LAPORAN KASUS
VERTIGO CERVICOGENIK
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Ilmu Bagian Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh :
Ratri Cahyaningtyas
H2A013029P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BAGIAN SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
1
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sejambu 1/5 Kesongo Tuntang Kab Seamarang
No CM : 157xxx-20xx
Tanggal masuk RS : 16 Oktober 2018, pukul 21.15 WIB
Tanggal keluar : 20 Oktober 2018
B. DATA DASAR
Diperoleh dari pasien serta keluarga pasien (Aautoanamnesis dan
aloanamnesis), dan catatan rekam medik, dilakukan pada tanggal 18 Oktober
2018, pukul 14.00 di bangsal mawar.
C. KELUHAN UTAMA
Pusing berputar
KELUHAN TAMBAHAN
Leher belakang terasa kaku, mual, muntah, lemas
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 5 bulan SMRS pasien mengeluhkan leher sering terasa kaku setelah
pasien pulang dari luar kota untuk menjenguk saudaranya. Kaku pada leher
terasa tegang dan hilang timbul, timbul saat pasien kelelahan saja. Pada saat
leher pasien terasa kaku terkadang diikuti dengan rasa mual dan pusing
berputar. Pusing berputar dirasakan seperti disekeliling pasien berputar dan
munculnya hilang timbul (± selama 15 menit). Pusing berputar dirasakan
semakin berat dengan gerakan atau perpindahan posisi dan sedikit berkurang
bila pasien istirahat sambil memejamkan mata. Setelah melakukan hal tersebut
pasien mengatakan bisa beraktifitas seperti sebelumnya. Kaku pada leher terasa
tegang menjalar sampai ke bahu kiri dan hilang timbul (± selama 15 menit).
Leher terasa kaku dirasakan semakin berat bila pasien kelelahan dan berkurang
2
bila dipijat. Selain itu pasien juga mengeluhkann rasa mual namun tidak
sampai muntah. Mual dirasakan hilang timbul bersamaan dengan keluhan
pusing berputar dan leher kaku. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke
dokter karena dirasa keluhan masih hilang timbul.
Satu minggu SMRS pasien merasakan pusing berputar diikuti dengan
kaku pada leher dan mual. Keluhan tersebut dirasakan setelah pasien merasa
kelelahan setelah sebelumnya mengikuti acara hajatan tetangganya. Keluhan
pusing berputar dirasakan seperti sekeliling pasien berputar terhadap dirinya
dan munculnya hilang timbul (± selama 30 menit). Pusing berputar
dirasakan semakin berat dengan gerakan atau perpindahan posisi dan sedikit
berkurang bila pasien istirahat sambil memejamkan mata. Keluhan tersebut
muncul tidak sering, hanya kaku pada leher saja yang lebih sering muncul
tanpa diikuti keluhan lainnya. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada
gigi di bagian kanan atas. Pasien mengatakan bahwa gigi nya memang banyak
yang berlubang. Pasien belum memeriksakan giginya ke dokter gigi. Nyeri
pada gigi ini memperberat keluhan pasien. Seperti halnya keluhan yang dahulu,
pasien tetap tidak memeriksakan diri karena merasa sudah baik dan bisa
melakukan aktifitas seperti biasa.
Satu hari SMRS pasien merasakan keluhan pusing berputar secara tiba-
tiba. Pusing berputar muncul di dahului dengan keluhan leher terasa kaku,
kemudian disusul dengan rasa mual dan pasien mulai merasakan pusing
berputar dan keringat dingin. Pasien mengatakan hampir terjatuh saat keluhan
tersebut muncul. Pusing berputar dirasakan seperti sekeliling pasien berputar
terhadap dirinya. Pusing berputar hilang timbul, namun muncul lebih lama dari
yang biasanya yaitu selama 30 menit. Pasien merasa keluhan pusing berputar
semakin berat dengan gerakan atau perubahan posisi. Keluhannya tersebut
berkurang dengan istirahat dan memejamkan mata. Pasien mengatakan masih
bisa melakukan aktifitas saat di rumah. Bila diberi skala 1 –10 (1 untuk gejala
yang ringan, 10 untuk gejala pusing yang berat) pasien mengatakan bahwa
pusing berputar yang dirasakan skalanya 4.
Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluh kaku di leher terasa semakin berat,
3
pusing berputar dan mual yang dirasakan lebih hebat dari sebelumnya. Pusing
berputar dirasa secara terus menerus dan dirasakan seperti sekeliling pasien
berputar terhadap dirinya. Pasien merasa keluhan pusing berputar semakin
berat dengan gerakan atau perubahan posisi. Keluhannya tersebut tidak
berkurang dengan istirahat dan memejamkan mata. Hal inilah yang membuat
pasien dibawa oleh keluarganya ke RSUD Ambarawa. Keluhan lain yang
dirasakan pasien adalah muntah dua kali berupa makanan, keluar keringat
dingin, merasa lemas, dan takut untuk bergerak (duduk atau bangkit dari tidur)
atau membuka mata. Pasien tidak makan ataupun minum karena merasa mual
dan takut muntah. Bila diberi skala 1 –10 (1 untuk gejala yang ringan, 10
untuk gejala pusing yang berat) pasien mengatakan bahwa pusing berputar
yang dirasakan skalanya 7. Pusing berputar yang memberat dan keluhan
lainnya membuat pasien tidak berani duduk atau melakukan aktifitas lainnya,
dan pasien sebelumnya belum pernah memeriksakan diri ke dokter karena
keluhan tersebut.
Keluhan lain seperti demam disangkal, pandangan ganda disangkal,
pandangan kabur disangkal, kejang disangkal, cedera kepala disangkal,
kelemahan anggota gerak disangkal, pelo disangkal, kesulitan untuk menelan
atau minum disangkal, kesemutan pada anggota gerak disangkal, telinga
berdengung disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal, nyeri pada telinga
disangkal, keluhan penurunan berat badan yang drastis akhir-akhir ini di
sangkal. Dikarenakan keluhan pusing berputar tersebut semakin memberat dan
leher terasa kaku, mual yang disertai dengan muntah sehingga pasien di bawa
ke IGD RSUD Ambarawa.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui
2. Riwayat tekanan darah tinggi : diakui, sejak 2 tahun yang lalu
namun tidak rutin konsumsi obat
3. Riwayat trauma kepala : disangkal
4. Riwayat sakit di telinga : disangkal
5. Riwayat sakit gigi : diakui
4
6. Riwayat penyakit gula : disangkal
7. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
8. Riwayat menstruasi : sudah berhenti sejak 8 tahun yang
lalu.
9. Riwayat gangguan psikologi : disangkal
10. Riwayat alergi obat : disangkal
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat stroke : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
G. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien seorang ibu rumah tangga.
Datang dengan status pasien BPJS PBI, kesan ekonomi cukup.
Pasien menyangkal pernah minum minuman keras atau merokok,
Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang, obat-obat yang dibeli di
luar resep dokter dan jamu jamuan rutin.
H. ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem cerebrospinal : pusing berputar
2. Sistem kardiovascular : tidak ada keluhan
3. Sistem respiratorius : tidak ada keluhan
4. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+)
5. Sistem neuromuskuler : leher terasa kaku, lemas
6. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
7. Sistem integumen : keringat dingin
I. RESUME PASIEN
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, alloanamnesis dan dari
catatan rekam medis. Pasien seorang perempuan 58 tahun seorang ibu rumah
tangga datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan pusing berputar yang
dirasakan sejak 1 hari SMRS dan memberat sejak 5 jam SMRS, skala VAS 7.
Keluhan didahului dengan kaku pada leher kemudian disusul dengan pusing
5
berputar kemudian muncul rasa mual, muntah sebanyak dua kali berupa cairan
dan makanan,. Keluhan lain yang dikeluhkan pasien yaitu keringat dingin,
takut bergerak (duduk atau bangkit dari tidur) atau membuka mata, pasien
merasa lemas karena takut makan dan minum karena rasa mual yang dialami
oleh pasien dan nyeri pada gigi.
Riwayat keluhan serupa diakui, yaitu sejak 5 bulan yang lalu hilang
timbul, bisa muncul dalam 15 menit atau hanya dalam hitungan menit saja.
Keluhan sebelumnya tidak separah sekarang, sehingga pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter sebelumnya. Keluhan tersebut membaik hanya
dengan istirahat sambil memejamkan mata. Setalah melakukan usaha tersebut
pasien bisa beraktifitas seperti sebelumnya. Keluhan seperti demam disangkal,
pandangan ganda disangkal, pandangan kabur disangkal, kejang disangkal,
cedera kepala disangkal, kelemahan anggota gerak disangkal, kesemutan pada
anggota gerak disangkal, telinga berdengung disangkal, keluar cairan
disangkal, nyeri pada telinga disangkal, keluhan penurunan berat badan yang
drastis akhir-akhir ini di sangkal.
Pasien memiliki riwayat gigi berlubang sejak 1 tahun yang lalu, namun
selama itu pasien tidak pernah mengeluhkan sakit gigi sehingga tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter gigi. Keluhan nyeri gigi baru muncul satu minggu
SMRS dan memperberat keluhan pusing berputar pasien. Riwayat darah tinggi
diakui. Sedangkan riwayat gula darah tinggi, kolesterol tinggi, masalah pada
telinga, trauma kepala, gangguan psikologi, alergi dan maag disangkal. Pasien
sudah mengalami menopause (menstruasi terakhir 8 tahun yang lalu).
J. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : pusing berputar berulang, mual, muntah, kaku pada leher
Diagnosis topis : organ vestibular, organ non vestibular
Diagnosis etiologi : cervicogenik dd odontogenik dd otogenik dd hormonal dd
stroke vertebrobasiler.
K. DISKUSI PERTAMA
6
VERTIGO
a. Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar
merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan
seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.2
Vertigo merupakan suatu gejala dengan sederet penyebab antara lain
akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga dalam. Obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi
dan mengendalikan keseimbangan melalui saraf yang berhubungan dengan
area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan didalam telinga,
didalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam otak itu
sendiri.3
b. Fisiologi Alat Keseimbangan
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan
gejala lainnya.6
c. Patologi gangguan keseimbangan
Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak
7
normal atau adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses
pengolahan yang wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon
penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal
dari mata (nistagmus), unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan dan gejala
lainnya.7
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.5
Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
menerangkan kejadian tersebut, diantaranya:
1. Teori Konfliks Sensoris
Rangsang diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir informasi di
pusat kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP, koordinasi dan
menjalar ke sekitarnya, terutama saraf otonom, korteks dan timbul sindroma
vertigo.
2. Teori Neural Mismatch
Reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi tidak sesuai
dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri.
Lama kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang
8
dihadapi sama dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi.
Makin besar ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori
maka makin hebat sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory
rearrangement maka makin lama pula adaptasi orang tersebut terjadi.
3. Keseimbangan Saraf Otonomik
Sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf parasimpatis maka
muncul gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis sindrome
menghilang.
4. Teori Neurohumoral
Munculnya sindrome vertigo berawal dari pelepasan Corticotropin releasing
hormon(CRH) dari hipothalamus akibat rangsang gerakan. CRH selanjutnya
meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus , hipokampus dan
korteks serebri melalui mekanisme influks calcium. Akibatnya
keseimbangan saraf otonon mengarah ke dominasi saraf simpatis dan timbul
gejala pucat, rasa dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi
mengarah ke saraf parasimpatis sebagai akibat otoregulasi, maka muncul
gejala mual, muntah dan hipersalivasi. Rangsangan ke locus coerulus juga
berakibat panik. CRH juga dapat meningkatkan stress hormon lewat jalur
hipothalamus-hipofise-adrenalin. Rangsangan ke korteks limbik
menimbulkan gejala ansietas dan atau depresi. Bila sindroma tersebut
berulang akibat rangsangan atau latihan, maka siklus perubahan dominasi
saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang sampai
suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif) dan jumlah
reseptor (down regulation) serta penurunan influks calsium. Dalam keadaan
ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi
5. Teori Rangsangan Berlebihan (Overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
9
6. Teori Sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam informasi yang
oleh susunan aferen disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang
terpenting adalah susunan vestibuler yang secara terus menerus
menyampaikan impuls ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan
adalah susunan optik dan susunan propioseptik yang melibatkan jaras yang
menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei n III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.7
Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo adalah4 :
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh
Berperan dalam mengubah rangsang menjadi bioelektrokimia, terdiri dari
reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina dan reseptor
mekanis/ propioseptik di kulit, otot, dan sendi.
2. Saraf aferen berperan dalam proses transmisi
Terdiri dari saraf vestibularis, saraf optikus dan saraf spino-vestibulo-
serebelaris.
3. Pusat keseimbangan
Berperan dalam modulasi, komparasi, koordinasi dan persepsi. Terletak
pada inti vestibularis, serebelum, korteks serebri, hipothalamus, inti
okulomtorius dan formatio retikularis.
Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer
bila lesi pada labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada
batang otak sampai ke korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan
muntah), dan pusing
10
Tabel Perbedaan Klinis Vertigo Vestibuler dan Vertigo Non Vestibuler
Gejala Vertigo Vestibuler Vertigo Non Vestibuler
Sifat vertigo Rasa berputar (“true Melayang, hilang
vertigo”) keseimbangan
Serangan Episodik Kontinyu
Mual/muntah (+) (-)
Gangguan pendengaran (+) / (-) (-)
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual
Situasi pencetus (-) Orang ramai, lalu lintas
macet
11
Perbedaan vertigo perifer dan vertigo sentral
Vertigo perifer Vertigo sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derjat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerkan kepala + -
Gejala otonom ++ -
Gangguan pendengaran + -
Lesi Sistem vestibular (telingan
dalam, saraf perifer)
Sistem vertebrobasiler dan
gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional
paroksismal jinak (BPPV),
penyakit maniere,
neuronitis vestibuler,
labirintis, neuroma
akustik, trauma
iskemik batang otak,
vertebrobasiler
insufisiensi, neoplasma,
migren basiler
Gejala gangguan SSP Tidak ada diplopia, parestesi,
gangguan sensibilitas dan
fungsi motorik, disartria,
gangguan serebelar
Masa laten 3 – 40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Diagnosis Vertigo10
1. Anamnesis
a. Karakteristik pusing
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
b. Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya:
pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun
12
berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada
awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis
c. Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi
lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan
vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.
d. Faktor pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan
posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang
baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan
dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang
mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo
bersamaan dengan migraikkne. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula
perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik
langsung ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang
mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo pada
pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s
(nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising pada frekuensi
tertentu) mengarah kepada penyebab perifer
e. Gejala penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengara, nyeri, mual,
muntah dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis
penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan
pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular
yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan
dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang
13
temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan
muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere
disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan
lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke
vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau
multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala
lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang
tipikal (throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah,
fotofobia, dan fonofobia. 21-35% pasien dengan migraine mengeluhkan
vertigo.
2. Pemeriksaan fisik
1) Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,
mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Pada
kelainan vestibular hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah dan kemudian kembali lagi.
Pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Pada kelainan
serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau
kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian.
Pada kelainan vestibular perjalanannya akan menyimpang dan
pada kelainan serebelar penderita akan cenderung jatuh.5
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
14
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi,
kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus
dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannnya ke atas kemudian
ditrunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibular akan terlihat pennyimpangan lengan penderita
ke arah lesi.5,7
e. Fukuda test
Dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat
sebanyak 50 langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua
kaki, normal sudut penyimpangan tidak lebih dari 30°.
2) Pemeriksaan Neurotologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan
15
ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke
kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer
atau sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan
nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam
waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes
diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode
laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).7
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga
kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC)
masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit.
Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi
sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan
tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika
abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air
hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah
jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di
masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di
labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.5,7
c. Audiometry
Pemeriksaan audiometric berguna untuk memeriksa jenis dan
tingkat keparahan pendengaran dan juga menentukan kira- kira
organ yang berpengaruh terhadap gangguan. Kehilangan
Pendengaran dalam kasus ini adalah jenis sensorineural. Namun,
16
pasien dengan kelaianan malformasi telinga dalam (yaitu,
perbesaran vestibular aqueduct) mungkin akan mempunyai gejala
klinis yang sama.d. BERA
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan
alat yang bias digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain
yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential
(BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry
(BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ
pendengaran mulai dari perifer sampai batang otakBERA juga
dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan
pendengaran apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi
brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan
pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
a. Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas
maka dapat dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak
mengelhkan gangguan pendengaran.
b. Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan
keluhan dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan
sebab yang jelas.
c. Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,
funsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1
persen pasien.
d. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk
terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi
17
struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white
matter, dan kompleks nervus VIII.
Tatalaksana vertigo11
1. Farmakologis
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan
yang sering digunakan :
a) Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.
1) Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala
vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa
enek, dan sesekali “rash” di kulit.
- Betahistin Mesylate
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
- Betahistin HCl
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
2) Dimenhidrinat
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
18
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
3) Difenhidramin HCl
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg
(1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
b) Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
yang sering digunakan adalah Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine
(Sibelium) yang merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti antikolinergik dan
antihistamin.
c) Fenotiazine
1) Promethazine
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini adalah 4-6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 – 25 mg, 4 kali sehari per oral. Efek samping yang sering
dijumpai adalah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidalis lebih sedikit dibanding obat fenotiazine lainnya.
2) Khlorpromazine
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat
dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg – 50 mg,
3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
d) Obat simpaomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo
e) Obat penenang minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
19
1) Lorazepam: Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
2) Diazepam : Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg
f) Obat anti kolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
1) Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin
dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg –
0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.
2. Non Farmakologis
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau
didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang
obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
a. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
b. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
c. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan.
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan pusing
berputar seperti sekeliling pasien berputar terhadap dirinya, hal tersebut adalah
vertigo. Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat
sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar. Kondisi ini merupakan
gejala yang menandakan adanya gangguan pada sistem vestibuler atau non
vestibular, maka dapat dikatakan bahwa vertigo adalah sebuah keluhan bukan
diagnosis. Berdasarkan klinis, vertigo dibagi menjadi dua kategori yaitu vertigo
vestibular dan vertigo non-vestibular. Pada vertigo vestibular, keluhan yang
20
muncul adalah rasa berputar (“true vertigo”), serangan episodik, adanya mual,
muntah, dicetuskan oleh gerakan kepala. Sedangkan pada vertigo non-
vestibular keluhan yang timbul yaitu rasa melayang, hilang keseimbangan,
serangan bersifat kontinyu, keluhan mual muntah tidak ada, dicetuskan oleh
gerakan objek visual dan dapat dicetuskan oleh situasi ramai atau lalu lintas
macet.
Pada pasien muncul keluhan pusing berputar yang berulang sejak 3 bulan
SMRS, keluhan dimulai dengan adanya kaku pada leher lalu diikuti dengan
pusing berputar dan rasa mual. Dalam 5 bulan terakhir keluhan muncul hilang
timbul, dapat muncul dalam 15 menit atau hanya dalam hitungan menit,
Keluhan biasanya akan mereda dan menghilang dengan sendirinya atau jika
muncul lebih lama pasien akan berusaha menghilangkan keluhan dengan
beristirahat dan memejamkan mata, dan memijat di bagian leher yang kaku.
Sejak 1 minggu SMRS pasien merasakan pusing berputar diikuti dengan kaku
pada leher dan mual. Keluhan pusing berputar dirasakan seperti sekeliling
pasien berputar terhadap dirinya dan munculnya hilang timbul (± selama 15
menit). Pusing berputar dirasakan semakin berat dengan gerakan atau
perpindahan posisi dan sedikit berkurang bila pasien istirahat sambil
memejamkan mata. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada gigi di
bagian kanan atas. Pasien mengatakan bahwa gigi nya memang banyak yang
berlubang. Pasien belum memeriksakan giginya ke dokter gigi. Nyeri pada gigi
ini memperberat keluhan pasien. Sejak 1 hari SMRS pasien merasakan keluhan
tersebut muncul kembali, dan muncul ± 30 menit, namun keluhan dapat
mereda dengan usaha tersebut. Pasien mengatakan masih bisa melakukan
aktifitas walaupun keluhan masih dirasakan. Sejak 5 jam SMRS keluhan
semakin memberat, pusing berputar dan mual yang dirasakan lebih hebat dari
sebelumnya. Keluhannya tersebut tidak berkurang dengan istirahat dan
memejamkan mata. Hal inilah yang membuat pasien dibawa oleh keluarganya
ke RSUD Ambarawa. Rangkaian tersebut menjelaskan bahwa itu merupakan
vertigo vestibular tipe perifer dan sentral (mixed type). dengan keluhan pasien
adalah pusing berputar, diperberat dengan perubahan posisi dan kondisi kepala,
21
terdapat gejala otonom, mual dan muntah.
Selain itu pasien juga mengeluhkan kaku pada leher yang sudah timbul
sejak 3 bulan yang lalu. Kaku pada leher dirasakan hilang timbul dan rasanya
leher seperti tegang, dimana kaku leher ini timbul saat pasien kelelahan. Saat
kambuh kaku pada leher pasien ini dirasakan menjalar sampai ke bahu. Saat
kaku pada leher muncul biasanya akan segera diikuti dengan rasa mual dan
pusing yang berputar.
Kaku pada leher dan leher terasa berat dapat terjadi karena adanya spasme
pada otot leher secara terus menerus. Kecemasan, kelelahan dan depresi dapat
menimbulkan ketegangan pada otot-otot tersebut. Dalam praktek klinik sangat
penting untuk membedakan dua gejala utama , yaitu :
1. Nyeri servikal tanpa adanya nyeri radikuler dan defisit neurologis
2. Nyeri servikal yang diikuti dengan nyeri radikuler dan defisit neurologis.
Untuk gejala utama yang kedua sangatlah besar kemungkinan ditemukan
adanya kelainan organik di servikal.
Nyeri servikal yang diikuti dengan nyeri radikuler dapat disebabkan oleh:
1. Spondylosis servikalis
2. HNP servikalis
3. Trauma tulang belakang
4. Tumor
Pemeriksaan foto polos servikal dua posisi menjadi tes diagnostik
pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto
polos servikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan
abnormalitas lain pada tulang leher.
Keluhan kaku pada leher pasien yang mendahului keluhan pusing
berputar, dapat menjadi penyebab dari vertigo yang dirasakan oleh pasien yaitu
vertigo cervicogenik, namun harus dipastikan bahwa memang ada kelainan
pada daerah cervikal. Penyebab vertigo dapat bermacam-macam bisa gangguan
sentral maupun perifer atau campuran antara keduanya. Keluhan vertigo pasien
dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan pada telinga (otogenik),
hormonal, ataupun stroke vertebrobasiler.
22
Vertigo akibat gangguan pada telinga (otogenik) dari anamnesis dapat
disingkirkan karena pada pasien tidak ditemukan adanya keluhan pada telinga
seperti tinitus, gangguan pendengaran ataupun riwayat sebelumnya mengenai
gangguan pada telinga. Vertigo akibat gangguan keseimbangan hormonal dapat
terjadi dilihat dari pasien sudah mengalami menopause. Terganggunya
keseimbangan hormonal pada wanita (terkait esterogen) dapat menyebabkan
dapat melemahnya otoconia pada wanita yang mengalami BPPV, terutama
sesaat setelah postmeneopuase . Namun pasien sudah menopause sejak 8 tahun
yang lalu sedangkan keluhan baru muncul sejak 1 bulan terakhir, sehingga
dugaan terkait hormonal dari anamnesis bisa disingkirkan.
Vertigo akibat adanya stroke vertebrobasiler masih harus dipikirkan
mengingat pasien terdapat faktor risiko untuk stroke, yaitu adanya hipertensi,
dan riwayat kolesterol tinggi. Namun dari keluhan pasien tidak terdapat
diplopia, atau adanya kelemahan anggota gerak, pelo, maupun disfagia
disangkal. Sehingga dari anamnesis dugaan tersebut bisa disingkirkan. Faktor
penyebab vertigo adalah Sistemik, Neurologik, Ophtalmologik, Otolaringologi,
Psikogenik, dapat disingkat SNOOP. Pada pasien ini megarah pada vertigo
mixed type karena gangguan neurologik.
L. PEMERIKSAAN FISIK
23
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 18 September 2018 pukul 14.00
di bangsal Mawar 205.2.
Status generalisata
a) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Composmentis / GCS = E4M6V5= 15
c) VAS : 3 dari 10
d) Vital sign
1) TD : 160/100 mmHg
2) Nadi : 85 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
4) Suhu : 36,50 C (axiller)
5) SpO2 : 99%
Status internus
1) Kepala : kesan mesocephal, tidak ada kelainan
2) Mata :
OD = pupil bulat ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), reflek kornea (+),
Ptosis (-), Eksoftalmus (-), katarak (-)
OS = pupil bulat ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), reflek kornea (+),
Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
3) Hidung : Rhinorea (-)
4) Wajah : Simetris, nyeri tekan maxillaris (-)
5) Mulut : Mukosa tidak hiperemis (-)
6) Gigi : Gigi karies (+)
7) Telinga : Otorhea (-),
8) Leher : Nyeri tekan trakea (-), pembesaran limfonodi (-/-),
Pembesaran
9) Thorax
24
Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Retraksi ICS
Hemithorak
2. Palpasi
Nyeri tekan
Ekspansi dada
Taktil fremitus
3. Perkusi
Sonor seluruh
lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
Dextra = sinistra
+
Vesikuler
-
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
Dextra = sinistra
+
Vesikuler
-
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada
Retraksi ICS
Hemithorak
2. Palpasi
Nyeri tekan
Ekspansi dada
Taktil fremitus
3. Perkusi
Sonor seluruh
lapang paru
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
Dextra = sinistra
+
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
Dextra = sinistra
+
25
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Vesikuler
-
Vesikuler
-
Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak, ICS normal.
Palpasi : ictus cordis teraba, kuat angkat (+), teraba 1-2 cm
medial ICS V linea midclavikularis sinistra
Perkusi
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra
Kiri bawah : ICS V 1-2 medial midclavicularis
sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II regular,
murmur (-), gallop (-).
10) Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrik (-)
11) Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
12) Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin
Oedem
Sianosis
Gerak
motorik
nyeri
Hiperemis
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5/5
-/-
-/-
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5/5
-/-
-/-
Status psikiatri
26
1) Tingkah laku : Normoaktif
2) Perasaan hati : Normotimik
3) Orientasi : Baik
4) Kecerdasan : Normal
5) Daya ingat : Normal
Status neurologis
1) Sikap tubuh : Lurus dan simetris
2) Gerakan abnormal : Tidak ada
3) Kepala : Pusing berputar
4) Nervus cranialis :
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung
Kanan
Lubang hidung
Kiri
Daya Pembau Normal Normal
N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri
Daya Penglihatan Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
N.III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Ptosis - -
27
Gerak Mata Ke Atas + +
Gerak Mata Ke Bawah + +
Gerak Mata Ke Media + +
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Isokor Isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bawah + +
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Mengigit Normal Normal
Membuka Mulut Normal Normal
Sensibilitas Muka Atas Normal Normal
Sensibilitas Muka Tengah Normal Normal
Sensibilitas Muka Bawah Normal Normal
Reflek Kornea + +
N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Normal Normal
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
28
Kerutan Kulit Dahi Normal Normal
Kedipan Mata Normal Normal
Lipatan Nasolabial Normal Normal
Sudut Mulut Normal Normal
Mengerutkan Dahi Normal Normal
Mengangkat Alis Normal Normal
Menutup Mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Daya Kecap 2/3 Depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri
Mendengar Suara Berbisik Normal Normal
Mendengar Detik Arloji Normal Normal
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dinilai
Reflek Muntah (+)
Sengau (-)
Tersedak (-)
N. X (VAGUS) Keterangan
29
Arkus faring Simetris
Reflek muntah (+)
Bersuara Normal
Menelan Normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Normal
Sikap Bahu Normal
Mengangkat Bahu Tidak dapat dinilai
Trofi Otot Bahu Eutrofi
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Tremor lidah (-)
Menjulurkan lidah Normal
Trofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
\
5) Fungsi motorik
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus + +
6) Refleks Fisiologis
30
Kanan Kiri
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks Ulna dan Radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
7) Refleks Patologis
Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
8) Fungsi Sensorik
31
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
Diskriminatif Terasa Terasa
Rasa gramestesia Terasa Terasa
Rasa barognosia Terasa Terasa
Rasa topognosisa Terasa Terasa
9) Pemeriksaan rangsal meningeal
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Brudzinski I -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -
10) Pemeriksaan fungsi luhur dan vegetatif
Fungsi luhur : baik
Fungsi vegetatif : BAK lancar dan selama perawatan belum BAB
11) Pemeriksaan fungsi koordinasi
Tes romberg : (+)
Tes jari telunjuk : (-)
Tes Tandem Gait : (+)
Stepping test : (+)
12) Pemeriksaan tambahan
32
Palpasi leher : kiri terasa tegang
Nistagmus : +
Lhermitt : +
Hiperfleksi-hiperekstensi kepala : +
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium, tanggal 17 Oktober 2018
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
DARAH LENGKAP
Hemoglobin 12,6 11,7 – 15,5 g/dl
Leukosit
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basofil %
Neutrofil %
7,66
2,07
0,346
0,097
0,070
5,08
27
4,52
3,17
0,917
61,5
3600 – 11.000
1,0 – 4,5 x 103/mikro
0,2 – 1,0 x 103/mikro
0,04 – 0,8 x 103/mikro
0 – 0,2 x 103/mikro
1,8 – 7,5 x 103/mikro
25 – 40%
2 – 8%
2 – 4%
0 – 1%
50 – 70%
Eritrosit 4,31 3,8 – 5,2 juta
Hematokrit 37,9 35 – 47 %
Trombosit 203 150 – 400 ribu
MCV 88,0 82 – 98 fL
MCH 29,3 27 – 32 pg
MCHC 33,3 32 – 37g/dl
KIMIA KLINIK
GDS 92 82 – 115 mg/dl
SGOT 13 0 – 35 U/L
SGPT 12 0 – 35 U/L
Ureum 25,2 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0,54 0,45 – 0,75 mg/dl
33
HDL
HDL Direct
LDL Cholesterol
45
133,8
37 – 92 mg/dl
<150 mg/dl
Asam urat 3,22 2 – 7 mg/dl
Cholesterol 194 <200 mg/dl
Trigliserida 71 70 – 140 mg/dl
SEROLOGI
HbsAg Non reaktif Non reaktif
2. X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique, 17 Oktober 2018
34
HASIL :
Allignment lurus
Spondylosis cervicalis
Tampak penyempitan foramen intervertebralis C4-5 kiri
Tak tampak kompresi maupun listesis
Konsultasi drg tanggal 18 Oktober 2018
Hasil konsultasi :
Pasien mempunyai banyak radiks gigi, sangat memungkinkan untuk
menyebabkan cephalgia.
Anjuran dilakukan ektraksi gigi (radiks)
Pasien sudah di motivasi, namun menolak untuk dilakukan ektraksi gigi
Konsultasi dr. SpKFR tanggal 18 Oktober 2018
Hasil konsultasi :
Pasien menderita vertigo mixed type e.c cervicogenik
Terapi penggunaan collar neck selama 3 bulan dan menjalani fisioterapi dengan
terapi IR dan TENS
N. DISKUSI KEDUA
Dari hasil pemeriksaan diatas, ditemukan bahwa Romberg test (+),
35
nistagmus (+), tandem gait (+), past pointing (+), steping tes (+) dimana dari
hasil pemeriksaan tersebut menandakan hasil vertigo sentral. Pemeriksaan lain
yang dilakukan adalah pemeriksaan nistagmus (+), palpasi pada leher,
kemudian tes lermit, dan hiperfleksi-hiperekstensi kepala didapatkan hasil
positif, pada pemeriksaan palpasi pada leher pasien terasa tegang pada leher
bagian kiri. Rangkaian anamnesis dan pemeriksaan tersebut vertigo penyebab
pasien besar kemungkinan disebabkan oleh adanya keterlibatan leher atau
gangguan neurologik pada leher. O.
Dari hasil pemeriksaan rontgen cervicalis didapatkan kesan:
spondilosis cervicalis dan penyempitan foramen dan diskus intervertebralis
C4-5 kiri. Dari pemeriksaan radiologi ditemukan kemungkinan penyebab
dapat berasal dari cervicogenik, yakni adanya spondilosis servicalis dan
penyempitan foramen intervertebralis C4-5. Vertigo berkaitan dengan
perubahan degeneratif pada pasien spondilosis servikalis dan hilangnya
aliran darah ke otak. Pada spondilosis servikalis pembentukan osteofit dapat
menekan arteri vertebralis yang menyebabkan oklusi mekanis dan
menurunkan aliran darah sehingga timbul keluhan vertigo. Dari hasil seluruh
pemeriksaan, pada pasien ini lebih mengarah ke vertigo mixed type e.c
cervicogenik karena terdapat keluhan kaku leher sejak 1 bulan yang lalu yang
mendahului keluhan pusing berputar, nistagmus (+), lermit test (+), tes
hiperfleksi-hiperekstensi kepala (+) dan adanya gambaran penyempitan pada
pemeriksaan radiologi.P.Q.
O. DIANOSIS AKHIR
Diagnosis klinik : Pusing berputar, mual, muntah, kaku pada leher
Diagnosis topik : Organ vestibularis
Diagnosis etiologi : Vertigo Cervicogenik
P. TERAPI
Pada pasien ini diberikan terapi :
36
Infus Asering 20 tpm
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Mechobalamin 1 x 1 amp
Inj. Ranitidine 2x1 amp
P.O Betahistin 3x2 tab
P.O Flunarizin 2x5 mg
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Amlodipin 1x10
P.O Sukralfat 3x1 C
Q. DISKUSI 3
1. Ondansetron adalah obat untuk mencegah mual dan muntah yang
disebabkan oleh pengobatan kanker (kemoterapi) dan terapi radiasi. Obat
ini juga digunakan untuk mencegah dan mengatasi muntah-muntah usai
operasi. Cara kerja ondansetron adalah dengan memblokir salah satu
substansi natural tubuh (serotonin) yang menyebabkan
muntah.Ondansetron tergolong dalam kelas obat 5-HT3 blockers.
2. Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang bekerja
menghambat sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H2 akan
merangsang sekresi asam lambung, dengan pemberian ranitidine maka
reseptor tersebut akan dihambat secara selektif dan reversible sehingga
sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine diberikan sebagai
gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi obat lain.
3. Methylcobalamin
Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari
vitamin B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan
penting dalam pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan
otak.
4. Betahistine bekerja dengan dua mekanisme. Pertama, obat ini merangsang
reseptor histamin H1 yang terletak pada pembuluh darah di telinga bagian
dalam. Rangsangan ini mengakibatkan terjadinya vasodilatasi lokal dan
peningkatan permeabilitas sehingga bisa mengurangi tekanan
37
endolimfatik. Kedua, sebagai antagonis reseptor histamin H3 yang sangat
kuat, obat ini meningkatkan kadar neurotransmiter histamin, asetilkolin,
norepinefrin, serotonin, dan GABA yang dilepaskan dari ujung saraf.
Peningkatan kadar histmain dapat menyebabkan efek vasodilatasi di
telinga bagian dalam
5. Flunarizine memiliki mekanisme kerja untuk memblok reseptor H1 dan
memblok channel kalsium. Obat ini juga digunakan sebagai terapi
tambahan untuk epilepsi untuk pasien yang kebal terhadap rejimen
pengobatan standar. Flunarizine adalah obat yang dikonsumsi untuk
mengurangi sakit kepala akibat migrain, pencegahan gangguan pembuluh
darah, dan vertigo.
6. Clobazam merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja berdasarkan
potensial inhibisi neuron dengan asam gama- aminobutirat (GABA)
sebagai mediator. Klobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik,
sedative, dan relaksasi otot. Pemberian obat ini diindikasikan untuk
mengatasi asietas da psikoneuroti yang disertai ansietas.
R. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad bonam
Destitution : dubia ad bonam
S. FOLLOW UP
S
Kamis, 18 Oktober 2018
Pusing berputar (+) dengan perubahan posisi, mual (+) muntah (-) leher terasa
kaku menjalar sampai bahu kiri
38
O
A
P
GCS : E4M6V5
VAS : 5
TD : 160/100 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Mechobalamin 1 x 1 amp
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Betahistin 3x2
P.O Amlodipin 1x10 mg
P.O Sukralfat 3x1 C
Konsul dokter gigi (+) jawaban (-)
Konsul dokter Sp. KFR (+) jawaban (-)
Hasil Rontgen cervical (-)
S
O
A
P
Jumat, 19 Oktober 2018
Pusing berputar (+) sudah berkurang pasien sudah dapat duduk, mual, kaku di
leher masih terasa namun sudah berkurang.
GCS : E4M6V5
VAS : 3
TD : 160/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,3 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Mechobalamin 1 x 1 amp
P.O Clobazame 2x 5 mg
39
P.O Betahistin 3x2
P.O Amlodipin 1x10 mg
P.O Sukralfat 3x1 C
Konsul dokter gigi (+) jawaban (+)
Konsul dokter Sp. KFR (+) jawaban (+)
Hasil Rontgen cervical (+)
Program : Bila stasioner, Sabtu BLPL
S
O
A
P
Sabtu, 20 Oktober 2018
Pusing berputar (-), kaku di leher sudah berkurang.
GCS : E4M6V5
VAS : 2
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Mechobalamin 1 x 1 amp
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Betahistin 3x2
P.O Amlodipin 1x10 mg
P.O Sukralfat 3x1 C
BLPL
DAFTAR PUSTAKA
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo - Diagnosis and management in primary
40
care, BJMP. 2010.
2. Wreaksoatmodjo, 2004. Vertigo : aspek neurologi. Bogor : Cermin Dunia
Kedokteran No. 144.
3. Mardjono, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
4. Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003, Makalah
Konas V Perdossi, Bali
5. Keith, Marill, 2001, Central verigo, @ NEUROLOGY\ Neurotoksikologi dan
Vertigo\ eMedicine – Central Vertigo.htm
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. 2012. Jakarta : EGC
7. Perdossi, 2000, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi, Jansen
Pharmaceiuticals
8. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university Press
9. Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi 6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
10. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2005.
11. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care, BJMP.
12. Soepardi EA, Iskandar HN. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
Tenggorok Kepala Leher.Edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta : 2007.
41