Download - 11 03 02 Bab 1,2,3 Pustaka A
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perusahaan Jawatan Pegadaian mengalami perubahan status menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian dan berubah lagi menjadi Persero.
Perubahan status tersebut membawa implikasi penting, yaitu di satu sisi dituntut
untuk memperoleh keuntungan. Disisi lain, mengemban misi sosial yang telah
digariskan pemerintah. Dalam perpektif Perum pegadaian, upaya menjalankan
misi sosial seluas-luasnya dapat dicapai melalui pertumbuhan penyaluran kredit.
Upaya Perum Pegadaian mencapai misi, tujuan dan pengembangan program
menjadi fenomena yang menarik, mengingat Pegadaian berada dalam lingkungan
bisnis yang dinamis. Berdasarkan ketetapan pemerintah, dalam operasinya Perum
Pegadaian “seharusnya” berada pada struktur pasar monopoli. Dinamika yang
dihadapi Perum Pegadaian terletak pada kenyataan bahwa Perum Pegadaian
memiliki “pesaing-pesaing”.
Perum Pegadaian harus bersaing dengan toko mas yang menjalankan pola
operasi sama. Perum Pegadaian bersaing dengan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) dalam penyaluran kredit. Berdasarkan misi yang diembannya Perum
Pegadaian secara moral, juga bersaing dengan para rentenir atau tengkulak.
Berdasarkan sikap masyarakat, Perum Pegadaian menghadapi hambatan
psikologis dari nasabah itu sendiri. Sikap tersebut terekspresi dari adanya
anggapan, mengadaikan barang merupakan hal yang dapat menurunkan gengsi.
Toko mas, rentenir, tengkulak, BPR secara pro-aktif berada di tengah-tengah
masyarakat dimana mereka memiliki fleksibilitas dan lebih memungkinkan untuk
memelihara peluang yang lebih besar sebagai service provider, dibandingkan
dengan Perum Pegadaian yang lebih bersikap menunggu bola.
Toko mas, rentenir dan tengkulak dalam keseharian mampu memberikan
pelayanan sangat cepat dalam menanggapi kebutuah masyarakat akan uang.
BPR dapat memberikan kredit tidak hanya berupa barang bergerak tetapi juga
barang tidak bergerak. Demikian, dalam diri nasabah masih kuat akan hambatan
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 2
psikologis mengenai citra “menggadaikan” yang lebih rendah nilai gengsinya
daripada melakukan pinjaman ke bank. Dalam diri nasabah cenderung masih ada
perasaan rendah diri dengan mendengar kata “menggadaikan”.
Selama ini, Perum Pegadaian lebih bersifat menunggu bola dari pada jemput bola
dalam mencari nasabah. Artinya, nasabah harus datang pada Perum Pegadaian
jika nasabah membutuhkan jasa pegadaian. Hal ini, akan kalah cepat dengan para
tengkulak, pengijon ataupun rentenir yang terus bergerak secara dinamis di
tengah-tengah masyarakat.
Persoalan yang dihadapi Perum Pegadaian pada dasarnya dapat didekati dari
berbagai sudut pandang. Berdasarkan sifat usahanya yang berkarakter jasa
(service), pendekatan pemasaran melalui kajian terhadap kualitas pelayanan
nampaknya relevan.
Kualitas pelayanan dipandang sangat penting dengan mengacu pada tanggapan
konsumen terhadap jasa yang ditawarkan sebagai titik tolak analisis. Menurut
Parasuraman dan Berry “Service quality is the foundation for service marketing
becouse the core product being marketed is a performance” (Parasuraman dan
Berry, 5). Oleh karena itu penelitian pada Perum Pegadaian menjadi menarik,
terutama jika dilandaskan pada pemikiran berikut:
1. Penelitian tentang jasa, berkisar kebugaran (Picaulima, 2000) atau kesehatan
(Haryani, 2001), yang pada intinya merupakan perusahaan milik privat. Adapun
penelitian pada perusahaan milik negara masih cukup jarang.
2. Pandangan bahwa perusahaan milik negara boleh rugi menemui kendala
dengan turunnya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 198 Tahun 1998
tentang Penilaian Tingkat Kinerja Kesehatan BUMN. Karenanya, mau tidak
mau, Perum Pegadaian dituntut untuk meningkatkan kinerjanya.
Selain itu, penelitian yang akan dilakukan berbeda dari penelitian sebelumnya
dilihat dari aspek metodologis:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (1994) yang menggunakan statistik
non-parametrik korelasi Spearman, dan Picaulima (2001) yang menggunakan
analisis jalur. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (1994) terdapat
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 3
kesalahan metodologis, dimana penggunaan korelasi Spearman tidak tepat
karena hubungan antara kualitas pelayanan dan loyalitas konsumen (nasabah)
adalah non-recursive. Adapun kesalahan metodologis pada penelitian
Picaulima (2001) terletak dari penggunaan analisis jalur yang menghubungkan
variabel independen dalam penelitian, padahal dari teori yang digunakan jelas
mengindikasikan tidak adanya korelasi antar variabel independen.
2. Penelitian dalam bidang kualitas pelayanan umumnya menggunakan model
analisis kesenjangan yang dikembangkan oleh Zeithaml et al. (1988: 535).
Dalam analisis kesenjangan, kualitas pelayanan merupakan produk akhir dari
serangkaian kesenjangan (gap) yang muncul dalam internal organisasi, yang
mana, tidak mengindikasikan kedudukan kualitas pelayanan sebagai variabel
anteseden bagi variabel lainnya. Hal ini dapat difahami dengan menyimak
pendapat Johnston dan Lyth dalam Brown et al. (1991: 179) “From a customer
perspective, the measure of service quality is usually referred to as customer
satisfaction”. Namun, Zeihaml et al. (1994: 12) dalam modelnya menempatkan
variabel kualitas pelayanan sebagai anteseden bagi loyalitas konsumen.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk mengkaji persoalan yang muncul di Perum Pegadaian, penulis akan
membatasi dengan menelaah loyalitas nasabah dan kualitas pelayanan.
Berdasarkan latar belakang, masalah krusial yang dapat diidentifikasi adalah
“Apakah terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian yang akan
dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap
loyalitas nasabah.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian diharapkan memiliki kegunaan:
1. Secara akademis, tambahan ilmu pengetahuan dalam bidang dan jasa dalam
kaitannya dengan loyalitas.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 4
2. Secara praktis, bagi praktisi bidang jasa, khususnya manajemen Perum
Pegadaian, sebagai bahan masukan bagi perencanaan pemasaran sebagai
bagian dari upaya meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
E. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
1. Kerangka Pemikiran
Jasa (service) adalah setiap kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan
sesuatu. Proses produksinya dapat terkait atau tidak dengan suatu produk fisik
(Kotler, 1991: 83).
Jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan barang (goods).
Zeithaml et al. (1985) menyatakan, karakteristik jasa adalah “intangibility, non-
standarization, inseparability of production and consumption”. Keunikan
karakteristik jasa membawa implikasi terhadap menajemen, karena menyebabkan
sulitnya penilaian konsumen terhadap kualitas jasa. (Lovelock, 1990:41)
Dalam menilai kualitas suatu pelayanan jasa, konsumen mendasarkan penilaian
pada dimensi-dimensi kualitas pelayanan. Studi literatur menunjukan adanya
berbagai dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas pelayanan.
Parasuraman et al. (1990: 26) mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat
lima dimensi yang digunakan yaitu tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, and empathy. Gronroos (1993: 41) menyatakan bahwa kualitas terdiri
atas dimensi-dimensi:
a. Technical quality yang mencakup Professionalism and skills.
b. Image yang mencakup Reputation and Credibility,
c. Functional quality yang mencakup Attitudes and behavior, Accessibility and
Flexibility, Reliability and Trustworthness, dan Recovery.
Mittal dan Lassar (1996) menyebutkan ada empat kriteria yaitu reliability,
responsiveness, personalization, dan tangibles.
Selain dimensi-dimensi di atas, terdapat pandangan memasukan harga sebagai
salah satu dimensi kualitas pelayanan. Menurut Murray (1991) dalam Bateson
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 5
(1992: 134), teori dan fakta menunjukan bahwa jasa lebih berisiko daripada
barang. Karena itu, dalam jasa, menurut Berry (1980) dalam Enis dan Cox (1984:
396) calon konsumen cenderung menggunakan harga sebagai indikator kualitas.
Menurut Eiglier dan Langeard (1977) dalam Enis dan Cox (1984: 396) dalam
ketidakadaan data secara material yang dapat digunakan untuk menilai jasa
mendorong harga sebagai indeks yang secara potensial penting bagi pengukuran
kualitas. Secara tegas, Zeithaml et al. (1990: 127) menyatakan bahwa harga harus
ditetapkan secara tepat karena merupakan sinyal bagi kualitas.
Pemahaman terhadap dimensi kualitas pelayanan bukan merupakan hasil akhir.
Menurut Fitzsimmons dan Fitzsimmons (1994: 198), keluaran akhir dari kualitas
pelayanan ditunjukan oleh pertanyaan: Apakah konsumen merasa puas?
Menurut Bateson (1992: 494), terdapat bukti yang cukup bahwa kualitas pelayanan
mendorong pembelian ulang (repeat purchases) dan juga menarik pelanggan baru.
Dari hasil studinya terhadap perusahaan kartu kredit, Reichheld dan Sasser (1990:
551) menemukan bahwa perusahaan dapat meningkatkan laba hampir 100%
dengan hanya mempertahankan sekitar 5% dari jumlah pelanggannya. Dari
penelitiannya, Reichheld dan Sasser (1990: 552) menyimpulkan bahwa sejalan
dengan peningkatan kualitas, semakin sedikit pelanggan yang memiliki alasan
untuk meninggalkan perusahaan.
Menurut Parasuraman et al. (1985), berbagai penelitian telah menunjukan adanya
manfaat stratejik dari kualitas dalam kontribusinya terhadap bagian pasar (market
share) dan tingkat atas pengembalian investasi (retun on investment).
Zeithaml et al. (1990: 9) menyatakan bahwa pelayanan yang sempurna
memberikan keuntungan karena menciptakan pelanggan sejati (true customers),
yaitu pelanggan yang merasa puas terhadap perusahaan setelah menikmati jasa,
pelanggan yang kembali akan menggunakan jasa perusahaan, dan memberikan
komentar yang positif mengenai perusahaan terhadap orang lain.
Dikaitkan dengan horison waktu, Buzzel dan Gale (1987) menyatakan bahwa
dalam jangka panjang, faktor tunggal terpenting yang mempengaruhi kinerja unit
bisnis adalah kualitas produk dan jasanya, relatif terhadap pesaing. Kualitas
memacu kinerja dalam dua cara:
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 6
1. Dalam jangka pendek, kualitas yang superior menghasilkan kenaikan laba
melalui premi harga.
2. Dalam jangka yang lebih panjang, kualitas yang superior merupakan cara
yang lebih efektif bagi pertumbuhan bisnis.
Berry dan Parasuraman (1991: 12) menyatakan bahwa kualitas pelayanan
mendorong komunikasi mulut-ke-mulut (word-of-mouth communications) yang
positif dan membantu perusahaan untuk menarik pelanggan baru, dan pelanggan
yang ada lebih terpuaskan. LaBarbera dan Mazursky (1983) dalam Bolton dan
Drew (1991) menyatakan bahwa kecenderungan pembeliang ulang merupakan
fungsi dari loyalitas pelanggan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, model analisis yang dapat dikembangkan
adalah sebagai berikut:
2. Hipotesis
Dalam penelitian ini, pelanggan/konsumen yang dimaksud adalah nasabah
Perusahaan Umu Pegadaian. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebut di
atas, hipotesis yang diajukan adalah “Kualitas Pelayanan Berpengaruh Positif
Terhadap Loyalitas Nasabah”.
F. RANCANGAN PENELITIAN
Cooper dan Emory (1995: 114) mengartikan rancangan penelitian sebagai:
1. Rencana untuk memilih sumber dan dan jenis informasi yang yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
2. Merupakan kerangka kerja untuk menetapkan hubungan antar variabel
yang diteliti.
3. Sebagai blueprint yang mendasari setiap prosedur.
Tata cara penyusunan rancangan penelitian akan mengacu pada Sekaran (2000).
Kualitas Pelayanan
Harga
Kepuasan Konsumen
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 7
Maksud Penelitian. Sekaran (2000) menggolongkan penelitian ke dalam
eksplorasi, deskripsi dan pengujian hipotesis. Maksud dari penelitian penelitian
yang akan dilakukan adalah pengujian hipotesis. Hipotesis yang diajukan “Kualitas
Pelayanan berpengaruh positif terhadap Loyalitas Nasabah”. Untuk kepentingan
analisis, hipotesis tersebut dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis penelitian yaitu:
Ho = Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh positif terhadap Loyalitas Nasabah.
H1 = Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Loyalitas Nasabah.
Hipotesis dapat dibagi ke dalam dua variabel, yaitu Kualitas Pelayanan sebagai
variabel independen dan Loyalitas Nasabah sebagai variabel dependen. Untuk
mempertajam analisis, kualitas pelayanan akan dibagi berdasarkan dimensi-
dimensinya (uraian selengkapnya disajikan pada Sub-Bab III Metodologi
Penelitian)
Jenis Penelitian. Sekaran (2000) membagi jenis penelitian ke dalam hubungan
kausal (causal relationship), korelasi (correlation), perbedaan kelompok (group
difference) dan ranking (ranks). Adapun jenis penelitian yang akan dilakukan
adalah studi korelasi. Studi korelasi berkenaan dengan asosiasi antar variabel
yaitu mengkaji pengaruh (influence) variabel terhadap variabel lainnya atau upaya
memprediksi suatu variabel terhadap variabel lainnya.
Unit Analisis. Menurut Sekaran (2000) unit analisis merupakan tingkat
pengelompokan data yang dikumpulkan. Unit analisis dapat berupa individual,
diadik, kelompok, organisasi, atau budaya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
data individual. Tiap nasabah (responden) diperlakukan sebagai sumber data
secara individual.
Horison Waktu. Sekaran (2000) membagi horison waktu ke dalam longitudinal
dan cross-section. Studi yang akan dilakukan bersifat cross-section, karena
penelitian hanya mengacu pada satu waktu (snapshot) tertentu.
Lokasi Penelitian. Penelitian yang akan dilakukan berlangsung di PERUM
PEGADAIAN Kantor Daerah Daerah IV Bandung
Jangka Waktu Penelitian. ……
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN JASA
Kotler (1991: 4) mendefinisikan pemasaran sebagai “A social and managerial
process by which individuals and group obtain what they need and want through
creating, offering, and exchanging product of value with other”.
Dari definisi tersebut di atas, produk yang bernilai merupakan sesuatu yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Stanton et al. (1991: 168)
mendefinisikan produk sebagai “Set of tangible and intangible atribute, including
packaging, color, price, quality and brand, services and reputation of the seller”.
Berdasarkan definisi tersebut, produk dapat merupakan sesuatu yang tidak
berujud yang mencakup jasa. Mengenai jasa itu sendiri, beberapa ahli
mendefinisikannya sebagai berikut:
1. A service is any act or performance that party can offer to
another that is essentially intangible and does not result in
ownership it’s production may or may not be tied to physical
product (Kotler, 1991: 455)
2. Service are indentifiable, essentially intangible activities that
are the main object of a transaction designed to provide want
satisfaction customers (Stanton et al., 1991: 486).
Berry dan Parasuraman (1992) mengartikan jasa dalam bentuk kontinum, “If the
source of a product’s core benefit is more tangible than intangible, it would be
considered a good, if the core benefit source is more intangible than tangible it
would be considered a service”.
Bateson (1992: 8) tidak secara tegas mendefinisikan jasa karena hanya
merupakan perbedaan semantik. Beliau menyatakan bahwa apa yang konsumen
beli adalah pengalaman (experience). Lebih jauh lagi, Bateson (1992: 503)
menyatakan bahwa “ In service, along with four P’s of product, promotion, place
and price, there is a fifth P that relates to them all: Performance”.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 9
B. KARAKTERISTIK JASA
Hampir semua barang yang dibeli disertai dengan kelengkapan jasa dan hampir
setiap pembelian jasa juga disertai dengan kemudahan memperoleh barang.
Meskipun demikian, jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan
barang (goods). Dalam artikelnya, Berry (1980: 393) mengemukakan ada tiga
karakteristik jasa yaitu:
1. More intangible than tangible
2. Simultaneous production and consumption
3. Less standardized and uniform
Kotler (1991: 457) menyebutkan empat karakteristik jasa, yaitu:
1. Intangibility. Unlike physical product they can not be seen, tasted, felt, heard, or
smelled before the bought.
2. Inseparability. Service are typically produced and consumed at the same time.
3. Variability. Service are highly variable, since they depend on who provides them
and when and where they are provide.
4. Perishability. Service can not be store.
Berry (1980: 393) menguraikan bahwa barang merupakan sebuah objek, alat atau
sebuah benda (object, device, a thing), sedangkan jasa merupakan perbuatan,
kinerja atau sebuah usaha (a deed, a performance an effort). Barang dibeli untuk
dimiliki, jasa dikonsumsi tetapi tidak dimiliki. Meskipun sebagian besar jasa
didukung oleh faktor barang, pada esensinya apa yang dibeli merupakan kinerja
(performance).
Secara umum, barang diproduksi, dijual dan dikonsumsi, sedangkan jasa
diproduksi dan dikonsumsi dalam jangka waktu sama (Berry, 1980: 393). Selain
itu, penghasil jasa sering hadir secara fisik pada saat konsumsi berlangsung
(Gronroos, 1990: 29)
Menurut Berry (1980: 393), jasa cenderung sampai sejauh mana keluaran
didasarkan pada people-based atau eqipment-based. Keluaran jasa yang lebih
cenderung people-based kurang terstandarisasi dan kurang seragam
dibandingkan dengan equipment-based. Karena itu, keluaran cenderung bersifat
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 10
heterogen dan merupakan potensi bagi munculnya variabilitas kinerja jasa yang
tinggi (Zeithaml et al., 1985:49).
C. PENDEKATAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
Uniknya karakteristik jasa menyebabkan sulitnya pemahaman konsumen terhadap
kualitas jasa. Sifat intangibility dari jasa menyulitkan konsumen dalam menilai
suatu jasa (Gronroos, 1990: 29), dibandingkan dengan barang (Parasuraman dan
Berry, 1992: 7).
Sifat variability atau kurangnya standarisasi memungkinkan persoalan penting
dalam jasa, yaitu bagaimana menjaga kualitas yang dirasakan konsumen secara
merata (Gronroos, 1990: 7). Karakteristik inseparability menyulitkan pihak
manajemen untuk melakukan intervensi terhadap kualitas sebelum jasa dijual atau
dikonsumsi (Gronroos, 1990: 7).
Jasa merupakan kinerja, dan tidak dapat disimpan (perishable). Karena itu,
menurut Zeithaml et al. (1985: 50), usaha jasa sering menemui kesulitan untuk
mensinkronkan penawaran dan permintaan. Kadang-kadang terlalu banyak
permintaan yang muncul, kadang-kadang terlalu sedikit permintaan yang muncul.
Chase dan Bowen dalam Brown et al. (1991: 159-160) menyatakan bahwa
terdapat tiga altenatif pendekatan terhadap kualitas pelayanan yaitu attribute
theory, customer satisfaction theory, dan interaction theory.
a. Attribute theory mengasumsikan, kualitas pelayanan terutama
mencerminkan atribut dari sistem penawaran jasa (service
delivery system). Attribute theory merupakan penerapan
kerangka kerja kualitas produk terhadap jasa. Perspektif
attribute theory dalam kualitas pelayanan mengasumsikan
bahwa manajemen memiliki kontrol yang substansial terhadap
input yang merupakan atribut, dan atribut tersebut (input)
dihubungkan dengan kualitas pelayanan. Attribute theory
menempatkan pentingnya aspek teknis produksi.
b. Customer satisfaction theory memperlakukan kualitas
pelayanan sebagai fenomena perseptual yang diidentifikasi
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 11
melalui sudut pandang konsumen. Arti, definisi, dan penilaian
kualitas pelayanan didasarkan pada persepsi konsumen.
Sebagai contoh, Gronroos (1990: 36) mendefinisikannya
sebagai kualitas yang dirasakan oleh konsumen.
c. Interaction theory mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai
pengalaman yang dimiliki oleh seluruh partisipan dalam
service encounter. Pengalaman konsumen berkaitan dengan
pengalaman contact employee. Kualitas pelayanan muncul
melalui kebutuhan mutualisma antara konsumen dan pegawai.
D. DIMENSI-DIMENSI KUALITAS PELAYANAN
Menurut Gronroos (1990: 36), kualitas adalah apa yang konsumen katakan. Hal ini
bermakna bahwa kualitas hendaknya dilihat dari sudut pandang konsumen,
konsumenlah yang menentukan kualitas. Bagaimana konsumen menilai kualitas
pelayanan suatu jasa, konsumen mendasarkan pada dimensi-dimensinya.
(Ziethaml et al., 1990: 21) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi kualitas
pelayanan, yaitu:
1. Tangibles, are those factors that the customer can see, hear,
and touch. Tangibles include physical environment, the
facilities and the appereance of the contact personnel.
2. Reliability, is ability to perform the promised service
dependably and accuraratelly.
3. Responsiveness, is willingness to help customers and provide
promp service.
4. Assurance, are knowladge and courtessy of employes and
their ability to convey trust and confidence
5. Empathy, can also described as human touch
Pendapat lain dikemukakan oleh (Gronroos, 38-39) yang menyatakan terdapat
enam dimensi kualitas pelayanan yaitu:
d. Professionalism and skills. Kriteria yang pertama ini
merupakan oucomes-related criteria, dimana konsumen
menyadari bahwa penyedia jasa (service provider),
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 12
karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah konsumen secara profesional.
e. Attitudes and behavior. Kriteria ini adalah process-related
criteria. Konsumen merasa bahwa karyawan perusahaan
(contact personnel) menaruh perhatian terhadap mereka dan
berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka
secara spontan dan senang hati.
f. Accessibility and Flexibility. Termasuk dalam process-related
criteria. Konsumen merasa, penyedia jasa, lokasi, jam kerja,
karyawan dan sistem operasionalnnya, dirancang dan
dioperasikan sedemikian rupa sehingga konsumen dapat
melakukan akses dengan mudah, selain itu juga dirancang
agar dapat bersifat fleksibel dan menyesuaikan terhadap
permintaan dan keinginan konsumen.
g. Reliability and Trustworthiness. Termasuk dalam process-
related criteria. Konsumen memahami bahwa apapun yang
terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya
kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
h. Recovery. Merupakan process-related criteria. Konsumen
menyadari, bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan, meka penyedia jasa akan segera
mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan
mencari pemecahan yang tepat.
i. Reputation and Credibility. Kriteria ini merupakan image-
criteria. Konsumen menyakini bahwa operasi dari penyedia
jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan
yang sesuai dengan pengorbanannya.
Mittal dan Lassar (1996) menyebutkan ada empat kriteria yaitu reliability,
responsiveness, personalization, dan tangibles.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 13
Selain dimensi-dimensi tersebut di atas, secara eksplisit maupun implisit terdapat
pandangan yang memasukan harga sebagai dimensi kualitas pelayanan. Harga
merupakan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh produk lainnya
(Stanton, 1991).
Dilihat dari perpektif penyedia jasa, proses penetapan harga merupakan faktor
yang krusial. Menurut Bateson (1992: 336), faktor penting dalam penetapan harga
adalah pengakuan mengenai bagaimana konsumen menerima harga. Selanjutnya
Bateson (1992: 336) menyatakan, harga merupakan indikator dari pengorbanan
yang bisa berarti positif atau negatif. Negatif berarti adanya pengurangan dalam
permintaan dan positif berarti adanya kenaikan dalam permintaan.
Berbeda dengan barang (goods), jasa memiliki sifat inseperabilty yaitu proses
konsumsi jasa bersamaan waktunya dengan proses operasi (pembentukan) jasa
(Kotler, 1997; 83). Dalam posisi demikian, konsumen mengalami ketidakpastian
(uncertainty) yang berarti adanya risiko. Menurut Murray (1991) dalam Bateson
(1992: 134), teori dan fakta menunjukan, jasa lebih berisiko daripada barang.
Karena itu, dalam jasa, menurut Berry (1980: 396) calon konsumen cenderung
menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Menurut Eiglier dan Langeard
(1977) dalam Berry (1980: 396) dalam ketidakadaan data secara material yang
dapat digunakan untuk menilai jasa mendorong harga sebagai indeks potensial
penting bagi pengukuran kualitas. Harga memainkan peranan penting dalam
pembentukan ekspektasi konsumen dalam jasa (Zeithaml et al., 1990: 19-20).
Menurut Zeithaml (1988) dalam Zeithaml et al. (1990: 127), jika keluaran jasa sulit
untuk dinilai sebelum pembelian, konsumen menggunakan harga sebagai petunjuk
bagi kualitas. Secara tegas, Zeithaml et al. (1990: 127) menyatakan, harga harus
ditetapkan secara tepat karena merupakan sinyal bagi kualitas.
E. KEPUASAN KONSUMEN
Dalam suatu usaha/bisnis, penjualan produk jasa diperoleh dari dua
kelompok,pelanggan baru dan/ atau mempertahankan pelanggan lama, melalui
upaya pemenuhan kebutuhan.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 14
Dalam bisnis yang berorientasi kepada pasar, upaya memenuhi kebutuhan
pelanggan dalihat dari sisi pelanggan, bukan dari sisi perusahaan. Dilihat dari
pelanggan, kunci keberhasilan perusahaan terletak pada kepuasan pelanggan.
Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai “The attitude formed toward a good or
service as a result of the purchase” (Mowen, 1993 ; 457).
Dalam literatur ilmu pemasaran, upaya untuk memahami kepuasan pelanggan
dikenal beberapa pendekatan yaitu equity theory, attribute theory, interaction
theory dan customer satisfaction theory. Menurut J.S. Adams, “ Equity Theory
holds that people will analize the exchange between themselves and other parties
to determine that it is equitable or fair” (Mowen, 1993 : 462).
Pendapat lain dikemukakan oleh Richard B. Chase dan David E. Brown yang
menyatakan bahwa : “ The attribute theory that service quality primarily reflect the
attributes of the service delivery system ; interaction theory define service quality
as a shared experience of gain by all participant in the service encounter; customer
satisfaction theory treats service quality as a perceptual phenomena identified
through the eyes of the customer” (Brown, Gummessom, Edvardsson and
Gustavsson, 1991 : 157).
Melalui pendekatan customer satisfaction, keterkaitan antara kualitas pelayanan
dengan kepuasan pelanggan adalah “A function of the cloness between the
buyer’s product expectation and the product’s perceived performance” (Kotler,
1991 : 187). Pendapat senada dikemukakan Mowen bahwa “The difference or gap
between expectation and actual performance may influence customer perception
with the overal quality as well as their satisfaction with the overall transaction”
(Mowen, 1993 : 461).
Dari dua pendapat diatas, secara konseptual terdapat suatu pola hubungan
tertentu antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan. Dalam kaitannya
tersebut, menurut Kotler “ The larger the gap, the larger/ the greater disatisfaction”
(Kotler, 1991 : 187). Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar
kesenjangan maka semakin besar juga ketidakpuasan.
Pelanggan yang puas bukan saja akan membentuk loyalitas tapi juga sebagai
sarana promosi perusahaan. Kuatnya hubungan antara kualitas pelayanan dengan
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 15
kecenderungan pelanggan untuk menganjurkannya pada pihak lain, berdasarkan
hasil penelitian Zeithsml, Parasuraman dan Berry menyatakan “The data reveal a
strong association between customer perception of a firm’sservice quality and their
inclination to recommend that firm to other needing service” (Brown, Gummessom,
Edvardsson and Gustavsson, 1991 : 267).
Sedangkan pola hubungan antara kualitas pelayanan dengan kecenderungan
pembelian ulang menurut Gronroos “If the firm fail to render an acceptable service
offering, the perceived service quality may not be good enough and the customer
does not return” (Bateson, 1992 :494). Pendapat senada dikemukakan pada buku
yang sama “ There is simple evidence to sugest that quality can deliver repeat
purchases” (Bateson, 1992 : 191).
Secara keseluruhan, John Tschohl mengaitkan antara kualitas pelayanan dengan
kepuasan pelanggan sebgai berikut : “ The generally purpose of quality service is
costomer maintanance, customer retention and customer development. This
objective is achieved by satisfaying customer who than recommed your company
to friends, relative and ecquaintance and who, by their comments develop augment
your positive reputation in the marketplace” (Tschohl, 1991 : 16).
Menurut Philip Kotler (1997 : 19), pelanggan yang puas akan menunjukkan
perilaku yang dengan sendirinya merupakan ukuran kepuasan pelanggan sebagai
berikut :
1. Melakukan pembelian ulang
2. Menjadi lebih setia
3. Memberikan komentar yang menguntungkan tentang perusahaan dan
produknya
4. Membeli lebih banyak jika perusahaan memperkenalkan produk baru dan
menyempurnakan produk yang sudah ada
5. Kurang memberikan perhatian pada merek dan iklan pesaing dan kurang
sensitif terhadap harga
6. Memberikan gagasan produk/jasa pada perusahaan
7. Membutuhkan biaya pelayanan yang lebih kecil dari pada pelanggan baru
karena transaksi menjadi rutin.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 16
F. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PELANGGAN
Kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan memberikan atau
tidak memberikan unjuk kerja (manfaat nyata). Misalnya pelanggan telah
berkeyakinan apabila mereka memasuki rentoran Mcdonald, mereka akan
mendapat makanan, pelayanan, dengan mutu tinggi yang dimana-mana sama,
tidak peduli lokasi tempat berdirinya restoran tersebut.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis,
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas
pelanggan serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of
mouth) yang menguntungkan perusahaan.
Kotler mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang tidak
senangnya seseorang setelah membandingkan kinerja (pelayanan atau hasil) yang
dia rasakan dibanding dengan harapannya (1997 : 40). Sedangkan harapan
sendiri (expected service) dibentuk dan dipengaruhi oleh bebrapa faktor, antara
lain pengalaman/penggunaan di masa lalu (past experience), kebutuhan pribadi
pelanggan (personal needs), opini teman dan kerabat (word of mouth
communication), serta informasi dan janji-janji perusahaan serta pesaing. Dengan
demikian tingginya tingkat kepuasan pelanggan dapat diukur dengan
membandingkan antara expected service dengan perceived service.
G. DEFINISI LOYALITAS
Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan
untuk membentuk loyalitas, perlu mengetahui definisi dari loyalitas di bawah ini.
Definisi loyalitas menurut Oliver (1996 : 392), adalah sebagai berikut : “Customer loyalty is a deeply held commitmnet to rebuy or repatronize a preferred
or service consistently in the future, despite situasional influences and marketing
efforts having the potential to cause switching behavior”.
Sedangkan Griffin (1995 : 4) mengatakan, loyalty is defined as non random
purchase exppressed over time by some decision making unit.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 17
Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku
yang ditunjukan drngan pembelian rutin, didasarkan pada unit pengambilan
keputusan.
Selanjutnya Griffin (1995 : 13) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang
akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain :
1. Mengurangi biaya pemasaran (biaya menarik konsumen baru lebih mahal)
2. Mengurangi biaya transaksi (biaya negosiasi kontrak, pemrosesan peranan, dll)
3. Mengurangi biaya turn over konsumen (pergantian konsumen lebih sedikit)
4. Meningkatkan penjualan silang, akan memperbesar pangsa pasar perusahaan
5. Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal
juga berarti mereka yang merasa puas
6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti penggantian, dll).
H. KARAKTERISTIK LOYALITAS KONSUMEN Memiliki konsumen yang loyal adalah tujuan semua perusahaan. Tetapi
kebanyakan dari perusahaan tidak mengetahui bahwa loyalitas konsumen dapat
dibentuk melalui bebrapa tahapan. Mulai dari mencari calon konsumen potensial
sampai dengan advocate customers yang akan membawa keuntungan bagi
perusahaan.
Konsumen yang loyal merupakan asat yang tak ternilai bagi perusahaan, karena
karakteristik dari konsumen yang loyal menurut Griffin (1995 : 31) antara lain :
1. Melakukan pembelian secara teratur
2. Membeli diluar pruduk/jasa
3. Menolak produk lain
4. Menunjukkan kekebalan daya tarik pesaing (tidak mudah terpengaruh oleh
daya tarik produk/jasa sejenis dari pesaing).
I. TINGKAT LOYALITAS KONSUMEN Untuk menjadi konsumen yang loyal, seseorang harus melalui beberapa tahapan.
Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda
untuk masing-masing tahap, karena setiap tahapan mempunyai kebutuhan yang
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 18
berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan
dalam setiap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk
membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal dan klien perusahaan.
Hill (1996 : 60) menjelaskan bahwa tingkatan loyal terbagi atas enam tingkat
seperti terungkap dibawah ini :
For our purchases, can define six loyalty levels and these are discussed below :
Suspects. This segmen includes all the buyers of the product service cattegory
in the marketplace. Suspect are either unaware of your organization’s product
or service or have no inclination to purchase it.
Prospects. Prospect are potential customer who have some attraction toward
your organization but have not yet taken to step of doing business whith you.
Customer. Typically a one-of purchaser of your product (although the category
may include some repeat buyers) who has no feeling of loyalty towards your
organization.
Clients. Repeat Customers who have positive feeling of loyalty towards your
organization but who support is passive rather than active, alty towards your
organization.
Advocates. Clients who actively support your organization by recomending it to
others.
Partners. A partnership is the srongest from of customer supplier relationship
whice is sustainned both parties see it as mutually beneficial.
Untuk lebih jelas, berikut ini digambarkan mengenai piramida tentang tahapan
loyalitas konsumen.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 19
Gambar : The Loyalty Pyramid
Sumber : Hill (1996 : 60)
Griffin (1195 : 35 ) menyatakan, tahap-tahap tersebut adalah :
1. Suspects
Meliputi semua prang yang mungkin akan membeli barang/ jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspect karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan barang/jasa yang ditawarkan.
2. Prospects
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang/jasa tersebut padanya.
3. Disqualified Prospects
Yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang/jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut.
4. First Time Customers
Yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen yang baru.
5. Repeat Customers
Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk/jasa sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk/jasa yang sama sebanyak dua kali atau membeli dua macam produk/jasa yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.
6. Clients
Clients membeli semua barang/jasa yang ditawarkan, yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah
Partners
Clients
Advocates
Suspects
Customers
Prospects
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 20
kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan persaingan produk lain.
7. Advocates
Seperti layaknya klien, advocates membeli seluruh barang/jasa yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman-teman mereka yamg lain agar membeli barang/jasa tersebut. Ia membicarakan tentang barang/jasa tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut.
Untuk lebih jelas gambar profit Generator System dibawah ini :
Gambar : Profit Generator System
Sumber : Griffin (1995 : 36)
Kerja profit generator system adalah sebagai berikut :
Perusahaan memasukan seluruh suspect kedalam sistem pemasarannya, dan
para suspect ini kemudian akan tersaring menjadi qualified prospects. Disqualified
prospect ini dikeluarkan dari sitem, sementara para qualified prospects dimasukan
ke prosews selanjutnya.semakin cepat memasukan disqualified prospects semakin
menguntungkan bagi perusahaan karena mereka hanya akan menghabiskan
uang dan waktu saja. Para qualified prospects kemudian difokuskan untuk
menjadi first time buyers, setelah itu mereka didorong untuk menjadi repeat
customers, dan selanjutnya loyal clients dan yang paling akhir dan menjadi tujuan
dari kegiatan nya yaitu menjadikan mereka sebagai advocates bagi perusahaan.
Para advocates ini akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan, karena
First TimeCustomerProspect Repeat
CustomerClients /
Advocate Profit
DisqualifiedProspect
Inactive Customer/Clients
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 21
selain mereka menjadi konsumen perusahaan mereka juga mempengaruhi orang
lain agar membeli produk dari perusahaan.
Masih dari gambar diatas, terlihat adanya inactive customers clients. Mereka
adalah orang-orang yang menjadi first time buyers atau repeat customers atau
clients, yang tidak akan kembali lagi. Hal ini harus diperhitungkan karena setiap
perusahaan akan kehilangan sebagian dari mereka dan berarti kerugian pila bagi
perusahaan.
1. Dari Suspect ke Qualified Prospects Menurut Griffin (1995 : 54), untuk mencari siapa saja yang akan menjadi qualified
prospects diantara para suspects, perusahaan harus menjawab ketiga pertanyaan
dibawah ini :
a. Siapa Sasaran Perusahaan ?
Bagaimana mengidentifikasikan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang
akan membeli produk/jasa perusahaan. Untuk dapat mengidentifikasikan dan
menyeleksi siapa yang akan menjadi sasaran perusahaan, dibawah ini
merupakan 10 langkah untuk menyeleksi :
Survei Pasar keseluruhan
Identifikasi seluruh tipe dan kategori pasar, baik individu industri dan
pihak lainnya yang mungkin menggunakan produk/jasa perusahaan.
Segmentasi pasar
Segmentasi daftar pasar potensial tersebut ke dalam kelompok-
kelompok yang memiliki karakteristik yang sama. Misalnya berdasarkan
profesi atau untuk industri berdasarkan produk yang dihasilkan.
Analisa Pasar
Cari informasi yang selengkap mungkin untuk setiap kelompok yang
telah dibuat. Analisa apa yang akan menjadi kebutuhan mereka, apa
keinginan mereka, apa yang mereka takutkan, dan pada siapa mereka
membeli produk yang similar dengan produk/jasa perusahaan. Data
tersebut akan berguna bagi perusahaan mengevaluasi berapa besar
potensi mereka dan bagaiman cara menjual pada mereka.
Pelajari Kondisi Persaingan
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 22
Pelajari bagaimana perusahaan pesaing melakukan penjualan.
Meskipun tidak ingin meniru cara pesaing, perusahaan harus
mengetahui apa saja yang sedang terjadi di pasar. Hal ini akan
membantu perusahaan didalam memutuskan cara untuk memasuki
pasar.
Menyusun Peringkat Pasar
Susun peringkat pasar berdasarkan prioritas. Misalnya, pasar utama
adalah segmen pasar yang paling mudah dicapai dengan investasi yang
paling rendah serta harapan tingkat pengembalian yang paling tinggi.
Lakukan Analisa Pasar yang Mendalam Untuk Pasar Peringkat Atas
Cari informasi sedalam mungkin mengenai pasar yang berbeda di
peringkat atas, mulai dari apa saja yang mereka baca (surat kabar,
majalah), apa yang memancing kepedulian mereka serta cara berpikir
mereka.
Analisa Alat Pemasaran yang Paling Efektif
Bila pasar yang ada lebih terfokus dan lebih kecil ukurannya, akan lebih
efektif apabila dilakukan pemasaran yang bersifat individual secara
langsung atau direct marketing (direct mail, telemarketing atau personal
selling). Sedangkan bila pasar lebih luas dan homogen, pemasaran
masal seperti iklan televisi, surat kabar dan radio akan lebih efektif.
Lakukan Uji Pasar
Untuk menentukan apa saja yang akan dilakukan, ada baiknya suatu uji
pasar terhadap beberapa orang prospek dari masing-masing pasar
potensial. Hal ini akan mempermudah melakukan penjualan dan juga
merupakan pendekatan yang paling baik untuk mengetahui reaksi pasar
potensial yang dimiliki perusahaan.
Analisa Hal-hal yang dapat Dilakukan
Misalnya dalam menetapkan ramalan dan kuota penjualan, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah kontak yang diperlukan,
rata-rata kontak telepon yang dapat dilakukan oleh tenaga penjual, serta
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 23
nilai penjualan per periode. Hal-hal tersebut membantu perusahaan
untuk merencanakan penjualan secara lebih realistis serta menghindari
pengharapan yang berlebihan.
Pilih Pasar Sasaran
Tetapkan pilihan dan anggaplah seleksi pasar sasaran ini sebagai
pertanyaan yang harus secara terus-menerus diajukan untuk mencari
peluang pasar-pasar baru.
b. Bagaimana memposisikan produk/jasa perusahaan ?
Setelah mengidentifikasi pasar sasaran, langkah selanjutnya adalah
merancang dan mengkomunikasikan pesan untuk para prospek. Memposisikan
produk/jasa dapat dilakukan melalui iklan. Peran iklan menjadi sangat penting
apabila dapat membeli informasi yang dibutuhkan oleh pasar sasaran.
Sebgaian orang percaya bahwa iklan yang baik akan mampu mengubah
persepsi seseorang mengenai sesuatu hal.
c. Bagaimana untuk menjaring prospek yang potensial ?
Bagaimana cara untuk memisahkan prospek yang potential dan tidak potential
? Perlu penelitian yang lebih jauh untuk menemukan jawabannya. Prospek
potensial adalah merka yang :
a. Memiliki masalah yang dapat perusahaan selesaikan (memiliki kebutuhan)
b. Memiliki keinginan untuk mengatasi masalahnya (apa yang diinginkannya)
c. Mempunyai dan keinginan untuk membeli produk/jasa untuk memenuhi
kebutuhan tersebut
d. Memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan pada saat tertentu.
2. Dari Qualified Prospect ke First Time Buyer Sebuah survey yang dilakukan oleh Sales dan Marketing Management
menyatakan bahwa seorang sales rata-rata membutuhkan tujuh kali kontak samapi
seorang prospek melakukan pembelian yang pertama. Namun Griffin (1995 : 89)
menyatakan yang terpenting untuk diingat adalah seorang prospek atau calon
pembeli membutuhkan seorang sales yang jujur dan dapat dipercaya, yang
mampu mendiagnosa masalah yang ia hadapi dan menawarkan pemecahan untuk
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 24
masalah tersebut. Memang dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun
kepercayaan, akan tetapi setelah kepercayaan itu tumbuh, akan membawa
keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, yang tak kalah
pentingnya adalah belajar dari kegagalan masa lalu, karena hal tersebut
merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam meningkatkan cara-cara
menjual pada konsumen serta membangun loyalitas konsumen.
Singkatnya, empat langkah yang perlu diperhatikan untuk mendorong prospek
untuk menjadi First time buyer, yaitu :
a. Mendengarkan segala keluhan mereka
b. Mendiagnosa permasalahan mereka
c. Menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut
d. Belajar dari kegagalan masa lalu.
3. Dari Qualified Prospect ke First Time Buyers Sebuah survey yang dilakukan oleh sales dan marketing management
menyatakan, seorang sales rata-rata membutuhkan tujuh kali kontak sampai
seorang prospect melakukan pembelian pertama. Namun Griffin (1995:89)
menyatakan yang terpenting untuk diingat adalah seorang prospect atau calon
pembeli membutuhkan seorang sales yang jujur dan dapat dipercaya, yang
mampu mendiagnosa masalah yang ia hadapi dan menawarkan pemecahan untuk
masalah tersebut. Memang dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun
kepercayaan yang telah tumbuh yang akan membawa keuntungan jangka bagi
perusahaan. Yang tak kalah pentingnya adalah belajar dari kegagalan masa lalu,
karena hal itu merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam meningkatkan
cara-cara menjual pada konsumen serta membangun loyalitas konsumen.
Singkatnya, empat langkah yang perlu diperhatikan untuk mendorong prospek
menjadi first time buyers yaitu:
a. Mendengarkan segala keluihan mereka
b. Diagnosa permasalahan mereka
c. Menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut
d. Belajar dari kegagalan masa lalu.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 25
4. Dari Fisrt Time Buyers ke Repeat Customers Tidak sedikit dari first time buyers yang tidak kembali untuk melakukan pembelian
kedua. Griffin (1995:108) menyatakan empat hal yang membuat mereka tidak
kembali, yaitu
a. Mengalami masalah.
Bila first time buyers mengalami masalah pada 3-6 bulan setelah pembelian
pertama ia akan berpikir bahwa situasi tersebut akan terjadi setiap saat.
Adanya masalah akan memperburuk hubungan dan juga kesempatan
penjualan dimasa yang akan datang.
b. Tidak ada sistem pelayanan formal.
Sebuah perusahaan yang telah menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun untuk menarik konsumen baru, seringkali mengalami
kegagalan dalam mempertahankan konsumen, karena belum adanya sistem
pelayanan yang formal (kepastian akan pesanan seseorang telah diproses)
dapat membawa ketidakpuasan bagi mereka.
c. Hilangnya komunikasi dengan pengambilan keputusan.
Organisasi atau perusahaan sering berkomunikasi dengan para pengambilan
keputrsan pada konsumen bisnis. Mereka biasanya tidak berkomunikasi
dengan pemakai atau pembeli teknis. Maka bila berkomunikasi dengan
pengambil keputusan tersebut tidak berlanjut. Perusahaan akan menghadapi
resiko kehilangan konsumen.
d. Mudah untuk kembali pada perusahaan lama.
Bila si konsumen masih melakukan pembelian dari perusahaan lama, ia akan
mudah kembali keperusahaan itu apabila mengalami masalah dengan
perusahaan kita.
Setiap pembelian menimbulkan konsekuensi bagi seorang pembeli. Konsekuensi
ini terjadi akibat dari perilaku konsumen yang disebut sebagai pengevaluasian
kembali setelah pembelian. Setiap pembeli mempunyai sejumlah harapan. Setelah
melakukan pembelian, pembeli membandingkan apa yang mereka terima dengan
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 26
apa yang mereka harapkan (terjadinya kesesuaian antara Expectacy dengan
reality/experience). Jika perbandingan tersebut menguntungkan, si pembeli dapat
dikatakan puas. Tapi jika tidak, maka dikatakan tidak puas.
First time buyers dapat dikatakan sebagai “trier” atau pencoba. Mereka mencoba
jasa baru. Akan terjadi persepsi tentang kualitas dimana tingkat kepuasan mereka
akan mempengaruhi keputusan mereka untuk pembelian ulang. Perasaan puas
dari first time buyers memperbesar kemungkinan bahwa seseorang akan membeli
kembali. Pembelian ke dua menjadi penting sebab menunjukan perubahan dari
pembelian pertama. Pada pembelian kedua ini, pembeli mebuat keputusan bahwa,
pembelian mereka berdasarkan perilaku membeli non-acak atau non-random.
Artinya pembeli melangkah ke proses pembelian ulang dengan menunjukan
referensi mengenai apa dan siapa pembelinya. Preferensi ini diperoleh dari
pengalaman pembelian pertama yang positif.
Pada sisi lain ketika harapan tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidak puasan.
Ketidakpuasan menurut Griffin (1995:116) didefinisikan sebagai derajat perbedaan
antara hubungan dengan kenyataan yang diterima. Ketika terjadi kesenjangan
tersebut pembeli akan mengalami dengan apa yang disebut ketidakkonsistenan
atau dissonance. Derajat disonansi dtentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Semakin penting suatu keputusan, semakin besar disonansi.
b. Semakin banyak pertimbangan alternatif sebelum membeli, semakin besar
dissonansi.
c. Semakin besar kemungkinan ditolak, semakin besar disonansi.
d. Semakin sering membeli produk atau merek tersebut, semakin kecil disonansi.
e. Semakin sulit diubah keputusannya, seakin besar disonansi.
Kemudian Griffin (1995:121) menyatakan empat belas hal yang harus diperhatikan
agar first time buyers melakukan pembelian ulang:
a. Tidak lupa mengucapkan terima kasih setelah transaksi terjadi
b. Meminta umpan balik dari mereka dan memberikan respon dengan segera.
c. Gunakan surat yang tidak mendoktrin. Maksudnya, surat yang berisi tentang
cara-cara menggunaka produk/jasa tanpa sifat menggurui.
d. Tingkatkan nilai secara terus menerus
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 27
e. Menyusun data base konsumen
f. Komunikasi secara terus menerus
g. Memberikan gambaran tentang kepemilikan
h. Mengubah pembelian ualng menjadi pelayanan
i. Memperlakukan biaya pelayanan untuk konsumen sebagai investasi bernilai
j. Menjamin komunikasi dengan pengambilan keputusan
k. Mengembangkan komunikasi dengan pengambilan keputusan
l. Mengembangkan promosi untuk konsumen baru
m. Menawarkan garansi produk
n. Mengembangkan promosi nilai tambah produk.
5. Dari Repeat Customers ke Loyal Client
Bagaimana sebuah perusahaan dengan segala kebijakannya, dapat
meningkatkan repeat customer menjadi loyal clients dan menjaga agar mereka
agar tetap loyal. Perusahaan harus memberikan nilai (value) yang didefinisikan
oleh konsumen sebagai perubahan, peningkatan atau perbaikan barang/jasa inti
untuk meningkatkan pelayanan konsumen mereka.
Meskipun konsep nilai ini bukanlah hal yang baru, namun yang penting adalah
bagaimana pelayanan konsumen atas kosep tersebut. Dahulu, konsumen
memandang nilai sebagai kombinasi dari harga dan kualitas. Pada tahun 1990-an
konsumen telah memperluas definisi nilai, seperti realibilty (keandalan),
kenyamanan berbelanja dan pelayanan purna jual.
Perusahaan yang berupa untuk meningkatkan posisi kepemimpinan mereka
selama sepuluh tahun ke belakang, telah mencapai keberhasilan melalui
pendalaman atas fokus bisnis dan menyampaikan salah satu nilai dari tiga nilai
yang ada:
a. Operastional excellence (Kecanggihan operasional). Artinya, perusahaan
mampu menyediakan produk/jasa yang handal dengan harga bersaing dan
dengan kesulitan membeli yang minimum.
b. Customer Intimacy (kedekatan dengan konsumen). Mensegmentasi dan
menetapkan pasar sasaran dengan presisi yangb tepat dan kemudian
menyesuaiankan presisi tersebut dengan permintaan pasar. Dua faktor
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 28
penting untuk perusahaan adalah pengetahuan tentang konsumen dan operasi
yang flexsibel. Kombinasi kedua faktor tersebut memungkinkan respon yang
cepat terhadap keinginan konsumen dan permintaan khusus mereka.
c. Product Leadership (Kepemimpina Produk). Menyediakan konsumen dengan
produk/jasa terbaik yang menyebabkan produk/jasa pesaing menjadi tidak
terpakai.
Griffin (1995:141) menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
merumuskan strategi untuk mengubah repeat customers menjadi loyal clients
adalah:
a. Meriset Konsumen
Loyalitas sesungguhnya bukanlah seperti apa yang dipikirkan oleh konsumen
yaitu loyalitas diukur oleh kebiasaan membeli yang terikat dengan barang/jasa
tertentu. Tujuan dari riset konsumen adalah untuk mengetahui siapa kosumen
terbesar, apa yang mereka beli dan mengapa mereka loyal. Informasi ini
penting untuk merencanakan bagaimana meningkatkan loyalitas konsumen.
Kebanyakan perusahaan tidak tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut, meskipun untuk memeperolehnya tidaklah terlalu sulit. Perusahaan
dapat meneliti kebiasaan konsumen dalam membeli dengan memeriksa catatan
belanja dan mengevaluasi pola-pola tertentu, seperti jumlah kunjungan dan
perbandingan dari tahun ke tahun atas barang/jasa yang dibeli.
Perusahaan harus dapat menjawab dua pertanyaan di bawah ini:
Siapa pembeli terbaik perusahaan dan apa yang mereka beli?
Urutan konsumen berdasarkan jumlah uang yang dikeluarkan dan volume
unit
Mengapa mereka membeli?
Mencari tahu alasan mengapa mereka membeli untuk menentukan apa
penyebab mereka loyal
b. Membuat Hambatan Agar Konsumen Tidak Berpindah
Dengan memahami siapa konsumen perusahaan, apa yang mereka beli dan
mengapa mereka membeli, akan memberikan gambaran untuk melangkah ke
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 29
alat loyalitas selanjutnya, yaitu membuat hambatan agar konsumen tidak
pindah ke produk lain.
Ada tiga hambatan, yaitu:
Hambatan Fisik. Yaitu denga menyediakan hambatan fisik yang dapat
memberikan nilai tambah bagi konsumen. Misalnya, pada perusahaan biro
yang memberikan pelayanan pelayanan resevasi tiket 24 jam.
Hambatan psikologis. Dengan menciptakan persepsi dalam pikiran
konsumen suapay ia bergantung pada barang/jasa perusahaan.
Hambata Ekonois. Dengan memebrikan insentif bagi konsumen yang
menguntungkan secara ekonomis. Misalnya, dengan memberikan diskon
atau potongan harga.
c. Melatih dan memotivasi staff untuk loyal
Karyawan dan staf merupakan factor penting untuk membangun loyalitas
konsumen. Bila perusahaann akan melakukan hal itu, ikut serta mereka dalam
proses tersebutdan beri pelatinhan. Informasi dukungan dan imbalan agar
mereka melakukan hal tersebut.
d. Pemasaran untuk loyal
pemasaran untuk loyal adalah perusahaan yang menggunakan program-
program yang memebrikan nilai tambah pada perusahaan dan produknya di
mata konsumen. Loyalitas akan meningkat apabila nilai tambah yang diberikan
konsumen meningkat. Dengan menggunakan program-program pemasaran
untuk loyalitas ini, diharapkan nilai yang diterima konsumen akan meningkat
pula. Program-program tersebut antara lain:
Relationship Marketing. Pemasaran yang bertujuan untuk membangun
hubungan baik dan jangka panjangdengan konsumen perusahaan, serta
tidak memiliki motif finansial dan mempromosikan barang/jasa perusahaan
Seringkali produk terjual, tanpa perusahaan tahu siapa pembelinya. Menurut
Griffin (1995:162) ketika seorang konsumen datang karena diberitahu advocates,
maka perusahaan mendapatkan keuntungan:
Waktu menjual lebih sedikit
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 30
Prospek ini memeiliki potensial lebih untuk menjadi konsumen yang loyal.
Karena seseorang yang dipengaruhi advocates cenderung lebih loyal
dibandingkan mereka yang datang karena terpengaruh iklan
Merekla yang datang sudah siap melakukan pembelian
Griffin (1995:169) menyatakan cara-cara untuk memperoleh seorang advocates,
adalah:
Membuat file konsumen yang puas. Cata semua alamat, nomor telepon,
perusahaan serta meminta kesediaan mereka untuk dijadikan referensi. Saat
perusahaan ingin mencuri produk tersebut, dan undang mereka agar bertemu
dengan para advocates secara lansung. Oleh para penjual profesional cara ini
disebut sebagai referensi selling
meminta pada konsumen yang puas agar mengirim surat pada perusahaan.
Surat-suarat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pemasaran untuk
prospek atau dimuat dalam brosur.
memberi imbalan mereka yang membawa prospek
ucapan terima kasih pada setiap transaksi.
J. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN
K. HUBUNGAN KEPUASAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN
L. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN
KUALITAS PELAYANAN
LOYALITAS KONSUMENKEPUASAN KONSUMEN
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. OPERASIONALISASI VARIABEL Dimensi-dimensi pada varibel Kualitas Pelayanan mengacu pada pendapat Mittal
dan Lassar (1996), sedangkan dimensi harga terutama mengacu pada pandangan
Zeithaml dan Bitner (1999). Variabel, indikator, dan skala masing-masing variabel
secara garis besar disajikan pada tabel berikut.
Variabel Dimensi Skala
Kualitas Pelayanan 1. Reliability
2. Responsiveness
3. Personalization
4. Tangibles
5. Price
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Kepuasan Nasabah 1. Pembelian ulang
2. Rekomendasi pada pihak lain
Interval
Interval
Mengenai jenis data primer yang akan dikumpulkan, pendekatan statistik
cenderung menyatakan sebagai skala ordinal, namun kalangan peneliti perilaku
menggolongkan sebagai skala interval (Cooper dan Emory, 1995; dan Sekaran,
2000). Berdasarkan pendapat tersebut, nampaknya cukup aman untuk
menggunakan teknik statistik parametrik seperti uji-t atau penggunaan regresi
berganda yang mensyaratkan data pada skala interval.
B. INSTRUMEN PENGUKURAN 1. Kualitas Pelayanan.
Kualitas pelayanan diukur berdasarkan dimensi-dimensinya dengan menggunakan
SERVQUAL-P Battery yang dikembangkan oleh Mittal dan Lassar (1996).
2. Harga
Adapun mengenai dimensi harga akan diukur berdasarkan pada Index of
Consumer Sentiment Toward Marketing yang dikembangkan oleh Gaski dan Etzel
(1986) dalam Sekaran (2000).
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 32
3. Kepuasan Nasabah
Kepuasan nasabah dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan nasabah
pegadaian secara individual. Kepuasan nasabah diukur dengan menggunakan
dua item yang mengacu pada pendapat Kotler (1991: 18).
Ukuran seluruh variabel dalam studi ini didasarkan pada tanggapan subjek
terhadap serangkaian item dengan menggunakan skala lima-poin tipe Likert, yang
dimulai dengan angka 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai angka 5 (Sangat Setuju).
C. SAMPEL DAN SUMBER DATA
Penarikan sampel dilakukan secara acak. Populasi adalah nasabah Perum
Pegadaian Kantor Daerah IV. Mengenai jumlah sampel yang diambil, penulis
mendasarkan pada argumen yang dikemukakan oleh Sekaran (2000) yang
menyatakan bahwa jumlah sampel yang lebih besar daripada 30 dan kurang dari
500 adalah sesuai untuk sebagian besar penelitian. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari
respon nasabah yang dikumpulkan dari kuesioner. Data sekunder mencakup studi
literatur dari berbagai sumber, serta data perusahaan yang diperoleh dari bagian
administrasi.
D. UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS
Huck dan Cornier (1996) mengemukakan bahwa kualitas data yang diperoleh dari
penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan
validitas. Peneliti melakukan uji reliabilitas dengan menghitung cronbach’s alpha
dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian tersebut dikatakan andal (reliable) apabila memiliki cronbach’s
alpha lebih dari 0.60 (Nunnaly, 1978).
Uji validitas yang dilakukan dengan analisis faktor dimaksudkan untuk memastikan
bahwa masing-masing pertanyaan akan terklarifikasi pada variabel-variabel yang
telah ditentukan (construct validity). Uji analisis factor dapat dilakukan terhadap
nilai setiap variabel dengan varimax rotation. Nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy (Kaiser’s MSA) yang disyaratkan agar data yag terkumpul
dapat tepat dilakukan analisis faktor harus diatas 0,50 dan hal ini juga menunjukan
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 33
construct validity dari masing-masing variabel (Kaiser dan Rice, 1974). Item yang
akan dimasukan ke dalam analisis akhir adalah item yang memiliki factor loading
lebih dari 0,40 (Chia, 1995).
E. RANCANGAN PENGUJIAN HIPOTESIS
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik
responden (usia, jenis kelamin, pendidikan) dan deskripsi variabel-variabel
penelitian (dimensi-dimensi kualitas pelayanan dan kepuasan nasbah) dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi yang menunjukan rata-rata dan deviasi
standar.
2. Pengujian Hipotesis
Hipotesis penelitian yang diajukan adalah:
Ho = Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh positif terhadap Kepuasan Nasabah.
H1 = Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Kepuasan Nasabah.
Hipotesis menunjukan adanya dua variabel, yaitu kualitas pelayanan sebagai
variabel independen dan kepuasan nasabah sebagai variabel dependen. Untuk
mempertajam analisis, variabel independen akan dibagi ke dalam dimensi-dimensi
kualitas pelayanan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah:
a. H0 : Dimensi reliability tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
H1 : Dimensi reliability berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
b. H0 : Dimensi responsiveness tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan
nasabah
H1 : Dimensi responsiveness berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
c. H0 : Dimensi personalization tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan
nasabah
H1 : Dimensi personalization berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
d. H0 : Dimensi tangibles tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
H1 : Dimensi tangibles berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
e. H0 : Dimensi emphaty tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
H1 : Dimensi emphaty berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 34
f. H0 : Dimensi harga tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
H1 : Dimensi harga berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
Pengujian terhadap seluruh hipotesis akan analisis regresi berganda. Penggunaan
analisis regresi nampaknya cocok sebagai alat analisis, karena dari kerangka
teoritik maupun studi pustaka tidak ada mengindikasikan terdapatnya hubungan
antara variabel independen.
Persamaan regresi berganda yang akan digunakan adalah:
Ŷ = a + bX1 + bX2 + bX3 + bX4 + bX5
Keterangan:
Ŷ = Prediksi kepuasan nasabah Xi = Dimensi kualitas pelayanan
bi = Koefisien regresi
a = Konstanta
i = 1, 2, 3, …
Untuk menentukan apakah hubungan antara dimensi-dimensi kualitas pelayanan
dan kepuasan nasabah signifikan atau tidak dapat dilihat dari nilai p-value pada
output komputer. Dengan menetapkan tingkat derajat kepercayaan 0.95 uji dua
arah ( = 0,025), kriteria yang digunakan adalah:
a. Tolak Ho jika p-value > 0,025
b. Tidak menolak Ho jika p-value < 0,025.
Penghitungan koefisien regresi maupun pengujiannya seluruhnya akan
menggunakan program statistik SPSS 10.01. sebagai alat bantu.
PROPOSAL PENELITIAN
Bayu DDH – 1.400.014 Magister Manajemen Universitas Widiyatama 35
DAFTAR PUSTAKA
1. Bateson, John. E. G. Managing Service Marketing : Text and Readings, 2nd ed. The Dryden Press. 1992.
2. Berry, Leonard., and A. Parasuraman. Marketing Services: Competing Through Quality, The Free Press. 1991.
3. Brown, Stephen W., Evert Gummesson., Bo Edvardsson., and BengtOve Gustavsson. Service Quality. Lexington Books. 1991.
4. Cooper, Donald R., and C. William Emory. Business Research Methods, 5th ed., Irwin. 1995.
5. Enis, Ben M., and Keith H. Cox. Marketing Classic: A Selection of Influence Articles, 7th ed. Allyn and Bacon. 1984.
6. Fitzsimmons, James A., Mona J. Fitzsimmons. Service Management for Competitive Advantage. McGraw-Hill International Edition. 1994.
7. Gronroos, Christian. Service Management and Marketing Managing the Moment of Truth in Service Competition. Lexington Books. 1990.
8. Kotler, Phillip. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control. 7th ed., Prentice-Hall International Editions. 1991.
9. Lovelock, Christopher H. Managing Service: Marketing, Operations and Human Resources. Prentice-Hall International Edition. 1988.
10. Parasuraman, A., Valerie A. Zeithaml., and Leonard L. Berry. “A Conceptual Model of Service Quality and Its Implication for Future Research”. Journal of Marketing. 1985 (49).
11. Parasuraman, A., Valerie A. Zeithaml., and Leonard L. Berry. “Reassessment of Expectations as a Comparison Standard in Measuring Service Quality”. Journal of Marketing. 1994 (58).
12. Schiffman, Leon G., and Leslie Lazar Kanuk. Consumer Behavior. 7th ed. Prentice-Hall. 2000.
13. Sekaran, Uma. Research Method for Business: A Skill Building Approach, 3rd ed., John Willey & Sons. 2000.
14. Stanton, William J., Michael J. Etzel., and Bruce E. Walker. Fundamentals of Marketing. 9 th ed., McGraw-Hill Inc. 1991.
15. Zeithaml, Valerie A., A. Parasuraman., and Leonard L. Berry. “Communication and Control Processes in the Delivery of Service Quality”. Journal of Marketing. 1988 (52).
16. Zeithaml, Valerie A., A. Parasuraman., and Leonard L. Berry. Delivering Quality Service : Balancing Perceptions and Expectations. 1990. The Free Press.