Download - 05.kasus glaukoma absolut + katarak ODS
LAPORAN KASUS
Glaukoma Absolut ODS + Katarak Senilis ODS
Disusun Oleh:
Meldina Sari Simatupang
112014329
Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Hafni Eka Putri, Sp.M.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 27 APRIL – 30 MEI 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI - BOGOR
1
I. IDENTITAS
Nama : Tn. S Agama : Islam
Umur : 65 tahun Pekerjaan : Pensiunan
Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Bogor
II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 14.30 WIB
Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri sudah tidak bisa melihat sejak 3 tahun SMRS.
Keluhan Tambahan
pasien mengeluh penglihatan gelap, terkadang mata berair dan ada kotoran.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD Ciawi dengan keluhan ke dua mata tida bisa
melihat, cahaya lampu pun tidak dapat dilihatnya. sejak 3 tahun SMRS. Setiap hari
pasien merasakan nyeri kepala, terkadang nyeri dirasakan sakit sekali dan disertai
mual muntah. Perasaan panas di kepala juga dialami, panas ini di rasakan hingga ke
mata.
Tapi sebelumnya penglihatan mata kanan masih bisa melihat dengan sedikit
ada pandangan seperti kabut putih dan sedikit silau liat cahaya sejak 5 tahun SMRS,
pasien mengaku tidak mau berobat ke bagian mata walaupun mata kirinya sudah
terlebih tidak bisa melihat . Pasien mengeluhkan ada keluar kotoran dari ke dua mata
dan kadang-kadang ke dua mata berair. Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa
mengganjal, gatal, nyeri, merah, keluhan demam, pusing, mual dan muntah. Pasien
belum pernah berobat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi obat (-), asma (-), asam urat (+), kolesterol
(+)
2
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami keluhan serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg; Nadi : 85 kali/menit
Kepala/Leher : dalam batas normal
Thorax, Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Ophtalmologi
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 1/∞ 1/∞
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Kaca mata lama - -
- Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata - -
- Strabismus - -
- Nystagmus - -
3
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan
Subkonjungtiva/kemosis
- -
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
4
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran 10 mm 10 mm
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis + +
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Dalam Dalam
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Kolobama - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
5
- Ukuran >3 mm >3 mm
- Refleks Cahaya Langsung - -
- Refleks Cahaya Tidak Langsung - -
12. LENSA
- Kejernihan Keruh Keruh
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow Negatif Negatif
13. BADAN KACA
- Kejernihan - -
14. FUNDUS OCCULI
- Batas
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Warna
- Ekskavasio
- Rasio arteri : vena
- C/D rasio
- Makula lutea
- Retina
- Eksudat
- Perdarahan
- Sikatriks
- Ablasio
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli - -
- Tonometry Schiotz 17,3 mmHg 19,5 mmHg
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Glaukoma Absolut :
1. Perimetri
2. Tonometri Schotz
3. Oftalmoskopi
Katarak Senilis: -
V. RESUME
Pasien usia 65 tahun datang ke poli mata RSUD Ciawi dengan keluhan ke dua mata
tida bisa melihat, cahaya lampu tidak dapat dilihat sejak 3 tahun SMRS. Sebelumnya
penglihatan mata kanan masih bisa melihat dengan sedikit ada pandangan seperti kabut
putih dan sedikit silau liat cahaya sejak 5 tahun SMRS, pasien mengaku tidak mau
berobat ke bagian mata walaupun mata kirinya sudah terlebih tidak bisa melihat.
Pada pemeriksaan fisik didapati status generalis : dalam batas normal.
Status Ophtalmologi :
OD OS
Visus 1/∞ 1/∞
TIO N/palpasi N/palpasi
Cts Tenang Tenang
Cti Tenang Tenang
Cb Tenang Tenang
C Jernih Jernih
CoA Dangkal Dangkal
P Bulat, Ø >3mm, RC - Bulat, Ø >3mm, RC -
I Sinekia - Sinekia -
L Keruh Keruh
7
F Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VI. DIAGNOSIS KERJA
Glaukoma Absolut ODS + Katarak Senilis Imatur ODS
VII. DIAGNOSIS BANDING
Glaukoma sekunder dengan sudut terbuka ODS + Katarak Komplikata
VIII. PENATALAKSANAAN
Citicolin tab 500mg No. XXX
S 2 dd tab 1
Timolol 0,5% ed fl. No.I
S 2 dd gtt 1ODS
IX. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Bonam Bonam
Ad Sanationam : Bonam Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA
DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup
besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan kelainan lapang
pandang.2
Di Amerika Serikat, glaukoma ditemukan pada lebih 2 juta orang, yang akan beresiko
mengalami kebutaan.3
Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kedua
kebutaan sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi
0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup
8
penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap
sumberdaya manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia.2
FAKTOR RESIKO
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko
lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:4,5
- Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
- Penyakit hipertensi
- Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
- Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
- Ras tertentu
KLASIFIKASI
Klasifikasi Glaukoma.4
I. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
A. Idiopatik
1. Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2. Glaukoma tekanan normal
B. Akumulasi material yang menimbulkan obstruksi jalinan trabekula
1. Pigmentary glaucoma
2. Exfoliative glaucoma
3. Steroid-induced glaucoma
4. Inflammatory glaucoma
5. Lens-induced glaucoma
a. Phacolytic
b. Lens-particle
c. Phacoanaphylactic glaucomas, dll
C. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1. Posner-Schlossman (trabeculitis)
2. Traumatic glaukoma (angle recession)
3. Chemical burns
9
D. Peningkatan tekanan vena episklera
1. Sindrom Sturge–Weber
2. tiroidopati
3. tumor Retrobulbar
4. Carotid-cavernous fistula
5. thrombosis sinus cavernosus
II. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
A. Blok pupil
1. Glaukoma primer sudut tertutup ( akut, subakut, kronik, mekanisme
campuran)
2. Glaukoma dicetuskan lensa
a. Fakomorfik
b. Subluksasi lensa
c. Sinekia posterior
a. Inflamasi
b. Pseudofakia
c. Iris-vitreous
B. Anterior displacement of the iris/lens
1. Aqueous misdirection
2. Sindrom iris plateu
3. Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4. kista dan tumor iris dan korpus silier
5. kelainan koroid-retina
C. Obstuksi membran dan jaringan
1. glaukoma neovaskuler
2. glaukoma inflamasi
3. sindrom ICE
4. pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu
5. dll
III. Kelainan perkembangan bilik mata depan
10
A. Glaukoma primer congenital
B. Glaukoma berhubungan dengan gangguan pertumbuhan mata
1. Aniridia
2. Axenfeld–Rieger syndrome
3. Peter’s anomaly
4. dll
PATOFISIOLOGI
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil ke
kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA) melalui
pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan
disalurkan ke dalam sistem vena.6
Gambar dari aliran normal cairan aqueus dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Aliran normal humor aqueus7
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:8
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan pengeluaran pada
jalinan trabekular normal
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata belakang ke bilik
mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, dan
kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun (gambar 2A).
Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer, sehingga
aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris
mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan menuju
trabekulum.7(gambar 2B).
11
Gambar 2. (A) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut terbuka, (B) Aliran
humor aqueus pada glaukoma sudut tertutup.7
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion
retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup optik. Efek dari peningkatan
tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya peningkatan tekanan tersebut. Pada
glaukoma akut sudut tertutup, Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg,
mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya edem kornea serta kerusakan saraf optik. Pada
glaukoma primer sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan
kerusakan sel ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.6
MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut terbuka) dapat
tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat terjadi, sehingga
dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup,
peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan.9
a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO menyebabkan
kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi tingginya TIO dan apakah
glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg
biasanya menyebabkan kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah
retina.9
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
12
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh sel-sel endotel.
Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh
air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.9
c. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.9
d. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik menimbulkan
kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan kehilangan lapang pandang
(skotoma). Pada glaukoma stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat
(tunnel vision), meski visus pasien masih 6/6 .9(gambar 3)
Gambar 3. Penglihatan tunnel vision pada penderita Glaukoma5
e. Perubahan pada diskus optik. Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa
penggaungan dan degenerasi papil saraf optik.
f. Oklusi vena
g. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-anak
dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Perimetri
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang disebabkan oleh
kerusakan saraf optik2. Beberapa perimetri yang digunakan antara lain:8
- Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter Goldmann
- Perimetri otomatis
- Perimeter Oktopus
2. Tonometri
13
Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang digunakan antara lain
tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, tonometer Pulsair, Tono-Pen, tonometer
Perkins, non kontak pneumotonometer.8
3. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf optik
berdasarkan penilaian bentuk saraf optik2. Rasio cekungan diskus (C/D) digunakan untuk
mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma. Apabila terdapat peninggian TIO
yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna
antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa.8
4. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder.2
5. Gonioskopi
Tujuan dari gonioskopi adalah mengidentifikasi kelainan struktur sudut, memperkirakan
kedalaman sudut bilik serta untuk visualisasi sudut pada prosedur operasi.2,8
6. OCT (Optical Coherent Tomography).
Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf.2
7. Fluorescein angiography
8. Stereophotogrammetry of the optic disc
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit glaukoma antara lain:4,8,9
a. Medikamentosa
1. Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain:
- β adrenegik bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2 kali sehari, betaxolol
0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1%
- apraklonidin
- inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid (diamox) oral 250
mg 2 kali sehari, diklorofenamid, metazolamid
2. Meningkatkan aliran keluar humor aqueus
seperti: prostaglandin analog, golongan parasimpatomimetik, contoh:
14
pilokarpin tetes mata 1 - 4 %, 4-6 kali sehari, karbakol, golongan epinefrin
3. Penurunan volume korpus vitreus.
4. Obat-obat miotik, midriatikum, siklopegik
b. Terapi operatif dan laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
2. Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
3. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)
KATARAK SENILIS
DEFINISI
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di
atas 50 tahun (gambar 4).1 Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu
setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara
berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama
kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.10
Gambar 4. Mata dengan katarak.9
ETIOLOGI
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga
multifaktorial, diantaranya antara lain:1,8
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat
mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
- Faktor imunologik
15
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum
KLASIFIKASI
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,
imatur, matur, hipermatur. Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:1
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilispermatur
pInsipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
MANIFESTASI KLINIS
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh
yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca
lebih baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh
peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.11
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat
(matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat
diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit
lamp.11
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa,
hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji
ketajaman penglihatan Snellen.11
16
PENATALAKSANAAN
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan
bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena
apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan
katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan
glaukoma.1,11
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:1
- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS
(Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification),
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran
ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat
diaspirasi melalui insisi ± 3 mm.11
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain:1,8
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. 205-216
2. RS Mata YAP. Diagnosis dan Penanganan Glaukoma. http://www.rsmyap.com
17
[diakses 16 Januari 2009].
3. Pascotto A, Sacca SC, Fioretto M, Orfeo V. Glaucoma, Complications and
Management of Glaucoma Filtering. http://www.emedicine.medscape.com
[diakses 16 Januari 2009].
4. Blanco AA, Costa VP, Wilson RP. Handbook of Glaucoma. London: Martin
Dunitz; 2002. 17-20
5. Bascom Palmer Eye Institute. Glaucoma. http://www.bpei.med.miami.edu
[diakses 16 Januari 2009]
6. Vaughan D, Riordan-Eva P. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14.
Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed.
Jakarta: Widya Medika; 2000. 220-232.
7. Song J. Glaucoma: The Silent Killer of Eyesight.
http://www.residentandstaff.com [diakses 16 Januari 2009].
8. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann;
1994. 234-248.
9. Khaw T, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Edition. London: BMJ
Publishing Group; 2005. 52-59.
10. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior
Subcapsular Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory.
Ophthalmologica Indonesiana 2005;321:59.
11. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya
Medika; 2000.176-177.
©
18