel.
Ketidakberdayaan terjadi pada orang tua yang mempunyai anak autis karena
orang tua tidak memiliki ketrampilan dan pengetahuan mengenai penanganan anak
autis. Orang tua yang memiliki anak autis juga merasa cemas akan masa depan anaknya
apabila mereka tua nanti. Selain itu kecemasan juga dirasakan pada orang tua yang
memiliki penyakit menurun, seperti diabetes. Penyakit tersebut dapat menurun kepada
anaknya, terutama yang autis karena anak autis tidak memiliki olah raga yang rutin.
Malu ketika anaknya yang autis bertingkah laku aneh di tempat umum juga dirasakan
oleh orang tua. Walaupun malu orang tua yang mempunyai anak autis tetap membawa
anaknya jalan-jalan ke tempat-tempat yang disukai anaknya yang autis.
Merasa bersalah karena tidak bisa menjaga anaknya dengan baik juga dirasakan
oleh orang tua. Apalagi bila sebelumnya anaknya sehat namun karena terjatuh anak
tersebut menjadi autis maka orang tua akan merasa menyesal. 104 105 Tidak semua
orang tua dapat membiayai pengobatan dan terapi untuk anak autis. Hal ini karena
mahalnya biaya untuk obat dan terapi autis. Orang tua yang tidak bisa memenuhi
semuanya akan merasa tidak berguna yang membuat self esteem mereka turun.
Keimanan orang tua membuat kecemasan akan masa depan anaknya yang autis
berkurang. Keimanan dapat tumbuh ketika seseorang mendapat mujizat. Mujizat
membuat orang tua yang mempunyai anak autis lebih bisa menerima keadaan anaknya.
Peningkatan perilaku beragama juga terjadi ketika orang tua mencapai titik batas
kemampuannya. Bahkan orang tua yang dulunya tidak percaya kepadaNya menjadi
percaya, ketika dirinya mencapai titik batas kemampuannya.
Stres mengasuh anak autis membuat orang tua menderita penyakit. Stres juga
dikarenakan orang tua terlalu memaksakan perubahan pada rutinitas rumah. Kesulitan
untuk menerima kenyataan bahwa anaknya autis juga membuat orang tua stres.
Frustrasi dialami oleh orang tua yang merasa kecewa dengan keadaan anaknya yang
19
autis. Frustrasi juga terjadi karena anak autis menghambat orang tua melakukan
kegemarannya. Selain frustrasi orang tua juga merasa jengkel ketika anaknya yang autis
menjadi penghambat dirinya melakukan kegemarannya. Shock mendengar diagnosis
autis dirasakan orang tua.
B. Pandangan Masyarakat
Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengerti tentang autisme. Mereka
memiliki pandangan berbeda-beda terhadap anak autis, ada yang bilang bahwa anak
autis adalah anak nakal yang sulit diatur, anak keterbelakangan mental, sakit jiwa atau
kemasukan roh jahat. Selain itu tidak semua orangtua mau mengakui kondisi anaknya
yang autis, masih banyak dari mereka yang menolak atau menyembunyikannya karena
merasa malu.
2.12 Permasalahan Autis di Indonesia
Berikut ini adalah beberapa permasalahan autisme yang terdapat di Indonesia,
diantaranya:
1. Geografis Indonesia yang terlalu luas
Indonesia terdiri dari 17.000 pulau dan hanya sekitar 800 pulau yang berpenghuni. Hal
inilah yang menimbulkan kesulitan dalam menjangkau anak-anak autis di daerah-
daerah. Hingga kini diperkirakan anak autis di Indonesia bagian timur belum tertangani
dengan baik. Selain itu anak-anak autis yang berada di pulau lain hanya sedikit yang
bisa dibawa ke Jakarta, sedangkan penanganan autisme itu membutuhkan waktu jangka
panjang. Luasnya wilayah Indonesia juga menyulitkan dalam hal pendataan mengenai
jumlah penyandang autisme di negara ini.
2. Sulitnya penanganan autis di berbagai daerah
Banyaknya etnis yang ada di Indonesia terkadang menyebabkan adanya persepsi yang
berbeda-beda mengenai penanganan autisme. Pada daerah yang memiliki kepercayan
tinggi terhadap magis-mistis, mereka akan lebih percaya jika anaknya ditangani oleh
dukun. Sementara itu di daerah lain ada yang memasung anak autis karena dianggap
memiliki penyakit jiwa.
3. Kurangnya tenaga profesional
Anak-anak yang menunjukkan gejala autisme muncul dalam waktu yang cepat,
sehingga para praktisi kesehatan belum siap untuk mengimbanginya. Ditambah lagi
20
dengan pengetahuan yang masih terbatas mengenai autisme. Selain itu banyaknya
dokter yang belum mengerti tentang autisme serta kurangnya tenaga profesional
menyebabkan seringnya salah diagnosa seperti dikira anak kurang stimulasi, mengalami
gangguan bicara atau keterbelakangan mental. Akibatnya penanganan yang diberikan
menjadi tidak tepat, sehingga perbaikan gejala yang ada menjadi lebih lambat. Hal ini
bisa membuat kondisi anak autis menjadi lebih parah.
4. Terapi yang mahal
Kebanyakan pusat-pusat terapi autisme hanya berada di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya, serta sulitnya mendapatkan terapis yang benar-benar mengerti cara menangani
anak autis. Tidak sedikit juga pusat terapi yang hanya bertujuan mencari uang saja
sehingga terapis tidak dibekali pengetahuan dan kemampuan yang cukup. Penyebab
autisme sangat kompleks, karenanya tidak ada satupun obat yang bisa menyembuhkan
autisme dengan cepat. Untuk memperbaiki gangguan autisme bisa memakan waktu
lama bahkan hingga bertahun-tahun, karenanya tidak semua kalangan bisa membayar
terapi autisme tersebut.
5. Permasalahan di sekolah
Setelah melakukan berbagai terapi selama bertahun-tahun, maka anak autis sudah siap
untuk belajar di sekolah formal. Namun banyak orangtua yang bingung kemana harus
memasukkan anaknya, hampir sulit sekali mencari sekolah khusus untuk anak autis.
Hanya sedikit sekolah umum yang mau menerima anak berkebutuhan khusus dan
terkadang harus membayar lebih mahal.
6. Peran pemerintah masih minim
Peran pemerintah hingga kini masih minim dan belum bisa berbuat banyak untuk anak-
anak autis di Indonesia. Padahal jika anak-anak ini tidak ditangani dengan benar akan
membuatnya tumbuh menjadi sosok dewasa yang tidak bisa mandiri dan tidak mampu
menghidupi dirinya sendiri. Hal ini tentu saja akan menajdi beban bagi keluarga
maupun pemerintah.
2.13 Cara Mencegah Terjadinya Autis
1. Tidak Terlalu Parno dengan Keganjilan Otak Anak
1 dari 88 bayi menderita autis adalah statistik yang menakutkan. Tapi hal ini berarti
masih banyak kemungkinan melahirkan bayi yang sehat. Keganjilan pada otak bayi
21
bukan hanya pertanda autisme tetapi mungkin saja anak memiliki otak yang jenius atau
sangat sensitif, artistik, ilmiah, memiliki musikalitas tinggi, atau berbakat seperti Albert
Einstein, yang sebelumnya dicurigai menderita autis. Lakukan kontrol ke dokter secara
teratur terhadap perkembangan anak .
2. Atasi stres
Stres dan depresi emosional merupakan kasus yang telah umum, khususnya di kalangan
perempuan. Jangan menggunakan obat antidepresan untuk meredakan stres karena
menurut beberapa studi sebelumnya hal ini berbahaya bagi janin.
untuk dapat mengurangi stress bisa dilakukan dengan melakukan meditasi, berolahraga,
terapi atau mengonsultasikannya kepada dokter agar mendapatkan saran yang tepat.
3. Mengubah Lingkungan
Lingkungan rumah yang sehat akan membuat bayi dalam kandungan juga tumbuh
dengan sehat. Mulailah mengubah lingkungan dengan membersihkan sumbatan di
parit, membersihkan perabot rumah dengan bahan pembersih yang alami seperti baking
soda, jus lemon, cuka dan air panas.
4. Mengubah diet
Setiap makanan yang dimakan akan diserap ke dalam aliran darah . Pewarna dalam
permen, perasa buatan dalam sirup dan pengawet dalam makanan kemasan akan
ditransfer melalui plasenta yang dapat merangsang pertumbuhan otak kecil bayi dalam
rahim .
Jika seorang pria, zat-zat berbahaya yang terkandung dalam makanan tersebut akan
berpengaruh pada kualitas sperma. Sekarang ini sedang diadakan penelitian mengenai
mutasi genetik yang dikaitkan dengan autisme dengan meneliti sperma.
5. Jangan Terlalu Berlebihan dalam Vaksinasi
Kekhawatiran mengenai risiko cacat mental yang mengancam jiwa anak tidak harus
diantisipasi dengan memberikan berbagai macam vaksin. Jika hal itu dilakukan maka
akan membuat nyawa anak terancam karena pemberian vaksin yang tepat harus
22
diberikan satu per satu sesuai dengan umur bayi. Konsultasikan dengan dokter sebelum
memberikan vaksinasi pada anak.
2.14 Cara Menangani Penyandang Autis
Dibawah ini adalah beberapa tahapan untuk menangani penyandang autis
• Skrining.
Skrining ini ada beberapa macam. Bentuknya berupa pertanyaan kepada orang tua
anak. Skrining dapat dilakukan untuk semua anak. Jika hasil skrining menunjukkan
adanya gangguan, orangtua sebaiknya datang ke dokter untuk melakukan assessment.
Skrining untuk mengetahui apakah anak mengalami gangguan autistik dapat dilakukan
mulai usia 11 bulan. Di bawah usia ini belum diketahui apakah bayi sudah mempunyai
masalah dalam interaksi sosialnya atau tidak.
• Assesment.
Ini semacam skrining yang lebih dalam lagi. Biasanya dilakukan beberapa kali dengan
mengajukan berbagai pertanyaan kepada orang tuan, sementara anak dibawa untuk
diobservasi. Ahli akan melihat IQ-nya, gangguan perilakunya, interaksinya, hiperaktif
atau tidak, seberapa besar derajat gangguan interaksinya, dan lainnya. Semua itu untuk
menentukan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. Mungkin saja, anak hanya
perlu stimulasi yang dapat dilakukan orang tuanya setiap hari, atau ia membutuhkan
terapi khusus.
• Terapi.
Terapi ini diberikan disesuai dengan kebutuhan anak. Ada anak yang membutuhkan
terapi dengan obat-obatan, terapi sensorik (dengan berbagai latihan), terapi individual
(misalnya, terapi wicara), dan sebagainya. Jenis-jenis terapi lainnya adalah :
Terapi akupunktur. Metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf
pada otak hingga dapat bekerja kembali.
Terapi musik. Lewat terapi ini, musik diharapkan memberikan getaran gelombang
yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak. Secara tak langsung, itu
akan turut memperbaiki kondisi fisiologis. Harapannya, fungsi indera pendengaran
menjadi hidup sekaligus merangsang kemampuan berbicara.
23
Terapi balur. Banyak yang yakin autisme disebabkan oleh tingginya zat merkuri pada
tubuh penderita. Nah, terapi balur ini bertujuan mengurangi kadar merkuri dalam tubuh
penyandang autis. Caranya, menggunakan cuka aren campur bawang yang dilulurkan
lewat kulit. Tujuannya melakukan detoksifikasi gas merkuri.
Terapi perilaku. Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian dan bersosialisasi
dengan lingkungannya. Caranya dengan membuat si anak melakukan berbagai kegiatan
seperti mengambil benda yang ada di sekitarnya.
Terapi anggota keluarga. Orangtua harus mendampingi dan memberi perhatian penuh
pada sang anak hingga terbentuk ikatan emosional yang kuat. Umumnya, terapi ini
merupakan terapi pendukung yang wajib dilakukan untuk semua jenis terapi lain
Dan terakhir, adalah terapi lumba-lumba. Telah diketahui oleh dunia medis bahwa
di tubuh lumba-lumba teerkandung potensi yang bisa menyelaraskan kerja saraf
motorik dan sensorik pendeerita autis. Sebab lumba-lumba mempunyai gelomba sonar
(gelombang suara dengan frewkuensi tertentu) yang dapat merangsang otak manusia
untuk memproduksi energi yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang
pasien sehingga dapat membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri. Selain itu,
gelombang suara dari lumba-lumba juga dapat meningkatkan neurotransmitter.
Terapi anak autis dengan lumba-lumba sudah terbukti 4 kali lebih efektif dan lebih
cepat dibanding terpi lainnya. Gelombang suara yang dipancarkan lumba-lumba
ternyata berpengaruh pada perkembangan otak anak autis.
Penggunaan obat-obatan
Dokter dapat meresepkan obat untuk pengobatan tertentu yang berhubungan dengan
gejala-gejala, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif. Obat
antipsikotik digunakan untuk mengobati masalah perilaku yang parah. Kejang bisa
diobati dengan satu atau lebih obat antikonvulsan. Obat yang digunakan untuk
mengobati orang dengan gangguan defisit perhatian dapat digunakan secara efektif
untuk membantu mengurangi impulsif dan hiperaktif.
24
Obat Antipsikotik
Risperidone.
Aripiprazole.
Anti Depresi
Prozac.
Sarafem.
Celexa.
Cipramil.
Obat stimulants dan hiperaktivitas
Ritalin.
Adderall.
Tenex.
Obat gangguan pencernaan
Secretin
2.15 Metode Pengajaran dan Layanan Pendidikan Bagi Penyandang Autis
Metode pengajaran penyandang autis
Dalam pembelajaran untuk penyandang autis dapat menggunakan beberapa teknik di
bawah ini :
Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang
mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus
respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru
memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu
baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang
buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/ kata “tidak”
Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers
and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung
berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar
berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif.
Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam
menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi,
sosial, dan perilaku anak.
TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related
Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan
memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
25
Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/ treatment, konsultasi, kerjasama,
dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
Layanan pendidikan bagi penyandang autis
Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
* Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
* Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif,
fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
* Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
* Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
* Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani,
intuisi, pada autisme
* Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
* Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar
bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara
memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas.
Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang
belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio
penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau
menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan
integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan
tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan
penanganan yang terbaik.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah
sebagai berikut;
26
* Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
* Anak Autis di sekolah Khusus
* Anak Autis di SLB
* Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai
ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara,
OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan
sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya
2.16 Kelebihan Penyandang Autis
Kemampuan anak autis memang berbeda dengan anak-anak umum lainnya.
Karena tidak sedikit yang di diagnosa serta divonis menjadi penderita autis tetapi
menjadi orang hebat dalam beberapa keahlian khusus yang dimilikinya walaupun
mempunyai kekurangan dalam berbagai segi perilaku dan komunikasi pada awal-
awalnya. Untuk itulah kita perlu mengetahui akan kelebihan anak autis ini agar para
orang tua mempunyai semangat kuat dalam membimbing dan mendidik anak dengan
kelainan perilaku semacam ini. Peneliti mengungkapkan bahwa anak autis mempunyai
kemampuan untuk melihat gerakan 2X lebih cepat dibandingkan anak normal
Orang-orang hebat dengan autisme contohnya adalah Newton yang menemukan akan
teori gravitasi dan juga mekanika klasik yang juga didiagnosa mengidap sindrom
asperger, yang merupakan salah satu bentuk dan bagian dari autisme. Selain newton ada
juga orang cerdas dengan autis yaitu Einstein. Selain itu ada beberapa penyandang autis
yang juga sukses dan berprestasi seperti di bawah ini :
1. Daniel Tammet
Penulis, linguist, pendidik dan dinobatkan sebagai 1 dari 100 orang jenius yang masih
hidup di dunia, Daniel Tammet dikenal sebagai 'Brainman'. Pria kelahiran 31 Januari
1979 ini mulai menarik perhatian pada tahun 2006 setelah menulis buku terlaris New
York Times berjudul 'Born On A Blue Day'.
Buku tersebut menceritakan kehidupannya sebagai penyandang autistic savant. Lebih
dari setengah juta eksemplar bukunya telah terjual di seluruh dunia, serta film
27
dokumenter pemenang penghargaan diproduksi tentang dirinya berjudul 'Brainman'.
2. Temple Grandin
Belum genap usia 3 tahun, Temple Grandin didiagnosis dengan austisme, masalah
perkembangan saraf kompleks yang membuatnya tidak mampu berhubungan sosial.
Meski jatuh bangun menghadapi kondisinya, kini Temple justru berhasil menjadi
seorang profesor di bidang ilmu hewan.
Anak autis ini mampu mengubah industri peternakan Amerika, menjadi juru bicara
autisme dan mengajar mahasiswa PhD di Colorado State University. Dr Temple
Grandin juga menulis sepuluh buku tentang hewan dan perilaku manusia. Kisah hidup
Temple yang inspiratif bahkan pernah difilmkan oleh HBO dengan judul namanya
sendiri, 'Temple Grandin'.
3. Matt Savage
Matt Savage dikenal sebagai musisi autistic savant Amerika. Matt Savage didiagnosis
dengan PDD (Pervasive Development Disorder Unspecified) pada usia 3 tahun dan
kemudian tumbuh menjadi seorang musisi jazz. Di usianya yang masih muda, pria
kelahiran 1992 sudah dikenal sebagai seorang pianis jazz profesional dengan trionya
sendiri.
Dia telah bermain dengan musisi dewasa terbaik di masanya dan telah bermain musik
ke seluruh dunia. Dia juga telah merekam tiga CD audio, yang hasilnya disumbangkan
untuk penelitian dan dukungan autisme. Bahkan Dave Brubeck yang dikenal sebagai
'legenda jazz', menyebut Savage sebagai 'Mozart of jazz'.
4. Satoshi Tajiri
Satoshi Tajiri dikenal sebagai desainer video game Jepang yang menciptakan Pokemon.
Pria kelahiran 28 Agustus 1965 juga menciptakan salah satu waralaba video game yang
paling populer di dunia, Game Freak, Inc, yang menciptakan game secara eksklusif
untuk Nintendo.
Meski didiagnosis dengan sindrom Asperger, Satoshi Tajiri telah tumbuh menjadi
pengusaha Nintendo yang sangat kreatif tapi tertutup dan eksentrik.
5. Tim Page
28
Meski dengan diagnosis autisme, penyandang autis masih bisa melakukan banyak hal.
Seperti halnya Tim Page, seorang kritikus terkenal dan penulis yang memenangkan
Pulitzer Prize sebagai kritikus musik untuk Washington Post. Ia juga dipilih Opera
News sebagai 25 orang paling berpengaruh di dunia opera.
Page telah menghasilkan konser di seluruh dunia dan sejak itu dinobatkan sebagai
seorang profesor jurnalisme dan musik di University of Southern California. Pada tahun
2009, Page menerbitkan sebuah buku berjudul 'Parallel Play', memoarnya tentang
tumbuh dengan sindrom Asperger.
6. Donna Williams
Donna Williams, penulis buku 'Nobody Nowhere', merupakan penyandang autis lain
yang telah membuka pikiran publik tentang arti menjadi seorang penyandang autisme.
Buku tersebut merupakan otobiografinya yang menjadi bestseller internasional.
Wanita Australia kelahiran Oktober 1963 ini adalah seorang seniman yang menyebut
dirinya sebagai seorang 'pelajar kinestetik', yang mengajarkan bagaimana
mengekspresikan diri melalui patung, lukisan, menulis lagu, skenario dan buku.
7. Dawn Prince-Hughes
Penyandang autis lain yang juga mengesankan adalah seorang wanita bernama Dawn
Prince-Hughes. Terlahir dengan high-functioning autistic, Hughes telah tumbuh sukses
dan menerima gelar PhD di bidang antropologi primata dan menjadi ahli primata dan
etnolog.
Karena autisme, dia menulis tentang bagaimana bekerja dengan gorila yang
membantunya melarikan diri dari perasaan isolasi sosial. Dia dikenal sebagai penulis
serangkaian buku, dua di antaranya adalah 'Songs for the Gorilla Nation' dan 'My
Journey Through Autism'. Dawn juga duduk sebagai ketua eksekutif ApeNet Inc, dan
telah menjabat sebagai direktur eksekutif Institute for Cognitive Archaeological
Research dan berhubungan dengan Jane Goodall Institute. (dtc/ARS)
Dari beberapa contoh diatas dapat membuktikan bahwa penyandang autis tidak dapat
dipandang sebelah mata, penyandang autis juga memiliki kelebahan yang dapt
dikembangan supaya dapat menjadi orang sukses dan berprestasi layaknya orang
normal.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil yakni,autisme adalah gejala menutup diri
sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan
gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat
kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan,
geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Banyak sekali penyebab autis mulai dari faktor pre-natal dan natal,autis sendiri
juga dapat dideteksi secara dini karena memiliki ciri-ciri yang khas. Dalam hal
perkembangan para penyandang autis mengalami banyak hambatan mulai dari
perkembangan fisik,motorik,kognitif,sosio-emosional dan kepribadian.
Pandangan orang tua dan masyarakat terhadap penyandang autis masih kurang
baik dan perlu untuk diperbaiki,hal ini jugalah yang menjadi salah satu permasalahan
autis di Indonesia selain permasalahan lain. Dengan kemajuan IPTEK maka berbagai
cara mencegah autisme dan menangani autis sangatlah banyak dan beragam serta
mudah untuk diterapkan. Penggunaan metode dan layanan pendidikan yang tepat dapat
mengembangkan potensi para penyandang autis untuk menjadi orang yang sukses dan
berprestasi.
3.2 Saran
Setelah uraian panjang mengenai segala hal tentang autis,maka penulis dapat memberikan saran yang bisa bermanfaat bagi pembaca,mulai dari mencegah autis melalui :
1. Makan makanan dan minum minuman yang alamiah tanpa banyak campuran bahan kimia.
2. Hindari makan ikan laut dan darat sembarangan serta daging atau produk hewani lainnya di khawatirkan pada hewan tersebut mengandung bahan logam berat.
3. Hindari vaksinasi dan imunisasi anak yang tidak perlu. Ikut imunisasi yang banyak di berikan kepada anak Indonesia yang terbukti aman selama bertahun tahun.
30
4. Menjaga kesehatan dan mencegah sakit agar tidak masuk rumah sakit atau disuruh makan obat kimia oleh dokter. Utamakan memakai metode/teknik pengobatan alami herbal terlebih dahulu.
5. Tinggal dilokasi yang masih asri dan sejuk udaranya tidak banyak polusi agar tubuh tidak keracunan dan menimbun bahan kimia. Menghindari paparan gelombangn elektromagnetik seperti sinyal HP, Wi-Fi dan lain sebaginya. Jalankan pola hidup sehat tidak narkoba, rokok, minuman alkohol dan mendekatkan diri kepada Allah.
Sedangkan saran lain penulis sehubungan dengan penyandang autis yaitu :
Bagi Orangtua
1. Tidak merasa malu dengan kondisi anaknya,dan tetap memberi dukungan dan motivasi pada anak
2. Memberi layanan yang diperlukan bagi anaknya3. Memberikan terapi maupun pendidikan yang tepat bagi anaknya
Bagi masyarakat
1. Tidak berasumsi negatif terhadap penyandang autis bahkan sampai menghinanya
2. Bersikap sewajarnya terhadap penyandang autis serta mamaklimi perilakunya yang berbeda
3. Mendukung perkembangan penyandang autis dengan memberikan informasi maupun keluasan dalam kesempatan memperoleh pendidikan
31
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme
3. http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2908761_4262.html
4. http://www.duniapsikologi.com/autisme-pengertian-dan-definisinya/
5. http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=2416_Inilah-
Beberapa-Faktor-Penyebab-Autis-
6. http://health.okezone.com/read/2013/04/09/482/788862/selain-psikologis-ini-
penyebab-anak-autis
7. http://www.topikharian.net/2013/01/fakta-penyebab-autis-pada-anak.html
8. http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/jenis-autisme
9. http://www.amazine.co/22616/5-jenis-3-metode-penanganan-autisme/
10. http://akuandinia.blogspot.com/2010/03/perkembangan-bahasa-pada-anak-
autis.html
11. http://autismadiun.blogspot.com/2013/07/gangguan-motorik-pada-penyandang-
autisme.html
12. http://margaretha-fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-82884-Autisme-Autisme:
%20Gangguan%20perkembangan%20otak%20pada%20anak.html
13. http://eprints.unika.ac.id/1091/
14. http://memahamidampakanakautismelebihdetail.blogspot.com/
15. http://www.safiyhati.com/2013/05/kelebihan-kemampuan-anak-autisme.html
16. http://puterakembara.org/archives10/00000056.shtml
17. http://kesehatanibu-anak.blogspot.com/2012/05/cara-mencegah-bayi-lahir-
dengan-cacat.html
32
18. http://kesehatan-kuliner.pelitaonline.com/news/2012/09/05/tips-cara-
menghindarimencegah-autis-autisme-pada-anakbayi-kita#.UpXdk1P5T1U
19. http://reymia.blogspot.com/p/indigo-autis.html
20. http://www.starberita.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=95841:hebat-7-kisah-sukses-
penyandang-autis-paling-terkenal-di-dunia&catid=156:gaya-hidup&Itemid=745
21. http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/balita/tips/tips.menangani.anak.autis/
001/005/604/1/1Tips Menangani Anak Autis
22. http://icareautism.blogdetik.com/2012/06/20/permasalahan-autisme-di-
indonesia/
23. http://www.amazine.co/22719/tips-belajar-autisme-6-teknik-mengajar-anak-
autis/
33