dokumen penyesuaian desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. dalam...

78
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Jl. Ketintang Wiyata No. 15 Surabaya, Telp: 031-8290243, 8273734 Fax: 0318273732 Dokumen penyesuaian Desember 2018

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Jl. Ketintang Wiyata No. 15 Surabaya, Telp: 031-8290243, 8273734 Fax: 031–8273732

Dokumen penyesuaian Desember 2018

Page 2: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan karunia-Nya, maka penyusunan Rencana strategis (Renstra) LPMP Provinsi

Jawa Timur Tahun 2015-2019 dapat terselesaikan. Penyusuna Rentra merupakan persyaratan utama bagi upaya mewujudkan akuntabilitas dan

transparansi serta peningkatan mutu pengeluaran (output) dan hasil (outcome) dalam pemanfaatan anggaran. Renstra akan menjadi acuan (guidance) pelaksanaan program dan kegiatan bagi setiap pemimpin unit

kerja agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya semakin akuntabel (accountable).

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan nasional, pemerintah

selama ini telah berupaya untuk mewujudkan mutu pendidikan melalui pemikiran teoritis yang sifatnya mendasar yang dipergunakan sebagai landasan dalam menyusun perencanaan pendidikan atau framework untuk

penyelenggaraan pendidikan nasional. Oleh karena itu, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Ditjen

Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana amanah Perpres Nomor 14 Tahun 2015 pasal 32 adalah untuk melaksanakan tugas teknik operasional dan tugas teknis penunjang di lingkungan Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan khususnya bidang peningkatan mutu pendidikan. LPMP sebagai UPT penjaminan mutu pendidikan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan mutu pendidikan di Provinsi Jawa Timur.

Maka ditetapkanlah Rencana Strategis LPMP Provinsi Jawa Timur

Tahun 2015-2019. Secara teknis, proses penyusuna dan penyajian rencana strategis dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, rencana strategis ini digunakan sebagai pedoman

dalam perencanaan dan pengendalian tahunan pembangunan pendidikan yang bermutu di Provinsi Jawa Timur.

Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) LPMP Provinsi Jawa Timur.

Semoga dengan adanya renstra ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kepala, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Timur Drs. Bambang Agus Susetyo, M.M, M.Pd NIP. 19610817 198303 1 025

Page 3: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii

BAB I ........................................................................................................................................................ 2

PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 2

A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 2

B. Paradigma Pembangunan Pendidikan yang Bermutu .......................................................................... 4

C. Kondisi Umum secara Nasional............................................................................................................. 7

D. Potensi dan Permasalahan Pendidikan secara Nasional ..................................................................... 9

BAB II ..................................................................................................................................................... 39

VISI, MISI, DAN TUJUAN ........................................................................................................................ 39

A. Visi LPMP Jawa Timur ......................................................................................................................... 39

B. Misi ...................................................................................................................................................... 44

C. Tujuan Strategis .................................................................................................................................. 47

D. Sasaran Strategis ................................................................................................................................ 49

E. Tata Nilai LPMP Jawa Timur ................................................................................................................ 52

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ............................................................................................ 54

A. Arah Kebijakan dan Strategi Ditjen Dikdasmen ........................................................................... 54

1. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 1 (SS1)

pada Tujuan Strategis 1 (T1): Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di

seluruh jenjang pendidikan dasar melalui pemetaan mutu. ........................................... 58

2. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 2 (SS2)

pada Tujuan Strategis 2(T2): Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di

seluruh jenjang pendidikan menengah melalui pemetaan mutu ................................... 58

3. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 3 (SS3)

pada Tujuan Strategis 2(T2) : Tersedianya dukungan manajemen dan

pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui pengembangan dan pengelolaan sistem

informasi mutu pendidikan dasar ............................................................................................. 58

4. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 4 (SS4)

pada Tujuan Strategis 2(T2) : Tersedianya dukungan manajemen dan

pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui pengembangan dan pengelolaan sistem

informasi mutu pendidikan menengah ................................................................................... 59

5. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 5 (SS5)

pada Tujuan Strategis 2(T2) : Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di

seluruh jenjang pendidikan dasar melalui supervisi satuan pendidikan .................... 59

Page 4: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

iii

6. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 6 (SS6)

pada Tujuan Strategis 2(T2) : Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di

seluruh jenjang pendidikan menengah melalui supervisi satuan pendidikan .......... 59

7. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 7 (SS7)

pada Tujuan Strategis 3(T3) : Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di

seluruh jenjang pendidikan dasar melalui fasilitasi satuan pendidikan ..................... 59

a. Pelatihan Kurikulum 2013jenjang pendidikan dasar ................................................. 59

b. Pendampingan pemenuhan standar prosesjenjang pendidikan dasar ................. 59

c. Pendampingan pemenuhan standar penilaianjenjang pendidikan dasar ............ 59

d. Pendampingan pemenuhan standar SKL jenjang pendidikan dasar .................... 60

e. Pendampingan pemenuhan standar isi jenjang pendidikan dasar ........................ 60

8. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 8 (SS8)

pada Tujuan Strategis 4(T4) : Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di

seluruh jenjang pendidikan menengah melalui fasilitasi satuan pendidikan ............ 60

b. Pendampingan pemenuhan standar penilaianjenjang pendidikan menengah .. 60

c. Pendampingan pemenuhan standar SKL jenjang pendidikan menengah ........... 60

d. Pendampingan pemenuhan standar isi jenjang pendidikan menengah ............... 60

9. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 10 (SS9)

pada Tujuan Strategis 5(T5) : Tersedianya dukungan manajemen dan

pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui kerja sama bidang penjaminan mutu

pendidikan dasar ............................................................................................................................ 60

10. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 10 (SS10)

pada Tujuan Strategis 5(T5) : Tersedianya dukungan manajemen dan

pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui kerja sama bidang penjaminan mutu

pendidikan menengah ................................................................................................................... 60

11. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 11 (SS11)

pada Tujuan Strategis 6 (T6) : Tersedianya dukungan manajemen dan

pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui peningkatan tata kelola .............................. 60

B. Kerangka Kelembagaan ............................................................................................................ 61

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ............................................................... 65

Meningkat-nya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan ......... 66

Meningkat-nya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan ......... 67

Persentase SD yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP ........................................ 67

Persentase SMP yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP ..................................... 67

Persentase SMA yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP ..................................... 67

Persentase SMK yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP .................................... 68

Persentase SD yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP ................................................... 68

Persentase SMP yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP ................................................ 68

Persentase SMA yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP ................................................ 68

Persentase SMK yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP................................................ 68

Page 5: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

iv

Persentase SD yang dipetakan mutunya berdasarkan SNP ............................................. 69

Persentase SMP yang dipetakan mutunya berdasarkan SNP .......................................... 69

Persentase SMA yang dipetakan mutunya berdasarkan SNP .......................................... 69

Persentase SMK yang dipetakan mutunya berdasarkan SNP ......................................... 69

Persentase SD yang meningkat indeks efektivitasnya ....................................................... 69

Persentase SMP yang meningkat indeks efektivitasnya..................................................... 69

Persentase SMA yang meningkat indeks efektivitasnya .................................................... 69

Persentase SMK yang meningkat indeks efektivitasnya .................................................... 70

1. Tujuan Pemantauan dan Evaluasi ............................................................................. 71

2. Prinsip-Prinsip Pemantauan dan Evaluasi ............................................................. 72

3. Ruang Lingkup Pemantauan dan Evaluasi ............................................................ 72

BAB V ..................................................................................................................................................... 74

PENUTUP ............................................................................................................................................... 74

Page 6: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemerdekaan memberikan janji kepada seluruh anak bangsa lintas generasi, seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar (UUD)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Pasal 31 menyatakan pemerintah wajib memajukan pendidikan dengan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,

yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-

undang, memprioritaskan anggaran pendidikan serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan

umat manusia. Upaya melunasi janji kemerdekaan dan kesungguhan melaksanakan amanat konstitusi terkait dengan pendidikan semakin

didukung oleh perundang-undangan. Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyatakan bahwa terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas

sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Tema pembangunan pendidikan jangka panjang mengacu pada

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005—2025. Penyelarasan tema dan fokus pembangunan pendidikan tiap tahap kemudian

dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005—2025. Tema-tema pembangunan pendidikan

tiap tahap menurut Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005—2025 yang diselaraskan dengan tema pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN). Periode pertama dalam RPPNJP, pembangunan pendidikan difokuskan

pada peningkatan kapasitas satuan pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan dalam memperluas layanan dan meningkatkan modernisasi

penyelenggaraan proses pembelajaran. Pada periode kedua, pemerintah mendorong penguatan layanan sehingga pendidikan dapat dirasakan oleh

Page 7: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

3

seluruh lapisan masyarakat. Pada periode ketiga, saat ini pembangunan pendidikan direncanakan sebagai tahap pendidikan

yang menyiapkan SDM yang kompeten, kompetitif dan komparatif.

Periode ketiga dapat dimaknai sebagai periode pembangunan pendidikan yang bermutu, yaitu pendidikan yang penyelenggaraan dan hasil-hasil pendidikannya bermutu nasional, global, dan berkarakter, yaitu lulusan

yang kompeten, kompetitif atau berdaya saing, dan komparatif. Mutu pendidikan tersebut merupakan tingkat kecerdasan kehidupan

bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana amanah Pasal 1 Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009.

Pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena

dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya

meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.

Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan

kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan

proses-proses lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru,

siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan

minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.

Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah.

Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.

Untuk itu, perlu adanya penjaminan mutu yang tersistem dan bertanggungjawab dalam pengendalian penyelenggaraan pendidikan

serta pencapaian mutu tersebut. Penjaminan mutu pendidikan ini merupakan kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program

pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Tujuan jangka

panjang penjaminan mutu pendidikan yang utama adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan

Page 8: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

4

oleh Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan (SPMP).

Oleh karena itu, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana amanah Perpres Nomor 14 Tahun 2015 pasal 32 adalah

untuk melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya bidang peningkatan mutu pendidikan. LPMP sebagai UPT

penjaminan mutu pendidikan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan semua itu.

Untuk menjamin dapat terselenggaranya penjaminan mutu tersebut, maka LPMP harus menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

(SPMP), dimana SPMP ini merupakan subsistem dari Sistem Pendidikan Nasional yang fungsi utamanya meningkatkan mutu pendidikan. Secara

umum, cakupan pendidikan yang akan dijamin mutunya oleh LPMP meliputi bidang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan tata kelola pendidikan.

Berpedoman pada semuanya itu, maka ditetapkanlah Rencana Strategis LPMP Jawa Timur Tahun 2015—2019. Secara teknis, proses

penyusunan dan penyajian rencana strategis dilakukan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, rencana

strategis ini harus digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan dan pengendalian tahunan pembangunan pendidikan yang bermutu di Jawa Timur.

B. Paradigma Pembangunan Pendidikan yang Bermutu

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan nasional, pemerintah

selama ini telah berupaya untuk mewujudkan mutu pendidikan melalui pemikiran teoritis yang sifatnya mendasar yang dipergunakan sebagai landasan dalam menyusun perencanaan pendidikan atau framework

untuk penyelenggaraan pendidikan nasional. Paradigma baru yang selama ini dipergunakan sebagai landasan peningkatan mutu

pendidikan tersebut adalah:

1. Otonomi/Kemandirian

Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Kemandirian dalam program dan

pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus

Page 9: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

5

menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah

“swa”, misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi pendidikan adalah kewenangan

penyelenggara (sekolah/Dinas/masyarakat) untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang

terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan

memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif,

kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.

2. Fleksibilitas

Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan

memberdayakan sumberdaya penyelenggara (sekolah/Dinas/masyarakat) seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan keluwesan-keluwesan

yang lebih besar diberikan, maka penyelenggara (sekolah/Dinas/masyarakat) akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan

dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang

dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada.

3. Partisipasi/kerjasama

Peningkatan partisipasi/kerjasma yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana

warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan

pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu

pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika semua pihak dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap

pendidikan, sehingga juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi/kerjasama, makin besar pula rasa

Page 10: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

6

memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar

pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan semua pihak dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian,

batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan akan mampu menciptakan

keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah

adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama yang baik ditunjukkan

oleh hubungan yang erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output pendidikan merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas.

4. Transparansi

Transparansi adalah keadaan dimana setiap orang yang terkait dengan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. Pengembangan transparansi di-

tujukan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan publik terhadap sekolah bahwa sekolah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa.

5. Akuntabilitas

Penyelenggara pendidikan diberi mandat oleh publik untuk menyelenggarakan pendidikan sebaik-baiknya sehingga penyelenggara sekolah berkewajiban mempertanggungjawab-kan

proses dan hasil kerjanya kepada publik. Akuntabilitas adalah

kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Akuntabilitas dalam pendidikan adalah pertanggungjawaban penyelenggara (sekolah/Dinas/masyarakat) kepada publik/masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka.

Namun demikian, seiring dengan perkembangan semua bidang

kehidupan dan tuntutan global, maka paradigma pembangunan pendidikan yang bermutu telah bergeser, sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019. Paradigma yang dijadikan dasar tersebut sebagian bersifat universal, dikenal dan dipakai berbagai

bangsa. Sebagian lagi lebih bersifat nasional, sesuai dengan nilai-nilai dan kondisi bangsa Indonesia.

Page 11: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

7

Paradigma tersebut juga sangat relevan dalam kerangka pembangunan

mutu pendidikan di Jawa Timur pada masa yang akan datang, yaitu:

1. Pendidikan sebagai Suatu Gerakan Pemerintah memang bertanggung jawab menyelenggarakan

pendidikan yang sebaik-baiknya bagi semua warga negara. Namun, semua pihak dapat memberi kontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan agar hasilnya optimal. Penyelenggaraan pendidikan harus

disikapi sebagai suatu gerakan, yang mengintegrasikan semua potensi negeri dan peran aktif seluruh masyarakat.

2. Pendidikan Menghasilkan Pembelajar

Penyelenggaraan pendidikan harus memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi subjek pembelajar mandiri

yang bertanggung jawab, kreatif dan inovatif. Pendidikan diupayakan menghasilkan insan yang suka belajar dan memiliki kemampuan belajar yang tinggi. Pembelajar hendaknya mampu menyesuaikan diri

dan merespons tantangan baru dengan baik.

3. Pendidikan Membentuk Karakter

Pendidikan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, dan

pembentukan kepribadian. Kepribadian dengan karakter unggul antara lain, bercirikan kejujuran, berakhlak mulia, mandiri, serta cakap dalam menjalani hidup.

4. Sekolah yang Menyenangkan

Sekolah sebagai satuan pendidikan yang utama merupakan suatu ekosistem. Suatu tempat yang di dalamnya terjadi hubungan saling

ketergantungan antara manusia dengan lingkungannya. Sekolah harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi manusia yang berinteraksi di dalamnya, baik siswa, guru, tenaga pendidik, maupun

orang tua siswa.

C. Kondisi Umum secara Nasional

Adapun kondisi secara umum pembangunan mutu pendidikan secara

nasional adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Dasar

Dalam hal peningkatan kualitas layanan pendidikan dasar, telah

diterbitkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar

Page 12: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

8

melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 15 Tahun 2010 yang selanjutnya diperbaharui dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013. SPM dirancang sebagai jembatan dalam peningkatan mutu layanan pendidikan menuju pemenuhan

standar layanan pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Capaian dalam peningkatan mutu pendidikan dasar antara lain ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlah satuan pendidikan dasar yang terakreditasi minimal B. Secara nasional, tercatat pada

tahun 2013 sebanyak 68,7% SD/MI dan 62,5% SMP/MTs telah terakreditasi minimal B.

Kondisi pendidikan yang dilihat dari nilai akreditasi juga menggambarkan mutu pendidikan ditinjau dari standar nasional

pendidikan (SNP), belum menggambarkan mutu pendidikan yang lebih daripada SNP. Pada hal menurut UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun

2003 bahwa SNP adalah kriteria minimal dalam penyelenggaraan pendidikan yang berlaku di seluruh wilayah NKRI. Maknanya adalah bahwa mutu pendidikan kita masih rendah, dimana mutu secara

nasional belum memenuhi indikator-indikator yang ditetapkan (100%), terlebih pemenuhan indikator mutu secara internasional.

2. Pendidikan Menengah

Capaian pembangunan pendidikan menengah ditinjau dari segi peningkatan kualitas layanan pendidikan ditunjukkan oleh 73,5% SMA/MA dan 48,2% kompetensi keahlian SMK berakreditasi B

sampai dengan tahun 2013. Sama halnya dengan pendidikan dasar, kondisi pendidikan jenjang menengah yang dilihat dari nilai akreditasi juga menggambarkan mutu pendidikan ditinjau dari

standar nasional pendidikan (SNP), belum menggambarkan mutu pendidikan yang lebih daripada SNP.

Pada hal menurut UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 bahwa SNP adalah kriteria minimal dalam penyelenggaraan pendidikan yang

berlaku di seluruh wilayah NKRI. Maknanya adalah bahwa mutu pendidikan jenjang menengah juga masih rendah, dimana mutu

secara nasional belum memenuhi indikator-indikator yang ditetapkan (100%), terlebih pemenuhan indikator mutu secara internasional.

3. Tata Kelola

Capaian dalam peningkatan efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan birokrasi Dinas

Pendidikan/Pemkab/Pemkota/Pemprov mendapat kategori B (Baik). Namun demikian, variasi perolehan prestasi tata kelola tersebut juga tinggi, disamping terdapat kesenjangan antara daerah juga masih

Page 13: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

9

terdapat berbagai indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang belum terpenuhi.

D. Potensi dan Permasalahan Pendidikan secara Nasional

1. Analisis Lingkungan Strategis

Kondisi lingkungan strategis dapat diidentifikasi sebagai potensi, yang selanjutnya dijadikan bahan pertimbangan penting dalam

penyusunan Renstra. Kondisi lingkungan strategis yang menggambarkan kecenderungan masa depan mendapat perhatian

khusus. Berikut diuraikan beberapa aspek lingkungan strategis dimaksud.

a. Tren Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Angka laju dan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia selama

periode 2010—2014 terbilang cukup baik. Angka itu didukung pula oleh perkembangan di berbagai indikator ekonomi makro.

Semakin tumbuh harapan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Hal senada dilontarkan oleh para analis asing. Sebagai contoh,

McKinsey Global Institute pada tahun 2012, memperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor

7 di dunia pada tahun 2030. Posisi tersebut didapat dari analisis dan perkiraan atas pertumbuhan beberapa indikator utama, seperti jumlah masyarakat kelas menengah ke atas dari 45 juta

orang menjadi 135 juta orang dan meningkatnya kemampuan 74% usia produktif dalam menyumbang 86% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dalam analisis diperkirakan pada tahun

2030, Indonesia akan membutuhkan 113 juta tenaga kerja terampil untuk dapat menjaga kesinambungan kondisi

perekonomiannya.

b. Daya Saing Indonesia di Mata Dunia Internasional

Potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan negara-negara lain.

Sebagaimana ditunjukkan dalam Global Competitiveness Index

(GCI), Indonesia mengalami peningkatan peringkat daya saing dari 55 pada tahun 2009—2010 menjadi peringkat 38 pada tahun

2013—2014. Seluruh indikator GCI Indonesia menunjukkan peningkatan sehingga saat ini Indonesia masuk pada tahapan

transisi dari negara dengan kategori efficiency driven economy menjadi negara dengan kategori innovation driven yang merupakan

Page 14: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

10

kelompok negara-negara maju. Ditinjau dari pencapaian Human

Development Index (HDI) Indonesia mengalami kenaikan peringkat

dari nomor 128 menjadi 124 dari 185 negara, meskipun ditinjau dari mutu SDM yang sesuangguhnya bangsa kita belum mampu

bersaing dengan SDM negara-negara lain.

c. Perkembangan Demografi

Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati “bonus demografi”, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat

berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk

nonusia kerja menjadi penduduk usia kerja. Perubahan struktur ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan

kualitas manusia (human capital). Di Indonesia, rasio ketergantungan telah menurun dan melewati batas di bawah 50

persen pada tahun 2012 dan mencapai titik terendah sebesar 46,9 persen antara tahun 2028—2031. Indonesia mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus demografi secara nasional maupun

regional. Penduduk usia produktif Indonesia sendiri menyumbang sekitar 38 persen dari total penduduk usia produktif di ASEAN. Tingginya jumlah dan proporsi penduduk usia kerja Indonesia,

selain meningkatkan angkatan kerja dalam negeri, juga membuka peluang untuk mengisi kebutuhan tenaga bagi negara-negara

yang proporsi penduduk usia kerjanya menurun seperti Singapura, Korea, Jepang, dan Australia. Di sisi lain, bonus demografi hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh Indonesia

apabila ada jaminan bahwa sebagian atau seluruh penduduk usia kerja tersebut produktif atau memiliki pekerjaan. Keterbatasan lapangan pekerjaan dan keterampilan kerja penduduk usia kerja

berdampak pada pengangguran. Hal ini akan menjadi "bencana demografi" karena tingkat ketergantungan yang justru meningkat

drastis akibat tidak mampu membiayai dirinya sendiri.

d. Spektrum Tenaga Kerja di Indonesia

Sebagai catatan pada tahun 2013, menurut data BPS, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja 65,70% hanya

memiliki latar belakang pendidikan dasar (SD/SMP), 24,51% lulusan pendidikan menengah, dan 9,79% lulusan pendidikan

tinggi. Sebagai catatan, ASEAN akan menerapkan ASEAN economic community atau komunitas ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Kawasan ASEAN akan menjadi pasar terbuka yang berbasis

produksi, sehingga aliran barang, jasa, dan investasi akan bergerak bebas, sesuai dengan kesepakatan ASEAN. Peran

Page 15: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

11

Indonesia di ASEAN sebagai “pasar terbesar dan basis produksi” paling potensial untuk dikembangkan baik dari faktor sumber

daya alam maupun demografi. Kelas menengah yang tumbuh kuat dan kebutuhan akan penguasaan teknologi, menyebabkan

Indonesia akan dibanjiri berbagai produk, inovasi, bahkan tenaga kerja asing yang tentunya akan memperketat tingkat persaingan dengan tenaga kerja, inovasi, dan produk dalam negeri. Hal ini

memungkinkan meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.

e. Perkembangan Kondisi Sosial Masyarakat

Sebagian kondisi sosial masyarakat, yang tergambar dalam

dinamika berbangsa bernegara serta hubungan sosial, menunjukkan kondisi yang agak mengkhawatirkan. Salah satu di antaranya berkaitan dengan permasalahan korupsi yang terjadi

dan melibatkan banyak pejabat negara, rendahnya toleransi antar umat beragama, penggunaan obat-obat terlarang, pornografi yang

sudah merambah pada anak-anak kecil, rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, rendahnya kepatuhan hukum dan peraturan perundang-undangan, rendahnya sportivitas dalam

berkompetisi, dan banyaknya kejadian negatif lainnya yang menjadi rangkaian fenomena dan realitas yang dihadapi oleh generasi muda saat ini. Generasi muda terindikasi mengalami

kesulitan untuk mencari contohcontoh -yang dapat dijadikan panutan (role model) dalam membangun karakter diri. Padahal

karakter tersebut amat dibutuhkan untuk mendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan berdaulat di dalam dan di luar negeri. Namun, sebagian masyarakat sudah sangat

menyadari permasalahan ini, sehingga cukup banyak orang tua yang berusaha sungguh-sungguh untuk menjadi panutan. Negara harus memfasilitasi mereka yang telah menyadari hal ini, serta

berupaya meningkatkan kesadaran mereka yang belum menyadari hal tersebut.

f. Kondisi Karakter dan Jati Diri Bangsa

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai

menghargai keragaman, berakhlak mulia, bermoral, beretika dan bergotong-royong. Nilai-nilai itu hidup dalam keseharian personal maupun komunal, yang membentuk jati diri bangsa. Namun,

perkembangan terkini dari kehidupan sosial masyarakat mengindikasikan adanya pelemahan jati diri tersebut. Sebagian

nilai mulia bangsa Indonesia kurang tampak dalam kehidupan personal dan komunal. Bahkan, sebagian pihak sudah khawatir bahwa nilai tersebut tidak diakui lagi sebagai sesuatu yang ideal

Page 16: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

12

atau menjadi pedoman hidup. Peran bahasa dan budaya sebagai media dalam membangun karakter bangsa dihadapkan pada

persimpangan yang sangat kompleks dalam menghadapi era keterbukaan informasi dan media. Keterbukaan informasi yang

tidak disikapi secara bijaksana dan tidak terkendali akanmenggerus penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta penerapan nilai-nilai budaya lokal yang positif. Seni

dan karya budayaIndonesia mulai terasa asing di negara sendiri. Seni dan budaya itu secara halus mulai tergeser oleh budaya temporer yang masuk tanpa saringan yang cukup ketat. Praktik

pembajakan karya cipta seni dan budaya menunjukkan ketidakpedulian masyarakat terhadap karya bangsa sendiri.

2. Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Pendidikan di Jawa Timur

a. Permasalahan Pembangunan Pendidikan

Sejumlah permasalahan dalam membangun pendidikan yang perlu mendapat perhatian dalam kurun waktu lima tahun mendatang akan diuraikan pada bagian berikut ini.

1) Peningkatan kualitas pembelajaran belum maksimal Kualitas pembelajaran di Indonesia dinilai masih belum baik

diukur dengan proses pembelajaran ataupun hasil belajar siswa. Berbagai studi mengungkapkan bahwa proses pembelajaran di kelas umumnya tidak berjalan secara interaktif sehingga tidak

dapat menumbuhkan kreativitas dan daya kritis, dan kemampuan analisis siswa.

Tabel 1. Persentase siswa SMP di Provinsi Jawa Timur pada setiap kelompok nilai

UN Tahun 2015

Mata Pelajaran NILAI >85 NILAI > 70 NILAI > 55 NILAI <= 55

SMP/MTs

Bahasa Indonesia 24,79 43,42 22,01 9,79

Bahasa Inggris 13,83 24,97 25,61 35,59

Matematika 16,32 21,80 16,89 44,98

Ilmu Pengetahuan Alam 21,98 26,21 18,78 33,02

Rerata 11,77 34,24 26,13 27,87

SMP

Bahasa Indonesia 26,62 43,47 20,92 8,99

Bahasa Inggris 14,83 24,46 25,40 35,31

Matematika 16,40 20,37 16,51 46,72

Page 17: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

13

Ilmu Pengetahuan Alam 22,79 24,43 19,00 33,78

Rerata 12,35 33,36 26,33 27,96

MTs

Bahasa Indonesia 20,66 43,29 24,46 11,59

Bahasa Inggris 11,59 26,11 26,08 36,22

Matematika 16,15 25,02 17,75 41,08

Ilmu Pengetahuan Alam 20,17 30,23 18,28 31,31

Rerata 10,46 36,20 25,68 27,66

Selama ini kompetensi sebagai hasil dari pembelajaran yang sangat penting untuk diukur dan dimiliki siswa justru kurang diperhatikan.

Hasil belajar siswa juga masih belum menggembirakan. Pada Ujian Nasional (UN) tahun 2013, hanya sekitar 56 siswa SMP/MTs dan 66% siswa SMA/SMK/MA yang mencapai batas minimal nilai UN

murni. Selain itu, hasil UN masih sangat senjang baik dilihat secara antarsiswa, antarsekolah, maupun antardaerah di samping

mengindikasikan terjadinya kesenjangan gender. Capaian mutu pendidikan Indonesia yang masih jauh di bawah

capaian negara maju atau bahkan di bawah negara-negara tetangga Indonesia menjadi catatan dalam pembenahan mutu pendidikan di

Indonesia. Nilai PISA Matematika tahun 2012 menunjukan rata-rata capaian kompetensi siswa Indonesia berada pada level 1. Kondisi ini mendudukkan Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand,

atau bahkan Vietnam.

Page 18: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

14

Gambar 1. Kondisi Capaian UN dan IIUN Sekolah Menengah secara

Nasional dan Propinsi Jawa Timur Tahun 2015

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016) Berdasarkan Tebel 1 menunjukkan bahwa pencapaian NUN tahun

2015 di Propinsi Jawa Timur pada jenjang pendidikan SMP masih memprihatinkan. Secara ringkas dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 86 adalah 10,46% dan yang kurang

dari 55 adalah 27,66% (selengkapnya lihat gambar 2).

0

5

10

15

20

25

30

35

40

NILAI >85 NILAI > 70 NILAI > 55 NILAI <= 55

Rerata 10,46 36,2 25,68 27,66

Page 19: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

15

Gambar 2. Rerata Persentase siswa SMP/MTs di Provinsi Jawa Timur pada setiap kelompok nilai UN Tahun 2015

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Sementara itu untuk pendidikan menengah di Propinsi Jawa Timur antara Nilai UN dan Nilai IIUN berdasarkan gambar 1 dapat

dijelaskan sebagai berikut: a. Pada SMA/MA-IPA, di kuadran-1 (nilai UN dan IIUN tinggi)

terdapat 23% dari SM Negeri, 32% SM swasta, 14% MA Negeri, dan 25% MA swasta.

b. Pada SMA/MA-IPA, di kuadran-2 (nilai UN rendah dan IIUN tinggi) terdapat 17% dari SM Negeri, 26% SM swasta, 22% MA Negeri, dan 26% MA swasta.

c. Pada SMA/MA-IPA, di kuadran-3 (nilai UN rendah dan IIUN rendah) terdapat 10% dari SM Negeri, 7% SM swasta, 5% MA

Negeri, dan 10% MA swasta. d. Pada SMA/MA-IPA, di kuadran-4 (nilai UN dan IIUN tinggi)

terdapat 23% dari SM Negeri, 32% SM swasta, 14% MA Negeri,

dan 25% MA swasta. e. Pada SMA/MA-IPS, di kuadraN-1 (nilai UN tinggi dan IIUN

tinggi) 21% SM swasta, 9% MA Negeri, dan 19% MA swasta.

f. Pada SMA/MA-IPS, di kuadran-2 (nilai UN rendah dan IIUN tinggi) terdapat 23% dari SM Negeri, 37% SM swasta, 25% MA

Negeri, dan 34% MA swasta. g. Pada SMA/MA-IPS, di kuadran-3 (nilai UN rendah dan IIUN

rendah) terdapat 16% dari SM Negeri, 11% SM swasta, 12% MA

Negeri, dan 13% MA swasta. h. Pada SMA/MA-IPS, di kuadran-4 (nilai UN tinggi dan IIUN

rendah) terdapat 46% dari SM Negeri, 31% SM swasta, 54% MA

Negeri, dan 35% MA swasta. i. Pada SMK, di kuadran-1 (nilai UN dan IIUN tinggi) terdapat

25% dari SM Negeri, 28% SM swasta. j. Pada SMK, di kuadran-2 (nilai UN rendah dan IIUN tinggi)

terdapat 11% dari SM Negeri, 15% SM swasta.

k. Pada SMK, di kuadran-3 (nilai UN rendah dan IIUN rendah) terdapat 16% dari SM Negeri, 23% SM swasta.

l. Pada SMK, di kuadran-4 (nilai UN tinggi dan IIUN rendah) terdapat 41% dari SM Negeri, 41% SM swasta.

Berdasarkan hasil-hasil di atas menunjukkan masih rendahnya mutu pembelajaran. Terdapat tiga faktor utama penyebab

rendahnya kualitas hasil pembelajaran di Indonesia.

Page 20: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

16

a) Rendahnya Jaminan Kualitas Pelayanan Pendidikan

Belum sepenuhnya pemerintah daerah berkomitmen untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan

dasar sebagai acuan dalam pelaksanaan urusan wajib daerah. Sementara itu dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 ditetapkan bahwa setiap kabupaten dan kota wajib memenuhi

SPM sekurang-kurangnyadalam waktu 3 tahun setelah SPM tersebut disahkan. Selain itu belum tersedianya SPM pendidikan menengah mengakibatkan daerah belum memiliki

acuan dalam memenuhi urusan wajib pengelolaan pendidikan menengah.

Sampai dengan tahun 2013 sebanyak 68,7% SD/MI dan 62,5% SMP/MTs terakreditasi minimal B. Hal itu menunjukkan bahwa

kualitas layanan pendidikan dasar masih rendah, sedangkan di sisi lain kualitas layanan pendidikan menengah belum merata

antara SMA dan SMK. Saat ini sebanyak 73,5% SMA/MA sudah terakreditasi minimal B sementara hanya 48,2% kompetensi keahlian SMK berakreditasi minimal B. Secara keseluruhan

pada semua jenjang pendidikan di Jawa Timur, capaian SNP dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Capaian Standar Nasional Pendidikan Propinsi Jatim (Capaian standar nasional pendidikan didasarkan pada data sekolah yang telah diakreditasi oleh BAN S/M)

Standar Nasional Pendidikan Provinsi NASIONAL

1. Standar Isi 84,74 80,61

2. Standar Proses 83,22 79,39

3. Standar Pendidik 79,58 73,92

4. Standar Pengelolaan 83,71 79,55

5. Standar Sarana Prasarana 80,35 76,55

6. Standar Pembiayaan 86,10 83,94

7. Standar Kompetensi Lulusan 80,01 73,64

8. Standar Penilaian 84,87 82,45

Penyebab utama rendahnya kualitas layanan pendidikan dasar dan menengah berkaitan dengan terbatasnya pemahaman

sekolah akan kewajiban untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP). Di samping itu, peningkatan mutu layanan

pendidikan belum dirancang berdasarkan proses penjaminan

Page 21: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

17

mutu pendidikan sehingga mutu pembelajaran sering tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah.

b) Lemahnya Pelaksanaan Kurikulum

Penerapan Kurikulum 2013 secara cukup masif pada tahun 2014 secara berdampingan dengan Kurikulum 2006, menimbulkan beberapa masalah. Kurikulum 2013 dinilai

sebagian pihak belum cukup dikaji dan belum mengalami uji coba yang memadai untuk iterapkan secara demikian masif. Masalah bertambah karena keterbatasan materi ajar serta

masih rendahnya pemahaman pendidik, kepala sekolah, dan orang tua.

c) Lemahnya Sistem Penilaian Pendidikan

Sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan terpercaya

belum sepenuhnya terbangun. Hal ini antara lain dapat dilihat dari belum adanya: (i) keandalan dan kesahihan sistem ujian

nasional; (ii) minimnya upaya untuk memperkuat lembaga penilaian pendidikan yang independen; (iii) belum adanya peninjauan ulang atas peran, struktur, dan sumber daya pusat

penilaian pendidikan; (iv) belum dimanfaatkannya hasil pemantauan capaian belajar siswa sebagai informasi peningkatan kualitas pembelajaran secara berkesinambungan;

serta (v) terbatasnya kemampuan pendidik dalam memberikan penilaian formatif.

2) Peningkatan Manajemen Guru (Pendidik) dan Tenaga

Kependidikan

a) Jumlah dan distribusi guru perlu ditata secara lebih baik

Kondisi distribusi guru yang belum merata di daerah tidak

dapat semata-mata hanya dilihat dari rasio pendidik terhadap siswa secara nasional yang telah baik/memadai. Di sisi lain, proses rekrutmen guru belum terintegrasi antardaerah

sehingga banyak daerah yang kelebihan guru sementara daerah lainnya mengalami kekurangan guru.

050000

100000150000200000250000300000350000

SD SDLB SMP SMPLB

SMA SMK TOTAL

JUMLAH GURU 225897 2171 100465 564 1422 1753 332272

Page 22: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

18

Gambar 2. Jumlah guru di jawa Timur

Keterbatasan distribusi guru antara lain disebabkan oleh, (i) terbatasnya kapasitas pemerintah kabupaten dan kota dalam

mengelola perekrutan, penempatan, dan peningkatan mutu guru secara efektif dan efisien; (ii) kurangnya komitmen untuk penegakan peraturan dalam pengangkatan guru berdasarkan

kriteria mutu yang ketat dan kebutuhan aktual di kabupaten/kota; (iii) belum terwujudnya efisiensi pemanfaatan guru melalui perbaikan rasio guru-murid dan maksimalisasi

beban mengajar; dan (iv) minimnya kerja sama antara LPTK dan semua tingkat pemerintahan untuk menjamin mutu dan

distribusi guru yang merata.

b) Kualitas, kompetensi, dan profesionalisme guru masih harus

ditingkatkan

Peningkatan kualitas, kompetensi, dan profesionalisme guru masih harus ditingkatkan karena hingga saat ini tidak terdapat hubungan linier antara peningkatan kualifikasi dan sertifikasi

profesi pendidik terhadap hasil belajar siswa (lihat gambar 3)

Gambar 3. Hasil Uji Kompetensi Guru Tahun 2015 secara Nasional

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Page 23: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

19

Hal ini antara lain disebabkan oleh, (i) belum diterapkannya sistem Uji Kompetensi Guru sebagai bagian dari proses

penilaian hasil belajar siswa; (ii) belum dilaksanakannya penilaian kinerja guru yang sahih, andal, transparan dan

berkesinambungan; (iii) belum dipertimbangkannya perbaikan desain program dan keselarasan disiplin ilmu sebagai dasar peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi guru; serta (iv)

belum dilaksanakannya Pengembangan Profesional Berkesinambungan (PPB) bagi guru.

Sebanyak tujuh provinsi mendapat nilai terbaik dalam

penyelenggaraan uji kompetensi guru (UKG) tahun 2015. Nilai yang diraih tersebut merupakan nilai yang mencapai standar

kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Tujuh provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (62,58), Jawa Tengah (59,10), DKI Jakarta (58,44), Jawa Timur

(56,73), Bali (56,13), Bangka Belitung (55,13), dan Jawa Barat (55,06). Uji kompetensi guru (UKG) tahun 2015 menguji

kompetensi guru untuk dua bidang yaitu pedagogik dan profesional. Rata-rata nasional hasil UKG 2015 untuk kedua bidang kompetensi itu adalah 53,02. Selain tujuh provinsi di

atas yang mendapatkan nilai sesuai standar kompetensi minimum (SKM), ada tiga provinsi yang mendapatkan nilai di atas rata-rata nasional, yaitu Kepulauan Riau (54,72), Sumatera

Barat (54,68), dan Kalimantan Selatan (53,15). hasil UKG untuk kompetensi bidang pedagogik saja, rata-rata nasionalnya hanya

48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal (SKM), yaitu 55. Bahkan untuk bidang pedagogik ini, hanya ada satu provinsi yang nilainya di atas rata-rata nasional sekaligus

mencapai SKM, yaitu DI Yogyakarta (56,91). Ia mencontohkan, ada guru yang mendapat nilai rata-rata 85. Namun meskipun nilai tersebut baik, setelah dianalisis hasilnya, guru tersebut

memiliki kekurangan di beberapa kelompok kompetensi. Guru yang bersangkutan ada kekurangan di tiga kelompok, yaitu

kelompok kompetensi 1, kelompok kompetensi 4, dan kelompok kompetensi 6.

Page 24: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

20

Gambar 4. Nilai UKG Tahun 2015 Propinsi Jawa Timur per

Kabupaten/Kota (Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Berdasarkan pada gambar 4 menunjukkan bahwa dengan nilai rerata nasional UKG tahun 2015 sebesar 56,69, maka ditinjau

dari setiap kabupaten/kota, dapat diketahui bahwa: (a) Terdapat delapan (8) kabupaten dengan nilai lebih kecil dari

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara

> Rata-rata

Nasional

> Kompetensi

Capaian Minimal

< Kompetensi

Capaian Minimal

Rataan Nasional: 56.69

Page 25: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

21

nasional, yaitu rata-rata 55, yaitu kabupaten Jember, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sumenep,

dan Sampang. (b) Terdapat tujuh (7) kabupaten dengan nilai lebih besar dari

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55, yaitu kabupaten Lumajang, Nganjuk, Madiun, Lamongan, Bojonegoro, Trenggalek, dan

Banyuwangi. (c) Terdapat 23 Kabupaten/kota dengan nilai telah melampaui

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara

nasional, yaitu rata-rata 55 serta di atas dari rerata nasional (56,69), yaitu Kota Malang, Batu, Mojokerto, Kediri, Blitar,

Madiun, dan Kabupaten Jombang, Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kota Probolinggo, Kab. Ponorogo, Kab. Tulungagung, Kota Pasuruan, Kab. Mojokerto, Kab. Kediri,

Kab. Pacitan, Kab. Tuban, Kab. Magetan, Kab. Malang, Kab. Blitar, Kab. Pasuruan, dan Kab. Ngawi.

Dengan demikian perlu menjadi skala prioritas bagi kab/kota dengan capaian nilai UKG lebih kecil dan mencapai standar

minimal jika dibandingkan dengan rerata nasional untuk dilakukan pembinaan bagi para gurunya.

Tabel 3. Nilai rerata dan Gabungan Berdasarkan bidang Kompetensi secara Nasional (Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Selanjutnya, jika dilihat dari jenjang pendidikannya, maka berdasarkan pada tabel 3 dapat diketahui bahwa rerata nilai

gabungan antara bidang pedagogik dengan profesional adalah: jenjang TK: 59,65; SD: 54,33; SMP: 58,25; SMA: 61,74; dan SMK: 58,40, dimana secara keseluruhan reratanya adalah

56,69 (nasional).

Page 26: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

22

Gambar 5. Nilai UKG Tahun 2015 Propinsi Jawa Timur per

Kabupaten/Kota per Jenjang Pendidikan TK, SD, dan SMP (Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Dari capaian nilai tersebut, jika dilihat per kab/kota dalam setiap jenjangnya sebagaimana terlihat pada gambar 5 dan 6,

maka dapat diperoleh:

(a) Jenjang Pendidikan TK

Terdapat tujuh (7) kabupaten dengan nilai di bawah

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga di bawah

rerata nasional, yaitu Kabupaten Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang.

Terdapat 26 Kab/Kota dengan nilai mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara

Page 27: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

23

nasional, yaitu rata-rata 55. Kab/Kota tersebut adalah: Kabupaten Jombang, Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab.

Sidoarjo, Kota Probolinggo, Kab. Ponorogo, Kab. Tulungagung, Kota Pasuruan, Kab. Mojokerto, Kab.

Kediri, Kab. Pacitan, Kab. Tuban, Kab. Magetan, Kab. Malang, Kab. Blitar, Kab. Pasuruan, Lumajang, Nganjuk, Madiun, Lamongan, Bojonegoro, Trenggalek, dan

Banyuwangi, kab. Jember, Kab. Kediri, dan Kab. Ngawi.

Terdapat lima (5) kota dengan nilai memenuhi / melebihi

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga lebih besar dari rerata nasional, yaitu Kota Malang, Madiun, Batu,

Blitar, dan Mojokerto.

(b) Jenjang pendidikan SD

Terdapat 16 kabupaten/kota dengan nilai di bawah

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga di bawah

rerata nasional, yaitu Kabupaten Probolinggo, kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, kab. Bangkalan, Kab.

Sumenep, Kab. Pamekasan, Kab. Kediri, Kab. Sampang, Kota Pasuruan, Kab. Tuban, Kab. Lumajang, Kab. Nganjuk, Kab. Madiun, Kab. Lamongan, Kab.

Banyuwangi, dan Kab. Jember. Ditengarai bahwa dari 16 kab/kota ini terdapat jumlah guru lebih banyak dibandingkan dengan 22 kab/kota lainnya. Hal ini

mengingat bahwa dari 22 kab/kota sisanya tersebut telah mencapai di atas rerata nasional yaitu 54,33 dan

sekaligus melebihi nilai mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Perlu menjadi catatan bahwa rerata

nasional yang dicapai lebih kecil dari nilai mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan

secara nasional, yaitu rata-rata 55.

Dengan demikian, secara keseluruhan guru-guru SD se

Jawa Timur masih sangat memerlukan pembinaan, sehingga mencapai rerata minimal yaitu nilai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara

nasional, yaitu rata-rata 55. (c) Jenjang Pendidikan SMP

Terdapat tiga (3) kabupaten dengan nilai di bawah standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan

secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga di bawah rerata nasional, yaitu Kabupaten Sumenep, Pamekasan,

dan Sampang.

Terdapat 8 (delapan) Kabupaten dengan nilai mencapai

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan

Page 28: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

24

secara nasional, yaitu rata-rata 55. Kabupaten tersebut adalah: Kabupaten Bojonegoro, Banyuwangi, Jember,

Situbondo, Bangkalan, Bondowoso, Lamongan, dan Probolinggo.

Terdapat 27 kab/kota dengan nilai memenuhi / melebihi standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan

secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga lebih besar dari rerata nasional, yaitu Kota Malang, Kota Madiun, Kota Batu, Blitar, Kota Mojokerto, .Kab. Jombang, Kota

Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kota Probolinggo, Kab. Ponorogo, Kab. Tulungagung, Kota Pasuruan, Kab. Mojokerto, Kab. Kediri, Kab. Pacitan, Kab. Tuban, Kab.

Magetan, Kab. Malang, Kab. Blitar, Kab. Pasuruan, Lumajang, Nganjuk, Madiun, , Trenggalek, Kab. Kediri,

dan Kab. Ngawi.

(d) Jenjang Pendidikan SMA

Terdapat 11 Kabupaten dengan nilai mencapai standar

kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan lebih besar dari rerata

nasional. Kabupaten tersebut adalah: Kabupaten Bojonegoro, Banyuwangi, Situbondo, Bangkalan, Bondowoso, Lamongan, Tuban, Sumenep, Pamekasan,

Sampang, dan Probolinggo.

Terdapat 27 Kab/kota dengan nilai memenuhi / melebihi

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga lebih besar dari rerata nasional, yaitu Kota Malang, Kota Madiun,

Kota Batu, Blitar, Kota Mojokerto, .Kab. Jombang, Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kota Probolinggo,

Kab. Ponorogo, Kab. Tulungagung, Kota Pasuruan, Kab. Mojokerto, Kab. Kediri, Kab. Pacitan, Kab.Jember, Kab. Magetan, Kab. Malang, Kab. Blitar, Kab. Pasuruan,

Lumajang, Nganjuk, Madiun, , Trenggalek, Kab. Kediri, dan Kab. Ngawi.

Page 29: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

25

Gambar 6. Nilai UKG Tahun 2015 Propinsi Jawa Timur per

Kabupaten/Kota per Jenjang Pendidikan SMA dan SMK (Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

(e) Jenjang Pendidikan SMK

Terdapat 10 kabupaten dengan nilai di bawah standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara

nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga di bawah rerata nasional, yaitu Kabupaten Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, Probolinggo, Situbonbo, Lamngan,

Banyuwangi, Nganjuk, Mojokerto, dan Sampang.

Terdapat 21 Kabupaten/kota dengan nilai mencapai

standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Kabupaten tersebut adalah: Kota Madiun, Kab. Jombang, Kota Surabaya,

Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab. Ponorogo, Kota Pasuruan, Kab. Kediri, Kab. Tuban, Kab. Magetan, Kab.

Malang, Kab. Blitar, Kab. Pasuruan, Lumajang, Nganjuk, Madiun, Bojonegoro, Kab. Jember, Kab. Kediri, Kab. Ngawi, dan Kab. Bondowoso.

Page 30: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

26

Terdapat 7 (tujuh) kab/kota dengan nilai memenuhi /

melebihi standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55 dan juga lebih besar dari rerata nasional, yaitu Kota Malang, Kota

Batu, Kota Blitar, Kota Mojokerto, Kota Probolinggo, Kab. Tulungagung, dan Kab. Pacitan.

c) Kualitas, kompetensi, dan profesionalisme kepala sekolah

masih harus ditingkatkan

Gambar 7. Nilai Ujian Kompetensi Tahun 2015 secara Nasional per

Propinsi seluruh Jenjang Pendidikan

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Berdasarkan hasil uji kompetensi kepala sekolah, terdapat rerata

nasional adalah 45,92 (gambar 7), dan untuk pengawas nilai uji kompetensi rerata nasional adalah 41,49.

Page 31: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

27

Gambar 8. Rerata Nilai Ujian Kompetensi Kepala Sekolah Tahun 2015

Propnsi Jawa Timur

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Sedangkan jika ditinjau khusus di Propinsi Jawa Timur, maka hasil rerata nilai uji kompetensi kepala sekolah adlah 48,27, lebih tinggi daripada rerata nasional sebesar 45,92. Nilai ini secara

rerata belum mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Nilai tertinggi dari Kota Blitar sebesar 56,39 dan terendah Kabupaten Pamekasan

sebesar 42,87.

Melihat hasil tersebut, maka kompetensi kepala sekolah di Jawa Timur masih sangat memprihatinkan, sebab yang mampu mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan

secara nasional, yaitu rata-rata 55 hanyalah satu kota, yaitu Kota Blitar. Selebihnya (37 kab/kota) masih di bawah standar

kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55.

Page 32: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

28

Gambar 9. Rerata Nilai Ujian Kompetensi Kepala Sekolah Tahun 2015 Propnsi Jawa Timur Berdasarkan Kualifikasi, Usia, dan Jenjang

Pendidikan

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Sedangkan jika ditinjau khusus di Propinsi Jawa Timur, maka hasil uji kompetensi kepala sekolah dapat dilihat rinciannya pada

gambar 9, yaitu:

(1) Berdasarkan kualifikasi Sesuai pemahaman bahwa makin tinggi pendidikan makin tinggi kompetensinya, demikian juga dalam hal ini kepala

sekolah di Jawa Timur. Hasil uji kompetensi menunjukkan kepala sekolah dengan kualfikasi S3, S2, S1 dan < S1 berturut-turut nilainya adalah 53,25; 51,84; 47,27; dan 41,40.

Namun demikian, semuanya masih belum mencapai standar

kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55.

Page 33: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

29

(2) Berdasarkan usia

Kepala sekolah dengan usia <41 th, 41-45, 46-50, 51-55, dan > 55 masing-masing nilainya adalah 52,51; 55,93; 51,96; 47,56;

dan 43,30. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepala sekolah pada usia 41-45 tahun dengan nilai tertinggi, yaitu 55,93 dan termasuk telah mencapai standar kompetensi minimum (SKM)

yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55.

(3) Berdasarkan jenjang pendidikan dan bidang kompetensi

Khusus untuk nilai berdasarkan jenjang pendidikan dan bidang kompetensi ini dapat diketahui bahwa:

(a) Kepala sekolah SD: kepemimpinan pembelajaran: 44,60, kewirausahaan: 49,86, manajerial: 50,47, supervisi: 37,26, dan usaha pengembangan sekolah: 48,90;

(b) Kepala sekolah SMP: kepemimpinan pembelajaran: 50,34, kewirausahaan: 56,45, manajerial: 56,69, supervisi: 40,84,

dan usaha pengembangan sekolah: 54,00; (c) Kepala sekolah SMA: kepemimpinan pembelajaran: 51,63,

kewirausahaan: 57,33, manajerial: 57,68, supervisi: 41,55,

dan usaha pengembangan sekolah: 54,48; (d) Kepala sekolah SMK: kepemimpinan pembelajaran: 49,44,

kewirausahaan: 57,04, manajerial: 54,64, supervisi: 40,67,

dan usaha pengembangan sekolah: 52,90;

(4) Berdasarkan gender Secara keseluruhan untuk kepala sekolah pria dengan rerata nilai kompetensi adalah 48,23 dan perempuan: 48,34.

d) Kualitas, kompetensi, dan profesionalisme pengawas masih

harus ditingkatkan

Kondisi pengawas di Propinsi Jawa Timur, menunjukkan bahwa hasil rerata nilai uji kompetensinya adalah 44,89, lebih tinggi

daripada rerata nasional sebesar 41,49. Nilai ini secara rerata belum mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang

ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Nilai tertinggi dari Kota Blitar sebesar 54,00 dan terendah Kabupaten Pamekasan sebesar 39,16 (gambar 10).

Melihat hasil tersebut, maka pengawas sekolah di Jawa Timur masih sangat memprihatinkan, sebab sama sekolai tidak ada

daerah yang yang mampu mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-

rata 55.

Page 34: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

30

Gambar 10. Rerata Nilai Ujian Pengawas Sekolah Tahun 2015

Propnsi Jawa Timur

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

Sedangkan jika ditinjau khusus hasil uji kompetensi pengawas dapat dilihat rinciannya pada gambar 11, yaitu:

(1) Berdasarkan kualifikasi Sesuai pemahaman bahwa makin tinggi pendidikan makin tinggi kompetensinya, demikian juga dalam hal ini pengawas di

Jawa Timur. Hasil uji kompetensi menunjukkan pengawas dengan kualfikasi S3, S2, S1 dan < S1 berturut-turut nilainya

adalah 50,00; 46,74; 41,98; dan 38,17. Namun demikian, semuanya masih belum mencapai standar

kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55.

(2) Berdasarkan usia

Kepala sekolah dengan usia <46 th, 46-50, 51-55, dan > 55

masing-masing nilainya adalah 54,66; 47,28; 45,12; dan 42,88. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepala sekolah pada usia < 46

Page 35: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

31

th tahun dengan nilai tertinggi, yaitu 54,66, namun demikian belum mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang

ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55.

Gambar 11. Rerata Nilai Ujian Kompetensi Pengawas Tahun 2015 Propnsi Jawa Timur Berdasarkan Kualifikasi, Usia, dan Jenjang Pendidikan

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016)

(3) Berdasarkan jenjang pendidikan dan bidang kompetensi Khusus untuk nilai berdasarkan jenjang pendidikan dan

bidang kompetensi ini dapat diketahui bahwa: (e) Pengawas SD: evaluasi pendidikan: 43,12, penelitian dan

pengembangan: 41,02, supervisi akademik: 43,17 dan

supervisi manajerial: 46,70. (f) Pengawas SMP: evaluasi pendidikan: 46,72, penelitian dan

pengembangan: 46,57, supervisi akademik: 51,14,

supervisi manajerial: 50,22. (g) Pengawas SMA: evaluasi pendidikan: 46,99, penelitian dan

pengembangan: 51,07, supervisi akademik: 49,89, supervisi manajerial: 50,79.

(h) Pengawas SMK: evaluasi pendidikan: 44,79, penelitian dan

pengembangan: 40,63, supervisi akademik: 52,50, supervisi manajerial: 50,97.

Page 36: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

32

(4) Berdasarkkan masa kerja Secara keseluruhan untuk masa kerja pengawas < 5 th rerata

nilai kompetensi pengawas: 46,06; masa kerja 5-10 th: 43,91; masa kerja 11-15 th: 43,86; dan masa kerja > 15 th: 41,25.

(5) Berdasarkan gender

Secara keseluruhan untuk pengawas pria dengan rerata nilai

kompetensi adalah 45,82 dan perempuan: 44,69.

3) Pengentasan keniraksaraan belum merata

Keberhasilan menurunkan jumlah penduduk niraksara secara signifikan, yang telah memenuhi target deklarasi Dakkar tentang

education for all, masih menyisakan masalah dalam hal pemerataannya. Capaian keaksaraan tersebut belum merata di

seluruh provinsi terutama di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Sebagai contoh, dapat disebutkan masih tingginya angka niraksara di Provinsi Papua yang mencapai 30,93%. Terbatasnya

kemampuan insan penyelenggara program niraksara, kondisi geografis, dan jauhnya jarak tempat tinggal menjadi kendala dalam mempercepat pengentasan niraksara.

4) Rendahnya mutu kemahiran membaca dan semakin punahnya

penggunaan bahasa dan sastra daerah

Rendahnya mutu kemahiran membaca siswa di Indonesia ditunjukkan antara lain, survei PISA Tahun 2012 dengan perolehan

nilai sebesar 396. Posisi Indonesia di bawah nilai rata-rata Malaysia(398) dan Thailand (441). Pada umumnya, kendala

peningkatan mutu kemahiran membaca siswa dipengaruhi oleh kompetensi pendidik, standar mutu penggunaan bahasa pembelajaran, sistem pembelajaran, dan sumber daya pembelajaran

bahasa dan sastra.

Page 37: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

33

5) Gejala memudarnya karakter siswa ditinjau dari IIUN

Gambar 12. Matrik IIUN dan UN

(Sumber: Balitbang Kemdikbud, 2016)

Sebagaimana diketahui bahwa IIUN (Indeks Integritas Ujian Nasional)

tingkat sekolah adalah tingkat persentase jawaban siswa yang tidak menunjukkan pola kecurangan. Kecurangan yang diukur adalah gabungan persentase contekmencontek antar siswa (kecurangan

antar individu) dan persentase keseragaman pola jawaban soal Ujian Nasional (kecurangan sistemik/terorganisir) dalam suatu sekolah.

IIUN tingkat kabupaten/kota: menunjukkan rata-rata IIUN tingkat sekolah di kabupaten/kota tersebut. IIUN dilaporkan dalam rentang indeks 0 sampai dengan 100; Indeks 0 menunjukkan integritas

pelaksanaan UN yang paling rendah, dan 100 menunjukkan integritas pelaksanaan UN yang paling tinggi.

Jika dikaitkan dengan nilai UN, maka IIUN yang dicapai oleh jenjang satuan pendidikan, pemerintah daerah kab/kota, pemerintah daerah

propinsi, dan atau pemerintah pusat dapat diilustrasikan sebagaimana terlihat pada gambar matrik 12. Pada kuadran I menunjukkan jika baik IIUN maupun nilai UN dengan capaian tinggi;

Page 38: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

34

kuadran II: IIUN tinggi dan angka UN rendah; kuadran III: IIUN rendah dan juga angka UN rendah; dan pada kuadran IV: IIUN

rendah dan angka UN tinggi.

Gambar 13. Persentase sekolah terindikasi ada kecurangan th 2015 (Jenjang SMP) di Jawa Timur

(Sumber: Balitbang Kemdikbud 2016) Untuk jenjang pendidikan SMP menunjukkan bahwa Kota Batu merupakan daerah dengan IIUN paling baik, yaitu dengan angka ) 0,0

atau dengan nilai integitas tinggi (100). Maknanya adalah, di Kota Batu tidak ada indikasi sama sekolai (nol) terhadap kecurangan dalam penyelenggaraan ujian nasional pada tahun 2015 atau sangat

tinggi tingkat integritasnya. Sedangkan di Kabupaten Pamekasan terdapat indikasi kecurangan pelaksanaan ujian nasional, dengan angka tertinggi yaitu 82,1 atau dengan nilai integritas rendah.

Sementara untuk daerah-daerah lain masih terdapat indikasi kecurangan yang variasi, akan tetapi tetap dengan angka-angka yang

relatif tinggi (lihat gambar 13). Implikasinya adalah bahwa di Propinsi Jawa Timur masih sangat

perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan ujian nasional, khususnya yang terkait dengan pembinaan terhadap pentingnya nilai-nilai atau

norma-norma karakter seperti kejujuran, kedisiplinan, dan ketaatan terhadap peraturan.

Page 39: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

35

Page 40: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

36

Gambar 14. Matrik IIUN pada Sekolah Menengah (SMA dan SMK) Propinsi Jawa Timur

(Sumber: Balitbang Kemdikbud, 2016)

Sedangkan untuk jenjang pendidikan sekolah menengah (lihat gambar 14), yaitu SMA dan SMK menunjukkan bahwa Kota Malang

dengan nilai interitas tertinggi yaitu 79,19 atau dengan indikasi kecurangan paing rendah jika dibandingkan dengan darah lain di Jawa Timur. Sedangkan Kabupaten Pamekasan menunjukkan

dengan indikasi kecurangan tertinggi dengan nilai integritas terendah yaitu 42,90. Sementara untuk daerah-daerah lainnya bervariasi.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan nilai minimal integritas tinggi yang diharapkan secara nasional adalah minimal 80. Secara

keseluruhan di Jawa Timur belum ada satupun daerah kab/kota untuk penyelenggaraan ujian nasional telah mencapai nilai minimal tersebut. Hal ini sungguh masih memprihatinkan untuk dilakukan

penanganan dengan serius. Terlebih untuk jenjang pendidikan

Page 41: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

37

menengah, dimana lulusannya akan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau bekerja.

6) Belum optimalnya tata kelola organisasi

Akuntabilitas pengelolaan keuangan dan peningkatan kinerja instansi

tetap merupakan agenda utama bagi LPMP, yaitu selalu berupaya untuk terus meningkatkan kinerja dari perencanaan hingga pelaksanaan program kerja dan anggaran. Konsistensi dalam

pelaksanaan reformasi birokrasi perlu dilakukan untuk mendorong LPMP menjadi UPT yang selalu memberikan layanan prima kepada

masyarakat, menjadi wilayah bebas korupsi dan transparan kepada publik.

Kondisi tahun sebelumnya menunjukkan bahwa dalam tata kelola kelembagaan masih terdapat berbagai hal yang perlu untuk

ditingkatkan.

b. Tantangan Pembangunan Pendidikan

Semua masalah yang diuraikan di atas adalah tantangan untuk diatasi. Berbagai masalah di atas dapat dinyatakan dalam perspektif tantangan,

sebagai langkah-langkah atau upaya yang akan atau seharusnya dilaksanakan.

1) Meningkatkan Kualitas Pembelajaran a) Penguatan jaminan kualitas pelayanan pendidikan, baik pada

kategori SPM, potensial, SSN/SKM maupun sekolah rujukan, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah.

b) Penguatan kurikulum dan pelaksanaannya, dilakukan dengan cara, (i) mengawasi dan mengevaluasi penerapan kurikulum secara ketat, komprehensif, dan kontinyu; (ii) mengembangkan

kompetensi guru mengenai praktik-praktik yang baik pembelajaran di sekolah; (iii) memperkuat kerja sama antara

pemerintah, guru, kepala sekolah, pengawas, dan masyarakat dalam mengawal penerapan kurikulum.

c) Penguatan sistem penilaian pendidikan, dilakukan dengan cara, (i)

meningkatkan kompetensi guru dalam penilaian pendidikan di sekolah; (ii) memperkuat kredibilitas sistem ujian nasional dan pemanfaatan hasil ujian untuk pemantauan dan pengendalian

mutu pendidikan; (iii) memperkuat lembaga penilaian pendidikan yang independen dan kredibel.

d) Penguatan fasilitasi, supervisi, evaluasi sampai dengan pemetaan mutu pembelajaran.

Page 42: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

38

2) Meningkatkan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan

a) Kualitas, kompetensi, dan profesionalisme guru masih harus

ditingkatkan, yang dapat dilakukan dengan cara, (i) meningkatkan kompetensi guru berkelanjutan; (ii) memperkuat sistem uji kompetensi guru dan sistem sertifikasi guru; (iii) membantu

menerapkan sistem penilaian kinerja guru yang sahih, andal, transparan dan berkesinambungan.

b) Kualitas, kompetensi, dan profesionalisme tenaga kependidikan

masih harus ditingkatkan, yang dapat dilakukan dengan cara, (i) meningkatkan kompetensi berkelanjutan; (ii) memperkuat sistem

uji kompetensi dan sistem sertifikasi; (iii) membantu menerapkan sistem penilaian kinerja yang sahih, andal, transparan dan berkesinambungan.

c) Penguatan fasilitasi, supervisi, evaluasi sampai dengan pemetaan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

3) Menguatkan karakter siswa dan para penyelenggara/pelaku

pendidikan di daerah

a) Penguatan peran BK dalam pembinaan karakter siswa; b) Penguatan pembinaan kesiswaan;

c) Penguatan pembinaan kegiatan ekstra kurikuler; d) Penguatan pembinaan penumbuhan budi pekerti siswa;

e) Penguatan revolusi mental bagi penyelenggara dan pelaku pendidikan;

f) Penguatan fasilitasi, supervisi, evaluasi sampai dengan pemetaan

karakter siswa dan penyelenggara/pelaku pendidikan.

4) Memperbaiki Tata Kelola Kelembagaan

Tantangan ke depan yang dihadapi LPMP dan para penyelenggara

pendidikan adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik; menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan dan anggaran; memperkuat manajemen kinerja pembangunan; memperkuat

manajemen aparatur sipil negara. Untuk itu diperlukan adanya penguatan fasilitasi, supervisi, evaluasi

sampai dengan pemetaan tata kelola pendidikan pada tingkat satuan pendidikan dan pemerintah daerah.

Page 43: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

39

BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN

A. Visi LPMP Jawa Timur Berdasarkan latar belakang, paradigma baru pendidikan, kondisi umum pendidikan nasional, dan potensi dan permasalahan pendidikan

nasional dan Jawa Timur sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka visi LPMP Jawa Timur ditetapkan “Terbentuknya Insan Bermutu dan

Ekosistem Pendidikan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong”.

Visi tersebut memiliki indikator-indikator sebagai berikut: Indikator-indikator terbentuknya insan bermutu dan berkarakter

adalah:

1. Lulusan yang berkarakter, bermutu nasional dan internasional (kompetitif)

2. Kurikulum dengan standar mutu tinggi

3. Proses pembelajaran yang bermutu 4. Proses penilaian hasil belajar yang bermutu

5. Sarana dan prasarana yang memadai dan bermutu 6. Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang kuat dan bermutu

(kompeten)

7. Pembiayaan pendidikan yang memadai 8. Tata kelola pendidikan yang kuat dan bermutu 9. Pelaku pendidikan yang kuat

10. Pemetaan mutu pendidikan yang baik dan komprehensif; 11. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan

yang modern dan bertanggungjawab; 12. Supervisi satuan pendidikan yang kontinyu dan bermutu; 13. Fasilitasi peningkatan mutu pendidikan yang memadai;

14. Pelaksanaan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan yang saling menguntungkan dan bertanggungjawab.

Indikator-indikator terbentuknya ekosistem pendidikan yang berkarakter adalah:

1. Sekolah yang kondusif 2. Guru sebagai penyemangat

3. Orangtua terlibat aktif 4. Masyarakat yang sangat peduli

5. Industri yang berperan penting 6. Organisasi Profesi yang Berkontribusi Besar 7. Pemerintah yang berperan optimal

Page 44: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

40

Hal ini sesuai dengan Visi Kemendikbud tahun 2015- 2019:

“Terbentuknya Insan serta Ekosistem Pendidikan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong” serta sesuai dengan Rencana

Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005—2025 menyatakan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2025 adalah Menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan

Kamil/Insan Paripurna). Makna insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara

komprehensif, yaitu cerdas spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan kinestetik. Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan yang

berkarakter dapat dimaknai sebagai terwujudnya tujuh elemen ekosistem.

Hal ini pula yang menjadi landasan LPMP Jawa Timur untuk menjabarkan lebih lanjut tentan visi yang telah ditetapkan.

Tujuh elemen ekosistem pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sekolah yang Kondusif Suasana kondusif di sekolah sangat diperlukan untuk membuat

sekolah yang efektif. Sekolah adalah suatu tempat yang di dalamnya terjadi hubungan saling ketergantungan antara manusia dengan

lingkungannya. Sekolah yang kondusif sebagai tempat yang menyenangkan bagi manusia yang berinteraksi di dalamnya, baik siswa, guru, tenaga pendidik, orang tua siswa dan pelaku lainnya.

Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai juga menjadi faktor pendukung. Faktor pendukung lain yang penting ialah peran kepala sekolah yang memimpin para pelaku pendidikan

menghadapi dan menyelesaikan masalah.

Keberhasilan semua dukungan unsur sekolah dan terjalinnya hubungan yang baik sehingga tercipta kondisi sekolah yang efektif jika berbagai unsur sekolah tersebut memenuhi kriteria mutu yang

baik pula. Jaminan terciptanya mutu tersebut dibutuhkan fasilitasi dan pembinaan oleh berbagai pihak, dan salah satunya adalah LPMP.

2. Guru sebagai Penyemangat

Guru yang baik adalah guru yang mempunyai empat kompetensi yang mumpuni meliputi kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan berkepribadian. Selain itu seorang guru juga harus punya naluri

yang sensitif atau peka terhadap kemampuan dan perkembangan siswanya. Artinya sensitif terhadap kebutuhan siswa serta mampu

memberikan semangat kepada siswa untuk aktif, kreatif, inovatif, dan sportif dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Page 45: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

41

Sudah menjadi keniscayaan baik masa sekarang maupun masa datang bahwa tugas utama guru adalah mendidik (dengan pengertian

sekaligus mengajar). Guru bermutu adalah yang mampu mengimplementasikan kompetensi tersebut kepada peserta didik

dengan baik. Namun demikian, fasilitasi dan pembinaan kepada mutu guru berdasarkan empat kompetensi masih perlu diperluas dan diperdalam tentang kompetensi guru dalam memberikan dorongan

kepada peserta didik untuk aktif, kreatif, inovatif, dan sportif, baik dalam proses pemberlajaran maupun setelahnya. LPMP memiliki peran penting untuk menghasilkan kompetensi guru yang memiliki

mutu seperti ini.

3. Orangtua yang Terlibat Aktif

Orang tua berperan sejak awal sebagai pendidik bagi anak-anaknya

sejak masa sebelum dan sesudah mereka bersekolah. Keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi, seperti:

membentuk kepribadian anak, melaksanakan pedidikan anak di rumah dan mendukung pendidikan di sekolah. Pemerintah memang memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang

baik bagi seluruh anak Indonesia. Orang tua memiliki hak dan kewajiban dalam memilih satuan pendidikan, memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya, serta memberikan

masukan kepada sekolah. Orang tua yang terlibat aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah akan menciptakan

pendidikan yang lebih efektif.

4. Masyarakat yang Sangat Peduli

Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan partisipasi dan kepedulian masyarakat. Salah satu alasannya ialah keterbatasan

sumber daya pemerintah. Partisipasi dan kepedulian masyarakat itu dapat berupa menyelenggaraan satuan pendidikan mandiri atau

mendukung satuan pendidikan mandiri milik pemerintah. Masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan mandiri harus berupaya sebaik-baiknya dan tetap mematuhi semua pedoman,

aturan dan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sementara itu, partisipasi masyarakat dalam satuan pendidikan yang

diselenggarakan pemerintah dapat berupa materi, tenaga dan pikiran. Kini masyarakat dapat berperan serta dalam pembahasan masalah pendidikan, baik akademis maupun non akademis, dan dalam proses

pengambilan keputusan terkait rencana pengembangan sekolah. Tujuan utama yang menjadi prioritas dalam peran masyarakat ini

adalah mendukung tercapainya proses dan hasil pendidikan yang bermutu. Dan untuk menjembatani atau mensikronisasi peranserta

masyarakat dengan dunia pendidikan, maka fasilitasi oleh berbagai pihak yang berwenang dan salah satunya adalah LPMP adalah menjadi penting untuk dilakukan.

Page 46: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

42

5. Industri yang Berperan Penting

Di negara-negara maju, peran industri ditunjukkan secara nyata

berupa kerjasama program, dukungan finansial untuk penelitian dan beasiswa. Bahkan di beberapa negara peran industri menjadi kewajiban sesuai undang-undang yang mengaturnya. Pengalaman

Negara-negara tersebut dapat menjadi pelajaran bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain dukungan finansial, peran industri yang penting ialah menyelesaikan permasalahan

peralihan dari dunia pendidikan ke dunia kerja. Dunia industri dapat berfungsi sebagai tempat praktik, magang kerja, belajar manajemen

industri dan tempat menambah wawasan dunia kerja bagi siswa. Kerjasama sekolah dan industri harus dibangun berdasarkan kemauan dan saling membutuhkan. Pihak dunia kerja dan industri

seharusnya menyadari bahwa pihak industri tidak akan mendapatkan tenaga kerja siap pakai yang diperlukan sesuai

kualifikasi yang diharapkan, tanpa membangun program pendidikan bersama.

Khususnya untuk sekolah menengah kejuruan atau SMK, peran industri menjadi suatu keniscayaan untuk menghasilkan mutu lulusan yang trampil, profesional, dan mampu mandiri. Kebijakan

link and match dan teaching factory oleh pemerintah mutlak diperlukan dukungan industri. Untuk itu, peran lembaga penjamin

mutu pendidikan menjadi penting adanya.

6. Organisasi Profesi yang Berkontribusi Besar

Organisasi profesi diharapkan dapat meningkatkan peran dalam penyelenggaraan pendidikan. Organisasi profesi dapat memberikan

masukan bahkan menentukan arah kebijakan pendidikan. Pemerintah sudah seharusnya bekerja sama lebih erat dengan

organisasi profesi, melalui berbagai jalur komunikasi dan aspirasi. Interaksi yang baik akan menguntungkan kedua belah pihak, sekaligus mempercepat kemajuan pembangunan di bidang

pendidikan.

Implementasinya mulai perencanaan, substansi program/kurikulum, pelaksanaan, evaluasi, dan bahkan sertifikasi menjadi bagian penting tanggungjawab organisasi profesi. Sebab pengakuan dunia kerja

terhadap mutu lulusan salah satu tolok ukurnya adalah faktor pengakuan/legitimasi oleh organisasi profesi. Untuk itu, lembaga penjamin mutu pendidikan penting untuk mampu mengakomodasi

dan memfasilitasi terwujudnya kontribusi nyata oleh organisasi profesi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Page 47: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

43

7. Pemerintah yang Berperan Optimal

Berdasarkan hasil amandemen UUD 1945 IV (keempat) tahun 2002 yaitu tentang pendidikan, bentuk dukungan pemerintah telah

dituangkan dalam pasal 31 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5. Khusus untuk dukungan pendanaan secara eksplisit dituangkan pada pasal 31 ayat 4 yang berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional”.

Pemerintah memegang peranan penting dalam peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan serta daya saing anak-anak

Indonesia, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

pada semua jenjang pendidikan serta pemberian beasiswa miskin melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) sehingga keterjangkauan dan

jaminan untuk memperoleh layanan pendidikan dasar dan menengah dapat terpenuhi. Selain itu pemerintah juga harus menjamin ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang professional di

seluruh jenjang pendidikan dan seluruh satuan pendidikan, serta mengurangi kesenjangan akses dan kualitas antar propinsi, kabupaten dan kota serta antardaerah terdepan, terluar, dan

tertinggal (3T). Pemerintah daerah pun dituntut untuk berperan lebih daripada waktu sebelumnya. Sebagian besar penggunaan dana

pendidikan dari APBN berada dibawah kontrol pemerintah daerah. Pemanfaatan dana pendidikan yang berasal dari APBN dan APBD dapat diupayakan semakin terkoordinasi, antara lain mengkaitkan

besaran alokasi dana pemerintah dengan seberapa besar alokasi APBD daerah bersangkutan.

Oleh karena itu, untuk menjamin terwujudnya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut ditinjau dari mutu, maka dalam

implementasinya diperlukan pendampingan, pembinaan, dan evaluasi yang kontinyu.

LPMP sebagai UPT bertanggungjawab untuk menjamin terwujudnya

elemen-elemen ekosistem tersebut sesuai dengan tugas, fungsi, dan perannya.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan adalah unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan

Tata Kerja LPMP, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. LPMP

mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah di provinsi berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu:

Page 48: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

44

a. pemetaan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah; b. pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan

dasar dan pendidikan menengah; c. supervisi satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah

dalam pencapaian standar nasional pendidikan; d. fasilitasi peningkatan mutu pendidikan terhadap satuan

pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam penjaminan

mutu pendidikan; e. pelaksanaan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan;

dan

f. pelaksanaan urusan administrasi LPMP.

B. Misi

Untuk mencapai Visi LPMP Jawa Timur 2019, ditetapkan misi sebagai berikut:

1. Mewujudkan lulusan yang berkarakter, bermutu nasional dan

internasional (kompetitif) melalui supervisi, fasilitasi, evaluasi, dan pemetaan lulusan

2. Mewujudkan kurikulum dengan standar mutu tinggi melalui

kerjasama, supervisi dan fasilitasi dalam pengembangan dan implementasi kurikulum

3. Mewujudkan proses pembelajaran yang bermutu melalui supervisi dan fasilitasi

4. Mewujudkan proses penilaian hasil belajar yang bermutu melalui

supervisi dan fasilitasi 5. Mewujudkan sarana dan prasarana yang memadai dan bermutu

melalui kerjasama, supervisi dan fasilitasi dalam pengembangan dan

standarisasi sarpras 6. Mewujudkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang kuat dan

bermutu (kompeten) melalui kerjasama, supervisi dan fasilitasi dalam pengembangan dan implementasi kurikulum

7. Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang memadai melalui

kerjasama dan fasilitasi 8. Mewujudkan tata kelola pendidikan yang kuat dan bermutu melalui

pengembangan dan implementasi sistem informasi mutu pendidikan 9. Mewujudkan pelaku pendidikan yang kuat melalui fasilitasi, supervisi,

dan kerjasama.

10. Mewujudkan pemetaan mutu pendidikan yang baik dan komprehensif;

11. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan

yang modern dan bertanggungjawab; 12. Mewujudkan supervisi satuan pendidikan yang kontinyu dan

bermutu; 13. Mewujudkan fasilitasi peningkatan mutu pendidikan yang memadai;

Page 49: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

45

14. Mewujudkan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan yang saling menguntungkan dan bertanggungjawab.

15. Mewujudkan sekolah yang kondusif 16. Mewujudkan guru sebagai penyemangat

17. Mewujudkan orangtua terlibat aktif 18. Mewujudkan masyarakat yang sangat peduli 19. Mewujudkan industri yang berperan penting

20. Mewujudkan organisasi profesi yang berkontribusi besar

Misi Renstra LPMP Jawa Timur 2015-2019 sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dapat dimaknai sebagai berikut:

1. Mewujudkan lulusan yang berkarakter, bermutu nasional dan

internasional (kompetitif)

Adalah upaya bantuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang kuat berkualitas nasional/internasional, memiliki

daya saing tinggi serta memiliki karakter mandiri yang kuat. 2. Mewujudkan kurikulum dengan standar mutu tinggi

Adalah dengan membantu mengembangkan kurikulum pendidikan

yang berstandar nasional serta secara substansi memiliki cakupan yang luas sesuai tuntutan perkembangan IPTEK dan global.

3. Mewujudkan proses pembelajaran yang bermutu

Adalah berupaya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas dengan menerapkan berbagai pendekatan/strategi,

penggunaan berbagai sarana media pembelajaran, kreatif dan inovatif, dengan memperhatikan karakteristik peserta didik dengan dipenuhinya perangkat pembelajaran yang memadai serta sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku. 4. Mewujudkan proses penilaian hasil belajar yang bermutu

Adalah meningkatkan mutu proses penilaian hasil belajar sesuai

lingkup standar nasional pendidikan; menggunakan berbagai pendekatan serta memfokuskan kebijakan berdasarkan percepatan

peningkatan mutu untuk menghadapi persaingan global dengan pemahaman akan keberagaman, dan penguatan praktik baik dan inovasi untuk menghasilkan output dan outcomes baik dalam ranah

sikap, pengetahuan maupun keterampilan; 5. Mewujudkan sarana dan prasarana yang memadai dan bermutu

Adalah upaya mengoptimalkan dan memberdayakan serta mengembangkan sarpras pendidikan sesuai dengan tuntutan kurikulum serta berbasis teknologi yang memadai.

6. Mewujudkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang kuat dan bermutu (kompeten) Adalah upaya untuk mewujudkan pendidik yang kompeten,

profesional, berkepribadian, bertanggungjawab, berintegritas, serta mandiri sesuai dengan regulasi yang ada maupun tuntutan

perkembangan jaman, IPTEK, dan lainnya.

Page 50: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

46

7. Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang memadai Adalah secara langsung atau tidak langsung mewujudkan

terpenuhinya standar pembiayaan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi dengan bekerjasama berbagai pihak

sesuai kewenangan dan peraturan perundangan yang berlaku. 8. Mewujudkan tata kelola pendidikan yang kuat dan bermutu

Adalah dengan memaksimalkan pelibatan public dalam seluruh

aspek pengelolaan kebijakan yang berbasis data, riset dan bukti lapangan; mengembangkan koordinasi dan kerjasama lintas sektor di tingkat lokal dan nasional; mewujudkan birokrasi LPMP Jawa Timur

yang menjadi teladan dalam tata kelola yang bersih, efektif dan efisien.

9. Mewujudkan pelaku pendidikan yang kuat Mewujudkan pelaku pendidikan yang kuat dan bermutu adalah menguatkan penyelenggara dan pengelola pendidikan dalam

ekosistem pendidikan serta fokus kebijakan diarahkan pada penguatan perilaku yang mandiri dan berkepribadian; membantu

penguatan kapasitas tata kelola pada pendidikan di daerah.

Misi Renstra LPMP tersebut telah sesuai dengan program tujuh revolusi

mental yang dicanangkan Pemerintah secara nasional, yaitu: 1. Menerapkan paradigma pendidikan untuk membentuk manusia

mandiri dan berkepribadian; 2. Mengembangkan kurikulum berbasis karakter dengan mengadopsi

kearifan lokal serta vokasi yang beragam berdasarkan kebutuhan geografis daerah serta bakat dan potensi anak;

3. Menciptakan proses belajar yang nyaman dan menyenangkan untuk

menumbuhkan kemauan belajar dari dalam diri anak; 4. Memberi kepercayaan besar kepada kepala sekolah dan guru untuk

mengelola suasana dan proses belajar yang kondusif agar anak

nyaman belajar; 5. Memberdayakan orangtua untuk terlibat lebih aktif pada proses

pembelajaran dan tumbuh kembang anak; 6. Membantu kepala sekolah untuk menjadi pemimpin yang melayani

warga sekolah;

7. Menyederhanakan birokrasi dan regulasi pendidikan diimbangi pendampingan dan pengawasan yang efektif.

Misi LPMP tersebut dilaksanakan sesuai dengan fungsinya LPMP yaitu melalui:

a. Melaksanakan pemetaan mutu pendidikan dasar dan pendidikan

menengah;

b. Melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah;

c. Melaksanakan supervisi satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam pencapaian standar nasional pendidikan dan selebihnya;

Page 51: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

47

d. Melaksanakan fasilitasi peningkatan mutu pendidikan terhadap satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam

penjaminan mutu pendidikan; e. Melaksanakan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan;

f. Melaksanakan urusan administrasi LPMP dengan baik.

C. Tujuan Strategis

Rumusan tentang tujuan strategis adalah untuk menggambarkan

ukuran-ukuran terlaksananya misi dan tercapainya visi. Tujuan strategis LPMP Jawa Timur tahun 2015-2019 pada garis besarnya

adalah peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah serta peningkatan tata kelola yang transparan dan akuntabel.

Secara umum rincian tujuan strategis tersebut adalah: 1. Peningkatan lulusan yang berkarakter, bermutu nasional dan

internasional (kompetitif)

Peningkatan lulusan yang memiliki kompetensi kuat berkualitas nasional/internasional, memiliki daya saing tinggi serta memiliki karakter mandiri yang kuat dapat dicapai pemenuhan SNP atau

selebihnya yang dilakukan dalam bentuk evaluasi, intervensi, dan fasilitasi kepada pelaku pendidikan khususnya pengelola di satuan

pendidikan dan daerah.

2. Peningkatan kurikulum dengan standar mutu tinggi

Pengembangan kurikulum pendidikan yang berstandar nasional serta secara substansi memiliki cakupan yang luas sesuai tuntutan

perkembangan IPTEK dan global (internasional) dilakukan dengan pendampingan dalam implementasi serta melalui berbagai forum

yang bersifat formal dan non formal sehingga dihasilkan kurikulum yang implementatif tetapi bermutu tinggi substansinya.

3. Peningkatan proses pembelajaran yang bermutu

Peningkatan proses pembelajaran sehingga berkualitas dilakukan dengan pendampingan, berst parctice, dan lainnya dalam menerapkan berbagai pendekatan/strategi, penggunaan berbagai

sarana media pembelajaran, kreatif dan inovatif, dengan memperhatikan karakteristik peserta didik dengan dipenuhinya perangkat pembelajaran yang memadai serta sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku. Fasilitasi lain yang dapat ditempuh diantaranya dengan supervisi dan evaluasi serta dengan

kegiatan-kegiatan yang memberdayakan organisasi profesi seperti MGMP dan MKKS.

Page 52: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

48

4. Peningkatan proses penilaian hasil belajar yang bermutu

Peningkatan mutu proses penilaian hasil belajar pada dasarnya sama

dengan peningkatan mutu proses pembelajaran tentang upaya yang dilakukan. Pada garis besarnya diperlukan adanya supervisi-evaluasi, fasilitasi pendampingan, dan lainnya dalam pemahaman standar

nasional pendidikan bidang penilaian; menggunakan berbagai pendekatan untuk menilai hasil belajar, baik dalam ranah sikap, pengetahuan maupun keterampilan;

5. Peningkatan Sarana dan prasarana yang memadai dan bermutu

Peningkatan sarpras ini dilakukan dengan mengoptimalkan dan memberdayakan serta mengembangkan sarpras pendidikan yang ada

dan yang harus diadakan sesuai dengan tuntutan kurikulum serta berbasis lingkungan dan teknologi yang memadai.

6. Peningkatan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang kuat dan

bermutu (kompeten)

Peningkatan pendidik dan tenaga kependidikan mutlak dilakukan untuk mewujudkan pendidik yang kompeten, profesional,

berkepribadian, bertanggungjawab, berintegritas, serta mandiri sesuai dengan regulasi yang ada maupun tuntutan perkembangan

jaman, IPTEK, dan lainnya. Diantaranya dengan memberikan pelatihan dan pendampingan dalam implementasi SNP dan selebihnya.

7. Peningkatan pembiayaan pendidikan yang memadai

Peningkatan pembiayaan pendidikan pada dasarnya selalu harus diupayakan sesuai dengan tuntutan kurikulum dan proses

pembelajaran. Dalam implementasinya dilakukan secara langsung atau tidak langsung sampai terpenuhinya standar pembiayaan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi dengan

bekerjasama berbagai pihak sesuai kewenangan dan peraturan perundangan yang berlaku.

8. Peningkatan tata kelola pendidikan yang kuat dan bermutu

Peningkatan tata kelola pendidikan sangat banyak yang bisa ditempuh, diantaranya adalah dengan memaksimalkan pelibatan public dalam seluruh aspek pengelolaan kebijakan yang berbasis

data, riset dan bukti lapangan; mengembangkan koordinasi dan kerjasama lintas sektor di tingkat lokal dan nasional; mewujudkan

birokrasi LPMP Jawa Timur yang menjadi teladan dalam tata kelola yang bersih, efektif dan efisien. Kunci keberhasilan semua itu adalah

Page 53: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

49

faktor kepemimpinan dan sistem informasi manajemen yang standar dan berbasis teknologi.

9. Peningkatan pelaku pendidikan yang kuat

Para pelaku pendidikan yang kuat dan bermutu sangat penting untuk ditingkatkan. Tujuannya adalah untuk menguatkan penyelenggara

dan pengelola pendidikan dalam ekosistem pendidikan serta fokus kebijakan yang diarahkan pada penguatan perilaku yang mandiri dan berkepribadian serta memfasilitasi dengan membantu penguatan

kapasitas tata kelola pada pendidikan di daerah (capacity building).

Sedangkan secara khusus rincian tujuan strategis LPMP Jawa Timur adalah:

1. Terpetakan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah;

2. Terwujudnya pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah;

3. Terlaksana supervisi satuan pendidikan dasar dan pendidikan

menengah dalam pencapaian standar nasional pendidikan dan selebihnya;

4. Terpenuhinya fasilitasi peningkatan mutu pendidikan terhadap

satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam penjaminan mutu pendidikan;

5. Terwujudnya pelaksanaan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan; dan

6. Terlaksana urusan administrasi LPMP dengan baik (bermutu).

D. Sasaran Strategis

Untuk mengukur tingkat ketercapaian sembilan Tujuan Strategis

diperlukan sejumlah Sasaran Strategis yang menggambarkan kondisi yang akan dicapai pada tahun 2019. Selanjutnya, ditetapkan Indikator

Kinerja Sasaran Strategis untuk mengkonfirmasi tujuan strategis tersebut dicapai pada masa depan (tahun 2019).

Sasaran strategis untuk tingkat ketercapaian masing-masing tujuan secara umum dapat dirangkum yaitu:

1) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk: Peningkatan lulusan yang berkarakter, bermutu nasional dan internasional (kompetitif)

Page 54: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

50

a. Meningkatnya indeks integritas nilai ujian nasional b. Meningkatnya mutu lulusan pendidikan dasar dan menengah

ditinjau dari meningkatnya rerata nilai ujian sekolah dan ujian nasional

c. Meningkatnya prestasi akademik pada tingkat nasional d. Meningkatnya prestasi akademik pada tingkat

regional/internasional

e. Meningkatnya prestasi non akademik pada tingkat nasional f. Meningkatnya prestasi non akademik pada tingkat

internasional/regional

2) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk:

Peningkatan kurikulum dengan standar mutu tinggi

a. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Kurikulum b. Meningkatnya jumlah sekolah pelaksana K-13

c. Meningkatnya sekolah menerapkan kurikulum plus (lebih dari SNP)

d. Meningkatnya penerapan KKNI dalam bidang kejuruan di SMK

3) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk:

Peningkatan proses pembelajaran yang bermutu

a. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Proses

Pembelajaran b. Meningkatnya jumlah sekolah pelaksana proses pembelajaran

berbasis saintifik dan lainnya sesuai kebijakan K-13

c. Meningkatnya sekolah menerapkan bilingual: d. Meningkatnya sekolah menerapkan IT dalam proses

pembelajaran (e-learning, e-class, e-library, dll) e. Meningkatnya sekolah menerapkan materi berbasis IT)

4) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk :Peningkatan proses penilaian hasil belajar yang bermutu a. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Proses Penilaian b. Meningkatnya jumlah sekolah pelaksana proses penilaian

berbasis autenthic dan lainnya sesuai kebijakan K-13 c. Meningkatnya sekolah menerapkan penilaian dengan bilingual d. Meningkatnya sekolah menerapkan IT dalam proses penilaian

e. Meningkatnya sekolah menerapkan perangkat penilaian berbasis IT)

5) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk:

Peningkatan Sarana dan prasarana yang memadai dan bermutu a. Meningkatnya jumlah sekolah memiliki laboratorium lengkap

b. Meningkatnya jumlah sekolah memiliki sistem IT dalam proses pembelajaran (e-learning, e-class, e-library, dll) dan penilaian

Page 55: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

51

c. Meningkatnya jumlah sekolah menerapkan materi berbasis IT d. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Sarpras

6) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk:

Peningkatan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang kuat dan bermutu (kompeten) a. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Pendidik dan

Tenaga Kependidikan

b. Meningkatnya jumlah guru profesional pada satuan pendidikan dasar dan menengah

c. Meningkatnya jumlah kepala sekolah profesional pada satuan

pendidikan dasar dan menengah d. Meningkatnya jumlah pengawas professional pada satuan

pendidikan dasar dan menengah e. Menurunnya jumlah sekolah yang kekurangan guru pada

satuan pendidikan dasar dan menengah

f. Meningkatnya rerata nilai ujian kompetensi pendidik g. Meningkatnya rerata nilai ujian kompetensi kepala sekolah h. Meningkatnya rerata nilai ujian kompetensi pengawas.

7) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk:

Peningkatan Pembiayaan pendidikan yang memadai a. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Pembiayaan

b. Meningkatnya jumlah du/i dalam bantuan dana pendidikan c. Meningkatnya jumlah peranserta orangtua untuk memenuhi

SNP pembiayaan

8) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis:

Peningkatan Tata Kelola pendidikan yang kuat dan bermutu a. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi SNP Pengelolaan

Sekolah b. Meningkatnya mutu layanan pendidikan dasar dan menengah

(nilai akreditasi) c. Meningkatnya mutu layanan pendidikan dasar dan menengah

(nilai akreditasi)

d. Meningkatnya jumlah sekolah SSN e. Meningkatnya jumlah sekolah yang lebih dari SSN

f. Meningkatnya jumlah sekolah rujukan g. Meningkatnya jumlah sekolah memenuhi Kerjasama/sister

school dengan stakeholder

h. Meningkatnya jumlah sekolah dalam implementasi MBS i. Meningkatnya jumlah sekolah dengan standar ISO dalam

bidang pengelolaan

j. Meningkatnya jumlah sekolah dengan standar ISO dalam bidang lingkungan

k. Meningkatnya jumlah sekolah dalam SIM berbasis IT

Page 56: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

52

l. Meningkatnya jumlah sekolah dalam manajemen sekolah berbasis IT

9) Sasaram Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk:

Peningkatan pelaku pendidikan yang kuat a. Pencapaian profesionalisme pengelola pendidikan tingkat

kab/kota b. Pencapaian profesionalisme pengelola pendidikan tingkat

propinsi

c. Pencapaian profesionalisme pengelola pendidikan oleh masyarakat

Secara khusus Sasaran Strategis LPMP Jawa Timur untuk tingkat

ketercapaian tujuan tersebut yaitu:

1. Peningkatan pada pemetaan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah;

2. Peningkatan pada pengembangan dan pengelolaan sistem informasi

mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah; 3. Peningkatan supervisi satuan pendidikan dasar dan pendidikan

menengah dalam pencapaian standar nasional pendidikan dan

selebihnya; 4. Peningkatan fasilitasi peningkatan mutu pendidikan terhadap satuan

pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam penjaminan mutu pendidikan;

5. Peningkatan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan; dan

6. Peningkatan pelaksanaan urusan administrasi LPMP.

E. Tata Nilai LPMP Jawa Timur

Pelaksanaan misi dan pencapaian visi memerlukan penerapan tata nilai yang sesuai dan mendukungnya. Tata nilai merupakan dasar sekaligus

arah bagi sikap dan perilaku seluruh pegawai dalam menjalankan tugas. Tata nilai yang diutamakan pada Renstra LPMP Jawa Timur 2015-2019

ini adalah sebagai berikut: 1. Memiliki Integritas

Konsisten dan teguh dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan, terutama dalam hal kejujuran dan kebenaran dalam

tindakan, memiliki integritas, bersikap jujur, dan mampu mengemban kepercayaan.

Page 57: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

53

2. Kreatif dan Inovatif Memiliki pola pikir, cara pandang, dan pendekatan yang variatif

terhadap setiap permasalahan, serta mampu menghasilkan karya baru.

3. Inisiatif

Inisiatif adalah kemampuan bertindak melebihi yang dibutuhkan

atau yang dituntut dari pekerjaan, melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih dahulu dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan, dan menciptakan peluang baru

atau untuk menghindari timbulnya masalah.

4. Pembelajar Berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta mampu mengambil

hikmah dan mejadikan pelajaran atas setiap kejadian.

5. Menjunjung Meritokrasi Memiliki pandangan yang memberi peluang kepada orang untuk maju berdasarkan kelayakan dan kecakapannya.

6. Terlibat Aktif

Suka berusaha mencapai tujuan bersama serta memberikan

dorongan agar pihak lain tergerak untuk menghasilkan karya terbaiknya.

7. Tanpa Pamrih

Tidak memiliki maksud yang tersembunyi untuk memenuhi

keinginan dan memperoleh keuntungan pribadi, memberikan dorongan dan semangat bagi pihak lain untuk suka berusaha mencapai tujuan bersama, memberikan inspirasi dan memberikan

dorongan agar pihak lain tergerak untuk menghasilkan karya terbaiknya.

Page 58: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

54

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Arah Kebijakan dan Strategi LPMP Jawa Timur tahun 2015—2019 dirumuskan berdasarkan pada visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis yang mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan dan Renstra Ditjen Dikdasmen 2015—2019 dan hasil evaluasi capaian LPMP Jawa Timur.

A. Arah Kebijakan dan Strategi Ditjen Dikdasmen Arah kebijakan dan strategi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2015 – 2019 diturunkan dari arah kebijakan dan

strategi nasional. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah mengemban tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan stadarisasi teknis di bidang Pendidikan Dasar dan Menegah, maka

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah harus menentukan arah kebijakan sesuai dengan bidang yang dibawahinya

yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan

Layanan Khusus, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Direktorat Pembinaan Sekolah Kejuruan serta Lembaga Penjaminan

Mutu Pendidikan. Untuk memenuhi seluruh hak anak Indonesia tanpa pengecualian dilaksanakan Program Indonesia Pintar (PIP) dengan pelaksanaan Wajib

Belajar 12 Tahun untuk dapat menyelesaikan pendidikan dasar dan menegah sesuai sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Kebijakan tersebut dilakukan untuk mempercepat ketersediaan insan terdidik

dalam memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang, terutama pemanfaatan bonus demografi dan menyiapkan perdagangan

bebas di kawasan ASEAN. Arah kebijakan dan strategi Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dituangkan dalam rincian sebagai berikut:

1. Dalam rangka pemenuhan hak terhadap pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas maka kebijakan yang akan ditempuh

adalah melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh penduduk mendapatkan layanan pendidikan dasar dan menengah berkualitas. Hal ini akan dilakukan melalui strategi sebagai berikut :

a. Penyediaan bantuan untuk anak yang berasal dari keluarga kurang mampu agar dapat mengikuti Program Indonesia Pintar pada pendidikan dasar yang dilaksanakan melalui Kartu

Indonesia Pintar b. Penanganan akses pendidikan, khususnya di daerah 3T

c. Penyediaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus d. Penyediaan biaya operasional sekolah (BOS) e. Peningkatan partisipasi pendidikan dalam rangka mengurangi

variasi antar daerah dan kesenjangan gender

Page 59: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

55

f. Peningkatan ketersediaan Sekolah menengah di kecamatan-kecamatan yang belum memiliki satuan pendidikan menengah,

melalui pembangunan USB, terutama penambahan RKB, dan pembangunan SMP-SMA serta MTs/MA satu atap, ketersediaan

SMK yang mendukung pembangunan bidang pertanian, maritim, pariwisata, industri manufaktur, dan ekonomi kreatif

g. Penguatan peran swasta dalam menyediakan layanan pendidikan

menengah yang berkualitas.

2. Dalam rangka peningkatan pendidikan karakter maka kebijakan

yang ditempuh adalah: a. Meningkatkan kualitas pendidikan karakter untuk membina

budi pekerti, watak, dan kepribadian peserta didik. b. Membangun budaya sekolah yang kondusif bagi penciptaan

lingkungan belajar yang baik bagi siswa. Hal ini akan dilakukan

melalui strategi sebagai berikut : Penguatan pendidikan karakter pada anak-anak usia sekolah

pada semua jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai

moral, akhlak, dan kepribadian peserta didik dengan memperkuat pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam

mata pelajaran; Pengembangan kurikulum jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah yang memberi porsi yang proporsional bagi

pelajaran budi pekerti untuk membina karakter dan memupuk kepribadian siswa yang sesuai dengan nilai-nilai moralitas dan

etika sosial Pelibatan peran orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan

persekolahan dan proses pembelajaran, untuk mencegah

perilaku menyimpang yang tak sesuai dengan norma susila dan nilai moral.

Pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan pendidikan

dan pemberian bimbingan-penyuluhan dalam proses pembelajaran, untuk mendukung siswa dalam

mengembangkan segenap potensi dan kepribadian dengan sempurna.

3. Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran maka kebijakan yang ditempuh adalah: a. memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan

pendidikan. b. mengembangkan kurikulum. Hal ini akan dilakukan melalui

strategi sebagai berikut : Pemantapan penerapan SPM untuk jenjang Pendidikan Dasar

dan Menengah.

Peningkatan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan satuan pendidikan untuk mempercepat pemenuhan SPM

Pendidikan Dasar dan Menengah. Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP) secara

bertahap jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Page 60: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

56

Penguatan proses akreditasi untuk satuan pendidikan negeri dan swasta.

Evaluasi kurikulum secara ketat, komprehensif dan berkelanjutan

Pelibatan guru dan pemangku kepentingan lain untuk memberikan informasi pelaksanaan kurikulum termasuk hasil penilaian di kelas.

Penguatan kerjasama antara guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah untuk mendukung efektivitas pembelajaran.

Pengembangan profesi berkelanjutan tentang praktek

pembelajaran di kelas untuk guru dan kepala sekolah. Penyediaan dukungan materi pelatihan secara online untuk

membangun jaringan pertukaran materi pembelajaran dan penilaian antar guru.

Peningkatan kompetensi kognitif siswa di bidang matematika,

sains, dan literasi, baik dalam UN maupun dalam tes internasional.

Peningkatan kualitas pembelajaran matematika, sains, dan literasi dengan mempertimbangkan kesetaraan hasil belajar antarjenis kelamin.

Peningkatan kompetensi siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya di bidang sains, olahraga dan seni.

4. Dalam rangka Peningkatan tata kelola pendidikan maka kebijakan yang ditempuh adalah:

a. meningkatkan tata kelola pendidikan dalam kerangka desentralisasi;

b. memperkenalkan model pendanaan dan penganggaran berbasis

kinerja untuk bidang pendidikan di tingkat daerah; c. memperkuat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS); b. memperkuat peran swasta dalam menyediakan layanan

pendidikan yang berkualitas; dan c. memperkuat sistem informasi pendidikanMemperkuat sistem

informasi pendidikan. Hal ini akan dilakukan melalui strategi sebagai berikut : Penguatan kapasitas pemerintah provinsi/ kabupaten/ kota

dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pembangunan pendidikan.

Penguatan kemitraan antara Pusat dengan Dinas pendidikan

Provinsi, dan Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan desentralisasi asimetris atau pendelegasian kewenangan kepada kabupaten/ kota dengan mempertimbangkan kapasitas daerah dalam mengelola layanan

pendidikan dan pembiayaannya. Penyelarasan peraturan yang memungkinkan pemanfaatan

sumberdaya keuangan untuk pembiayaan semua jenis satuan pendidikan.

Page 61: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

57

Penguatan MBS melalui peningkatan partisipasi seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan efektivitas dan

akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Peningkatan kapasitas Kepala Sekolah, Guru dan Komite

Sekolah dalam melaksanakan MBS. Peningkatan kapasitas Kabupaten/Kota dalam mendukung

pelaksanaan MBS oleh satuan pendidikan.

Penguatan kapasitas staf administrasi sekolah dalam pengelolaan sekolah yang transparan dan akuntabel

Peningkatan akuntabilitas sekolah/madrasah swasta dalam

penggunaan bantuan yang disediakan. Penegakan aturan tentang jaminan kualitas penyelenggaraan

pendidikan swasta. Penguatan kelembagaan dan kapasitas pengelola sistem

informasi

Peningkatan komitmen pusat dan daerah dalam penyediaan data dan informasi pendidikan.

Penguatan sistem informasi pendidikan berbasis masyarakat untuk mengidentifikasi penduduk sasaran layanan pendidikan.

5. Dalam rangka peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan maka kebijakan yang ditempuh adalah: a) meningkatkan efisiensi pemanfaatan anggaran pendidikan; dan b) memperkuat mekanisme

pembiayaan pendidikan. Hal ini akan dilakukan dengan strategi sebagai berikut :

a. Memperkuat sistem penggunaan dan laporan pertanggungjawaban anggaran.

b. Memperkuat sistem perencanaan pendidikan dasar dan

menengah melalui peningkatan/ pembangunan kapasitas provinsi/ kabupaten/kota

c. Peninjauan kembali aturan penggunaan dana BOS untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

Untuk melaksanakan strategi di atas diperlukan berbagai program yang bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya Wajib Belajar 12 Tahun yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Peningkatan akses pendidikan dasar dan menengah kepada seluruh masyarakat tanpa membedakan latar belakang ekonomi, gender, geografis, usia, serta kondisi fisik dan mental;

2. Peningkatan jaminan kualitas pelayanan pendidikan dasar dan menengah;

3. Peningkatan pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan siswa miskin melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP);

4. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan serta

partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat.

Page 62: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

58

A. Arah Kebijakan dan Strategi LPMP Jawa Timur Arah Kebijakan LPMP Jawa Timur Tahun 2015—2019 disusun sebagai

implementasi dari strategi program yang ditetapkan untuk mendukung tujuan penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah di provinsi

Jawa Timur berdasarkan semangat gotong royong. Program yang disusun sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015—2019 dan Renstra Ditjen Dikdasmen 2015—2019.

Arah Kebijakan dan strategi yang akan ditempuh LPMP Jawa Timur untuk mencapai penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah di

provinsi Jawa Timur. Penjelasan masing-masing arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis (SS) pada setiap Tujuan

Strategis (T) ada dalam uraian berikut ini. 1. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 1

(SS1) pada Tujuan Strategis 1 (T1): Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan dasar melalui pemetaan mutu.

Adapun strategi yang digunakan untuk mendorong tercapainya tujuan strategis adalah sebagai berikut:

a. Pemetaan melalui Evaluasi Diri Sekolahmutu jenjang Pendidikan Dasar

b. Analisis hasil Ujian Nasional Jenjang Pendidikan Dasar

c. Analisis hasil Uji Kompetensi Guru Jenjang Pendidikan Dasar d. Analisis hasil Penilaian Kinerja GuruJenjang Pendidikan Dasar

e. Analisis Hasil akreditasi sekolahJenjang Pendidikan Dasar

2. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 2

(SS2) pada Tujuan Strategis 2(T2): Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan menengah melalui pemetaan mutu

a. Pemetaan mutu melalui Evaluasi Diri Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah

b. Analisis hasil Ujian NasionalJenjang Pendidikan Menengah c. Analisis hasil Uji Kompetensi GuruJenjang Pendidikan

Menengah

d. Analisis hasil Penilaian Kinerja GuruJenjang Pendidikan Menengah

e. Analisis Hasil akreditasi sekolahJenjang Pendidikan Menengah

3. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 3

(SS3) pada Tujuan Strategis 2(T2) : Tersedianya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan

dasar a. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu

pendidikan dasar melalui aplikasi Dapodik yang terintegrasi dan pengembangan website LPMP Jawa Timur

Page 63: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

59

b. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan dasar melalui pembentukan Pejabat Pengendali

Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan LPMP Jawa Timur.

4. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 4

(SS4) pada Tujuan Strategis 2(T2) : Tersedianya dukungan

manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan menengah

a. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan menengah melalui aplikasi Dapodik yang terintegrasi

dan pengembangan website LPMP Jawa Timur b. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu

pendidikan menengah melalui pembentukan Pejabat Pengendali

Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan LPMP Jawa Timur

5. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 5

(SS5) pada Tujuan Strategis 2(T2) : Meningkatnya penjaminan

mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan dasar melalui supervisi satuan pendidikan a. Pendampingan ke sekolah jenjang pendidikan dasar dalam

pemanfaatan hasil EDS b. Pendampingan penyusunan dokumen mutu sekolahjenjang

pendidikan dasar c. Pendampingan Audit Mutu Internaljenjang pendidikan dasar

6. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 6 (SS6) pada Tujuan Strategis 2(T2) : Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan menengah melalui

supervisi satuan pendidikan a. Pendampingan ke sekolah jenjang pendidikan menengahdalam

pemanfaatan hasil EDS b. Pendampingan penyusunan dokumen mutu sekolahjenjang

pendidikan menengah

c. Pendampingan Audit Mutu Internal jenjang pendidikan menengah

7. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 7

(SS7) pada Tujuan Strategis 3(T3) : Meningkatnya penjaminan

mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan dasar melalui fasilitasi satuan pendidikan a. Pelatihan Kurikulum 2013jenjang pendidikan dasar

b. Pendampingan pemenuhan standar prosesjenjang pendidikan dasar

c. Pendampingan pemenuhan standar penilaianjenjang pendidikan dasar

Page 64: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

60

d. Pendampingan pemenuhan standar SKL jenjang pendidikan dasar

e. Pendampingan pemenuhan standar isi jenjang pendidikan dasar

8. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis 8

(SS8) pada Tujuan Strategis 4(T4) : Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan menengah melalui fasilitasi satuan pendidikan

a. Pelatihan Kurikulum 2013jenjang pendidikan menengah b. Pendampingan pemenuhan standar penilaianjenjang

pendidikan menengah c. Pendampingan pemenuhan standar SKL jenjang pendidikan

menengah

d. Pendampingan pemenuhan standar isi jenjang pendidikan menengah

9. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis

10 (SS9) pada Tujuan Strategis 5(T5) : Tersedianya dukungan

manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui kerja sama bidang penjaminan mutu pendidikan dasar a. Sosialisasi program Penjaminan Mutu jenjang pendidikan dasar

ke Dinas Pendidikan b. Koordinasi dan singkronisasi program penjaminan mutu jenjang

pendidikan dasar dengan Dinas Pendidikan c. Kerjasama dengan Dinas Pendidikan dalam pelaksanaan

program penjaminan mutu pendidikan ke satuan

pendidikanjenjang pendidikan dasar

10. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis

10 (SS10) pada Tujuan Strategis 5(T5) : Tersedianya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui kerja

sama bidang penjaminan mutu pendidikan menengah a. Sosialisasi program Penjaminan Mutu jenjang pendidikan

menengah Pendidikan ke Dinas Pendidikan

b. Koordinasi dan singkronisasi program penjaminan mutu jenjang pendidikan menengah dengan Dinas Pendidikan

c. Kerjasama dengan Dinas Pendidikan dalam pelaksanaan program penjaminan mutu pendidikan ke satuan pendidikanjenjang pendidikan menengah

11. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai Sasaran Strategis

11 (SS11) pada Tujuan Strategis 6 (T6) : Tersedianya dukungan

manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya melalui peningkatan tata kelola

a. Pencapaian daya serap keungan dan fisik lebih besar atau sama dengan 95%

Page 65: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

61

b. Pencapaian laporan keuangan berpredikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)

c. Pencapaian skor Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mencapai 80%

Arah kebijakan LPMP Jawa Timur selanjutnya dilaksanakan melalui program dan dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan periode 2015—2019.

Sejalan dengan pola perencanaan pada periode 2015—2019, LPMP Jawa Timur telah menggunakan struktur perencanaan dan anggaran yang terbaru. Penyesuaian dan penyempurnaan dilakukan pada

struktur kinerja yang mencakup Sasaran Strategis LPMP Jawa Timur dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis LPMP Jawa Timur, Sasaran

Program (SP) dan Indikator Kinerja Program (IKP), serta Sasaran Kegiatan (SK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK).

B. Kerangka Kelembagaan Kerangka kelembagaan adalah perangkat LPMP Jawa Timur yang meliputi struktur organisasi dan tugas-tugasnya dalam setiap unsur disusun dengan tujuan antara lain 1) meningkatkan koordinasi

pelaksanaan bidang-bidang program dan kegiatan; 2) membangun struktur organisasi yang tepat fungsi dan ukuran untuk menghindari duplikasi fungsi dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi LPMP Jawa

Timur dalam melaksanakan program-programnya; dan 3) memperjelas ketatalaksanaan dan meningkatkan profesionalisme sumber daya

aparatur.

Pada periode pembangunan 2015-2019, LPMP Jawa Timur akan

melaksanakan tugas dan fungsi dengan mengacu pada:

1. UU No 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS 2. Permendikbud Nomor 14 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata

Kerja LPMP;

3. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Renstra Kemdikbud Tahun 2015-2019;

4. Semua Permendikbud Tentang Standar Nasional Pendidikan;

Struktur organisasi LPMP Jawa Timur 2015—2019 ditunjukan pada gambar 16 di bawah ini.

Page 66: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

62

Gambar 15. Struktur Organisasi LPMP Jawa Timur

Secara organisatoris, LPMP dalam struktur organisasi terdiri dari organ-

organ:

1. Kepala;

2. Subbagian Umum; 3. Seksi Sistem Informasi;

4. Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi; 5. Seksi Fasilitasi Peningkatan Mutu Pendidikan; 6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Tugas dan tanggungjawab setiap organ adalah sebagai berikut:

1. Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan perencanaan, keuangan, kepegawaian, ketatalaksanaan,

ketatausahaan, kehumasan, dan kerumahtanggaan LPMP.

STRUKTUR ORGANISASI LPMP

SUB BAGIAN UMUM

KEPALA

SEKSI PEMETAAN MUTU DAN SUPERVISI

SEKSI FASILTASI

PENINGKATAN

MUTU PENDIDIKAN

SEKSI

SISTEM INFORMASI

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Page 67: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

63

2. Seksi Sistem Informasi mempunyai tugas melakukan pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan

dasar dan pendidikan menengah. 3. Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi mempunyai tugas melakukan

pemetaan mutu dan supervisi satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam pencapaian standar nasional pendidikan.

4. Seksi Fasilitasi Peningkatan Mutu Pendidikan mempunyai tugas melakukan fasilitasi dan kerja sama peningkatan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam pencapaian standar

nasional pendidikan. 5. Keompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan

kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Kelompok jabatan fungsional terdiri atas jabatan yang terbagi

dalam kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.

7. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

8. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan fungsinya, maka LPMP harus berkoordinasi

dengan:

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah; 2. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan; 3. Badan Penelitian dan Pengembangan;

4. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; 5. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN - S/M); 6. Unit pelaksana teknis yang menangani pengembangan dan

pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan; 7. Unit organisasi terkait lainnya di dalam dan di luar Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam menjalankan roda organisasi, LPMP harus melaksanakan: Peta

bisnis proses yang menggambarkan tata hubungan kerja yang efektif dan efisien antar unit kerja di lingkungan LPMP; dan Analisis jabatan,

peta jabatan, analisis beban kerja, dan uraian tugas terhadap seluruh jabatan di lingkungan LPMP.

Setiap pimpinan unit kerja dan kelompok jabatan fungsional dalam melaksanakan tugasnya wajib:

1. menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi serta kerja sama yang baik di lingkungan internal maupun eksternal

LPMP; 2. melaksanakan akuntabilitas kinerja;

Page 68: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

64

3. melaporkan kegiatan yang menjadi tangggung jawabnya kepada atasan secara berjenjang.

Setiap pimpinan unit kerja wajib mengawasi bawahannya masing-

masing dan apabila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pimpinan unit kerja wajib mengikuti dan mematuhi

petunjuk, bertanggung jawab kepada atasannya masing-masing dan menyampaikan laporan secara berkala tepat waktunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan setiap laporan yang

diterima oleh pimpinan unit kerja dari bawahan wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan

untuk memberikan petunjuk kepada bawahan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Kepala LPMP wajib

menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dengan tembusan kepada pimpinan unit organisasi yang

secara fungsional mempunyai hubungan kerja dengan LPMP. Kepala LPMP menyampaikan hasil pemetaan mutu pendidikan, supervisi, dan fasilitasi peningkatan mutu pendidikan terhadap satuan pendidikan

dasar dan pendidikan menengah kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Perlu dipahami juga bahwa tugas LPMP dalam penjaminan mutu satuan pendidikan nonformal sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015, dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis di

lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat.

Page 69: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

65

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

A. Target Kinerja

Renstra merupakan persyaratan utama bagi upaya mewujudkan akuntabilitas dan transparansi serta peningkatan mutu keluaran

(output) dan hasil (outcome) dalam pemanfaatan APBN. Renstra akan menjadi acuan (guidance) pelaksanaan program dan kegiatan bagi

setiap pimpinan unit kerja agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya semakin akuntabel (accountable).

Penyusunan Renstra bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara sasaran kementerian/lembaga, sasaran program, dan sasaran

kegiatan dengan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). Hal ini dimaksudkan untuk lebih memantapkan kembali penerapan

Penganggaran Berbasis Kinerja/Performance Based Budgeting khususnya sejak diberlakukannya undang-undang tentang

penganggaran dan keuangan.

Ketercapaian target Renstra dikukuhkan dengan dibuatnya perjanjian

kinerja antara Kepala LPMP dengan Pimpinan dari unit utama pembinanya. Dimana dalam dokumen perjanjian kinerja yang dibuat setiap awal tahun anggaran berisi target-target kinerja yang akan

dicapai pada tahun anggaran berjalan sebagai rencana kerja tahunan.

Penetapan target kinerja ditentukan setelah IKSS, IKP, dan IKK yang disusun dan disepakati baik di tingkat kementerian maupun di tingkat Eselon I hingga ke unit pelaksana teknis. Target kinerja menunjukkan

tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh suatu unit kerja di dalam program dan kegiatan periode 2015—2019. Oleh karena itu didalam menyusun dan menetapkan target kinerja mengacu dan

memperhatikan beberapa kriteria, yaitu: 1. Target kinerja harus dapat menggambarkan angka kuantitatif dan

satuan yang akan dicapai dari setiap indikator kinerja sasaran (IKSS, IKU, dan IKK);

2. Penetapan target dipilih karena relevan dengan indikator

kinerjanya, logis dan berdasarkan pada baseline data yang jelas.

Setelah tersusunnya Renstra, setiap unit satuan kerja harus menerjemahkannya ke dalam rencana tahunan yang terukur dengan menerapkan prinsip penganggaran berbasis kinerja. Berikut ini adalah

sasaran kegiatan dan indikator kinerja kegiatan LPMP Jawa Timur: 1. Program/Kegiatan

Peningkatan layanan pengembangan penjaminan mutu pendidikan untuk seluruh jenjang pendidikan

2. Sasaran Kegiatan

Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan

Page 70: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

66

3. Indikator Kinerja Kegiatan a. Persentase SD yang telah disupervisi dan difasilitasi dalam

pencapaian SNP b. Persentase SMP yang telah disupervisi dan difasilitasi dalam

pencapaian SNP c. Persentase SMA yang telah disupervisi dan difasilitasi dalam

pencapaian SNP

d. Persentase SMK yang telah disupervisi dan difasilitasi dalam pencapaian SNP

Terkait dengan fungsi LPMP Jawa Timur untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan, mengacu pada sasaran kegiatan dan indikator

kinerja kegiatan dari Setditjen Dikdasmen, yaitu: 1. Program/Kegiatan

Pembinaan penjaminan mutu pendidikan

2. Sasaran Kegiatan Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang

pendidikan 3. Indikator Kinerja Kegiatan

a. Persentase SD yang telah dipetakan mutunya

b. Persentase SD yang meningkat indeks efektivitasnya c. Persentase SMP yang telah dipetakan mutunya d. Persentase SMP yang meningkat indeks efektivitasnya

e. Persentase SMA yang telah dipetakan mutunya f. Persentase SMA yang meningkat indeks efektivitasnya

g. Persentase SMK yang telah dipetakan mutunya h. Persentase SMK yang meningkat indeks efektivitasnya

B. Matrik Pentahapan Kinerja Pentahapan kinerja LPMP Jawa Timur yang dirancang untuk program lima tahun ke depan, 2015-2019, mengacu pada target unit utama

pembina LPMP yaitu Dirjen Dikdasmen Kemendikbud yang terangkum dalam Renstra Kemendikbud 2015-2019 yang dapat diuraikan sebagai

berikut:

Tabel 4.1. Target Kinerja Sasaran Program Dirjen Dikdasmen

Kemdikbud

SASARAN PROGRAM

SASARAN KEGIATAN

SAT.

KOND.

AWAL 2014

2015 2016 2017 2018 2019

Peningkatan layanan pengembangan

penjaminan mutu

pendidikan untuk seluruh jenjang

Meningkat-nya penjaminan

mutu pendidikan

di seluruh jenjang pendidikan

% 0 10 25 40 55 90

Page 71: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

67

pendidikan

Pembinaan penjaminan mutu

pendidikan

Meningkat-nya penjaminan

mutu pendidikan

di seluruh jenjang pendidikan

% 65 75 100 100 100 100

Berdasarkan target Program Pendidikan Dasar dan Menengah di atas, maka disusunlah matrik pentahapan kinerja LPMP Jawa Timur yang

terbagi dalam dua indikator kinerja kegiatan, yaitu supervisi dan fasilitasi serta pemetaan mutu pendidikan.

1. Supervisi dalam pencapaian SNP

Tabel 4.2. Target Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

SASARAN KEGIATAN

IKK SAT KOND.AWAL 2014

2015 2016 2017 2018 2019

Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan

Persentase SD yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP

Sek 1.05%

/ 29

10% /

1977

25% /

4942

40% /

7907

55% /

10872

90% /

2335

Persentase SMP yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP

Sek 1.5%

/ 70

10% /

468

25% /

1169

40% /

1870

55% /

2571

90% /

1606

Persentase SMA yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP

Sek 0 10% /

147

25% /

368

40% /

589

55% /

810

90% /

1017

Page 72: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

68

Persentase SMK yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP

Sek 0 10% /

177

25% /

443

40% /

709

55% /

975

90% /

2232

2. Fasilitasi berdasarkan 8 SNP

Tabel 4.3. Target Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

SASARAN KEGIATAN

IKK SAT KOND.AWAL 2014

2015 2016 2017 2018 2019

Meningkatnya penjaminan mutu pendidikan di seluruh jenjang pendidikan

Persentase SD yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP

Sek 1.05%

/ 7

10% /

44

25% /

111

40% /

177

55% /

243

90% /

399

Persentase SMP yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP

Sek 1.5%

/ 4

10% /

28

25% / 70

40% /

112

55% /

155

90% /

253

Persentase SMA yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP

Sek 0 10% / 15

25% / 37

40% /

60

55% / 82

90% /

135

Persentase SMK yang telah Fasilitasi berdasarkan 8 SNP

Sek 0 10% / 29

25% / 74

40% /

118

55% /

162

90% /

265

Page 73: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

69

3. Peta Mutu Berdasarkan SNP

Tabel 4.4. Target Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

Pemetaan Mutu Pendidikan

SASARAN KEGIATAN

IKK SAT

KOND.

AWAL 2014

2015 2016 2017 2018 2019

Meningkat-

nya penjaminan

mutu pendidikan di seluruh

jenjang pendidikan

Persentase

SD yang dipetakan

mutunya berdasarkan SNP

Sek 0 35%

/

6326

60% /

11861

100% /

19719

100% /

19719

100% /

19719

Persentase SMP yang dipetakan

mutunya berdasarkan

SNP

Sek 0 80%

/

3740

100% /

4680

100% /

4680

100% /

4680

100% /

4680

Persentase

SMA yang dipetakan mutunya

berdasarkan SNP

Sek 0

80%

/ 1178

100%

/ 1552

100%

/ 1552

100%

/ 1552

100%

/ 1552

Persentase SMK yang dipetakan

mutunya berdasarkan

SNP

Sek 0 80%

/ 1418

100% /

2009

100% /

2009

100% /

2009

100% /

2009

Persentase SD yang

meningkat indeks

efektivitasnya

Sek 0 0

20%

/ 3953

40%

/ 7907

70%

/ 13838

90%

/ 15091

Persentase

SMP yang meningkat indeks

efektivitasnya

Sek 0 0 30% /

1402

55% /

2571

70% /

3272

90% /

4207

Persentase

SMA yang meningkat indeks

Sek 0 0 30% /

441

55% /

811

70% /

1032

90% /

1327

Page 74: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

70

SASARAN KEGIATAN

IKK SAT

KOND.

AWAL 2014

2015 2016 2017 2018 2019

efektivitasnya

Persentase SMK yang

meningkat indeks

efektivitasnya

Sek 0 0

30%

/ 531

55%

/ 974

70%

/ 1240

90%

/ 1594

C. Kerangka Pendanaan Perkiraan pendanaan pendidikan dalam kurun waktu 2015-2019 mengacu pada amanat UUD 1945 dan UU Sisdiknas serta kebijakan

Penjaminan Mutu yang ada pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam Renstra Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

Jawa Timur telah ditetapkan visi, misi dan tujuan organisasi yang akan menentukan arah kebijakan dalam menyusun program sesuai dengan tugas dan fungsi LPMP Jawa Timur.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2015 diperkirakan berkisar di angka 4,73% dan untuk beberapa tahun selanjutnya

diperkirakan mencapai 6,5% per tahun.

Total pagu anggaran LPMP Jawa Timur tahun 2016 adalah Rp. 180.139.495.000,- dan akan terus bertambah sesuai dengan perkembangan kebutuhan lembaga maupun bertambahnya sasaran

program yang ingin dicapai.

Sehingga menurut perhitungan pertumbuhan ekonomi dan perubahan inflasi setiap tahun, maka dapat kami peroleh perkiraan kebutuhan

anggaran seperti ditunjukkan pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 4.5. Proyeksi Kebutuhan Pendanaan LPMP Jawa Timur

2015 - 2019

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019

Pagu Anggara

n

52,202,000

180,139,495,0

00

200,426,946,0

00

130,409,950,0

00

103,137,333,0

00

* dalam ribuan Rupiah

Page 75: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

71

Gambar 4.1. Proyeksi Kebutuhan Pendanaan LPMP Jawa Timur 2015-2019

Perkiraan kebutuhan anggaran Kemendikbud selama periode 2015—

2019 adalah sebesar Rp. 614.165.926.000,-. Untuk mencapai sasaran Renstra LPMP Jawa Timur diperlukan peran serta Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota, masyarakat, orang tua, dan dunia usaha untuk

berpartisipasi dalam pemenuhan pendanaan pendidikan di Jawa Timur.

D. Sistem Pemantauan dan Evaluasi

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah mewajibkan seluruh

Kementerian dan Lembaga untuk mengendalikan seluruh kegiatan dengan menyelenggarakan sistem pengendalian intern. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat

tercapai sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan. Sistem pemantauan yang dilakukan LPMP Jawa Timur merujuk pada salah

satu unsur dalam penyelenggaraan SPIP, yaitu pemantauan dan pengendalian intern. Sedangkan evaluasi atas pelaksanaan program lembaga merujuk pada hasil audit dari institusi terkait, antara lain

Inspektorat Jenderal Kemendikbud serta hasil penilaian SAKIP dari institusi yang berwenang melakukan penilaian Sistem AKIP UPT, yaitu Biro Keuangan Kemendikbud.

1. Tujuan Pemantauan dan Evaluasi

Sistem pemantauan dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi Renstra LPMP Jawa Timur. Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat

pencapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dalam Renstra LPMP Jawa Timur Tahun 2015—2019 dengan hasil

yang dicapai pada tahun pencapaian Renstra.

-

50.000.000.000

100.000.000.000

150.000.000.000

200.000.000.000

250.000.000.000

2015 2016 2017 2018 2019

Pagu Anggaran

Page 76: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

72

2. Prinsip-Prinsip Pemantauan dan Evaluasi

1. Organisasi menerapkan proses sistematik dalam menentukan “apa” dan “bagaimana” melakukan pemantauan.

2. Pemantauan mempertimbangkan bagaimana keseluruhan pengendalian intern mengelola risiko, bukan bagaimana setiap kegiatan pengendalian beroperasi dalam sistem tertutup.

3. Pimpinan mempunyai peran penting dalam pemantauan pengendalian intern (khususnya pengendalian terkait dengan “tone of the top”) dan dalam rangka memitigasi risiko dari

“override” oleh pimpinan. 4. Pemahaman dasar atas desain dan efektivitas operasi suatu

pengendalian intern bermanfaat sebagai titik tolak yang baik dalam mengimplementasikan prosedur pemantauan yang efektif

dan efisien. 5. Menetapkan apa yang harus dipantau dipengaruhi oleh:

a. Dampak dan probabilitas dari risiko;

b. Sifat dari pengendalian yang dirancang untuk mengelola atau memitigasi risiko; dan

c. Informasi yang diperlukan untuk menyimpulkan apakah pengendalian yang diterapkan telah efektif.

6. Organisasi harus mempertimbangkan untuk menggunakan

pemantauan berkelanjutan, jika memungkinkan. 7. Pemantauan yang efektif mendasarkan pada informasi tentang

pengendalian yang berjalan atas elemen pengendalian operasi,

berdasarkan evaluasi oleh pihak yang kompeten dan independen. 8. Pimpinan harus menggunakan pertimbangan yang logik untuk

melakukan pemantauan. 9. Pemantauan mencakup penggunaan informasi langsung dan

tidak langsung. Penggunaan informasi tidak langsung hanya

untuk periode tertentu. 10. Kelemahan pengendalian yang diidentifikasi harus:

a. Dievaluasi dampaknya; b. Dilaporkan; dan c. Dipertimbangkan tindakan perbaikannya.

3. Ruang Lingkup Pemantauan dan Evaluasi Implementasi pemantauan dan evaluasi yang direncanakan berjalan di lingkungan LPMP Jawa Timur meliputi:

(i) Pemantauan dan pengendalian program triwulanan dalam bentuk Rapat Manajemen;

(ii) Pemeriksaan dalam kerangka pembinaan yang dilakukan

Inspektorat Jenderal Kemendikbud dalam program audit semester;

(iii) Evaluasi kinerja tahunan melalui Sistem AKIP yang dilakukan oleh Biro Keuangan Kemendikbud; dan

Page 77: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

73

(iv) Evaluasi akhir masa Renstra yang disusun dalam suatu laporan kinerja yang disampaikan kepada Unit Utama Pembina, yaitu

Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.

Page 78: Dokumen penyesuaian Desember 2018 · input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses

74

BAB V PENUTUP

Rencana Strategis (Renstra) merupakan persyaratan utama bagi upaya mewujudkan akuntabilitas dan transparansi serta peningkatan mutu

keluaran dan hasil dalam pemanfaatan anggaran. Renstra akan menjadi acuan pelaksanaan program dan kegiatan bagi setiap pimpinan unit kerja agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya semakin akuntabel. Renstra

LPMP Prov. Jawa Timur Tahun 2015—2019 Secara teknis, proses penyusunan dan penyajian Renstra dilakukan sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, renstra ini harus digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan dan pengendalian tahunan pembangunan pendidikan yang bermutu di Jawa Timur.