file · web viewmakalah ini kami susun guna memenuhi ... nama ini begitu mashur...
TRANSCRIPT
T U G A S F I L S A F A T
TOKOH : IBNU KHALDUN
DISUSUN OLEH:
MAELINA ARIYANTI
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 1
IDENTITAS
Nama : MAELINA ARIYANTI
Alamat Tugas : STIKES YARSI MATARAM, jalan TGH.Ali Batu Lingkar Selatan kota
Mataram, NUSA TENGGARA BARAT
Alamat Rumah : Jln. Opal Cluster taman Agung No.58 BTN BELENCONG, GUNUNG
SARI, NUSA TENGGARA BARAT
No Hp : 087865383488/081917170442
Email : [email protected]
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat,
hidayah, serta karunianya kami dapat menyelesaikan tugas Filsafat dengan salah
satu tokoh filsafat yaitu Ibnu Khaldun. Makalah ini kami susun guna memenuhi
salah satu mata kuliah Filsafat. Pada kesempatan ini, tidak lupa kami ucapkan
terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah , terutama dosen mata kuliah tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu,
kami mengharapkan kritik , masukkan dan saran yang dapat menambahkan
kelengkapan dan kesempurnaan makalah kami guna berguna untuk kita semua.
Demikian atas perhatianya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb Jakarta, 4 Januari 2012
Penyusun
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………………………………………… 1
IDENTITAS…………………………………………………………………………………………………………………..
.
2
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………….
3
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………………..
4
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang…………………………………………………………………………………………….
2. Tujuan
Penulisan………………………………………………………………………………………...
5
6
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Sejarah singkat Ibnu
Khaldun………………………………………………………………………
2. Karya-karya Ibnu Khaldun…………………………………………………………………………..
8
9
BAB III
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………..
1
7
BAB IV
PENUTUP………………………………………………………………………………………………………….
19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………. 2
0
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 4
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Ibnu Khaldun, nama ini begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat.
Ia adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru
pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab seperti yang tertuang
dalam buku fenomenalnya “Muqaddimah” dianggap sebagai bibit dari kelahiran Ilmu
Sosiologi. Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda
dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan
Filsafat Sejarah seperti yang ada sekarang. Kehidupannya yang malang melintang di
Tunisia (Afrika) dan Andalusia, serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung
pemikirannya tentang Politik serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan
sumbangsih yang besar pada Ilmu Pengetahuan
Mukadimah karya monumental Ibnu Khaldun seorang ilmuwan dan sejarawan
agung pada abad ke – 14 M . Buku yang ditulis pemikir dari Tunisia, Afrika Utara itu
tercatat sebagai karya yang sangat mengagumkan. Pengaruhnya begitru luar biasa, tak
hanya mewarnai pemikiran di dunia Islam, namun juga peradaban Barat.
Orang Yunani menyebut karya Ibnu Khaldun itu sebagai Prolegomena. Sejumlah
pemikir sepakat bahwa Muqaddimah adalah karya pertama yang mengkaji filsafat
sejarah, ilmu-ilmu sosial, demografi, histografi serta sejarah budaya. IM Oweiss dalam
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 5
karyanya bertajuk Ibn Khaldun: A fourteenth-Century Economist menilai, Muqaddimah
merupakan salah satu buku perintis ekonomi modern.
Selain itu, Ibnu Khaldun dalam adikaryanya itu juga membedah dan mengupas
masalah teologi Islam. Yang lebih menarik lagi, Ibnu Khaldun pun membahas sains
atau ilmu pengetahuan alam dalam kitabnya yang sangat populer itu. Secara khusus,
Ibnu Khaldun mengupas tentang studi biologi dan kimia dalam bab tersendiri mengenai
ilmu pengetahuan alam.
Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan
sebuah sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan
pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas
masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia
menghargai akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan
dalam tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan
kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi
dan kondisi.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai
peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang
diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat
mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia
menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya,
“Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat
Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke
dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan
sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain
Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya, disamping
mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara, masyarakat, atau pun secara
individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual. Pendidikan agama
sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan
bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah kunci keberhasilan
Ibnu Khaldun.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 6
2. TUJUAN PENULISAN
a. Menjelaskan sejarah singkat Ibnu Khaldun
b. Menjelaskan karya – karya yang ditemukan baik dalam menulis maupun penelitian
dalam bidang sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1. SEJARAH SINGKAT
Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin
Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan
sebutan Ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah
dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia
dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena
pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah
dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823)
mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-
tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 7
Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang
sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan
ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam
pengembaraannya yang luas pula.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai
peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes,
Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar,
Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya
yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai
penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun
ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode
pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu
nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan
dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda
selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian
besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir;
Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi
penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah
dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.
Setelah keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu
Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun
melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab
al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya,
nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil
‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada
tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya
baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat
pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 8
dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn
Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah
(pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis);
Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-
pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-
Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25
Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.
2. KARYA – KARYA IBNU KHALDUN
A. Asal Mula Negara (daulah)
Menurut Ibn Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk politik atau sosial, yaitu
makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan
kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial
merupakan sebuah keharusan (dharury). Pendapat ini agaknya mirip dengan
pendapat Al-Mawardi dan Abi Rabi’. Lebih lanjut, manusia hanya mungkin bertahan
untuk hidup dengan bantuan makanan. Sedang untuk memenuhi makanan yang
sedikit dalam waktu satu hari saja memerlukan banyak pekerjaan. Sebagai contoh
dari butir-butir gandum untuk menjadi potongan roti memerlukan proses yang
panjang. Butir-butir gandum tersebut harus ditumbuk dulu, untuk kemudian
dibakar sebelum siap untuk dimakan, dan untuk semuanya itu dibutuhkan alat-alat
yang untuk mengadakannya membutuhkan kerjasama dengan pandai kayu atau
besi. Begitu juga gandum-gandum yang ada, tidak serta merta ada, tetapi
dibutuhkan seorang petani. Artinya, manusia dalam mempertahankan hidupnya
dengan makanan membutuhkan manusia yang lain. Selain kebutuhan makanan
untuk mempertahankan hidup, menurut Ibnu Khaldun manusia memerlukan
bantuan dalam hal pembelaan diri terhadap ancaman bahaya. Hal ini karena Allah
ketika menciptakan alam semesta telah membagi-bagi kekuatan antara makhluk-
makhluk hidup, bahkan banyak hewan-hewan yang mempunyai kekuatan lebih dari
yang dimiliki oleh manusia. Dan watak agresif adalah sesuatu yang alami bagi setiap
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 9
makhluk. Oleh karenanya Allah memberikan kepada masing-masing makhluk hidup
suatu anggota badan yang khusus untuk membela diri. Sedang manusia diberikan
akal atau kemampuan berfikir dan dua buah tangan oleh Tuhan. Dengan akal dan
tangan ini manusia bisa mempertahankan hidup dengan berladang, ataupun
melakukan kegiatan untuk mempertahankan hidup lainya. Tetapi sekali lagi untuk
mempertahankan hidup tersebut manusia tetap saling membutuhkan bantuan dari
yang lainnya, sehingga organisasi kemasyarakatn merupakan sebuah keharusan.
Tanpa organisasi tersebut eksistensi manusia tidak akan lengkap, dan kehendak
Tuhan untuk mengisi dunia ini dengan ummat manusia dan membiarkannya
berkembang biak sebagai khalifah tidak akan terlaksana. Manusia mempunyai
watak agresif dan tidak adil, sehingga dengan akal dan tangan yang diberikan Tuhan
padanya tidak memungkinkan untuk mempertahankan diri dari serangan manusia
yang lain karena setiap manusia mempunyai akal dan tangan pula. Untuk itulah
diperlukan sesuatu yang lain untuk menangkal watak agresif manusia terhadap
lainnya.
B. Sosiologi Masyarakat
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ada faktor lain pembentuk Negara (daulah), yaitu
‘ashabiyah .(العصبـيّة) Teorinya tentang ‘ashabiyah inilah yang melambungkan
namanya dimata para pemikir modern, teori yang membedakannya dari pemikir
Muslim lainnya. ‘Ashabiyah mengandung makna Group feeling, solidaritas
kelompok, fanatisme kesukuan, nasionalisme, atau sentimen sosial. Yaitu cinta dan
kasih sayang seorang manusia kepada saudara atau tetangganya ketika salah satu
darinya diperlakukan tidak adil atau disakiti. Ibn Khaldun dalam hal ini
memunculkan dua kategori sosial fundamental yaitu Badawah (بداوة)(komunitas
pedalaman, masyarakat primitif, atau daerah gurun) dan Hadharah (حضارة)
(kehidupan kota, masyarakat beradab). Keduanya merupakan fenomena yang
alamiah dan Niscaya (dharury). Penduduk kota menurutnya banyak berurusan
dengan hidup enak. Mereka terbiasa hidup mewah dan banyak mengikuti hawa
nafsu. Jiwa mereka telah dikotori oleh berbagai macam akhlak tercela. Sedangkan
orang-orang Badui, meskipun juga berurusan dengan dunia, namun masih dalam
batas kebutuhan, dan bukan dalam kemewahan, hawa nafsu dan kesenangan
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 10
(Muqaddimah: 123). Daerah yang subur berpengaruh terhadap persoalan agama.
Orang-orang Badui yang hidup sederhana dibanding orang-orang kota serta hidup
berlapar-lapar dan meninggalkan makanan yang mewah lebih baik dalam beragama
dibandingkan dengan orang yang hidup mewah dan berlebih. Orang-orang yang taat
beragama sedikit sekali yang tinggal di kota-kota karena kota telah dipenuhi
kekerasan dan masa bodoh. Oleh karena itu, sebagian orang yang hidup di padang
pasir adalah orang zuhud. Orang Badui lebih berani daripada penduduk kota.
Karena penduduk kota malas dan suka yang mudah-mudah. Mereka larut dalam
kenikmatan dan kemewahan. Mereka mempercayakan urusan keamanan diri dan
harta kepada penguasa. Sedangkan orang Badui hidup memencilkan diri dari
masyarakat. Mereka hidup liar di tempat-tempat jauh di luar kota dan tak pernah
mendapatkan pengawasan tentara. Karena itu, mereka sendiri yang
mempertahankan diri mereka sendiri dan tidak minta bantuan pada orang lain
(Muqaddimah: 125). Untuk bertahan hidup masyarakat pedalaman harus memiliki
sentimen kelompok (‘ashabiyyah) yang merupakan kekuatan pendorong dalam
perjalanan sejarah manusia, pembangkit suatu klan.
C. Khilafah, Imamah, Sulthanah
Khilafah menurut Ibn Khaldun adalah pemerintahan yang berlandaskan Agama
yang memerintahkan rakyatnya sesuai dengan petunjuk Agama baik dalam hal
keduniawian atau akhirat. Maka pemerintahan yang dilandaskan pada Agama
disebut dengan Khilafah, Imamah atau Sulthananh. Sedang pemimpinnya disebut
Khalifah, Imam atau Sulthan. Khilafah adalah pengganti Nabi Muhammad dengan
tugas mempertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan dunia. Lembaga
imamah adalah wajib menurut hukum agama, yang dibuktikan dengan dibai’atnya
Abu Bakar sebagai khalifah. Tetapi ada juga yang berpendapat, imamah wajib
karena akal/ perlunya manusia terhadap organisasi sosial. Namun hukum wajibnya
adalah fardhu kifayah (Muqaddimah: 191-193). Ibn Khaldun sendiri menetapkan 5
syarat bagi khalifah, Imam, ataupun Sulthan, yaitu:
1. Memiliki pengetahuan.
2. Memiliki sifat ‘adil.
3. Mempunyai kemampuan.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 11
4. Sehat Panca indera dan badannya.
5. Keturunan Quraisy.
Berdasarkan teori ‘ashabiyah, Ibn Khaldun berpendapat sama dengan Pemikir
Muslim sebelumnya tentang keutamaan keturunan Quraisy. Ia mengemukakan
bahwa orang-orang Quraisy adalah pemimpin-pemimpin terkemuka, original dan
tampil dari bani Mudhar. Dengan jumlahnya yang banyak dan solidaritas
kelompoknya yang kuat, dan dengan keanggunannya suku Quraisy memiliki wibawa
yang tinggi. Maka tidak heran jika kepemimpinan Islam dipercayakan kepada
mereka, sebab seluruh bangsa Arab mengakui kenyataan akan kewibawaannya,
serta mereka hormat pada keunggulan suku Quraisy. Dan jika kepemimpinan
dipegang oleh suku lain, maka yang terjadi adalah pembangkangan serta berujung
pada kehancuran. Padahal Nabi menginginkan persatuan, solidaritas, dan
persaudaraan (Muqaddimah: 194). Tetapi menurut Ibn Khaldun hal ini jangan
diartikan bahwa kepemimpinan itu dimonopoli oleh suku Quraisy, atau syarat
keturunan Quraisy didahulukan daripada kemampuan. Ini hanya didasarkan pada
kewibawaan dan solidaritas yang tinggi pada suku Quraisy pada saat itu, hingga
ketika suku Quraisy telah dalam keadaan tidak berwibawa, atau ada suku lain yang
mempunyai ‘ashabiyyah yang tinggi dan kebibawaan yang tinggi, dan juga
kepemimpinan dari suku Quraisy sudah tidak dapat lagi diharapkan, maka
kepemimpinan dapat berpindah ke suku atau kelompok lain yang mempunyai
kewibawaan, solidaritas, dan kemampuan yang lebih. Pemikiran Ibn Khaldun dalam
hal ini mirip dengan pemikiran Al-Mawardi ataupun Ghazali, bahwa khalifah
haruslah dari golongan Quraisy. Tetapi Ibn Khaldun merealisasikannya dengan teori
‘Ashabiyyah seperti dijelaskan di atas.
D. Bentuk-Bentuk Pemerintahan
Ibnu Khaldun berpendapat bentuk pemerintahan ada 3:
1. Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang
membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Artinya, seorang raja
dalam memerintah kerajaan (mulk) lebih mengikuti kehendak dan hawa
nafsunya sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat yang akibatnya
rakyat sukar mentaati akibat timbulnya terror, penindasan, dan anarki.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 12
Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter,
individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
2. Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan
yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan
duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-
undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Bentuk
Pemerintahan seperti ini dipuji disatu sisi tetapi dicela disatu sisi. Pemerintahan
jenis ini pada zaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau
kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu.
3. Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah), yaitu pemerintahan
yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama, baik yang
bersifat keduniawian maupun keukhrawian. Menurut Ibn Khaldun model
pemerintahan seperti inilah yang terbaik, karena dengan hukum yang
bersumber dari ajaran Agama akan terjamin tidak saja keamanan dan
kesejahteraan di dunia tetapi juga di akhirat. Dan karena yang dipakai sebagai
asas kebijaksanaan pemerintahan itu adalah ajaran Agama, khususnya Islam,
maka kepala Negara disebut Khalifah dan Imam. Khalifah, oleh karena ia adalah
pengganti Nabi dalam memelihara kelestarian Agama dan kesejahteraan
duniawi rakyatnya. Imam, karena sebagai pemimpin dia ibarat Imam Salat yang
harus diikuti oleh rakyatnya sebagai makmum (Muqaddimah: 191).
Dari pembagian pemerintahan di atas, nampak bahwa Ibn Khaldun menempuh jalur
baru dibanding Al-Farabi dan Ibn Abi Rabi’ dalam pengklasifikasian pemerintahan.
Ia tidak memandang pada sisi personalnya, juga pada jabatan Imam itu sendiri,
melainkan pada makna fungsional keimamahan itu sendiri. Sehingga menurutnya
substansi setiap pemerintahan adalah undang-undang yang menjelaskan karakter
suatu sistem pemerintahan.
E. Tahapan Timbul Tenggelamnya Peradaban
Berdasarkan teorinya ‘ashabiyyah, Ibn Khaldun membuat teori tentang tahapan
timbul tenggelamnya suatu Negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap,
yaitu:
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 13
1. Tahap sukses atau tahap konsolidasi, dimana otoritas negara didukung oleh
masyarakat (`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti
sebelumnya.
2. Tahap tirani, tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya.
Pada tahap ini, orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan
memperbanyak pengikut. Penguasa menutup pintu bagi mereka yang ingin turut
serta dalam pemerintahannya. Maka segala perhatiannya ditujukan untuk
kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
3. Tahap sejahtera, ketika kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa
tercurah pada usaha membangun negara.
4. Tahap kepuasan hati, tentram dan damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas
dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
5. Tahap hidup boros dan berlebihan. Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak
warisan pendahulunya, pemuas hawa nafsu dan kesenangan. Pada tahap ini,
negara tinggal menunggu kehancurannya.
Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi, yaitu:
1) Generasi Pembangun, yang dengan segala kesederhanaan dan solidaritas
yang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan yang didukungnya.
2) Generasi Penikmat, yakni mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi
dan politik dalam sistem kekuasaan, menjadi tidak peka lagi terhadap
kepentingan bangsa dan negara.
3) Generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosionil dengan negara.
Mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa memedulikan
nasib negara. Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi ketiga ini, maka
keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu, dan
menurut Ibnu Khaldun proses ini berlangsung sekitar satu abad.
Ibnu Khaldun juga menuturkan bahwa sebuah Peradaban besar dimulai dari
masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh
perjuangan. Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup
ditambah dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras
untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 14
tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru. Dan kemunculan
peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban
lain (Muqaddimah: 172). Tahapan-tahapan di atas kemudian terulang lagi, dan
begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.
6. Biologi
Teodros Kiros dalam karyanya Explorations in African Political Thought,
mengatakan, dalam bidang biologi secara khusus Ibnu Khaldun membahas masalah
teori evolusi. Menurut Khaldun, dunia ini dengan segala isinya memiliki urutan
tertentu dan susunan benda. Ia mencoba mencoba mengaitkan antara penyebab dan
hal-hal yang disebabkan, kombinasi dari beberapa bagian penciptaan dengan yang
lain, dan transformasi dari beberapa wujud menjadi sesuatu yang lain.
Selain itu, Ibnu Khaldun juga membahas penciptaan dunia. Menurut dia,
makhluk hidup berawal dari sebuah mineral kemudian berkembang dan berakal.
Secara bertahap, kemudian berubah menjadi tanaman dan hewan. "Tahap terakhir
mineral ''terhubung'' dengan tahap pertama dari tanaman, seperti tumbuhan dan
tanaman tak berbiji,'' tutur Ibnu Khaldun
Tahap terakhir tanaman, lanjut dia, seperti pohon kelapa dan tumbuhan yang
merambat (pohon anggur), terhubung dengan tahap pertama binatang, seperti
keong (siput) dan kerang yang hanya memiliki kekuatan sentuh.
Menurut Ibnu Khaldun, dunia binatang kemudian semakin meluas menjadi berbagai
jenis. Dalam proses penciptaan bertahap, hewan/binatang akhirnya mengarah ke
bentuk manusia, yang mampu berpikir dan mengartikan. "Tahap tertinggi manusia
dicapai dari dunia kera, di mana kedua kecerdasan dan persepsi ditemukan, namun
belum mencapai tahap refleksi dan berpikir sebenarnya," tutur Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun ternyata seorang penganut determinisme lingkungan. Dia
menjelaskan bahwa kulit hitam itu disebabkan oleh iklim panas dari gurun Sahara
Afrika dan bukan karena keturunan. "Dia justru menghalau teori Hamitic, di mana
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 15
anak-anak Ham yang dikutuk oleh makhluk hitam, sebagai mitos," jelas Chouki El
Hameldalam karyanya Race, slavery and Islam in Maghribi Mediterranean thought:
the question of the Haratin in Morocco.
7. Kimia
Menurut George Anawati, dalam bidang kimia, Ibnu Khaldun adalah seorang
kritikus praktik kimia pada dunia Islam. "Dalam bab 23 berjudul Fi 'Ilm al-kimya, ia
membahas sejarah kimia, yang dilihat dari ahli kimia seperti Jabir ibnu Hayyan
(721-815 M), dan teori dari perubahan logam dan elixir (obat yang mujarab)
kehidupan. " ungkap Anawati dalam karyanya Arabic Alchemy.
Anawati menambahkan dalam bab 26 Kitab Muqaddimah yang berjudul thamrat Fi
inkar al-kimya wa istihalat wujudiha wa ma yansha min al-mafasid, Khadlun
menulis sebuah sanggahan sistematis tentang kimia dalam sosial, ilmiah, filosofis
dan dasar agama.
Dia mengawali sanggahan pada dasar sosial, argumentasi bahwa banyak ahli
kimia yang mampu mendapatkan penghasilan dari hidup karena pemikiran yang
menjadi kaya melalui kimia dan akhirnya kehilangan kredibilitas," papar Anawati.
Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa beberapa ahli kimia terpaksa melakukan
penipuan, baik secara terbuka dengan menggunakan sedikit lapisan emas/perak di
atas perak/perhiasan tembaga maupun secara diam-diam menggunakan prosedur
yang melapisi pemutihan tembaga dengan menyublimasi raksa. Meski begitu, ia
mengakui bahwa ada saja ahli kimia yang jujur.
Ibnu Khaldun juga mengkritisi pandangan dan teori tenteng kimia yang
dicetuskan al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Tughrai. "Ilmu pengetahuan manusia tak
berdaya bahkan untuk mencapai yang terendah sekalipun, kimia menyerupai
seseorang yang ingin menghasilkan manusia, binatang atau tanaman."
Anawati mengatakan, dalam mengkritisi ilmu kimia, Ibnu Khaldun pun
menggunakan sosial logikanya. Anawati menuturkan bahwa Ibnu Khaldun dalam
kitabnya menegaskan bahwa kimia hanya dapat dicapai melalui pengaruh psikis (bi-
ta'thirat al-nufus). Hal yang luar biasa menjadi salah satu keajaiban dari ilmu
gaib/ilmu sihir (rukiat) ... Mereka tak terbatas, tak dapat diklaim untuk
mendapatkan mereka."
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 16
Begitulah Ibnu Khaldun mengupas ilmu pengetahuan alam dalam karyanya
yang sangat fenomenal, Al-Muqaddimah.
BAB 3
PEMBAHASAN
Ibnu Khaldun, nama ini begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan
Barat. Ia adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru
pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab seperti yang tertuang
dalam buku fenomenalnya “Muqaddimah” dianggap sebagai bibit dari kelahiran Ilmu
Sosiologi. Dia dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran
sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam.
Menurut Ibn Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk politik atau
sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan
kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial
merupakan sebuah keharusan. Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari fakta-
fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang
berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk
mengendalikan individu.
Tetapi terkadanag seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda
dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati suka
menolong serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka berbuat
kriminal menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama lainnya dengan
melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 17
Memahami ilmu tentang sosiologi ini sangat bermanfaat untuk kehidupan
bermasyarakat karena manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain
dan juga untuk meningkatkan kemampuan seseorang menyesuaikan diri atau beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya. Seharusnya manusia bisa saling menghormati sehingga
terbina hubungan yang harmonis.
Selain membahas tentang ilmu sosiologi Ibnu Khaldun juga membahas
tentang pemerintahan yang berlandaskan Agama yang memerintahkan rakyatnya
sesuai dengan petunjuk Agama baik dalam hal keduniawian atau akhirat. Ketika menyebut
pemerintahan berlandaskan agama kita tidak bisa menutup mata dari suara dan kehendak
rakyat umum pemerintahan yang sesungguhnya adalah pemerintahan berlandaskan
agama yang didukung dengan iman dan tanggung jawab keagamaan,
Tetapi masalah yang dihadapi oleh rezim-rezim di dunia pada umumnya
adalah karena mereka menafikan petunjuk ilahi. Misalnya rezim demokratik Barat yang
secara lahiriyah dibangun atas suara rakyat, namun menafikan petunjuk ilahi. Atau jika
ada petunjuk Ilahi, atau mereka mengklaim keberadaannya, di sana suara rakyat tidak
memiliki andil. Atau malah mungkin kedua unsur itu tidak ada, dan demikian halnya
kondisi di banyak negara. Artinya di sana, rakyat tidak punya andil dalam mengatur
negara, dan tidak ada pula bimbingan agama di dalamnya. Sebuah pemerintahan yang
berlandaskan agama berada di bawah naungan panji tauhid dan agama pun mampu menjelaskan
konsep demokrasi dengan transparan dan dengan bahasa yang jelas kepada masyarakat dunia.
Begitulah Ibnu Khaldun mengupas ilmu pengetahuan alam dalam karyanya
yang sangat fenomenal. Dimana ilmu pengetahuan menjadi kunci untuk menghadapi
kehidupan dengan sebaik-baiknya dan dapat dipakai untuk mempelajari segala sesuatu
yang ada dalam aspek kehidupan. Ketika kita menguasai ilmu pengetahuan dan
mengaplikasikannya maka pada saat itu kita dapat menguasai dunia. Manusia menguasai
3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor, maka jadilah manusia-manusia
seutuhnya untuk kehidupan yang lebih baik. Jadilah penguasa dunia melalui ilmu
pengetahuan.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 18
BAB 4
PENUTUP
lbnu Khaldun adalah seorang ilmuwan besar yang terlahir di Tunisia pada 27 Mei
1332 atau 1 Ramadhan 732 H. Ia bernama lengkap Waliuddin Abdurrahman bin
Muhammad Ibn Khaldun Al-Hadrami Al-Ishbili. Selain dikenal sebagai pemikir hebat, ia
juga seorang politikus kawakan.
Setelah mundur dari percaturan politik praktis, Ibnu Khaldun bersama keluarganya
memutuskan untuk menyepi di Qalat Ibnu Salamah, sebuah istana yang terletak di negeri
Banu Tajin, selama empat tahun. Selama masa kontemplasi itulah, Ibnu Khaldun
menyelesaikan penulisan karyanya yang sangat fenomenal bertajuk Al-Muqaddimah.
Dalam pengunduran diri inilah dia merampungkan Al-Muqaddimah, sebuah karya
yang seluruhnya orisinal dalam perencanaannya dan di ramu dari hasil penelitian luas
yang terbaik.
Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas
dari dongeng-dongeng. Bermodalkan pengalamannya yang malang-melintang di dunia
politik pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Almuqaddimah dengan jernih. Dalam
kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum
kemasyarakatan dan perubahan sosial.
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para
ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 19
tradisi keintelektualan positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan
pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi
teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok
penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini. Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang
berusaha merumuskan hukum- hukum social.
DAFTAR PUSTAKA
Mustansyir & Munir, (2001). Filsafat Ilmu, Pustaka pelajar, Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun
http://hamba4wl.wordpress.com/2011/07/11/ibnu-khaldun-bapak-sosiologi-
islam/
http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/8190-sains-dalam-kitab-
muqaddimah-ibnu-khaldun.html
http://islamshia-w.com/Portal/Cultcure/Indonesian/CaseID/40038/71243.aspx
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 20