Download - 112284501-makalah-anestesi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Pre Op Visite, Persiapan Pra
Anestesi, Premedikasi dan Ruang Pulih” dalam rangka tugas kami sebagai Dokter muda yang
menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Sub Departemen Anestesi RSAL dr. Ramelan.
Tujuan makalah ini adalah untk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang anestesi
khususnya tentang pre op visite, persiapan anestesi, premedikasi dan ruang pulih.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada dr. Subagja Nata Atmaja
Sp.An atas bimbingannya serta kepada rekan-rekan yang telah memberi masukan dalam
pembuatan referat ini.
Demikian referat ini kami susun, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
referat ini. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi rekan-rekan Dokter Muda dan pembaca pada
umumnya.
Surabaya, Agustus 2010
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................................1
Daftar isi............................................................................................................................2
Bab I. Pendahuluan...........................................................................................................3
Bab II. Pre Op Visite........................................................................................................6
Bab III. Persiapan pra anestesi.........................................................................................11
Bab IV. Premedikasi........................................................................................................18
Bab V. Ruang pulih........................................................................................................22
Bab VI. Kesimpulan.......................................................................................................26
Daftar pustaka.................................................................................................................27
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien yang akan menjalani operasi harus melewati tahapan preoperatif. Hal ini
merupakan mekanisme standar awal yang digunakan oleh ahli atau bagian anestesi.
Kesalahan atau kegagalan dalam tahapan ini dapat meningkatkan resiko yang ditanggung
oleh pasien baik saat premedikasi maupun saat operasi dilakukan. Resiko memberi anestesi
tepat sekali bila disamakan dengan resiko menerbangkan pesawat yang mempunyai
persamaan dalam acara pelaksaan dan hasil akhirnya (outcome). Hasil akhir kedua pekerjaan
tersebut kurang lebih sama yaitu selamat atau mengakibatkan kecelakaan dalam bentuk
kerusakan berat pada pendaratan atau jatuh dan meledak, sedangkan pada pasien dapat terjadi
cedera, cacat berat, atau meninggal.
Dokter spesialis anestesi harus mengumpulkan data yang berhubungan dengan
resiko tindakan anestesi dan operasi agar persiapan dan tindakan anestesi dapat disesuaikan
dengan resiko tersebut. Resiko ini dapat dibagi dalam :
1. Resiko yang dapat diketahui sebelum operasi melalui pemeriksaan sehingga dapat di
antisipasi kemudian. Contoh : (a)Seorang pasien perokok berat dapat diramalkan akan
mengalami gangguan pernafasan selama dan sesudah operasi. (b) Operasi yang luas
dan lama dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
Penentuan resiko fisik memang biasa dilakukan oleh dokter spesialis anestesi untuk
meramalkan hasil akhir tindakan anestesi dan operasi.
2. Resiko yang tidak diketahui sebelumnya, yang datangnya mendadak tak terduga.
Contoh : (a) Reaksi berlebihan ( menimbulkan syok ) dapat saja tejadi terdapat
3
pemberian suatu obat. (b) Pada suatu opersi kebidanan secara mendadak timbul
emboli air ketuban yang berakibat fatal.
Untuk mencapai tindakan anestesi yang aman dan efisien maka urutan pelaksanaan
anestesi adalah sebagai berikut :
Dokter spesialis anestesi memeriksa pasien sebelum operasi untuk
menentukan kesiapan fisik dan kelayakan ( resiko ) operasi atau anestesi.
Sebelum anestesi memeriksa fungsi dan kelengkapan peralatan, obat-obatan
yang diperlukan.
Dokter spesialis anestesi melakukan sendiri induksi anestesi yang merupakan
saat berbahaya. Induksi adalah dimulainya pemberian obat sampai pasien
hilang kesadarannya. Obat anestesi (atau kombinasi ) yang digunakan
semuanya bersifat poten dan depresif ( menghambat ) karena itu harus
dilakukan pengawasan ketat terhadap reaksi obat pada pernafasan, jantung dan
kesadaran.
Setelah kedalaman anestesi tercapai, pasien stabil, operasi dapat dimulai.
Pengawasan dilakukan terhadap semua penyulit bedah maupun anestesi yang
mungkin timbul pada saat ini.
Dokten harus hadir saat pengakhiran operasi dan anestesi yang juga
merupakan saat berbahaya. Pengawasan dilakukan terhadap kompliksi
pengakhiran bedah, pengaruh sisa obat anestesi, nyeri, dan stres operasi.
Pengawasan ini harus terus oleh dokter di kamar pulih sadar dan kalau perlu
diteruskan di Unit Terapi Intensif ( UTI ).
Tujuan dilakukan preoperatif adalah :
4
1. Memastikan bahwa operasi itu realistis dilakukan bila membandingkan antara
keuntungan operasi dan kemungkinan resiko yang ditanggung pasien.
2. Mengantisipasi masalah yang potensial akan timbul saat premedikasi maupun saat
operasi.
3. Memastikan bahwa pasien telah disiapan dengan maksimal untuk menjalani operasi.
4. Menyediakan informasi yang adekuat untuk keperluan pasien mengenai rencana
teknik anestesi yang dilakukan.
5. Menyiapan semua peralatan untuk premedikasi serta untuk pencegahan-pencegahan
yang sesui indikasi pasien.
Tahapan yang selanjutnya adalah premedikasi yang bertujuan untuk :
a. Menimbulkan rasa nyaman.
Menghilangkan khawatir.
Memberikan ketenangan ( sedatif ).
Membuat amnesia ( diazepam ).
Memberikan analgesik ( narkotik ).
Mencegah muntah.
b. Mempermudah atau memperlancar induksi.
c. Mengurangi jumlah obat anestesi.
d. Menekan reflek-reflek yang tidsk diinginkan.
e. Mengurangi sekresi kelenjar saluran napas.
f. Mendapakan efek anti sialoque.
g. Menaikkan pH asam lambung.
BAB II
PRE OP VISITE
5
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat
harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat
dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya
dilakukan 1 – 2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih
singkat.
Kunjungan preoperatif bertujuan untuk :
a. Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan :
Anamnesis.
Pemeriksaan fisik.
Laboratorium.
Pemeriksaan lain.
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat – obat anestesi, premedikasi, obat atau
alat resusitasi yang sesuai keadaan fisik dan kehendak pasien, sehingga kompliksi
yang mungkin terjadi dapat di tekan seminimal mungkin.
c. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini
dipakai klasifikasi ASA ( Amerika Society of Anesthesiology ) sebagai gambaran
prognosis pasien secara umum.
d. Memberikan anestesi yang aman dan efektif.
e. Menjelaskan resiko anestesi pembedahan.
f. Mengurangi costs atau biaya.
Manfaat dari kunjungan preoperative adalah untuk mengurangi rasa gelisah dan
takut yang mungkin ada pada pasien atau orang tuanya.
Hal-hal yang harus dilakukan di tahapan preoperative adalah :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
6
Kelengkapan dan pemeriksaan penunjang.
Teknik atau rencana operasi.
Persetujuan tindakan medis tertulis ( informed consent ).
2.1 Anamnesis.
Dapat diperoleh dari pasien sendiri ( autoanamnesis ) atau keluarga pasien
heteroanamnesis ). Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
Identitas pasien ( nama, umur, alamat, pekerjaan, BB, TB, dll ).
Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anestesi.
Tanyakan pada pasien riwayat operasi dan anestesi yang terdahulu, berapa
kali dan selang waktunya ( apakah pasien mengalami komplikasi saat itu
seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah ), penyakit serius
yang pernah dialami, juga mengenai malaria, penyakit kuning,
hemoglobinopati, penyakit kardiovasculer atau system pernafasan.
Sehubungan dengan keadsan pasien sekarang, perlunjuga ditanyakan toleransi
terhadap olahraga, batuk, sesak napas, wheezing, sakit dada, sakit kepala, dan
pingsan.
Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan interaksi ( potensiasi, sinergis, antagonis, dll).
Obat-obatan yang berhubungan secara nyata dengan anestesi adalah obat
diabetic, anti koagulan, antibiotic, kortikosteroid dan anti hipertensi, dimana
dua bat terakhir harus diteruskan selam anestesi dan operasi, tetapi obat-obat
lainnya harus dimodifikasi seperlunya.
Riwayat alergi.
Catatlah bila ada keterangan mengenai reaksi alergi terhadap obat, juga
7
apakah pasien atau keluarganya pernah mengalami reaksi penolakan terhadap
obat anestesi pada masa yang lalu.
Kebiasan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya
anestesi seperti :
Merokok : perokok berat ( > 20 batang/hari ) dapat mempersulit
induksi anestesi kareba merangsang batuk-batuk, sekresi jalan
nafas yang banyak atau memicu atelektasis dan pneumonia pasca
bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya
untuk menghindari adanya CO dalam darah.
Alkohol : pencandu alcohol umunya resisten terhadap obat-obat
anestesi khususnya golongan barbiturate.
Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
2.2 Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik yang harus di lakukan adalah pemeriksaan tinggi, berat, suhu
badan, keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, ikterus, sianosis, dehidrasi,
malnutrisi, edema, tekanan darah, frekuensi nadi, pola dan frekuensi pernafasan,
apakah pasien sesak atau kesakitan.
Breath ( B1 ) : jalan nafas, pola nafas, suara nafas, dan suara nafas tambahan.
Perhatikan jalan nafas bagian atas dan pikirkan bagaimana
penatalaksanaannya selama anestesi. Apakah jalan nafas mudah tersumbat,
apkah intubasi akan sulit atau mudah, apakah pasien ompong atau memakai
gigi palsu atau mempunyai rahang yang kecil, yang akan mempersulit
laringoskopi. Apakah ada gangguan membuka mulut atau kekakuan leher,
apakah pembengkakan abnormal pada leher yang mendorong saluran nafas
bagian atas.
8
Blood ( B2 ) : tekanan darah, perfusi, sara jantung, suara tambahan, kelainan
anatomis dan fungsi jantung.
Periksalah apakah pasien menderita penyakit jantung atau pernafasan,
khususnya untuk penyakit katup jantung ( selama operasi dibutuhkan
antibiotic sebagai profilaksis ), hipertensi ( lihat fundus optik ) dan kegagalan
jantung kiri atau kanan dengan peningkatan tekanan vena, adanya edema pada
sacral dan pergelangan kaki, pembesaran hepar atau krepitasi pada basal paru.
Lihatlah bentuk dada dan aktifitas otot pernafasan untuk mencari adanya
obstruksi jalan nafas akut atau kronis atau kegagalan pernafasan. Rabalah
trakea apakah tertarik oleh karena fibrosis, kolaps sebagian atau seluruh paru,
atau pneumotoraks. Lakukan perkusi pada dinding dada, bila terdengar redup
kemungkinan kolaps paru atau efusi. Dengarkan apakah ada wheezing atau
ronchi yang menandakan adanya obstruksi bronkus umum atau setempat.
Brain ( B3 ) : GCS, riwayat stroke, kelainan saraf pusat atau perifer, dll.
Bladder ( B4 ) : GGA,GGK, produki urin.
Bowel ( B5 ) : makan atu minum terakhir, bising usus, gangguan peristaltic,
gangguan lambung, gangguan metabolit, massa, kehamilan.
Bone ( B 6 ) : patah tulang, kelainan postur tubuh, kelainan neuromuskuler.
2.3 Pemeriksaan penunjang.
Setelah dilakukan pemeriksaan, kita dapat mengetahui beberapa masalah. Putuskan
apakah diperlukan pemeriksaan lain seperti laboratorium, radiologi dan
elektrokardiogram. Radiologi rutin untuk thorak tidak diperlukan jika tidak ada
gejala atau abnormal pada dada, taoi pemeriksaan Hb dan Hct sebaiknya rutin
dilakukan pada pasien yang akan menjalani anestesi umum.
9
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, tes fungsi hati ( LFT ), tes fungsi
ginjal ( RFT ), serum elektrolit, faal hemostasis, dll.
P emeriksaan radiologi : foto thoraks, foto polos perut ( BOF ), USG, CT S,
foto polos perut ( BOF ), USG, CT Scan, dll.
EKG, Ekokardiografi, treadmill, dll.
BAB III
PERSIAPAN PRA ANESTESI
Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan baik elektif maupun darurat
harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesia dan pembedahan sangat
10
dipengaruhi oleh persiapan pra anestesia. Pasien yang akan menjalani anestesi dan
pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan praanestesi pada
bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya dan pada bedah darurat dilakukan sesingkat
mungkin.
Kunjungan praanestesi bertujuan :(2)
1 . Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal,
2 . Merencanakan dan memilih teknik dan obat-obat anestetik yang sesuai,
3 . Menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA).
Pemeriksaan Praoperasi Anestesi.
I. Anamnesis.
1. Identifikasi pasien, misal: nama, umur, alamat, pekerjaan, dll. (1)
2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.(1)
3. Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit
Dalam
a. Penyakit alergi.
b. Diabetes mellitus.
c. Penyakit paru-paru kronik: asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
d. Penyakit jantung dan hipertensi: infark miokard, angina pektoris, dekompensasi
kordis.
e. Penyakit hati.
f. Penyakit ginjal.
4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang
digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik seperti kortikosteroid,
11
obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosida, digitalis, diuretika,
obat antialergi, tranquilizer (penenang), monoamine oksidase inhibitor, dan bronkodilator.(1)
5. Riwayat anestesi dan operasi yang pernah dialami sebelumnya. Terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan, dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pasca bedah. (1)
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi, seperti:
Merokok : perokok berat (>20 batang/hari) dapat mempersulit induksi anestesia karena
merangsang batuk-batuk, sekresi jalan napas yang banyak atau memicu atelektasis
dan pneumonia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelum
dilakukan anestesi untuk menghindari adanya CO dalam darah.(2)
Kebiasaan minum alkohol : pecandu alkohol umumnya resisten terhadap obat-obatan
anesthesia khususnya golongan barbiturate. Peminum alkohol dapat menderita sirosis
hepatik.(2)
Obat penenang, narkotik, dan muntah.
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertermia maligna.(1)
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan,
kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin, psikiatrik,
ortopedi, dan dermatologi.
9. Makanan dan minuman yang terakhir dimakan.
II. Pemeriksaan Fisik
1. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urine selama dan sesudah pembedahan.(1)
2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu
12
tubuh.(1)
3. keadaan psikis : gelisah, takut, kesakitan.(2)
4. Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas.(2)
5. Jalan napas (airway). Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui
adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, panjang leher (diukur
jarak mento-hyoid), gangguan fleksi ekstensi leher, fraktur, deviasi trachea,
massa dan bruit.(1)
6. Tanda-tanda penyakit saluran pernapasan : batuk-batuk, sputum kental atau
encer, sesak napas, tanda-tanda sumbatan jalan napas atas, bising mengi
(wheezing), hemoptisis, dll.(2)
7. Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovascular : dispneu atau ortopneu,
sianosis, jari tabuh, nyeri dada, edema tungkai, hipertensi, anemia, syok,
murmur (bising katup).(2)
8. Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda
regurgitasi.(1)
9. Ekstremitas, terutama untuk melihat perfusi distal, jari tabuh, sianosis, dan
infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok
saraf regional.(1)
10. Punggung, bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi.(1)
11. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran, dan fungsi
sensorik motorik.(1)
III. Pemeriksaan Laboratorium
1. Rutin :
- Darah : Hb, Leukosit, Hitung jenis leukosit, Golongan darah, masa pembekuan,
masa perdarahan.(1,2)
13
- Urine : protein, reduksi, sediment.(1,2)
- Foto toraks : terutama untuk bedah mayor.(1,2)
- Elektrokardiografi : untuk pasien berusia >40 tahun.(1)
2. Khusus :
- Elektrokardiografi pada anak.
- Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
- Fungsi hati pada pasien ikterus.
- Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
- Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruktif atau bedah mayor.(2)
Perencanaan Anestesi
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan dan memperoleh gambaran tentang keadaan mental
pasien beserta masalah-masalah yang ada, selanjutnya dibuat rencana pemberian obat dan
teknik anestesi yang digunakan.
Misalnya pada diabetes mellitus, induksi tidak menggunakan ketamin yang dapat
menimbulkan hiperglikemia. Atau premedikasi untuk pasien dengan riwayat
tirotoksikosis tidak menggunakan atropin.(2)
Pada penyakit paru kronik, mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan teknik
analgesia regional daripada anesthesia umum mengingat kemungkinan komplikasi paru
pasca bedah.(2) Dengan perencanaan anesthesia yang tepat, kemungkinan terjadinya
komplikasi sewaktu pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari.
Rencana anestesi meliputi hal-hal berikut :(1)
1 . Premedikasi
2 . Jenis anestesi
a. umum : perhatikan manajemen jalan napas (airway), pemberian obat induksi, rumatan
14
dan relaksan otot.
b. anestesi lokal/regional : perhatikan teknik dan zat anestetik yang akan digunakan.
3 . Perawatan selama anestesi : pemberian oksigen dan sedasi.
4 Pengaturan intra operasi, meliputi monitoring, keracunan, pengaturan cairan dan
penggunaan teknik khusus.
5 Pengaturan pasca oprasi, meliputi pengendalian nyeri dan perawatan intensif (ventilasi
pasca oprasi dan pengawasan hemodinamik).
Menentukan Prognosis
Berdasarkan status fisik pasien praanestesia, ASA (American Society of
Anesthesiologist) membuat klasifikasi yang membagi pasien ke dalam 6 kelompok atau
kategori sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit
bedah maupun penyakit lainnya. Tidak ada keterbatasan fungsional.
Contoh : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien
appendicitis akut dengan leukositosis atau febris.
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Contoh : pasien appendicitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstruksi dengan iskemia miokard.
ASA 4 : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidak mampuan fungsi.
Contoh : pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.
ASA 5 : Pasien tidak dapat bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi.
15
Contoh : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena ruptur hepatik.
ASA 6 : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.(1)
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat
(D = Darurat / E = Emergency). Misalnya 1D atau 3D.
Persiapan Pada Hari Operasi
1 . Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan.
Pengosongan lambung sebelum anestesi penting untuk mencegah aspirasi isi lambung
karena regurgitasi dan muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung
dilakukan dengan puasa, pada pasien dewasa puasa 6-9 jam, pada bayi/anak dipuasakan
3-4 jam.(1,2)
Pada pembedahan darurat, pengosongan lambung dapat dilakukan lebih aktif dengan
cara merangsang muntah, memasang pipa nasogastrik atau memberi obat yang
menyebabkan muntah seperti apomorphin, dsb.(2)
Cara-cara ini tidak menyenangkan pasien sehingga jarang sekali dilakukan. Cara lain
yang dapat ditempuh adalah menetralkan asam lambung dengan memberi antasida
(magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (cimetidin, ranitidine atau famotidin)
Puasa yang cukup lama pada kasus akut kadang-kadang tidak menjamin lambung
kosong secara sempurna, misalnya pada stress mental yang hebat, kehamilan, rasa nyeri
atau pasien diabetes mellitus.(2)
Pemberian obat pencahar umumnya dilakukan pada laparotomi eksplorasi. Komplikasi
penting yang harus dihindari kerena puasa adalah hipoglikemia atau dehidrasi, terutama
pada bayi, anak, dan pasien geriatrik.(2)
2. Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus ditinggalkan dan bahan kosmetik
16
seperti lipstick, cat kuku harus dibersihkan agar tidak menggangu pemeriksaan selama
anestesi, misalnya sianosis.(1,2)
3. Kandung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan kateterisasi. Untuk membersihkan
jalan napas, pasien diminta batuk kuat-kuat dan mengeluarkan lendir jalan napas.(1,2)
4. Penderita dimasukan ke dalam kamar bedah dengan memakai pakaian khusus, diberikan
tanda atau label, terutama untuk bayi. Periksa sekali lagi apakah pasien atau keluarga
sudah memberikan izin pembedahan secara tertulis (informed consent).(1,2)
5. Pemeriksaan fisik yang penting dapat diulang sekali lagi di kamar operasi karena
mungkin terjadi perubahan bermakna yang dapat menyulitkan perjalanan anestesi,
misal hipertensi mendadak, dehidrasi, atau serangan akut asma.(2)
6. Pemberian obat premedikasi secara intra muscular atau oral dapat diberikan ½ - 1
jamsebelum dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intra
vena.(1,2)
BAB IV
PREMEDIKASI
17
Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian premedikasi
tidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan,
akan tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi.
Kini obat premedikasi ringan banyak digunakan, agar masa pulih setelah pembedahan
singkat. Selain itu ditekankan agar obat-obat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing pasien oleh karena kebutuhan tiap-tiap pasien berbeda.
Maksud dan Tujuan Premedikasi
1 . Memberikan rasa nyaman bagi pasien.
a. Menghilangkan rasa khawatir.
b. Memberikan ketenangan.
c. Membuat anestesi.
d. Memberikan analgesi.
2 . Memudahkan/memperlancar induksi.
3 . Mengurangi jumlah obat-obat anestesi.
4 . Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan.
5 . Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pasca anestesi.
6 . Mengurangi keasaman lambung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis obat:
Usia : Merupakan variabel yang penting dalam kerja obat. Sesudah usia 40 tahun,
efek narkotika dan sedatif meninggi karena rasa nyeri berkurang dengan peningkatan
usia. Fenomena ini disebabkan oleh karena penurunan kepekaan terhadap rangsangan
18
sensorik. Dengan penambahan usia tidak hanya penurunan persepsi nyeri, tetapi juga
penurunan aktivitas refleks jalan nafas.
Suhu : Setiap kenaikan suhu 1 derajat Fahrenheit, laju metabolisme basal naik
sebesar 7%.
Emosi : Mungkin merupakan penyebab terbanyak kelainan metabolisme basal pra
anestesia. Takut dan ketengangan merupakan faktor utama dan keduanya meninggalkan
kepekaan terhadap rasa nyeri.
Penyakit : Pasien harus dinilai sehubungan dengan penyakit dan terapinya. Pada pasien
penyakit kronis seperti osteomielitis dengan gizi jelek, morfin dapat lebih mudah
toksik, karena hati tidak dapat mengolah morfin dosis besar. Pada pasien anemia,
pemakaian opiate atau obat depresan sebaiknya dosis dikurangi.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut:
Analgesik Narkotik
a. Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intra muscular. Digunakan
untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari
takipneu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.
(1) Morfin adalah depresan susunan saraf pusat.(2)
Kerugian penggunaan morfin adalah perpanjangan waktu pemulihan, bisa timbul
spasme pada kolik bilier dan ureter, penyempitan bronkus pada pasien asma (2). Kadang-
kadang terjadi konstipasi, retensi urine, hipotensi, dan depresi nafas. (1)
b. Pethidin
19
Dosis premedikasi dewasa 1-1,5 mg/kgBB intravena diberikan untuk menekan
tekanan darah dan pernapasan, serta merangsang otot polos. Dosis untuk penggunaan induksi
1-2 mg/kgBB intravena.(1)
Barbiturat
Pentobarbital dan Sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa
100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya
adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak
diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital, dengan efek depresan yang lemah
terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.(1)
Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama
90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular. Bekerja setelah 10-15 menit.
Tranquilizer (Obat penenang)
a. Diazepam. Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat
sedative, sedangkan dosis besar bersifat hipnotik.(1)
Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuscular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB)
dengan dosis maksimal 15 mg.
Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena.
Dosis induksi 0,2-1 mg/kgBB intravena.
b. Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih
20
pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam.(1)
BAB V
RUANG PULIH
21
Ruang pulih merupakan tempat observasi penderita segera sesudah pembedahan. Ruangan ini
bukanlah tempat untuk rawat inap.
Lokasi:
Dekat dengan kamar bedah.
Memudahkan dokter anestesi dan dokter bedah keluar masuk untuk observasi
penderita.
Memudahkan penderita kembali ke kamar bedah apabila diperlukan.
Penerangan harus baik.
Alat-alat yang disediakan :
Alat pengisap.
Kateter dan sungkup oksigen, pulse oximetry.
Alat untuk mengukur tekanan darah dan stetoskop.
Cairan infus.
Alat resusitasi dan alat suntik.
Alat trakeostomi.
EKG & defibrilator.
Termometer.
Alat penghangat.
Obat yang dibutuhkan dalam keadaan darurat dan oksigen harus disediakan.
Penderita tiba di ruang pulih :
1 . Beri oksigen, pada pasca operasi kecil boleh/tidak diberi oksigen tergantung keadaan
penderita.
2 . Posisi penderita diperhatikan.
22
3 . Observasi penderita :
Tekanan Darah.
Nadi.
Warna membran mukosa bibir : warna merah muda/tidak.
Respirasi : Anjurkan penderita napas dalam.
Penderita harus dapat dibangunkan dan dapat bereaksi terhadap rangsangan.
Masalah yang dapat terjadi di ruang pulih :
1 . Gangguan pernapasan :
Hipoventilasi karena :
a. Obat pelemas otot -> beri prostigmin
b. Nyeri pada operasi abdomen -> analgetik
Obstruksi jalan napas karena :
a. Lendir dan posisi kepala yang salah, penanganan : bebaskan jalan napas dan
beri oksigen, gunakan alat pengisap untuk lendir.
b. Muntah : dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan kematian. Aspirasi
dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan batuk, laringospasme, edema paru,
atelektasis, pneumonia dan abses paru.
Penanganan :
Bebaskan jalan napas dan beri oksigen.
Jika perlu -> bantuan pernapasan.
Berikan hidrokortison, aminofilin dan antibiotika.
23
Lakukan bronkoskopi.
2 Gangguan sirkulasi
a. Hipotensi, dapat disebabkan oleh :
Narkotik.
Perdarahan.
Tranfusi darah.
Kekurangan cairan (dehidrasi).
Penanganan : Beri oksigen, observasi pemberian cairan dan darah, atasi
penyebab.
b. Hipertensi, dapat disebabkan oleh :
Nyeri.
Hipoksemia.
Penanganan : beri oksigen dan atasi penyebab.
c. Gemetar / menggigil
Merupakan reaksi tubuh terhadap temperatur yang rendah dapat juga terjadi karena
pemberian Panthotal, Halotan, dan Enfluran.
Beri oksigen.
Menutup penderita dengan selimut atau menggunakan alat penghangat.
Suhu ruangan tidak terlalu rendah.
Beri diazepam / klorpromazine 5-10 mg i.v.
d. Nyeri
Penanganan : beri analgesik.
Syarat penderita keluar dari ruang pulih (recovery room) :
1 . Penderita sadar.
24
2 . Tanda vital stabil.
3 . Mukosa bibir warna merah muda.
4 . Bila menggunakan kateter, urine normal.
Bila ada masalah yang belum teratasi maka penderita dimasukan ke ICU (Intensive Care
Unit).
BAB VI
KESIMPULAN
Tujuan utama pemberian premedikasi dan preoperative tidak hanya untuk
25
mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, akan tetapi
terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Ada beberapa golongan obat
yang digunakan sebagai premedikasi, diantaranya golongan analgesik narkotik, barbiturate,
antikolinergik, dan tranquilizer. Baik pada operasi (bedah) mayor maupun minor, sangatlah
diperlukan untuk menenangkan keadaan fisik maupun metal pasien. Usaha tersebut dilakukan
agar pasien yang akan menjalani operasi dapat dengan mudah menerima anjuran ataupun
obat-obatan yang telah diberikan dokter untuk hasil yang maksimal. Takut dan gelisah seperti
yang telah dijelaskan di atas dapat mempengaruhi ambang batas (threshold) nyeri.
Pada persiapan pra-anestesi, harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan pre-operasi
anestesi, perencanaan anestesi, dan menentukan prognosis penderita dengan menentukan
status fisiknya. Status fisik yang diperiksa tidak hanya vital sign tetapi juga hal lain yang
terkait dengan keadaan fisik pasien seperti tinggi dan berat badan, dll. Karena tinggi dan
berat badan sangat mempengaruhi jenis dan jumlah obat yang akan diberikan.
Ruang pulih merupakan tempat observasi penderita segera sesudah pembedahan.
Bertujuan mempersiapkan penderita sebelum kembali ke ruang rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA
1 . Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editor. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
26
Indonesia, 2000.
2 . Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editor. Anestesiologi. Jakarta :
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonersia, 1989.
3 . http://darryltanod_blogspot.com/2008/12/ruangpulih-recovery_room
4 . http://www.google.co.id/2008/premedication_in_anesthesia
5 . http://www.google.co.id/perioperatif-premedikasi
27