wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar...

102
Rukun Islam Dalam Perspektif Hakikat (Hakikat Syahadat) Oleh : Bocah Angon Mercubuanaraya.com Pembuka Banyak dari umat islam pernah mendengar slogan " jadilah islam secara kaffah." Apakah beragama itu harus "kaffah"? "Kaffah" itu artinya adalah menyeluruh. Jawaban yang harus diberikan adalah “Wajib”. Kenapa?, satu alasan yang pasti adalah agar kita, yang mengaku sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan sebagai manusia yang beragama mampu dan bisa memahami orang lain. Kenapa demikian?, Karena setiap agama memberikan tuntunan untuk menjadi manusia yang baik. Dengan manusia menjadi “kaffah” tentunya dalam memahami ajaran yang dianutnya akan menjadikannya menjadi manusia yang “universal”. Manusia yang tidak hanya memahami apa yang dianut olehnya akan tetapi juga memahami apa yang di yakini oleh orang lain. Sehingga orang tersebut tidak termasuk golongan orang-orang yang “picik”. Orang yang picik adalah orang yang mengikuti keinginan dirinya sendiri tanpa memperhatikan apa yang diinginkan orang lain. “ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? (QS. Yunus 10 : 99)

Upload: hoangtuyen

Post on 03-Mar-2018

300 views

Category:

Documents


38 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Rukun Islam Dalam Perspektif Hakikat(Hakikat Syahadat)

Oleh : Bocah AngonMercubuanaraya.com

 

Pembuka

   Banyak dari umat islam pernah mendengar slogan " jadilah islam secara kaffah." Apakah beragama itu harus "kaffah"? "Kaffah" itu artinya adalah menyeluruh. Jawaban yang harus diberikan adalah “Wajib”. Kenapa?, satu alasan yang pasti adalah agar kita, yang mengaku sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan sebagai manusia yang beragama mampu dan bisa memahami orang lain. Kenapa demikian?,  Karena setiap agama memberikan tuntunan untuk menjadi manusia yang baik.

   Dengan manusia menjadi “kaffah” tentunya dalam memahami ajaran yang dianutnya akan menjadikannya menjadi manusia yang “universal”. Manusia yang tidak hanya memahami apa yang dianut olehnya akan tetapi juga memahami apa yang di yakini oleh orang lain. Sehingga orang tersebut tidak termasuk golongan orang-orang yang “picik”. Orang yang picik adalah orang yang mengikuti keinginan dirinya sendiri tanpa memperhatikan apa yang diinginkan orang lain.

“ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? (QS. Yunus 10 : 99)

 

“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus 10 : 100)

   Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu Rukun Islam. Ibarat sebuah rumah, Rukun Islam merupakan tiang-tiang atau penyangga bangunan keislaman seseorang. Di dalamnya tercakup hukum-hukum Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. “Sesungguhnya Islam

Page 2: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

itu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa di buIan Ramadhan” (HR. Bukhari Muslim).

   Rukun Islam merupakan landasan operasional dari Rukun Iman. Belum cukup dikatakan beriman hanya dengan mengerjakan Rukun Islam tanpa ada upaya untuk menegakkannya. Menegakkannya adalah dengan cara menjalankan yang termaktub dalam rukun iman ataupun rukun islam. Akan tetapi apabila menjalankan tanpa tahu esensi terkandungnya (makna sebenarnya) tentunya apa yang dilakukan menjadi sebuah  kesiasiaan.

Syahadat adalah persaksian manusia saat masih dialam RUH hingga DUNIA terhadap eksistensi Tuhan

“ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al A'raaf 7 : 172 )

   Seseorang yang telah menyatakan Laa ilaaha ilallaah berarti telah siap bertarung melawan segala bentuk ilah di luar Allah di dalam kehidupannya. Allah menegaskan hal tersebut dalam salah satu firman-NYA ;

“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al 'Ankabuut 29 : 2)

   Makna terkandung dengan “melawan segala bentuk ilah diluar Allah” adalah melawan apapun yang membuat “ilah” kita berubah, baik yang secara kasat mata kelihatan ataupun tidak. Secara kasat mata, seperti : Harta, Tahta, dan wanita. Secara tidak kelihatan seperti sifat kesombongan, keangkuhan, dsb.

   Banyak orang “mengaku” berTuhan, akan tetapi dalam tindakkannya sama sekali tidak mencerminkan kalau orang tersebut berTuhan, seperti membikin keonaran atas nama agama, Korupsi, kerusakan, dll.

  Saat “ditempa” oleh Tuhan mengeluh bahkan menghujat Tuhan, sebagai contoh “ Kejam sekali engkau Tuhan, telah memberikan ujian dan cobaan segini berat, bencana alam, hutang,

Page 3: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

kesengsaraan, dll”.  Hal ini secara jelas menegaskan, bahwa Tuhan dari orang tersebut adalah uang, harta, tahta, wanita, dll.

  Selain itu, apabila kita melakukan kilas balik terhadap sejarah perkembangan agama dunia hingga nama-nama besar pembawanya, tidak pernah beliau-beliau mengajarkan kekerasan. Bahkan lebih jauh lagi apabila kita lihat didalam kitab-kitab suci masing-masing agama tidak pernah memerintahkan untuk “memusuhi” dan bahkan “menghancurkan” orang yang berbeda iman. Semuanya menganjurkan untuk menjadi manusia yang bermanfaat terhadap sesama dan alam semesta.

   Tapi kenapa fakta yang terjadi sekarang ini adalah saat ada perbedaan khususnya tentang keyakinan, dipastikan yang terjadi adalah penghancuran atau pengrusakan. Sehingga hal ini akan menimbulkan pertanyaaan yang baru, antara lain adalah “apakah agama yang di anut oleh manusia yang melakukan penghancuran, pengrusakan adalah agama yang benar?”, “apakah Tuhan dalam berfirman tidak jelas, sehingga dalam prakteknya manusia menjadi salah kaprah?”, “apakah yang salah manusianya?”, atau “bahkan kesemua pertanyaan diatas benar semua?”

   kadang kita terlalu cepat ‘memagari diri’ dari istilah-istilah yang kita anggap tidak berada dalam domain yang sama dengan agama kita. Terlalu cepat ‘mengkafirkan’. Bukan mengkafirkan orang lain, tapi mengkafirkan bahasa (lain). Dengan memagari diri seperti ini, apalagi dengan didahului prasangka, maka dengan sendirinya kita akan semakin sulit saja memahami hikmah kebenaran yang Dia tebarkan di mana-mana.

Padahal, dalam Qur’an pun Allah menjelaskan bahwa keberagaman adalah tanda dari-Nya juga.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Ar Ruum 30 : 22)

   Dengan beberapa bahasan diatas, dan dengan izin Tuhan kami beranikan diri untuk menulis hal ini, dengan harapan kita memahami dan meyakini segala hal yang telah digariskan Tuhan untuk manusia. Sehingga dalam menjalani hidup ini kita, manusia, sebagai “Utusan-NYA” mampu menjalankan Tugas dan Tanggung Jawab sebagai khalifah, sebagai manusia pilihan guna merakhmati seluruh alam.

   Walaupun bahasan tentang “RUKUN ISLAM DALAM PERSPEKTIF DUNIA HAKIKAT” dikupas dalam kupasan islami, akan tetapi makna terkandung dari kupasan ini tidak hanya untuk orang yang beragama islam saja, akan tetapi untuk semua umat manusia yang sedang berjalan dalam memahami kebesaran Tuhan. Sekaligus untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang islam sendiri yang dilontarkan oleh rekan-rekan “perjalanan” , baik itu dari rekan-rekan islam ataupun rekan-rekan yang mengambil jalan berbeda.

Page 4: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Sura’ An-Nahl 16 : 125)

[845]. Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

“ Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz Dzaariyaat 51 : 55)

 2. Derajat Orang BerilmuTidurnya orang yang berilmu lebih ditakuti daripada sholatnya orang yang tidak berilmu

Imam Syafi’i pernah berkata: menuntut ilmu lebih afdhol daripada shalat nafil (shalat tahajjud)

Allah berfirman :” Apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu ? Hanyalah orang yang berakal yang bisa mengambil pelajaran.” (QS. Az-Zumar 39 : 9)

Imam Bukhari berkata: “Ilmu itu sebelum berkata dan beramal”

   Tentu saja tidak akan pernah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu sebagaimana tidak sama pula orang yang hidup dengan orang yang mati, yang mendengar dengan yang tuli, dan orang yang melihat dengan orang yang buta.Ilmu adalah cahaya yang bisa dijadikan petunjuk oleh manusia sehingga mereka bisa keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Ilmu menjadi penyebab diangkatnya derajat orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dari kalangan hamba-Nya.:”Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (QS. Al Mujadalah 58 : 11).

  Seorang hamba sejati adalah orang yang beribadah kepada Allah atas dasar ilmu dan telah jelasnya kebenaran baginya.”Katakanlah ! :Inilah jalanku yang lurus, aku mengajak manusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku lakukan beserta pengikutku. Maha Suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang musyrik.” (QS. Yusuf 12 : 108).

Page 5: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Seorang manusia yang bersuci dan dia tahu bahwa dia berada dia atas cara bersuci yang sesuai dengan hukum syariat, apakah orang ini sama dengan orang yang bersuci hanya karena dia melihat cara bersuci bapaknya atau ibunya ? Manakah yang lebih sempurna dalam melakukan ibadah diantara keduanya ?

Dengan ilmu seseorang beribadah kepada Allah berdasarkan bashirah, maka hatinya akan selalu terpaut dengan ibadah dan hatinyapun akan terterangi dengan ibadah itu sehingga dia melakukannya berdasarkan hal itu dan menganggap bahwa hal itu sebagai ibadah dan bukan hanya sebagai adat (kebiasaan).

Dan diantara keutamaan ilmu yang terpenting adalah sebagai berikut :

Pertama :

  Ilmu adalah warisan para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan dirham ataupun dinar, yang mereka wariskan hanya ilmu, maka barang siapa yang telah mengambil ilmu maka berarti dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi.

Kedua :

  Ilmu itu abadi sedangkan harta adalah fana (akan rusak). Contohnya adalah Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia termasuk sahabat yang faqir sehingga dia sering terjatuh mirip pingsan karena menahan lapar. Dan –Demi Allah- saya bertanya kepada kalian apakah nama Abu Hurairah selalu disebut di kalangan manusia pada zaman kita sekarang atau tidak ? Ya, namanya banyak disebut sehingga Abu Hurairah mendapatkan pahala dari pemanfaatan hadis-hadisnya, karena ilmu akan abadi sedangkan harta akan rusak . Maka Engkau hai para penuntut ilmu wajib memegang teguh ilmu. Di dalam suatu hadis Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam menyatakan : ” Apabila anak Adam mati maka putuslah segala amalnya kecuali tiga. Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakan otang tuanya.”

Ketiga :

     Pemilik ilmu tidak merasa lelah dalam penjaga ilmu. Apabila Allah memberi rizki kepadamu berupa ilmu, maka tempat ilmu itu adalah di dalam hati yang tidak membutuhkan peti, kunci, atau yang lainnya. Dia akan terpelihara di dalam hati dan terjaga di dalam jiwa dan dalam waktu yang bersamaan diapun menjagamu karena dia akan memeliharamu dari bahaya atas izin Allah. Maka ilmu itu akan menjagamu sedangkan harta engkaulah yang harus menjaganya yang harus engkau simpan di peti-peti yang terkunci, sekalipun demikian hatimu tetap tidak tenang.

Keempat :

    Dengan ilmu manusia bisa menjadi para saksi atas kebenaran. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

Page 6: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga

menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali 'Imran 3 : 18)[188]. Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.

Engkau menjadi orang yang bersaksi bagi Allah bahwa tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Dia beserta para malaikat yang menyaksikan keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kelima :

     Ahli ilmu termasuk salah seorang dari dua golongan ulil amri. yang wajib ditaati berdasarkan perintah Allah. “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri diantara kalian…..”(QS. An Nisa 4 : 59).

   Ulil amri disini mencakup ulil amri dari kalangan para penguasa dan para hakim, ulama dan para penuntut ilmu. Maka wewenang ahli ilmu adalan menjelaskan syariat Allah dan mengajak manusia untuk melaksanakannya sedangkan wewenang penguasa adalah menerapkan syariat Allah dan mewajibkan manusia untuk melaksanakannya.

Keenam :

     Ahli ilmu adalah orang yang melaksanakan perintah Allah Ta’ala sampai hari kiamat. Yang menjadi dalil tentang hal itu adalah hadis Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa dia berkata : Saya mendengar Rosul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda : “ Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan membuat orang itu faham tentang agamanya. Saya hanyalah Qosim dan Allah Maha Pemberi. Dan di kalangan ummat ini akan selalu ada sekelompok orang yang selalu tegak di atas perintah Allah, mereka tidak akan dimadharatkan oleh orang-orang yang munyelisihi mereka sehingga datang urusan Allah.” (HR. Bukhari).

Imam Ahmad telah berkata tentang kelompok ini :” Bila mereka bukan ahli hadis maka saya tidak tahu lagi siapa mereka itu.”

Al Qadhi Iyyadh Rahimahullah berkata :” Maksud Imam Ahmad adalah ahli sunnah dan orang yang meyakini madzhab ahli hadis.”

Ketujuh :

     Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam tidak pernah memotivasi seseorang agar iri kepada orang lain tentang suatu nikmat yang Allah berikan kecuali dua macam nikmat :

1). Mencari ilmu dan mengamalkannya.2). Pedagang yang menjadikan hartanya sebagai alat untuk memperjuangkan Islam.

Page 7: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Sebuah hadis dari Abdullah Bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda :” Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal : seseorang yang diberi harta oleh Allah lalu dia habiskan hartanya itu untuk membela kebenaran. Dan seseorang yang dibeli ilmu oleh Allah lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya.”

Kedelapan :

     Diterangkan dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Abu Musa Al Asy’ary Radhiyallahu ‘Anhu dari nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam , beliau bersabda :” Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah telah mengutus aku dengan membawa keduanya adalah seperti hujan yang menimpa bumi,maka diantara bumi itu ada tanah yang baik (gembur) yang menyerap air dan menumbuhkan tumbuhan dan rumput yang banyak. Ada pula tanah yang keras yang bisa menahan air, lalu Allah memberi manfaat kepada manusia dari tanah itu,mereka minum dan bercocok tanam. Hujan pun menimpa tanah yang lain yaitu Qii’aan yang tidak bisa menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput. Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan bisa memberi manfaat dari apa yang Allah telah mengutusku dengan membawa ajaran ini , lalu dia mengetahui dan mengajarkannya, dan perumpamaan orang yang tidak mau mengangkat kepalanya untuk hal itu dan orang yang tidak mau menerima petunjuk dari Allah yang aku diutus dengan membawa petunjuk itu.” 

Kesembilan :

     Ilmu adalah jalan menuju surga. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadis Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda :” Dan barang siapa yang menelusuri jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga..”

 Kesepuluh :

     Diterangkan dalam sebuah hadis Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata : Telah berkata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam :” Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuat orang itu faham tentang agamanya.” Artinya Allah akan menjadikan orang itu faqih tentang agama Allah Azza Wajalla. Dan faqih tentang agama Allah bukanlah maksudnya memahami hukum-hukum amaliyah tertentu menurut ahli ilmu berdasarkan ilmu fiqih saja akan tetapi maksudnya adalah : ilmu tauhid dan ushuluddin dan apa-apa yang berkaitan dengan syariat Allah Azza Wajalla. Seandainya tidak ada keterangan dari kitab dan sunnah kecuali hadis ini saja tentang keutamaan ilmu, maka inipun sudah sempurna dalan memberikan dorongan untuk mencari ilmu syariat dan pemahaman terhadapnya.

 Kesebelas :

     Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan hidup seorang hamba, maka diapun akan mengetahui bagaimana beribadah kepada Rabbnya dan bagaimana cara bergaul dengan sesama hamba-Nya, maka jalan hidupnya akan selalu berada di atas ilmu dan bashirah.

 Kedua belas :

Page 8: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

     Orang yang berilmu adalah cahaya yang menerangi manusia dalam urusan agama dan dunia mereka. Tidaklah samar dalam ingatan kebanyakan manusia tentang orang yang telah membunuh 99 orang dari kalangan Bani Israil lalu dia bertanya tentang orang yang paling berilmu dimuka bumi lalu dia ditunjukkan kepada seorang abid (ahli ibadah) lalu dia bertanya apakah dia bisa tobat ? Sio abid menganggap dosanya terlalu besar sehingga dia menjawab : Tidak ! Lalu dibunuhnya si abid tadi sehingga genap 100 orang, lalu dia pergi ke seorang alim (orang yang berilmu) lalu dia bertanya kepadanya maka si alim menjawab bahwa dia bisa tobat dan tidak ada yang bisa menghalangi antara dia dengan tobatnya, lalu dia menunjuki orang itu ke satu negeri yang penduduknya salih agar dia datang ke negeri itu, lalu diapun pergi, tapi di tengah jalan maut menjemput. Kisah ini amat masyhur.

Perhatianlah perbedaan antara seorang alim dan seorang jahil.

 Ketiga belas :

   Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat ahli ilmu di akhirat dan di dunia. Adapun di akhirat maka Allah mengangkat derajat mereka sesuai dengan da’wah dan amal yang mereka lakukan. Sedangkan di dunia Allah akan mengangkat mereka di kalangan hamba-Nya sesuai pula dengan amal mereka. Allah berfirman :” Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara dan yang berilmu beberapa derajat.” (QS. Al Mujadalah : 11).

3. Tahapan Perjalanan Menuju Allah    Seperti yang telah diketahui dalam dunia spiritual islam terbagi dalam 4 (empat) tingkatan. Tingkatan tersebut adalah Syariat, Tarikat, Hakekat dan Makrifat. (Baca : Bima dan Dewaruci (Serat Dewa Ruci)). Dalam tiap tingkat tentunya mengandung arti dan makna masing-masing.

    Sebelum masuk dalam bahasan inti sesuai judul, maka kita kupas dulu makna tiap tingkat tersebut dalam dunia hakikat atau makna. Hal ini dilakukan agar apa yang akan dibahas selanjutnya mengalir sesuai makna hakekat (makna sebenarnya). Dalam dunia olah spiritual khususnya perjalanan menuju Tuhan disimbolkan dengan buah kelapa ataupun jari tangan. Hal ini menggambarkan segala sesuatu yang terhampar di alam semesta ini adalah sebuah perlambang bagi manusia (hubungan makro kosmos dan mikro kosmos) dan alam semesta dengan segala isinya adalah merupakan “guru” yang baik.

3.1  Syariat   Tingkat pertama adalah syariat. Dalam tingkat ini ibarat “kulit luar kelapa” (red jawa : Sepet), tebal, banyak serat dan rapat. Syariat ketat dengan aturan-aturan dan hukum, seperti aturan dan hukum dalam beribadah, aturan dan hukum perkawinan, dll. Disimbolkan juga dengan jari kelingking.

Page 9: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Gambar 1. Kulit Kelapa (tebal dengan serat yang rapat) sebagai simbolisasi dari tingkat pertama (syariat)

3.2  Tarikat   Tingkat kedua disebut dengan Tarikat. Tingkat ini “keras” laksana “batok kelapa”, karena penuh dengan ritual, seperti shalat, mengaji, puasa, dzikir, dll. Pada tahap ini disimbolkan dengan jari manis. Hal ini mengisyaratkan apabila seorang spiritualis meyakini dengan salah satu metode (shalat, puasa, dzikir, bertapa, semedi, dll), maka dia akan mendapatkan ketenangan.

Gambar 2. Batok Kelapa bertekstur Keras, sebagai perlambang tingkat pencapaian yang penuh dengan ritual

2.3     Hakekat   Tingkat ketiga adalah Hakekat. Pada tingkat ini laksana “daging kelapa”, terlalu tua tidak enak apabila dimakan, terlalu muda juga tidak enak. Pada tahap ini seorang spiritualis dituntut untuk mampu dan bisa “seimbang”.

Page 10: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Gambar 3. "Enak dan tidaknya daging kelapa" sebagai perlambang tingkat Hakekat

Gambar 4. Simbol Keseimbangan

 

   Seperti jari tengah, dari kelima jari dia paling tinggi dengan posisi ditengah-tengah. Apabila pada tahap ini seorang spiritualis “tidak bisa seimbang”, maka manusia yang sampai pada tahap ini akan merasa tinggi hati, sombong. Karena merasa paling pintar, paling “sakti”, dll.Sehingga saat di posisi inilah penentuan bagi sang spiritualis, apakah dia bisa melanjut ke tahap berikutnya atau berhenti pada tingkat tersebut atau bahkan akan jatuh kebawah.

Gambar 5. Simbolisasi Orang Yang Tinggi Hati, Sehingga Selalu Melecehkan sesama

3.4   Makrifat    Tingkat keempat adalah Makrifat. Pada Tahap ini disimbolkan dengan “kesegaran air kelapa”. Setelah menginjak tahap ini, seorang spiritualis akan selalu merasakan “kesegaran” dalam setiap gerak dan langkahnya. Laksana meminum air dari kelapa, kesegarannya merasuk kedalam jiwa dan raga.

Page 11: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Gambar 6. Kesegaran air kelapa sebagai hasil dari sebuah pencapaian pada tingkat makrifat

 

"Pada tahap ini kebenaran sejati akan terkuat. Seperti jari telunjuk yang mampu menunjukkan mana yang salah dan mana yang benar"

 

Gambar 7. Jari telunjuk sebagai simbol orang yang telah sampai pada maqam Makrifat, dia mampu menunjukkan kebenaran sejati (salah satu makna dari gerakan-sholat)

   Dikarenakan kebenaran yang disampaikannya adalah “kebenaran sejati”, maka sering orang menanggapi “kebenaran sejati” itu dengan ketidak kepercayaan, bahkan orang yang telah sampai pada tahap ini sering disebut sebagai orang gila, orang sesat bahkan kafir. Karena apa yang disampaikannya banyak yang tidak diterima oleh pemikiran dan faham yang dianut oleh khalayak ramai.

Sebagai contoh adalah perjalanan Musa untuk belajar kepada Khidir. Nabi khidir menyampaikan pelajarannya dengan “Rasa”, sedangkan Nabi musa menerima pelajaran tersebut dengan menggunakan “Logika”. Sehingga singkat  cerita Nabi Musa selalu bertanya dan komplaint dengan hal-hal yang dilakukan oleh Khidir. Sehingga gagalah musa dalam belajar kepada Khidir. (baca : Perjalanan Nabi Musa&Kisah Nabi Khidir)

 

3.5  Manusia Sejati   Banyak kalangan yang meyakini setelah manusia sampai pada tingkat keempat berarti selesai sudah tugasnya didunia. Apakah memang demikian? Jawabannya adalah Belum!!!!.

Merujuk pada tujuan Tuhan dengan menciptakan dan menurunkan manusia sebagai khalifahnya adalah untuk merakhmati seluruh alam, sehingga tingkat keempat (Makrifat) merupakan sebagai “garis start/awal” bagi manusia untuk menjalankan misi dari Tuhan, Merahmati Seluruh Alam atau Hamemayu Hayuning Bawano dan bukan sebagai garis akhir / garis finish.

 

Page 12: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.Al-Anbiya’21 : 107)

  Agar “diri pribadi” mampu melaksanakan misi dari Tuhan seperti tersebut diatas, hal yang mendasar adalah manusia tersebut harus benar-benar faham dan mengerti akan siapa yang menciptakannya, dari mana kita berasal, kemudian memahami “diri pribadi” dengan tugas yang diembannya hingga kemana akan kembali, ke surga atau neraka atau kembali pada Tuhan. (baca : Sangkan Paraning Dumadi).

   Untuk menjadi manusia sejati, yaitu manusia yang faham dan mengerti akan maksud Tuhan dengan menurunkan manusia ke muka bumi tentunya ada banyak hal yang harus ditempuh. Salah satunya dengan cara olah spiritual seperti yang telah dilakukan oleh Para Nabi, Wali serta kekasih Tuhan yang lain. (Sholat Daim)

   Hal ini digambarkan seperti perjalanan Nabi Muhammad. Nabi mengenal Tuhannya dulu baru bersyariat atau bermasyarakat (baca :   Awal Beragama adalah Mengenal Tuhannya ). Di tanah jawa juga ada seorang wali yang melakukan proses spiritual seperti Nabi Muhammad, beliau mendapatkan gelar sebagai wali glausul alam, yaitu Sunan Kalijaga. Proses pencapaiannya sama, yaitu dengan mengenal Tuhannya dulu baru bermasyarakat. (baca : Sangkan Paraning Dumadi).

  Apakah kita mengakui bahwa Nabi Muhammad sebagai Panutan???!, kalau memang jawabannya adalah YA!!!, kenapa kita tidak melakukan perjalanan seperti beliau?!!!!. Laksana mengidolakan artis, apapun yang dipakai hingga tingkah polah dari artis tersebut  pasti diikuti oleh fansnya. Untuk itu tanyakan pada diri sendiri “ Apakah saya mengidolakan nabi Muhammad apa tidak?”

    Karena tingkat keempat merupakan garis awal “praktek lapangan” maka harus naik lagi ke peringkat kelima. Tingkat terakhir adalah tingkat kelima, dimana manusia telah melewati tingkat pertama hingga tingkat keempat dan apabila mampu “menggulungnya”, maka dia menjadi manusia sempurna yang disebut dengan “insan kamil / Muhammad / Manusia Sejati”, yang disimbolkan dengan jempol tangan.

Gambar 8. Simbol bagi manusia yang mampu menggulung seluruh tahapan  dalam proses mengenal Tuhan

Page 13: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

 

   Setelah seorang manusia mencapai tingkat ini tugasnya adalah menyampaikan “cahaya” kepada siapa saja, tanpa memandang agama, asal, suku, bangsa bahkan strata atau status sosial. Namun apabila “diri pribadi” manusia yang sudah dalam tingkat ini, dan dia tidak menjalankan hal tersebut, maka dia akan “dihinakan”, baik itu oleh manusia bahkan oleh Tuhan dengan disimbolkan dengan jari jempol tangan yang dibalik. Maka, SEBENARNYA PADA TINGKAT KELIMA INILAH TINGKATAN YANG PALING BERAT bagi manusia dalam menjalankan “TITAH” Tuhan sebagai Khalifah didunia ini.

Gambar 9. Jari jempol terbalik sebagai Simbol dari seorang spiritualis yang “jatuh”

4.   Rukun Islam Dalam Perspektif Dunia Makna     Setelah para pembaca memahami hal diatas, marilah kita masuk pada pokok bahasan utama, yaitu Rukun Islam dalam Perspektif Dunia Makna.Dalam memasuki suatu organisasi bahkan hal terkecil seperti komunitas tertentu kita sebagai orang baru pasti akan dikenakan ketentuan-ketentuan khusus terkait kelompok itu. Hal demikian berlaku karena ketentuan-ketentuan tersebut merupakan suatu identitas dari suatu kelompok . Demikian juga dalam kehidupan bereligi.

   Dalam agama Islam salah satu ketentuan yang dalam aplikasinya akan menjadi suatu identitas dari pengikutnya disebut dengan Rukun Islam. Sehingga orang akan dikatakan sempurna sebagai orang islam apabila telah dan mampu menjalankan Rukun Islam tersebut. Rukun Islam tersebut adalah :

a. Syahadatb. Sholatc. Puasad. Zakate. Haji 

Page 14: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

 

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2 : 208)

   Dari ayat al baqarah diatas jelas sekali bahwa yang di panggil pertama kali adalah orang-orang yang beriman, kemudian islam dan larangan mengikuti langkah-langkah setan. Bukannya islam dulu, kemudian orang beriman. Apakah maksudnya???

   Hal ini apabila kita fahami maksudnya adalah semua orang beriman adalah orang islam. Jadi islam bukanlah justifikasi milik satu kelompok atau golongan saja. Akan tetapi islam adalah kelompok yang universal bagi tempatnya orang-orang beriman. Untuk lebih jelasnya baca : Hakekat Iman, Islam dan syetan.

   Sehingga pemaknaan terkait rukun islam diatas haruslah pemaknaan yang universal, pemaknaan yang lugas, tanpa “tedeng aling-aling” (red jawa : tanpa ditutup-tutupi) dengan tanpa memihak satu golongan.

4.1    Syahadat4.1.1  Definisi Syahadat       Kata “syahadat” dalam bahasa arab diambil dari kata “musyahadah” yang artinya “melihat dengan mata kepala”. “Syahadat” adalah mengungkapkan isi hati. Oleh karena itu, “syahadat” haruslah melihat dengan mata kepala sendiri sehingga “diri pribadi” mengandung keyakinan hati yang kokoh dan diungkapkan secara batin dan lisan. Maka, orang yang bersyahadat “Asyahadu an Laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah” berarti ia mengakui dengan lisan dan hati secara yakin dan ia melihat dengan mata kepala. (baca : Hakekat Iman)

4.1.2  Syahadat tauhid       Syahadat (persaksian) ini memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati lalu mengamalkannya melalui perbuatan. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali (kesiasiaan) dengan syahadatnya.

      Seperti “burung beo” yang pandai berkata-kata, saat ditanya akan maksud apa yang dibunyikan, malah si burung akan mengulangi kata-katanya tersebut. Bahkan banyak dari “orang-orang perjalanan” yang telah punya nama besar menyampaikan “kebanyakan orang

Page 15: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

islam seperti seorang pemanah burung, ribuan burung ada didepan mata, akan tetapi tidak jelas sasarannya, yang penting memanah”.

      Sayangnya kata-kata mutiara tersebut sering diartikan menghina atau mencemooh islam. Padahal apabila ditelaah mendalam, kata-kata tersebut memiliki makna yang sangat luar biasa yaitu agar kita sebagai orang islam benar-benar tau, faham dan meyakini sepenuh hati dengan apa yang dilakukan. Makna terkandung yang lain adalah ” KALAU USUL JANGAN ASAL, KALAU ASAL JANGAN USUL”.

      Harapan tersembunyi dari pesan tersebut adalah diharapkan umat islam mengerti, memahami apa yang dilakukan sehingga akan menjadi keyakinan 100% bulat penuh (Haqul Yaqin).

Arti secara bahasa adalah "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah”

Marilah kita kupas satu persatu kata demi kata dalam syahadat ketuhanan ini dengan tanpa mengurangi makna syariat yang telah di yakini sebagaian besar pemeluk agama islam.

4.1.2.1  Bersaksi           Bersaksi, arti kata ini adalah melihat dengan kepala mata sendiri, baru setelahnya akan bersaksi. 

“ Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). “ (QS. Al-Israa’ 17: 72)

 

“Melihat dengan kepala mata sendiri, baru setelahnya akan bersaksi”. Lantas kalau begitu, bagaimanakah cara melihat Tuhan????, caranya hanya satu, yaitu “POTONG LEHER”. Maksud dari potong leher adalah janganlah memakai logika, jangan selalu memakai kepala, akan tetapi menggunakan “RASA”.

      Bagaimana cara agar kita bisa menggunakan “RASA”?, caranya hanya satu, yaitu dengan mempelajarinya dari seorang “Pembimbing Spiritual” yang mengerti dan memahami tata cara dalam mempelajari “Rasa” ini. (Baca : Urgensi Mursyid Dalam Tarekat)

      Alasan kita harus mencari Pembimbing adalah agar kita sebagai seorang perjalanan spiritual“tidak salah dalam melangkah”. Karena “Perjalanan menuju pulang atau Journey To

Page 16: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

The West” penuh dengan liku-liku. Laksana “Gunung dari kejauhan indah, akan tetapi saat di depanya penuh dengan semak berduri, jurang, hewan buas bahkan tebing yang tinggi dan terjal.

Seperti Nabi Adam dibimbing langsung oleh Tuhan, seperti tertuang dalam surat al baqarah ayat 31 berikut ini ;

“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"  (QS. Al Baqarah 2 : 31)

Nabi Adam pun menjadi guru untuk para malaikat. Tertuang dalam Al Baqarah ayat 33 berikut ini ;

Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu," (QS. Al Baqarah 2 : 33)

   Kenapa dalam perjalanan spiritual dibutuhkan seorang “Pembimbing” bukannya seorang guru???, sebab apabila guru yang mengajarkan, maka seorang “anak didik” dalam perjalanan spiritual tidak akan jadi!. Mengapa demikian?, karena seorang guru dalam pengajarannya menggunakan metode “Letter Leg”, A adalah A.

    Sedangkan seorang pembimbing laksana seorang Ibu yang sedang membimbing anaknya dengan sabar untuk belajar berdiri dan berjalan. Sehingga hasilnya tergantung dari si Anak. Kenapa demikian?, hal ini digambarkan oleh perjalanan dari istri nabi ibrahim (Hajar) dalam mencarikan anaknya (ismail) air minum. Hajar berlari kecil dari bukit sofa ke marwah dan dilakukan berulang. Pada ujung akhir perjalanan pencarian air, ternyata yang mendapatkan air adalah ismail sendiri dengan menjejakkan tumitnya ke Tanah.

Nabi Muhammad pun membuktikan bahwa dia adalah seorang pembimbing spiritual, yaitu terkait perintah sholat.

Page 17: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Allah berfirman “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk MENGINGAT-KU’. (QS. At Thoha 20: 14)

   Saat ditanya oleh kuamnya bagaimanakah tata cara sholat?, nabi menjawabnya “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat ". (HR. Bukhari)”.

Kalau andaikan Nabi adalah seorang guru, pasti akan mengajari segala tata cara sholat, akan tetapi nabi mengatakan “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat”. Nabi memahami betul bahwa “Menuju Tuhan” adalah TIDAK ADA CARA, MAKSUDNYA ADALAH SEGALA CARA BISA. 

Sehingga dalam hadistnya nabi menyampaikan “ Tidak diperkenankan segala amal ibadah dan perbuatan seseorang sebelum segala sesuatu yang dilihatnya adalah Tuhan”. Itulah bedanya seorang “Pembimbing Spiritual” dengan “Guru Spiritual”.

      Selain tersebut diatas para nabi dan wali pun semuanya memiliki pembimbing spiritual, seperti Nabi Musa belajar kepada Nabi Khidir, Iskandar Zulkarnain belajar kepada Nabi Khidir, Sunan kalijaga dan Syekh Siti Jenar belajar kepada Sunan Bonang, dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan contoh.

Hal tentang bersaksi pada Tuhan dan cara melihatnya tersirat pada Doa tawajjuh yang dibaca saat melaksanakan sholat. Berikut bacaan doa tawajjuh tersebut ;

Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar-dha haniifam muslimaw wamaa ana minal musy-rikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin. Laa syariika lahuu wa bi-dzaalika umirtu wa ana minal mus-limiin.

Allahumma antal maliku laa ilaaha illa anta anta rabbii wa ana ‘abduka zhalamtu nafsii wa’taraftu bi-dzambii faghfir lii dzunuubii jamii’aa. Fa innahuu laa yahdii li ahsanihaa illaa anta wash-rif ‘annii sayyi-ahaa laa yash-rifu ‘annii sayyi-ahaa illa anta, labaika wa

sa’daika wal khairu kulluhu fii yadaika, wasy syarru laisa ilaika, ana bika wa ilaika tabaarakta wa ta’aalaita, astaghfiruka wa atuubu ilaika.

“Saya hadapkan diriku kepada Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi, hal keadaanku seorang yang condong benar kepada kebenaran lagi seorang yang menyerahkan diri, tunduk dan patuh, dan sekali-kali aku bukan orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah.Bahwasanya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah , Tuhan yang memelihara alam, tidak ada sekutu bagi-Nya, demikianlah aku diperintahkan Allah, dan adalah aku salah seorang dari orang-orang, yang mula-mula menyerahkan diri, jiwa dan raga untuk Allah (untuk berjihad di jalan-Nya). Wahai Tuhan-ku! Engkaulah Raja yang memerintah! berkuasa! Tidak ada tuahn selain Engkau, Engkau Tuhan-ku dan aku hamba-Mu. Aku telah menzalimkan diriku, aku mengakui dosaku, maka ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang dapat (sanggup) mengampuni dosa-dosaku selain Engkau. Dan tunjukanlah daku kepada sebaik-baik perangai, tidak ada yang dapat (sanggup) menunjukankan daku kepada sebaik-baik perangai, selain Engkau sendiri.Palingkanlah (jauhkanlah) daripadaku pekerti-pekerti yang buruk, tidak ada yang dapat (sanggup) memalingkan daku dari pekerti-pekerti yang buruk itu, selain Engkau sendiri.Aku penuhi seruan Engkau, aku tunduk patuh di bawah perintah Engkau segala rupa kebajikan di tangan Engkau, segala rupa kejahatan tidak ada pada Engkau, Aku dengan Engkau dan kepada

Page 18: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Engkau.(saya memperoleh taufiq dengan limpah kurnia Engkau dan memohon perlindungan kepada Engkau.)Maha Berbahagia Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohonkan ampun kepada Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.” [HR Ahmad, Muslim, Ar-Tirmidzi, Abu Daud dari Abu Hurairah ra. dari Nabi s.a.w. (dalam satu lafal: wa ana awwalul muslimin= “dan akulah orang yang mula-mula menyerahkan diri kepada Allah“]

 

Untuk dapat “BERSAKSI”langkah awal yang dilakukan adalah “MELIHAT” terlebih dahulu, baru kemudian “MENGENAL” dan pada tingkat terakhir barulah manusia boleh “BERSAKSI”.

 

a. Melihat Allah dengan Hati   Rasulullah SAW pernah mengingatkan para sahabat akan pentingnya mengedepankan fungsi hati sebagai raja bagi kehidupan. Apabila kita menjadikan akal kita sebagai raja dan hati menjadi pengawalnya, maka tunggulah kehancuran hidup kita. Hati kita akan tertutup dengan bercak hitam sehingga kita tidak mampu mengenal Allah.

   Akal menjadi raja untuk diri kita karena kita membiasakan diri menilai kebahagiaan hidup hanya melalui apa yang dirasakan di dunia ini saja. Yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirasakan oleh lidah dan kulit, semuanya diinterpretasikan di otak (akal). Sehingga kitapun lebih memercayai rasio, logika dan nalar kita untuk mengukur kebahagiaan hidup.

   Pola ini akan membawa kita pada pola hidup yang mengandalkan akal dan mengesampingkan hati nurani. Banyak orang yang pintar dan cerdas dalam menguasai suatu ilmu namun kering akan ruhani ketuhanan. Mereka tidak mampu melihat sesuatu yang metafisik, sesuatu dibalik segala ciptaan yang tak terbatas. Mereka akhirnya juga tidak mampu mereguk nikmatnya ibadah dan tidak mampu merasakan kehadiran Allah SWT.

   Berbeda halnya apabila hati kita yang menjadi raja bagi diri kita. Kita akan bisa merasakan kehadiran Allah SWT dalam hidup kita. Dalam kehidupan sosial, kita juga bisa merasakan apa yang orang lain rasakan (peka). Oleh karena itu jadikanlah hati sebagai raja bagi diri kita.

Orang yang tidak melatih hatinya saat hidup di dunia – sehingga hatinya tertutup – maka mereka akan dibangkitkan oleh Allah SWT di akhirat nanti dalam keadaan buta. Tuhan berfirman dalam surat Thahaa :

Page 19: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thahaa 20 : 124)

   Dalam Hadist Nabi disebutkan : “Hati manusia itu ibarat sehelai kain putih yang apabila manusia itu berbuat dosa maka tercorenglah / ternodailah kain putih tersebut dengan satu titik noda kemudian jika sering berbuat dosa lambat-laun sehelai kain putih itu berubah menjadi kotor / hitam”. Jika hati nurani sudah kotor maka terkunci nuraninya akan sulit menerima petunjuk dari Allah.

Ada Empat Tahapan Untuk Menajamkan atau Membersihkan Mata Batin :

   Pertama, Mengosongkan hati dari sifat-sifat buruk seperti iri, dengki, benci, dan dari sifat keduniawian.

   Kedua, Membuang daya khayal yang mengganggu keyakinan hati kemudian berpikir tentang hal-hal yang ghoib yang kita ketahui.

   Ketiga, Mendawamkan ( continue ) sholat dan berzikir pada malam hari karena kesepian malam dapat menambah kekhusuk-an hati.

   Keempat, Meningkatkan Iman dan Kecintaan kepada Allah yaitu : mencintai Allah dari segala-galanya selalu Munajad ( mohon pertolongan Allah ), dan Istikharoh ( meminta petunjuk dari Allah SWT )

   Orang Mukmin yang taat kepada Allah s.w.t, kuat melakukan ibadat, akan meningkatlah kekuatan rohaninya. Dia akan kuat melakukan tajrid yaitu menyerahkan urusan kehidupannya kepada Allah s.w.t. Dia tidak lagi khawatir terhadap sesuatu yang menimpanya, walaupun bala yang besar. Dia tidak lagi meletakkan pergantungan kepada sesama makhluk.

    Hatinya telah teguh dengan perasaan reda terhadap apa jua yang ditentukan Allah s.w.t untuknya. Bala tidak lagi menggugat imannya dan nikmat tidak lagi menggelincirkannya. Baginya bala dan nikmat adalah sama iaitu takdir yang Allah s.w.t tentukan untuknya.

    Apa yang Allah s.w.t takdirkan itulah yang paling baik. Orang yang seperti ini sentiasa di dalam penjagaan Allah s.w.t kerana dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t kurniakan kepadanya keupayaan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui fikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan.

    Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi kesan kepada hatinya (kalbu). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan kewujudan dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud Allah s.w.t. Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati. Dia berasa benar-benar akan keesaan Allah s.w.t bukan sekadar mempercayainya.

   Pengalaman tentang hakikat dikatakan memandang dengan mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan Allah s.w.t dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud Allah s.w.t, tidak lagi melihat kepada wujud dirinya.

   Orang yang di dalam suasana seperti ini telah berpisah dari sifat-sifat kemanusiaan. Dalam berkeadaan demikian dia  tidak lagi mengendahkan peraturan masyarakat. Dia hanya

Page 20: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

mementingkan soal perhubungannya dengan Allah s.w.t. Soal duniawi seperti makan, minum, pakaian dan pergaulan tidak lagi mendapat perhatiannya.

   Kelakuannya boleh menyebabkan orang ramai menyangka dia sudah gila. Orang yang mencapai peringkat ini dikatakan mencapai makam tauhid sifat. Hatinya jelas merasakan bahawa tidak ada yang berkuasa melainkan Allah s.w.t dan segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t.

   Rohani manusia melalui beberapa peningkatan dalam proses mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan Nur Kalbu memancar menerangi akalnya. Seorang Mukmin yang  akalnya diterangi Nur Kalbu akan melihat betapa hampirnya Allah s.w.t. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan ilmul yaqin. Ilmu berhenti di situ.

     Pada tahap keduanya mata hati yang terbuka sudah boleh melihat. Dia tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata hati. Keupayaan mata hati memandang itu dinamakan kasyaf. Kasyaf melahirkan pengenalan atau makrifat. Seseorang yang berada di dalam makam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperolehi keyakinan yang dinamakan ainul yaqin.

Pada tahap ainul yaqin makrifatnya ghaib dan dia juga ghaib dari dirinya sendiri. Maksud ghaib di sini adalah hilang perhatian dan kesedaran terhadap sesuatu perkara. Beginilah hukum makrifat yang berlaku. Makrifat lebih tinggi nilainya dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah pencapaian terhadap persoalan yang terpecah-pecah bidangnya. Makrifat pula adalah hasil pencapaian terhadap hakikat-hakikat yang menyeluruh yaitu hakikat kepada hakikat-hakikat. Tetapi, penyaksian mata hati jauh lebih tinggi dari ilmu dan makrifat kerana penyaksian itu adalah hasil dari kemahuan keras dan perjuangan yang gigih disertai dengan upaya hati dan pengalaman.

   Penyaksian adalah setinggi-tinggi keyakinan. Penyaksian yang paling tinggi ialah penyaksian hakiki oleh mata hati. Ia merupakan keyakinan yang paling tinggi dan dinamakan haqqul yaqin. Pada tahap penyaksian hakiki mata hati, mata hati tidak lagi melihat kepada ketiadaan dirinya atau kewujudan dirinya, tetapi Allah s.w.t dilihat dalam segala sesuatu, segala kejadian, dalam diam dan dalam tutur-kata. Penyaksian hakiki mata hati melihat-Nya tanpa dinding penutup antara kita dengan-Nya. Tiada lagi antara atau ruang antara kita dengan Dia. Dia berfirman:

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada” (QS. Al Hadiid 57 : 4)

 

  Dia tidak terpisah dari kamu. Penyaksian yang hakiki ialah melihat Allah s.w.t dalam segala sesuatu dan pada setiap waktu. Pandangannya terhadap makhluk tidak menutup pandangannya terhadap Allah s.w.t. Inilah makam keteguhan yang dipenuhi  oleh ketenangan serta kedamaian yang sejati dan tidak berubah-ubah, bernaung di bawah payung Yang Maha Agung dan Ketetapan Yang Teguh.

Page 21: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

    Pada penyaksian yang hakiki tiada lagi ucapan, tiada bahasa, tiada ibarat, tiada ilmu, tiada makrifat, tiada pendengaran, tiada kesedaran, tiada hijab dan semuanya sudah tiada. Tabir hijab telah tersingkap, maka Dia dipandang tanpa ibarat, tanpa huruf, tanpa abjad. Allah s.w.t dipandang dengan mata keyakinan bukan dengan mata zahir atau mata ilmu atau kasyaf. Yakin, semata-mata yakin bahawa Dia yang dipandang sekalipun tidak ada sesuatu pengetahuan untuk diceritakan dan tidak ada sesuatu pengenalan untuk dipamerkan.

   Orang yang memperolehi haqqul yaqin berada dalam suasana hatinya kekal bersama-sama Allah s.w.t pada setiap ketika, setiap ruang dan setiap keadaan. Dia kembali kepada kehidupan seperti manusia biasa dengan suasana hati yang demikian, di mana mata hatinya sentiasa menyaksikan Yang Hakiki. Allah s.w.t dilihat dalam dua perkara yang berlawanan dengan sekali pandang. Dia melihat Allah s.w.t pada orang yang membunuh dan orang yang kena bunuh. Dia melihat Allah s.w.t yang menghidupkan dan mematikan, menaikkan dan menjatuhkan, menggerakkan dan mendiamkan. Tiada lagi perkaitannya dengan kewujudan atau ketidakwujudan dirinya. Wujud Allah Esa, Allah s.w.t meliputi segala sesuatu.

 

Diriwayatkan dari riwayat Abu Hurairah ra.:

     Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat?”Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kalian terhalang melihat bulan di malam purnama?”Para sahabat menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.”Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan?”Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.”Rasulullah saw. bersabda, “Seperti itulah kalian akan melihat Allah. Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka ia kelak mengikuti sembahannya itu. Orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala.”[H. R. Muslim no. 267]

 

b. Mengenal Allah   Nabi Muhammad dalam salah satu hadistnya menegaskan “ Awaluddin Makrifatullah”, awal beragama adalah mengenal Tuhannya. Bagaimana kita berdo’a, bagaimana kita memahami perintah-perintahnya apabila kita sama sekali tidak mengenal-NYA. Baru setelah manusia “Mengenal Tuhannya” Barulah dia “Bersaksi”.

   Seorang sufi Indonesia Al Fakir Hamzah Fansuri menulis tentang “MAKRIFATULLAH” yang dituangkan dalam kitabnya yang diberi judul “ Al Muntahi” (Peringatan: Kandungan kitab ini amat berat bagi pemikiran  yang tidak faham,  jangan membuat kesimpulan sendiri,  mintalah kepada Tuhan untuk mendapatkan penjelasan atau pada “utusannya”, yaitu “seorang pembimbing spiritual”.), Berikut ringkasannya :

Page 22: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

1. Ketahui oleh mu hai Talib (pelajar) bahawa sabda Rasullulah saw : Barang siapa melihat kepada suatu, jika tidak dilihatnya Allah dalamnya, maka ia itu sia-sia. Kata Ali (Saidina Ali): Tiada ku lihat suatu melainkan kulihat Allah dalamnya. Sabda Nabi; Barangsiapa mengenal dirinya,  maka niscaya mengenal Tuhannya.

2. Arti mengenal Tuhan dan mengenal dirinya yakni: diri KUNTU KANZAN MAKHFIYYAN itu dirinya, dan  semesta sekalian alam Ilmu Allah. Seperti sebiji (benih) dan pohon, pohonnya dalam sebiji itu, sungguhpun tidak kelihatan, tetapi hukumnya ada dalam sebiji itu. Kata Seikh Junaid: Ada Allah dan tiada ada sertaNya suatu pun. Ia sekarang ini seperti AdaNya dahulu itu jua. Karena itu Ali berkata; Tiada ku lihat sesuatu melainkan ku lihat Allah dalamnya.

3. Tetapi jangan melihat seperti kain basah karena kain lain, airnya lain. Allah SWT maha suci daripada demikian itu tamsilnya, tetapi jika ditamsilkan seperti laut dan ombak, harus seperti kata syair;

Yang laut itu  laut jua pada sedia pertamanya,Maka yang baru itu ombaknya dan sungainya,Jangan mendindingi di kau segala rupa yang menyerupai dirinya,Karana dengan segala rupa itu dinding daripadanya.

Tetapi ombak beserta dengan laut Qadim, seperti kata; Laut itu Qadim, apabila berpalu, baru ombak namanya dikata, tetapi pada hakikatnya laut jua,… karena laut dan ombak esa tiada dua. Seperti Firman Allah;  Allah dengan segala sesuatu meliputi.  Sabda Rasullulah saw; Aku daripada Allah, sekalian alam daripada ku.Seperti matahari dengan cahayanya dengan panasnya; namanya tiga hakikatnya satu jua. Seperti isyarat Rasullulah saw; barangsiap mengenal dirinya niscaya mengenal Tuhannya.

4. Adapun dirinya itu, sungguhpun beroleh nama dan rupa jua, hakikatnya rupanya dan namanya tiada. Seperti bayang-bayang dalam cermin; rupanya dan namanya ada hakikatnya tiada. Seperti sabda Rasullulah saw; Yang Mukmin itu cermin sesamanya mukmin.Artinya, Nama Allah Mukmin, maka hambanya yang khas pun namanya mukmin. Jika demikian sama dengan Tuhannya, kerana hamba tidak bercerai dengan Tuhannya, dan Tuhan pun tidak bercerai dengan hambaNya.

5. Seperti firman Allah SWT: DIA berada di mana kamu ada. Dan lagi Firman Allah SWT: Jika orang tiga, melainkan IA jua keempatnya dengan mereka itu; dan jika ada lima (orang), melainkan IA keenamnya dengan mereka itu; dan tiada lebih dan tiada kurang daripada demikian itu malainkan IA jua beserta mereka itu. Seperti firman Allah SWT: Kami terlebih hampir kepadanya daripada urat leher yang kedua.

6. Dengarkan hai Talib (pelajar) WA HUA MA AKUM (dan DIA beserta kamu), tiada di luar dan tiada di dalam, dan tiada di atas dan tiada di bawah, dan tiada di kiri dan tiada di kanan, seperti firman Allah SWT: IA  jua yang Dahulu (Awal) dan IA jua yang Kemudian (Akhir) dan IA jua yang Nyata (Zahir) dan IA jua yang Tersembunyi (Batin).

Lagi pun tamsil seperti pohon kayu sepohon. Namanya (pohon) limau atau atau lain daripada (pohon) limau. Daunnya lain, dahannya lain, bunganya lain, buahnya lain, akarnya lain. Pada hakikatnya sekalian itu (pohon) limau jua. Sungguhpun namanya dan rupanya dan warnanya berbagai, hakikatnya esa jua.

Page 23: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Jikalau demikian hendalah segala Arif (orang)  mengenal Allah SWT seperti isyarat Rasullulah SAW:  Barang siapa mengenal dirinya maka niscaya mengenal Tuhannya.

7. Diawali dari sabda Rasullulah SAW dengan diisyaratkan jua. Sungguhpun pada Syariat rupanya berbagai-bagai pada Hakikat Esa jua, seperti kata syair;

Bahwa ada kekasihku, tubuh dan nyawa rupanya jua,Apa tubuh? Apa nyawa?…. sekalian alam pun rupanya jua;Segala rupa yang baik dan erti yang suci itu pun rupanya jua,Segala barang yang datang kepada penglihatanku itu pun rupanya jua.

Seperti firman Allah SWT : Ke mana saja mukamu kau hadapkan, maka di sana ada Dzat Allah. Tamsil, seperti susu dan minyak sapi, namanya dua, hakikatnya satu jua. Kesudahannya susu lenyap apabila ia diputar… minyak jua kekal sendirinya.

8. Sesekali tidak bertukar seperti sabda Rasullulah SAW:  Barangsiapa mengenal dirinya dengan fananya, bahwa niscaya mengenal ia Tuhannya dan Baqalah ia dan serta Tuhannya.

Seperti mengetahui ruh dengan badan; Ruh muhit (hidup) pada badan pun tiada, dalam badan pun tiada, di luar badan pun tiada. Demikian lagi Tuhan;  pada sekalian alam pun tiada,  dalam alam pun tiada, di luar alam pun tiada. Seperti permata cincin dengan cahayanya, dalam permata pun tiada cahayanya, di luar permata pun tiada cahayanya.

9. Karena itu kata Saidina Ali: Tiada ku lihat melainkan ku lihat Allah di dalamnya. Kata Mansur Hallaj, pun berkata dengan sangat beraninya: Ana al Hak (Akulah yang Sebenarnya. Maka kata sufi Yazid: Maha suci aku, siapa besar sebagai aku.

Maka kata syeikh Junaid: Tiada di dalam jubahku ini melainkan Allah. Maka kata Sayyid Nasimi: Bahwa Akulah Allah. Maka kata Maksudi:  Dzat Allah yang Qadim, itulah dzat ku sekarang.Dan kata Maulana Rumi: Alam ini belum, adaku adalah; Adam pun belum, adaku adalah; Suatupun belum, adaku berahikan Qadim ku jua.

Dan kata Sultan Asyikin Syeikh Ali Abul Wafa: Segala wujud itu WujudNya jangan kau sekutukan dengan yang lain; Apabila kau lihatNya bagiNya dengan dia, maka sujudlah engkau sana tiada berdosa.

Maka kata kitab Gulshan:Hai segala Islam, jika kau ketahui berhala apa,Kau ketahui olehmu bahwa yang jalan itu pada menyembah berhala dikata.Jika segala kafir daripada berhalanya itu dajalnya,Mengapa maka pada agama itu jadi sesat.

10. Sebab demikian maka Syeikh Aynul Qudat menyembah anjing mengatakan: Hadha rabbi ( Inilah Tuhanku), kerana anjing itu tidak dilihatnya, hanya dilihatnya Tuhannya jua. Seperti orang melihat kepada cermin, mukanya jua yang dilihatnya, cermin ghaib dari penglihatannya,  kerana alam ini pada penglihatannya seperti bayang-bayang  jua,…. rupanya ada Hakikatnya tiada. 

Page 24: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Nisbat kepada Hak Allah SWT tiada nisbat kepada kita,  adalah kerana kita memandang dengan hijab. Seperti Sabda Rasullulah SAW: Siapa mengenal dirinya sesungguhnya ia mengenal Tuhannya; dengan isyaratkan jua, … pada Hakikatnya dikenal pun Ia, mengenal pun Ia.

11. Seperti Sabda Rasullulah SAW: Barangsiapa mengenal Allah lanjuti lidahnya. Pada tatkala mulanya mengetahui… siapa mengenal dirinya…, setelah sampai kepada… sesungguhnya mengenal Tuhannya,… maka Ia Sendiri NYA. Maka Sabda Rasullulah SAW: Barangsiapa mengenal Allah maka kelulah lidahnya; … artinya tempat berkata tiada lagi lulus.

12.Seperti kata Syeikh Muhyil Din Arabi: Sesungguhnya Allah adalah Rahasiamu; …. itupun isyarat kepada: Barangsiapa mengenal dirinya sesungguhnya ia mengenal Tuhannya,..jua.

Syair Muhyil Din Arabi;Jika ada engkau orang bermata, bermula hamba itu kenyataan Tuhan, jika ada engkau orang berbudi maka barang segala engkau lihat ini keadaan NYA; Dan jika ada engkau orang bermata dan berbudi, maka apakah yang engkau lihat?,….hanya segala sesuatu itu di dalam NYA melainkan dengan segala rupa.Seperti Firman Allah SWT: Ia itu serta kamu barang di mana ada kamu.

Dan lagi kata Syeikh Muhyil Din Arabi dalam bentuk syair: Kamilah huruf yang maha tinggi tiada berpindah, Dan yang tergantung dengan istananya di atas puncak gunung. Aku engkau di dalamnya, dan kami engkau dan engkau,.. Ia, …maka sekelian dalam Itu… Ia, ….. maka bertanyalah engkau kepada barangsiapa yang telah wasal (sampai kepada Allah).

 

13. Hai Pelajar mengetahui “siapa mengenal diri mengenal Tuhannya.”bukan mengenal jantung atau paru-paru,  bukan mengenal kaki dan tangan. Makna “siapa mengenal diri…” adanya dengan ada Tuhannya esa jua.

Seperti kata Syeikh Junaid: “Warna air itu warna bejananya”

Seperti kata syair:Sesungguhnya telah tersembunyilah engkau makatiada dapat dilihat oleh segala mata;Maka betapa dilihat oleh segala mataKerana Ia terdinding oleh adaNya.

Kata Syeikh Muhyildin Arabi:Jika pergilah aku menuntut Dia,tiadalah berkesudahan tuntutku,jika datang aku ke hadiratNya,Ia liar daripadaku;Tidak aku melihat Dia,Ia tidak jauh daripada penglihatanku,Bermula: Ia ada dalamku dan tiada aku bertemu pada seumurku.

Page 25: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

 Maka ini lagi kata Syeikh Junaid: Adamu ini dosa, tiada dosa sebagainya.

14. Barangkali engkau pun satu wujud, Hak SWT pun satu wujud, sharika lahu (engkau mensyirikanNya)datang kerana Hak SWT:wahdahu la shararika lahu: (artinya:tiada sekutu bagiNya), tiada wujud lain hanya wujud Hak SWT. Seperti laut dan ombak.

Seperti Firman Allah:Kemana saja mukamu kau hadapkan, maka di sana ada Dzat Allah.

Kata Maulana Abdul Rahman Jami:Sekampung sekedudukan, sekalian  itu Ia jua;Pada telekung segala minta makan dan pada atlas segala raja-raja itu pun Ia jua;Pada segala perhimpunan dan perceraian dan rumah yang tersembunyi dan yang berhimpun itu pun Ia jua;Demi Allah sekaliannya ia jua.Maka demi Allah sekaliannya Ia jua.

15.  Misalkan seperti sebiji benih pokok, di dalamnya terdapat sepohon pokok kayu,yang lengkap. Asalnya biji benih itu jua, setelah menjadi pokok kayu yang tumbuh besar, biji benih itu pun ghaib (tidak kelihatan)- pokok kayu juga yang kelihatan. Warnanya pokok pun berbagai-bagai, rasanya buah pun berbagai-bagai, tetapi asalnya adalah dari sebiji benih itu.

Seperti firman Allah:… Kami tuangkan dengan suatu air dan Kami lebihkan setengah atas sesetengahnya pada rasa makanan.Perhatikan pula contoh berikut, seperti air hujan dalam tanam-tanaman. Air hujan itu jua yang meresapi pada sekalian tanaman dan berbagai-bagai pula rasanya. Pada buah limau masam rasanya, pada pokok tebu manis rasanya, pada mambau pahit rasanya, masing-masing membawa rasanya. Tetapi pada hakikatnya air hujan itu jua pada sekalian tanaman itu.Satu lagi contoh, seperti matahari dengan panas, jikalau panas kepada bunga atau kepada cendana, tidak ia beroleh bau daripada bunga (maksudnya bau bunga itu tidak memberi bau kepada panas). Jikalau najis pun demikian lagi. Jangan syak di sini karana syak itu adalah hijab.

16.  Karena atas bekas Jalal dan atas bekas mazhar Jamal tidak ia bercerai, maka Kamal namanya. Nama Al Muiz tiada bercerai, nama Al Latif dan Al Qahar tiada bercerai. Dan syirik pun bekasNYA jua:

Seperti kata Syekh Nikmatullah:Kulihat Allah pada keadaanku dengan PenglihatanNYA;Bermula: keadaanku itu KeadaanNYA,maka tilik kepadaNYA dengan tilik daripadaNYA.Kekasihku, pada segala lain daripadaku,lain daripada adaku,Bermula: padaku AdaNya itu dengan keadaanku satu ju. Inilah sifat: Siapa yang mengenal diri maka mengenal Tuhannya, itupun permulaan jua.

 

Page 26: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

17. Firman Allah SWT :

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. As Saffaat 37: 96)

 

Dan lagi Firman Allah SWT: QS Hud 11:56 ;

“ Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus ." (QS. Huud 11 : 56)

 

Dan lagi sabda Rasullulah SAW:“ Tiada daya dan upayaku kecuali dengan izin Allah ”“ Tidak bergerak suatu zarah kecuali dengan izin Allah ““ Baik dan buruk itu daripada Allah SWT “

 

18. Sekalian dalil dan hadis ini isyarat kepada : Siapa yang mengenal diri maka mengenal Tuhannya,  lain daripadanya tiada.

Dan kata Syeikh Muhyildin Arabi:Telah haramlah atas segala yang berahi bahawa memandang lain daripadaNYA,Apabila ada keadaan Allah dengan cahayaNYA giling gemilang.Barang segala yang ku katakan dan bahawa Engkau jua Esa, tiada lainSuatupun daripadaMu maka sekarang barang lain daripadaMu itu seperti haba adanya.

Seperti Firman Allah

“ Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar Rahman 55 : 29)

Page 27: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

 

19. Pada zahirNya berbagai-bagai, tetapi padaDzatNya  tidak berbagai-bagai dan tiada berubah kerana Ia, seperti Firman Allah QS Al Hadid 57 : 3.

“ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin[1452]; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Hadid 57 : 3)

 

AwalNya tidak ketahuan akhirNya tidak berkesudahan zahirNya amat tersembunyi dengan batinNya tidak kedapatan. Memandang diriNya dengan diriNya, melihat diriNya dengan DzatNya dengan SifatNya dengan AfaalNya dengan AtharNya (bekasnya). Sungguhpun namaNya empat tetapi hakikatNya esa.

Seperti kata Syeikh Muhyildin Arabi: Menunjukkan AdaNya dengan AdaNya.Sementara itu, Imam Muhammad Ghazzali berkata: Alam ini daripadaNya dengan Dialah tetapi sesungguhnya Dia.

Kata Kimiyai Saadat:Wujud kami daripadaNya dan kuasa kami dengan Dia,Tiada bezanya antaraku dan Tuhanku melainkan dengan dua martabat. (martabat Tuhan dan martabat hamba).Inilah ibarat kata-kata: Siapa yang mengenal dirinya mengenal ia Tuhannya.

20. Allah SAW tidak bertempat dan tidak bermisal. Mana ada tempat jika lain daripadaNya tiada? Mana tempat, mana misal, mana warna?Hamba pun demikian lagi hendaknya jangan bertempat, jangan bermisal, jangan berjihat enam, kerana sifat hamba (adalah sifat) Tuhannya, seperti kata-kata berikut:Apabila sempurna Fakir,  maka Ia itu Allah dan hidupNya dengan hidup Allah.

Maulana Abdul Rahman Jami berkata:Kepada kekasih yang tidak berwarna itu (Allah) kau kehendak, hai hatiJangan kau padamkan kepada warna mudah-mudahan, hai hatiBahawa segala warna daripada tidak berwarna datangnya, hai hatiBarangsiapa mengambil warna daripada Allah itulah terlebih baik, hai hati !!!

21.  Yakni yang asalnya tidak berwarna dan tidak berupa. Segala rupa yang dapat dilihat dan dapat dibicarakan, sesungguhnya makhluk jua pada ibaratnya. Barangsiapa menyembah makhluk, ia itu musyrik (menyekutukan Allah), seperti menyembah orang mati, jantung dan paru-paru, sesungguhnya itu berhala jua hukumnya. Barangsiapa menyembah berhala, ia itu kafir…. kami berlindung dengan Allah daripadanya, Allah yang lebih mengetahui.

 

Page 28: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

22. Jika demikian mengapa memandang seperti ombak dan laut?  (padahal kedua-duanya esa jua).

23. Seperti kata syair:

Bekas kaca dan hening air minumanMaka serupa kedua-duanya  dan sebagai pekerjaannyaMaka sanya minuman tiada dengan pialaDan bahwa piala tiada dengan minuman.Yakni warna kaca dan warna minuman esa jua, warna minuman dan kaca begitu jua, tiada dapat dilainkan.

Seperti kata syair:

Asalnya satu jua warnanya berbagai-bagaiRahasia ini bagi orang yang tahu jua dapat memakainya.Dan lagi syair:Berahi dan yang berahi dan yang diberahikan itu ketiga-tiganya esa juaSini apabila pertemuan tiada lulus, perceraian di mana kan ada?

24. Mengapa dikata bertemu dan bercerai  itu dua? Hendaknya pada Alim (yang mengetahui) hakikatnya  tiada dua. Seperti ombak dan laut esa jua, pada zahirnya jua dua, tetapi bertemu pun tidak bercerai pun tidak, di dalamnya tiada di luarnya pun tiada.

Seperti kata Ghawth:

Mana kebaktian terlebih kepadaMu ya Tuhanku?Firman Allah SWT: Sembahyang yang di dalamnya tiada  lain selain daripadaKu, dan yang menyembah ghaib.Nyatalah daripada ini bahwa yang disembah pun Ia jua, yang menyembah pun Hak.

Seperti kata Mashakikh:

Tiada mengenal Allah hanya AllahTiada mengetahui Allah hanya AllahTiada melihat Allah hanya Allah.Dan lagi seperti kata Maulana Abdul Rahman Jami:Orang yang  wasal (sampai) itu seperti orang yang duduk kesal;Taulannya diceritakannya daripada penceraiannyaDan seru dan tangisnya, sehingga jadi harum daripada wasal; terhenti olehnyaDaripada penceraiannya dan daripada penuh dengan dukacitanya.

Dan seperti kata Shibli:

Aku seperti katak tinggal  dalam lautJika kubukakan mulutku nescaya dipenuhi air;Jika aku diam nescaya matilah aku dalam percintaanku.

 

Page 29: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

25. Isyarat daripada Syeikh Sakdul Din: Jangan lagi dicari tidak akan diperolehi, jika lagi dipandang tiada dilihat, kerana perbuatan kita itu seperti angin di laut. Jikalau berhenti angin ombak pulang kepada asalnya.Seperti Firman Allah :

“ Hai jiwa-jiwa nan tenang (mutmainah), kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan reda dan diredai, maka masuklah ke dalam surga Ku.” (QS. Al Fajr 89 : 27-28)

 

Artinya datangnya daripada laut (Dzat Allah), pulang pun kepada laut (Dzat Allah) jua.

Seperti kata-kata:Syurga orang zahid (peribadah) bidadari dan mahligai,Syurga orang berahi (kekasih) kepada perbendaharaan yang tersembunyi (Dzat Allah).

26. Di situlah tempat tinggal orang yang berahi kepada Allah, berahikan surga pun tidak, dengan neraka pun dia tidak takut, kerana pada orang berahi yang wasal jannah (sampai surga), itulah yang dikatakan dalam firman Allah QS Al Fajr 89:29,30: 

Masuklah kamu dalam golongan hambaKu, dan  masuklah kamu ke dalam surgaKu.Pulang ia kepada tempat perbandaharaan yang tersembunyi (Dzat Allah).Seperti kata ahli makrifatullah: Barang siapa mengenal Allah maka ia itu musyrik (kenapa musyrik? Kerana ada dualiti).

Dan lagi kata ahli Allah: Yang fakir itu hitam (tiada) mukanya pada kedua negeri (Zahir dan batin,  yang ada hanya wajah Allah)

Dan Lagi: Aku telah karamlah pada laut yang tidak bersisi (Dzat Allah),Maka lenyaplah aku di dalamnya,Daripada ada dan tiada pun aku tiadalah tahu. Kata syair:  Kembalilah aku daripada menuntut dan yang dituntut.Dan berhimpunlah aku antara yang memberi kurnia dan yang dikurniai,Dan kembalilah daripada aku bagi adaMu.Tiada engkau di dalamnya dan tiada aku.

Kata Syeikh Attar pula:  Daripadanya kembalilah, setengah  daripadanya melihat temasya tepuk dan tari,Nyawa pun diberi selesailah ia daripada tuntut.

Page 30: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Lagi kata: Kertas pun dibakar dan pensil pun dipatahkan dan dakwat pun ditumpahkan dan nafas pun ditarik.Inilah kisah ragam orang berahi bahwa dalam daftar tidak lulus (tidak dapat dikisahkan).

Lagi kata: Tuntut pun seteru dan kehendak pun sia-sia, dan wujud pun jadi dinding (hijab) tidak dapat diperolehi menghendaki damping dan cita, yang hadir segala nafs pun menjauhkan (menghijab).

 27. Inilah kesudahan sekalian, inilah yang dikatakan Fana, inilah yang dikatakan alam Lahut, pun dapat dan dikatakan wasal (sampai),  dikatakan mabuk (berahi Allah) pun dapat.

Inilah kata Shah Ali Barizi: Kepada pintu negeri yang Fana (yang tinggal hanya Allah) sujudlah aku.Ku bukakan kepalaku, maka pertunjukanlah mukaMu kepadaku.

Kata orang Pasai: Jika tidak tertutup maka tidak bertemu (Dzat Allah). Arti pada itu tidak lulus ia itu, menjadi seperti dahulu kala seperti di alam Lahut, tatkala dalam perbendaharaan tersembunyi, serta dengan TuhanNya.

Seperti biji benih dalam pohon kayu, sungguhpun zahirnya tidak kelihatan, hakikatnya Esa jua. Sebab itulah Mansur Al Halaj menyatakan: Ana al Hak (Akulah Hak), manakala setengah sufi yang lain menyatakan: Anallah (Aku Allah), kerana adanya (dirinya) tidaklah dilihatnya lagi (telah Fana, yang tinggal hanya Allah).

 

28.  Inilah artinya:  Yang fakir itu tiada suatu pun baginya. Maka firman Allah dalam Hadis Qudsi:

Tidur fakir itu tidurKu,Makan fakir itu makanKu,Dan minum fakir itu minumKu. Dan lagi firman Allah: Manusia itu adalah RahasiaKu dan Aku Rahasianya dan Sifatnya.

Berkata pula Uways Al Qarani:

Yang fakir itu hidup dengan hidup Allah, dan sukanya dengan Kesukaan Allah.

Seperti kata Mashaikh:

Barangsiapa yang mengenal Allah maka ia akan menyengutukannya, dan barangsiapa mengenal dirinya maka ia itu kafir.

Seperti kata Syeikh Muhyil Din Ibnu Arabi:Yang makrifat itu dinding bagiNya, Bermula jikalau tiada wujud kedua (alam) nescaya nyatalah AdaNya.

Page 31: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

 29. Karena belajar dan makrifat, rindu dan merindu, sekaliannya itu, pada iktibarnya adalah sifat hamba juga, jikalau sekalian itu tiadalah padanya, maka lenyaplah ia. Karana dzatnya dan sifatnya nisbat kepada Allah SWT jua, jikalau barangkala tiada ia, maka sifat hamba, seperti sifat ombak, pulang ke laut (Dzat).

Inilah makna Firman Allah QS  Fajr 89:28: Pulang kepada Tuhannya dengan reda dan diredai.  Dan makna QS Al Baqarah 2:156: Daripada Allah kami datang dan kepada Allah kami kembali.

Dan Firman Allah: QS Al Qashash 28:88: Tiap-tiap sesuatu binasa kecuali wajah Allah. Dan juga Firman Allah QS Ar Rahman 55:26,27: Segala sesuatu akan fana, dan yang kekal Dzat Tuhanmu yang empunya Kebesaran dan Kemuliaan.

 

30. Jikalau masih ada lagi citanya, rasanya dan lazatnya itu bermakna sifatnya dua jua, seperti musyahadah pun dua lagi hukumnya. Dan jika lagi syuhud pun masih ada dua kehendaknya:

Seperti rasa, yang dirasa dan merasa pun hendaknya, seperti mencinta dan dicinta hendaknya, masih dua belum lagi esa.Sekalian sifat itu pada iktibarnya dua juga, seperti ombak pada ombaknya laut pada lautnya,, belum mana (kembali ke) laut.

Apabila ombak dan laut sudah menjadi satu, muqabalah pun tidaklah, musyahadah pun tidaklah, makanya hanya fana dengan fana jua. Tetapi jika dengan fananya itupun, jika diketahuinya, maka belum bertemu dengan fana, kerana ia lagi ingat akan fananya. Itu masih lagi dua sifatnya.

31. Seperti kata Syeikh Attar:

Jalan orang berahi (kepada Allah)  yang wasil (sampai) kepada kekasihnya itu,Akan orang itu satupun tidaklah dilihatnya,Segala orang yang melihat dia itu, dan  alam itu pun tiadalah dilihatnya.

Lagi kata Syeikh Attar:

Jangan ada semata-mata, inilah jalan kamil,Jangan bermuka dua, inilah sebenarnya wasil.

 Karena arti wasil bukan dua (tetapi esa). Yakni barangkala syak dan yakin tidaklah ada padanya, maka wasillah.Namanya ilmu yakin, mengetahui dengan yakin, ainul yakin iaitu melihat dengan yakin, dan haqqul yakin iaitu sebenar yakin,,.. yakin adanya dengan ada Tuhannya esa jua.

Maksudnya apabila sempurna fakirnya (fana) maka ia itu Allah, (hati-hati mesti dapat maksud yang sebenar, jika tidak syirik dan kufur jua adanya).

Page 32: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

AWALUDIN MA’RIFATULLAH Artinya :Awal agama mengenal Allah.

LAYASUL SHALAT ILLA BIN MA’RIFAT Artinya:Tidak sah shalat tanpa mengenal Allah.

MAN ARAFA NAFSAHU FAKAT ARAFA RABBAHU Artinya:Barang siapa mengenal dirinya dia mengenal Tuhannya.

ALASTU BIRAB BIKUM QOLU BALA SYAHIDNA Artinya:Bukankah aku ini Tuhanmu ? Betul engkau Tuhan kami,kami menjadi saksi.

(QS.AL-ARAF 7:172)

AL INSANNU SIRRI WA ANNA SIRRUHU Artinya:Manusia itu RahasiaKu dan akulah Rahasianya.

WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUUN Artinya:AKU Di dalam dirimu mengapa kamu tidak melihat.

ANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ Artinya:AKU lebih dekat dari urat nadi lehermu.

LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH Artinya:Aku tidak akan menyembah Allah apabila aku tidak melihatnya terlebih

dahulu

 

   Dengan beberapa ayat Al Qur’an dan hadist diatas adalah sangat jelas bahwa seluruh umat islam harus mengenal terlebih dahulu Tuhannya barulah bertindak. Langkah-langkah yang dilakukan Nabi Muhammad adalah Makrifat-Hakikat-Tharikat-Syariat.Semetara kebanyakan hampir dari seluruh umat islam dalam pendakian menuju Tuhan adalah Syariat-Tharikat-Hakikat dan baru Makrifat.

c.     Sesembahan (ilah)

“ Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku."  (QS. Al Anbiyaa' 21 : 25)

 

Page 33: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

   Imam Al Baghawi rahimahullah menafsirkan makna perintah ‘sembahlah Aku’ dengan ‘tauhidkanlah Aku’ (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 834). Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Setiap kitab suci yang diturunkan kepada setiap nabi yang diutus semuanya menyuarakan bahwa tidak ada ilah [yang benar] selain Allah, akan tetapi kalian -wahai orang-orang musyrik- tidak mau mengetahui kebenaran itu dan kalian justru berpaling darinya…”

Setiap nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Bahkan fitrah pun telah mempersaksikan kebenaran hal itu. Adapun orang-orang musyrik sama sekali tidak memiliki hujjah/landasan yang kuat atas perbuatannya. Hujjah mereka tertolak di sisi Rabb mereka. Mereka layak mendapatkan murka Allah dan siksa yang amat keras dari-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/337-338] cet. Dar Thaibah)

Allah ta’ala berfirman,“ Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul [yang berseru]: Sembahlah

Allah dan jauhilah thaghut” (QS. An-Nahl: 36)

“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. Al-A’raaf: 59).

“Dan kepada kaum ‘Aad, Kami utus saudara mereka yaitu Hud. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. al-A’raaf: 65).

“Dan kepada kaum Tsamud, Kami utus saudara mereka yaitu Shalih. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. Al-A’raaf: 73).

“Dan kepada kaum Madyan, Kami utus saudara mereka yaitu Syu’aib. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. Al-A’raaf: 85).

   Syaikh Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili hafizhahullah berkata, “Barangsiapa mentadabburi Kitabullah serta membaca Kitabullah dengan penuh perenungan, niscaya dia akan mendapati bahwasanya seluruh isi al-Qur’an; dari al-Fatihah sampai an-Naas, semuanya berisi dakwah tauhid.

Ia bisa jadi berupa seruan untuk bertauhid, atau bisa juga berupa peringatan dari syirik. Terkadang ia berupa penjelasan tentang keadaan orang-orang yang bertauhid dan keadaan orang-orang yang berbuat syirik. Hampir-hampir al-Qur’an tidak pernah keluar dari pembicaraan ini. Ada kalanya ia membahas tentang suatu ibadah yang Allah syari’atkan dan Allah terangkan hukum-hukumnya, maka ini merupakan rincian dari ajaran tauhid…” (lihat Transkrip Syarh al-Qawa’id al-Arba’, hal. 22)

   Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Seluruh isi al-Qur’an berbicara tentang penetapan tauhid dan menafikan lawannya. Di dalam kebanyakan ayat, Allah menetapkan tauhid uluhiyah dan kewajiban untuk memurnikan ibadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah pun mengabarkan bahwa segenap rasul hanyalah diutus untuk mengajak kaumnya supaya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

Page 34: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Allah pun menegaskan bahwa tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah juga menetapkan bahwasanya seluruh kitab suci dan para rasul, fitrah dan akal yang sehat, semuanya telah sepakat terhadap pokok ini. Yang ia merupakan pokok paling mendasar diantara segala pokok ajaran agama.” (lihat al-Majmu’ah al-Kamilah[8/23])

“ Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri”(QS. Ash Shaaffaat 37 : 35 )

“Rabbmu memerintahkan: Janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua hendaklah kalian berbuat baik” (QS. Al-Israa’: 23)

   Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Perkara paling agung yang diperintahkan Allah adalah tauhid, yang hakikat tauhid itu adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Tauhid itu mengandung kebaikan bagi hati, memberikan kelapangan, cahaya, dan kelapangan dada. Dan dengan tauhid itu pula akan lenyaplah berbagai kotoran yang menodainya.

Pada tauhid itu terkandung kemaslahatan bagi badan, serta bagi [kehidupan] dunia dan akhirat. Adapun perkara paling besar yang dilarang Allah adalah syirik dalam beribadah kepada-Nya. Yang hal itu menimbulkan kerusakan dan penyesalan bagi hati, bagi badan, ketika di dunia maupun di akhirat. Maka segala kebaikan di dunia dan di akhirat itu semua adalah buah dari tauhid. Demikian pula, semua keburukan di dunia dan di akhirat, maka itu semua adalah buah dari syirik.” (lihat al-Qawa’id al-Fiqhiyah, hal. 18)

   Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menanyakan kepada beliau tentang iman, islam, dan ihsan. Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu Islam?”. Beliau menjawab, “Islam adalah kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kamu mendirikan sholat wajib, membayar zakat yang telah diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

   Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)             Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenegaskan bahwa bagian iman yang paling utama adalah tauhid yang hukumnya wajib ‘ain atas setiap orang, dan itulah perkara yang tidaklah dianggap sah/benar cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini (tauhid).” (lihat Syarh Muslim [2/88])

   Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara; tauhid kepada Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Page 35: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

   Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas hamba adalah mereka harus menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba yang pasti diberikan Allah ‘azza wa jalla adalah Dia tidak akan menyiksa [kekal di neraka, pent] orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah ta’ala berfirman,

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[208], karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali 'Imran 3 : 79)

[208]. Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t.

“dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?” (QS. Ali 'Imran 3 : 80)

   Ibnu Juraij dan sekelompok ulama tafsir yang lain menjelaskan, bahwa maksud dari ayat ini adalah, “Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah memerintahkan kalian untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai sesembahan, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh kaum Quraisy dan Shabi’in yang berkeyakinan bahwa malaikat adalah putri-putri Allah. Tidak juga sebagaimana kaum Yahudi dan Nasrani yang berkeyakinan tentang ‘Isa al-Masih dan ‘Uzair seperti apa yang mereka ucapkan [bahwa mereka adalah anak Allah, pent].” (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 220 oleh Imam al-Baghawi)

      Disebutkan dalam riwayat, bahwasanya suatu ketika orang-orang Yahudi datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mereka berkata, “Apakah kamu wahai Muhammad ingin untuk kami jadikan sebagai rabb/sesembahan?” Maka Allah pun menurunkan ayat di atas sebagai tanggapan untuk mereka (lihatal-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [5/187] oleh Imam al-Qurthubi)

Page 36: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

      Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan, “Lalu Allah berfirman (yang artinya), “Dan dia tidaklah memerintahkan kalian untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai sesembahan” yaitu dia tidak memerintahkan kalian beribadah kepada siapapun selain Allah, baik kepada nabi yang diutus ataupun malaikat yang dekat -dengan Allah-. “Apakah dia akan memerintahkan kalian kepada kekafiran setelah kalian memeluk Islam?”. Artinya dia [rasul] tidak melakukan hal itu. Karena barangsiapa yang mengajak kepada peribadatan kepada selain Allah maka dia telah mengajak kepada kekafiran.

Padahal para nabi hanyalah memerintahkan kepada keimanan; yaitu beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” Hal itu sebagaimana firman Allahta’ala (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum engkau seorang rasul pun kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Aku, maka sembahlah Aku [saja]” (QS. Al-Anbiya’: 25) dst.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [2/67])

Allah ta’ala berfirman,

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.”  (QS.Fushshilat 41 : 37)

       Berdoa kepada selain Allah bahkan termasuk perbuatan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud dari ayat, “Janganlah kalian sujud kepada matahari atau kepada bulan. Akan tetapi sujudlah kepada Allah yang telah menciptakan itu semua.” Beliau berkata, “Janganlah kalian mempersekutukan hal itu dengan-Nya. Karena tidaklah berguna ibadah kalian kepada-Nya jika kalian juga beribadah kepada selain-Nya. Sebab Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim[7/182] cet. Dar Thaibah)

Allah ta’ala berfirman,

“ Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al Mu'minuun 23 : 117)

 

Page 37: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maa'idah 5 : 72)

“ Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin 72 : 18)

 

Syaikh Shalih as-Suhaimi hafizhahullahmenjelaskan, “Artinya janganlah kalian beribadah kepada siapapun selain kepada-Nya.” (lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 15)

Tidak ada kesesatan yang lebih buruk daripada kesesatan orang yang berdoa dan bergantung kepada selain Allah. Allah ta’ala berfirman,

“ Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (QS. Al Ahqaaf 46 : 5)

 

Page 38: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.”  (QS. Al Ahqaaf 46 : 6)

          Begitu banyak ayat yang menjelaskan bahkan apabila kita menyembah selain Allah maka kita masuk golongan sesat dan kafir. Apakah kita sudah menyembah Allah?

Artian menyembah ini tidak hanya dalam hal ibadah kepada Tuhan melalui Ritual, akan tetapi lebih utamanya adalah mempraktekkan nilai terkandung dari ritual yang kita kerjakan dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan manusia (bermasyarakat).

Sehingga dengan memahami arti menyembah, diharapkan setiap diri manusia dituntut untuk menjadi manusia yang sempurna, baik dalam perilaku, tutur kata hingga persangkaan.

Akan tetapi kebanyakan dari manusia tidak memahami makna dari menyembah ini, sehingga dalam praktek hidupnya seenaknya sendiri, semena-mena terhadap sesama bahkan merusak lingkungan.

Yang diberi kekayaan lupa akan Tuhan, karena telah Menjadikan kekayaannya sebagai Tuhan. Yang miskin menuntut keadilan Tuhan, bahkan banyak yang menghujat. Yang diberi ilmu , jadi sombong, angkuh, “ngakali (red. jawa)” orang lain. Menjadikan uang, kekuasaan, keangkuhan sebagai Tuhan. Hal-hal kecil inilah sebagai salah satu contoh perbuatan yang disebut dengan menyekutukan Tuhan (syirik). Hal ini terjadi karena mereka hanya “TAU” Tuhan. Dan bagi yang telah “KENAL” Tuhan, hal ini tidak akan terjadi.

Tuhan hanya mereka ingat saat menjalankan “ritual”. Selesai menjalankan, Tuhannya terlupakan.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisaa' 4 : 48)

d.    Sejatinya Tuhan       Tuhan,Good,Sang Maha Kuasa, Hyang Widhi dll merupakan kata ganti dari “Dzat” yang Maha Luar Biasa yang disematkan oleh manusia. Karena “keberadaan-NYA” maka semua menjadi ada. Manusia menyebutnya dengan berbagai nama, Adonai, El Shaddai,  YHWH (Yahweh), Ranying Hatala, Brahma . Bahkan agama islam menyebutnya dengan nama-nama baik Tuhan (asmaul Husna) yang berjumlah 99.

Apakah beberapa nama yang telah tersebut diatas adalah nama sejati-NYA?Untuk menemukan jawabannya marilah kita perhatikan kata-kata bijak berikut dibawah ini

Page 39: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ NAMA-DIRI Tuhan hanya bisa dikenalkan oleh Tuhan sendiri kepada mahluk-Nya. Nama-Nya tidak bisa datang dari karya atau tradisi manusia, itu hanyalah nama Ilah, hasil sebuah perolehan dari manusia yang terlanjur percaya bahwa itulah nama pribadi Tuhan-Nya.”

Apabila kita menyimak makna terkandung dari kata-kata bijak diatas, akan  kita temukan kenyataan bahwa nama-nama Tuhan yang telah ada sekarang merupakan nama-nama Tuhan hasil dari pemikiran manusia. Akan tetapi terkait “SEJATINYA”, Tuhan sendirilah yang akan memperkenalkan diri-NYA kepada manusia-manusia pilihan, yaitu manusia yang kemana saja melihat disitu yang dilihatnya selalu “WAJAH TUHAN”. Sehingga manusia wajib mengenal dulu, baru kemudian meyakini dengan Haqul Yakin (baca : Hakekat Iman)

Sebagai contohnya adalah ada pertanyaan untuk pemeluk agama islam terkait Tuhan. “siapakan Allah?”,jawaban secara serentak adalah “ Tuhan seru sekalian Alam”.Pertanyaan kita lanjutan, “ Siapakah Tuhan seru sekalian Alam”,pasti akan menjawab kembali “Allah”.

Dengan contoh pertanyaan tersebut diatas, sebenarnya yang ingin disampaikan adalah “SEJATI-NYA DIA siapa?”

Bagaimana apabila kita ulang lagi pertanyaan?, jawaban yang kita dapat akan berputar disitu saja. Dan apabila kita kejar terus, yang muncul adalah jawaban dengan penuh hawa amarah, dan ujung-ujungnya mengkafirkan orang lain.

 

      Kenapa “SEJATINYA” wajib diketahui oleh setiap manusia?, jawabanya adalah sederhana, “ agar tidak timbul aku-akuan terkait Tuhan ”. Sehingga semua menyadari dan saling memahami bahwa Tuhan adalah univesal dan penyebutannya dengan nama-nama tertentu hanya bermaksud memudahkan dalam pengajaran kehidupan tentang DIA dengan segala Ciptaan-NYA.

 

      Sebagai contoh nyata pembahasan tentang hal tersebut diatas adalah peristiwa yang pernah terjadi di negara malaysia dan indonesia. Ditulis oleh saudara Ulil Abshar Abdalla, berikut kutipannya ;Masalahnya adalah bahwa sebagian umat Islam sendiri melakukan sejumlah tindakan yang justru membuat citra Islam itu menjadi buruk. Menurut saya, pendapat ulama dan sikap pemerintah Malaysia itu adalah salah satu contoh tindakan semacam itu. Jika umat Islam menginginkan agar umat lain memiliki pandangan yang positif tentang agama islam, maka langkah terbaik adalah memulai dari “dalam” tubuh umat Islam sendiri. Yaitu dengan menghindari tindakan yang tak masuk akal.

   SEORANG perempuan beragama Kristen saat ini sedang menggugat pemerintah Malaysia dengan alasan telah melanggar haknya atas kebebasan beragama (baca International Herald Tribune, 29/11/2008). Mei lalu, saat balik dari kunjungan ke Jakarta, Jill Ireland, nama perempuan itu, membawa sejumlah keping DVD yang berisi bahan pengajaran Kristen dari Jakarta. Keping-keping itu disita oleh pihak imigrasi, dengan alasan yang agak janggal: sebab

Page 40: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

dalam sampulnya terdapat kata “Allah”. Pertanyaan yang layak diajukan adalah: apakah kata “Allah” hanyalah milik umat Islam saja? Apakah umat lain tidak boleh menyebut Tuhan yang mereka sembah dengan kata “Allah”? Apakah pandangan semacam ini ada presedennya dalam sejarah Islam? Kenapa pendapat seperti itu muncul?

   Sebagai seorang Muslim, terus terang saya tak bisa menyembunyikan rasa geli, tetapi juga sekaligus jengkel, terhadap pandangan semacam ini. Sikap pemerintah Malaysia ini jelas bukan muncul dari kekosongan. Tentu ada sejumlah ulama dan kelompok Islam di sana yang menuntut pemerintah mereka untuk memberlakukan larangan tersebut.Di Indonesia sendiri, hal serupa juga pernah terjadi. Beberapa tahun lalu, ada seorang pendeta Kristen di Jakarta yang ingin menghapus kata “Allah” dalam terjemahan Alkitab versi bahasa Indonesia. Menurut pendeta itu, istilah “Allah” bukanlah istilah yang berasal dari tradisi Yudeo-Kristen. Nama Tuhan yang tepat dalam tradisi itu adalah Yahweh bukan Allah.

   Jika usulan untuk melarang penggunaan kata Allah berasal dari dalam kalangan Kristen, tentu saya, sebagai orang luar, tak berhak untuk turut campur. Tetapi jika pendapat ini datang dari dalam kalangan Islam sendiri, maka saya, sebagai seorang Muslim dan “orang dalam”, tentu berhak mengemukakan pandangan mengenainya.

   Pandangan bahwa istilah Allah hanyalah milik umat Islam saja, menurut saya, sama sekali tak pernah ada presedennya dalam sejarah Islam. Sejak masa pra-Islam, masyarakat Arab sendiri sudah memakai nama Allah sebagai sebutan untuk salah satu Tuhan yang mereka sembah. Dalam Quran sendiri, bahkan berkali-kali kita temui sejumlah ayat di mana disebutkan bahwa orang-orang Arab, bahkan sebelum kedatangan Islam, telah mengakui Allah sebagai Tuhan mereka (baca QS 29:61, 31:25, 39:37, 43:87). Dengan kata lain, kata Allah sudah ada jauh sebelum Islam sebagai agama yang dibawa Nabi Muhammad lahir di tanah Arab.

   Begitu juga, umat Kristen dan Yahudi yang tinggal di kawasan jazirah Arab dan sekitarnya memakai kata Allah sebagai sebutan untuk Tuhan. Para penulis Kristen dan Yahudi juga memakai kata yang sama sejak dulu hingga sekarang. Seorang filosof Yahudi yang hidup sezaman dengan Ibn Rushd di Spanyol, yaitu Musa ibn Maimun (atau dikenal di dunia Latin sebagai Maimonides [1135-1204]) menulis risalah terkenal, Dalalat al-Ha’irin (Petunjuk Bagi Orang-Orang Yang Bingung). Kalau kita baca buku itu, kita akan jumpai bahwa kata Allah selalu ia pakai untuk menyebut Tuhan.

   Semua Bibel versi Arab memakai kata Allah sebagai nama untuk Tuhan. Ayat pertama yang terkenal dalam Kitab Kejadian diterjemahkan dalam bahasa Arab sebagai berikut: Fi al-bad’i khalaqa Allahu al-samawati wa al-ard (baca Al-Kitab al-Muqaddas edisi The Bible Society in Lebanon). Dalam terjemahan versi Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), ayat itu berbunyi: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”.

  Dalam perspektif historis, pandangan sejumlah ulama Malaysia yang kemudian diresmikan oleh pemerintah negeri jiran itu, jelas sangat aneh dan janggal sebab sama sekali tak ada presedennya. Dipandang dari luar Islam, pendapat ulama Malaysia itu juga bisa menjadi bahan olok-olok bagi Islam. Sebab, pandangan semacam itu tiada lain kecuali memperlihatkan cara berpikir yang sempit di kalangan sebagian ulama. Jika para ulama di Malaysia itu mau merunut sejarah ke belakang, kata Allah itu pun juga bukan “asli” milik

Page 41: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

umat Islam. Kata itu sudah dipakai jauh sebelum Islam datang. Dengan kata lain, umat Islam saat itu juga meminjam kata tersebut dari orang lain.

  Yahudi, Kristen, dan Islam adalah tiga agama yang lahir dari rahim yang sama, yaitu dari tradisi Ibrahim. Islam banyak sekali mewarisi tradisi dan ajaran dari kedua agama itu. Karena asal-usul yang sama, dengan sendirinya sudah lumrah jika terjadi proses pinjam-meminjam antara ketiga agama itu. Selama berabad-abad, ketiga agama itu juga hidup berdampingan di jazirah Arab dan sekitarnya. Tak heran jika terjadi proses saling mempengaruhi antara ketiga tradisi agama Ibrahimiah tersebut. Tradisi Kristiani, misalnya, mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan Islam, terutama dalam tradisi pietisme atau mistik (baca, misalnya, buku karangan Tarif Khalidi, “The Muslim Jesus: Saying and Stories in Islamic Literature“, 2001).

  Quran sendiri banyak meminjam dari tradisi lain, termasuk dalam konteks istilah-istilah yang berkaitan dengan peribadatan. Hampir semua istilah-istilah ritual yang ada dalam Islam, seperti salat (sembahyang), saum (puasa), hajj, tawaf (mengelilingi ka’bah), ruku’ (membungkuk pada saat salat) dsb., sudah dipakai jauh sebelum Islam oleh masyarakat Arab.

Dengan kata lain, proses pinjam-meminjam ini sudah berlangsung sejak awal kelahiran Islam. Pandangan ulama Malaysia itu seolah-olah mengandaikan bahwa semua hal yang ada dalam Islam, terutama istilah-istilah yang berkenaan dengan doktrin Islam, adalah “asli” milik umat Islam, bukan pinjaman dari umat lain. Sebagaimana sudah saya tunjukkan, pandangan semacam itu salah sama sekali.

   JIKA demikian, bagaimana kita menjelaskan pendapat yang janggal dari Malaysia itu? Saya kira, salah satu penjelasan yang sederhana adalah melihat masalah ini dari sudut dinamika internal dalam tubuh umat Islam sendiri sejak beberapa dekade terakhir. Sebagaimana kita lihat di berbagai belahan dunia Islam manapun, ada gejala luas yang ditandai oleh mengerasnya identitas dalam tubuh umat. Di mana-mana, kita melihat suatu dorongan yang kuat untuk menetapkan batas yang jelas antara Islam dan non-Islam. Kekaburan batas antara kedua hal itu dipandang sebagai ancaman terhadap identitas umat Islam.

   Penegasan bahwa kata “Allah” hanyalah milik umat Islam saja adalah bagian dari manifestasi kecenderungan semacam itu. Pada momen-momen di mana suatu masyarakat sedang merasa diancam dari luar, biasanya dorongan untuk mencari identitas yang otentik makin kuat. Inilah tampaknya yang terjadi juga pada umat Islam sekarang di beberapa tempat. Kalau kita telaah psikologi umat Islam saat ini, tampak sekali adanya perasaan terancam dari pihak luar. Teori konspirasi yang melihat dunia sebagai arena yang dimanipulasi oleh “kllik” tertentu yang hendak menghancurkan Islam mudah sekali dipercaya oleh umat. Teori semacam ini mudah mendapatkan pasar persis karena bisa memberikan justifikasi pada perasaan terancam itu.

   Keinginan untuk memiliki identitas yang otentik dan “beda” jelas alamiah belaka dalam semua masyarakat. Akan tetapi, terjemahan keinginan itu dalam dunia sehari-hari bisa mengambil berbagai bentuk. Ada bentuk yang sehat dan wajar, tetapi juga ada bentuk yang sama sekali tak masuk akal bahkan lucu dan menggelikan. Pandangan ulama Malaysia yang kemudian didukung oleh pemerintah negeri itu untuk melarang umat Kristen memakai istilah “Allah” adalah salah satu contoh yang tak masuk akal itu. Sebagaimana saya sebutkan di

Page 42: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

muka, secara historis, pandangan semacam ini sama sekali tak ada presedennya. Selain itu, proses saling meminjam antara Islam, Kristen dan Yahudi sudah berlangsung dari dulu.

   Bayangkan saja, jika suatu saat ada kelompok Yahudi yang berpikiran sama seperti ulama Malaysia itu, lalu menuntut agar umat Islam tidak ikut-ikutan merujuk kepada nabi-nabi Israel sebelum Muhammad — apakah tidak runyam jadinya. Orang Yahudi bisa saja mengatakan bahwa sebagian besar nabi yang disebut dalam Quran adalah milik bangsa Yahudi, dan karena itu umat Islam tak boleh ikut-ikutan menyebut mereka dalam buku-buku Islam. Sudah tentu, kita tak menghendaki situasi yang “lucu” dan ekstrem seperti itu benar-benar terjadi.(Baca : Kemana Mencari Tuhan)

   Selama ini umat Islam mengeluh karena umat lain memiliki pandangan yang negatif tentang Islam, dan karena itu mereka berusaha sekuat mungkin agar citra negatif tentang agama mereka itu dihilangkan. Masalahnya adalah bahwa sebagian umat Islam sendiri melakukan sejumlah tindakan yang justru membuat citra Islam itu menjadi buruk. Menurut saya, pendapat ulama dan sikap pemerintah Malaysia itu adalah salah satu contoh tindakan semacam itu. Jika umat Islam menginginkan agar umat lain memiliki pandangan yang positif tentang agama mereka, maka langkah terbaik adalah memulai dari “dalam” tubuh umat Islam sendiri. Yaitu dengan menghindari tindakan yang tak masuk akal.Tak ada gunanya umat Islam melakukan usaha untuk mengoreksi citra Islam, sementara mereka sendiri memproduksi terus-menerus hal-hal yang janggal dan tak masuk akal.

Caveat: Mohon maaf kepada teman-teman dan pembaca Malaysia, jika tulisan saya ini terlalu kritis pada pemerintah Malaysia dalam isu yang spesifik ini. Saya sama sekali tidak berpandangan bahwa sikap pemerintah Malaysia itu mewakili sikap seluruh umat Islam di sana. Saya tahu, banyak kalangan Islam di sana yang tak setuju dengan sikap ulama dan pemerintah Malaysia itu. Hal ini kami angkat semata-mata untuk membuka mata kita akan kebesaran “ISLAM”.

Demikian sekelumit kisah dari “aku-akuan” yang sebenarnya pun Tuhan tidak menginginkan hal ini terjadi.(Baca :Nama Sejati Tuhan)

   Semua paham yang ada didunia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kenapa? Karena hakikat Tuhan itu tidak terbatas. Sedangkan manusia sangat terbatas. Bagaimana suatu yang terbatas dapat mengetahui sepenuhnya Yang Tidak Terbatas. Definisi-definisi yang dibuat manusia tentang Tuhan, ibarat suatu usaha untuk mengukur alam semesta dengan seutas tali yang panjangnya 2 meter. Definisi-definisi itu jauh dari sempurna. Misteri Tuhan tidak akan pernah dapat disingkapkan oleh siapapun.

   Maka secara hakiki Tuhan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Kita manusia terpaksa bergantung kepada imajinasi yang meluhurkan ataupun kadang-kadang merendahkan diri kita. Sifat-sifat yang kita berikan kepada Tuhan dengan Prayojana semurni-murninya adalah benar bagi kita tapi pada hakikatnya salah. Sebab setiap usaha untuk menggambarkan Tuhan pasti akan menemukan kegagalan.

   Setiap orang memang harus percaya bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan Tuhan, dalam arti ia merasa dekat dengan Tuhan. Tapi ia sama sekali tidak boleh merasa atau mengatakan bahwa ia atau mereka telah memonopoli Tuhan. Kedekatan kita dengan Tuhan tidak memberi hak kepada kita untuk mengasingkan Tuhan dari orang lain. Tuhan tidak

Page 43: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

pernah mengikatkan dirinya hanya pada satu kelompok orang, baik berdasarkan suku maupun agama.

   Demikian pula halnya dengan kelompok. Orang Yahudi merasa memiliki hubungan khusus dengan Yahweh. Orang Kristen dengan Yesus. Orang Islam dengan Allah. Orang Budha dengan Sang Budha. Orang Hindu dengan Sang Hyang Widhi. Tapi hubungan khusus dengan Yahweh tidak boleh membuat orang Yahudi mengatakan Yesus atau Allah bukan Tuhan. Hubungan khusus dengan Sang Hyang Widhi tidak memberi hak kepada orang Hindu untuk mengatakan bahwa Allah dan Yesus tuhan palsu. Bagi orang Hindu nama-nama itu semua merujuk kepada hakikat yang satu: Tuhan.

   Yesus oleh orang Kristen disebut Terang Dunia, Allah disebut Nur. Dalam Upanishad Tuhan diandaikan bagaikan angin yang mengambil bentuknya dalam setiap benda yang dimasukinya, bagaikan api yang mengambil bentuk dalam setiap benda yang terbakar. Tuhan juga disebut sebagai matahari pemberi kehidupan. Bahkan sinarNya melebihi terang cahaya matahari: "Disana matahari tidak bersinar, bulan tidak bersinar, tidak juga bintang-bintang; kilat tidak bercahaya apalagi bumi. Dari SinarNya semua (benda-benda angkasa) ini dapat memantulkan cahaya, dan sinarNya menerangi seluruh ciptaan". (Baca : Tujuan Tuhan Dengan Menciptakan Banyak Agama)

   Berdasarkan pengertian bahwa Tuhan bersatu dengan ciptaanNYA, maka masyarakat jawa menggambarkan usaha pencariannya dengan memanfaatkan simbolisasi guna memudahkan pemahaman.

Pada sebuah kidung dhandhanggula digambarkan : Ana pandhita akarya wangsit (ada pendeta yang mencari petunjuk), kaya kombang anggayuh tawang (seperti kumbang yang ingin terbang kelangit), susuh angin (sarang burung) ngendi nggone, lawan galihing kangkung (inti kangkung), watesane langit (batas cakrawala) jaladri, tapake kuntul mabur ( bekas telapak burung kuntul yang terbang) nglayang lan gigiring panglu (pinggir dari bumi/globe)….

Di sini jelaslah yang dicari merupakan sesuatu yang tidak tergambarkan atau tidak dapat disepertikan (Tan kena Kinaya Ngapa), yang disebut orang kebanyakan sesungguhnya bukan. Sehingga masyarakat jawa menyatakan bahwa hakikat Tuhan adalah sebuah kekosongan, Suwung.

Logikanya, apabila hakikat Tuhan adalah kekosongan, maka untuk menyatukan diri dengan sang maha kosong kitapun harus kosong. Dengan menghilangkan muatan-muatan yang membebani jiwa, seperti nafsu dan keinginan.Harapan dari kesemua konsep diatas adalah agar manusia memahami betul akan “sangkan paraning dumadi”.

Dalam tembang dhandanggula di jelaskan “

“ Kawruhana sejatining urip ““ Urip ono jroning alam donya ““ Bebasane mampir ngombe ““ Umpama manuk mabur ““ Lunga saka kurungan neki ““ Pundi Pencokan benjang ““ Awja kongsi kaleru “

Page 44: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Njan-sinajan ora wurung bakal mulih ““ Umpama lunga sesanja ““ Mulih mulanira

Artinya “ ketahuilah sejatinya hidup, hidup didalam alam dunia ini, ibarat perumpamaan mampir minum, ibarat burung terbang, pergi jauh dari kurungannya, dimana hinggapnya besok, jangan sampai keliru, umpama orang pergi bertandang, saling bertandang, yang pasti bakal pulang, pulang ke asal muasalnya. (baca : Sangkan Paraning Dumadi )

 

Allah hanyalah salah satu nama Tuhan dari sekian juta nama-NYA. Dia ada di luar himpunan apapun. Dia tak beragama, dan tidak memeluk agama apapun. Karena itu, kita jangan berfikir, baik sadar maupun tidak, bahwa Allah ‘beragama Islam’.

 5. Syahadat Rasul

Arti secara bahasa tulisan adalah “ dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah”.

 

     Makna syahadat Muhammad Rasulullah secara syariat adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad utusan Allah kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti.

Apakah “Syahadat Rasul” setelah dibahas dalam dunia makna (Hakikat) masih memiliki arti dan makna yang sama seperti tersebut diatas?Marilah kita kupas satu persatu, kata demi kata diatas dengan tanpa mengurangi makna secara syariat yang telah ada.

 

5.1 Hakikat Aku          Siapakah aku didalam sahadat tauhid dan rasul ini?!!, Dalam budaya jawa, jauh sebelum islam dan yang lain masuk,  “Aku” bisa dijelaskan dengan konsep “sedulur papat

Page 45: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

limo Pancer”. Yaitu manusia sebagai “diri pribadi” yang dikawal oleh 4 sahabat dalam menjalani tugas-tugas didunia, Ketuban, ari-ari, tali pusar, dan darah. (Baca: Malaikat)

          Setelah Islam  masuk ke Nusantara, konsep “sedulur papat” berubah sesuai bahasa induk agama islam dari jazirah arab, yaitu 4 malaikat utama. Jibril, mikail, isrofil dan izroil.

Oleh kelompok Sufi tertentu, sistem saudara empat ini disejajarkan dengan keempat sifat  nafsu, yaitu  nafsu amarah, lawammah, sufiyah dan muthmainnah. Nabi Muhammad sendiri memiliki 4 sahabat utama, umar, ustman, abu bakar serta ali. Apakah hal ini suatu kebetulan?!, Yang pasti adalah Nabi ingin memberikan pelajaran secara wujud mengenai sedulur papat, malaikat atau sistem saudara dalam perlindungan serta penjagaan.

Coba perhatikan dan bandingkan sifat dari empat sahabat itu dengan keempat sifat nafsu, bandingkan juga dengan fungsi dari ketuban, ari-ari, tali pusar, dan darah. Sekaligus bandingkan dengan ciri-ciri dari 4 malaikat utama.!!!!

 

5.2 Hakikat BersaksiBersaksi, arti kata ini adalah melihat dengan kepala mata sendiri, percaya, baru setelahnya akan bersaksi. 

“ Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). “ (QS. Al-Israa’ 17: 72)

 

Setelah mengetahui arti dan makna dari bersaksi seperti tersebut diatas, apakah “kita telah bersaksi atau melihat langsung Muhammad Rasulullah”? (tanyakan pada hati nurani yang paling dalam)

5.3 Hakikat Muhammad

Page 46: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad." Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."  (QS. Ash Shaff 61 : 6)

 

“dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah”.

 

Dari firman Tuhan yang tertuang dalam Ash Shaff ayat 61 sangatlah jelas bahwa Nabi umat islam bernama Ahmad, tapi kenapa didalam syahadat rasul saat “Muhammad” diartikan dengan “Nabi Muhammad SAW”? (Baca : GELAR MUHAMMAD)

     Setelah membaca Isra' Mi'raj Dalam Pandangan Syariat\GELAR MUHAMMAD, barulah kita pahami bahwa Muhammad adalah gelar bagi seorang yang bernama Ahmad. Gelar ini pun didapatkannya setelah membuktikan diri dalam praktek kehidupan sehari-hari sebagai manusia yang “Rahmatan Lil alamin”, Sehingga pemaknaan dari “Muhammad” pada syahadat Rasul tidak serta merta dinisbatkan kepada satu sosok manusia yang bernama Ahmad dengan gelarnya Muhammad. Kenapa demikian?, karena arti kata dan makna dari “ Muhammad “ adalah Entitas dasar dari sifat terpuji yang diberikan Tuhan kepada manusia.

“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk atau rupa kamu, juga tidak kepada harta benda kamu. Akan tetapi, Allah swt memandang kepada hati dan amal perbuatanmu semata.” (HR. Ibn Majah).

Berikut dibawah ini terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad yang dimaksud adalah Entitas dasar dari sifat terpuji yang diberikan Tuhan kepada manusia.

 

5.3.1  Filosofi Wayang       Wayang dengan segala perangkatnya mengandung makna yang sangat luar biasa dalam memahami sejati-NYA Tuhan dengan segala ciptaannya. Dalam Suluk Gatholoco tertuang bahasan mengenai hal ini. Secara Heirarki atau urutan dari yang paling tua dantara Dalang Wayang,  Kêlir (Layar), dan Balencong (pelita yang dinyalakan pada jaman dulu selama pertunjukan wayang kulit digelar) adalah sebagai berikut :

 

Page 47: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Pertama, Blencong.

      Blencong menghasilkan “Cahaya” yang mampu menerangi. Dengan cahaya ini semua akan bergulir, semua akan bergeliat untuk beraktifitas. “Bagaimana kalau tidak ada cahaya?”, jawaban yang pasti adalah “tidak akan ada aktifitas apapun”.

     Makna hakikat dari cahaya ini adalah “cahaya terpujinya Tuhan”, yaitu Tuhan sendiri yang bertajali dengan sebutan “Nur Muhammad”. Dengan adanyanya Cahaya Terpuji ini semua menjadi ada. Nur Muhammad ini bukanlah Nur nya Nabi Muhammad seperti yang diyakini banyak pemeluk agama islam. Akan tetapi Nur bagi seluruh di alam semesta dengan segala isinya.

     Pada malam Ghaibul Ghaib yaitu dalam keadaan antah-berantah hanya Dzat semata. Belum ada awal dan belum ada akhir, belum ada bulan dan belum ada matahari, belum ada bintang belum ada sesuatupun. Malahan belum ada Tuhan yang bernama Allah, maka dalam keadaan ini, Diri yang punya Dzat tersebut telah mentajalikan diri-Nya untuk memuji diri-Nya.

     Lantas tajalilah Nur Allah dan kemudian tajali pula Nur Muhammad (Insan Kamil), yang pada peringkat ini dinamakan Anta Ana, (Kamu, Aku) , (Aku,Kamu),Ana Anta. Maka yang punya Dzat bertanya kepada Nur Muhammad dan sekalian Roh untuk menentukan kedudukan dan taraf hamba. Lantas ditanyakan kepada Nur Muhammad, Aku ini Tuhanmu? Maka dijawablah Nur Muhammad yang mewakili seluruh Roh, Ya…Engkau Tuhanku. Persaksian ini dijelaskan dalam firman-NYA berikut ini :

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (QS. Al-Araf 7 : 172)

     Selepas pengakuan atau persumpahan Roh itu dilaksanakan, maka bermulalah era baru di dalam perwujudan Allah SWT. Firman Allah dalam Hadits Qudsi yang artinya :“Aku suka mengenal diriku, lalu aku jadikan mahkluk ini dan aku perkenalkan diriku.

    Apa yang dimaksud dengan mahkluk ini ialah : Nur Muhammad sebab seluruh kejadian alam maya ini dijadikan daripada Nur Muhammad tujuan yang punya Dzat mentajalikan Nur Muhammad adalah untuk memperkenalkan diri-nya sendiri dengan diri Rahasianya sendiri.

    Maka diri Rahasianya itu adalah ditanggung dan diakui amanahnya oleh suatu kejadian yang bernama : Insan yang bertubuh diri bathin (Roh) dan diri bathin itulah diri manusia, atau Rohani.

     Firman Allah dalam hadist qudsi : “AL-INSAANU SIRRI WA-ANA SIRRUHU”, Artinya : Manusia itu RahasiaKu dan Akulah yang menjadi Rahasianya. Jadi yang dinamakan manusia itu ialah karena ia mengenal Rahasia. Dengan perkataan lain manusia itu mengandung Rahasia Allah.

Page 48: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

     Karena manusia menanggung Rahasia Allah maka manusia harus berusaha mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya manusia akan dapat mengenal Tuhannya, sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada Yang Punya Diri pada waktu dipanggil oleh Allah SWT. Yaitu tatkala berpisah Roh dengan jasad. Kembali kepada Allah harus selalu dilakukan semasa hidup, atau dalam istilah orang perjalanan spiritual dengan ‘mati sebelum mati / mati sajroning urip mati ’. (Baca : Mati Selagi Hidup )

“ Sesunggunya Allah memerintahkan kamu supaya memulangkan amanah kepada yang berhak menerimanya. (Allah).” (QS. An-Nisa 4:58)

 

Hal tersebut diatas dipertegas lagi oleh Allah dalam hadist qudsi : MAN ARAFA NAFSAHU, FAQAT ARAFA RABAHU.  Artinya : Barang siapa mengenal dirinya maka ia

akan mengenal Tuhannya.Dalam menawarkan tugas yang sangat berat ini, pernah ditawarkan Rahasia-nya itu kepada

Langit, Bumi dan Gunung-gunung tetapi semuanya tidak sanggup menerimanya.

 

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,” (Al Ahzab 33 : 72)

     Oleh karena amanat (Rahasia Allah) telah diterima, maka adalah menjadi tanggung jawab manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain tugas manusia adalah menjaga hubungannya dengan yang punya Rahasia.

Setelah amanat (Rahasia Allah) diterima oleh manusia (diri Batin/Roh) untuk tujuan inilah maka Adam dilahirkan untuk memperbanyak diri, diri penanggung Rahasia dan berkembang dari satu abad ke satu abad, diri satu generasi ke satu generasi yang lain sampai alam ini mengalami KIAMAT DAN RAHASIA ITU KEMBALI KEPADA ALLAH. (Baca : Asal Kejadian & Hakikat Nur Muhammad)

INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAAJIUNArtinya : Kita berasal dari Allah, dan kembali kepada Allah.

 

Page 49: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Kedua, Kelir (layar)

      Kelir (layar) merupakan sifat dari “WUJUD” Tuhan. Manakala Balencong sudah dinyalakan, menyala- nyala terlihat terang, Kêlir (Layar) akan tampak, dimana arah bawah dan arah atas, dimana kanan dan dimana kiri, serta bagaimana wujud dari setiap jenis Wayang.

 

“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al A'raaf 7 : 54)

 

WUJUD artinya ada, bukti adanya nafas, ada nafas tentu saja ada hidup, setiap ada hidup sudah pasti, ada Allah, sebab sifatnya hidup dari Dzat-Nya Sifat-Nya Allah Ta’ala. Keimanan seseorang akan membuatnya dapat berpikir dengan akal sehat bahwa jagat kabir dan jagat shagir ada, karena adanya Allah yang menciptakannya

 

Ketiga, Dalang Wayang

     Ki Dalang duduk dibawah pelita, mampu memilah dan memilih, menimbang besar kecilnya, terhadap setiap jenis, dari perwatakan tiap Wayang, sehingga mampu menyesuaikan ucapannya (dengan tiap karakter wayang kulit), sebab mendapat petunjuk, dari Balencong yang menerangi, oleh karenanya Balencong yang lebih tua.Sedangkan bunyi gamêlan, mengiringi gerakan Wayang, Dalang hanya sekedar mengucapkan, dari suara tiap jenis Wayang, sedang tinggi atau rendah, menurut kehendak Dalang, berhentinya gamêlan, Ki Dalang yang berkuasa, akan tetapi sesungguhnya Dalang hanya sekedar mengucapkan dan menggerakkan Wayang sesuai dengan kisah yang telah ditentukan.

     Kisah yang digelar dikehendaki oleh orang yang mengundang, yang dinamakan Kyai Sêpi, kata Sêpi berarti Tidak Ada, akan tetapi Keberadaan-Nya sesungguhnya tergelar, langgeng tak berubah, tak bisa berkurang dan tak bisa ditambah, tanpa kehendak tanpa sifat, akan tetapi ada yang lebih berkuasa, diatas gerakan Wayang dan ucapan Ki Dalang.

Page 50: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

    Yang membuat semua bisa bergerak, bergerak melakukan perbuatan jelek maupun baik, dari yang melihat hingga yang mengundang, yaitu Kyai Urip (Kyai Hidup), manakala pelita telah padam, semua jadi kosong, tidak ada apa-apa, bagaikan Ingsun (Aku) ketika belum terlahirkan, tetap kosong tidak ada apapun juga.Layar itu sesungguhnya adalah Raga ini, Wayang sesungguhnya Suksma Sejati, Dalang sesungguhnya Rasul Muhammad, Balencong adalah Percikan Hidup, bagaikan Hyang Widdhi sendiri, Cahaya Hidup tersebut, merata didalam tubuhmu, diluar didalam diatas dan dibawah, Wujudmu tak lain adalah Wujud Allah Yang Kuasa.Jikalau pertunjukan Wayang telah selesai, Wayang beserta Kêlir (Layar), disimpan didalam kotak, Balencong berpisah dengan Kêlir (Layar), Dalang berpisah dengan Wayang, kemanakan perginya, sirnanya Balencong dan Wayang? Carilah hingga ketemu, apabila tidak mengetahui hal itu hidupmu bagaikan arca batu semata. (Baca : Bima dan Dewaruci (Serat Dewa Ruci))

 

5.3.2 Wirid Hidayat Jati      Dalam Wirid Hidayat Jati, makrifat yang di diajarkan adalah wejangan yang berasal dari delapan wali dari tanah Jawa, yang sudah dikumpulkan menjadi satu. Isinya bersumber dari intisari firman Allah SWT yang dijelaskan dalan hadis Nabi Muhammad SAW kepada Sayyidina Ali r.a melalui telinga kirinya.

Yang disebut Muhammad itu, apakah Kakiki (Hakiki : Intisari Gaib) atau yang Majaji (Maujudi : yang berwujud nyata), maka jawablah, yang dinamakan  Muhammad itu adalah seorang Nabi, tapi hakekatnya yang disebut Muhammad itu, tak lain adalah Dzatullah illapi (Dzatullahullahi A- Idhofi : Dzat Allah Yang menambah kekuatan bagi semesta atau energi illahi)   Muhammad yang Hakiki dan Maujud, kedua- duanya adalah tunggal juga, semuanya ada didiri kalian (seluruh makhluk)

 

6. Rasulullah (utusan Allah)        Muhammad itu sesungguhnya adalah nama dari cahaya Allah, yaitu Nur Muhammad (Nur : Cahaya, Muhammad : Terpuji). Inilah inti sari setiap makhluk. Hakikat setiap makhluk.

Secara hakikat dia melampaui segalanya, secara wujud nyata, berwujud seluruh material semesta, termasuk jasad fisik manusia. Maka benarlah jika kita ini disebut perwujudan Nur Muhammad.

Karena Nur Muhammad itu tak lain adalah Allah yang telah bertajali. Dan Ruh kita ini disebut Rasul Muhammad (Rasul : Utusan, Muhammad : Terpuji), percikan / bagian dari Tuhan (bukan Ruh yang diciptakan) Oleh karenanya Allah, (Nur) Muhammad dan Rasul (Muhammad) adalah satu kesatuan tunggal, dalam Ajaran Syeh Siti Jenar maupun Sunan

Page 51: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Kalijaga, sering hanya disebut ALLAH, MUHAMMAD, RASUL saja. (Baca : Asal Kejadian)

6.1     Riwayat Utusan (Nur Muhammad)     "Sesungguhnya AKU (Allah) adalah Dzat yang maha kuasa menciptakan segala sesuatu, jadi seketika, sempurna berasal karena kuasa-KU (Allah), menjadi nyata tanda perbuatan-KU, yang sebagai pembuka (akan pengenalan) Dzat-KU. Yang pertama AKU menciptakan Kayu (pohon) bernama Sajaratul yakin (pohon kehidupan) tumbuh di dalam alam Adam Makdum (kosong hampa) Ajalai Abadi (alam yang sejak jaman azali /dahulu dan kekal adanya). Kemudian Cahya bernama Nur Muhammad (Cahaya Yang Terpuji), berikutnya Cermin bernama Mir’atulhayai (Kaca Wira’i), selanjutnya Nyawa bernama Roh Idhofi (nyawa yang jernih), lalu Lentera / Lampu / pelita bernama Kandil (lampu tanpa api), lalu Permata bernama Da-rah / dzarrah , lalu dinding agung bernama Hijab (dinding jalal atau penutup)  yang merupakan wahana / sekat bagi penampakan Dzat-KU (Allah)."

Penjelasan

Pertama,

      Dalam wejangan ini diterangkan kemaha-kuasaan Sang AKU (Allah). Sekaligus diterangkan tingkat-tingkat 'pengungkapan / penyingkapan' Dzat-Nya supaya dikenali, melalui af'al-Nya (sifat-NYA) dalam penciptaan. Pertama diciptakanNyalah Kayu Sajaratul Yakin (pohon kehidupan) yang hidup dalam alam keabadian. Tumbuh dari benih Kaf dan Nun. Hakekatnya ini adalah bukan penciptaan dalam arti harfiah namun lebih kepada pengungkapan Dzat-Nya untuk dikenali sebagai Sang Hidup. Kayu atau Hayu adalah Hidup atau Urip. Yaitu sebagai Dzat Yang Hidup Berdiri Sendiri. Sedang sifat-Nya belumlah bisa disifati dengan segala macam (bahasa) sifat. Disinilah alam sonya-ruri, awang-uwung, tan kinaya ngapa, laisa kamitslihi syai'un.

Kedua,

      Diciptakan Cahaya yang diberi nama Nur Muhammad atau cahaya yang terpuji.Nur muhammad ini merupakan 'bibit' (wiji) alam semesta. Tercipta dari hasil penyaringan benih Kun sampai murni dan ditambah sinar Hidayah-NYA lalu ditenggelamkan dalam lautan ar-Rahmah Nur. Muhammad berarti cahaya yang terpuji, yang hakekatnya adalah Cahaya Keindahan-NYA sendiri.

(Hadis) seperti burung merak permata putih berada arah sajaratul yakin, hakikat cahaya, tajali Zat berada dalam nukat gaib, merupakan sifat Atma (Wahdat).

Page 52: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Ketiga,

     Allah menciptakan Cermin bernama Miratulkhayai (Cermin Kehidupan /Cermin Malu), dimana ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa setelah diciptakannya Cermin ini, Nur Muhammad akhirnya mengenali dirinya. Hakikatnya pramana yang diakui sebagai rahsanya Dzat, sebagai nama Atma (Wahidiyat).

Keempat,

     Diciptakan Nyawa yang diberi nama Roh Idhofi, artinya nyawa yang jernih. Hadist ; ia berasal dari Nur Muhammad ; hakikat sukma yang diakui keadaan Dzat, merupakan perbuatan Atma (alam Arwah). Dalam satu riwayat setelah Nur Muhammad “dilihat oleh Tuhan”, dia menjadi “malu” dan dari tiap bagian mengeluarkan keringat. Keringat inilah yang dinamakan Roh Idhofi, dimana Roh ini akan bertugas didunia sesuai dengan tempat keringat keluar.

     Manusia “malu” saat dilihat Tuhan, “apakah maknanya”?. Setelah manusia menerima “amanat” dari Tuhan, Manusia menjadi sadar “ sesungguhnya dirinya amat zalim (sombong) dan amat “bodoh” menerima tugas itu

“ Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,” (QS. Al Ahzab 33 : 72)

Sehingga timbullah pertanyaan “apakah saat turun bertugas didunia nanti masih mampu untuk mengenal Tuhan kembali, dan mengembalikan amanah tersebut pada DIA!?”

“"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (QS. Al Baqarah 2 : 156)

 

Allah pun menyindir kita dengan pertanyaan,

“ Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu'minuun 23 : 115)

Page 53: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

 

     Secara fakta didunia manusia diturunkan dalam berbagai suku, agama, ras dengan berbagai bahasa. Karena manusia adalah makhluk yang tergesa-gesa, maka dalam mengambil segala keputusan pun tergesa-gesa. Sehingga timbullah perselisihan, peperangan hanya karena perbedaan “buku panduan”.

"Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.” (QS. al-Anbiya' 21:37)

     Perbedaan-perbedaan diantara manusia tampaknya sering merupakan sarana untuk saling menghancurkan, saling menghujat penuh dendam kesumat, saling menyalahkan, merasa dirinya paling benar dan mulia, yang seharusnya mampu menjadi rahmat bagi seluruh manusia.

     Padahal perbedaan-perbedaan itu merupakan sunatullah. Tujuan adanya perbedaan bukan untuk saling menyakiti tapi untuk disikapi dan diselesaikan dengan cara-cara yang baik dan berada dalam ridho Allah SWT.

Ada 10 perbedaan diantara manusia yang merupakan sunnatullah (ketetapan Tuhan), yaitu :

a. Perbedaan jenis kelamin, bangsa dan suku yang diciptakan untuk saling kenal mengenal

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Al Hujuraat 49 : 13)

b. Perbedaan bahasa dan warna kulit yang merupakan bukti kebesaran Allah yang terdapat pada alam semesta

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang

Page 54: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Ar Ruum 30: 22)

c. Perbedaan pendapat/pemikiran

“Sungguh, kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat” (QS.Adz Dzaariyaat 51 : 8)

d. Perbedaan dalam usaha/perbuatan/kegiatan

“Sungguh, usahamu memang beraneka macam” (QS.Al Lail 92 : 4)

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS.Al Jin 72 :11)

Contoh: Setiap manusia di dalam masyarakat berbeda usaha: ada pedagang, ada pelajar, ada mahasiswa, ada pegawai. Bahkan dalam rumah tangga pun berbeda kegiatan: ada ibu rumah tangga yang sedang memasak, ada anak sedang belajar, ada ayah sedang membaca koran.  Sementara burung, semua sama sedang terbang mencari makan. Ada kambing sedang merumput. Ada ikan sedang berenang. Semua binatang dari masing-masing jenisnya melakukan kegiatan yang sama.

e. Perbedaan kemampuan dan kesanggupan

“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya[867] masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS.Al Israa’ 17 : 84)[867]. Termasuk dalam pengertian keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitarnya.

 

Contoh: Orang yang sudah tua renta, tidak dapat melakukan ritual sholat dengan sempurna.  Namun usahanya itu sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya.  (Orang buta, orang tuli, orang bisu), semua melakukan ibadahnya kepada Allah sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya.

Page 55: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

f. Perbedaan dalam tingkat perekonomian

“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?" (QS.Al An’aam 6 : 53)

g. Perbedaan syariat dan keyakinan

 “Bagi setiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang (harus) mereka amalkan, maka tidak sepantasnya mereka berbantahan dengan engkau dalam urusan (syariat) ini, dan serulah (mereka) kepada Tuhanmu. Sungguh, engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus” (QS. Al Hajj 22 : 67)

h. Perbedaan dalam ritual

Setiap mahluk punya cara do’a, tasbih, sembahyang sendiri-sendiri

“Tidakkah engkau (Muhammad) tahu bahwa kepada Allah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga burung yang mengembangkan sayapnya.  Masing-masing sungguh telah mengetahui (cara) berdo’a dan bertasbih.  Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (QS. An Nuur 24 : 41)

Page 56: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

i. Perbedaan derajat/kedudukan di mata Allah

Allah menetapkan derajat berbeda-beda (agar supaya kita manusia lebih bijak)

“Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kami di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikanNya kepadamu.  Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS. Al An’aam 6 : 165)

j. Perbedaan dalam paradigma/cara pandang/kiblat

Syariat : kiblat, Hakekat : cara pandang

Bagi tiap-tiap umat ada kiblat (dalam hal ini, hakekatnya: cara pandang) nya sendiri-sendiri

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Bagarah 2 : 148)

Kelima, Diciptakan Lentera yang diberi nama Kandil, artinya lampu tanpa api. Hadist; berupa permata, cahaya berkilauan tanpa kaitan. Itulah keadaan Nur Muhammad dan tempat berkumpul semua roh, hakikat angan angan diakui sebagai bayangan Dzat, bingkai Atma (alam Misal).

Keenam, Diciptakan Permata diberi nama Darah, Hadis ; ia mempunyai sinar yang beraneka warna satu tempat dengan malaikat, hakikat budi, sebagai perhiasan Dzat, pintu atma (alam Ajsam).

Ketujuh,Diciptakan dinding agung yang disebut hijab. Hijab adalah pembatas / tabir yang agung. Namun hakekatnya bukan pembatas tetapi 'penyambung' antara yang dihijab dan Yang

Page 57: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Menghijab. Diciptakan dinding pembatas antara kehidupan fisik dan non fisik, antara yang kasar dan halus.

6.2     Utusan Tuhan Dalam Suluk Gatholoco     Pujianmu tiada guna, menyusahkan diri sendiri, tak mengagungkan Rasul (Utusan) sendiri ( Rasul sendiri, maksudnya adalah Atma, Ruh, Percikan Tuhan yang merupakan inti sari setiap makhluk! Ruh kita, Atma kita inilah UTUSAN YANG SESUNGGUHNYA), menyia-nyiakan hidupmu, mengagungkan Rasul diluar diri, semua orang yang sepertimu, tidak memahami yang sebenarnya.

   Menyebut nama Allah dengan sia-sia, teriak-teriak membuat Allah tidak sempat tidur, terganggu suara kalian yang sangat berisik (Ungkapan keprihatinan untuk mengkritik kebiasaan mukmin awam yang suka beribadah disertai rasa pamer, riya’. Ibadah tidak perlu ditunjuk-tunjukkan. Lakukan diam-diam. Tidak usah berteriak-teriak! Itu maksud Gatholoco!).

   Rasulullah (atas nama manusia, Nabi Muhammad) telah meninggal seribu tahun yang lalu, kamu teriaki dari rumahmu (dengan harapan ditemui oleh beliau), walaupun sampai melar lehermu, tidak akan berkenan hadir menemuimu? Hanya melelahkan diri sendiri tiada guna ( maksud Gatholoco hanya melelahkan diri sendiri dan tiada guna jika memuji nama beliau dengan harapan agar ditemui dan mendapat tuntunan. Al-Qur’an dan Hadist, itu sudah cukup beliau berikan bagi acuan peningkatan Kesadaran para pengikut beliau!).

 

7. Makna Hakikat Syahadat“…Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang Wali Mursyd-pun (pemimpin agama) yang dapat memberi petunjuk kepadanya..” (QS. Al Kahfi 18 : 17)

“Barangsiapa yang Allah sesatkan[587], maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.” (QS. Al A'raaf 7 : 186)

 

Page 58: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” (QS. Az Zumar 39 : 23)

[1312]. Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. Sebahagian ahli Tafsir mengatakan bahwa maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Al Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al Faatihah.

“Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka jahannam. Tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.” (QS. Al Israa' 17 : 97)

Page 59: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al An'aam : 125)

7.1     Penunjuk Jalan          Dalam memahami makna hakikat “persaksian manusia dengan Tuhan” dibutuhkan seorang penunjuk jalan atau yang disebut Wali Mursyid. Berkaitan dengan kata “Wali Mursyid” yang terdapat dalam ayat [QS.Al-Kahfi 17] di atas, beberapa tafsir menerangkan, antara lain dalam Tafsir Fathul Qadir yang ditulis oleh Imam Asy-Syaukani menerangkan bahwa “Wali Mursyid” adalah penolong yang dapat memberikan hidayah pada yang haq (kebenaran).

Selanjutnya dalam Tafsir Bahrul Ulum yang ditulis oleh Abu Laits As-Samarqandi diterangkan bahwa “Wali Mursyid” adalah yang memberikan bimbingan/petunjuk kepada tauhid (pengesaan Allah).

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa “Wali Mursyid” itu adalah penolong atau pembimbing yang mengajak kepada kebenaran tauhid, tanpa menyebutkan siapa dia (nama), dari nasab atau keturunan siapa dan ia ada di mana. Selama ia dapat mengajak/membimbing kepada kebenaran Al-Qur’an sebagai petunjuk, menyeru kepada tauhid (mengesakan Allah), maka dialah “Wali Mursyid”.

 

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Yunus 10 : 62)

 

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”(Yunus 10 : 63)

 

Page 60: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS.Yunus 10 : 64)

     Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya dari kalangan para hamba Allah ada segolongan orang yang bukan nabi dan bukan pula syuhada, namun para nabi dan para syuhada’ berebut dengan mereka dalam kedudukannya terhadap Allah.”

Orang pun bertanya, “Wahai Rasulullah, ceritakan kepada kami siapa mereka itu dan apa amal perbuatan mereka. Sebab kami senang kepada mereka karena yang demikian itu.”

Nabi menjawab, “Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, dengan Ruh Allah, tidak atas dasar pertalian keluarga antara sesama mereka dan tidak pula karena harta yang mereka saling beri. Demi Allah, wajah mereka adalah cahaya terang, dan mereka berada di atas cahaya terang. Mereka tidak merasa takut ketika semua orang merasa takut, dan mereka tidak merasa kuatir ketika semua orang merasa kuatir.”

Dan kemudian Rosulullah membaca ayat ini : ‘Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tiada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka merasa kuatir.’ (Kitab Fath al-Bari, Hadis Sahih dirawikan Imam Bukhary)

Dari Abu Hurairah RA ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman: Barangsiapa yang memusuhi Wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dari-Ku pasti Aku akan melindunginya” (Hadits Qudsi diatas dirawikan Imam Bukhary dalam kitab shahihnya, hadits no: 6137.)

     Bila mengacu pada al-Qur’an (Yunus, ayat 62-64), kriteria kewalian itu adalah iman dan taqwa. Dengan sudah terpenuhinya dua kriteria tersebut, berarti seseorang berhak menyandang predikat ‘Wali Allah’. Apakah sesederhana itu?

     Menurut Dr. H. Asep Usman Ismail, salah seorang dosen senior UIN Jakarta. kriteria kewalian yang mengacu pada kadar keimanan dan ketaqwaan tersebut baru memenuhi konsep kewalian secara umum. Agar tidak mengaburkan istilah ‘Wali Allah’ yang demikian Kudus, tentunya kita tidak bisa hanya berpatokan pada pemahaman harfiyah dari ayat di atas.

Kalau ditinjau dari sudut kadar keimanannya maka standar kewalian itu bagi seorang ‘Wali Allah’ tersebut haruslah sampai pada tataran mengenal Allah SWT melalui penyaksian mata batinnya. Dan pada level ini pun masih bertingkat-tingkat kualitasnya.

 

Page 61: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Bagaimana pandangan Anda mengenai konsep kewalian?

Kalau kita kembalikan pada pengertian dasarnya, istilah ‘Wali Allah’ itu kan maknanya bisa berarti dekat, bisa juga kekasih, bisa berarti bimbingan, atau juga pemeliharaan.

Jadi pengertian ‘Wali Allah’ itu adalah orang yang dekat dengan Allah, karena kedekatannya itu pula maka ia layak menjadi kekasih Allah, karena telah dekat dan sekaligus menjadi kekasih-Nya, maka ia pun layak mendapat bimbingan dan juga pemeliharaan dari Allah. Karena itu konsep kewalian itu bisa dijelaskan dari sudut relasi, yaitu relasi antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Apakah dari sudut relasi itu juga dapat menjelaskan adanya tingkatan-tingkatan diantara para ‘Wali Allah’ itu?

Ya, kalau berbicara tentang relasi, kondisi dan intensitas setiap manusia itu kan berbeda-beda. Ada yang baru mendekat, ada yang sudah relatif dekat, ada yang sudah dekat sekali, bahkan ada yang sudah “menyatu”. Karena kondisinya berbeda-beda, maka kualitas kewaliannya pun menjadi berbeda pula. Itulah sebabnya mengapa ada tingkatan-tingkatan ‘Wali Allah’.

Dengan adanya tingkatan-tingkatan tadi, apa saja kriterianya sehingga seseorang layak dikategorikan sebagai ‘Wali Allah’ pada tingkatannya yang paling dasar misalnya?

Dalam al-Qur’an Surah Yunus ayat 62 sampai 64 itu disebutkan, persyaratan untuk menjadi wali itu hanya dua saja. Satu beriman, dua bertaqwa. Dari ayat inilah kemudian para ulama menyimpulkan tentang konsep ‘walaayatul-aammah’ atau kewalian secara umum, ada juga yang mengistilahkannya dengan ‘walaayatut-tauhiid’.

Sejauh mana kadar iman dan taqwa harus dimiliki sehingga seseorang berhak menyandang derajat kewalian dalam konteks kewalian secara umum ini?

Kalau menurut Ibnu Taimiyah, kewalian secara umum itu seseorang harus konsisten atau istiqamah dalam menjalankan segala yang diperintahkan serta menjauhi segala yang dilarang Allah. Tapi belum sepenuhnya mengerjakan yang disunatkan, belum meninggalkan yang dimakruhkan. Dan untuk kategori ini seseorang belum berhak menyandang derajat kewalian dalam pengertiannya yang khusus.

Jika demikian, bila konsep kewalian secara umum ini ditonjolkan, mungkin akan berdampak pada pendangkalan makna. Lebih-lebih istilah wali ini sudah sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal konsep kewalian dalam Islam itu kan begitu kudus. Jadi, apa sebenarnya makna kewalian secara khusus?

Pandangan tentang konsep kewalian secara khusus itu cukup beragam. Misalnya ada yang mengklasifikasikannya menjadi 8 tingkatan, yang masing-masing tingkatan itu menunjukkan kualitas yang berbeda. Tapi ada juga yang membaginya menjadi lima tingkatan saja, misalnya Hakim at-Tirmidzi.

Lalu, siapa saja yang sudah tergolong ‘Wali Allah’ dalam pengertian yang khusus ini?

Page 62: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Agak sulit menjelaskan kalau berbicara secara personal. Lebih jelas kalau kita berbicara tentang konsep. Secara konseptual, ada yang disebut ‘Walayah Haqqullah’. Istilah haq yang disandarkan kepada Allah, ini mengandung beberapa pengertian.

Dalam istilah Haq Allah itu tercermin pengertian pesan, ajaran dan perintah Allah. Karenanya haqullah bisa diartikan dengan syari’at Allah. Jadi Auliya – Wali Allah - pada tingkatan ini adalah mereka yang sudah mampu menjalankan syari’at Allah SWT secara kaffah, yaitu secara komprehensif dan istiqamah.

Jadi tidak ada konsep kewalian yang justru mengabaikan aspek syari’ah. Kecuali itu, istilah haqullah juga mengacu pada realitas wujud yang tertinggi. Jadi kewalian dalam tingkatan ini adalah mereka yang sudah mampu berintegrasi dengan realitas yang tertinggi, yaitu Allah SWT.

Pengertian berintegrasi ini tentunya harus mengacu pada apa yang dikonsepsikan oleh para sufi itu sendiri. Ada yang mengkonsepsikannya dengan ma’rifah, ada yang menyebutnya dengan ittihad, hulul dan lainnya.

Tingkatan berikutnya?

Ada lagi yang disebut ‘Waliyullah’, tidak digandengkan dengan istilah haq lagi. Tingkatan ini untuk menggambarkan bahwa sang wali itu, bukan berarti tidak lagi berpegang dan menjalankan syari’at. Tetapi perhatian dan orientasinya sudah pada substansi, bukan lagi berkutat pada aspek formal dari syari’at. Jadi dia sudah sampai pada tingkat merasakan inti atau substansi dari syari’at.

Dalam konteks ini, Imam Asy-Syathibi mengistilahkannya dengan hikmah syari’ah. Orang pada level ini adalah mereka yang sudah mencapai ‘Ghaayatush-shidqi fil-‘ibadah’, puncak kesungguhan dalam beribadah.

Dia sudah mencapai taraf optimal dalam kualitas ibadahnya. Ia sudah jauh melampaui batas minimal.

Apa perbedaan yang spesifik di antara kedua tingkatan tadi?

Kalau ‘Walaayah haqqullah’ disebut kaum shadiquun. Sedangkan ‘Waliyullah’ disebutnya sebagai shiddiiquun. Kalau mengacu pada pendapat Ibnu Taimiah sebagaimana tadi sudah kita singgung, kewalian secara umum itu baru konsisten menjalankan segala yang diperintahkan serta menjauhi segala larangan Allah. Belum sepenuhnya mengerjakan yang disunatkan, belum meninggalkan yang dimakruhkan.

Nah, kalau kelompok shadiquun itu, secara lahiriyah, mereka sudah istiqamah menjalankan yang disunatkan serta meninggalkan yang dimakruhkan. Adapun secara batiniyah, batinnya itu sudah terhubungkan dengan Allah.

Dengan kata lain, kelompok shiddiiquun adalah mereka yang sudah mencapai esensi dari syari’ah. Artinya sudah sampai pada penyerahan diri secara total kepada Allah. Dia sudah tidak menganggap bahwa dirinya punya kemampuan. Bahkan kesadaran eksistensialnya sudah sirna, sudah fana. Batinnya sudah mu’allqun billah, sudah terpaut erat dengan Allah SWT.

Page 63: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Sebaliknya, orang yang jauh dari Allah itu kan umumnya karena mereka menganggap bahwa dirinya punya kemampuan, menganggap dirinya punya eksistensi yang mandiri di luar Tuhannya.

Lalu tingkatan berikutnya?

Tingkatan berikutnya, ada yang disebut ‘Al-muniibuun’, yaitu orang-orang yang sudah senantiasa mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah. Dia sudah berhasil menekan egonya, sudah dapat menekan kepentingan-kepentingan pribadinya, persepsinya tentang hal-hal duniawi sudah jernih. Orang seperti ini sudah mendekati karakter para malaikat.

Ada lagi yang disebut ‘Al-muqarrabuun’, yaitu orang yang sudah benar-benar dekat dengan Allah SWT. Bedanya dengan kita, misalkan kita ini betul memahami bahwa Allah itu dekat. Tetapi kita baru sampai pada taraf kognitif, tarap pemahaman.

Memang betul kita tidak pernah mengubah pendirian kita bahwa Allah itu dekat. Kita yakin akan betul hal itu. Tetapi kita belum bisa merasakan kedekatannya. Nah ‘Wali al-Muqarrabuun’ ini selalu dapat merasakan kedekatannya kepada Allah, dalam seluruh waktunya dan dalam sepanjang hidupnya.

Ada lagi tingkatan yang lebih tinggi dari yang tadi Anda sebutkan?

Yang lebih tinggi lagi adalah tingkatan ‘Al-munfariduun’. Pada level ini berarti sang wali sudah mencapai taraf menyendiri bersama Tuhannya. Untuk dapat memahami tingkatan ini mungkin kita perlu analogi. Misalnya ada yang hendak bertamu kepada seseorang yang sudah dikenalnya.

Kalau yang masih tergolong awam, kedekatannya itu kan baru pada taraf minimal. Saya kenal seseorang, saya tahu siapa namanya, saya tahu apa pekerjaannya, saya tahu bagaimana karakternya, saya tahu di mana rumahnya. Baru sebatas ini.

Kalau pada level berikutnya, misalnya, oh ya saya sudah sampai ke pekarangan rumahnya, bahkan saya sudah dipersilahkan masuk.

Tapi kalau pada tingkat ‘Al-muqarrabuun’, oh saya bukan saja sudah dipersilahkan masuk, tapi saya sudah diajak ke ruang tengah. Saya sudah diajak berbicara. Hanya saja saya belum bertemu langsung dengannya. Sebab dia masih berada dibalik hijab (pembatas).

Nah, kalau tingkatan ‘Al-munfariduun’, pemilik rumah sudah menampakkan diri. Bukan sekedar dekat bersamanya, tapi sudah berduaan dengannya.

Lalu apa puncak dari tingkatan kewalian itu?

Puncak dari tingkatan kewalian itu adalah ‘Khatmul Walaayah’. Ini juga yang disebut ‘Khutubul Auliya – Wali Kutub’, poros tertinggi dari derajat kewalian.

Kalau pada tingkatan ini bukan sekedar berduaan. Kalau berduaan kan masih bisa dibedakan antara dirinya dengan Tuhannya. Jadi masih ada pemisah antara aku dan Dia, atau aku dan Engkau.

Page 64: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Sementara pada tingkatan ini getaran rasa yang ada di dalam Qolbunya ‘Wali Allah’ tersebut sudah benar-benar menyatu dengan rasa Tuhan, tidak ada lagi hijab (pembatas) dan tak ada lagi rasa yang terpisahkan dengan Allah SWT di setiap detik yang dilewati sepanjang hidupnya.

Siapa saja yang berada pada puncak kewalian ini?

Kalau berbicara tentang person, lagi-lagi sedikit sulit untuk menjelaskan. Tapi umumnya ulama berpandangan bahwa pada setiap zaman itu ada wali kutubnya. Pengertian zaman di sini kurang lebih satu abad lamanya.

Pada masanya Syekh Abdul Qadir Jaelani, beliau ini yang dipandang sebagai ‘Kutubul Auliya’. Ada yang berpandangan bahwa pada masa Ibnu Arabi, beliaulah ‘Wali Kutubnya’. Pada masa Abu Hasan As-Sazili, beliaulah ‘Wali Kutubnya’. Jadi kalau berbicara tentang konsep umumnya bisa sepakat. Tapi tentang siapa yang memenuhi kriteria-kriteria pada setiap tingkatannya itu yang kadang tidak sepakat.

Pertanyaan yang terakhir, Derajat kewalian itu kan pada hakikatnya merupakan kualitas hubungan personal antara hamba dengan Tuhannya. Lantas, mengapa kemudian ada identifikasi bahwa si A itu adalah ‘Wali Allah’ dan si B itu bukan Wali Allah atau mungkin malah ‘Wali Syetan’. Bagaimana kita dapat mengetahuinya?

Ya, betul, derajat kewalian itu menyangkut essensi keberagamaan yang bersifat pribadi dan berdimensi batiniyah. Karena itu ada sebagian ulama yang berpandangan bahwa ‘La ya’lamul-waliyya illal-waliyyu’.

Artinya, tidak ada yang dapat mengetahui dan memproklamirkan bahwa seseorang atau dirinya itu adalah ‘Wali Allah’, kecuali dari ‘Wali Allah’ yang lain.

TIDAK ADA YANG TAHU BAHWA DIA ITU WALI KECUALI DENGAN WALI

Sehingga bagi kita sebenarnya tinggal mengikuti saja, karena antara ‘Wali Allah’ yang satu dengan ‘Wali Allah’ yang lainnya itu sesungguhnya saling berhubungan terutama secara Batiniyahnya, mereka terus saling sambung menyambung dan tidak akan pernah teputus sampai kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

La Hawla Wala Quwwata IlabillahTiada Daya Kekuatan Kecuali Dari Allah

Laa ma’buda illa allahTiada yang disembah kecuali Allah

Laa ma’suda illa allahTiada yang dituju kecuali Allah

Page 65: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

Laa maujuda illa allahTiada yang maujud (berwujud) kecuali Allah

Ilahi, anta maksudiTuhanku, hanya engkau tujuanku,

WaridhokamathlubiDan hanya ridloMulah yang kucari,

A’tini mahabbataka wama’rifatakaLimpahkan Cinta dan Ma’rifatMu kepadaku

Laa ilaha illa allahTiada Tuhan kecuali Allah

Allahu AllahAllahu Allah…

Para wali Allah datang kepadamu demi manfaat bagimu, bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena sungguh mereka tidak membutuhkan kalian atau siapapun dari mahluk ini

(Terjemahan bebas dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani)

 

7.2 YANG MENGETAHUI WALI ADALAH WALI     Berkata Syekhuna Al-Imam Abu Hasan Ali Bin Abdulloh Assyazili (Abu Hasan Syazili) :Laa Tasyummu Roo_ihatal Wilaayah Wa Anta Ghoiru Zaahidin fiddun_ya Wa Ahliha.

Artinya :Kamu tidak akan dapat mencium aroma kewalian selagi kamu tidak ZUHUD daripada dunia dan ahli dunia.Jika kamu belum mengerti atau belum memahaminya, Maka alangkah bijaknya dan bersikaplah hati2 dalam stiap tindakan dan perkataan trutama yang ada didalaman hatimu atau lebih baik diam saja (Wallohu'alam).

Karena ada keterangan Sebagaimana dalam kitab Tafridul Khothir hal 3 : Idzaa sami'ta kalimaatin...il aa akhir. Artinya :Apabila kamu mendengar akan beberapa perkataan ahli tashowwuf (Al'arif Billah) dan kesempurnaan zhohirnya tidak cocok bagi syariatnya Nabi SAW yang memberi petunjuk dari segala kesesatan, Maka bertawaqquflah (Diamlah kamu) padanya dan Mohonlah kepada Alloh Yang Maha Mengetahuinya, Dan janganlah kau condong (cendrung) kepada

Page 66: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

mengingkarinya yang membawa kepada suatu akibat yang tidak diinginkan. Karena sebagian daripada kalimat-kalimat mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah untuk dipahami.Padahal haqiqotnya (kebenarannya) itu sesuai dengan batinnya daripada isi ALQUR'ANIL KARIM dan Haditsnya Nabi SAW Yang penyayang. Maka inilah jalan yang lebih sejahtera dan jalan yang lurus.

Sedangkan didalam Kitab Nataa_ijul Afkaar dijelaskan :Wali itu adalah tidak membuka jalan kemasyushran dan juga tidak melakukan pengakuan akan kewaliyannya, bahkan kalau bisa ia akan terus menyembunyikannya, karena itu orang yang ingin Masyhur (terkenal) dalam hal tersebut, Maka Bukanlah ia seorang Ahli golongan Thoriqot, Bahkan sebaliknya (tidak termasuk dalam golongan ahli thoriqot).

Adapun Thoriqot (jalan menuju sampai kepada Alloh) itu bukanlah mesti dengan Bertapa seperti Rahib dan tidak juga mesti makan gandum dan makanan murahan, Hanya saja jalannya adalah Ia harus dengan SABAR, TABAH, Dan YAQIN Didalam petunjuk ALLOH (Yaitu Alqur'an dan Assunnah), Dalilnya firman ALLOH TA'AALA : Dan kami angkat dari kalangan mereka pemimpin-pemimpin yang membimbing kepada hukum agama Kami, selama mereka terus bersikab sabar, tabah serta mereka tetap meyaqini ayat-ayat Kami. (Assajadah 41).

Dan di dalam Khikayatun Nafisah (Hikayat yang Indah) ada di ceritakan Assyekh Abul Qosim Bin Umair Almazuiyy salah seorang ulama sholihin, Beliau pernah bermimpi disuatu malam melihat bendera yang banyak sekali dan mendengar suara musik yang ramai, Syekh abu Qosim berkata : Aku heran dan bertanya ada apakah ini ? Mengapa ada keramaian yang luar biasa ?Lalu ada seseorang yang menjawab : Karena malam ini terjadi ada pengangkatan Imam AnNawawi menjadi Wali Quthb.

Maka tiba-tiba aku terbangun dan aku sendiri belum pernah tau akan siapa itu Imam Annawawi dan juga belum pernah mendengar kabar atau cerita beliau sebelum impian ini datang. Suatu ketika aku pergi ke Damsyiq (Syam) karena ada suatu keperluan, Akupun bertanya-tanya tentang Imam AnNawawi dan Mendapatkan Jawaban Bahwa Beliau adalah Syekh Daarul Hadits Al-Asyrofiiyah dan Kini beliau ada disana, Lalu aku minta diantarkan menuju kesana (Darul hadits).Ketika aku sampai disana masuk di darul hadits, Imam Nawawi sedang duduk dan dikanan kiri beliau banyak orang, ketika beliau melihat aku datang, beliaupun langsung berdiri menyosongku dngan tergesa-gesa dan berkata :'Impian Tuan janganlah tuan ceritakan kepada siapapun juga selagi saya masih hidup'...!!!

 7.3     Makna Hakikat Syahadat Tauhid          Asyahadualla ilaaha illallah ini merupakan syahadat tauhid atau hakekat ketuhanan yaitu diri bathin manusia (Rohani). Makna ini dikuatkan dengan firman Tuhan sebagai berikut :

Page 67: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al Hijr 15 : 29)

“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari RuhNya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS. As Sajdah 32 : 9)

“ Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya .” (QS. Shaad 38 : 72)

 

Dari ketiga ayat tersebut diatas sangat jelas bahwa yang dimaksud diri bathin manusia adalah RUH. Ruh adalah ENERGI bagi manusia dan merupakan Energi Tuhan yang mewakili atas diri manusia. Di dalamnya terkandung sifat-sifat Tuhan, sehingga manusia dikatakan sebagai makhluk Ruhani.

 

Akan timbul pertanyaan kenapa manusia harus bersyahadat tauhid (persaksian) lagi didunia, padahal saat dialam ruh telah melakukan persaksian?!.

“ Bukan aku ini Tuhanmu? Betul engkau Tuhan kami, Kami menjadi Saksi. (QS. Al-Araf 7:172)

Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah :

     Saat manusia dilahirkan sebagai bayi (baru lahir kedunia) tidak memahami akan dirinya, ketika beranjak remaja menganggap diri sebatas fisik (jasmaniah) banyak sekali dari manusia sampai usia tua menganggap dirinya fisik (jasmaniah). Kondisi ini terjadi ketika manusia terjebak oleh hawa nafsunya, karena cintanya pada dunia yang demikian besar menyebabkan tertutup kesadarannya akan jati dirinya yang sesungguhnya, dalam kehidupannya didunia akal dan fikirannya hanya tertuju pada gemerlapnya dunia. Sehingga secara sadar ataupun

Page 68: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

tidak Illahnya sudah bukan lagi Allah (sebutan orang islam untuk Tuhan), akan tetapi illahnya adalah Dunia.

 

Cerita Singkat Persaksian Manusia dengan Tuhan     HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH Pada malam Ghaibul Ghaib yaitu dalam keadaan antah-berantah hanya Dzat semata. Belum ada awal dan belum ada akhir, belum ada bulan dan belum ada matahari, belum ada bintang belum ada sesuatu pun. Malahan belum ada Tuhan yang bernama Allah, maka dalam keadaan ini, Diri yang punya Dzat tersebut telah mentajalikan diri-Nya untuk memuji diri-Nya. Lantas tajalilah  Nur Allah dan kemudian tajali pula  Nur Muhammad (Insan Kamil), yang pada peringkat ini dinamakan Anta Ana, (Kamu, Aku) , (Aku,Kamu), Ana Anta.

Maka yang punya Dzat bertanya kepada Nur Muhammad dan sekalian Roh untuk menentukan kedudukan dan taraf hamba. Lantas ditanyakan kepada Nur Muhammad, Aku ini Tuhanmu ? Maka dijawablah Nur Muhammad yang mewakili seluruh Roh, Ya…Engkau Tuhanku. Persaksian ini dengan jelas diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Araf 7 : 172 : ALASTU BIRAB BIKUM, QOOLU BALA SYAHIDNA. Artinya : Bukan aku ini Tuhanmu? Betul engkau Tuhan kami, Kami menjadi Saksi.

     Selepas pengakuan atau persumpahan Roh itu dilaksanakan, maka bermulalah era baru di dalam perwujudan Allah SWT. Seperti firman Allah dalam Hadits Qudsi yang artinya:“Aku suka mengenal diriku, lalu aku jadikan mahkluk ini dan aku perkenalkan diriku. Apa yang dimaksud dengan mahkluk ini ialah : Nur Muhammad sebab seluruh kejadian alam maya ini dijadikan daripada Nur Muhammad tujuan yang punya Dzat mentajalikan Nur Muhammad adalah untuk memperkenalkan diri-nya sendiri dengan diri Rahasianya sendiri. Maka diri Rahasianya itu adalah ditanggung dan diakui amanahnya oleh suatu kejadian yang bernama : Insan yang bertubuh diri bathin (Roh) dan diri bathin itulah diri manusia, atau Rohani. Firman Allah dalam hadis Qudsi: AL-INSAANU SIRRI WA-ANA SIRRUHU Artinya : Manusia itu RahasiaKu dan Akulah yang menjadi Rahasianya.

Jadi yang dinamakan manusia itu ialah karena ia mengenal Rahasia. Dengan perkataan lain manusia itu mengandung Rahasia Allah. Karena manusia menanggung Rahasia Allah maka manusia harus berusaha mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya manusia akan dapat mengenal Tuhannya, sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada Yang Punya Diri pada waktu dipanggil oleh Allah SWT.

 

Kapan Proses Kembalinya manusia pada Tuhan Dimulai?

Page 69: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

      kembali kepada Allah harus selalu dilakukan semasa hidup, masih berjasad, karena manusia dikatakan sempurna sebagai khalifah didunia ini disebabkan memiliki raga, sukma, jiwa dan ruh. Kenapa harus berjasad?, hal ini dijelaskan dalam satu riwayat, bahwa setelah ruh meninggalkan raga yang tersambung hanya 3 hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang sholeh. Jadi dengan “kematian”, manusia sudah tidak bisa menanam lagi. Terdapat pepatah yang berbunyi “ Siapa menanam kebaikan didunia, niscaya dia akan menuai di akhirat”, “ Siapa yang buta didunia maka dia akan buta di akhirat”. Dari hal diatas dapatlah kita garis bawah “bahwa hanya dengan jasadlah” manusia bisa dan mampu untuk “bercocok tanam” didunia ini.

 “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya memulangkan amanah kepada yang berhak menerimanya (Allah)”. (QS. An-Nisa 4:58)

Hal tersebut di atas dipertegas lagi oleh Tuhan dalam Hadits Qudsi : “ MAN ARAFA NAFSAHU,FAQAT ARAFA RABAHU”, artinya : “Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya”.

Dalam menawarkan tugas yang sangat berat ini, pernah ditawarkan Rahasia-NYA itu kepada Langit, Bumi dan Gunung-gunung tetapi semuanya tidak sanggup menerimanya.

 

“  Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab 33 : 72)

     Oleh karena amanat (Rahasia Allah) telah diterima, maka adalah menjadi tanggung jawab manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain tugas manusia adalah menjaga hubungannya dengan yang punya Rahasia. Setelah amanat (Rahasia Allah) diterima oleh manusia (diri Batin/Roh) untuk tujan inilah maka Adam dilahirkan untuk memperbanyak diri, diri penanggung Rahasia dan berkembang dari satu abad  ke satu abad, diri satu generasi ke satu generasi yang lain sampai alam ini mengalami KIAMAT  DAN RAHASIA ITU  KEMBALI  KEPADA ALLAH. INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAAJIUN. Artinya : Kita berasal dari Allah, dan  kembali kepada Allah.

Ruh manusia adalah Sebagian dari Ruh Tuhan

Page 70: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

     Hampir sebagaian para alim ulama ataupun terjemahan Al Qur’an yang menjelaskan bahwa RUH yang ada di manusia adalah RUH ciptaan Tuhan dan bukan RUH sebagai bagian dari Tuhan. Apakah memang demikian?, untuk mencari kebenaran akan hal tersebut marilah kita adakan pendekatan secara empiris dengan memperhatikan beberapa cerita berikut ini ;

JAWAB     Dalam diri manusia yang telah disempurnakan Allah sebagai manusia sejati (insan kamil) terdapat secuil ‘unsur yang sangat mulia,’ yaitu yang dibahasakan dalam Al Qur’an sebagai ‘Ruhul Quds’. Ruhul Quds bukanlah malaikat Jibril a.s., Jibril disebut sebagai Ruhul Amin, bukan Ruh Al-Quds. Ruh Al-Quds juga dikenal dengan sebutan Ruh min Amr, atau Ruh dari Amr Allah (Amr = urusan, tanggung jawab). Dalam agama saudara-saudara dari nasrani, disebut Roh Kudus.

     Setiap ciptaan memiliki ruh. Manusia (ruh insani), tanaman (ruh nabati), hewan(ruh hewani), bahkan benda mati pun memilikinya. Atom-atom dalam benda mati sebenarnya ‘hidup’ dan terus berputar, dan ruh bendawi inilah yang menjadikannya ‘hidup’. Karena itu pula, benda, tumbuhan, hewan, bahkan anggota tubuh kita kelak akan bersaksi mengenai perbuatan kita di dunia ini. Namun demikian, ruh-ruh ini bukanlah ruh dalam martabat tertingginya seperti Ruh Al-Quds.

Ketika Allah berkehendak untuk memperlengkapi diri seorang manusia denganRuh Al-Quds, maka inilah yang menyebabkan manusia dikatakan lebih mulia dari makhluk manapun juga.

Sebagai ayat pembanding untuk analisa ayat tentang Ruh berikut ini adalah :

“ Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr 15 : 27)

“ Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al Hijr 15 : 29)

“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari RuhNya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS. As Sajdah 32 : 9)

 

Page 71: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“ Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya .” (QS. Shaad 38 : 72)

Dalam 3 (tiga) ayat diatas dikatakan1. “dan telah meniup kan kedalamnya ruh-Ku”

2. “Ia tiupkan pada sebagian dari RuhNya” 3 “Kutiupkan kepadanya ruh-Ku”

Pada surat 15 (Al-Hijr) ayat 27 dikatakan bahwa jin itu dijadikan, sementara Ruh ditiupkan jelas disini bahwa jin itu dicipta (dibuat) oleh Allah sementara Ruh itu bukan ciptaan tapi bagian dari Ruh Tuhan, itu sebabnya Ruh itu kekal sebagaimana Allah. Begitupun jasad

manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan alam semesta semua ciptaan Allah, hanya Ruh manusia saja yang bukan ciptaan melainkan bagian dari Ruh Allah, itu sebabnya pada diri manusia

terkandung sifat keTuhanan.

 

7.4     Makna Hakikat Syahadat Rasul      Diri bathin (rohani) adalah sebenar-benarnya diri yang menyatakan : ..Rahasia Allah...., Untuk menyatakan diri Rahasia Allah Adalah diri zahir manusia. Sedangkan ….. Kata Muhammad pada syahadat Rasul mengandung arti yaitu diri zahir manusia yang menanggung rahasia Allah.a. Manusia diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya.

“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(QS. At Tiin 95 : 4)

b. Kemulyaan manusia karena manusialah yang sanggup menanggung rahasia Allah

“..dan dipikullah amanat itu oleh manusia..” (QS. Al Ahzab 33 : 72)

Sehingga dan karena firman Allah dalam surat Al-Ahzab 72 inilah kita, manusia sempurna mengucapkan :

'“Asyahadualla Ilaaha Illallah Wa Asyahadu Anna Muhammadar Rasulullah”, Yang berarti :

"Kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahwa tiada yang nyata pada diri kita sendiri hanya Allah semata dengan tubuh zahir kita sebagai tempat menanggung rahasia Allah dan akan menjaganya buat selama-lamanya."

Page 72: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

7.5     Intisari Hakikat SyahadatDalam khasanah makrifat :

“ Aku menyaksikan (dengan mata hatiku) bahwa tidak ada apa apa (hampa) selain hanya (wujud) Allah saja. Dan Aku menyaksikan (dengan mata kepalaku) bahwa sesungguhnya alam semesta ini (yang diciptakan dari Nur Muhammad) hakikatnya adalah utusan (yang bertugas memperlihatkan sifat, nama, af’al) Allah.

 

Dalam Wirid Hidayat Jati :

"AKU bersaksi dalam Diri-Ku sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali AKU, dan menyaksikan AKU sesungguhnya Muhammad itu utusan-KU. Sesungguhnya yang bernama Allah itu badan-KU, rasul itu rahsa-KU, Muhammad itu cahaya-KU. AKU lah Yang Hidup tidak bisa mati, AKU lah yang Ingat tidak bisa lupa, AKU lah Yang Kekal tidak bisa berubah dalam keberadaan yang sesungguhnya, AKU lah waskita, tidak ada tersamar pada sesuatu pun. AKU lah yang Berkuasa Berkehendak, Yang Kuasa Bijaksana tidak kurang dalam tindakan, Terang Sempurna jelas terlihat, tidak terasa apa pun, tidak kelihatan apa pun, kecuali hanya AKU yang meliputi alam semua dengan kuasa (kodrat)- KU."

Penjelasan

a.  Wejangan ini adalah wejangan penutup, yang merupakan Penyaksian Dzat (Allah) terhadap Diri-Nya sendiri dan terhadap Muhammad, utusan-nya, rahasia-Nya, Cahaya-Nya dan juga terhadap sifat-sifat kesempurnaan-Nya.

b.   Mengawinkan badan dan nyawa; Allah yang mengawinkan, Rasul sebagai walinya, Muhammad penghulunya, dan saksi empat orang malaikat. Yakni Aku yang mengawini badanKu sendiri, sepertemuan dengan suksmaKu, dengan rahsaKu, sebagai wali, disyatikan oleh cahayaKu, disaksikan malaikat empat; Jibril ialah pengucapKu, Mikail penciumanKu. Israfil penglihatanKu, dan Izrail pendengaranKu, serta mas kawinnya sempurna karena kodratKu.

Page 73: Wajjahtu waj-hiya lillazii fa-tharas samaawaati wal ar …anggakusumah.com/wp-content/uploads/2015/10/Rukun-Islam... · Web viewitu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, “ (QS. Al Maa'idah 5 : 48)

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Maa'idah 5 : 49)

......................................