sedangkan menurut kep menaker no. 187 tahun 1999 · web viewberdasarkan analisis citra ......

54
MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Limbah kepada dosen DR. Yatti Sugiarti. M.P. Oleh: Achmad Leksono CSR (1105913) Amalia Dwi Lestari (1301107) Debby Rawuh Gantina (1305950) Nida Fadhilah (1300963) Winni Trinita M (1304693) Kelompok 6 PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Upload: vanthu

Post on 29-Jan-2018

217 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan

Limbah kepada dosen DR. Yatti Sugiarti. M.P.

Oleh:

Achmad Leksono CSR (1105913)

Amalia Dwi Lestari (1301107)

Debby Rawuh Gantina (1305950)

Nida Fadhilah (1300963)

Winni Trinita M (1304693)

Kelompok 6

PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2014

Page 2: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan ke Hadirat Illahi Rabbi karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan salah satu tugas Mata Kuliah

Teknologi Pengolahan Limbah.

Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Ibu DR. Yatti Sugiarti.

M.P. selaku dosen mata kuliah Teknologi Pengolahan Limbah yang telah

membimbing kami dalam pembuatan makalah, serta rekan-rekan yang senantiasa

memberikan dorongan dan bantuan baik berupa moril maupun materil sehingga

makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, kami berusaha memaparkan hasil diskusi

dan informasi dengan kemampuan yang kami miliki dengan membahas mengenai

“Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)” yang kami paparkan dalam sebuah

kasus yang terjadi di Indonesia.

Semoga dengan adanya makalah ini, dapat memberikan manfaat untuk

kami dan untuk pembaca untuk lebih mengetahui mengenai Limbah B3.

Meski begitu, kami menyadari bahwa pada penyusunan makalah ini

belumlah mencapai kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun, sehingga makalah ini menjadi sempurna dan

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Juli 2014

Penyusun

Page 3: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGATAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah2

1.3 Tujuan Masalah 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah B3 3

2.3 Pengelolaan Limbah B3 3

2.3Peraturan Pengelolaan Limbah B33

2.4 Pengemasan dan Penyimpanan Limbah B3 3

BAB III STUDY KASUS 27

BAB IV ANALYSIS KASUS 27

4.1 Sumber limbah B3 27

4.2 Karakteristik limbah B3 27

4.3 Prinsip pengolahan limbah B3 27

4.4. Dampak limbah B3 27

BAB V PENUTUP

3.1 Kesimpulan 32

3.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA iv

LAMPIRAN v

Page 4: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada didunia.

Dimana suatu negara berkembang memiliki tingkat industri yang tinggi, seperti

yang ada di Indonsia. Industri yang berkembang sangat bermacam-macam

jenisnya. Industri yang ada, identik dengan dibangunnya suatu pabrik-pabrik

industri, seperti: industi pabrik tekstil, pabrik percetakan kertas, pengecoran

minyak, pengecoran logam, industri pertanian, dan lain-lain. Suatu industri yang

telah berdiri dan beroperasi pasti akan melakukan proses kegiatan produksi. Dari

proses kegiatan produksi tersebut, akan menghasilkan suatu sisa hasil produksi

(limbah). Dimana, limbah tersebut akan dibuang ataupun diolah kembali menjadi

sesuatu yang bermanfaat. Proses pembuangan limbah dari suatu proses produksi,

ada yang dilakukan dengan baik sesuai aturan (memperhatikan kandungan yang

akan dibuang, ataupun dilakukan penyaringan atau pengolahan limbah sebelum

dibuang), dan ada yang tidak (langsung dibuang ke lingkungan).

Namun faktanya, kebanyakan limbah hasil produksi suatu industri yang

ada, akan langsung dibuang ke lingkungan, tanpa memperhatikan kandungan

limbah yang ada. Padahal sebagian besar sisa produksi yang dihasilkan,

merupakan suatu jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Seperti yang

tertera pada, definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan

sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya

dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity)

serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak

langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan

kesehatan manusia.

Akibat dari pembuangan sisa produksi B3 yang sembarangan dan

seenaknya kelingkungan oleh suatu industri, maka akan menimbulkan suatu

gangguan kesehatan masyarakat, sumber pencemaran dan sumber kerusakan

lingkungan. Oleh karena itu, sangat perlu dan penting untuk mengelola limbah B3

Page 5: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

yang ada sebelum dilakukan pembuangan kepada lingkungan. Upaya yang

dilakukan untuk mengelolah limbah B3 secara baik dan benar akan memberikan

dampak yang baik pula. Salah satunya dapat meminimalisir dampak yang akan

terjadi, yang dihasilkan oleh limbah B3 tersebut.

Pengelolaan limbah B3 haruslah dilakukan oleh seluruh industri baik yang

ada di Indonesia maupun dunia. Kesadaran manusia untuk melakukan pengolahan

limbah menjadi faktor utama yang harus dibentuk. Sebelum dilakukan pengolahan

limbah B3 tersebut, kita haruslah mengetahui baik sumber, karakteristik, prinsip

pengolahan, dampak yang akan ditimbulkan, dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku untuk limbah B3. Ketika semua mengenai limbah B3 telah

diketahui, maka akan lebih mudah dan efisien dalam mengolah limbah tersebut.

Mengupayakan proses pengolahan limbah yang baik dan benarlah yang harus

dilakukan oleh semua proses produksi industri, untuk mengatasi limbah berbahaya

tersebut sebelum dibuang ke lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa sajakah sumber limbah B3 yang terkandung pada kasus tersebut?

2. Bagaimana karakteristik limbah B3 yang terkandung pada kasus tersebut?

3. Bagaimana prnsip pengolahan limbah B3 yang terkandung pada kasus

tersebut?

4. Bagaimana dampak limbah B3 yang terkandung pada kasus tersebut?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui sumber limbah B3 yang terkandung pada kasus tersebut?

2. Mengetahui karakteristik limbah B3 yang terkandung pada kasus tersebut?

3. Mengetahui prinsip pengolahan limbah B3 yang terkandung pada kasus

tersebut?

4. Mengetahui dampak limbah B3 yang terkandung pada kasus tersebut?

Page 6: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Limbah B3

Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Pasal 1 (21) mendefinisikan

bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan/atau

komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak

lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta

kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain.

Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of

the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun

kondisi fisiknya sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan

manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.

A. Klasifikasi Limbah B3

Menurut Depkes RI melalui keputusan Menkes No.

453/Menkes/Per/XI/1983 telah memberi arahan mengenai bahan berbahaya

beracun dan pengelolaannya, yang dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi, yaitu :

Klasifikasi I

1. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat

menimbulkan bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung,

karena sangat sulit penanganan dan pengamanannya

2. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga

menimbulkan bahaya.

Klasifikasi II

1. Bahan radiasi

2. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik

3. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat)

kurang dari 500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput

lender

Page 7: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

4. Bahan etilogik/biomedik

5. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan

6. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 35oC

7. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.

Klasifikasi III

1. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah

meledak karena sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II

2. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi

tidak mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II

3. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan

nyeri

4. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala 35oC

sampai 60oC

5. Bahan pengoksidasi organic

6. Bahan pengoksidasi kuat

7. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenic

8. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya

lainnya.

Klasifikasi IV

1. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara

2. Bahan pengoksid sedang

3. Bahan korosif sedang dan lemah

4. Bahan yang mudah terbakar.

Menurut SK Menprind No. 148/M/SK/4/1985. tentang Pengamanan Bahan

Beracun dan Berbahaya di Perusahaan Industri. Pengelompokan bahan B3

berdasarkan keputusan tersebut meliputi :

a. Bahan beracun (toxic).

Pengertian beracun karena bahan tersebut dapat langsung meracuni manusia

atau mahluk hidup lain. Sifat keracunan tersebut dapat terjadi dalam jangka

pendek maupun jangka panjang. Bila sampai masuk ke lingkungan, di lokasi

pembuangan yang tidak terkontrol, bahan beracun ini dapat tercuci serta masuk

Page 8: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

ke dalam air tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk di sekitarnya

dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air tersebut.

b. Bahan peledak & Mudah meledak.

Bahan ini berbahaya selama penanganannya, baik pada saat pengangkutannya

maupun saat pembuangannya, karena,bahan ini dapat menimbulkan reaksi

hebat dan dapat melukai manusia serta merusak lingkungan sekitarnya.

c. Bahan mudah terbakar/menyala.

Bahan ini berbahaya bila terjadi kontak dengan bahan lain yang panas, rokok

atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak

terkendalikan baik saat pengangkutan,di lokasi penyimpanan/pembuangan

seperti di landfill. Disamping mudah menyala/terbakar, bahan ini umumnya

kalau sudah menyala akan terbakar terus dalam waktu yang lama, seperti sisa

pelarut yang meliputi benzene, toluene atau aseton yang berasal dari pabrik cat,

pabrik tinta, serta kegiatan lain yang menggunakan bahan tersebut sebagai

pelarut.

d. Bahan oksidator dan reduktor

Bahan pengoksidasi ini berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen

sehingga dapat menimbulkan kebakaran, seperti sisa bahan yang banyak

digunakan di laboratorium seperti magnesium, perklorat dan metil metil keton

(MIK)

e. Bahan korosi / iritasi

Bahan penyebab korosif (corrosive waste) ini berbahaya karena dapat melukai,

membakar kulit dan mata. Bahan yang termasuk ini mempunyai keasaman

(pH) lebih rendah dari 2 atau lebih besar dari 12,5, dapat menyebabkan

nekrosia (terbakar) pada kulit atau dapat menyebabkan karat.

Contoh bahan ini, antara lain :

- asam cuka, asam sulfat yang biasa digunakan untuk membersihkan karat pada

industri baja;

- bahan pembersih produk metal sebelum dicat;

- asam untuk proses pickling pada industri kawat.

f. Gas bertekanan.

Page 9: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

g. Bahan radioaktif.

Yaitu bahan yang dapat menyebabkan terjadinya radiasi pada makhluk hidup.

Bahan beracun dan berbahaya lainnya yang ditetapkan oleh Menteri

Perindustrian.

Sebagian dari daftar bahan berbahaya dan beracun tercantum pada

lampiran keputusan tersebut.

Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 mengenai bahan

kimia berbahaya. Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk

tunggal atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau

toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instansi, dan lingkungan hidup.

Pada Pasal 9 disebutkan bahwa bahan tergolong B3 meliputi :

a. Bahan beracun, yaitu Bahan kimia beracun dalam hal pemajangan melalui :

- Mulut LD50 > 25 mg/kg atau £ 200 mg/kg

- Kulit LD50 > 25 mg/kg atau £ 400 mg/kg

- Pernapasan LD50 > 0,5 mg/kg atau £ 2 mg/kg

b. Bahan sangat beracun

Bahan kimia sangat beracun dalam hal pemajangan melalui:

- Mulut LD50 < 25 mg/kg

- Kulit LD50 < 50 mg/kg

- Pernapasan LD50 < 0,5 mg/kg

c. Cairan mudah terbakar

Cairan mudah terbakar dalam hal titik nyala > 21oC dan titik didih < 55oC

pada tekanan 1 atm.

Page 10: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

d. Cairan sangat mudah terbakar.

Cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21oC dan titik didih >

20oC pada tekanan 1 atm.

e. Gas mudah terbakar

Gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20oC pada tekanan 1 atm.

Seperti gas alam, hidrogen, asetilin, etilin oksida.

f. Bahan mudah meledak

g. Bahan reaktif

Bahan kimia termasuk kriteria reaktif apabila bahan tersebut :

- bereaksi dengan air mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.

Seperti: alkali (Na, K) dan alkali tanah (Ca) aluminium tribromida, CaO,

sulfuril khlorida

- bereaksi dengan asam mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar,

atau beracun atau korosif. seperti : KClO3, KMnO4, Cr2O3

h. Bahan kimia termasuk kriteria oksidator

Apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan oksigen yang dapat

menyebabkan kebakaran.

Seperti : Anorganik (ClO3- , MnO4-, Cr2O7-2, H2O2, IO3-, S2O8-2

Organik ( Bensil peroksida, Etroksida, Asetil peroksida)

Selanjutnya menurut PP No. 12/1995, limbah B3 dikelompokkan

berdasarkan sumbernyadikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Limbah dari sumber spesifik.

Limbah B3 ini merupakan sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu.

b. Limbah dari sumber yang tidak spesifik.

Page 11: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Untuk limbah B3 ini berasal bukan dari prosesutamanya, misalnya dari

kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor, korosi, ada perak,

pengemasan dan lain-lain.

c. Limbah B3 dari bahan kadaluarsa tumpahan, sisa kemasan, atau buangan

produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah jenis ini tidak memenuhi

spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatan kembali, sehingga

memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya.

2.2 Pengelolaan Limbah B3

Secara spesifik pengelolaan B3 ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah

(PP) No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Terkait dengan penggunaan bahan kimia organik berbahaya, maka Indonesia

telah merativikasi konvensi Stockholm melalui Undang-undang No. 19 tahun

2009 tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik

yang Persisten atau Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants

(POPs). Konvensi ini bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan

lingkungan hidup dari bahan POPs dengan cara melarang, mengurangi,

membatasi produksi dan penggunaan, serta mengelola timbunan bahan POPs yang

berwawasan lingkungan.

Beberapa peraturan yang secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan

kuantitas limbah B3 yang dihasilkan adalah peraturan-peraturan yang mengatur

masalah bahan berbahaya, yaitu :

− Peraturan Pemerintah No.7/1973 tentang pengawasan atas peredaran,

penyimpanan dan penggunaan pestisida

− Peraturan Menteri Kesehatan No.453/Menkes/Per/XI/1983 tentang bahan

berbahaya

− Keputusan Menteri Perindustrian RI No.148/M/SK/4/1985 tentang pengamanan

bahan beracun dan berbahaya di lingkungan industri

Page 12: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

− Keputusan Menteri Pertanian No.724/Kpts/TP.270/9/1984 tentang larangan

penggunaan pestisida EDB

− Keputusan Menteri Pertanian No.536/Kpts/TP.270/7/1985 tentang pengawasan

pestisida

Selain itu, Limbah radioaktif di Indonesia dikelola oleh Badan Tenaga

Atom Nasional (BATAN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.33

Tahun 1985 tentang Dewan Tenaga Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional dan

Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1985 tentang Badan Tenaga Atom Nasional.

Semua yang berkaitan dengan ketenaga atoman pada dasarnya diatur oleh

Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan pokok tenaga

atom. Selanjutnya beberapa peraturan lain di bawahnya antara lain:

- Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang keselamatan kerja terhadap

radiasi

- Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 tentang izin pemakaian zat radioaktif

dan atau sumber radiasi

- Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 tentang pengangkutan zat radioaktif

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diatur dalam PP

No.74 tahun 2001. PP74/2001 tentang pengelolaan berbahaya dan beracun terdiri

dari 15 bab yang dibagi lagi menjadi 43 pasal. Kelima belas bab tersebut adalah :

- Bab I (pasal 1- 4) : Ketentuan Umum,

- Bab II (pasal 5) : Klasifikasi B3,

- Bab III (pasal 6- 20) : Tata Laksana dan Pengelolaan B3

- Bab IV (pasal 21) : Komisi B3,

- Bab V (pasal 22 dan 23) : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

- Bab VI (pasal 24- 27) : Penanggulangan Kecelakaan dan Keadaan Darurat

- Bab VII (pasal 28- 31) : Pengawasan dan Pelaporan

- Bab VIII (pasal 32- 34) : Peningkatan Kesadaran Masyarakat

- Bab IX (pasal 35 dan 36) : Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat

- Bab X (pasal 37) : Pembiayaan

- Bab XI (pasal 38) : Sanksi Administrasi

Page 13: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

- Bab XII (pasal 39) : Ganti Kerugian

- Bab XIII (pasal 40) : Ketentuan Pidana

- Bab XIV (pasal 41 dan 42): Ketentuan Peralihan

- Bab XV (pasal 43) : Ketentuan Penutup.

Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya

disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan

atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 ayat 1). Sedangkan sasaran pengelolaan B3

adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak B3 terhadap

lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’ (pasal 2).

Pengertian pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan,

mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3’

(pasal 1 ayat 2). Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai pihak yang merupakan

mata rantai dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan

pengawasan dan pengaturan. Oleh karenanya, pasal-pasal berikutnya mengatur

masalah kewajiban dan perizinan bagi mereka yang akan memproduksi

(menghasilkan), mengimpor, mengeksport, mendistribusikan, menyimpan,

menggunakan dan membuang bahan tersebut bilamana tidak dapat digunakan

kembali. Disamping aspek yang terkait dengan pencegahan terjadinya

pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan yang menjadi kewajiban

yang harus dilaksanakan oleh setiap fihak yang terkait, maka aspek keselamatan

dan kesehatan kerja serta penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat diatur

dalam PP tersebut.

2.3 Peraturan Pengelolaan Limbah B3

Pada dasarnya pengelolaan limbah B3 di Indonesia mengacu pada prinsip-

prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam

peraturan perudang-undangan, khususnya Undang- undang No.32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 59 UU tersebut

menggariskan bahwa:

Page 14: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

1. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan

limbah B3 yang dihasilkannya.

2. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah

kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.

3. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah

B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.

4. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau

bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.

5. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan

lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi

pengelola limbah B3 dalam izin.

6. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.

Secara spesifik pengelolaan limbah B3 telah diatur lebih lanjut dalam:

- Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (PP18/1999)

- Peraturan Pemerintah No 85 tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan

Pemerintah No. 18 tahun 1999 (PP85/1999) PP 18/99 jo PP 85/99 merupakan

pengganti PP 19/94 jo PP12/95. Peraturan-peraturan lain yang mengatur

masalah limbah B3 adalah Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan dari No. 01/Bapedal/09/1995 sampai No. 05/Bapedal/09/1995

yang merupakan pengaturan lebih lanjut PP19/1994 dan PP12/1995, dan tetap

masih berlaku sebagai pengaturan lebih lanjut dari PP 18/99 jo PP 85/99.

Dalam hal masalah lintas batas limbah ini, Indonesia telah meratifikasi

Konvensi Basel, yang berupaya mengatur ekspor dan impor serta pembuangan

limbah B3 secara tidak syah. Sebagai negara kepulauan dengan perairannya yang

terbuka, Indonesia sangat potensial sebagai tempat pembuangan limbah

berbahaya, baik antar pula di Indonesia, maupun limbah yang datang dari luar

negeri. Peraturan-peraturan yang langsung menangani lintas batas limbah adalah:

• Keputusan Presiden RI No.61/1993 tentang Pengesahan Convension on The

Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal,

Page 15: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

• Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 349/Kp/XI/92 tentang pelarangan impor

limbah B3 dan plastik

• Keputusan Menteri Perdagangan RI No.155/Kp/VII/95 tentang barang yang

diatur tata niaga impornya

• Keputusan Menteri Perdagangan RI No.156/Kp/VII/95 tentang prosedur impor

limbah

Disamping itu, PP 18/1999 jo PP 85/1995 melarang impor limbah B3

kecuali dibutuhkan untuk penambahan kekurangan bahan baku sebagai bagian

pelaksanaan daur-ulang limbah. Dengan SK Menteri Perdagangan No.

156/KP/VII/95, limbah B3 yang dapat diimpor adalah skrap timah hitam (aki

bekas), sampai jangka waktu terbatas.

Selain itu, ada pula PP 18/1999 tentang pengelolaan limbah berbahaya dan

beracun terdiri dari 8 bab yang dibagi lagi menjadi 42 pasal. Kedelapan bab

tersebut adalah :

- Bab I (pasal 1 sampai 5): Ketentuan umum,

- Bab II (pasal 6 sampai 8): Identifikasi limbah B3

- Bab III (pasal 9 sampai 26): Pelaku pengelolaan,

- Bab IV (pasal 27 sampai 39): Kegiatan pengelolaan ,

- Bab V (pasal 40 sampai 61): Tata laksana,

- Bab VI (pasal 62 sampai 63): Sanksi,

- Bab VII (pasal 64 sampai 65): Ketentuan peralihan,

- Bab VIII (pasal 66): Ketentuan penutup

2.4 Pengemasan dan Penyimpanan Limbah B3

Pengemasan (packaging) juga diatur dan perlu dicantumkan dalam surat

pengangkutan. Alat pengemas dapat berupa: drum baja, kotak kayu, drum fiber,

botol gelas dan sebagainya.

Pengemasan yang baik mempunyai kriteria:

Bahan tersebut selama pengangkutan tidak terlepas ke luar

Keefektifannya tidak berkurang

Page 16: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Tidak terdapat kemungkinan pencampuran gas dan uap

Terdapat 3 jenis kelompok pengemasan, yaitu:

- Kelompok I: derajat bahaya besar

- Kelompok II: derajat bahaya sedang

- Kelompok III: derajat bahaya kecil.

Pengemas dan Pewadah Limbah B3 Versi Kep No.01/Bapedal/09/1995:

Di Indonesia, ketentuan tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3

diatur dalam Kep. No.01/Bapedal/09/1995. Ketentuan dalam bagian ini berlaku

bagi kegiatan pengemasan dan pewadahan limbah B3 di fasilitas:

a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil;

b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak

sebagai pengumpul;

c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah;

d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan;

Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui

karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkan. Apabila

ada keragu-raguan dengan karakteristik limbahnya, maka harus dilakukan

pengujian. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus

menerus, maka pengujian dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila

dalam perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan

mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah yang dihasilkan, maka terhadap

masing-masing limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan

pengujian kembali terhadap karakteristiknya.

Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan

karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi

kemanan dan kemudahan dalam penanganannya. Kemasan dapat terbuat dari

bahan plastik (HPDE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon,

SS304, SS316, atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan

tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.

Page 17: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Penyimpanan kemasan menurut Keputusan Bapedal

No.01/Bapedal/09/1995 dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2

(dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh

terhadap setiap kemasan. Dengan demikian jika terdapat kerusakan kecelakaan

dapat segera ditangani. Lebar gang antar blok minimal 60 cm untuk memudahkan

petugas melaluinya, sedang lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut

(forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.

Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan

kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan

maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap palet

mengalasi 4 drum. Jika tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari

plastik, maka harus dipergunakan rak. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan

Page 18: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan

tidak boleh kurang dari 1 m.

Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan

tangki dengan ketentuan sebagai berikut:

- Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan

yang menuju bak penampung.

- Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal

110% dan kapasitas maksimum volume tangki

- Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di

daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.

- Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan

secara langsung.

Page 19: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Persyaratan bangunan penyimpanan kemasan limbah B3 adalah:

- Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan

jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;

- Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak

langsung;

- Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk

mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta

memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau

binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;

- Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk

operasional atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu

penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan, sakelar harus

terpasang di sisi luar bangunan;

- Dilengkapi dengan sistem penangkal petir;

- Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan

tata cara yang berlaku.

- Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan

tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai kearah bak penampungan

dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan

lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi

bangunan penyimpanan.

Page 20: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1

karakteristik limbah B3, mempunyai beberapa persyaratan:

- Terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap

bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan 1 karakteristik limbah

B3, atau limbah- limbah B3 yang saling cocok.

- Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya dibuat tanggul atau tembok

pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah

ke bagian lainnya.

- Setiap bagian penyimpanan harus mempunyai bak penampung tumpahan

limbah dengan kapasitas yang memadai.

- Sistem dan ukuran saluran yang ada dibuat sebanding dengan kapasitas

maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke

dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah

disediakan.

- Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam

kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas pertolongan

pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan peralatan dan

perlengkapan, pintu darurat, dan alarm.

Page 21: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar:

- Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok

pemisah tahan api, berupa tembok beton bertulang (tebal minimum 15 cm) atau

tembok bata merah (tebal minimum 23 cm) atau blok-blok (tidak berongga) tak

bertulang (tebal minimum 30 cm).

- Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api.

- Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum

dengan bangunan lain adalah 20 meter.

- Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api dianjurkan digunakan

tiang-tiang beton bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.

- Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala.

Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga

asap dan panas akan mudah keluar.

- Menggunakan instalasi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik

- Dilengkapi dengan: sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran, persediaan air

untuk pemadam api, hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran.

Rancang bangun untuk penyimpanan limbah B3 mudah meledak:

- Konstruksi bangunan dibuat tahan ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan

dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan

yang sangat kuat akan mengarah ke atas dan tidak ke samping.

- Suhu dalam ruangan harus tetap dalam kondisi normal. Desain bangunan

sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruang

gudang.

Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan beracun:

- Konstruksi dinding dibuat mudah dilepas guna memudahkan pengamanan

limbah dalam keadaan darurat.

- Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.

Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki:

- Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar bangunan tempat

penyimpanan limbah

Page 22: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

- Merupakan konstruksi tanpa dinding, memiliki atap pelindung dengan lantai

yang kedap air

- Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya terlindung dari

penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air hujan

langsung maupun tidak langsung

Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan tempat

penyimpanan bak kontainer dan bangunan tempat penyimpanan tangki:

- Merupakan daerah bebas banjir, atau diupayakan aman dari kemungkinan

terkena banjir;

- Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.

Page 23: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

BAB III

STUDI KASUS

Salah satu perusahaan tambang di Indonesia yang banyak memberikan

kerusakan bagi lingkungan akibat limbah tailing-nya adalah PT. Freeport yang

merupakan tambang emas terbesar di dunia dengan cadangan terukur kurang lebih

3046 ton emas, 31 juta ton tembaga, dan 10 ribu ton lebih perak tersisa di

pegunungan Papua. Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan

cadangan terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga

untuk keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT. Freeport Indonesia

akan membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk

menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling

produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa

dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari, maka

akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari. Jika dihitung dalam

waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi saja.

PT. FREEPORT

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang

mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold

Inc.. Perusahaan ini adalah pembayar  pajak terbesar kepada Indonesia dan

merupakan perusahaan penghasil konstentrat emas dan tembaga terbesar di dunia

melaluitambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua

tempat di Papua,  masing-masingtambang Erstberg (dari 1967) dan tambang

Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura,   Kabupaten Mimika,  Provinsi

Papua.

Bahan Tambang yang Dihasilkan PT. Freport adalah:tembaga, emas,

silver, molybdenum, rhenium. Selama ini hasil bahan yang di tambang tidaklah

jelas karena hasil tambang tersebut di kapalkan ke luar indonesia untuk di

murnikan sedangkan molybdenum dan rhenium adalah merupakan sebuah hasil

samping dari pemrosesan bijih tembaga.

Page 24: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Sumbangan Freeport terhadap bangkrutnya kondisi alam dan lingkungan

sangatlah besar. Menurut perhitungan WALHI pada tahun 2001, total limbah

batuan yang dihasilkan PT. Freeport Indonesia mencapai 1.4 milyar ton. Masih

ditambah lagi, buangan limbah tambang (tailing) ke sungai Ajkwa sebesar 536

juta ton. Total limbah batuan dan tailing PT Freeport mencapai hampir 2 milyar

ton lebih. Freeport tidak memenuhi perintah membangun bendungan

penampungan tailing yang sesuai dengan standar teknis legal untuk bendungan,

namun masih menggunakan tanggul (levee) yang tidak cukup kuat. Selain itu

Freeport mengandalkan izin yang cacat hukum dari pegawai  pemerintah setempat

untuk menggunakan sistem sungai dataran tinggi untuk memindahkan tailing.

Berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh

tim WALHI, limbah tambang (tailing ) Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di

DAS Ajkwa. Limbah tambang masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah

muara laut, yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total

sebaran tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat

ini sedang  berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000 ton

bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing, baik di sungai maupun

muara sungai. Freeport tidak lagi menyebutkan Ajkwa sebagai sungai, tetapi

sebagai wilayah tempatan tailing yang “disetujui” oleh Pemerintah Republik

Indonesia. Freeport bahkan menyebutkan Sungai Ajkwa sebagai sarana

transportasi dan  pengolahan tailing hal mana sebetulnya bertentangan dengan

hukum di Indonesia.

Freeport mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, yang

melanggar standar baku mutu air sepanjang tahun 2004 hingga 2006. Dan yang

tidak kalah parah adalah membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage)

tanpa memiliki surat izin limbah bahan berbahaya beracun. Buangan Air Asam

Batuan sudah sampai pada tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri,

membahayakan air tanah, dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti

yang telah diperintahkan. Kandungan logam berat tembaga (Cu) yang melampaui

ambang batas yang diperkenankan. Kandungan tembaga terlarut dalam efluent air

limbah Freeport yang dilepaskan ke sungai maupun ke Muara S. Ajkwa 2 kali

Page 25: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

lipat dari ambang yang diperkenankan. Sementara itu untuk kandungan padatan

tersuspensi (Total Suspended Solid) yang dibuang 25 kali lipat dari yang

diperkenankan. Sistem pembuangan limbah Freeport mengancam mata rantai

makanan yang terindikasi kewat kandungan logam berat yaitu selenium (Se),

timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn), dan tembaga (Cu)  pada

sejumlah spesies kunci yaitu: burung raja udang, maleo, dan kausari serta

sejumlah mamalia yang kadangkala dikonsumsi penduduk setempat. Sistem

pembuangan limbah Freeport menghancurkan habitat muara sungai Ajkwa secara

signifikan. Hal ini diindikasikan oleh peningkatan kekeruhan muara dan

tersumbatnya aliran ke muara. Dalam jangka panjang wilayah muara seluas 21

sampai 63 Km persegi akan rusak.

Page 26: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Sumber limbah B3

Pada study kasus PT. Freeport, sumber limbah utama yang sangat besar yaitu terdapat

pada limbah tambang tailing. Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses

pemisahan material berharga dari material yang tidak berharga dari suatu bijih.

4.2 Karakteristik limbah B3

KLASIFIKASI B3 menurut PP no 74 thn 2001

Pasal 5

(1) B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. mudah meledak (explosive);

b. pengoksidasi (oxidizing);

c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);

d. sangat mudah menyala (highly flammable);

e. mudah menyala (flammable);

f. amat sangat beracun (extremely toxic);

g. sangat beracun (highly toxic);

h. beracun (moderately toxic);

i. berbahaya (harmful);

j. korosif (corrosive);

k. bersifat iritasi (irritant);

l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);

m. karsinogenik (carcinogenic);

n. teratogenik (teratogenic);

o. mutagenik (mutagenic).

(2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :

a. B3 yang dapat dipergunakan;

b. B3 yang dilarang dipergunakan; dan

c. B3 yang terbatas dipergunakan.

(3) B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran

Peraturan Pemerintah ini.

Page 27: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

4.3 Prinsip pengolahan limbah B3

Sesuai dengan maksud dari strategi pengelolaan kualitas lingkungan

adalah cara untuk menentukan kualitas lingkungan yang lebih baik, maka ada 10

cara yang dapat dilakukan :

1. Tata Letak Lokasi Ruang

Dilihat dari lokasi penambangan utama P.T. Freeport Indonesia Blok A

Grassberg yang berada di ketinggian 4200 m di permukaan laut. Lokasi

penambangan P.T. Freeport Indonesia adalah berupa gunung cadas yang kaya

akan mineral tambang. Tetapi, dilihat dari ketinggiannya yang berada 4200 meter

di atas permukaan laut, lokasi penambangan ini tentu saja merupakan kawasan

yang ditopang oleh ekosistem di bawahnya. Jadi, apabila kawasan ini terganggu

maka akan merusak keseimbangan ekosistem yang berada di bawahnya. Jadi

seharusnya, apabila akan dilakukan penambangan di lokasi penambangan P.T.

Freeport Indonesia yang sekarang maka harus dilakukan studi mengenai dampak

kerusakan lingkungan yang akan terjadi yang dilakukan secara komprehensif dan

mendalam. Jelas, hal ini tidak dilakukan oleh P.T. Freeport maupun oleh

Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini sebagai pemilik wilayah.

2. Penerapan Teknologi Bersih

Tentu sangat sulit menerapkan teknologi bersih dalam kasus P.T. Freeport.

Karena untuk menghasilkan 1 gram emas di Grassberg, yang merupakan wilayah

paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg

tailing. Bisa dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap

hari, maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari. Jika dihitung

dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi

saja. Sejak tahun 1995, jumlah batuan limbah yang telah dibuang sebanyak 420

juta ton. Di akhir masa tambang, jumlah total limbah batuan adalah 4 milyar ton.

Di akhir masa tambang ketinggian tumpukan limbah batuan adalah 500 meter.

Diperkirakan, tambang Grasberg harus membuang 2,8 milyar ton batuan penutup

hingga penambangan berakhir tahun 2041. Melakukan efisiensi konversi bahan

dalam kegiatan pertambangan merupakan hal yang hamper mustahil dilakukan

karena pada dasarnya, kegiatan pertambangan adalah kegiatan eksploitasi sumber

Page 28: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

daya alam  besar-besaran. Dalam kasus P.T. Freeport, yang dapat dilakukan

hanyalah meyimpan lapisan tanah atas (top soil) hasil pengupasan yang dilakukan

untuk mendapatkan mineral tambang (ore) di bawahnya untuk menutup kembali

dan penghijauan lokasi pertambangan yang sudah tidak produktif lagi nantinya.

3. Sistem Pengelolaan Limbah

Sistem pengelolaan limbah yang dilakukan P.T. Freeport Indonesia saat ini

adalah limbah batuan akan disimpan pada ketinggian 4200 m di sekitar Grassberg.

Total ketinggian limbah batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun

2025. Sementara limbah tambang secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke

Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing

sebelum mengalir ke laut Arafura. Tempat penyimpanan limbah batuan dilakukan

di Danau Wanagon. Danau Wanagon bukanlah danau seperti dalam bayangan

umum. Wanagon lebih tepat disebut basin (kubangan air besar) yang terbentuk

dari air hujan. Sejak PT Freeport Indonesia (FI) menambang mineral di Grasberg

tahun 1992, Wanagon dipilih sebagai lokasi pembuangan batuan penutup

(overburden) yang menutupi mineralnya (ore). Penggunaan Danau Wanagon

menjadi tempat penimbunan limbah batuan telah merupakan pencemaran air dan

merubah fungsi danau yang menjadi sumber air bagi masyarakat sekitarnya,

seperti dari Desa Banti/Waa. P.T. Freeport dan pemerintah Indonesia telah

melanggar peraturan yang terkait dengan  pembuangan limbah tersebut ke Danau

Wanagon, diantaranya adalah :

1. UU no. 4 tahun 1982 yang telah dirubah menjadi UU no. 23 tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup

2. PP no. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

3. PP no. 18 tahun 1994 jo PP no. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3.

Dari penjelasan di atas  jelas dikatakan bahwa limbah batuan Grasberg merupakan

limbah B3 karena mengandung logam berat. Dalam pasal 3 menyatakan "Setiap

orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3

dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam

media lingkungan bidup tanpa pengolahan terlebih dahulu" dan pasal 29 ayat 2

Page 29: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

menyatakan bahwa "Tempat  penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud paa

ayat 1 wajib memenuhi syarat :

a). lokasi tempat  penyimpanan yang bebas banjir, tidak rawan bencana, dan di

luar kawasan lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang.

B). rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah, karakteristik limbah B3 dan

upaya pengendalian pencemaran lingkungan".

4. Kemudian berdasarkan PP 18 tahun 1994 jo PP 85 tahun 1999 jelas

pembuangan limbah batuan yang merupakan limbah B3 secara langsung ke Danau

Wanagon merupakan pelanggaran hukum. Selain itu, penggunaan Sungai Ajkwa

sebagai wilayah penempatan tailing sebelum mengalir ke laut Arafura adalah

permasalahan lainnya. Freeport tidak lagi menyebutkan Ajkwa sebagai sungai,

tetapi sebagai wilayah tempatan

tailing yang “disetujui” oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Freeport bahkan menyebutkan Sungai Ajkwa sebagai sarana transportasi dan

pengolahan tailing hal mana sebetulnya bertentangan dengan hukum di Indonesia.

4. Pengelolaan Media Lingkungan

Pengelolaan media lingkungan agar media lingkungan mempunyai daya

dukung lebih tinggi tidak dilakukan oleh P.T. Freeport. Penggunaan Sungai

Ajkwa sebagai ADA (Ajkwa Deposition Area) untuk mengalirkan limbah tailing

sebelum dialirkan ke Laut Arafura dan menumpuk limbah batuan (overburden) di

Danau Wanagon adalah contohnya. Tanpa melakukan modifikasi media

lingkungan dan  bahkan tanpa pengolahan sedikitpun, P.T. Freeport membuang

begitu saja limbah-limbah tersebut. Sekarang, sangat sulit dan hampir tidak

mungkin untuk mengembalikan Sungai Ajkwa dan Danau Wanagon ke fungsi

ekologis seperti sediakala. Proses Sedimentasi yang terjadi di sepanjang DAS

Ajkwa dan tumpukan limbah batuan yang berada di Danau Wanagon suddah

terlalu parah. Bahkan, di Danau Wanagon saat ini yang tersisa hanyalah batuan

dan pasir. Tidak tersisa sedikitpun pemandangan yang menunjukkan kalau tadinya

Wanagon adalah suatu tempat yang mempunyai fungsi ekologis sebagai danau.

Page 30: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

5. Perubahan Baku Mutu

Melakukan perubahan baku mutu yang dilakukan apabila daya dukung

lingkungan yang ada tidak dapat mencerna bahan-bahan luar atau limbah yang

masuk ke dalam lingkungan tersebut. Cara ini sudah tidak mungkin dilakukan

pada kasus P.T. Freeport yang sudah sedimikian rupa. Kandungan tembaga (Cu)

serta TSS (Total Suspended Solids) yang ada sudah jauh melebihi batas yang

diperbolehkan. Di bawah ini terdapat tabel yang menggambarkan parameter

pencemar di Sungai Ajkwa.

• Sungai Ajkwa

Bagian Bawah (Lower Ajkwa River) mengandung 28 hingga 42 mikrogram

  per liter (µg/L) tembaga larut (dissolved copper), dua kali lipat melebihi batas

legal untuk air tawar si Indonesia yaitu 20 µg/L, dan jauh melampaui acuan untuk

air tawar yang diterapkan pemerintah Australia, yaitu 5,5 µg/L. Lebih jauh ke

hilir, kandungan tembaga larut pada air tawar sebelum Muara Ajkwa juga

melanggar batas dengan 22  – 25 µg/L dan bisa mencapai 60 µg/L.

• Untuk kondisi

 air laut di Muara Ajkwa Bagian Bawah, standar ASEAN dan Indonesia untuk

tembaga larut adalah 8 µg/L, dan acuan pemerintah Australia adalah 1,3 µg/L.

Pencemaran Freeport-Rio Tinto di daerah ini juga melebihi batas legal:

kandungan tembaga larut mencapai rata-rata 16 µg/L dengan rentang tertinggi 36

µg/L. Batas legal total padatan tersuspensi (total suspended solids, TSS) dalam air

tawar adalah 50 mg/L. Sedangkan tailing yang mencemari sungai-sungai di

dataran tinggi memiliki tingkat TSS mencapai ratusan ribu mg/L. Tigapuluh

kilometer masuk ke dataran rendah Daerah Pengendapan Ajkwa, tingkat TSS di

Sungai Ajkwa bagian Bawah mencapai seratus kali lipat dari batas legal. Lebih

jauh ke hilir dari ADA, di Muara Ajkwa bagian bawah, TSS mencapai 1.300

mg/L, 25 kali lipat melampaui batas. Mutu air di perairan hutan bakau di Muara

Ajkwa juga 10 kali lipat melampaui batas legal untuk TSS di lingkungan air laut

(80 mg/L), dengan TSS rata-rata 900 mg/L. Demi mencegah kerusakan

lingkungan yang lebih parah di masa datang, sekali lagi Walhi meminta

Page 31: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

pemerintah untuk melaksanakan pengambilan sampel secara berkala dan cermat,

daripada mengandalkan laporan dari perusahaan. Pemerintah juga harus

menerbitkan semua informasi lingkungan pada masyarakat sesuai Undang-undang

Lingkungan Hidup (1997). Mengkaji ulang peraturan pajak dan royalti demi

meningkatkan keuntungan bagi komunitas yang terkena dampak, propinsi Papua,

demi mengurangi  beban kerusakan lingkngan sejauh ini. Membentuk Panel

Independen untuk memetakan sejumlah skenario bagi masa depan Freeport,

termasuk tanggal penutupan, pengolahan (processing) dan pengelolaan limbah.

Kemudian pemerintah harus menyewa konsultan independen untuk mengkaji

setiap skenario dari segi sosial dan teknis secara rinci dan independen. Kajian ini

kemudian harus digunakan sebagai dasar untuk pembahasan mengenai masa

depan tambang oleh penduduk lokal dan pihak berkepentingan lainnya.

6. Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah

Limbah, termasuk limbah berbahaya (B3) dalam jumlah kecil, dipilah-

pilah pada titik  pengumpulan asal. Pengumpulan, pengemasan, penyimpanan

limbah B3 yang dihasilkan dari pekerjaan ujicoba terhadap sampel bijih logam,

laboratorium analitis, dan proses-proses lainnya dikelola dengan menaati

ketentuan Pemerintah Indonesia. Limbah B3 dipilah dan disimpan di gudang-

gudang khusus hingga pada saatnya dikirim ke instalasi pembuangan limbah

berbahaya lainnya di Indonesia yang telah disetujui. Limbah medis dipilah dari

limbah lainnya dan ditempatkan di dalam wadah khusus untuk  pemusnahan akhir

pada instalasi insinerator limbah medis bersuhu tinggi yang sudah ada izinnya dan

berada di lokasi.

7. Penutupan Tambang

PT Freeport Indonesia mempunyai rencana penutupan tambang yang

merupakan analisa dan strategi terbaru untuk pengelolaan penutupan. Adapun

strategi penutupan yang dianut PT Freeport Indonesia secara keseluruhan adalah

mengidentifikasi, memantau dan mengurangi dampak, baik terhadap lingkungan

maupun sosial, melalui program-program pengelolaan yang tengah berjalan

selama tahapan operasional. Hal ini guna menjamin agar proses

decommissioning  (penutupan kegiatan dan sarana), reklamasi dan kegiatan

pemantauan lingkungan yang diperlukan pada saat penutupan dan bahwa selama

Page 32: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

tahapan pasca penutupan, seluruh kegiatan dapat dikelola dengan efektif; dampak

penutupan tambang terhadap ekonomi dan masyarakat setempat dapat dikelola

dengan baik, dan serah-terima setiap aset yang tersisa, berikut pengalihan

tanggung jawab atas kawasan tambang tersebut kepada pemerintah Indonesia

dapat berjalan lancar dan efisien.

8. Reklamasi dan Penghijauan Kembali

 1. Daerah Dataran Tinggi

Kajian-kajian intensif yang telah dilakukan berhasil mengidentifikasi jenis-jenis

tanaman dataran tinggi yang dapat tumbuh subur di atas lahan reklamasi, dan

penelitian saat ini dilakukan dirancang untuk menemukan cara meningkatkan daya

tahan spesies-spesies tersebut pada kondisi yang sulit. Titik berat penelitian yang

dilakukan selama tahun 2005 adalah peran iklim setempat dalam  pembentukan

lumut serta suksesi alami yang cepat pada daerah penempatan akhir overburden.

Adapun manfaat dari transplantasi diamati dari keberhasilan menumbuhkan

tanaman alami yang dihasilkan dan/atau diperkenalkan lewat transplantasi pada

daerah uji coba. Spesies-spesies asli  Deschampsia klossii, Anaphalis helwigii dan

berbagai herba asli terbukti dapat diprediksi dan memilih daya tahan sangat tinggi

terhadap kondisi di Grasberg, serta mampu berkembang biak secara mandiri dan

tumbuh dengan  pesat di daerah tersebut.

2. Daerah Dataran Rendah

Di daerah dataran rendah, penelitian reklamasi telah berulangkali membuktikan

keberhasilan spesies tanaman asli untuk melakukan kolonisasi secara pesat dan

alami di atas tanah yang mengandung tailing. Tanah yang mengandung tailing

sangat cocok untuk ditanami sejumlah tanaman pertanian apabila tanah tersebut

diperbaiki dengan menambahkan karbon organik. Tujuan dari program reklamasi

dan  penghijauan kembali PT FI di daerah dataran rendah adalah untuk mengubah

endapan tailing pada daerah  pengendapan menjadi lahan pertanian atau

dimanfaatkan sebagai lahan produktif lainnya, atau menumbuhkannya kembali

dengan tanaman asli setelah kegiatan tambang berakhir. Hingga akhir tahun 2005,

138 spesies tumbuhan berhasil ditanam di atas tanah yang mengandung tailing.

Page 33: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

Beberapa spesies tanaman yang berhasil di uji coba hingga saat ini termasuk

tanaman kacang-kacangan penutup tanah untuk dijadikan pakan ternak; pohon-

pohon lokal seperti casuarina dan matoa; tanaman pertanian seperti nanas, melon,

dan pisang; serta sayur mayur dan bijih-bijihan seperti cabai, ketimun, tomat,

padi, buncis dan labu. Sejumlah besar spesies tanaman pangan dan buah-buahan

tersebut berhasil dipanen pada tahun 2005.

9.Pemantauan Lingkungan

Program jangka panjang pemantauan lingkungan hidup PTFI

mengevaluasi potensi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan,

dengan secara rutin mengukur mutu air, biologi, hidrologi, sedimen, mutu udara

dan meteorologi di dalam wilayah kegiatan. Pada tahun 2005, program

pemantauan secara keseluruhan tersebut mencakup pengumpulan hampir 7.500

sampel lingkungan hidup dan  pelaksanaan lebih 52.000 analisa secara terpisah

terhadap sampel-sampel tersebut, termasuk biologi akuatik, jaringan akuatik,

jaringan tumbuhan, air tambang, air permukaan, air tanah, air limbah sanitasi,

sedimen sungai, dan tailing.

10. Audit Lingkungan

Sebuah audit independen eksternal tiga tahunan terhadap lingkungan telah

dilakukan oleh Montgomery Watson Harza dalam rangka memenuhi salah satu

komitmen PT FI yang tertuang dalam dokumen Analisa Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) yang telah disetujui Pemerintah Indonesia pada tahun

1997. Audit tersebut menyimpulkan bahwa kegiatan pertambangan PTFI

“termasuk kegiatan terbesar di dunia dengan tingkat tantangan dan kerumitan

lingkungan yang terbesar pula” dan bahwa “praktik -praktik pengelolaan

lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut masih tetap didasarkan atas

(dan dalam beberapa hal mewakili) praktik-praktik pengelolaan terbaik untuk

industri internasional  penambangan tembaga dan emas.”

4.4 Dampak limbah B3

Page 34: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

PT.Freeport telah mematikan 23.000 ha hutan di wilayah pengendapan

tailing, mengubah bentang alam karena erosi maupun sedimentasi, meluapnya

sungai karena pendangkalan endapan tailing. Sistem pembuangan limbah Freeport

mengancam mata rantai makanan yang terindikasi lewat kandungan logam berat

yaitu Selenium (Se), Timbal (Pb), Arsenik (As), Seng (Zn), Mangan (Mn) dan

Tembaga (Cu) pada sejumlah spesies kunci yaitu burung raja udang, maleo, dan

kausari serta sejumlah mamalia yang kadangkala dikonsumsi penduduk setempat.

Page 35: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari studi kasus yang kelompok kami analisis mengenai “Pengolahan

Limbah B3 PT.Freeport” maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sumber limbah B3 yang berasal dari PT.Freeport yaitu terdapat pada limbah

tambang tailing. Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan

material berharga dari material yang tidak berharga dari suatu bijih.

2. Karakteristik limbah B3

3. Prinsip limbah B3

1. Tata letak lokasi ruang

2. Teknologi, menerapkan teknologi bersih

3. Sistem Pengelolaan limbah

4. Pengelolaan Media Lingkungan

5. Perubahan Baku Mutu

6. Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah

7. Penutupan Tambang

8. Reklamasi dan Penghijauan Kembali

9. Pemantauan Lingkungan

10. Audit Lingkungan

4. Dampak limbah B3

PT.Freeport telah mematikan 23.000 ha hutan di wilayah pengendapan

tailing, mengubah bentang alam karena erosi maupun sedimentasi,

meluapnya sungai karena pendangkalan endapan tailing.

5.2 Saran

Page 36: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Limbah B3. [Online]. Tersedia di http://lh.surabaya.go.id/weblh/?

c=main&m=limbahb3 .diakses pada 3 Juli 2014

Damanhuri, Entri. [2011]. Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

[Online]. Tersedia di

http://hmtl.itb.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2011/03/DiktatB3_2010.

pdf diakses pada 3 Juli 2014

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang

Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. [Online]. Tersedia di

http://jdih.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-PP%2074%20thn

%202001.pdf diakses pada 3 Juli 2014

Radhissalhan, Ardhi. [2012]. Jurnal Freeport. [Online]. Tersedia di

http://www.academia.edu/6546494/JURNAL_FREEPORT diakses pada 3

Juli 2014

Page 37: Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 · Web viewBerdasarkan analisis citra ... harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ... tahun 1997 tentang