doktrin ketuhanan dan ajaran moralitas pada...
TRANSCRIPT
DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS
PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
SITI KUSNIYATUS SAYIDAH
NIM : 1113032100074
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
iv
ABSTRAK
Siti Kusniyatus Sayidah
Judul Skripsi : “Doktrin Ketuhanan dan Ajaran Moralitas pada Masyarakat
Suku Samin di Bojonegoro”
Suku Samin adalah sebuah kelompok masyarakat adat di Jawa yang
tinggal di pedalaman hutan jati Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Komunitas Samin di sini dalam beragama
mempunyai prinsip aku wong Jowo, Agamaku njowo (Aku orang Jawa, Agamaku
njowo yakni Adam). Agama Adam bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama
yang dibawa sejak lahir. Esensi dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan”
(tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap) dan diwujudkan
dengan aktifitas yang baik. Masyarakat Suku Samin percaya kepada Hyang Kuasa
(Yai). Yai bermakna dzat yang memenuhi hajat hidup makhluk, makhluk pun
memiliki kewajiban. Jika makhluk memohon hanya kepada-Nya dengan
mengheningkan cipta (semedi). Pengakuan masyarakat Samin bahwa dirinya
beragama Adam berpegang pada serat Jamus Kalimosodo. Dalam serat Jamus
Kalimosodo terdapat salah satu ajaran tentang etika atau moral masyarakat Suku
Samin yang tertuang dalam serat Uri-uri Pambudi.
Kajian pokok dari studi ini adalah menggambarkan tentang Tuhan dan
ajaran Moralitas pada Masyarakat Suku Samin. Selain itu penulis juga ingin
menjelaskan bagaimana implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan sehari-
hari. Untuk menjelaskan masalah di atas penulis menggunakan metode kualitatif
dengan melakukan pendekatan antropologi agama.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa pandangan
tentang Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Suku Samin yaitu, masyarakat
Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat, Tuhan memiliki
kekuasaan dan kehendak mutlak, Tuhan yang mengatur takdir dan kebebasan
manusia serta mengakui konsep iman dalam ajaran Masyarakat Suku Samin.
Dalam penelitian ini penulis melihat ajaran Suku Samin memiliki prinsip
dasar beretika atau bermoral berupa pantangan untuk tidak drengki (membuat
fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama),
dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik keinginan untuk memiliki
barang yang dimiliki orang lain), nyiyo marang sapodo (berbuat nista terhadap
sesama penghuni alam), pantangan hidupnya dalam berinteraksi adalah bedok
(menuduh), colong (mencuri), Pethil (mengambil barang yang masih menyatu
dengan alam atau masih melekat dengan sumber kehidupannya), jumput
(mengambil yang telah menjadi komuditas di pasar), nemu (menemukan barang
menjadi pantangan). Dan prinsip ajaran tersebut masih sangat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci : Suku Samin, Sedulur Sikep, Ajaran Tuhan dan Moralitas,
Bojonegoro.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin rasa syukur yang setinggi-tingginya untuk
Allah SWT yang tak henti-henti menderaskan guyuran nikmatnya untuk kita
sehingga sampai detik ini kita masih bisa berdiri tegak dan menikmati kehidupan
dengan penuh kebahagiaan.
Tak lupa juga salam serta sholawat terus saya lantunkan secara spesial
teruntuk manusia tanpa dosa, manusia yang berani mengorbankan nyawa demi
merevolusi dunia, dan manusia dengan samudra pengetahuan Nabi Muhammad
S.A.W semoga kelak kita termasuk umat yang mendapat syafaat darinya.
Selanjutnya penulis haturkan ungkapan terimaksih sebesar-besarnya kepada
beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam membantu penyelesaian tugas akhir
ini :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah padam dalam melimpahkan
kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira, semoga
beliau berdua selalu mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT. Bapak
Ibu yang selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa
yang tulus untuk kesuksesan penulis. Semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat-Nya dan memberikan umur panjang pada mereka.
2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada,
M.A atas kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
vi
3. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prof. Dr. Masri Mansoer,
M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. Ikhsan Tangok, M.A, selaku Wadek I bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin. Dr. Bustami, M.A, selaku Wadek II bidang Administrasi
Umum. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku Wadek III bidang
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama
dan Dr. Halimah Mahmudy M.A, selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-
Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan
pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
6. Dr. Ahmad Ridho, DESA, selaku Penasehat Akademik yang memberikan
arahan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik.
7. Dr. Hamid Nasuki, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, atas kesabaran
dan ketelitiannya dalam membimbing penulis. Beliau yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan kesabaran dalam memberikan
arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua guru-guruku mulai dari guru yang mengajari huruf hijaiyyah
sampai dengan guru sekarang.
9. Seluruh Staff Akademik Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vii
10. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dalam
rangka penulisan skripsi ini.
11. Kepala Desa Margomulyo dan kepala Suku Samin Mbah Hardjo Kardi
yang baik hati telah bersedia mengizinkan penulis untuk penelitian dan
menjadi narasumber dalam skripsi ini.
12. Kakak Miftakhul Ulum S.Kom yang selalu memberikan semangat dan
motivasi agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2013 yang selalu kompak dan saling menyemangati satu sama
lain.
14. Dan kepada semua orang yang saya kenal maupun yang mengenal saya,
terimakasih atas ilmu, dan pengalaman yang diberikan.
Semoga peran-peran beliau semua mendapatkan imbalan yang sepantasnya
dan mendapatkan ridlo dari Allah SWT Amin. Penulis menyadari bahwa sedikit
karya tulis ini bukanlah akhir dan puncak dari pencarian ilmu pengetahuan akan
tetapi merupakan awal dan pintu dalam mengembangkan karya-karya ilmiah
lainnya. Kritik dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak
guna penyempurnaan dan kebaikan karya-karya penulis nantinya.
Jakarta, 10 April 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG. ...................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 9
E. Kajian Pustaka ...................................................................... 10
F. Kerangka Teori..................................................................... 17
G. Metodologi Penelitian ......................................................... 18
H. Sistematika Penulisan .......................................................... 22
BAB II SEJARAH MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
A. Pengertian Samin ................................................................. 24
B. Riwayat Pendiri Ajaran Samin ............................................. 26
C. Sejarah Singkat Masyarakat Suku Samin ............................ 29
1. Tipologi Masyarakat Samin ........................................... 30
2. Pemilihan Bahasa Masyarakat Samin ............................. 33
D. Letak Geografis dan Demografis Masyarakat Suku Samin . 34
1. Letak Geografis ............................................................... 34
2. Kondisi Demografis ........................................................ 37
3. Kondisi Sosial Budaya .................................................... 42
BAB III AGAMA DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
SUKU SAMIN
A. Sejarah dan Pengertian Aliran Kepercayaan ....................... .. .47
B. Agama Adam dalam Ajaran Masyarakat Suku Samin ......... .. 50
C. Konsep Ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo 54
ix
1. Serat Punjer Kawitan ...................................................... 54
2. Serat Pikukuh Kasejaten ................................................. 55
3. Serat Uri-uri Pambudi ..................................................... 55
4. Serat Jati Sawit ................................................................ 56
5. Serat Lampahing Urip ..................................................... 56
D. Upacara dan Ritual dalam Masyarakat Suku Samin ............ 57
1. Upacara kelahiran ............................................................ 57
2. Upacara Kematian ........................................................... 58
3. Berdoa‟a menurut masyarakat Suku Samin .................... 59
BAB IV DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS
MASYARAKAT SUKU SAMIN
A. Konsep Tuhan dalam Ajaran Suku Samin ........................... 61
B. Pandangan Tokoh Agama Suku Samin di Dusun Jepang
tentang Tuhan dalam ajaran Samin ...................................... 63
1. Sifat-sifat Tuhan .............................................................. 63
2. Kekuasaan dan kehendak Mutlak Tuhan ......................... 65
3. Takdir dan Kebebasan Manusia ...................................... 67
4. Konsep Iman .................................................................... 69
C. Moralitas Masyarakat Suku Samin ...................................... 70
1. Melawan Penjajah ........................................................... 71
2. Perdagangan .................................................................... 72
3. Pernikahan dan Poligami ................................................. 73
D. Implementasi Ajaran Moralitas Samin terhadap Perilaku
Masyarakat Samin dalam kehidupan sehari-hari ................. 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 79
B. Saran ..................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 84
LAMPIRAN .................................................................................................. 87
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ..................................................................................................... 87
Surat Izin Penelitian ...................................................................... 87
Surat Bukti Penelitian dari Desa .................................................... 88
Surat Bukti Penelitian dari Suku Samin ........................................ 89
Lampiran 2 ..................................................................................................... 90
Bukti Wawancara .......................................................................... 90
Lampiran 3 ..................................................................................................... 95
Pertanyaan Wawancara.................................................................. 95
Hasil Wawancara Mbah Hardjo Kardi .......................................... 96
Hasil Wawancara Bapak Bambang Suyitno .................................. 99
Hasil Wawancara Bapak Karjono Hadi ......................................... 101
Hasil Wawancara Bapak Qorib Subagyo ...................................... 103
Hasil Wawancara Kang Badrus Sholih ......................................... 105
Hasil Wawancara Bapak Kastari ................................................... 108
Lampiran 4 ..................................................................................................... 111
Foto Kegiatan Lapangan ................................................................ 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nusantara merupakan sebuah kepulauan yang memiliki suku, budaya dan
bahasa yang berbeda-beda dan mempunyai sebuah ciri khas sendiri-sendiri. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Nusantara berubah menjadi sebuah negara yang bernama
Indonesia. Akan tetapi eksistensi suku-suku ini, masih bisa bertahan hingga
sekarang. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri atas berbagai macam suku,
ras dan agama. Namun di Indonesia dapat diterapkan sebuah konsep toleransi
dalam beragama. Bagi masyarakat Indonesia yang dikatakan sebagai masyarakat
majemuk, yaitu masyarakat yang memiliki aneka ragam budaya, dan tidaklah
menutup sebuah kemungkinan kemajemukan itu sendiri hidup dan berkembang
dalam masyarakat secara umum. Dari semuanya tersebut memiliki dan
mengangkat masing-masing nilai yang dianggap bagi mereka sebagai norma.
Norma adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat.
Ketentuan tersebut mengikat bagi setiap manusia yang hidup dalam lingkungan
berlakunya norma tersebut, dalam arti setiap orang yang hidup dalam lingkungan
berlakunya norma tersebut harus menaatinya.1
Di Indonesia sendiri agama menjadi suatu hal yang sangat penting, semua
warga Negara Indonesia memiliki kepercayaan masing-masing. Keanekaragaman
di Indonesia membuat banyak sekali kepercayaan-kepercayaan yang berkembang
secara alamiah di Nusantara.
1 E. Sumaryono, Etika dan Hukum . (Jakarta : Penerbit Kanisius , 2002). h. 52
2
Agama-agama resmi (agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen
Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu)2 masuk ke Nusantara
sudah banyak aliran-aliran kepercayaan yang berkembang di setiap daerah, namun
belum diakui sebagai agama oleh negara, akan tetapi dapat dikatagorikan sebagai
aliran kepercayaan.
Daerah Jawa khususnya menjadi pusat perkembangan aliran-aliran
kebatinan. Clifford Geertz lebih menitikberatkan kepercayaan masyarakat Jawa
terhadap kebudayaan yaitu pada sifat non Islamnya yaitu Hindu, Budha,
Animisme Masyarakat dan Kebudayaan Jawa.3
Di Jawa banyak sekali kepercayaan-kepercayaan yang berkembang
berawal dari kemajemukan masyarakat di sekitarnya. Sedangkan struktur
masyarakat Jawa terbagi menjadi dua yaitu, masyarakat pesisir dan masyarakat
pedalaman.4 Masyarakat Pesisir yaitu masyarakat yang mendiami daerah
pinggiran pantai atau biasa disebut daerah pantura. Sedangkan masyarakat
pedalaman yaitu masyarakat yang mendiami wilayah hutan. Perbedaan segi
geografis tersebut, akan mempengaruhi perbedaan kebudayaan yang akan
memunculkan banyak kepercayaan-kepercayaan sesuai dengan kebudayaan yang
ada di sekitar.
Salah satu contohnya yaitu Masyarakat Suku Samin. Suku Samin ini
merupakan sebuah komunitas yang memiliki sebuah kepercayaan tersendiri. Suku
2 UU No.1/PNPS/1965 Pasal 1 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan
Terhadap Agama. 3 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka
Jaya,1989),h.198. 4 Suwarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa (Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 2005), H.36.
3
Samin merupakan salah satu komunitas yang berkembang di Daerah Bojonegoro
Jawa Timur. Daerah Bojonegoro yang statusnya sebagai daerah pedalaman
memiliki banyak kepercayaan-kepercayaan lokal yang berkembang. Salah satunya
yaitu Komunitas Masyarakat Suku Samin, yang terletak di kawasan hutan yang
memiliki luas 74,733 hektar tepatnya berada di Dusun Jepang Desa Margomulyo
Kabupaten Bojonegoro. 5
Masyarakat Samin muncul diawali oleh faktor sejarah yang dimulai pada
masa penjajahan kolonial Belanda yang memaksa masyarakat untuk membayar
pajak kepada pemerintah kolonial Belanda. Selain membayar pajak masyarakat
juga disuruh untuk kerja paksa membuat jalan dan tanam paksa. Kemudian
muncul gerakan yang dipelopori oleh Samin Surosentiko melawan penjajah
Belanda dengan melakukan perlawanan yang bukan menggunakan fisik tetapi
menggunakan bahasa Jawa Ngoko (Bahasa Jawa “Kasar”) sebagai sarana
komunikasi sehari-hari.
Gerakan Samin mengambil modus dengan melakukan pembangkangan
sosial, seperti tidak membayar pajak, mangkir dalam kerja bakti, menggunakan
bahasa Jawa Ngoko (Bahasa Jawa “Kasar”) sebagai sarana komunikasi sehari-
hari. Bahkan menolak sekalian institusi formal yang berbau negara seperti
sekolah dan bahasa nasional.
Bahasa adalah senjata bagi mereka. Logika bahasa yang dimainkan
seringkali membuat aparatur kehutanan kewalahan menjawabnya. Misalkan atas
tuduhan bahwa masyarakat mencuri lahan. Bagi orang Samin, mereka tidak
5 Data Desa Margomulyo, Juli 2016. Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro.
4
mencuri lahan, sebab lahan yang dituduh mereka curi itu masih ada di tempatnya,
tidak berpindah. Mereka juga tidak mencaplok (mengambil) lahan. Bagi mereka
tindakan yang mereka lakukan adalah menggarap lahan sebagai sumber
penghidupan. Lahan garapan dan tanah, adalah karunia Tuhan yang bisa dinikmati
oleh siapa pun.
Ajaran Samin yang menjadi legitimasi masyarakat mengelola lahan
adalah: Lemah pado duwe, Banyu pado duwe, dan Kayu pado duwe yang
maksudnya adalah: Tanah, Air dan Kayu adalah milik semua orang.6 Pengikut
aliran ini telah tersebar luas di beberapa daerah di Jawa yaitu Randublatung Blora
Jawa Tengah dan Bojonegoro Jawa Timur. Bahkan di beberapa daerah lain di
Jawa masih ada pengikut komunitas ini.
Masyarakat Samin merupakan keturunan para pengikut Samin Surosentiko
yang mengajarkan Sedulur Sikep. Ajaran tersebut mengobarkan semangat
perlawanan terhadap Belanda tetapi tidak dalam bentuk kekerasan. Bentuk yang
dilakukan adalah menolak membayar pajak dan segala peraturan yang dibuat
pemerintah kolonial.7 Bentuk perlawanan itulah yang akhirnya menjadikan
masyarakat Samin memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan masyarakat
lainnya.
Secara umum pandangan hidup orang Jawa (termasuk Masyarakat Samin)
bersifat kosmo-mistis dan kosmo-magis, yaitu menganggap bahwa alam sekitar
mempunyai kekuatan dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat maupun
6 Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.11 7 Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.22
5
spiritual masyarakatnya.8 Dalam hal ini Masyarakat Samin memiliki tradisi kuat
yang berhubungan dengan petung (nikah, bercocok tanam, dagang,
berkomunikasi) dan konsep-konsep yang merujuk pada “syariat” Agama Adam.
Dalam buku yang berjudul Saminisme and Budhisme karya Mulder,
disebutkan bahwa:
Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada
sejumlah 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 Desa di Blora
bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan
ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah kurang
lebih 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was
sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan. Dan
pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh
pengikutnya sebagai RATU ADIL, dengan gelar Prabu Panembahan
Suryangalam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin
Surosentiko ditangkap oleh Raden Pranolo, yatu asisten Wedana
Randublatung. Setelah ditangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu
dibuang ke luar Jawa, dan beliau meninggal di luar Jawa pada tahun
1914.9
Dalam pergerakannya, Samin tidak hanya memprovokasi masyarakat
untuk melawan kolonialisme Belanda saja tapi juga menebarkan ajaran-ajaran
yang dinilai bisa membentuk karakter masyarakat. Samin selalu menyelipkan
nilai-nilai tata cara bersikap yang baik atau lebih dikenal dengan akhlak kepada
masyarakat, salah satu contohnya adalah Samin mengajarkan untuk melawan
Belanda tanpa menggunakan kekerasan. Ajaran Samin pun dengan cepat
mendapat respon positif dan dengan waktu yang relatif singkat pengikutnya sudah
mencapai ribuan orang.
8 Mulder,“Saminisme and Budhisme: A not on Field visit to a Samin Community”, Asian
Quartely, A Journal from Europe, No. 3. 1974. h. 34 9 Mulder,“Saminisme and Budhisme: A Not On Field visit to a Samin Community”, Asian
Quartely, A Journal from Europe, No. 3. 1974. h.52
6
Adapun konsep ajaran-ajaran Samin terhimpun dalam karya yang berjudul
Serat Jamus Kalimosodo yang terdiri dari 5 ajaran pokok, yaitu (a) Serat Punjer
Kawitan, (b) Serat Pikukuh Kasejaten, (c) Serat Uri-uri Pambudi, (d) Serat Jati
Sawit, dan (e) Serat Lampahing Urip.10
Sampai saat ini ajaran-ajaran Samin masih dipegang teguh oleh para
pengikutnya yang tersebar luas di Blora, Pati, dan Bojonegoro. Di Bojonegoro
sendiri masyarakat Samin berkumpul dan hidup bersama-sama di Dukuh Jepang
Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo, di desa ini meskipun masyarakat
Samin sudah banyak yang terkena modernisasi seperti sudah memiliki televisi,
kendaraan bermotor, dan juga alat-alat komunikasi, namun mereka tetap setia
pada ajaran yang diajarkan oleh leluhurnya. Simbol-simbol ajaran, gaya
bahasanya pun masih tetap sama dari dulu hingga sekarang.
Masyarakat Samin mengaku beragama Adam, di dalam agama tersebut
diajarkan prinsip bahwa etika adiluhung adalah pegangan hidup dasar. Esensi
ajaran Adam dipegang teguh dalam menjalankan prinsip ajaran dan menjauhkan
prinsip pantangan Samin. Agama Adam tidak lain adalah perwujudan “ucapan”
(tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap), laku (perilaku), dan
penganggo (pakaian). Pengucap bermakna jika berujar tidak berbohong dan
konsisten dengan yang diucapkan. Laku diwujudkan dalam berperilaku tidak
melanggar prinsip Samin dan melaksanakan poso. Ukuran kebenaran pemeluk
agama Adam adalah jika aktivitasnya (tindak-tanduknya) benar. Penganggo
10
Joko Susilo, Op. Cit. h.52
7
adalah segala piranti (pakaian) yang dikenakan (digunakan) bersandar pada
Adam, seperti iket sebagai simbol pemaknaan mengikat persaudaraan.
Keberadaan Adam dianggap orang pertama di dunia agar dunia sejahtera
(donyo rejo) dan sebagai penguasa tunggal (Yai).11
Lahirnya Adam terjadi karena
sabda tunggal Yai dan adanya Yai (tuhan) terjadi karena adanya adam (Ono iro
ono ingsun, wujud iro wujud ingsun. Aku yo kuwe, kuwe yo Aku, wes nyawiji). Yai
(tuhan) bermakna dzat pemenuh hajat hidup makhluk. Oleh karena itu, untuk
tetap hidup makhluk pun memiliki kewajiban, yakni senantiasa memohon hanya
kepada-Nya dengan mengheningkan cipta (semedi) dan berperilaku yang baik.
munculnya istilah “Adam” bermakna ugeman atau pegangan hidup.
Adam juga sebagai bukti pemahaman warga samin terhadap nama
manusia pertama (adam) ciptaan tuhan (Yai) di dunia. Dalam ajaran agama Adam
terdapat tradisi yang bermuatan ajaran etika hidup yang dipertahankan dalam
pendidikan keluarga dengan tuturan/tradisi lisan dan tauladan oleh figur (botoh
dan orangtua).
Dalam kehidupan saat ini moralitas sering dijadikan tolok ukur dalam
mendefinisikan apakah orang tersebut baik ataukah tidak, hingga sering dalam
satu kelompok masyarakat dapat dikatakan baik atau buruk, dilihat dari kualitas
moral anggotanya. Ada kalanya ketika moral merupakan titik utama dalam
pijakan seseorang untuk hidup. Sama halnya dengan akhlak (dalam pandangan
agama), akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan
masyarakat.
11
Moh Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008). h.21
8
Masyarakat tanpa akhlak, tidak akan berbeda dari kumpulan
hewan.12
Standar moral dari masing-masing individu sangatlah berbeda apalagi
sama persis dengan apa yang dimiliki kawan pada umumnya. Namun semua itu
lambat laun menjadi terstandar, meskipun perbedaan yang lebih besar, untuk
sebagian besarnya intinya tetap persamaan dan pertimbangan tetap yang
mengutuk sikap seperti kekejaman, kepengecutan, dan pengkhianatan, atau
perbuatan seperti menipu, mencuri atau membunuh.13
Moralitas sendiri akan selalu berkembang sesuai dengan jalannya zaman
dan perubahannya pula sangat drastis. Salah satu contoh kecil dengan adanya
pekembangan teknologi di internet, khususnya situs jejaring sosial misalnya,
sedikit banyak begitu berpengaruh pada moralitas dan etika dalam kehidupan
berbangsa di Indonesia ini, sehingga akan sulit menentukan yang benar. Karena
terkadang apa yang kita yakini benar, ternyata kurang dalam kacamata orang lain
dan apa yang kita yakini salah ternyata berbalik dalam pemahaman orang lain.
Dengan sebuah realitas ajaran Moral atau akhlak orang Samin di atas, serta
ajaran Tuhan yang telah dijelaskan sebelumnya maka melihat realitas ini penulis
bermaksud menjadikan penelitian dengan sebuah judul “Doktrin Ketuhanan dan
Ajaran Moralitas Pada Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis membatasi permasalahan
yang akan diteliti dalam field research ini. Yaitu penulis hanya akan membahas
12
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Frika Agung
Insani,2000), h.89 13
Henry Hazlitt, Dasar-dasar Moralitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003),h.10
9
“Doktrin Tuhan dan Ajaran Moralitas Pada Masyarakat Suku Samin”. Adapun
rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana doktrin Tuhan menurut kepercayaan masyarakat Suku Samin
di Bojonegoro ?
2. Bagaimana konsep ajaran moralitas menurut kepercayaan masyarakat
Suku Samin di Bojonegoro dan bagaimana implementasinya di
masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana doktrin Tuhan menurut kepercayaan
Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep moralitas menurut kepercayaan
masyarakat Suku Samin di Bojonegoro dan bagaimana implementasinya di
masyarakat
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir
perkuliahan untuk meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) dalam Jurusan Studi
Agama-Agama Fakultas Ushuluddin (UIN) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran atau
memperkaya konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari
10
penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu. Suatu penelitian secara teoritis
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang
Doktrin Tuhan dan Ajaran Moralitas Masyarakat Suku Samin.
3. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan penulis dapat mengerti tentang Doktrin
Tuhan dan Ajaran Moralitas Masyarakat Suku Samin.
E. Kajian Pustaka
Terdapat beberapa karya ilmiah yang pembahasannya mengenai
Komunitas Suku Samin. Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan topik yang akan diteliti
dengan penelitian lain sejenisnya, yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya agar tidak ada pengulangan. Adapun karya tulis ilmiah yang
berkaitan dengan ajaran masyarakat Samin adalah sebagai berikut:
No
Nama peneliti,
judul,bentuk,penerbit,
tahun penelitian
Persamaan Perbedaan Originalitas
Penelitian
1 Ahmad Chamzawi
Umar, Perubahan
Identitas dan Prilaku
Sosial Masyarakat
Samin , Skripsi, UIN
Malang, 2003
Pada skripsi ini
memiliki kesamaan
pada penelitian yang
akan saya lakukan,
khususnya dalam
pembahasan
Perbedaan skripsi
ini dengan
penelitian yang
akan saya
lakukan terletak
pada obyek
Pada dasarnya
masyarakat
Samin saat ini
sudah banyak
yang mengikuti
modernisasi,
11
mengenai ajaran
Samin dan
eksistensinya hingga
saat ini. Skripsi ini
mengupas ajaran-
ajaran Samin dan
upaya masyarakat
dalam
mempertahankannya,
apakah masih tetap
di amalkan secara
teguh atau sudah
bergeser dari ajaran
aslinya.
kajiannya, dalam
skripsi ini tidak
di jelaskan
bagaimana
korelasi antara
ajaran Samin
dengan ajaran
moral/akhlak.
Serta bagaimana
konsep
ketuhanan
menurut Samin.
Dan hal
tersebutlah yang
merupakan fokus
utama dalam
penelitian yang
akan saya
lakukan.
tetapi walaupun
demikian
mereka tetap
mejaga ajaran
leluhurnya
hingga saat ini.
2 Alifa Nurul
Tafricha,Suprayogi,
Andi Suhardiyanto,
Persamaannya
terletak pada
pembahasan tentang
Perbedaanya
terletak pada
lokasi penelitian,
Keluarga
Samin sangat
intensif dalam
12
Penanaman Nilai Moral
Anak dalam Keluarga
Samin (sedulur sikep)
Kabupaten Blora,
Jurusan Politik dan
Kewarganegaran
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri
Semarang, 2012
ajaran Samin dan
pengaplikasiannya
dalam kehidupan
sehari-hari.
obyek kajiannya
pun di hanya di
fokuskan pada
keluarga Samin,
dan bagaimana
cara orangtua
mendidik
anaknya.
Berbeda dengan
penelitian yang
akan saya
lakuakan yang di
dalamnya akan
mengkaji ajaran
moral/akhlak
dalam ajaran
Samin secara
global (mulai tata
cara berpakaian,
interaksi sosial,
dll.) bukan hanya
dalam ranah
keluarga saja.
mendidik anak,
bahkan mereka
tidak
meyekolahkan
anaknya ke
pendidikan
formal karena
takut akan
terkontaminasi
dengan budaya
luar, mereka
percaya bahwa
ajaran dari
leluhurnya
adalah ajaran
yang paling
tepat untuk
mendidik anak-
anak mereka.
13
Serta dalam
penelitian saya
akan meneliti
tentang konsep
ketuhanan
Samin.
3 Rina Nur Cahyani,dkk.
Sedulur Sikep:
Warisan Nilai-Nilai
Luhur Gandhi Van Java
(Surosentiko Samin).
Karya tulis ilmiah yang
menjuarai lomba LKTI
tinggat Nasional yang
diadakan oleh
Universitas Negeri
Malang. 2012
Lokasi penelitian,
dan kajian tentang
nilai luhur ajaran
Samin menjadi
persamaan penelitian
ini dengan peneitian
yang akan saya
lakukan.
Perbedaanya
terletak pada si
peneliti yang
membandingakan
ajaran Samin
dengan ajaran
mahatma gandhi,
jadi ajaran Samin
hanya di kaji
sebatas baik
buruknya saja
bukan di kaji
secara mendalam
mengenai ajaran-
ajaran yang ada
di dalamnya.
Gerakan
Saminisme
memiliki
kesamaan
dengan gerakan
mahatma
gandhi (tokoh
kemerdekaan
india) keduanya
melawan
penjajah
dengan tanpa
kekerasan,
Samin sendiri
melawan
penajajah
14
dengan politik
bahasa.
4 Anis Sholeh Ba’syin,
M.Anis Ba’syin.Samin
(Mistisisme Peatani di
tengah Pergolakan)
Buku. Gigih Pustaka
Mandiri.2014
Dalam isi buku ini
terdapat kesamaan
terhadap penelitian
yang akan saya
lakukan,
persamaannya
terdapat pada
pembahasan dalam
buku ini, pada
beberapa babnya
membahas tentang
gerakan Samin serta
ajaran-ajarannya.
Perbedaan
penelitian yang
akan saya
lakukan dengan
buku ini terletak
pada signifikansi
penelitian yang
akan saya
lakukan, jika
dalam buku ini
hanya
membahasan
tentang ajaran
Samin secara
sepintas saja,
maka dalam
penelitian yang
akan saya
lakukan akan
Sejatinya ajaran
Samin adalah
ajaran yang
sangat luar
biasa, terbukti
saat itu Samin
mendapat
perhatian serius
dari belanda
karena
ajarannya.
15
fokus pada
pembahasan
ajaran, sehingga
akan ada
keterangan yang
lebih luas lagi.
5 Iskandar Hidayat,
Makna Perkawinan
dalam Masyarakat
Samin (Wong Sikep),
Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2013.
Obyek kajiannya
adalah masyarakat
Samin dan eksistensi
ajarannya hingga
saat ini.
Hanya mengkaji
mengenai
perkawinan
masyarakat
Samin, serta
dalam skripsi ini
tidak di jelaskan
secara lengkap
mengenai ajaran
moral/ akhlak
yang terkandung
dalam ajaran
Samin.
Dalam adat
perkawinan
masyarakat
Samin
sangatlah
selektif dalam
memilih
pasangan, hal
demikian
dilakukan
untuk
menambah
kenyamnan
dalam
berumahtangga.
16
6 Hari Bakti
Mardikantoro. Pilihan
bahasa masyarakat
Samin
Dalam ranah keluarga.
Jurnal Humaniora,
volume 24.2012
Obyek kajiannya
adalah masyarakat
Samin dan eksistensi
ajarannya hingga
saat ini.
Hanya mengkaji
mengenai
pemilihan dan
tutur bahasa
masyarakat
Samin, serta
dalam jurnal ini
tidak di jelaskan
secara lengkap
mengenai ajaran
moral/ akhlak
yang terkandung
dalam ajaran
Samin.
Dalam ranah
keluarga
masyarakat
Samin
sangatlah
selektif dalam
memilih
bahasa, hal
demikian
dilakukan
untuk
mengajarkan
anak tentang
cara berbahasa
masyarakat
Samin
sebagaimana
yang telah di
ajarkan oleh
para leluhur
mereka.
17
Sedangkan skripsi penulis pada kali ini menitikberatkan kepada fokus
terhadap ketuhanan dan konsep moralitas menurut pandangan Masyarakat Suku
Samin dan Bagaimana Implementasinya.
Dalam tinjauan pustaka yang sudah penulis telusuri, belum ada yang
meneliti tentang Tuhan dan ajaran moralitas masyarakat Suku Samin. Untuk itu
dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan tentang doktrin Tuhan dan ajaran
moralitas pada masyarakat Suku Samin.
F. Kerangka Teori
Pada mulanya, aliran kebatinan dan kepercayaan memiliki akar sejarah
pertumbuhan yang cukup panjang dan lama sejak ratusan tahun yang lalu. Aliran
ini lahir dari hasil proses perkembangan budaya, buah renungan dan filsafat nenek
moyang, yang kemudian terpaku menjadi adat istiadat masyarakat turun temurun
hingga sekarang. Mayoritas aliran kepercayaan menjadikan adat istiadat ini
sebagai pedoman ajaran yang sangat dipegang teguh yang dihayati dan
diamalkan.14
Menurut Prof. Kamil Kartapradja aliran kepercayaan adalah keyakinan dan
kepercayaan rakyat Indonesia di luar agama dan tidak termasuk ke dalam salah
satu agama. Aliran kepercayaan sendiri ada dua macam :15
Kepercayaan yang sifatnya tradisional dan animistis, tanpa filosofis dan
tidak ada pelajaran mistiknya, seperti kepercayaan orang-orang Perlamin dan
Pelebegu di Tapanuli.
14
Abdul Mutholib Ilyas, Drs. Abdul Ghofur Imam. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. ( Surabaya, CV Amin , 1988).
15 Kamil Kartapraja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia ( Jakarta, Yayasan
Masagung, 1985)
18
Golongan kepercayaan yang ajarannya ada filosofinya, juga disertai mistik,
golongan inilah yang disebut atau menamakan dirinya golongan kebatinan.
Golongan kebatinan ini dalam perkembangannya akhirnya menamakan dirinya
sebagai golongan kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor penelitan kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.16
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pedekatan
antropologi agama. Antropologi agama merupakan pendekatan yang
mempelajari kelompok-kelompok agama. Pendekatan ini lebih untuk melihat
pengaruh agama dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu juga
mempelajari hubungan antara agama dan kebudayaan yang ada. Dalam
pendekatan ini penulis menggunakan kerangka Clifford Geertz dengan merujuk
pandangannya tentang dimensi kebudayaan agama.17
Kebudayaan digambarkan sebagai sebuah pola makna-makna atau ide-ide
yang termuat dalam simbol-simbol. Dengan itu seseorang menjalani
pengetahuan tentang kehidupan dan mengekpresikan kesadaran mereka melalui
16
Lexy J. Meolong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 4. 17
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion. Penerjemah Inyiak Ridwan Muzier
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), h. 342.
19
simbol-simbol itu. Dalam satu kebudayaan terdapat bermacam-macam sikap
dan kesadaran dan juga bentuk-bentuk pengetahuan yang berbeda-beda untuk
mewakili semua itu. Geertz menjelaskan agama sebagai satu sistem
kebudayaan yang merupakan suatu sistem simbol yang bertujuan untuk
menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar, dan tidak
mudah hilang dalam diri seseorang. Dengan cara membentuk konsepsi tentang
sebuah tatanan umum eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada pancaran-
pancaran faktual dan pada akhirnya perasaan dan motivasi ini akan terlihat
sebagai suatu realitas yang unik.18
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan pendekatan sosiologi
agama. Sosiologi agama yaitu pendekatan yang mempelajari peran agama di
dalam masyarakat, praktik, latar sejarah, perkembangan dan tema universal
suatu agama di dalam masyarakat.
3. Sumber Penelitian
a. Sumber primer adalah sumber yang diperoleh langsung oleh peneliti dari
hasil penelitian atau observasi lapangan pada lokasi penelitian dengan
instrument yang sesuai.19
Sumber primer diperoleh dari hasil pengamatan,
pemahaman, dan wawancara dengan masyarakat Suku Samin serta foto-
foto dan video yang berkaitan dengan masyarakat Suku Samin.
b. Sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh dari buku-buku,jurnal
penelitian, makalah penelitian, skripsi, dan tesis.
18
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion. Penerjemah Inyiak Ridwan Muzier
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), h. 342. 19
Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 36.
16Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka Cipta,
2006), h. 124.
20
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Kepustakaan
Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.
b. Interview atau Wawancara
Interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data
dengan cara tanya jawab sepihak yang dilakukan untuk mendapatkan
tujuan-tujuan tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data langsung
dari sumber-sumber yang dianggap kompeten dan memiliki informasi serta
data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini,
wawancara dilakukan di Suku Samin Bojonegoro dengan Mbah Hardjo
Kardi selaku Kepala Suku Samin Dusun Jepang Bojonegoro, Serta sesepuh
dan aparat desa lainnya.
c. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu
penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau objek yang
diteliti.20
Pada tahap ini penulis mendatangi lokasi yang menjadi tempat
penelitian untuk melihat secara langsung terhadap suatu kondisi, situasi, atau
perilaku yang merupakan bahan-bahan informasi, serta melihat bagaimana
kehidupan masyarakat Suku Samin dalam bermasyarakat. Dalam observasi
ini penulis mendatangi lokasi bpenelitian sebanyak 6 kali.
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 124.
21
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang didapat dari dokumen-
dokumen, catatan-catatan, video-video atau foto-foto yang berkaitan dengan
penyusunan skripsi.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah metode desktiptif
analitik, yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguraikan sekaligus
menganalisis data-data yang menjadi hasil pengkajian dan pendalaman atas
bahan-bahan penelitian. Metode deskriptif lebih banyak berkaitan dengan
kata-kata, di mana semua data-data hasil penelitian diterjemahkan ke dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemudian, data-data yang
berbentuk bahasa ini dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
menghasilkan kesimpulan.21
Dengan menguraikan (deskriptif) dan menganalisa (analitik), penulis
berharap dapat memberikan gambaran secara maksimal atas objek penelitian
yang dikaji dan di dalami dalam penelitian ini. Hasil kajian dan penelitian
dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk narasi.
6. Panduan Penulisan
Penulis dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada prinsip-prinsip
yang diatur dan dibukukan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
21
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 337.
22
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini tercakup
didalamnya lima pasal pembahasan yang terdiri dari Latar
Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian;
Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan.
BAB II Bab ini akan menjelaskan tentang Profil dan Letak
Geografis masyarakat Suku Samin di Bojonegoro. Pada bab
ini akan dijelaskan tentang Pengertian Samin,
Riwayatpendiri ajaran Samin, sejarah singkat masyarakat
Suku Samin, Letak Geografis, Demografis dan Kondisi
sosial Budaya Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro.
BAB III Bab ini akan membahas tentang Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Suku Samin. Diantara pembahasan pada bab ini
adalah Agama Adam dalam ajaran masyarakat Suku Samin,
konsep ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo
, serta upacara dan ritual pada masyarakat Suku Samin.
BAB IV Bab ini akan membahas tentang Doktrin Tuhan dan ajaran
Moralitas pada Masyarakat Suku Samin. Pada bab ini akan
dijelaskan Konsep Tuhan dalam ajaran Suku Samin,
Pandangan tokoh agama Suku Samin di Dusun Jepang
tentang Tuhan dalam ajaran Suku Samin, Moralitas
23
masyarakat Suku Samin, Implementasi ajaran moralitas
Samin terhadap perilaku masyarakat Samin dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB V Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan
dari seluruh kajian dalam skripsi ini, dan saran-saran yang
sifatnya membangun dari penulis.
24
BAB II
SEJARAH MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
A. Pengertian Samin
Samin adalah sebuah kelompok masyarakat yang terdapat di Pulau Jawa
yang memiliki kepercayaan, adat istiadat dan norma-norma serta aturan tersendiri
yang berbeda dengan masyarakat di Jawa pada umumnya. Mereka hidup
berkelompok di luar masyarakat umum, disuatu wilayah tertentu. Di wilayah yang
mereka diami mereka membentuk satu komunitas.
Ada dua pendapat mengenai asal Samin. Pertama nama Samin berasal dari
arti kata Samin itu sendiri, yaitu kata yang ditasbihkan dari nama seorang tokoh
bernama Samin Surosentiko yang berpengaruh dan membuat sebuah gerakan
pemberontakan terhadap pemerintah.1Kedua, asal kata Samin berasal dari kata
”sami-sami” yang berarti sama-sama atau sami-sami amin yang bermaknakan
bahwa setiap manusia itu sama dari segi kedudukan, serta hak dan kewajiban
karena semuanya berasal dari satu keturunan yang sama yaitu Adam. Masyarakat
Samin harus bersatu untuk bersama-sama membela negara dan menentang
penjajah untuk memperoleh kesejahteraan bersama.
Kata Samin juga identik dengan perilaku yang buruk, serta suku terasing
yang suka dicemooh dan dikucilkan dari pergaulan. Samin selalu dipandang
dengan kacamata buram, yang identik dengan slogan masyarakat yang tidak
kooperatif, tidak mau bayar pajak, suka membangkang dan menentang.
1 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.20
25
Istilah Samin diganti oleh pengikutnya dengan nama sedulur sikep untuk
menghilangkan tendensi negatif karena dilatarbelakangi pertimbangan bahwa
Saminisme dipimpin oleh seorang yang menyamar menjadi seorang petani
bernama Ki Samin Surosentiko, yang mengumpulkan kekuatan masyarakat untuk
melawan kolonial Belanda. Dengan aksi itulah, istilah Samin dianggap sebagai
kelompok pembangkang oleh Belanda dan meluas pada tatanan masyarakat.
Karena pengikut Samin menentang aparat untuk membayar pajak dan
memisahkan diri dari masyarakat umum, muncullah kata nyamin dari julukan
aparat desa Blora.2 Konon pengikut ajaran Saminisme tidak suka dengan sebutan
nama Samin. Mereka lebih suka dengan sebutan Wong Sikep yang berarti orang
yang mempunyai cara atau adat istiadat tersendiri.
Sebagian juga menyebutkan pengikut Samin dengan sebutan wong Paiten.
Kata ini berasal dari bahasa jawa titen-nitem (yang berarti diingat-ingat), karena
mereka selalu memperhatikan secara teliti barang-barang yang dimilikinya.
Mereka menghindari menggunakan atau mengakui barang milik orang lain karena
berpegang teguh pada suatu pandangan “gelem kelangan emoh kanggonan”
(bersedia berkorban tetapi tidak mau memiliki barang-barang orang lain).3 Dari
sekian banyak nama yang tertuju pada masyarakat Samin, sebutan yang paling
populer adalah Samin atau Wong Sikep, dan pengikutnya sering dijuluki dengan
Wong Samin.
2 Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008),h. 81 3 Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia.
(Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.30
26
B. Riwayat Pendiri Ajaran Samin
Ki Samin adalah seorang penduduk yang bernama lengkap Samin
Surosentiko. Ia dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Ploso Kediren, Kabupaten
Blora, Jawa Tengah. Samin Surosentiko ini masih keturunan Pangeran
Kusumoningayu atau Kanjeng Pangeran Arya Kusumowinahyu. Pangeran
Kusumowinahyu ini adalah Raden Adipati Brotodiningrat yang memerintah di
Kabupaten Sumoroto (sekarang Tulungagung).4 Ia mempunyai dua orang putra.
Putra pertama bernama Raden Ronggowirjodiningrat dan kedua bernama Raden
Surowidjojo.
Nama kecil Samin adalah Raden Kohar putra dari Raden Surowidjojo
yang merupakan cucu dari R.M. Adipati Brotodiningrat atau Pangeran
Kusumaningayu yang mengandung arti “ orang ningrat yang mendapat anugerah
wahyu kerajaan untuk memimpin negara”.
R. Ronggowirjodiningrat kemudian menjabat sebagai bupati Sumoroto
untuk menggantikan ayahnya (R. M. Adipati Brotodiningrat) pada tahun 1826-
1844 dengan wilayah yang semakin menyempit dan mengecil di bawah
pengawasan kolonial Belanda. Sedangkan putra kedua R. M. Adipati
Brotodiningrat yang bernama Raden Surowidjojo memiliki nama kecil Raden
Surosentiko atau Surosentiko yang kemudian dapat julukan Samin yang artinya
Sami-sami Amin. Kata Samin juga dipilih agar lebih merakyat bersimbolkan
sebuah nama yang menunjukkan kerakyatan. Raden Surowidjojo ini memiliki
4 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.22
27
jiwa yang sangat mulia dan kewibawaan yang besar. Apabila ia menyetujui
sesuatu, hal itu akan dianggap sah karena mendapat dukungan rakyat banyak.5
Raden Surowidjojo sejak kecil dididik ilmu yang berguna, keprihatinan,
tapa dan sebagainya dengan tujuan agar hidupnya bermanfaat dan mulia. Di saat
kondisi wilayah semakin sempit dan diawasi oleh penjajah, Raden Surowidjojo
tidak senang melihat rakyatnya sangat tertindas karena harus kerja paksa,
membayar upeti, dirampas hasil pertaniannya, tidak adanya kesempatan untuk
mengenyam pendidikan, hidup di dalam atau di tepi hutan, dan kalaupun di desa
pada umumnya mereka lebih terbelakang.
Selanjutnya ia pergi ke kabupaten untuk mengembara. Selama
pengembaraan, ia terjerumus ke dalam perbuatan kejahatan. Ia merampok orang-
orang kaya yang menjadi kaki tangan Belanda dan membagikan hasil
rampokannya kepada orang-orang miskin. Sisa hasilnya digunakan untuk
keperluan mendirikan kelompok atau gerombolan yang dinamakan “Tiyang Samin
Amin” atau kelompok ”Tiyang Samin”. Nama kelompok ini diambil dari nama
kecil Raden Surowidjojo. Sejak tahun 1840 kelompok ini sangat dikenal dan
didukung oleh rakyat kecil karena suka membela banyak orang dan kaum yang
lemah. Hingga pada suatu waktu, perjuangan Raden Surowidjojo alias Samin
sepuh meluaskan wilayahnya hingga ke Bengawan Solo serta bertambah banyak
anak buahnya, sampai menyusahkan dan merepotkan kolonial Belanda.
Pada tahun 1859 lahirlah Raden Kohar di Desa Ploso Kediren, Kecamatan
Randublatung, Blora Jawa Tengah. Setelah dewasa ia memakai julukan Samin
5 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan),h.36
28
Surosentiko atau Samin Anom. Raden Kohar kecil mendapatkan pendidikan yang
mulia dari Raden Surowidjojo dan dapat merasakan bagaimana sengsaranya
rakyat yang selalu harus kerja paksa, membayar upeti, dirampas hasil pertanian,
tidak adanya kesempatan mengenyam pendidikan, serta diperas dan dihisap
dengan pajak-pajak yang sangat memberatkan.
Dihadapkan oleh keadaan yang demikian, hati R. Kohar pun ikut
terpanggil untuk meneruskan ajaran-ajaran ayahnya, terlebih setelah ayahnya
menghilang entah ke mana. Lalu Raden Kohar menyusun kekuatan dengan
mengumpulkan pengikutnya. Terkadang ia mengumpulkan pengikutnya di balai
desa atau di lapangan, hingga semakin banyak pengikutnya dan tertarik akan
ajarannya. Untuk meneruskan perjuangan Samin Surosentiko ini, ia melakukan
pemberontakan dengan membangun pusat perkumpulan yang cukup banyak,
seperti di Tapelan (Bojonegoro), Klopodhuwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung
Segara (Brebes), Kandang (Pati), dan Tloga Anyar (Lamongan).6
Pada 8 November 1907, Ki Samin Surosentiko dibaiat pengikutnya
sebagai Raja Jawa dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Ia dianggap
sebagai Ratu Adil yang akan membawa negeri ini menuju kesejahteraan.7 Samin
Surosentiko dan pengikutnya pernah diajukan ke pengadilan dan diadili dengan
tuduhan melakukan deklarasi akan adanya Ratu Adil dan Patih. Akan tetapi,
pengadilan itu tidak memberikan hukuman apapun karena Ki Samin memberikan
6 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.21 7 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan),h.41
29
sebuah argumentasi, “Saya jadi raja bukan untuk suatu negara, akan tetapi raja
untuk istrinya sendiri. Demikian pula jadi patih, ya patih untuk istrinya sendiri.
Empat puluh hari kemudian, Ki Samin mendapatkan undangan untuk
musyawarah dari Wedana Randublatung Blora. Ia tanpa curiga datang dengan
delapan muridnya. Ternyata, undangan itu hanyalah jebakan. Samin Surosentiko
langsung ditangkap dan disekap semalam di Kawedanan. Asisten Wedana
setempat, Raden Pranoto sempat mencemooh mereka sebelum mereka diserahkan
kepada Belanda.8 Samin dan delapan muridnya ditangkap dan diasingkan ke
Digul, Irian Jaya dan ke Sawahlunto, Sumatera Barat Ki Samin sendiri meninggal
pada tahun 1914 di pengasingan tersebut dengan status tahanan.9
Perasingan tidak membuat ajaran ikut terkubur, tetapi malah membuat
pengikut Samin semakin berani melakukan pembangkangan. Samin Surosentiko
meninggalkan dua orang anak. Salah satu menantunya sekaligus muridnya
bernama Suro Kidin meneruskan ajaran serta perjuangannya. Di samping itu, Ki
Suro Kidin juga mempunyai anak angkat kesayangan bernama Ki Surokerto
Kamidin yang didambakan dapat meneruskan perjuangan kaum Samin.
C. Sejarah Singkat Masyarakat Suku Samin
Masyarakat Samin adalah sebuah fenomena kultural, yang memiliki
keunikan sekaligus sarat akan pesan. Perilaku wong Samin terkesan “seenaknya
sendiri”, seolah-olah tak mengakui eksistensi negara dalam kehidupan mereka.
8 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan),h.42 9 Nurudin dkk, Agama Tradisional : Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin Tengger
(Yogyakarta: LKIS, 2003),h.56
30
Wong Samin terkenal akan keluguannya, polos dan apa adanya hingga terkesan
“dungu”. Samin identik dengan perlawanan. Ajaran Samin begitu popular sebagai
simbol perlawanan rakyat terhadap penjajah.
Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di
daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan
ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi
pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan
ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang
tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial.
Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722
orang pengikut Samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah
Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun
1907 orang Samin berjumlah +5.000 orang.10
Akibat penyebarannya yang
semakin massif, pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga
banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan, termasuk juga Samin
sendiri ditangkap dan diasingkan ke Sumatera hingga meninggal dalam status
tahanan.11
1. Tipologi Masyarakat Samin
Tipologi (golongan manusia menurut corak watak masing masing dalam
berinteraksi dan berkarakter) masyarakat Samin dipilah dalam empat
bentuk tipe Samin, yaitu Samin Sangkak, Samin Ampeng-ampeng, Samin
10
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger,
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h. 45 11
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger,
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h..46
31
Samiroto, dan Samin Dlejet. Menurut Kang Badrus (seorang budayawan
Bojonegoro dan pemerhati masyarakat Samin) penggolongan tersebut
sesuai dengan karakter dan keseharian masyarakat Samin yang tersebar di
berbagai daerah. Adapun ciri khas masing-masing golongan Samin bisa
dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, Samin sangkak, jika berinteraksi dengan pihak lain,
menjawabnya dengan kirotoboso (Bahasa Jawa Kasar/ ngoko). Misalnya,
teko ngendi? dijawab teko mburi (dari mana? dijawab dari belakang).
Lungo ngendi? dijawab lungo ngarep (dari mana? dijawab ke depan). Hal
ini dilakukan karena bagian dari strategi komunitas Samin (saat
penjajahan) yang merahasiakan tempat persembunyian komunitasnya
karena hidup menyendiri. Hal ini sebagai bentuk perlawanan terhadap
penjajah.
Kedua, Samin ampeng-ampeng; mengaku Samin, perilakunya
tidak sebagaimana ajaran Samin atau jika berbicara seperti tipe Samin
sangkak, perilakunya tidak seperti Samin sejati. Seperti jika diberi
pertanyaan berapa jumlah anaknya. Dijawab dua, maknanya laki-laki dan
perempuan. Tetapi jika pertanyaannya berapa hitungannya? Jika
mempunyai dua anak, dijawab dua, satu laki-laki, satu perempuan. Bagi
warga Samin tipe ini, merasa dirinya warga Samin, tetapi tidak
mengamalkan ajaran keSaminan.
Ketiga, Samin Samiroto, mengaku Samin, tetapi serba bisa,
menjadi Samin sebenarnya sekaligus dan dapat juga mengikuti adat non-
32
Samin. Hal ini digambarkan dalam kehidupan warga Samin yang
melaksanakan pernikahan dengan dicatatkan di KUA, tetapi perilaku
sehari-hari mencerminkan prinsip Samin. 12
Keempat, Samin Sejati atau Dlejet Samin yang berpegang prinsip
sebenarnya. Komunitas inilah yang jika dihadapkan dengan peraturan
pemerintah kini, masyarakat menganggapnya sebagai komunitas
pembangkang karena ajaran leluhurnya dalam konteks masa penjajah,
masih tetap dilaksanakan apa adanya hingga kini, seperti tidak sekolah
formal dan tidak memiliki KTP. Karakter tersebut merupakan bentuk
perlawanan tidak kasat mata terhadap Belanda. Realitanya karakter
tersebut tidak selalu bersamaan, maksudnya boleh jadi seorang Samin
melaksanakan ketiganya atau salah satunya. Hal itu ditentukan pola pikir
dan respons ketika bertemu dengan orang non-Samin, dan faktor tidak
terduga lainnya. Pola pikir tersebut adalah imbas pendidikan formal yang
ditempuhnya, terbuka menerima budaya di luar Samin dan menerima
modernitas, meski mereka memiliki strategi dalam mempertahankan jati
diri.13
Menurut Kang Badrus , beliau mengatakan bahwasannya komunitas
masyarakat Samin yang ada di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kabupaten
Bojonegoro adalah termasuk dalam tipe Samin Sangkak, alasannya adalah
komunitas masyarakat Samin di Dukuh Jepang tersebut bahasanya masih sulit
12 Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h. 22
13
Wawancara Pribadi dengan Kang Badrus Sholih (Budayawan Bojonegoro dan Pemerhati
Masyarakat Samin) pada tanggal 29 Desember 2016
33
diterima oleh masyarakat pada umumnya. Masyarakat Samin di daerah ini juga
tidak menutup diri dari pemerintah dan mau menjalankan apa yang
diperintahkan oleh pemerintah. Meskipun demikian, ajaran-ajaran Samin masih
dijalankan oleh komunitas ini.
2. Pemilihan Bahasa Masyarakat Samin
Pemilihan bahasa pada masyarakat Samin merupakan fenomena menarik
untuk dikaji karena fenomena ini bertemali bukan hanya dengan aspek
kebahasaan semata, melainkan juga dengan aspek sosial budaya. Bahasa
merupakan produk masyarakat. Oleh karena itu, pemakaian bahasa dalam
masyarakat tidaklah monolitis melainkan variatif. Pernyataan tersebut berarti
bahwa bahasa atau bahasa-bahasa yang dimiliki oleh suatu masyarakat tutur
dalam khazanah bahasanya selalu memiliki variasi. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa bahasa yang hidup dalam masyarakat selalu digunakan dalam
peran-peran sosial para penuturnya.
Masyarakat Samin dalam berkomunikasi selalu menggunakan bahasa
Jawa, yakni bahasa Jawa yang sederhana atau bersahaja. Oleh karena itu, orang
Samin sering disebut “orang Jawa lugu” atau Jawa Jawab, artinya orang Jawa
yang selalu berbicara dengan lugu.14
Mereka tidak mau mempelajari dan
menggunakan bahasa lain. Menurut pemikiran mereka, orang Jawa itu harus
berbahasa Jawa dan tidak pantas menggunakan bahasa asing. Dalam pikiran
mereka, orang asing (Belanda) suka menjajah dan merampas kemerdekaan
14
Sugeng Winarno, Samin: Ajaran Kebenaran yang Nyeleneh dalam Agama Tradisional
Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta:LKiS, 2003) h.26
34
manusia. Oleh karena itu, mereka tidak suka dengan orang asing dan akibatnya
mereka tidak mau menggunakan bahasa selain bahasa Jawa.
Saat ini masyarakat Samin (terutama generasi muda) sudah mengenal
tingkat bahasa Jawa meskipun tidak seperti masyarakat Jawa pada umumnya,
yang menggunakan tingkat bahasa Jawa secara kompleks, seperti bahasa Jawa
krama, bahasa Jawa madya, dan bahasa Jawa ngoko. Dengan kondisi seperti ini,
mereka dapat memilih menggunakan bahasa ketika berkomunikasi dengan orang
lain.
Dalam pergerakannya, Samin tidak hanya memprovokasi masyarakat
untuk melawan kolonialisme Belanda saja tapi juga menebarkan ajaran-ajaran
yang dinilai bisa membentuk karakter masyarakat. Samin selalu menyelipkan
nilai-nilai tata cara bersikap yang baik atau lebih dikenal dengan akhlak kepada
masyarakat, salah satu contohnya adalah Samin mengajarkan untuk melawan
Belanda tanpa menggunakan kekerasan. Ajaran Saminpun dengan cepat mendapat
respon positif dan dengan waktu yang relatif singkat pengikutnya sudah mencapai
ribuan orang.
D. Letak Geografis dan Demografis Masyarakat Suku Samin
1. Letak Geografis
Dukuh Jepang Desa Margomulyo merupakan salah satu dukuh yang
termasuk dalam wilayah kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro
Jawa Timur, tepatnya berada di sebelah barat pusat pemerintahan Kecamatan
Margomulyo dan sekitar 30 km dari pusat pemerintahan Kabupaten
35
Bojonegoro dengan waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan dengan kendaraan
bermotor.
Letak Dukuh Jepang sendiri berada di tengah-tengah hutan jati dengan
batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Luwihaji
b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumberjo
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi
d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalangan.
Desa Margomulyo mempunyai wilayah seluas 687.705 Ha, yang terdiri dari 8
Dukuh yaitu Batang, Tepus, Kaligede, Jepang, Ngasem, Jatiroto, Jerukgulung dan
Kalimojo Badong.15
Topografi daerah tersebut merupakan daerah dataran tinggi
dan letaknya di perbukitan.
15
Data Desa Margomulyo Bulan Juli 2016
36
Gambar 4.1.
Peta Desa Margomulyo16
16
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
37
2. Kondisi Demografis
a. Data Desa Margomulyo17
No Desa
Jumlah Terbentuk Keterangan
RT RW
1 Margomulyo 25 8
Tabel 4.1 : Jumlah RT dan RW Desa Margomulyo
Dari tabel diatas dapat diilihat bahwa Desa Margomulyo sangatlah luas,
untuk itu agar sistim pengelolaan dan pemerintahannya teratur harus dibagi
menjadi beberapa RT dan RW. Di Margomulyo sendiri terdapat 25 RT dan 8 RW,
masing-masing RT dipimpin oleh ketua RT dan masing-masing RW dipimpin
oleh ketua RW.
b. Jumlah Penduduk Desa Margomulyo18
Rekapitulasi : Mutasi Penduduk
Desa : Margomulyo
Kecamatan : Margomulyo
Kabupaten : Bojonegoro
Bulan : Juli 2016
17
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016 18
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
38
No. Desa
Penduduk Awal
Bulan Ini
Lahir
Bulan Ini
Mati Bulan
Ini
Penduduk Akhir
Bulan Ini
L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P
1 Margomul
yo
3.071 3.074 6.145 1 1 2 2 3 5 3.070 3.072 6.142
Jumlah 3.071 3.074 6.145 1 1 2 2 3 5 3.070 3.072 6.142
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Margomulyo
Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa, jumlah penduduk awal Desa
Margomulyo adalah 6.145 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki berjumlah
3.071 jiwa dan perempuan berjumlah 3.074 jiwa.Terlihat jelas jumlah penduduk
Desa Margomulyo lebih banyak penduduk perempuan daripada laki-laki.
Selanjutnya terdapat 2 bayi yang lahir, dan 1 laki-laki, 1 perempuan. jadi jumlah
penduduk Desa Margomulyo menjadi 6.147 jiwa. Namun pada bulan yang sama
terdapat 5 penduduk Desa Margomulyo yang meninggal pada bulan Maret 2016 ,
dengan jumlah 2 laki-laki dan 3 perempuan. Jika dikalkulasikan dengan jumlah
lahir dan jumlah meninggal, maka jumlah penduduk Desa Margomulyo menjadi
6.142.19
c. Data Monografi Desa
Desa : Margomulyo
Kecamatan : Margomulyo
Kabupaten : Bojonegoro
19
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
39
Propinsi : Jawa Timur
Tahun : 2016
Bulan : Januari s/d Maret 2016
1. DATA STATIS
1.1. Ketinggian Wilayah Desa/ Kelurahan dari permukaan laut : 151 mdpl
1.2. Suhu Maksimum/minimum : 31 oC / 29
oC
1.3. Jarak Kantor Desa/ Kelurahan dengan :
a. Ibukota Kecamatan : 05 km
b. Ibu Kota Kabupaten/Kota : 65 km
c. Ibu Kota Propinsi : 180 km
1.4. Curah Hujan
a. Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak : 120 hari
b. Banyaknya curah hujan : 120 mm/th
1.5.Bentuk Wilayah
a. Datar sampai berombak : 95 %
b. Berombak sampai berbukit : 05 %
c. Berbukit sampai bergunung : --- %
1.6. Jumlah pulau-pulau : --- pulau
2. LUAS DESA / KELURAHAN
2.1. Tanah sawah20
a. Irigasi teknis : --- ha
20
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
40
b. Irigasi setengah teknis : --- ha
c. Irigasi sederhana : ha
d. Tadah Hujan/sawah rendengan : 121,55 ha
e. Sawah pasang surut : 183,27 ha
2.2. Tanah kering
a. Pekarangan/bangunan/emplasement : 251,55 ha
b. Tegal/kebun : 183,27 ha
c. Ladang/tanah huma : - ha
d. Ladang penggembalaan/pangonan : ------ ha
2.3. Tanah Basah
a. Tambak : - ha
b. Rawa/pasang surut : - ha
c. Balong/empang/kolam : - ha
d. Tanah Gambut : - ha
2.4. Tanah Hutan21
a. Hutan Konservasi : 50.00 ha
b. Hutan Pelestarian Alam : - ha
c. Hutan Sejenis : ha
d. Hutan Rawa : ha
e. Hutan Lindung : ha
f. Hutan Produksi : 6663 ha
g. Hutan Suaka Alam : ha
h. Hutan Wisata : ha
21
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
41
i. Hutan Kota : ha
j. Lain-lain : ha
2.5. Tanah Perkebunan
a. Perkebunan Negara : - ha
b. Perkebunan Swasta : - ha
c. Perkebunan Rakyat : 55.00 ha
2.6. Tanah Keperluan Fasilitas Umum22
a. Lapangan olah raga : 1.30 ha
b. Taman rekreasi : 0 ha
c. Jalur hijau : ha
d. Pemakaman : 0,50 ha
2.7. Tanah Keperluan Fasilitas Sosial
a. Masjid/Musholla/Langgar : 0,30 m2/ha
*)
b. Gereja : m2/ha
*)
c. Pure : - m2/ha
*)
d. Wihara : - m2/ha
*)
e. Klenteng : - m2/ha
*)
22
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
42
f. Sarana Pendidikan : 1,79 m2/ha
*)
g. Sarana Kesehatan : 0,11 m2/ha
*)
h. Sarana Sosial : 0,37 m2/ha
*)
2.8. Lain (tanah tandus, tanah pasir) : 0.50 m2/ha
*)
3. KELEMBAGAAN DESA / KELURAHAN
3.1. Lingkungan/Dusun : 8 buah
3.2. Rukun Warga (RW) : 8 buah
3.3. Rukun Tetangga (RT) : 25 buah
Dari paparan data diatas dapat diketahui bahwa Desa Margomulyo adalah
sebuah desa yang kering, dan dikelilingi dengan hutan (6663 ha hutan produktif
dan 50 ha hutan konservasi) rata-rata hutan di Desa Margomulyo adalah hutan
jati. Di Desa Margomulyo tidak ada lahan basah atau tambak, yang ada hanya
sawah dan ladang, sehingga penduduk di sana rata-rata bekerja sebagai petani, dan
tanaman yang sering ditanam di sawah mereka adalah padi, tembakau dan jagung
karena cuaca di Desa Margomulyo sangatlah panas sehingga cocok untuk
ditanami tanaman tersebut.23
3. Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Samin di Desa Jepang Kecamatan Margomulyo rata-rata berpencaharian
sebagai petani, mereka lebih suka menjadi petani jika dibandingkan menjadi guru, pejabat
23
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
43
pemerintah, ataupun pegawai negeri, menurut mereka menjadi petani lebih nyaman,
hidup mereka tenang, sedangkan menjadi pejabat takut terjerumus dalam korupsi,
ataupun tidak amanah mengembang jabatan yang telah diberikan.
Bapak Hardjo Kardi yang merupakan Kepala Suku Samin di Dukuh Jepang
mengatakan bahwa:24
Wong-wong neng kene iki luweh seneng dadi tani, timbang dadi
pejabat, pejabat kui abot, soale amanahe rakyat, nek gak iso nglakoni
seng apik bakalan kualat. Gak Cuma kui tok saiki yo akeh pejabat seng
korupsi padahal duwite wes akeh, ngunu kui tandane pejabat kui uripe
gak sejahtera. Bedo maneh karo wong tani, senajan uripe sederhana tapi
ayem, gak diuber-uber polisi goro-goro korupsi, lan gak pusing mikirno
amanahe rakyat. Makane wong kene luweh seneng dadi tani tinimbang
dadi kades opo dadi PNS.
Ungkapan Mbah Harjo (sapaan akrab Bpk. Hadjo Kardi) tersebut
sangatlah jelas. Masyarakat Samin lebih suka memanfaatkan karunia tuhan dan
hidup dengan sederhana, menurut mereka kesederhanaan itulah yang akan
membuat mereka bahagia.
Selain pola hidup yang sederhana, satu hal yang kental dengan masyarakat
Samin adalah budayanya. Sebagai bagian dari masyarakat Jawa, para pengikut
Samin Surosentiko ini juga memiliki tradisi yang dilaksanakan secara rutin dan
khas. Bapak Kastari yang merupakan kepala Desa Margomulyo mengatakan
bahwa:
“Masyarakat samin di Desa Margomulyo sangat kuat dalam
mempertahankan budaya dan tradisi dari zaman dahulu, tradisinya
banyak ada suronan yang diperingati pada bulan suro atau muharrom,
kemudian ada nyadran, ada manganan, dan nikahnya secara adat. Kalau
bada acara-acara seperti itu rame, semua warga berkumpul dan
membawa apa yang mereka punya, ada yang membawa menyok ada
yang membawa beras, ketela dan jagung, pokoknya semampu mereka
lah mbak, nanti hasil-hasil itu dimasak dan dimakan bareng-bareng.25
24
Wawancara Pribadi dengan Bpk.Hardjo Kardi (ketua adat masyarakat Samin di Dukuh
Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro) pada tanggal 29 Desember 2016 25
Wawancara Pribadi dengan Bapak Kastari (kepala Dukuh Jepang Margomulyo
Bojonegoro) pada tanggal 29 Desember 2016
44
Lebih jelasnya tradisi masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo
Kecamatan Margomulyo adalah sebagai berikut:
a. Suronan
Tradisi ini dilakukan secara rutin pada awal bulan Suro atau bulan
Muharam pada kalender hijriah. Bagi sebagian masyarakat Jawa (termasuk
masyarakat Samin) bulan suro adalah bulan yang sakral, pada bulan ini
banyak orang-orang yang mengasah kekuatan gaib, dan banyak
menyebarkan penyakit, serta hal-hal mistis lainnya, untuk itu masyarakat
Samin pada awal bulan suro selalu melakukan tasyakuran dan sedekah
bumi.26
Biasanya cara yang dilakukan untuk menyambut bulan suro atau
biasa disebut suronan ini ialah masyarakat berkumpul di pendopo desa,
kemudian disajikan beberapa makanan tradisional yang merupakan hasil
bumi dan hasil masakan ibu-ibu setempat.
Acara ini dihadiri oleh seluruh masyarakat Samin dan untuk semua
kalangan, baik anak-anak maupun dewasa semua jadi satu di pendopo
desa. Setelah semuanya berkumpul acara dibuka oleh pembawa acara,
dilanjutkan dengan sambutan dari ketua adat, pada sambutannya ketua
adat mengajak untuk bersyukur atas semua limpahan karunia dari sang
pencipta yang telah diberikan kepada masyarakat Samin, kemudian acara
dilanjutkan dengan berdoa bersama memohon keselamatan untuk semua
masyarakat Samin, dan pada akhir acara diadakan makan bersama, tentu
26
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h.60
45
makanan tersebut dari hasil bumi dan makanan tradisional yang telah
dimasak oleh ibu-ibu secara bersama-sama pada pagi hari.
Dari acara suronan tersebut sangatlah tampak kerukunan dan jiwa
sosial masyarakat Samin, para warga saling menyumbangkan hasil bumi
yang dimilikinya dengan sukarela, mulai dari beras, jagung, kacang, dan
buah-buahan. Ibu-ibupun secara goyong royong memasak di rumah ketua
adat sementara yang laki-laki sibuk mempersiapkan tempat serta teknis
acara.
b. Nyadran
Acara nyadran ini adalah acara sesembahan untuk para leluhur
masyarakat Samin, acara nyadran diadakan untuk mengenang jasa-jasa
leluhur dan terus mengamalkan ajarannya.
Biasanya acara ini bertempat di area yang dikeramatkan oleh
masyarakat Samin, namun terkadang juga di pendopo desa. Diiringi
dengan tabuhan gamelan dan makanan khas yang disajikan, acara ini
dihadiri oleh semua masyarakat Samin dari semua golongan. Memang
untuk perayaan-perayaan adat seperti ini masyarakat Samin di Dukuh
Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro sangatlah antusias,
terlebih dengan adanya gamelan menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.
c. Manganan
Tradisi yang satu ini dilaksanakan secara rutin setelah musim
panen tiba, sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberi mereka rezeki berlimpah dan kenikmatan hidup maka cara
46
masyarakat Samin mensyukurinya adalah dengan mengadakan tradisi
manganan.27
Sesuai dengan namanya, acara ini berkonsep makan bersama
seluruh masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kebupaten
Bojonegoro. Semuanya bercampur baur baik muda maupun tua bersama-
sama menikmati hasil bumi yang telah diberikan tuhan kepada mereka,
nasinya dari beras yang mereka tanam, lauknya dari hasil ternak mereka,
dan hidangan penutupnya pun dari ubi-ubian dari hasil berkebun warga.
Dalam pelaksanaannya makanan yang sudah matang disusun rapi
dalam sebuah tempeh (sebuah anyaman dari bambu yang berbentuk bulan
dan besar biasanya untuk menaruh tumpeng) lalu kemudian masyarakat
yang sudah berkumpul duduk berjejer secara rapi. Tak ada piring ataupun
sendok dalam tradisi manganan ini, mereka hanya menggunakan daun
pisang dan disusun memanjang mengikuti barisan duduk warga, setelah
makanan disiapkan kemudian mereka berdoa bersama dan dilanjutkan
dengan menyantap hidangan tersebut.28
Acara ini biasanya diadakan di area persawahan, meskipun
demikian tak mengurangi antusias warga untuk hadir, justru mereka
sangatlah bersemangat, acara ini akan terus diadakan oleh masyarakat
Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro setiap
tahun seusai musim panen tiba.
27
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h. 62 28
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h.63
47
BAB III
AGAMA DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT SUKU SAMIN
A. Sejarah dan Pengertian Aliran Kepercayaan
Menurut Prof Kamil Kartapradja aliran kepercayaan adalah
keyakinan dan kepercayaan rakyat Indonesia di luar agama, dan tidak
termasuk ke dalam salah satu agama.
Aliran kepercayaan itu ada dua macam :1
1. Kepercayaan yang sifatnya tradisional dan animistis, tanpa filosofi dan
tidak ada pelajaran mistiknya, seperti kepercayaan orang-orang
Perlamin dan Pelebegu di Tapanuli.
2. Golongan kepercayaan yang ajarannya ada filosofinya, juga disertai
mistik, golongan inilah yang disebut atau menamakan dirinya sebagai
golongan kebatinan. Golongan kebatinan ini dalam perkembangannya
akhirnya menamakan dirinya sebagai Golongan Kepercayaan Kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Seperti keagamaan Suku Batak, Suku Dayak, Suku di Nusa
Tenggara Timur dan keagamaan orang Jawa. Yang menunjukkan
bahwa sejak zaman kuno, sebelum masuknya agama-agama besar
seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam, berbagai suku bangsa di
Indonesia sudah menganut animisme, kepercayaan kepada roh-roh
ghoib yang kemudian bercampur dengan agama-agama dunia yang
masuk di Indonesia terutama agama Islam.
1 Prof. Kamil Kartapradja . Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. (Surabaya :
CV Amin) h. 118
48
Agama Islam yang masuk di Indonesia bukan lagi Islam yang
murni tetapi yang sudah dipengaruhi ajaran Mistik (tarekat). Tarekat
adalah suatu aliran dan gerakan yang tumbuh dalam masyarakat Islam
dan kehormatan yang diberikan orang kepada para pemimpinnya.
Pada umumnya tujuan tarekat-tarekat itu adalah untuk mencapai
hakikat Ketuhanan yang biasanya ditempuh oleh para anggota atau
murid-muridnya, dengan melakukan janji lebih dulu ketika memasuki
tarekat.
Menurut sejarah perkembangan dan kehidupan aliran kepercayaan
dan kebatinan, jumlah dan macamnya selalu bertambah dan berkurang.
Masing-masing aliran mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan
aliran yang lainnya. Oleh sebab itu nampaknya sangat sulit untuk
memberikan suatu definisi atau batasan yang dapat mencangkup semua
aliran dengan sempurna.
Menurut Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) di Solo
tahun 1956 menyatakan bahwa aliran kebatinan adalah sumber asas
sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai budhi luhur guna
kesempurnaan hidup.2
Rahmat subagya mendefinisikan aliran kebatinan adalah segala
usaha dan gerakan untuk merealisasikan daya batin manusia.3
2 Sufaat N, Beberapa Pembahasan tentang Kebatinan. ( Yogyakarta : Kota Kembang,
1985) h. 9 3 Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan Agama.
(Yogyakarta : Yayasan Kanisius, 1976) h. 15
49
Banyak sekali hal yang mengakibatkan timbulnya aliran kebatinan
dan kepercayaan di Indonesia. Dilihat dari sudut pandang antropologi
timbulnya aliran kebatinan atau bahkan juga agama adalah disebabkan
oleh pengalaman hidup manusia yang selalu menghadapi kesulitan dan
pengalaman menyelesaikan masalah yang sangat rumit bahkan
mungkin tidak dapat dipecahkan. Pada dasarnya aliran kepercayaan
atau kebatinan itu timbul karena terjadi respon terhadap sesuatu yang
terjadi atau tantangan yang datang dari lingkungan dimana manusia itu
berada.
1. Corak-corak kebatinan4
a. Mistik Kebatinan
Menurut pandangan ilmu mistik kebatinan orang
Jawa, kehidupan manusia merupakan bagian dari alam
semesta secara keseluruhan, dan hanya merupakan bagian
yang sangat kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi ,
dimana manusia itu seakan-akan hanya berhenti sebentar
untuk minum.
b. Gerakan untuk Purifikasi Jiwa
Semua organisasi kebatinan yang besar umunya
bersifat mistis , banyak gerakan kebatinan terutama yang
jumlah anggotanya sangat sedikit hanya berusaha untuk
mencapai purifikasi jiwa. Hal yang mereka inginkan adalah
4 Prof. Kamil Kartapradja . Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. (Surabaya :
CV Amin) 124-125
50
memperoleh suatu kehidupan kerohanian yang mantap
tanpa rasa takut dan rasa ketidakpastian. Inilah yang oleh
orang Jawa disebut orang yang sudah bebas.
c. Kebatinan yang Berdasarkan Ilmu Ghaib
Di seluruh daerah tempat tinggal orang Jawa,
banyak sekali terdapat gerakan-gerakan kebatinan yang
hanya beranggotakan beberapa puluh orang saja.
Kebanyakan dari gerakan seperti itu berpusat di kota-kota
dan pada umumnya bersifat rahasia, yaitu dengan tujuan-
tujuan yang bersifat mistik moralis atau etis dan dipimpin
oleh seorang guru untuk mecapai tujuannya. Para anggota
gerakan seperti itu banyak melakukan praktek-praktek ilmu
ghaib disamping bersemedi.
B. Agama Adam dalam Ajaran Masyarakat Suku Samin
Komunitas Samin dalam beragama mempunyai prinsip aku wong Jowo,
Agamaku njowo (Aku orang Jawa, Agamaku njowo yakni Adam). Kata Adam
menurut masyarakat Samin memiliki makna kawitan atau pisanan, artinya orang
yang pertama kali menghuni alam dunia. Proses transformasi ajarannya adalah
sabdo tanpo rapal (ajaran tidak tertulis).
Agama Adam bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama yang di bawa
sejak lahir. Esensi dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan” (tandeke neng
pengucap, opo wae thukule soko pengucap) dan diwujudkan dengan aktifitas yang
51
baik.5 Agama iku gaman, adam pangucape, man gaman lanang (Agama Adam
merupakan senjata hidup). Prinsip beragama bagi pemeluk Agama Adam adalah
wonge Adam (mengakui bahwa orang pertama adalah Adam), Lakune Adam
(berprilaku yang mewujudkan prinsip dan pantangan dalam ajaran Samin),
pengucape Adam (jika sanggup dalam perjanjian dikatakan sanggup, jika tak
anggup dinyatakan tak sanggup), dan agomon Adam (agomo minongko gaman
utowo alat kanggo urip yang diwujudkan dalam berprilaku sesuai prinsip dan
menjauhi pantangan dalama ajaran Samin.
Keberadaan Adam dianggap orang pertama di dunia agar dunia sejahtera
(ndonyo rejo). Lahirnya Adam dan ibu Hawa karena sabda tunggal Yai sebagai
penguasa tunggal. Adanya Yai karena adanya Adam (ono iro ono ingsun, wujud
iro wujud ingsun, aku yo kuwe, kuwe yo aku, wes nyawiji ). Yai bermakna yeng
ngayahi samubarang kebutuhane putu, putu duwe kewajiban, putu njaluke karo
Yai kanti ngeningke cipto, roso lan karso kang supoyo biso kasembadan sejo lan
karep kanti neng, neng lan nep. “Yai” bermakna dzat yang memenuhi hajat hidup
makhluk, makhlukpun memiliki kewajiban terhadapnya jika makhluk memohon
hanya kepada-Nya dengan mengheningkan cipta (semedi).
Pengakuan masyarakat Samin bahwa dirinya beragama Adam dengan
prinsip etika adiluhung berpegang pada kitab Jamus Kalimosodo.6 Esensi Agama
Adam bagi masyarakat Samin adalah jika pemeluknya mampu melaksanakan
prinsip ajaran dan meninggalkan pantangan ke Saminan, sekaligus berpatokan
pada garis besar „syariatnya‟ yakni tidak berbohong, tidak menyakiti hati
5 Moh Rosyid. Kodifikasi Ajaran Samin . (Yogyakarta : Kepel Press 2010). h.62
6 Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora
Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 42
52
lingkungannya (manusia, hewan dan tumbuhan sehingga dalam menyembelih
hewan mereka mempunyai cara tersendiri), tidak beristri lebih dari satu (dianggap
sumber konflik), berpantangan menemukan barang orang lain (jika ditemukan,
pemilik yang kehilangan tak akan mendapatkan barang yang hilang), dan tidak
mencuri. Ibadahnya (semedi) dengan memohon dan memuji pada Tuhan,
berpuasa suro, berpuasa pada hari kelahiran. Keberadaan Samin versi kolonial
Belanda semula dianggap ajaran kebatinan, yaitu embrio munculnya agama baru
yang semula adalah gerakan ritual mistis.
Dugaan tersebut mendekati benar karena Samin memiliki agama sendiri
(Agama Adam), tidak sebagaimana agama yang di eksplisitkan dalam
perundangan. Tumbuhnya ajaran Samin berpijak dari sumber ajarannya yang
tertuang dalam kitab sucinya antara lain Serat Uri-Uri Pambudi, Serat Jamus
Kalimosodo. Kitab itu berisi tulisan Samin yang mengajarkan ajaran kebatinan,
sedangkan menurut Kasmidjan7 ajaran kebatinan Samin terpenting adalah
Manunggaling Kawulo Gusti atau Sangkan Paraning Dumadi.
Ajaran Samin disebar luaskan oleh Ki Samin Surosentiko sehingga
memiliki banyak penganut. Ki Samin Surosentiko menimba ilmu dan melakukan
tapa di hutan tanpa adanya keramaian. Tapa tersebut bertujuan mendekatkan diri
kepada Hyang Kuasa, sehingga mendapatkan wahyu dan bimbingan dari gaib
(Yai) atau Hyang Kuasa. Wahyu itu berisi perintah menata umat manusia agar
selalu berbuat baik dengan sesamanya.
7 Kasmidjan (Tokoh masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro)
53
Materi ajaran Samin berupa :8
a. Menata hidup dan penghidupan pada Masyarakat tentang tataning sikep
rabi, ilmu pendunungan, dan sejatining urip lan urip kang sejati. Hal
tersebut diharapkan manusia itu hidup didunia mendapatkan
Kasampurnaning urip.
b. Wong urip kudu ngerti uripe, sebab urip mung sepisan kanggo selawase
(Orang hidup harus mengerti tujuan hidupnya, karena hidup itu cuma
sementara)
c. Manusia harus selalu berbuat baik kepada sesamanya, lingkungan dan
alam semesta.
Wong nandur bakal ngunduh, wong kang gawe bakalan nganggo, wong kang
utang bakale nyaur. Mula aja tumindak jrengki, srei, panasten, dahpen lan
kemeren marang sepadane urip. Amarga wong urip kabeh maumung sak
derma nglakoni, wong urip iku ana kang nguripake, mulo kudu sabar lan
narimo. Yang memiliki sebuah arti orang yang menanam pasti akan menuai,
orang yang membuat pasti akan memakai, orang yang mempunyai hutang
pasti akan membayar. Maka janganlah bertindak dengki dan syirik sesama
manusia. Karena semua orang hidup Cuma hanya menjalankan, semua orang
hidup itu ada yang mengatur atau menghidupkan, makanya harus sabar dan
menerima).
Ajaran Samin menegaskan bahwa sejatinya Agama yaitu ugeman/ageman
urip9. Esensi agama adalah pegangan hidup yang tercermin dalam prinsip ajaran
8 Moh. Rosyid Bersahaja Di Tengah Asketisme Lokal.( Yogyakarta : Kepel Press.2010).
h.28
54
dan pantangan. Kenyamanan batin merupakan esensi dasar keyakinan yang
disebut dengan agama.
Memiliki aliran kepercayaan bagi seseorang pada dasarnya adalah wilayah
diri, bersifat pribadi, dan membutuhkan kenyamanan diri dalam berinteraksi
sosial, dengan catatan kepercayaan tersebut tidak mengganggu kenyamanan
pemeluk Agama atau kepercayaan pihak lain. Meskipun dalih utama bahwa
berkepercayaan adalah hak dan kebutuhan batin bagi individu, Dengan demikian
keberadaan aliran kepercayaan tidak selalu mudah terdeteksi oleh pemerintah
karena keberadaannya yang bersifat pribadi.
C. Konsep Ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo
Konsep ajaran-ajaran Samin terhimpun dalam karya yang berjudul Serat
Jamus Kalimosodo yang terdiri dari lima ajaran pokok, yaitu (a) Serat Punjer
Kawitan, (b) Serat Pikukuh Kasejaten, (c) Serat Uri-uri Pambudi, (d) Serat Jati
Sawit, dan (e) Serat Lampahing Urip.10
Masing-masing serat tersebut memiliki bahasan tersendiri, semua
dikelompokkan sesuai bidangnya, ada yang membahas sejarah, ada yang
membahas tata krama, ada yang membahas kehidupan yang mulia dan ada juga
yang membahas tentang primbon.
1. Serat Punjer Kawitan
Ajaran ini berkaitan dengan ajaran mengenai silsilah raja-raja
Jawa, adipati-adipati wilayah Jawa Timur, dan penduduk Jawa. Ajaran ini
pada prinsipnya mengakui bahwa orang Jawa adalah sebagai keturunan
9 Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h. 82
10 Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh
Mbah Hardjo Kardi.h.10
55
Adam dan keturunan Pandawa. Sehingga semua yang ada di bumi Jawa
adalah hak orang Jawa. Dengan demikian orang Belanda tidak mempunyai
hak terhadap bumi Jawa. Apabila diperhatikan, ajaran ini secara simbolik
adalah semangat nasionalis bagi orang Jawa dalam menghadapi penjajah
Belanda.
2. Serat Pikukuh Kasejaten
Ajaran ini berkaitan dengan tata cara dan hukum perkawinan yang
dipraktekkan oleh masyarakat Samin. Konsep pokok yang termaktub
dalam ajaran ini adalah membangun keluarga merupakan sarana kelahiran
budhi, yang akan menghasilkan atmajatama (anak yang utama). Rumah
tangga (dalam kitab ini) harus berdasarkan pada ungkapan “kukuh demen
janji”(kokoh memegang janji). Maka dalam berumah tangga unsur yang
utama adalah kesetiaan dan kejujuran guna menciptakan saling percaya
dalam rangka membangun keluarga bahagia.
3. Serat Uri-uri Pambudi
Ajaran ini berisi tentang ajaran perilaku yang utama, terdiri atas
ajaran sebagai berikut:11
1) Angger-angger Pratikel (hukum tingkah laku) yang mempunyai
ungkapan: Aja drengki srei, tukar-padu, mbadog colong (jangan
dengki dan iri hati, bertengkar, makan yang bukan hak, dan mencuri).
2) Angger-angger Pangucap (hukum berbicara) memiliki patokan
pangucap saka lima, bundhelane ana pitu, lan pangucap saka sanga,
11
Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh
Mbah Hardjo Kardi.h.11
56
bundhelane ana pitu (ucapan yang berasal dari dari sember yang lima
[panca indera], pengendalianya ada tujuh, Dan ucapan yang
bersumber dari lubang [babahan hawa sanga:bahasa Jawa]
pengendaliannya juga ada tujuh)
3) Angger-angger Lakonono (hukum yang harus dijalankan), inti dari
ajaran ini berbunyi lakonono sabar trokol. Sabare dieleng-eleng,
trokole dilakoni (kerjakan sikap sabar dan giat, agar selalu ingat
tentang kesabaran dan selalu giat dalam kehidupan)
4. Serat Jati Sawit
Ajaran ini membahas tentang kemuliaan hidup sesudah mati
(kemuliaan hidup di akhirat). Ajaran ini mengenal konsep “hukum
karma”. Disini kata-kata mutiara yang menjadi falsafah berbunyi: Becik
ketitik, olo ketoro, sopo goroh bakal gronoh, sopo salah seleh (yang baik
dan yang jelek bakal kelihatan, siapa yang berdusta akan nista, siapa yang
salah bakal kalah)
5. Serat Lampahing Urip12
Ajaran ini berisi tentang primbon yang berkaitan dengan kelahiran,
perjodohan, mencari hari baik untuk seluruh aktifitas kehidupan
Saminisme, menjadi pedoman moral dan perilaku yang kemudian menjadi
ajaran yang digunakan, kemudian berkembang menjadi sikap kebatinan
dimana ajaran tersebut kedudukannya sama seperti aliran kepercayaan
yang tumbuh subur.
12
Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh
Mbah Hardjo Kardi.h.11
57
D. Upacara dan Ritual dalam Masyarakat Suku Samin
1. Upacara Kelahiran13
Kelahiran menurut Masyarakat Suku Samin adalah sesuatu hal yang
dianggap biasa saja, dan mereka beranggapan bahwa seseorang yang baru lahir
membawa jeneng (nama) sendiri-sendiri. Nama (Jeneng) itu dibagi menjadi
Jeneng Lanang (nama laki-laki) Jeneng wedok (nama wanita).
Anggapan orang Samin ketika bayi menanggis cenger dalam bayi itu
berarti sang bayi sudah ada roh dan telah mendapatkan tempat ngenger
(mengabdikan hidup). Sama seperti pada masyarakat Jawa pada umumnya
masyarakat samin juga mengenal brokohan bancakanmbel-mbel yang dibagi-
bagikan kepada tetangga dinamakan mbrokohi turunan. Kemudian setelah sang
bayi berusia lima hari dibutkan juga mbel-mbel sepasaran lalu saat bayi
berusia sembilan hari juga dibuatkan mbel-mbel selapan.14
Ada ritual yang diamakan penamaan tembuni yang dibedakan antara pria
dan wanita. Penamaan tembuni bagi anak laki-laki ditanam didalam rumah
agar si anak laki-laki itu ketika dewasa bisa membantu sang ayah dalam
mencari penghasilan. Sementara itu, anak perempuan tembuninya ditanam
diluar rumah dengan harapan si anak cepat mendapat jodoh.
2. Upacara Kematian
13 Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora
Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 25 13 14
Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),h.
107
58
Masyarakat Samin memiliki tata cara tersendiri dalam hal kematian.
Sama seperti halnya kelahiran, kematian juga merupakan peristiwa yang biasa
saja. Menurut orang Samin, orang yang mati itu disebut sebagai salin
sandhangan (berganti pakaian). Ini maksudnya apabila roh lepas dari raga
(jasmani, tubuh) jiwa mereka masih tetap hidup dengan memakai jasad yang
baru. Manusia tidak pernah mati, yang mati dan rusak itu adalah jasadnya saja.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah Samin Surosentiko sampaikan yaitu:
“Wong enom mati uripe titip seng urip. Bayi udah nangis nger niku
sukma ketemu raga. Dadi makane wong niku boten mati. Nek ninggal
sandhang iku nggeh. Kedah sabar lan trokal sing diarah turun temurun. Dadi
ora mati nangging kumpul sing urip. Apik wong salawase sepisan, dadi wong
salawase dadi wong”.15
Orang yang meninggal itu (salin sandhangan) dikemudian hari akan
melanjutkan hidup dengan jasad yang lain. Jika ia berprilaku baik, ia akan
dihidupkan kembali menjadi hewan atau yang lainnya. Hal ini mirip dengan
konsep reinkarnasi dalam ajaran agama Hindu.16
Tata cara pemakaman orang Samin sangatlah sederhana sebab salin
sandhang merupakan hal yang cukup lumrah, Tata cara pemakaman dan alat
pengusung jenazah serta payung dibuat secara mendadak, Sampai di
pemakaman, keranda, pengusung dan payung diletakkan disekitar kuburan lalu
dipreteli (dirusak) supaya tidak memenuhi tempat.
15
Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora
Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 31 16
Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia.
(Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.39
59
Tidak ada arah dan kiblat tertentu mengenai arah mayat yang harus
dikubur. Kondisi makam pun terkesan seadanya, ditambah dengan keadaan
makam yang tak diberi nisan dan hanya tanda saja dengan sepotong kayu.
Seperti halnya makam mbah Engkrek, itu hanya diberi kayu sebagai tanda
dengan tanah yang sudah rata.
3. Berdo‟a Menurut Masyarakat Suku Samin
Aktivitas warga Samin dikategorikan aktivitas kumulatif jika
dilaksanakan semua pengaku ajaran Samin, sedangkan aktivitas nonkumulatif
adalah aktivitas peribadatan yang tidak dilaksanakan semua pengaku ajaran
Samin (bersifat individu). Komunitas Samin yang saleh, dalam beraktivitas
biasanya selalu diawali dengan berdo‟a. 17
Do‟a tersebut terdapat perbedaan
ungkapan karena perbedaan tokoh yang memberi petuah. Seperti contoh do‟a
menyembelih hewan “Yang bumi, aji aku jaman, jamanku...(menyebutkan
nama diri) Sandang pangan tukule bumi. Etika dan tata cara berdo‟anya dengan
ngenengno cipto, roso, lan karso kang supoyo biso kasembadan sejo lan karep
kanti neng (ngeningke cipto), neng (kudune meneng), lan nep (ngenepno roso
yoiku onone siro utowo ingsun, wujud iro wujud ingsun) kalayan rungu tan
rinungu, ono roso tan rinoso, ono gondo tan ginondo. Bentuk peribadatan
warga Samin berupa berdo‟a ketika semedi dengan prinsip nindakno neng-
neng meneng, nenuwun marang yeng momong jiwo rogo, bakale keturutan
pengangenane (melaksanakan konsentrasi dengan diam (semedi), memohon
17 Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora
Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 35 17
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.28
60
pada pemelihara jiwa raga agar harapannya terpenuhi) dan wong urip kudu
percoyo, ora keno mujo kayu-watu, sing dipujo awae dewe (orang hidup harus
percaya adanya Yai (Tuhan) tidak boleh memuja kayu-batu, yang dipuja adalah
dirinya (awak dewe) terdiri dari kesatuan (manunggaling kawulo marang gusti)
dan adanya manusia karena adanya Tuhan. Kata Yai bermakna kabeh yeng
ngayahi (semua kebutuhan hidup manusia dicukupi Tuhan) dan keberadaan
manusia sebagai hamba (putu Adam). Permohonan masyarakat Samin kepada
Tuhan menyertakan peran lingkungannya yang Samin dan non-Samin,
misalnya kematian atau sunatan (ngislamke/brahikke/khitanan) berbentuk
brokohan. Hal itu bertujuan untuk mendoakan agar yang masih hidup selamat
dan yang telah mati tercapai angan-angan berupa menjadi asal manusia yang
menitis pada anak cucu menjadi orang yang baik.
Semedi merupakan bagian dari jalan menuju ketenangan dan
kebahagiaan hidup manusia. Semedi sebagai proses introspeksi diri (eling)
pada diri dan perilakunya. Semedi atau Samadi18
merupakan istilah khas dalam
agama Hindu sebagai cara kebaktian kepada Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha
Esa dengan memusatkan pikiran dan jiwa. Dalam falsafah Hindu, semadi pada
tahap kedelapan pelaksanaan yoga, merupakan situasi batin yang sunyi dan
sebagai sumpah suci, pasrah diri sepenuhnya dalam berkontemplasi mengatasi
segala kesukaran hidup. Untuk menuju konsentrasi, harus melalui tiga
tingkatan yakni konsentrasi persiapan (parikamma-samadhi), konsentrasi
tetangga (upacara-samadhi), dan konsentrasi penuh (appana-samadhi).
18
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.30
61
BAB IV
DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS
MASYARAKAT SUKU SAMIN
A. Konsep Tuhan dalam Ajaran Suku Samin
Masyarakat Samin mengaku beragama Adam yang di dalam ajarannya
berprinsip bahwa etika adiluhung sebagai pegangan hidup. Esensi ajaran Adam
dipegang teguh dalam prinsip ajaran dan menjauhkan prinsip pantangan
keSaminan. Agama Adam sebagai perwujudan pengucap (tandeke neng
pengucap, opo wae thukule soko pengucap), laku (perilaku), dan penganggo
(pakaian). Pengucap bermakna jika berbicara tidak berbohong dan konsisten
dengan yang diucapkan. Laku diwujudkan dalam berprilaku tidak melanggar
prinsip Samin dan melaksanakan poso (puasa). Penganggo adalah segala piranti
(pakaian) yang digunakan. Keberadaan Adam dianggap sebagai orang pertama di
dunia agar dunia sejahtera (donyo rejo) dan sebagai penguasa tunggal (Yai).
Lahirnya Adam karena sabdo tunggal Yai,1 adanya Yai (Tuhan) karena
adanya Adam (ono iro ono ingsung, wujud iro wujud ingsun. Aku yo kuwe, kuwe
yo aku, wes nyawiji ). Artinya ada kamu ada saya, wujud kamu adalah wujud
saya. Aku adalah kamu, kamu adalah aku, sudah menjadi satu. Yai (yeng ngayahi
samubarang kabutuhane putu) putu nduwe kewajiban, putu njaluk Yai kanti
ngeningke cipto, roso lan karso kang supoyo biso kasembadan sejo lan karep
kanti neng neng lan nep. Yai (Tuhan) bermakna dzat pemenuh hajat hidup
1 Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.56
62
makhluk, makhluk pun memiliki kewajiban. Makhluk memohon hanya
kepadaNya dengan mengheningkan cipta (semedi) dan berprilaku yang baik.
Munculnya istilah Adam bermakna ugeman atau pegangan hidup. Adam
juga sebagai bukti pemahaman Warga Samin terhadap nama manusia pertama
(Adam) ciptaan Tuhan (Yai) di dunia. Agama Adam mengajarkan ibadah.
Peribadatan Samin berprinsip nindakno nengneng meneng, nemuwun marang
yeng momong jiwo rogo, bakale keturunan pengangenane. Artinya melaksanakan
konsentrasi dengan diam (semedi), memohon pada pemelihara jiwa raga agar
harapan terpenuhi.
Prinsip ibadahnya wong urip kudu percoyo (orang hidup harus percaya),
ora keno mujo kayu-watu (tidak bisa menyembah kayu ataupun batu), adanya
kesatuan (manunggaling kawulo marang gusti) dan adanya manusia karena
adanya Tuhan.2 Kata Yai bermakna kabeh yeng ngayahi (semua yang menguasai),
kebutuhan hidup manusia dicukupi Tuhan dan keberadaan manusia sebagai cucu
Adam.
Agama Adam tidak bersangkut paut dengan proses pewahyuan karena
mutlak berasal dari ide dasar leluhur/orang tua yang diikuti secara turun temurun
kepada generasi Samin.3 Samin sebagai sebuah ajaran mengedepankan nilai-nilai
etika yang bersifat hubungan vertikal (manembah) yang esensinya mengakui
dirinya bahwa ada yang lebih tinggi dalam kehidupan yakni Tuhan (Yai).
Agama Adam yang dianut oleh masyarakat Samin berbeda dari praktek
sinkretisme yang lazim terjadi di antara masyarakat Jawa. Hal ini karena agama
2 Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.60
3 Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h. 31
63
Samin hampir tidak memberi tempat praktek ajaran agama lain. Meskipun
demikian, Agama Adam tetap harus dilihat dalam konteks kepercayaan
masyarakat Jawa yang terpusat di seputar aktivitas agrikultural (pertanian).
Kepercayaan tradisional Jawa digunakan masyarakat Samin sebagai sarana
memperkuat solidaritas dan menangkal pengaruh dari luar. Masyarakat Samin
menolak segala bentuk ajaran dari luar, baik Islam maupun Hindu dan
menghendaki ajaran yang murni Agama Jawa dan bebas dari pengaruh asing
dalam bentuk apapun. Konsekuensinya yaitu, mereka menjaga jarak dengan
penduduk Jawa yang telah memeluk agama.
B. Pandangan Tokoh Agama Suku Samin di Dusun Jepang tentang Tuhan
dalam Ajaran Samin
Menurut pemaparan Hardjo Kardi4 seluruh masyarakat Suku Samin atau
penganut Agama Adam mereka mengenal Tuhan atau Yai dengan beberapa
pandangan yaitu dengan melihat Sifat-sifat Tuhan, kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, takdir dan kebebasan manusia serta konsep iman.
1. Sifat-sifat Tuhan
Berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan masing-masing tokoh agama,
memberikan pendapat yang berbeda-beda. Walaupun terkadang antara
tokoh agama satu dengan yang lain dalam memberikan argumen tentang
permasalahan ini, ada kemiripan ataupun kesamaan atas pemikiran dan
pandangannya.
4 Hardjo Kardi adalah Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo
Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.
64
Menurut Mbah Harjo Kardi,5 ia mengatakan bahwa Tuhan dalam
ajaran Samin mempunyai sifat, karena Tuhan itu adalah diri kita sendiri
punya sifat-sifat yang sudah jelas dan pasti kalau Tuhan itu mempunyai
sifat. Di antara sifat-sifat Tuhan adalah Sang Hyang Maha Luhur, Hyang
Maha Luwih (lebih), Maha Agung, Maha Welas. Menurut dia sifat-sifat
yang dimiliki Tuhan dan yang dimiliki manusia itu hampir sama, karena
sifat yang dimiliki Tuhan itu melebur dalam diri manusia yang kemudian
menjadi sifat-sifat manusia. Dengan kata lain, Tuhan beserta sifat-sifatnya
berada dalam diri manusia.
Bapak Bambang6 berpendapat tentang sifat-sifat Tuhan dalam
ajaran Samin yaitu mengakui dan meyakini bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat, karena beliau berpendapat dirinya adalah Tuhan dan Tuhan
adalah dirinya. Dirinya mempunyai sifat sudah pasti kalau Tuhan juga
mempunyai sifat-sifat.
Menurut bapak Bambang :
Ingsung sejatine pengeran lan pengeran sejatine ingsun, ingsun
pengeran damel awak ingsun pangeran damel garwo ingsun lan pengeran
damel keluarga ingsun. Ingsun gadah sifat-sifat, sifat pengeran lan sifat
ingsun niku sami. sejatinipun leres ingsun niki pengeran.
Artinya : Saya sebenarnya adalah Tuhan dan Tuhan sebenarnya
adalah saya, Tuhan yang membuat diri saya istri saya dan keluarga saya,
5 Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 6 Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat
Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur)
Pada Tanggal 29 Desember 2016.
65
saya punya sifat, sifat saya dan sifat Tuhan itu sama, sebenarnya benar
kalau saya ini adalah Tuhan.
Menurut bapak Karjono7 Tuhan dalam ajaran Samin memang
mempunyai sifat-sifat, hal ini karena pada diri manusia juga mempunyai
sifat-sifat. Tuhan itu adalah diri manusia itu sendiri. Aku adalah Tuhan
dan Tuhan adalah aku begitu menurut pandangan bapak Karjono. Aku
mempunyai sifat pengasih begitu juga Tuhan mempunyai sifat pengasih.
Antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Tuhan sama, tidak ada bedanya.
Karena sifat Tuhan sudah melekat pada diri manusia, oleh karenanya diri
manusia adalah Tuhan.
Bapak Qorib8 berpendapat bahwa dalam ajaran Samin memang
mengimani kalau Tuhan mempunyai sifat-sifat, dan sifat-sifat itu sama
seperti sifat manusia, karena menurutnya ajaran Samin memang
mengatakan bahwa Tuhan adalah aku. Memang menurutnya
kedengarannya terasa aneh tapi itulah ajaran itulah keyakinan ada yang
percaya dan ada yang tidak percaya sama sekali.
2. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Menurut Mbah Harjo Kardi9, berkaitan dengan masalah kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, beliau berpendapat bahwa Tuhan dalam
7 Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun
Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29
Desember 2016. 8 Wawancara Pribadi dengan Qorib Subagyo (humas bakesbangpol (Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli) Pada 29
Desember 2016. 9 Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
66
ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya dengan manusia
yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa yang ia inginkan.
Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan, manusia sendiri yang
dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu berkuasa terhadap
dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia inginkan. Manusia
secara utuh mempunyai kekuasaan untuk melakukan sesuatu yang mereka
bisa. Kekuasaan untuk berbuat, kekuasaan untuk bicara dan kekuasaan
untuk melakukan sesuatu.
Seperti itu juga pandangan bapak Bambang10
, mengenai kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan. Tuhan sebagai Khalik dan manusia sebagai
hamba atau ciptaanNya, manusia tanpa kehendak Tuhan tidak bisa berbuat
apa-apa. Tetapi manusia tetap mempunyai kemampuan untuk bertindak,
berbuat dan melakukan apapun selama manusia berusaha penuh untuk hal
itu.
Menanggapi permasalahan kekuasaan dan kehendak Mutlak
Tuhan. Bapak Bambang berpandangan, bahwa dalam ajaran Samin Tuhan
sejatinya adalah diri manusia itu sendiri maka untuk itu kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan ada dan bersatu melebur pada diri manusia itu
sendiri. Manusia adalah Tuhan bagi dirinya sendiri, maka manusia
mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak untuk melakukan apa
yang ia inginkan. Semua yang ingin ia perbuat adalah muncul dari diri
10
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya
Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
67
manusia atas kekuasaan dirinya dan kehendaknya, tanpa kekuasaan dan
kehendak atas dirinya maka yang ia perbuat itu tidak akan muncul.
Bapak Karjono11
Menjelaskan, bahwa kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan ada pada diri manusia itu sendiri. Apa yang ia inginkan
berarti secara langsung itu merupakan kehendak Tuhan. Dan pandangan
itu yang menurut dia yakini benar.
3. Takdir dan Kebebasan Manusia
Menurut Mbah Harjo Kardi12
, pandangan beliau tentang takdir dan
kebebasan manusia dalam ajaran Samin yaitu takdir dan kebebasan
manusia sebenarnya kembali kepada keyakinan ajaran Samin yang
menganggap dirinya sendiri adalah Tuhan. Bahwa takdir itu melekat pada
dirinya sendiri, dan takdir itu merupakan bagian dari diri manusia, dirinya
yang menciptakan takdir itu oleh karena itu manusia sudah diatur oleh
dirinya sendiri. Sedang kebebasan manusia menurut beliau dalam ajaran
Samin itu relatif, manusia tidak mempunyai kebebasan karena sudah
ditakdirkan dalam hal apapun tetapi agak membingungkan karena dalam
ajaran Samin yang menciptakan takdir itu manusia sendiri konsekuensinya
dari keyakinan bahwa Tuhan adalah dirinya sendiri.
Keyakinan ajaran Samin mengenai takdir dan kebebasan manusia
menurut beliau takdir itu ada, dan yang menciptakan takdir itu adalah
Tuhan sedangkan aku adalah Tuhan berarti kalau begitu bisa ditarik
11
Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun
Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29
Desember 2016. 12
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
68
kesimpulan bahwa takdir itu yang menciptakan dirinya sendiri. Sedangkan
kebebasan manusia itu tidak ada karena sudah terikat dengan takdir itu.
Dalam persoalan takdir dan kebebasan manusia, bapak Bambang13
berpendapat bahwa dalam ajaran Samin meyakini akan takdir Tuhan,
tetapi takdir itu beliau yang membuat terhadap dirinya, ini tidak lepas dari
ajaran Samin yang menganggap aku adalah Tuhan. Menurut beliau takdir
ini melekat pada dirinya karena Tuhan adalah dirinya, Tuhan yang
menciptakan takdir itu, maka beliau secara tidak langsung yang
menentukan takdir itu. Sedang kebebasan manusia itu tidak ada karena
sudah ditetapkan oleh takdir yang dibuat oleh dirinya sendiri, secara penuh
manusia bertanggung jawab atas dirinya karena telah menetapkan takdir
itu, manusia terikat oleh takdir yang mereka tentukan.
Menurut bapak Karjono14
, pemahaman beliau tentang takdir dan
kebebasan manusia dalam ajaran Samin yaitu, takdir adalah ketetapan
yang diciptakan oleh Tuhan dengan kata lain beliaulah yang menciptakan
takdir itu, karena ia berkeyakinan bahwa dia adalah Tuhan itu sendiri dan
manusia terikat oleh takdir itu. Jadi manusia dalam hal ini tidak
mempunyai kebebasan sama sekali setelah ia menentukan takdir itu, tetapi
manusia tetap mempunyai kebebasan untuk membuat ketetapan itu.
13
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya
Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 14
Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun
Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29
Desember 2016.
69
4. Konsep Iman
Menurut Mbah Harjo Kardi15
, beliau berpendapat bahwa Iman
dalam ajaran Samin berupa kepercayaan dalam hati kemudian diucap
dengan lisan dan dilakukan dengan tindakan. Iman tak cukup dalam hati
menurutnya, kalau seperti itu bukan mengimani tetapi hanya sekedar
meyakini. Antara keyakinan dalam hati, ucapan dan tindakan itu harus
sama, seperti orang Samin yang selalu jujur dan lugu dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Mbah Harjo Kardi : Keyakinan sak njeruning ati sak
njeruning ucap lan sak njeruning lakon, ingsung ngucap ingkang ingsun
yakini, lakon ingsun ingkang ingsun yakini saking ucap ingsun. Artinya :
Keyakinan itu ada di dalam hati dan di dalam pengucapan serta dalam
perbuatan, saya mengucapkan apa yang saya yakini, dan saya meyakini
apa yang saya ucap.
Dengan demikian antara hati, ucapan dan tindakan itu harus sesuai
dan saling terkait. Menurut beliau aku tidak akan bicara kalau tidak ada
keyakinan dalam hatinya dan beliau tidak akan bertindak kalau tidak ada
keyakinan dalam hatinya. Berkenaan dengan masalah konsep iman ini,
bapak Bambang16
berpendapat bahwa Iman dalam ajaran Samin itu apa
yang kita yakini dalam hati kemudian diucapkan dengan lisan dan harus
ada tindakan.
15
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 16
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya
Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
70
C. Moralitas Masyarakat Suku Samin
Dalam ajaran Suku Samin prinsip dasar beretika berupa pantangan untuk
tidak drengki (membuat fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung atau
membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik
keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain), nyiyo marang sapodo
(berbuat nista terhadap sesama penghuni alam), pantangan hidupnya dalam
berinteraksi adalah bedok (menuduh), colong (mencuri), Pethil (mengambil
barang yang masih menyatu dengan alam atau masih melekat dengan sumber
kehidupannya), jumput (mengambil yang telah menjadi komuditas di pasar), nemu
(menemukan barang menjadi pantangan). Lima pantangan dasar ajaran Samin
meliputi, tidak boleh mendidik dengan pendidikan formal, tidak boleh bercelana
panjang, tidak boleh berpeci, tidak diperbolehkan berdagang, dan tidak
diperbolehkan beristri lebih dari satu.17
Etika Samin tercermin dalam pelaksanaan ajaran Samin yang mengandung
prinsip hidup berupa kejujuran, kesetiakawanan, kesederhanaan, kebersamaan,
keadilan dan kerja keras.18
Prinsip dasar beretika adalah berupa pantangan untuk
tidak drengki (memfitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung atau
membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati, keinginan
untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain).
Ajaran tersebut pada dasarnya ajaran agama universal, dan melaksanakan
ajaran tersebut sangatlah ditentukan oleh diri warga Samin, bukan karena simbol
17
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.62 18
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h. 43
71
menjadi pengikut agama atau kelompok tertentu. Maksudnya orang Samin
berpeluang menjadi warga yang taat dan dapat pula menjadi warga yang tidak taat
terhadap ajaran Samin.
Disini penulis akan memaparkan ajaran Moralitas Suku Samin pada
beberapa bagian yaitu :
1. Melawan Penjajah
Masyarakat Suku Samin membuat perlawanan terhadap Belanda
yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Selain melakukan aksi heroik ala
Robin Hood, kiyai Samin juga mengajarkan sebuah metode baru untuk
melawan para penjajah kulit putih kepada rakyat jelata. Metode ini cukup
unik, tapi pada akhirnya benar-benar mampu membuat pemerintah
penjajah Belanda geram. Salah satu metode tersebut mengajak rakyat
untuk tidak membayar pajak apapun kepada Negara (Belanda) karena
hanya akan memperkaya para pejabat saja.19
Kyai Samin (Samin Surosentiko/pendiri ajaran Samin) juga
mengajarkan kesederhanaan dan hidup selaras dengan alam kepada para
pengikutnya.20
Mereka mengatakan bahwa alam Jawa bukanlah milik
penjajah. Untuk itulah banyak warga Samin yang membuat pusing
Belanda, ketika mereka dengan seenaknya mengambil kayu dan ranting
dari hutan-hutan jati yang dikelola pemerintah. Padahal orang Samin
19
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008) h.42 20
Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia.
(Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.22
72
hanya mengambil sebatas yang mereka butuhkan. Tidak pernah mereka
menebang kayu untuk dijual kembali.
2. Perdagangan
Ada banyak hal yang cukup unik dan menarik jika berbicara
mengenai suku Samin, salah satunya yaitu pada bahasa yang mereka
gunakan sehari-hari. Walaupun menggunakan bahasa Jawa akan tetapi
dialeg serta sistem bahasa mereka berbeda dengan yang ada di masyarakat
Jawa pada umumnya. Demikian pula tentang etika dan tata cara
berpakaian mereka. Mereka sering terlihat memakai pakaian serba hitam.
Apalagi kaum Samin yang tidak pernah memakai peci, celana jeans
apalagi kaos oblong.
Tapi yang paling unik adalah mengenai pandangan hidupnya.
Orang sikep sangat menjunjung tinggi kejujuran, welas asih, persaudaraan
dan mencintai lingkungan hidup serta alam semesta.21
Dalam komunitas
sedulur sikep tidak ditemukan satu anggota komunitas pun yang berprofesi
sebagai pedagang.
Bagi mereka perdagangan adalah pintu masuk bagi ketidak jujuran,
keserakahan dan hedonisme. Memang dalam perdagangan dikenal dengan
istilah laba atau keuntungan. Laba inilah yang nantinya menjadi tujuan
bahkan sering orang menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Tetapi
hal itu tidak berlaku bagi orang Samin. Laba adalah cerminan ketidak
jujuran. Suatu hal yang sangat diharamkan dalam ajaran Samin.
21
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.35
73
Suku Samin yang kebanyakan berprofesi sebagai petani juga
menolak menggunakan barang-barang elektronik. Mereka lebih memilih
menggunakan kerbau untuk membajak sawah daripada traktor. Itulah
mengapa kaum Samin sangat memuliakan alam. Kelestarian alam adalah
berarti kelestarian kehidupan. Sedang kehancuran alam berarti juga
hancurnya kehidupan mereka.
3. Pernikahan dan Poligami
a. Pernikahan dengan sesama pengikut Samin
Pernikahan dengan sesama pengikut Samin merupakan langkah
yang strategis agar generasi baru tersebut dapat melanjutkan ajaran
nenek moyang Samin.22
Antisipasi ini dilakukan dengan cara agar
mereka berada dalam satu lingkungan yang sama sehingga akan
menjauhkan dari pengaruh budaya luar akulturasi dan asimilasi.
b. Tidak boleh Beristri lebih dari Satu
Memadu dua keluarga dalam ikatan perkawinan terjadi hampir
disemua masyarakat. Tak terkecuali di masyarakat Samin, menikah
menjadi sesuatu yang biasa terjadi untuk memperpanjang keturunan.
Perbedaanya ada pada tata cara perkawinan dan adat yang digunakan.
Pada dasarnya adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Samin
adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam kelompok sendiri dan
menganut prinsip monogami. Menurut mbah Hardjo Kardi (Kepala
Suku Samin Dusun Jepang) Dalam pola perkawinan ini yang dianggap
22
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008) h.31
74
ideal adalah istri cukup hanya satu untuk selamanya (bojo siji kanggo
sak lawase). Seperti yang tertuang dalam prinsip Ajaran Samin
bahwasannya tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu. Hal ini
dilakukan agar konflik dalam berkeluarga tidak akan terjadi.23
D. Implementasi Ajaran Moralitas Samin terhadap Perilaku Masyarakat
Samin dalam Kehidupan Sehari-hari
Masyarakat selalu berada dalam proses perubahan, bergerak secara
dinamis mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan faktor-faktor yang
melingkupinya. Tidak ada masyarakat di dunia ini yang stagnan tanpa perubahan,
walaupun masyarakat primitive sekalipun. Demikian juga dengan masyarakat
Samin. Tujuan utama didirikan gerakan Samin sebenarnya adalah untuk
memberikan pertolongan kepada masyarakat daerah sekitar yang dinilai berada
dalam kondisi yang memprihatinkan, sebagai akibat dari penjajahan Kolonial
Belanda yang secara langsung berpengaruh pada kehidupan yang membuat
masyarakat menjadi menderita.
Penjajahan Kolonial Belanda ini membawa masyarakat Samin pada
ketimpangan sosial, dimana para penjajah Belanda menempati posisi yang
terhormat dalam hirarki sosial yang disebabkan oleh kekayaan yang dipungutnya
secara paksa dari masyarakat serta penolakan merekat terhadap ajaran Islam yang
dinilainya tidak berasal dari khazanah pengetahuan budaya masyarakatnya.
Berdasarkan masalah tersebut maka gerakan Samin yang di pelopori oleh Samin
Surosentiko mulai muncul dan berkembang.
23
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
75
Sebuah komunitas masyarakat jika dalam kehidupannya memiliki aturan
dan berpedoman pada ajaran moral ataupun etika sudah bisa dipastikan hidupnya
akan tentram. M.Athiyah Al Abrasyi yang berpendapat bahwa: “Tujuan ajaran
akhlak/moral dalam Islam adalah membentuk manusia berakhlak mulia, keras
kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkakhlaku dan
perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, iklas, jujur dan suci”.24
Orang Samin dalam hal bertingkah laku selalu memegang pada dua
konsep yaitu kejujuran dan kebenaran. Untuk melakukan kedua hal tersebut,
mereka memiliki ajaran yang disebut dengan “Pandom Urip” (pedoman hidup)
yaitu “ojo srei, drengki, dahwen, open, kemeren panesten, rio sapodo-podo,
mbedak, colong playu, kutil, jumput, nemok wae emoh”(jangan sombong, iri hati,
bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, menginginkan hak milik orang
lain, cemburu, bermain judi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di
jalan). Untuk mengawasi perilaku penganutnya, maka dilakukan dengan cara
hukuman batin, yaitu orang yang melakukan kesalahan akan diperolok-olok oleh
penganut Samin lainnya dan kemudian mereka akan dipanggil oleh sesepuh
Samin.
Dengan demikian bisa diambil kesimpulan bahwa penanaman ajaran moral
sangatlah kental pada diri masyarakat Samin, larangan untuk sombong, iri hati,
bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, menginginkan hak milik orang
lain, cemburu, bermain judi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di
jalan adalah sebuah bukti proses penanaman ajaran akhlak/ moral.
24
M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1970) h. 104.
76
Jadi peran sesepuh Samin sangat besar dalam mengawal tingkah laku
sosial masyarakat. Oleh karena itu apabila sosok sesepuh merosot kharismanya,
maka akan mungkin terjadi pergeseran dan perubahan. Perubahan identitas dan
tradisi pada suatau kelompok masyarakat, pada dasarnya dapat dilihat dari
perspektif perubahan kebudayaan.
Mengenai pandangan agama, kaum Samin yang masih memegang kuat
ajarannya memiliki pandangan bahwa semua agama adalah sama dan semua
ajaran agama mengajarkan tentang kebaikan. Hal ini sebenarnya telah dijelaskan
dalam al-Qur’an bahwa Tuhan tidak memaksakan sesorang dalam beragama,
sebagaimana firman-Nya yang artinya sebagai berikut:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui. (QS. Al baqorah :256)25
Pandangan mereka yang demikian itu berpangkal pada pendirian bahwa
manusia sama saja, tidak ada bedanya, karena sama-sama makhluk hidup yang
memiliki kepetingan yang sama pula yang berbeda adalah tingkah laku dan budi
pekertinya. Pandangan ini telah lama tertanam dalam ajaran agam islam,
sebagaimana firman Allah dalam Surat al Hujaraat yang artinya sebagai berikut:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
25
M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1970) hlm. h.42
77
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS. Al Hujuraat : 13)26
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia terdiri
dari beberapa golongan, ras, suku bangsa dan lain-lain tanpa membeda-bedakan,
artinya manusia seisi dunia ini dalam pandangan Allah sama, yang bisa
membedakan manusia satu dan manusia lainnya adalah derajat ketaqwaannya.
Menurut pengikut Samin meskipun orang Samin telah memeluk agama,
namun apabila tingkah lakunya jahat, tidak hidup rukun sesama manusia artinya
mereka juga tidak ubahnya seperti hewan yang memiliki sifat jahat.
Selain itu peneliti menemukan bahwa masyarakat Samin hidup dengan
amat sederhana, mereka hanya bertani dan tidak ada yang berminat menjadi
pejabat. Ajaran-ajaran dari leluhur terus mereka pegang dengan erat, tidak ada
yang saling iri hati, salah satu contohnya adalah bantuan-bantuan yang diberikan
kepada masyarakat Samin selalu dibagi dengan rata, diurut sesuai dengan
kemampuan ekonomi, yang paling tidak mampu menjapat jatah pertama, begitu
selanjutnya sampai semua kebagian.
Hal tersebut mencerminkan sifat adil, dan tidak adanya ras iri antara satu
dengan yang lain, selain itu akibat terbiasa hidup dengan sederhana, masyarakat
Samin tidak serakah dengan harta.
Pada dasarnya sampai saat ini prilaku masyarakat Samin dalam kehidupan
sehari-hari sangatlah relevan dengan apa yang diajarkan oleh para pendahulunya,
26
M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1970) hlm., h.517
78
mereka menghindari kekerasan, menjauhi sifat iri hati, dengki, dan tidak
mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Ajaran Samin Surosentiko sangat berdampak besar terhadap keadaan
masyarakat Samin pada era saat ini, masyarakat Samin tetap menjaga
kesederhanaan ditengah modernitas.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dengan sejarah
yang panjang, masyarakat Samin hidup dengan berbagai macam keterbatasan,
namun keterbatasan yang selalu menyelimuti masyarakat Samin dalam kehidupan
sehari-hari tersebut tidak sedikitpun melunturkan semangat untuk hidup.
Masyarakat Samin terkenal sebagai komunitas masyarakat yang giat dalam
bekerja, berakhlak mulia dan kukuh mempertahankan ajaran luhur dari nenek
moyangnya.
1. Ajaran Masyarakat Samin
Dalam menjalani hidup, masyarakat Samin juga tak bisa jauh-jauh dari
pedoman yang telah diajarkan oleh para pendahulunya, masyarakat Samin
memiliki kitab yang berisi tentang aturan-aturan hidup, mulai dari ketika baru
lahir hingga meninggal dunia. Semua terangkum secara teratur dan juga
lengkap.
Kitab Samin tersebut berjudul Serat Jamus Kalimosodo yang terdiri dari
5 ajaran pokok, yaitu (a) Serat Punjer Kawitan, yang memuat ajaran tentang
silsilah raja-raja Jawa (b) Serat Pikukuh Kasejaten, berisi tentang ajaran tata
cara perkawinan masyarakat Samin (c) Serat Uri-uri Pambudi, berisi tentang
konsep keluhuran hidup, seperti larangan untuk berbuat dengki, iri, bertengkar,
makan yang bukan hak, dan mencuri. Selain itu dalam serat ini juga
menjelaskan ajaran tentang menjaga ucapan dan anjuran untuk sabar serta giat
80
dalam bekerja (d) Serat Jati Sawit, memuat filosofi hidup becik ketitik, olo
ketoro, sopo goroh bakal gronoh, sopo salah bakal seleh bahwa yang berbuat
baik akan mendapatkan balasan yang baik pula sedangkan yang berbuat jelek
akan mendapatkan balasan yang setimpal (e) Serat Lampahing Urip. Serat ini
berisi tentang hitung-hitungan primbon sebagai mana masyarakat jawa kuno
pana umumnya.
2. Ajaran Ketuhanan Masyarakat Suku Samin
Masyarakat Samin mengaku beragama Adam. Lahirnya Adam karena
sabdo tunggal Yai, adanya Yai (Tuhan) karena adanya Adam (ono iro ono
ingsung, wujud iro wujud ingsun. Aku yo kuwe, kuwe yo aku, wes nyawiji ).
Artinya ada kamu ada saya, wujud kamu adalah wujud saya. Aku adalah kamu,
kamu adalah aku, sudah menjadi satu.
Masyarakat Suku Samin atau penganut Agama Adam mereka mengenal
Tuhan atau Yai dengan beberapa pandangan yaitu dengan melihat Sifat-sifat
Tuhan, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, takdir dan kebebasan manusia
serta konsep iman.
3. Nilai Ajaran Moralitas Pada Masyarakat Suku Samin
Nilai adalah sesuatu yang dianggap berharga, nilai bisa bersumber dari
tuhan, dari masyarakat, maupun individu. Masyarakat Samin hidup dengan
penuh nilai luhur, beberpa contohnya ialah mereka mempercayai bahwa
manusia pertama adalah adam, dan mereka adalah keturunan adam, hal itu
terus ditanamkan secera turun temurun, kepercayaan bahwa adam adalah
81
manusia pertama termasuk dalam nilai yang bersumber dari tuhan, karena
berpedoman pada nash dan tidak bisa di ganti.
Kemudian dalam menjalani hidup masyarakat Samin melarang untuk
sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain,
menginginkan hak milik orang lain, cemburu, bermain judi dan mengambil
barang orang lain yang tercecer di jalan, larangan-larangan tersebut masuk
dalam nilai yang bersumber dari masyarakat, karena berkaitan dengan sikap
sehari-hari, berpedoman pada penilaian masyarakat, dan diwariskan secara
turun temurun.
Secara tidak langsung masyarakat Samin selama ini telah giat
mengamalkan proses ajaran moralitas, dengan saling memberi tauladan,
memberi nasehat, dan introspeksi diri. Ajaran moralitas yang membentuk
manusia berakhlak mulia, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sopan
dan beradab, ikhlas, jujur dan suci juga telah mereka wujudkan dengan ajaran-
ajaran luhur mereka.
Tak hanya itu saja, setelah diurai dan diteliti, kandungan dari ajaran-
ajaran pokok masyarakat Samin sama dengan apa yang diperintahkan oleh
Allah kepada hambanya, beberapa ajarannya sesuai dengan beberapa ayat-ayat
dalam Al-Qur’an. Hal tersebut menandakan bahwa ajaran Samin juga penuh
akan nilai-nilai akhlak yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
82
4. Implementasi Ajaran Samin terhadap Prilaku Masyarakat Samin dalam
Kehidupan Sehari-hari
Orang Samin dalam hal bertingkah laku selalu memegang pada dua
konsep yaitu kejujuran dan kebenaran. Untuk melakukan kedua hal tersebut
mereka memiliki ajaran yang disebut dengan “Pandom Urip” (pedoman
hidup) yaitu “ojo srei, drengki, dahwen, open, kemeren panesten, rio sapodo-
podo, mbedak, colong playu, kutil, jumput, nemok wae emoh”(jangan
sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain,
menginginkan hak milik orang lain, cemburu, bermain judi dan mengambil
barang orang lain yang tercecer di jalan). Untuk mengawasi perilaku
penganutnya, maka dilakukan dengan cara hukuman batin, yaitu orang yang
melakukan kesalahan akan diperolok-olok oleh penganut Samin lainnya dan
kemudian mereka akan dipanggil oleh sesepuh Samin.
Tak hanya itu saja perintah untuk tidak berbuat iri, dengki, dan
bermusuhan antara satu dengan yang lain juga benar-benar diimplementasikan
oleh masyarakat Samin, mereka tak pernah berebut ketika ada bantuan yang
datang, semua mereka pasrahkan kepada kepala adat, dan kepala adatpun
membagikannya dengan adil dan tanpa pandang bulu.
Kebiasaan hidup dengan sederhanalah yang membuat masyarakat
Samin bisa survive dengan cara yang demikian, iklim damai, tentram, dan anti
kekerasan sangat terasa jika kita berada di tengah-tengah masyarakat Samin.
Tak pernah ada kasus korupsi, suap menyuap, ada bahkan saling bermusuhan,
yang ada hanya hidup bersama dengan rukun dan saling gotong royong.
83
Kebencian masyarakat Samin terhadap permusuhan dan kedzaliman
merupakan warisan moral dari para pendahulu mereka, jika berkaca pada
sejarah, masyarakat Samin dulu sangat giat dalam melawan penjajah, mereka
menganggap bahwa para penjajah tidak memiliki hak atas tanah-tanah,
tanaman, dan harta rakyat Indonesia, karena itulah masyarakat Samin sangat
gencar melakukan perlawanan. Cara melawanannya sangat unik, meskipun
berstatus melawan tetapi masyarakat Samin tetap menjunjung tinggi prinsip
mereka untuk menghindari kekerasan, oleh karena itu cara perlawanan mereka
adalah dengan membangkang atau tidak mematuhi perintah penjajah.
B. Saran
Peneliti berharap penelitian ini bisa memberikan referensi baru khususnya
tentang Tuhan dan Moralitas dalam ajaran masyarakat Samin. Selain itu peneliti
menyadari bahwa dalam penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
peneliti mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat hal yang belum lengkap
atau belum dicantumkan dalam penelitian ini.
Peneliti akan sangat bersyukur dan mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya apabila penelitian ini bisa bermanfaat, dan bisa menjadi
rujuakan terkait permasalahan ketuhanan dan moralitas dalam ajaran masyarakat
Samin.
Adanya masukan maupun kritik dari para pembaca sangat diharapkan oleh
peneliti demi berkembangnya kualitas peneliti dalam melakukan penelitian.
84
DAFTAR PUSTAKA
Afia, Neng Darol. Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di
Indonesia. (Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999).
Al Abrasyi, M.Athiyah. Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam,
Penerjemah: Bustami. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (
Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
Azwar, Syaifuddin. Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998)
Ba’syin, Anis Sholeh. M.Anis Ba’syin. Samin (Mistisisme Petani di
tengah Pergolakan).(Gigih Pustaka Mandiri.2014).
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa
(Jakarta: Pustaka Jaya,1989).
Hazlitt, Henry. Dasar-dasar Moralitas (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2003).
J. Meolong Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung PT Remaja
Rosdakarya, 2007).
Kartapradja Kamil . Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.
(Surabaya : CV Amin).
Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat
ini dibawa oleh Mbah Hardjo Kardi.
L Pals, Daniel. Seven Theories of Religion. Penerjemah Inyiak Ridwan
Muzier (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011).
Mulder,“Saminisme and Budhisme: A not on Field visit to a Samin
Community”, Asian Quartely, A Journal from Europe, No. 3. 1974.
Mumfangati, Titi dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin,
Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata, 2004).
85
Noer Aly, Hery dan Munzier S. Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Frika
Agung Insani,2000).
Nurudin dkk, Agama Tradisional : Potret Kearifan Hidup Masyarakat
Samin Tengger (Yogyakarta: LKIS, 2003).
Ratna, Nyoman Kutha. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu
Sosial Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Rosyid, Moh, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008).
Rosyid, Moh. Kodifikasi Ajaran Samin . (Yogyakarta : Kepel Press 2010).
Subagya Rahmat, Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan
Agama. (Yogyakarta : Yayasan Kanisius, 1976).
Sufaat N, Beberapa Pembahasan tentang Kebatinan. ( Yogyakarta : Kota
Kembang, 1985).
Susilo, Joko. Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat
Samin dan Tengger (Yogyakarta : UMM Press, 2003).
Suwarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan
Jawa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005).
Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di
Dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan).
UU No.1/PNPS/1965 Pasal 1 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Terhadap Agama.
Winarno, Sugeng. Samin: Ajaran Kebenaran yang Nyeleneh dalam Agama
Tradisional Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
(Yogyakarta:LKiS, 2003).
86
Wawancara :
Mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur)
Bapak Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku
Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur)
Bapak Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang
Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur)
Bapak Qorib Subagyo (humas bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli)
Kang Badrus Sholih (Budayawan Bojonegoro dan Pemerhati Masyarakat
Samin)
Bapak Kastari (kepala Dukuh Jepang Margomulyo Bojonegoro)
Kasmidjan (Tokoh masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Margomulyo
Bojonegoro)
Data Desa Margomulyo Bulan Juli 2016
87
Lampiran 1
Surat Bukti Penelitian
88
89
90
Lampiran 2
Bukti Wawancara
91
92
93
94
95
Lampiran 3
Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan Wawancara
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai
Sifat-sifat ?
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku
Samin ?
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut
Masyarakat Suku Samin ?
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran
ketuhanan ?
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ?
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin
?
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan
oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran
moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ?
96
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Hasil Wawancara
Nama : Hardjo Kardi
Jabatan : Kepala Suku Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo
Bojonegoro
Tanggal Wawancara : 29 Desember 2016
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
Ugeman Adam . Agama Adam.
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
Nggeh percados. Iya Percaya.
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
Yai, Robbi.
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
Tuhan yo niku seng kito imani, ingkang pangabul hajate menungso. Tuhan
adalah semua yang kita imani yang selalu mengabulkan keinginan
manusia.
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu
mempunyai Sifat-sifat ?
Percaya.
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat
Suku Samin ?
97
Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai sifat, karena Tuhan itu adalah diri
kita sendiri punya sifat-sifat yang sudah jelas dan pasti kalau Tuhan itu
mempunyai sifat. Diantara sifat-sifat Tuhan adalah Sang Hyang Maha
Luhur, Hyang Maha Luwih (lebih), Maha Agung, Maha Welas. Menurut
dia sifat-sifat yang dimiliki Tuhan dan yang dimiliki manusia itu hampir
sama, karena sifat yang dimiliki Tuhan itu melebur dalam diri manusia
yang kemudian menjadi sifat-sifat manusia. Dengan kata lain, Tuhan
beserta sifat-sifatnya berada dalam diri manusia.
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
menurut Masyarakat Suku Samin ?
Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya
dengan manusia yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa
yang ia inginkan. Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan,
manusia sendiri yang dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu
berkuasa terhadap dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia
inginkan. Manusia secara utuh mempunyai kekuasaan untuk melakukan
sesuatu yang mereka bisa. Kekuasaan untuk berbuat, kekuasaan untuk
bicara dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang
ajaran ketuhanan ?
Tidak ada batasan usia.
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku
Samin ?
98
Ajaran dari Ki Samin Surosentiko, Serat Jamus Kalimosodo. Di
Bojonegoro juga memakai Serat Pameling Kalimosodo.
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
Punya.
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
Tidak boleh iri dengki, tidak mencuri, tidak berdagang, tidak menikah
lebih dari satu dan lain sebagainya.
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku
Samin ?
Serat Uri-uri Pambudi.
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
Moralitas adalah ajaran tingkah laku yang harus diterpkan dan dijalankan
sampai kapanpun.
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu
dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah
implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari ?
Ajaran moralitas masih dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Suku Samin. Penerapannya yaitu dengan tetap menjaga dan
mempergunakan apa yang telah diajarkan dalam ajaran Samin.
99
Hasil Wawancara
Nama : Bapak Bambang Suyitno
Jabatan : Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin
Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa
Timur
Tanggal Wawancara : 31 Desember 2016
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
Agama Adam.
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
Percaya.
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
Yai.
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
Tuhan adalah dia yang mengabulkan semua keinginan makhluknya.
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu
mempunyai Sifat-sifat ?
Percaya.
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat
Suku Samin ?
Saya mengakui dan meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, karena
saya berpendapat saya adalah Tuhan dan Tuhan adalah saya. Saya
mempunyai sifat sudah pasti kalau Tuhan juga mempunyai sifat-sifat
100
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
menurut Masyarakat Suku Samin ?
Tuhan sebagai Khalik dan manusia sebagai hamba atau ciptaanNya,
manusia tanpa kehendak Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi manusia
tetap mempunyai kemampuan untuk bertindak, berbuat dan melakukan
apapun selama manusia berusaha penuh untuk hal itu.
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang
ajaran ketuhanan ?
Setahu saya tidak ada batasan usia.
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku
Samin ?
Iya semua ajaran yang diajarkan oleh Ki Samin Surosentiko.
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
Punya.
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
Tidak boleh mencuri, berdagang dan lain-lain sebagainya.
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku
Samin ?
Serat Uri-uri Pambudi.
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
Ajaran Moralitas Masyarakat Suku Samin adalah merupakan wujud dari
uniknya masyarakat suku Samin, untuk itu ajaran moral ini harus tetap
dipertahankan.
101
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu
dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah
implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari ?
Iya digunakan. Penerapannya yaitu dengan tetap menjaga ajaran tersebut
dalam kesehariannya.
Hasil Wawancara
Nama : Bapak Karjono Hadi
Jabatan : Sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang
Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur
Tanggal Wawancara : 02 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
Agama Adam.
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
Percaya .
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
Yai.
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
Yai yang memenuhi semua keinginan manusia.
102
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu
mempunyai Sifat-sifat ?
Percaya.
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat
Suku Samin ?
Sifat Tuhan sama dengan sifat-sifat manusia, misalnya saya punya sifat
pengasih maka Tuhan juga punya sifat pengasih.
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
menurut Masyarakat Suku Samin ?
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan ada pada diri manusia itu sendiri.
Apa yang ia inginkan berarti secara langsung itu merupakan kehendak
Tuhan. Dan pandangan itu yang menurut dia yakini benar.
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang
ajaran ketuhanan ?
Tidak diberikan batasan usia, selama dia sudah siap dan mampu.
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku
Samin ?
Ajaran yang dibawa Ki Samin Surosentiko.
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
Punya.
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
Tidak boleh berdagang, tidak boleh menikah lebih dari satu dan tidak
boleh mencuri, iri dan lain-lain.
103
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku
Samin ?
Serat Uri-uri Pambudi.
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
Moralitas suku Samin adalah ajaran yang harus dipertahankan untuk tetap
menjaga eksistensi masyarakat suku Samin.
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu
dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah
implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari ?
Masyarakat Suku Samin masih menggunakan ajaran moralitas dalam
kehidupannya sehari-hari. Penerapannya yaitu dengan tetap menjaga
ajaran yang diwariskan dalam menjalani kehidupan.
Hasil Wawancara
Nama : Bapak Qorib Subagyo
Jabatan : Humas bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli
Tanggal Wawancara : 04 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
Agama Adam yang kami anut sejak dulu.
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
Percaya.
104
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
Yai.
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
Yai yang memenuhi permintaan hambanya.
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu
mempunyai Sifat-sifat ?
Percaya.
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat
Suku Samin ?
Sifat-sifatnya sama dengan sifat manusia karena sejatinya manusia itu
sendiri adalah Yai.
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
menurut Masyarakat Suku Samin ?
Yai dan manusia itu mempunyai kekuasaan yang sama, sama-sama bisa
berkuasa.
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang
ajaran ketuhanan ?
Tidak dibatasi usia. Sesiap dan semampunya
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku
Samin ?
Serat Jamus Kalimosodo, kalau di Bojonegoro sendiri ada Serat Pameling
Kalimosodo
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
Punya.
105
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
Salah satunya yaitu ajaran tidak boleh mencuri, tidak boleh menikah lebih
dari satu dan lain-lainnya masih banyak.
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku
Samin ?
Serat Uri-uri Pambudi.
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
Bagi saya ajaran moralitas itu harus selalu ditanamkan untuk tetap
mengukuhkan ajaran dan keutuhan masyarakat Suku Samin.
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu
dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah
implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari ?
Masih dipergunakan semua ajarannya sampai saat ini, terutama ajaran
etika atau moral. Dalam masyarakat ajaran moral sangat diterapkan.
Hasil Wawancara
Nama : Mbah Sidah
Jabatan :Istri dari Mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Jepang
Bojonegoro)
Tanggal Wawancara : 06 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
Masyarakat Suku Samin sejak dahulu berpegang pada Agama Adam.
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
106
Percados/ Percaya
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
Yai utawi Robbi
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
Yai niku ingkang menuhi hajat sekabehe menungso, Yai adalah pemenuh
hajat semua manusia.
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu
mempunyai Sifat-sifat ?
Menungso gadah sifat jelas Yai nggeh gadah sifat saestu. Percados .
Manusia itu punya sifat jadi Tuhan ya punya sifat. Percaya
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat
Suku Samin ?
Sifate Yai sami kaleh sifat-sifate menungso. Mergo Yai niku nggeh kulo.
Sifat Tuhan itu sama dengan sifat-sifat manusia. Karena Tuhan itu adalah
saya sendiri.
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
menurut Masyarakat Suku Samin ?
Yai nduweni kuwoso koyo dene menungso yo nduwe kuoso. Tuhan
mempunyai kuasa sama halnya dengan manusia yang mempunyai kuasa.
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang
ajaran ketuhanan ?
Sakwalehe anggone purun ngimani Yai. Mboten di batesi yuswo.
Semaunya atau sesiapnya dia mau meyakini atau mengimani Yai. Tidak
dibatasi usia.
107
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku
Samin ?
Sekabehe ajaran ingkang diajarken kaleh Ki Samin Surosentiko kulo
yakini. Pedomane nggeh niku ten kitab Serat Jamus Kalimosodo. Semua
ajaran yang dibawa oleh Ki Samin Surosentiko kita percaya. Pedomannya
ya itu kitab Serat Jamus Kalimosodo.
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
Punya .
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
Mboten angsal iri srei drengki, nyolong nggeh mboten angsal, kawin
luweh siji nggeh mboten angsal, dagang niku yo mboten angsal lan sak
liya-liyane katah. Tidak boleh iri dengki, mencuri ya tidak boleh, menikah
lebih dari satu ya tidak boleh, berdagang ya gak boleh dan lain-lainnya.
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku
Samin ?
Serat Uri-uri Pambudi.
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
Ajaran akhlak/moral adalah ajaran yang harus terus dijaga dan dilestarikan
untuk menjaga keutuhan masyarakat Suku Samin.
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu
dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah
implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari ?
108
Masyarakat Suku Samin sampai saat ini masih selalu mempergunakan
ajaran moralitas dalam melangsungkan hidup sehari-hari di masyarakat.
Penerapannya yaitu saling menjaga dan melindungi satu sama lain dalam
kehidupan sehari-hari.
Hasil Wawancara
Nama : Bapak Kastari
Jabatan : Kepala Desa Margomulyo Bojonegoro
Tanggal Wawancara : 06 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ?
Agama Adam
2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
Percaya
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ?
Yai, Robbi
4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ?
Yai adalah Dzat yang maha memenuhi keinginan atau Hajat makhluknya
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu
mempunyai Sifat-sifat ?
Sangat Percaya, karena manusia saja memiliki sifat masak Yai tidak
6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat
Suku Samin ?
109
Sifat Tuhan dan Sifat-sifat saya itu sama ya. Karena Tuhan itu adalah saya
jadi sifat-sifat saya ya sifat-sifat Tuhan juga.
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
menurut Masyarakat Suku Samin ?
Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya
dengan manusia yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa
yang ia inginkan. Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan,
manusia sendiri yang dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu
berkuasa terhadap dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia
inginkan.
8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang
ajaran ketuhanan ?
Tidak dibatasi usia, semau dan sesiap dia saja
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku
Samin ?
Masyarakat Samin meyakini atau mengimani semua ajaran yang berasal
dari Ki Samin Surosentiko, yaitu percaya pada kitab Serat Jamus
Kalimosodo .
10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ?
Punya, dan kami juga melakukan pendidikan akhlak/moral kepada anak
setiap harinya
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ?
Banyak ajaran moral yang diajarkan salah satunya yaitu tidak boleh iri
dengki, tidak mencuri tidak berdagang dan lain-lain masih banyak.
110
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku
Samin ?
Ajarannya ada pada Serat Jamus Kalimosodo pada bagian Serat Uri-uri
Pambudi.
13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ?
Moralitas yaitu ajaran tingkah laku yang wajib ditanamkan kepada
keturunan kita seperti halnya apa yang diajarkan oleh nenek moyang kita.
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu
dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah
implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari ?
Kami Masyarakat Suku Samin masih sangat mempergunakan ajaran
moralitas/ tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Dan kami sangat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat sampai saat ini.
111
Lampiran 5
Foto Kegiatan Lapangan
Foto 1 : Gapura Selamat Datang Kabupaten Bojonegoro
Foto 2 : Kantor Kecamatan Margomulyo
112
Foto 3 : Salah satu rumah Masyarakat Suku Samin Jepang
Foto 4 : Mata pencaharian Warga Samin yaitu bidang Pertanian
113
Foto 5 : Balai Budaya Masyarakat Suku Samin
Foto 6 : Upacara Kematian warga Samin
114
Foto 7 : Adat pernikahan Putra Mbah Hardjo Kardi
115
Foto 8 : Kepala Suku Samin (Mbah Hardjo Kardi)
116
117
Foto 9 : Rumah Mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Jepang)
Foto 10 : Penulis Mengisi daftar Tamu di Rumah Mbah Hardjo Kardi
118
119
Foto 11 : Silsilah Keturunan Samin Surosentiko