i
II
PROSIDING
ii
Ketua Editor
George Quinn
Editor
Erlin Barnard
Yo Nonaka
Widodo H.S.
Liliana Muliastuti
Arif Budi Wurianto
Soyoto
Desain Cover & Penata Isi
Tim MNC Publishing
Cetakan I, Oktober 2017
Diterbitkan oleh
Media Nusa Creative
Anggota IKAPI (162/JTI/2015)
Bukit Cemara Tidar H5 No. 34, Malang
Telp. : 0341 – 563 149 / 0812.3334.0088
E-mail : [email protected]
Website : www.mncpublishing.com
ISBN : 978-602-6743-49-7
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi,
merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat
(1), (2), dan (6)
iii
KATA PENGANTAR
Buku dengan judul Pemartabatan Bahasa Indonesia dalam Menghadapi Perubahan
Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia ini adalah prosiding Konferensi Internasional Pengajaran
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017). Buku ini berisi kumpulan tulisan para
presenter dalam konferensi tersebut.
Dalam beberapa dekade terakhir ini, perkembangan Bahasa Indonesia telah meningkat
pemakaiannya dari bahasa nasional menjadi bahasa internasional. Di dalam perkembangan Bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional, maka berkembang pula bidang Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (BIPA). Dalam bidang BIPA ini, internasionalisasi Bahasa Indonesia menjadi
sebuah keniscayaan.
Internasionalisasi Bahasa Indonesia akan meningkatkan martabat Bahasa Indonesia di
mata dunia internasional, yang secara tidak langsung akan meningkatkan martabat bangsa dan
negara Indonesia. Peranan pemerintah Indonesia dalam memartabatkan Bahasa dalam beberapa
tahun ini telah nampak dari berbagai upaya yang dilakukan oleh lembaga kebahasaan sebagaimana
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009.
Diplomasi budaya melalui Pengembangan BIPA di dunia internasional amat perlu
dilakukan karena bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam soft diplomacy. Dalam hal
peningkatan peran bahasa sebagai medium berdiplomasi ini, beberapa program telah dilaksanakan
oleh Pusat Pengembangan dan Strategi Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) Badan Bahasa Pusat di
bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dukungan diarahkan untuk
meningkatkan peran bahasa untuk perdamaian dunia atau bahasa untuk misi perdamaian dunia.
Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan gaya hidup yang melanda
dunia, termasuk Indonesia, yaitu perkembangan sosial media yang begitu masif yang ditunjang
sepenuhnya oleh teknologi nirkabel internet. Pemakaian media sosial membuat kita bukan saja
menjadi warga negara tetapi juga menjadi warga jaringan internet (netizen/warganet) yang
mengubah segala hal yang terkait dengan gaya komunikasi kita. Di belahan dunia lain, khususnya
di Amerika Serikat, kebijakan presiden baru Donald Trump dalam kebijakan luar negerinya yang
lebih mementingkan urusan dalam negeri atau dikenal dengan America First, dikhawatirkan juga
akan mempengaruhi laju percepatan program internasionalisasi Bahasa Indonesia. Saat ini kita
masih menunggu apakah kebijakan pemerintah baru AS yang tidak pro imigran dan cenderung
proteksionis akan berimbas terhadap dunia pendidikan secara umum dan apakah juga ada
pengaruhnya pada pembelajaran, pengajaran BIPA, dan internasionalisasi Bahasa Indonesia.
KIPBIPA X/2017 ini memilih tema : PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA
DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN KONSTELASI POLITIK DAN EKONOMI DUNIA.
Pemilihan topik ini didasari atas adanya perubahan konstelasi politik dan ekonomi global,
diantaranya: terpilihnya Presiden Donal Trump di Amerika Serikat, keluarnya Inggris Raya dari
Uni Eropa (Brexit), membanjirnya tenaga kerja asing di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Ketiga
fenomena tersebut diperkirakan akan menjadi tantangan baru bagi diterimanya Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Internasional, dan dengan demikian akan menjadi tantangan baru pula bagi
pemangku kepentingan BIPA untuk masa-masa yang akan datang.
iv
Dari tema tersebut, beberapa sub tema dipilih untuk dibahas dan dikupas dalam konferesni
ini. Sub-sub tema tersebut meliputi:
A. Strategi, Diplomasi dan Kebijakan Pengembangan BIPA dalam Percaturan Politik dan
Ekonomi Dunia
B. BIPA dan Strateginya dalam Menghadapi Investasi Asing dan Isu Ketenagakerjaan: MEA,
Profesionalisasi Tenaga Kerja Indonesia
C. BIPA dan Ketahanan Peradaban dan Budaya Indonesia,
D. BIPA dan Pariwisata yang Bertanggung Jawab
E. Peran BIPA dalam Mendukung Hubungan Kerja Sama Antar-Pemangku Kepentingan
F. Pembelajaran BIPA - Isu-Isu Mutakhir Dalam BIPA - Kurikulum BIPA, Labirin UKBI
dan UKBIPA, Media, Materi dan Evaluasi Pembelajaran
G. BIPA Dalam Gelombang Perkembangan Media Baru (New Media): Filter dan
Pemanfaatannya
H. TIK dalam Pengembangan BIPA – Kendala, Tantangan dan Pemanfaatannya
I. Membangun Kapasitas BIPA Lewat Penelitian ke-BIPA-an yang Komprehensif
J. Profesionalisme Pengajar BIPA - Perangkat, Lembaga Penyelenggara BIPA
Dengan demikian, buku ini berisi kumpulan tulisan yang membahas tema dan sub-sub
tema yang dijelaskan di atas.
Pada dekade-dekade mendatang tema percaturan politik, sosial, ekonomi, cyber serta
dampak-dampaknya di bidang perseteruan militer, sengketa geografis dan persaingan dan
pengaruh penguasaan sumberdaya kehidupan akan tetap menjadi topik diskusi, perdebatan dan
perembugan dalam lingkup besar. Walaupun permasalahan perubahan konstelasi dunia di
berbagai bidang telah dibahas dengan segala bentuk persetujuan dan kontra selama hampir
seperempat abad, namun ekses-ekses terasa sangat semakin relevan khususnya bagi negara-negara
berkembang yang sedang melewati sebuah transisi internal dan eksternal, baik secara politik,
ekonomi, sosial dan budaya seperti Indonesia. Dengan demikian, perubahan konstelasi dunia
semakin membuat negara- negara mengalami ketergantungan. Sebagai salah satu negara yang
terkena dampak serta mengalami berbagai bentuk perubahan. Dampak eksternal globalisasi
terhadap Indonesia mengharuskan Indonesia memetakan kembali hubungannya dengan negara-
negara lain. Perubahan dominasi kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang sedang terjadi di bumi
ini, terutama yang berkaitan dengan negara-negara adidaya, mau tidak mau berdampak pada
berbagai kebijakan pemerintah Indonesia. Dan, hal ini tentu saja akan juga berdampak pada
strategi pengembangan BIPA baik di dalam maupun luar negeri.
Walaupun perubahan konstelasi dunia menjadi perhatian dan keprihatinan eksternal
internasional yang mengharuskan Indonesia berpikir ulang tentang poisisinya sebagai warga
dunia, namun ternyata ada satu permasalahan lain yang mengaharuskan Indonesia untuk
memikirkan ulang jati ditinya sebagai bangsa yang amat heterogen dalam artian suku, agama dan
ras serta segala bentuk budayanya. Ketika negara- negara maju mulai memikirkan ulang kebijakan
imigrasinya, beserta proteksi terhadap segala sumberdayanya yang semakin menipis, sebagai
dampak dari perubahan konstelasi politik dan ekonomi: peperangan, konflik geografis, terorisme
beserta semua implikasinya, di Indonesia ternyata ekses-ekses ekonomi dan politik mulai
merambah pada debat yang bisa mengusik multikulturalisme dan keberagaman ini.
v
Dengan demikian, satu tema besar yang menyangkut perubahan internasional yang berupa
perubahan konstelasi politik dan ekonomi dunia perlu mendapat respon internal berupa
pembangunan dan pengembangan strategi kebahasaan dalam bentuk pembahasan posisi BIPA
dalam perubahan konstelasi politik dan ekonomi dunia yang sejatinya merupakan upaya cerdas
untuk melihat ke dalam internal menjadi topik hangat dan relevan untuk diulas, dibahas dan
dikupas dengan hangat dalam konferensi ini.
Kebijakan MEA antar Negara-negara di Asia telah memasuki tahap tahun ke dua. setelah
dicanangkannya dan diadopsinya keputusan ini, negara-negara di Asia telah memasuki gelombang
dahsyat persaingan di bidang ekonomi. Kebijakan MEA yang memungkinkan masuknya tenaga-
tenaga kerja asing ke masing- masing negara telah membuahkan berbagai dampak di luar skopa
ekonomi. Di bidang ketenagakerjaan, negara-negara Indochina yakni Vietnam, Kamboja, Laos,
serta negara-negara tetangga di ASEAN seperti Myanmar telah mengalami imbas yang luar biasa
dengan semakin tergerusnya tenaga kerja lokal karena kesempatan dan peluang kerja telah dan
sedang direbut oleh tenaga kerja dari negara Tirai bamboo, China. Ekses-ekses dan pergesekan
yang timbul menyebabkan terjadinya friksi-friksi sosial, konflik horizontal antara pabrik dengan
pekerjanya yang mengalami PHK, tenaga lokal dengan tenaga asing, serta konflik rasial antara
penduduk pribumi dengan penduduk yang memiliki persamaan keturunan/ras dengan tenaga kerja
asing yang masuk.
Di sisi lain, diintervensi secara masifnya dengan investasi ke dalam negeri dari negara
lain, dalam kasus Indonesia, para pemangku kepentingan, pemerintah dan DPR belum mampu
menyiapkan medium-medium yang mampu membantu tenaga kerja lokal untuk bersaing dengan
tenaga asing. Baik di bidang keterampilan praktis bekerja, tingkat melek teknologi dan pendidikan.
Kebijakan pro investasi asing, yang secara serta merta diikuti masuknya tenaga kerja asing
semakin memperbesar rasa ketidak-puasan terhadap kebijakan-kebijakan yang kurang pro rakyat
kecil.
Di satu sisi, para pemangku kepentingan berharap bahwa upaya pengenalan bahasa
Indonesia ke dunia internasional diharapkan bisa menjadi asparatus pemartaban bahasa Indonesia.
Banyak sumberdaya, di tengah keterbatasan dan kemauan dilakukan untuk melaksanakan mandat
pemartabatan ini. Pengiriman guru-guru BIPA ke luar negeri untuk mengajar di institusi-institusi
luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia telah berjalan beberapa tahun terakhir ini. Di
samping itu, datangnya banyak mahasiswa asing dan pelajar ke Indonesia untuk belajar BIPA
juga semakin meningkat. Karena daya dan kapasitas angkat BIPA lebih dari sekedar
keterampilan berbahasa saja, maka para pemangku kepentingan dalam pengembangan strategi
kebahasaan perlu memetakan tantangan dan hambatan, dampak, beban serta variabel-variabel lain
yang berada di luar konteks kebahasaan saja.
Para pemegang kepentingan dalam strategi kebahasaan perlu merencanakan aktivitas
pemartabatan bahasa Indonesia, salah satunya dengan pengiriman guru-guru BIPA ke luar negeri
lebih dari sekedar untuk mencetak BIPA menjadi bahasa commerce (perdagangan) atau untuk
menjadi medium untuk menguasai ekonomi Indonesia, atau untuk mencetak agen kapitalisme dan
perbudakan ekonomi. Pihak-pihak ini perlu menelorkan kebijakan-kebijakan kebahasaan yang
bisa menghantarkan kemartabatan kemanusiaan, salah satunya dengan mengenalkan studi
wawasan kebangsaan dan kebudayaan.
Menyusul pembahasan tentang masalah ini di KIPBIPA IX di Bali yang salah satu
temanya mengusung masalah lintas budaya, unsur-unsur lintas budaya ini sekarang semakin
vi
tampak jauh lebih penting dan urgen untuk dibahas lebih dalam diskusi ke-BIPA-an, dan sebagai
salah satu tema perlu ditelaah lebih lanjut dalam KIPBIPA X ini, terutama dalam kaitannya dengan
lintas budaya antar pembelajar BIPA yang akan datang ke Indonesia untuk melakukan aktivitas
edukasi maupun ekonomi dengan penduduk lokal di Indonesia. Mungkin, BIPA bisa menjadi
sosok yang memiliki daya dorong untuk membuat hubungan antar bangsa yang setara dan
semartabat ketika medium berkomunikasi ini diimbangi dengan ketanggapan dan praktek budaya
yang sama-sama bisa dimengerti dan diterima. Peran lintas budaya sudah saatnya dibahas dan
dipertimbangkan sebagai salah satu medium untuk menciptakan strategi pengembangan dan
pembangunan kebahasaan lewat BIPA. Perencanaan strategis yang matang untuk memadu dan
memasukkan unsur-unsur pendukung dalam BIPA termasuk di dalamnya informasi Studi Ke-
Indonesia-an, Wawasan Kebangsaan serta Wawasan Ke-BIPA-an, studi Lintas Budaya mutakhir
perlu diseriusi oleh semua pemangku kepentingan dengan berkolaborasi antara Pemerintah
Indonesia, dunia akademis serta intelektual. Dengan demikian gelombang masukknya budaya
asing yang bisa menggerus budaya Indonesia bisa difilter menjadi dengan komprehensif. Peran
BIPA yang memiliki daya dukung ini harus mulai digaungkan untuk menciptakan kondisi yang
bisa menjaga investasi ke Indonesia, termasuk lewat Pariwisata yang Bertanggung Jawab
(Responsible Tourism) yang bisa menghindari atau paling tidak mengerem kerusakan ekologis
maupun kultur sehingga dalam waktunya BIPA bisa menjadi bagian dari medium untuk mebangun
ketahanan peradaban dan budaya Indonesia.
Para pelaku BIPA perlu mahfum bahwa Pengembangan Bahasa Indonesia bukanlah
semata-mata tanggung jawab satu lembaga bahasa atau organisasi. Organisasi non-bahasa juga
memiliki potensi dan daya dukung untuk turut berkontribusi dalam memperkenalkan bahasa
Indonesia ke masyarakat non-pengguna bahasa Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Lembaga negara, kedutaan dan konsulat, misalnya, memiliki peran yang amat strategis
dalam memperkenalkan bahasa Indonesia ke negara-negara tempat lembaga ini berada. BIPA bisa
menjadi bagian dari medium untuk membangun ketahanan peradaban dan budaya Indonesia.
Sebaliknya di dalam negeri lembaga kementerain dan pemerintahan yang dalam
operasionalnya bersinggungan dengan aktivitas orang asing seperti Kementerian Kebudayaan dan
Pendidikan dan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang masing-masing
bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan dan pariwisata belum mendapatkan
advokasi maksimal tentang potensi dan kontribusi BIPA untuk mengembangan kedua bidang ini
baik secara langsung maupun tidak langsung. advokasi dan pemaparan untuk membahas
keterlintasan antara BIPA dengan segala Pemangku Kepentingannya dengan dunia pariwisata
dengan Kementrian yang berkepentingan.
Konferensi ini bisa dijadikan momentum oleh APPBIPA pusat untuk turut
mengundang mitra berpotensi baik di luar maupun di dalam negeri untuk turut memetakan sinergi
– kerja sama antara lembaga bahasa/pemangku Kepentingan BIPA (Badan Bahasa, APPBIPA)
dengan lembaga non-Bahasa, Kementrian terkait, Asosiasi Profesional, institusi kerjasama
negara-negara termasuk Kantor Sekretariat ASEAN, badan-badan Perserikatan Bangsa- Bangsa,
dsb. Dengan demikian diplomasi antar negara, salah satunya lewat diplomasi lintas budaya bisa
menjadi pelengkap dari peran BIPA yang komprehensif.
Pada akhirnya, buku prosiding KIPBIPA X/2017 ini bisa menjadi medium yang strategis
untuk melihat spektrum perkembangan dunia BIPA selama ini. Dengan demikian kita semua bisa
memulai untuk membuat semacam alat untuk mengevaluasi perkembangan BIPA. Peran
vii
kerjasama kelembagaan BIPA dan di dalam luar negeri dalam melihat kilas balik upaya-upaya
pengembangan BIPA bisa turut membantu kita untuk merencanakan arah BIPA yang sesuai
dengan tujuan pemartabatan bangsa dan bahasanya.
Malang, 12 Oktober 2017
Sugeng Susilo Adi
Ketua Panitia KIPBIPA X/2017
Direktur Brawijaya Language Center, Universitas Brawijaya
viii
ix
DAFTAR ISI
BAGIAN IV : PEMBELAJARAN BIPA: ISU-ISU MUTAKHIR
1. Pembelajaran Berbicara Berbasis Tipologis Bahasa dan Kearifan Lokal
Masyarakat Lampung bagi Peserta Bipa di Universitas Lampung
Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. dan Dr. Sumarti, M.Hum. ........................................ 1
2. Pembelajaran BIPA melalui Cerita Rakyat
Imelda ......................................................................................................................... 8
3. Mengembangkan Materi Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing Usia
Pra Sekolah
Liana Kosasih, M.Pd .................................................................................................. 16
4. An Analysis of Thai Learners of Bahasa Indonesia as a Foreign Language on
Bahasa Indonesia Vowels Pronunciation
Robertus Pujo Leksono, M.Pd .................................................................................... 23
5. Analisis Kesesuaian Materi Buku Ajar BIPA A1 dan A2 PPSDK
Maria Dina Pratiwi, S.Pd. ........................................................................................... 29
6. Penggunaan Puisi sebagai Bahan Ajar Bagi Penutur Asing (BIPA) dalam
Upaya meningkatkan Sikap Positif Terhadap Budaya Indonesia
Marlina, S.Pd., ............................................................................................................ 38
7. RPG (Role Playing Games) sebagai Suplemen Peningkatan Keterampilan
Membaca Intensif BIPA Tingkat Pemula
Maulfi Syaiful Rizal, M.Pd., Renda Yuriananta, S.Pd. .............................................. 48
8. Penerapan Metode Suku Kata pada Keterampilan Membaca Pembelajar Bipa
di Nahdatulsyuban School, Narathiwat, Thailand
Nais Ambarsari, S.Pd. ................................................................................................ 57
9. Pemali sebagai Media Komunikasi Antarbudaya dalam Pembelajaran BIPA
Ridzky Firmansyah Fahmi ......................................................................................... 66
x
10. Dari Kartun M. Bundhowi Sampai Kelas Membatik: Sarana Ajar Alternatif
dalam Pembelajaran Bipa di Program Studi PBSI FKIP UAD
Sudaryanto, S.Pd., M.Pd. ........................................................................................... 70
11. Penerapan Pendekatan Proses untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
Tri Wahyono, M.Pd .................................................................................................... 78
12. Sebuah Refleksi tentang Pengenalan Budaya dalam Program Bahasa Indonesia
Universitas Columbia
Agam Syahrial ............................................................................................................ 85
13. Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Komunikatif (Communicative Language
Teaching) dalam Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
Agung Siswanto, S.Pd ............................................................................................... 95
14. Layanan Kursus Mandiri (Startup BIPA) dalam Jaringan untuk Semua
Pembelajar Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA)
Ari Nursenja Rivanti, S.Pd. ........................................................................................ 106
15. Penyusunan Buku Teks BIPA Berbasis Pendekatan Komunikatif Integratif untuk
Semua Pelajar BIPA (Penelitian dan Pengembangan Materi Pengajaran BIPA)
Chintia Devi Yurensi, S.Pd. ....................................................................................... 111
16. Humor dalam buku pengayaan BIPA
Dr. Ari Ambarwati, M.Pd. ......................................................................................... 117
17. Pengembangan Bahan Ajar BIPA pada Keterampilan Membaca Kompetensi
Pemula (A1) Berbasis Kearifan Lokal
Dr. Arono, M.Pd. dan Nadrah, M.Pd. ....................................................................... 123
18. Peningkatan Keterampilan Menulis Proposal Kegiatan pada Siswa BIPA Tingkat
Lanjut Melalui Pendekatan Kontekstual Berbasis Budaya
Dr. Eti Setyawati dan Nia Budiana, M.Pd. ................................................................. 135
19. Penutur Asing belajar baca-Tulis dalam bahasa Indonesia melalui
Pembelajaran Jarak Jauh (Daring)
Dra. Ratu Badriyah ..................................................................................................... 143
20. Sikap dan Pemilihan Bahasa Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
FKIP Universitas HKBP Nommensen Terhadap Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggeris Tinjauan Sosiolinguistik
Elza Leyli Lisnora Saragih ......................................................................................... 152
xi
21. Tata Bahasa Komunikatif dalam Pembelajaran Bipa Tingkat Pemula (A1)
Fida Pangesti. S.Pd., M.A .......................................................................................... 161
22. Pemanfaatan Media Digital sebagai Peluang Perkembangan Bipa (Studi
Komparatif Pemelajar Online dan Tatap Muka)
Grandis Putri Ogustina, Nunung Sitaresmi, dan Lilis Siti Sulistyaningsih ............... 169
23. Penggunaan Aplikasi Ted-Ed dan Mentimater untuk Pengajaran BIPA
Herman Felani, S.S., M.A. ......................................................................................... 178
24. Teknik Pembelajaran Kemahiran Menulis kepada Peserta Program BIPA
Nunung Nuryanti, S.S., M.Pd. .................................................................................... 189
25. Sister School sebagai upaya SMA Dwiwarna mengenalan BIPA melalui sekolah
Retno Cahwati, S.Pd. .................................................................................................. 195
26. Penilaian Autentik Keterampilan Berbicara dengan Media Iklan untuk
Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif bagi Pembelajar Bipa
Rosendi Galih Susani S.Pd. ........................................................................................ 203
27. Pengembangan Model Materi Ajar Berbasis Kontekstual dalam Menulis Kreatif
Tri Maryanto, S.Pd. .................................................................................................... 216
28. Pengaruh Bahasa Lisan ke Dalam Bahasa Tulis pada Mahasiswa BIPA
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
Yulyanti Andrayani, S.Hum. ...................................................................................... 222
29. Pembelajaran bahasa Indonesia pada anak balita berkewarganegaraan
Indonesia yang tinggal di Amerika
Dr. Tri Sulistyaningtyas, M.Hum., Yani Suryani, M.Hum ........................................ 230
BAGIAN V : TREN DALAM PENELITIAN BIPA
30. Pemetaan Pembelajaran Bipa Di Moscow, Rusia
Mochamad Whilky Rizkyanfi .................................................................................... 237
31. Analisis Wacana Teks Pidato: Studi Kasus terhadap Teks Pidato Pemenang
Lomba Pidato Bahasa Indonesia di KBRI Jerman
Paulina Chandrasari Kusuma, S.Pd., M.Hum, Ellis Reni Artyana, M.Pd. ................. 245
32. Kesulitan Pengucapan Pemelajar Bipa di Rajamangala University of
Technology Krungthep, Bangkok,Thailand Tahun 2017
Raden Yusuf Sidiq Budiawan, M.A. .......................................................................... 258
xii
33. Penyusunan Analisis Kebutuhan Pengajaran BIPA dengan Tujuan Khusus: Studi
Kasus Penyuluhan Perkopian Tradisional untuk Perdagangan Kopi Internasional di
Desa Gertas
Vincentius Stevian Yudhistira, S.Pd. ......................................................................... 276
34. Mengurangi Ancaman pada Pasien Penutur Bahasa Indonesia dan Asing dengan
Penggunaan Bentuk Sapaan Kekerabatan Lisan yang Santunan dalam Bahasa
Indonesia pada Komunikasi Dokter-Pasien
Dr. Emalia Iragiliati, M.Pd. ........................................................................................ 285
35. Karakteristik Kosakata Bahasa Tulis Pemelajar BIPA Thailand
Elva Riezky Maharany, M.Pd. ................................................................................... 292
BAGIAN VI : ISU PROFESIONALISME PENGAJARAN BIPA
36. The Teaching Of Bahasa Indonesia To Migrant Children At The Border Of A
Nation : A Case In Kinabalu
Nia Kurniawati, S.Pd., M.Pd., Mia Fatimatul Munsi, S.Pd.,M.Pd., Aprilla Adawiyah,
S.Pd.,M.Pd., Aan Hasanah, S.Pd,.M.Pd. .................................................................... 302
37. Tantangan dan Peluang Pengajaran BIPA sebagai Dampak 新住民 : Studi
Kasus di 新北市 di Taiwan
Nuning Catur Sri Wilujeng, M.A. .............................................................................. 310
38. Pengembangan Model Penilaian Otentik Berbasis Budaya Lokal dalam
Pembelajaran BIPA
Prof. Dr. Atmazaki, M. Pd. ........................................................................................ 317
39. Pengembangan Media Pembelajaran Menyimak Berbasis Lectora Inspire
Untuk Pembelajar Bipa Tingkat Pemula Dasar Kbri Moscow
Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum ......................................................................... 325
40. Peran dan Fungsi Lembaga Sertifikasi Kompetisi Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (LSK BIPA)
Agus Soehardjono, S.S., M.M. dan Tan Paulina Candra Aista, M. Hum. ................ 334
41. Sabtu Bermutu Kegiatan Literasi Calon Pengajar BIPA Mahasiswa Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia UMSU
Aisiyah Aztry, M.Pd. ................................................................................................. 339
42. BIPA di Asia Tenggara
Dr. Felicia N. Utorodewo .......................................................................................... 343
xiii
43. Internasionalisasi Bahasa Indonesia di Rusia; Pengajaran BIPA di Universitas
Negeri Moskow Lomonosov
Dr. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd. ............................................................................... 351
44. Keberadaan LSK BIPA dalam Upaya Penjaminan Mutu Uji Kompetensi BIPA
Drs. Suharsono, M.Hum. ............................................................................................ 358
45. Perubahan Paradigma untuk Menghargai Bahasa Indonesia
Tatan Tawarmi, S.S., M.Hum .................................................................................... 365
46. Pembelajaran Ekspresi Tulis BIPA di Sekolah Jarak Jauh Queensland dan
Australia
Wati Istanti, S.Pd., M.Pd. ........................................................................................... 370
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
161
TATA BAHASA KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BIPA KELAS PEMULA (A1)
Fida Pangesti, S.Pd., M.A.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Tata bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam pembelajaran BIPA. Namun, tata bahasa masih menjadi permasalahan tersendiri baik bagi pengajar maupun pebelajar. Menggabungkan konteks dengan materi tata bahasa agaknya dapat menjadi solusi bagi permasalahan ini. Melalui konteks, mahasiswa akan lebih mudah menangkap konsep tata bahasa beserta ranah penggunaannya. Istilah yang sering digunakan dalam hal ini adalah tata Bahasa komunikatif. Selanjutnya, makalah ini akan mencoba menguraikan tentang tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas pemula yang meliputi (1) pengajaran tata bahasa, (2) pengajaran tata bahasa di kelas pemula BIPA, (3) tata bahasa komunikatif, dan (4) penerapan tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas pemula. Pertama, pengajaran tata bahasa merupakan aspek penting dalam membangun performansi kebahasaan pebelajar. Selama ini metode yang sering digunakan dalam pengajaran tata bahasa adalah metode deduktif dan metode induktif. Kedua, pengajaran tata bahasa di kelas pemula sangat tidak disarankan untuk menggunakan pengajaran tradisional atau metode deduktif. Ketiga, tata bahasa komunikatif merupakan turunan dari Communicative Language Teaching sehingga pengajaran tata bahasa harus didesain untuk membantu pebelajar memnuhi tugas-tugas/fungsi-fungsi komunikasi bahasa dalam konteks yang nyata. Keempat, penerapan tata bahasa komunikatif di kelas pemula disajikan dalam bentuk langkah-langkah praktis pengajaran imbuhan me- yang mencakup apersepsi, penyajian tata bahasa, aktivitas komunikatif I, aktivitas komunikatif II, dan asesmen. Pada akhirnya, bahasan-bahasan sederhana dalam makalah ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi pengajaran tata bahasa dalam pembelajaran BIPA, terlebih tercapainya cita-cita internasionalisasi bahasa Indonesia.
Kata Kunci : tata bahasa komunikatif, kelas pemula, pembelajaran BIPA
A. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) tampaknya benar-benar menjadi primadona dewasa ini. Dalam beberapa forum ke-BIPA-an sering digaungkan ungkapan “BIPA ibarat gadis yang sangat seksi dan menarik”. Hal ini sungguh tampak dari banyaknya pebelajar BIPA, institusi atau lembaga penyelenggara BIPA, dan forum-forum BIPA baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Setidaknya ada lima alasan yang mendasari fenomena ini. Pertama, ada kesadaran akan potensi bangsa Indonesia ditilik dari segi jumlah penduduk, luas wilayah, ekonomi, politik, budaya, serta pariwisata di mata internasional. Kedua, ada kesadaran tentang urgensi peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional sehingga dorongan untuk memantapkan
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
162
pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing semakin meningkat. Ketiga, ada kesadaran bahwa BIPA menjadi gerbang bagi masuknya mahasiswa asing di perguruan tinggi—mengingat sebagian besar pelaksana BIPA adalah perguruan tinggi—demi promosi dan internasionalisasi perguruan tinggi. Keempat, APPBIPA (Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA) telah hadir angin segar bagi terangnya perjalanan BIPA ke depannya dan menunjukkan hasil/progress yang signifikan. Kelima, PPSDK (Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan) yang secara berkala mengadakan program pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri.
Pada praktiknya, pembelajaran BIPA—sebagaimana pembelajaran bahasa lainnya—mengacu pada empat keterampilan berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut bermuara pada tercapainya kompetensi komunikatif pebelajar, yaitu kemampuan pebelajar untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dalam konteks dan tujuan yang beragam. Namun, aspek yang tidak bisa dilepaskan dari keempat keterampilan tersebut adalah tata bahasa.
Tata bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam pembelajaran BIPA. Tanpa pemahaman tata bahasa yang mumpuni, penutur BIPA akan kesulitan menerapkan kosakata yang sudah dimilikinya. Sayangnya, tata bahasa seolah menjadi momok baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru, mengajar tata bahasa tidaklah mudah mengingat mahasiswa BIPA memiliki konstruksi tata bahasa asal yang kemungkinan berbeda dengan bahasa Indonesia sehingga mereka tidak bisa dengan cepat memahami materi dan cenderung banyak bertanya pertanyaan yang kadang sulit untuk dijawab. Alhasil, beberapa guru BIPA mengaku sering mati kutu jika sudah mengajar tata bahasa. Sementara itu, bagi mahasiswa kelas tata bahasa begitu sulit karena bahasa Indonesia memiliki tata bahasa yang kompleks, mirip satu sama lain, selalu memiliki pengecualian, dan sebagainya.
Menggabungkan konteks dengan materi tata bahasa agaknya dapat menjadi solusi bagi permasalahan ini. Melalui konteks, mahasiswa akan lebih mudah menangkap konsep tata bahasa beserta ranah penggunaannya. Istilah yang sering digunakan dalam hal ini adalah tata Bahasa komunikatif. Tata Bahasa komunikatif adalah pengajaran tata bahasa yang fokus pada penguasaan kompetensi komunikatif mahasiswa sehingga mahasiswa dapat berkomunikasi secara lancar dengan penggunaan tata bahasa yang tepat. Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba menguraikan tentang tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas pemula. Integrasi konteks ini lazimnya disebut sebagai tata bahasa komunikatif. Hal-hal yang akan didiskusikan meliputi (1) pengajaran tata bahasa, (2) pengajaran tata bahasa di kelas pemula BIPA, (3) tata bahasa komunikatif, dan (4) penerapan tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas pemula.
B. PENGAJARAN TATA BAHASA
Pada mulanya, tata bahasa menjadi perhatian utama para pengajar dan pebelajar bahasa. Pengajaran tata bahasa dijadikan sebagai kelas tersendiri yang bertujuan untuk membuat pebelajar memahami item-item tata bahasa sasaran dengan jalan secara tepat mengerjakan latihan-latihan tata bahasa. Padahal, Ellis (2006:84) mendefinisikan pembelajaran tata bahasa sebagai berikut.
Grammar teaching involves any instructional technique that draws learners’ attention to some specific grammatical form in such a way that it helps them either to understand it metalinguistically and/or process in comprehension and/or production so that they can internalize it.
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
163
Dari definisi Ellis di atas, dapat dipahami bahwa pengajaran tata bahasa pada dasarnya adalah jalan untuk membantu pebelajar memahami tata bahasa secara metalinguistik sehingga pebelajar dapat menginternalisasinya. Definisi tersebut mengimplikasikan bahwa pemahaman tata bahasa bukan menjadi tujuan akhir. Tujuan akhir pengajaran tata bahasa adalah produksi bahasa itu sendiri.
Permasalahan pengajaran tata bahasa dapat dibahas dalam tiga perspektif yang berbeda: teori pemerolehan bahasa, perspektif pebelajar, dan pedagogi bahasa (Ellis, 2002:13). Dari sudut pandang teori pemerolehan bahasa, dapat dipahami dan disepakati bersama bahwa pebelajar—khususnya pebelajar dewasa—sangat sulit mencapai kompetensi gramatikal yang tinggi meskipun memiliki kesempatan untuk belajar bahasa target secara natural, melalui imersi total misalnya. Oleh karenanya, muncul perdebatan apakah solusi pengajaran/kelas tata bahasa merupakan solusi yang efektif dalam mencapai kompetensi bahasa target. Namun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan serangkaian bukti bahwa pengajaran/kelas tata bahasa memiliki efek yang menguntungkan bagi perkembangan bahasa pebelajar. Dari sudut pandang pebelajar—khususnya pebelajar dewasa—tata bahasa merupakan hal sentral dalam pembelajaran bahasa. Seringkali pebelajar fokus dan menunjukkan kerja keras dalam memahami tata bahasa karena bagi pebelajar keberhasilan dalam berbahasa adalah ketika dapat menggunakan bahasa yang bersangkutan dengan tata bahasa yang tepat. Adapun dari sudut pandang pedagogi, tata bahasa termaktub dalam kurikulum dalam dua stile: silabus tematik dan silabus struktural. Dalam silabus tematik, pembelajaran diorientasikan pada tugas-tugas atau fungsi-fungsi komunikatif dimana tata bahasa terintregasi dalam tema-tema tersebut. Sementara itu, dalam silabus struktural pembelajaran diatur secara sistematis berdasarkan konten materi.
Hal yang menarik dari ketiga perspektif di atas adalah perspektif pedagogi. Dua jenis silabus tersebut di atas diterapkan oleh institusi penyelenggaran BIPA. Beberapa institusi pada praktiknya tidak memecah kelas BIPA menjadi kelas-kelas keterampilan dan kelas tata bahasa. Dengan kata lain, institusi tersebut menerapkan silabus tematik. Kelebihan silabus tematik adalah pebelajar akan fokus pada tugas/fungsi komunikatif yang ditargetkan, sedangkan kelemahannya adalah tidak semua aspek tata bahasa benar-benar klik dengan tema. Pada akhirnya, beberapa aspek kebahasaan hanya terkesan ditempelkan begitu saja dalam teks yang disajikan dan kemudian praktik pengajarannya tetap deduktif. Beberapa pebelajar yang sangat “sadar” akan tata bahasa akan bertanya secara khusus kepada pengajar karena merasa belum mendapatkan penjelasan dan pemahaman yang komprehensif. Sebaliknya, beberapa institusi penyelenggara BIPA memecah kelas BIPA menjadi kelas keterampilan (membaca, menulis, menyimak, dan berbicara), kelas tata bahasa, bahkan secara khusus menyajikan kelas budaya Indonesia. Di sini institusi tersebut menerapkan silabus struktural. Kelebihan penerapan silabus ini adalah pebelajar merasakan progress yang berarti dari segi tata bahasa, sedangkan kelemahannya adalah bila pengajar tidak cermat dalam memilih metode dan teknik makan pembelajaran akan menjadi pembelajaran konvensional yang membosankan.
Ada dua metode yang paling umum digunakan pengajar dalam pengajaran tata bahasa, yaitu metode deduktif dan metode induktif. Dalam metode deduktif, aturan-aturan kebahasaan menjadi hal pertama dan utama sehingga harus diberikan terlebih dahulu kemudian diikuti dengan pemberian contoh dan baru pemberian latihan. Metode ini kerap diasosiasikan dengan Grammar-Translation Method (Thornburry, 1999:29). Sebaliknya, dalam metode induktif aturan-aturan kebahasaan menjadi hasil akhir: dimulai dengan pengajar memberikan contoh kalimat, mengarahkan pebelajar untuk mencermati contoh kalimat, dan diakhiri dengan menyimpulkan aturan kebahasaan. Dalam hal ini pebelajar yang menyimpulkan sendiri aturan-aturan kebahasaan tersebut sehingga keterlibatan aktif pebelajar akan sangat terlihat.
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
164
C. PENGAJARAN TATA BAHASA DI KELAS PEMULA BIPA
Dalam pendekatan tradisional, tata bahasa harus mulai diajarkan pada tahap paling awal dalam pembelajaran. Pandangan ini berakar dari teori belajar behavioris, bahwa belajar adalah sebuah pembiasaan dan pebelajar harus dibiasakan sejak awal tentang struktur-struktur yang benar dalam bahasa yang dipelajari. Namun, beberapa ahli berpendapat sebaliknya. Menurut Ellis (2002: ), ada dua alasan mengapa tata bahasa sebaiknya tidak diajarkan pada kelas pemula. Pertama, hasil penelitian pada kasus pembelajaran bahasa secara imersi menunjukkan bahwa pebelajar tidak membutuhkan tata bahasa untuk memperoleh kompetensi gramatikal. Melalui interaksi langsung dengan penutur asli bahasa yang dipelajari, pebelajar dapat memahami kata dasar, urutan kata, dan kalimat secara natural tanpa penjelasan spesifik dalam kelas tata bahasa. Kedua, tahap awal pemerolehan bahasa kedua pada hakikatnya sama dengan pemerolehan bahasa pertama yaitu naturally grammatical. Pebelajar awalnya akan memproduksi ujaran yang sepotong-sepotong namun tetap kontekstual dan perlahan-lahan menggramatikalkan ujarannya. Artinya, pembelajaran bahasa di kelas pemula lebih pada pemerolehan kata daripada pemerolehan tata bahasa.
Bila demikian adanya, maka pertanyaannya adalah apakah tata bahasa tidak perlu diajarkan di kelas pemula? Jawabannya tentu perlu. Hanya saja pengajaran tata bahasa pada kelas pemula tidak bisa diajarkan secara langsung melalui penjelasan-penjelasan definitif dengan contoh-contoh lepas. Silabus tematik dapat diterapkan dalam hal ini. Dengan demikian, tata bahasa tetap dimasukkan dalam pembelajaran tanpa mengenyampingkan fakta lexical oriented pada pembelajaran bahasa kelas pemula.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nesrine (2013) bahwa pembelajaran tata bahasa dalam sebuah konteks sangat membantu pebelajar untuk mengetahui apa yang harus dibicarakan serta kapan, bagaimana, dan kepada siapa hal itu harus dibicarakan. Pembelajaran tata bahasa melalui aktivitas membaca, menulis, menyimak, dan berbicara dapat meningkatkan keempat keterampilan tersebut seturut peningkatan keterampilan tata bahasa.
D. TATA BAHASA KOMUNIKATIF
Tata bahasa komunikatif pada dasarnya merupakan derivasi dari pendekatan komunikatif (Communicative Language Teaching). Menurut Kumaravadivelu (dalam Makmun, 2016) pendekatan komunikatif memiliki empat karakteristik utama. Pertama, sasaran kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak terbatas pada kompetensi gramatikal atau linguistik. Kedua, teknik-teknik pembelajaran bahasa dirancang untuk melibatkan peserta didik dalam penggunaan bahasa secara pragmatis, otentik, fungsional, dan bermakna. Ketiga, kefasihan dan ketepatan dipandang sebagai prinsip-prinsip pelengkap yang mendasari teknik-teknik komunikatif. Dalam hal ini, kefasihan harus lebih dipentingkan daripada ketepatan agar para peserta didik agar tetap terlibat secara bermakna dalam penggunaan bahasa. Keempat, dalam kelas komunikatif peserta didik pada akhirnya harus menggunakan bahasa secara produktif dan berterima dalam konteks spontan dan alami.
Penderivasian pendekatan komunikatif ke dalam pengajaran tata bahasa (tata bahasa komunikatif) mengisyaratkan tiga hal. Pertama, materi tata bahasa harus dimasukkan dalam sebuah konteks penggunaan bahasa secara aktual. Kedua, materi tata bahasa didesain untuk membekali pebelajar mencapai salah satu tugas komunikasi. Langkah yang dapat ditempuh dari poin satu dan dua adalah dengan menentukan tema-tema pembelajaran. Ketiga, aktivitas dalam kelas tata bahasa
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
165
didesain pebelajar memproduksi kalimat-kalimat dalam sebuah komunikasi dengan pebelajar lainnya dan melibatkan aktivitas psikomotor.
Selanjutnya, Andrian Doff sebagaimana dikutip Astrid (2011:182—183) mengusulkan beberapa langkah pembelajaran tata bahasa untuk menciptakan kelas yang komunikatif. Tahap pertama adalah memotivasi pebelajar dengan cara mengarahkan pebelajar pada fokus bahasa dan membangun pengetahuan tentang aturan tata bahasa. Pemberian motivasi dapat memanfaatkan berbagai media seperti foto, kartu bergambar, benda di kelas, dan sebagainya yang real bagi pebelajar. Tahap ini disebut juga tahap aktivitas prakomunikatif (Littlewood dalam Chung, 1981). Menurut Littlewood, aktivitas prakomunikatif menyediakan latihan dan praktik yang dibutuhkan pebelajar dalam menerima aspek tata bahasa yang akan dilatihkan. Dalam hal ini, pengajar dapat berfokus pada bentuk dan/atau kosakata yang terakhir kali diajarkan sehingga terlihat kesinambungan antarmateri. Tahap kedua adalah penyajian tata bahasa. Penyajian tata bahasa dilakukan dengan berpaku pada kalimat yang diproduksi pebelajar. Kalimat-kalimat tersebut ditambah dengan beberapa kalimat dari pengajar kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyimpulkan kaidah tata bahasa yang dipelajari. Tahap ketiga adalah pemberian latihan yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktif. Adapun tahap keempat adalah pengukuran/evaluasi. Tidak jauh berbeda dengan Andrian Doff, Language International Aucland University menyajikan tahapan dalam pendekatan tata bahasa komunikatif adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Tahapan Tata Bahasa Komunikatif
No Tahap Tujuan1 Pebelajar melakukan aktivitas
komunikatif yang mengarah pada aspek tata bahasa tertentu
Memberikan kesempatan pebelajar menggunakan aspek tata bahasa tertentu dan kesempatan untuk praktik berbicara
2 Pengajar mengevaluasi produksi bahasa pebelajar
Mengetahui apakah pebelajar dapat menggunakan bahasa target dan menyimak keakurasiannya.
3 Pengajar mengoreksi kesalahan berbahasa pebelajar
Memberikan feedback produksi bahasa kepada pebelajar dan untuk memfokuskan pebelajar pada aspek tata bahasa yang sedang dipelajari
4 Pengajar mengecek bentuk dan makna Memperjelas bagaimana aspek tata bahasa sasaran dibuat dan digunakan.
5 Pebelajar melakukan aktivitas komunikatif kedua
Memberikan kesempatan pebelajar untuk praktik lebih lanjut dan menginternalisasi aspek tata bahasa yang sedang dipelajari.
Sumber: Languages International – Auckland & Christchurch, New Zealand (www.languages.ac.nz)
E. PENERAPAN TATA BAHASA KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BIPA
Permasalahan-permasalahan tata bahasa dalam pembelajaran bahasa telah dibahas secara gamlang di muka. Pada intinya, tata bahasa di kelas pemula harus diajarkan dengan berfokus pada tugas-tugas atau fungsi-fungsi komunikasi yang diharapkan/ditargetkan (Ellis, 2002; Ellis, 2006; Glao dan Hoa, 2004 ). Oleh karenanya, tata bahasa komunikatif dirasa sangat tepat untuk diterapkan.
Mengacu pada rancangan kurikulum kursus dan pelatihan BIPA yang dirancang oleh APPBIPA Indonesia dan PPSDK dengan mengacu pada kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), aspek tata bahasa yang harus dikuasi pebelajar BIPA di kelas pemula (A1) meliputi (1)
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
166
penggunaan ganti orang; (2) penggunaan struktur frasa benda (DM); (3) penggunaan kata bilangan tingkat; (4) penggunaan kata negasi; (5) penggunaan kalimat sederhana; (6) penggunaan kata tanya; (7) penggunaan kata ganti tunjuk; (8) penggunaan kata kerja ada; (9) penggunaan posisi dan lokasi; (10) penggunaan kata depan; (11) penggunaan kata kerja berimbuhan (ber- dan me-); (12) penggunaan kata keterangan waktu (besok, kemarin, dll) dan kata keterangan aspek (belum, sudah, akan, dll); dan (12) penggunaan kata hubung. Dalam hal ini, mengingat berbagai keterbatasan dalam penyajian makalah ini, hanya satu tata bahasa yang akan dijadikan contoh yaitu pengajaran imbuhan me-. Berikut uraiannya.
Tabel 2 Tata Bahasa Komunikatif Pengajaran Imbuhan Me-
Tema Aktivitas Sehari-hariFokus Keterampilan BerbicaraStandar Kompetensi Mampu menguasai pengetahuan tentang penggunaan kata kerja berimbuhan.Kompetensi Dasar Mampu menggunakan kata kerja berimbuhan me- beserta alomorfnya yang maknan-
ya ‘melakukan aktivitas’Tujuan pembelajaran
Pebelajar mampu memahami kaidah pembentukan kata dengan imbuhan medan menggunakan imbuhan me- ‘melakukan aktivitas’ dengan tepat.
Struktur target Saya punya teman baru.Mereka adalah teman baru saya.Dia bernama …Mereka tinggal di …Kami berfoto bersama.Dsb.
AktivitasStrategi motivasi Pengajar menunjukkan gambar-gambar aktivitas sehari-hari kepada pebelajar.
Pengajar bertanya kepada pebelajar kosakata (kata kerja) dalam gambar.Gambar 1 : memasak Gambar 4 : membacaGambar 2 : menyapu Gambar 5 : mendengarGambar 3 : menulis (jumlah gambar dapat bervariasi)
Pengajar menulis jawaban-jawaban pebelajar di papan tulisPenyajian tata ba-hasa
Pengajar meminta pebelajar menyebutkan kosakata aktivitas berimbuhan me- yang sudah mereka ketahui, kemudian pengajar menuliskan kosakata tersebut di papan tulis
Pengajar menugasi pebelajar untuk menemukan kaidah perubahan imbuhan me- (alomorf) dengan cara menemukan wujud dasar (root) secara berpasangan
Pengajar dan pebelajar membahas hasil diskusi alomorf imbuhan me-Pengajar dan pebelajar menyimpulkan kaidah kebahasaan imbuhan me-
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
167
Aktivitas Komu-nikatif I: Games Te-bak Gaya
Pengajar membagi pebelajar dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 2 orangPengajar menjelaskan peraturan permainan: (a) salah satu anggota kelompok 1
memilih satu dari daftar kosakata berimbuhan me- yang dipegang pengajar lalu memeragakan kosakata tersebut, (b) kelompok lain mengacungkan tangan untuk menebak kosakata perdasarkan gaya/peragaan—di sini anggota kelompok 1 ti-dak boleh ikut menebak, (c) pebelajar (pemeraga kosakata) memilih satu kelom-pok lain dan memberi kesempatan untuk menebak kata, (d) jika jawaban benar anggota kelompok membuat kalimat dari kata yang ditebak (missal di kelompok 2 jika A sudah menebak kata maka B yang membuat kalimat), jika jawaban salah maka dilempar ke kelompok lain, (e ) skor untuk kata yang berhasil ditebak ada-lah 5 sementara skor untuk kalimat adalah 10
Pebelajar melakukan permainan tebak gaya. Di sini tugas guru adalah mencatat skor dan juga mencatat di papan tulis bila ada kalimat kurang tepat yang dipro-duksi pebelajar
Pengajar membahas kalimat kurang tepat yang telah ditulis di papan tulis (bila ada)
Pengajar menentukan kelompok pemenang dan memberikan hadiah.Aktivitas Komu-nikatif II: men-ceritakan aktivitas sehari-hari teman
Pengajar membagikan worksheet kepada pebelajarContoh whorksheet:
Pengajar meminta pebelajar mengisi informasi tentang aktivitas sehari-harinya pada kolom “Anda”
Pengajar meminta pebelajar mewawancarai temannya dan mengisinya di kolom “teman Anda”. Struktur yang digunakan dalam wawancara adalah apakah Anda biasanya memasak? Jam berapa Anda memasak?
Pengajar meminta pebelajar secara bergantian maju ke depan kelas dan mencer-itakan aktivitas sehari-hari teman berdasarkan hasil wawancaranya
Pengajar menulis kalimat yang kurang tepat dan membahasnya setelah semua pebelajar selesai bercerita di depan kelas.
Asesmen Pengajar meminta pebelajar mengerjakan soal-soal latihan. Soal latihan dapat berupa teks rumpang dan menulis cerita berdasarkan gambar berseri.
Tabel di atas merupakan salah satu contoh penerapan tata bahasa komunikatif di kelas pemula. Yang perlu digarisbawahi adalah tabel di atas bukanlah RPP. Oleh karenanya, tidak terdapat alokasi waktu, indikator, materi ajar, sumber belajar, dan penilaian secara detail. Tabel di atas hanya menyajikan langkah-langkah praktis penerapan tata bahasa komunikatif dalam mengajarkan imbuhan me-. Catatan lainnya yaitu pembelajaran ini sebaiknya dilakukan setelah pebelajar mendapatkan materi tentang jam dan kosakata aktivitas sehari-hari sehingga aktivitas yang dirancang pengajar dapat berjalan dengan lancar.
PENUTUP
Permasalahan pengajaran tata bahasa merupakan permasalahan yang akan terus mengiringi pembelajaran bahasa kedua. Baik bagi pengajar maupun pebelajar, tata bahasa menjadi momok, menjadi sebuah tantangan yang mau tidak mau harus ditakhlukkan. Tata bahasa komunikatif yang berakar dari pendekatan komunikatif (Communicative Language Teaching) tampaknya
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
168
dapat menjadi salah satu solusi yang dapat ditawarkan (utamanya di kelas pemula). Melalui tata bahasa komunikatif, pebelajar belajar tata bahasa dalam konteks komunikasi yang nyata sehingga pembelajaran lebih aktif, produktif, dan berkesan.
Daftar Pustaka
Astrid, Annisa. 2011. “Pembelajaran Tata Bahasa Inggris Secara Komunikatif dengan Penyajian Induktif dan Pengintregasian Keterampilan Berbahasa: Studi Kasus di Kelas Bahasa Inggris I di IAIN Raden Fatah Palembang”. Ta’dib, Vol XVI (No.02), hal. 175—207.
Chung, Siaw-Fong. tt . A Communicative Approach to Teaching Grammar: Theory and Practice. (Online). Terdapat pada laman http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download? doi=10.1.1.470. 7471&rep=rep1&type=pdf, diakses pada 20 September 2017.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. 2016. Kurikulum Kursus dan Pelatihan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Berbasis KKNI. Tidak diterbitkan.
Ellis, Rod. 2002. “The Place of Grammar Instruction in the Second/Foreign Language Curriculum”. In E. Hinkel & S. Fotos (Eds.), New perspectives on grammar teaching in second language classrooms (pp. 17–34). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
______ 2006. Current Issues in the Teaching of Grammar: An SLA Perspective. (Online)., terdapa pada laman onlinelibrary.wiley.com/doi/10.2307/40264512/, diakses pada 15 April 2017.
Glao, Nguyen Quynh dan Nguyen Thi Nhan Hoa. 2004. Applying Communicative Methods to Teaching Grammar: An Experiment. (Online), terdapat pada laman www.nzdl.org/gsdl/ collect/literatu/index/assoc/HASH0116.dir/doc.pdf, diakses pada 12 Juli 2017.
Language International-Auckland & Christchurch. 2012. “Teaching Grammar 3: Using Communicative Activity”. ESOL Teaching Skills Taskbook. (Online). Terdapat pada laman www.languages.ac.nz/wp-content/uploads/2012/08/unit-4-f---teaching-grammar-3---using-communicative-activities
Makmun, Arif. 2016. Rancangan Pembelajaran Bahasa Komunikatif Melalui Tata Bahasa Inggris. (Online), terdapat pada laman ejournal.iaingawi.ac.id/index.php/almabsut/ article/view/136, diakses pada 18 September 2017.
Nesrine, Bouslah. 2012. Through Communicative Language Teaching Approach: Case Study of Second Year Students at The English Branch of Mohamed Kheider University of Biskra. (Online). Terdapat pada laman aaboori.mshdiau.ac.ir, diakses pada 23 Mei 2017.
Thornburry, Scott. 1999. How to Teach Grammar. Edinburgh Gate: Longman
Fida Pangesti, S.Pd., M.A.