distribusi spasial dan estimasi produksi tanaman padi di
TRANSCRIPT
Distribusi Spasial …, Muty Afadila, FMIPA UI, 2016
Distribusi Spasial dan Estimasi Produksi Tanaman Padi di Kabupaten Banyuwangi dan Jember
Muty Afadila1, Tuty Handayani2, Jarot Mulyo Semedi3
1,2,3Departemen Geografi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak Kabupaten Jember dan Banyuwangi merupakan sentra produksi padi di Jawa Timur. Perhitungan luas tanam, luas panen, dan produksi padi sawah secara konvensional telah dilakukan oleh berbagai instansi di Indonesia. Namun hasil perhitungan tersebut dipublikasi setahun kemudian. Pengumpulan data yang akurat dan dalam waktu yang relatif singkat serta bersifat kuantitatif maupun spasial dapat dilakukan dengan metode penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan MODIS untuk mengestimasi luas panen dan produksi padi. Metode menggunakan citra MODIS MSAVI! 16 harian dari bulan Januari 2014 hingga Januari 2016 yang kemudian dianalisis regresi linier berganda untuk mengidentifikasi piksel yang merupakan vegetasi padi. Hasilnya menunjukan distribusi spasial padi terlihat pada grup piksel F, P, dan S pada citra. Dari fenologi padi pada citra juga terlihat ketiga grup tersebut memiliki masa tanam yang relatif sama. Hasil perhitungan ini telah divalidasi dengan data BPS dan memiliki kesalahan perhitungan sebesar 33% untuk luas panen dan 30% untuk produksi padi. Besarnya eror ini disebabkan MODIS memiliki resolusi 1 pikselnya 250 m × 250 m atau sekitar 6,25 hektar. Sehingga sawah yang menempati kurang dari setengah piksel atau kurang dari 6,25 hektar akan teridentifikasi sebagai vegetasi lain dan terbuang dari klasifikasi sawah.
Spatial Distribution and Rice Crop Estimation Production in Jember and Banyuwangi Regency
Abstract
Jember and Banyuwangi are regencies with the highest rice production in East Java. Calculation of planting area, harvested area, and rice production have conventionally been carried out by various agencies in Indonesia. But the results can be seen a year later. Accurate data collection and in a relatively short time and both quantitatively and spatially can be done using remote sensing methods. This study aimed to study the ability of MODIS to estimate harvested area and production of rice. The method of using MODIS imagery MSAVI! 16 days composite from January 2014 to January 2016 were analyzed multiple linear regression to identify the pixels that constitute the vegetation of rice. The result shows the spatial distribution of rice looks at the pixel group F, P and S in the image. Phenology of rice in the image is also shown relatively the same planting season. Calculation result has been validated by the BPS and has an error of 33% under estimate for harvested area and 30% under estimate for rice production. The magnitude of the error caused MODIS has a pixel resolution of 250 m × 250 m or about 6,25 hectares. As a result the fields that occupy less than half the pixels or less than 6,25 hectares will be identified as other vegetation and eliminated from the classification of paddy.
Keywords: Rice Production, MSAVI!, Phenology, Spatial Distribution, Remote Sensing
Pendahuluan
Inventarisasi luas tanam, luas panen, dan produksi padi sawah secara konvensional
dilakukan oleh instansi Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan di tingkat
kabupaten hingga propinsi. Informasi tersebut baru dapat diketahui beberapa bulan setelah
masa panen melalui sensus pertanian dalam bentuk format tabular (Domiri dkk, 2005). Di era
digital ini dituntut untuk kecepatan dan ketepatan informasi sumber daya pertanian yang
bersifat kuantitatif dan spasial. Metode pengumpulan data yang diperlukan adalah yang
bersifat akurat dan dalam waktu relatif singkat.
Citra Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) adalah salah satu
instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite. Data MODIS
dibawa oleh satelit Terra/Aqua yang memiliki 7 kanal spektral dengan resolusi spasial 250
meter × 250 meter. Resolusi temporal dari MODIS tergolong tinggi dengan frekuensi
pengamatan tiap 1 harian. Selain itu citra ini dapat diunduh gratis sehingga cukup andal dan
mudah digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman pangan, terutama padi yang
memiliki perubahan fisik dalam satuan waktu hari. Indeks-indeks vegetasi kanal lebar (broad
band) adalah hal yang umum digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter biofisik
dan selanjutnya akan digunakan dalam model untuk memprediksi panen. Parameter tingkat
kehijauan tanaman (vegetation index) yang diturunkan melalui analisis citra satelit dapat
digunakan untuk estimasi umur tanaman padi. Selanjutnya dengan menghitung luas areal
tanaman yang dimonitor pada citra satelit, dapat diestimasi produksi padi yang akan dipanen
di suatu wilayah (Wahyunto & Hikmatullah, 2006). Modified Soil-Adjusted Vegetation Index
(MSAVI) dan revisi setelahnya MSAVI! adalah indeks vegetasi tanah disesuaikan yang
bertujuan untuk mengatasi beberapa keterbatasan NDVI bila diterapkan ke daerah-daerah
permukaan tanah terbuka (Qi dkk, 1994). Pada indeks vegetasi MSAVI!, nilai efek
latarbelakang dari tanah sudah diminimalisir sehingga reflektansi struktur sel kanopi daun
akan lebih baik.
Dalam Produksi Tanam Pangan BPS tahun 2014 menyatakan bahwa salah satu sentra
produksi padi Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur. Wilayah ini merupakan lumbung Padi
nasional yang produksi padinya mengalami surplus. Besaran produksi dalam ton tiap
tahunnya fluktuatif. Pada tahun 2012 produksi padi sebesar 12.198.707 ton. Tren pada 2013
dan 2014 menurun menjadi 12.049.342 ton dan 11.785.464 ton. Sementara itu, dua kabupaten
yang memproduksi padi tertinggi mulai dari tahun 2009 hingga 2014 adalah kabupaten
Jember dan Banyuwangi. Keduanya berada di ujung timur pulau Jawa dan memiliki
karakteristik luas panen terbesar dan produktivitas tertinggi. Melihat kondisi tersebut, maka
pemantauan dengan penginderaan jauh pada daerah ini perlu dilakukan dengan tujuan mengetahui kemampuan citra MODIS dengan algoritma MSAVI! untuk mengestimasi luas
panen dan produksi tanaman padi di Kabupaten Jember dan Banyuwangi.
Tinjauan Teoritis a. Fenologi Padi
Definisi fenologi menurut PUSRI adalah ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi
secara alami pada tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara. Dengan
kata lain fenologi adalah kalender peristiwa penting dalam sejarah kehidupan tumbuh-
tumbuhan yang menyangkut pertumbuhan tunas, pengugguran daun, waktu berbunga, dan
waktu berbuah. Fenologi padi berarti fase-fase pertumbuhan tanaman padi dari awal masa
tanam hingga panen. Pertumbuhan tanaman padi menurut PUSRI dibagi ke dalam tiga fase
yaitu vegetatif ( awal pertumbuhan sampai pembentukan malai), generatif (pembentukan
malai sampai pembungaan), dan pematangan/panen (pembungaan sampai gabah matang).
Gambar 2.1 Tahap perkecambahan sampai gabah matang penuh
Sumber http://www.irri.org
b. Indeks Vegetasi
Ada berbagai macam indeks vegetasi yang sering digunakan dalam penelitian mengenai
fenologi vegetasi. Indeks vegetasi yang paling sering digunakan adalah NDVI dan EVI.
Dalam penelitian ini digunakan Modified Soil-Adjusted Vegetation Indices atau indeks
vegetasi yang telah disesuaikan dengan tanah yaitu versi kedua dari MSAVI, yaitu MSAVI!.
MSAVI! adalah versi modifikasi dari SAVI, yang menggantikan L yaitu faktor penyesuaian
tanah konstan. Meskipun faktor L tidak muncul dalam versi kedua dari MSAVI, fungsi L
berulang-ulang digunakan dalam derivasi dari MSAVI! (Qi dkk, 1994)
MSAVI! = 2 !"# + 1− (2 !"# + 1)! − 8 (!"# − !"#)
2
keterangan
NIR = nilai reflektan band spektral infra merah dekat
RED = nilai reflektan band spektral merah
MSAVI! dapat dikatakan cukup efektif untuk mendekati fase tumbuh tanaman padi
dimana sangat erat hubungannya untuk estimasi kerapatan daun. Hal ini karena pada indeks
vegetasi MSAVI!, nilai efek background dari tanah sudah diminimalisir sehingga reflektansi
struktur sel kanopi daun akan lebih baik. Dalam penelitian Kang (1996), setelah dilakukan
analisa dan dibandingkan dengan algoritma lainnya seperti NDVI, SAVI dan PVI, didapatkan
algoritma MSAVI! tidak hanya dapat meningkatkan sinyal tumbuhan, akan tetapi juga sangat
meminimalisir efek tutupan tanah (Sari & Sukojo, 2015).
c. Data Satelit MODIS Terra
MODIS, Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer, adalah salah satu
instrumen utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite. MODIS
digunakan untuk mengamati, meneliti, dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi, dan
interaksi di dalamnya. MODIS memiliki dua satelit yang berbeda yaitu satelit Aqua (citranya
disebut dengan Aqua MODIS) dan satelit Terra (citranya disebut dengan Terra MODIS).
MODIS mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1-2 hari dengan lebar view/tampilan (±
2300 km). Resolusi spasial MODIS berkisar dari 250 hingga 1.000 meter, 12-bit kepekaan
radiometrik serta memiliki 36 band/saluran. Satelit ini mulai operasioal sejak tanggal 18
Desember 1999 (Terra) dan 4 Mei 2002 (Aqua).
Data MODIS yang digunakan dalam penelitian adalah MOD09GQ yang menyediakan
band 1 dan 2 pada resolusi 250-meter produk harian level 2G. Produk ini meliputi pemantulan
untuk band 1 dan 2, peringkat kualitas, cakupan observasi, dan nomor observasi. Science
Data Set yang digunakan dalam penelitian ini adalah 250m Surface Reflectance Band 1 (620-
670 Nm) sebagai band RED atau nilai reflektan band spektral merah dan 250m Surface
Reflectance Band 2 (841-876 Nm) sebagai band NIR atau nilai reflektan band spektral infra
merah dekat.
Metode Penelitian
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
Citra MODIS Terra harian Januari 2014-Januari 2016 dari Kabupaten Jember dan
Banyuwangi diekstraksi dengan indeks vegetasi MSAVI! untuk melihat tingkat kehijauan
vegetasi. Citra MODIS MSAVI! harian dilakukan proses overlay maksimum untuk
Kabupaten Jember dan Banyuwangi
Estimasi Produksi Padi di Kabupaten Jember dan Banyuwangi
Estimasi Area Tanaman Padi
Distribusi Spasial Tanaman Padi
Citra MODIS Terra Level 2G time series
Produktivitas Padi
Citra MODIS MSAVI! time series
Indeks Vegetasi MSAVI!
Uji Akurasi
Citra MODIS MSAVI! 16 harian bebas awan bebas awan
Klasifikasi Tidak Terbimbing & Pengelompokan Pola
Komposit Citra
Identifikasi Padi
Pola Pertumbuhan Tanaman
menghilangkan masalah tutupan awan dan didapatkan citra komposit MODIS MSAVI! 16
harian bebas awan. Kemudian dilakukan proses klasifikasi tidak terbimbing berdasarkan
karakteristik nilai spektral citra untuk mengidentifikasi penggunaan lahan. Selanjutnya
dilakukan proses pengelompokan pola berdasarkan kesamaan pola atau fenologi untuk
mempersempit kelas tutupan lahan dan memudahkan mengidentifikasi kelas padi. Identifikasi
vegetasi padi dilakukan dengan regresi linier berganda antara luas panen per kecamatan
dengan luas tiap grup yang telah dikelompokan sebelumnya. Hasilnya muncul pola atau kelas
yang merepresentasikan fenologi padi. Setelah mengetahui piksel-piksel yang
mengidentifikasikan pertumbuhan tanaman padi tersebut, maka didapatkan luasan tanaman
padi sekaligus persebaran spasial tanaman padi. Sehingga dapat dikerjakan perhitungan untuk
menghitung produksi produksi padi yaitu dengan mengalikan produktivitas padi dengan
estimasi area tanaman padi.
a. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan yaitu data sekunder dan
data primer. Data sekunder antara lain adalah citra satelit MODIS Terra resolusi 250 meter level
2G (MOD09GQ) perekaman 1 Januari 2014 hingga 31 Januari 2016, Peta Rupa Bumi
Indonesia wilayah Kabupaten Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur, dari Badan Informasi
Geospasial, data model digital elevasi atau Digital Model Elevation Shuttle Radar
Topography Mission (DEM SRTM), Peta Digital Penggunaan Lahan Jawa Timur tahun 2014
dari WEBGIS Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Data statistik BPS (produktivitas,
produksi, dan luas panen tanaman padi) Kabupaten Jember dan Banyuwangi tahun 2009-
2014, Data aset sumber daya air Kabupaten Jember dan Banyuwangi bersumber dari
WEBGIS Dinas Pekerjaan Umum. Data primer didapatkan dengan survei lapang pada 25-30
Januari 2016 dengan tujuan mendapatkan sampel untuk uji akurasi. Data primer didapatkan
dengan pengamatan dan survei lapang yang bertujuan untuk validasi lokasi padi dan fase
pertumbuhan padi yang sudah diolah sebelumnya menggunakan indeks vegetasi MSAVI!.
Metode pengambilan sampel adalah secara cluster random sampling di daerah penelitian yang
dianggap dapat mewakili keseluruhan daerah penelitian. Clustering atau pengelompokan
dilakukan dengan melihat kelompok-kelompok wilayah pertanian di kedua kabupaten dari
peta Rupa Bumi Indonesia dan peta penggunaan lahan. Kemudian dilakukan pengambilan
sampel secara random pada kelompok-kelompok wilayah pertanian tersebut. Data-data yang
akan diambil melalui survei adalah koordinat fase tumbuh, foto keadaan sampel di lapangan,
informasi varietas, dan umur padi saat survei dilaksanakan. Data non spasial diambil melalui
wawancara dengan responden petani setempat.
b. Pengolahan Data
Penelitian dilakukan dengan bantuan pengolahan aplikasi penginderaan jauh dan
pengolahan data tabular. Penjelasan dari diagram alir pengolahan data adalah sebagai berikut
a) Citra MODIS yang memiliki format HDF ditransformasi dari proyeksi sinusoidal ke
proyeksi geografi,
b) Citra MODIS di clip dengan administrasi dari Kabupaten Jember dan Banyuwangi,
c) Citra MODIS Terra harian dihitung dengan ekstraksi indeks vegetasi algoritma
MSAVI!. Untuk menghilangkan masalah tutupan awan, citra MODIS MSAVI! dibuat
komposit 16 harian dengan metode overlay maksimum.,
d) 48 citra komposit 16 harian bebas awan ditumpuk atau layerstacking,
e) Proses klasifikasi tidak terbimbing atau unsupervised dilakukan untuk mengkategorikan
semua piksel menjadi kelas-kelas dengan menampakan spektral atau karakteristik
spektral yang sama. Diawali dengan percobaan pengelompokan pada kelipatan 5 kelas
yaitu dari 5 kelas hingga 50 kelas. Tingkat akurasi klasifikasi tergantung pada class
separability. Kriteria kelas terpilih adalah yang memiliki minimum separability terendah
dan average separability tertinggi. Kelas dengan kriteria tersebut memiliki pemecahan
piksel paling optimal sehingga citra memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
f) Untuk mempersempit jumlah tutupan lahan dan memudahkan mengidentifikasi vegetasi
pada langkah selanjutnya dilakukan pengelompokan yang didasarkan kesamaan pola
dan rentang nilai yang dekat. Kelas yang memiliki pola yang sama akan dijadikan satu
grup.
g) Grup-grup yang berisi pola pertumbuhan yang sama dicari kelas yang mewakili pola
pertumbuhan padi sawah dengan melakukan regresi linier berganda dengan metode
stepwise. Regresi dilakukan antara luas panen per kecamatan dari BPS dengan luas tiap
grup per kecamatan untuk mengetahui grup yang signifikan terhadap luas panen.
c. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian adalah
dengan menggunakan analisis deskriptif statistik dengan pendekatan keruangan. Analisis
meliputi analisis regresi kemudian membandingkan hasil estimasi produksi dengan data
produksi yang didapat dari instansi BPS, analisis temporal, dan uji akurasi.
Hasil Penelitian
Proses Citra MODIS Temporal
Citra MODIS yang telah diekstraksi indeks vegetasi MSAVI! sebanyak 758 scene
dikomposit menjadi 16 harian bebas awan untuk mendapatkan citra yang bebas dari awan
kemudian dijadikan satu citra multiband yang terdiri dari 48 layer. Untuk memfokuskan pada
daerah penelitian, maka citra multiband tersebut dipotong sesuai batas administrasi daerah
penelitian yakni Kabupaten Jember dan Banyuwangi. Citra multiband tersebut kemudian
dilakukan proses klasifikasi tidak terbimbing untuk menghasilkan citra dengan kelas yang
sesuai. Klasifikasi ini digunakan agar tidak ada citra yang memiliki data kosong atau faktor
lain yang mempengaruhi klasifikasi. Sehingga hasil dari klasifikasi tidak terbimbing benar-
benar murni dari karakteristik nilai citra. Klasifikasi kelas yang terbaik dalam metode
klasifikasi tidak terbimbing didapat dari parameter class separability atau pemecahan piksel
yang paling optimal. Kriterianya adalah memiliki minimum separability yang rendah namun
average separability yang tinggi. Pada percobaan mencari kelas terbaik dengan kelipatan 5
kelas, didapatkan hasil pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai minimum separability dan average separability pada kelas-kelas klasifikasi tidak terbimbing
Kelas Ave Min Kelas Ave Min
5 99 20 41 341 24 10 119 21 42 343 27 15 153 21 43 285 31 20 182 19 44 333 25 25 244 22 45 73652 29 30 209 26 50 279 30 35 311 23 60 315 33 40 511 26 65 351 30
Sumber : Pengolahan Data
Pada klasifikasi terlihat bahwa 40 kelas merupakan kelas yang ideal namun terdapat
fenomena kelonjakan kenaikan average separability ke kelas 45 yang tidak normal (tabel 1),
sehingga pemilihan klasifikasi difokuskan pada rentang kelas 40 ke 44. Dalam rentang
tersebut, minimum separability paling rendah terdapat di kelas 41. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa 41 kelas merupakan kelas yang terbaik dan terpilih untuk
mengidentifikasi penggunaan lahan. 41 kelas tersebut menunjukan 41 jenis tutupan lahan
yang ada di Kabupaten Jember dan Banyuwangi berdasarkan kemiripan spektral.
Setelah dilakukan klasifikasi tidak terbimbing, maka dilakukan pengelompokan pola
fenologi untuk mempersempit kelas tutupan lahan dan memudahkan mengetahui kelas yang
diduga kelas padi. Pada tahap ini proses klasifikasi dilakukan berdasarkan pola temporal yang
memiliki kesamaan fenologi. 41 kelas dari klasifikasi tidak terbimbing dibuat dalam bentuk
tabular yang berisi nilai MSAVI! rata-rata 16 harian bebas awan untuk tiap kelas. Nilai
MSAVI! dalam dua tahun dirata-ratakan menjadi satu tahun dengan menjumlahkan nilai
pada hari perekaman yang sama di tiap tahunnya. Misalkan citra 16 harian ke-1 di tahun 2014
dirata-rata dengan citra 16 harian ke-1 di tahun 2015. Hal ini dilakukan agar dapat
memudahkan melihat pola untuk mengetahui masa tanam. Data tabular tersebut divisualisasi
dalam grafik untuk mempermudah pengelompokan dengan kriteria pola temporal yang mirip
dan memiliki nilai tidak jauh beda.
Tabel 2. Klasifikasi Grup MSAVI! berdasarkan kesamaan fenologi
No Grup Kelas MSAVI! No Grup Kelas MSAVI! No Grup Kelas MSAVI! 1 A Kelas 1 10 J Kelas 14 19 S Kelas 23 2 B Kelas 2 11 K kelas 15 20 T Kelas 28 dan 29 3 C Kelas 3 dan 7 12 L Kelas 16 dan 30 21 U Kelas 31 dan 34 4 D Kelas 4 dan 9 13 M Kelas 17 22 V Kelas 32 5 E Kelas 5 dan 10 14 N Kelas 18 23 W Kelas 33 6 F Kelas 6 15 O Kelas 19, 26,dan 27 24 X Kelas 35, 36,dan 38 7 G Kelas 8 16 P Kelas 20 25 Y Kelas 37 dan 41 8 H Kelas 11 dan 13 17 Q Kelas 21, 24, dan 25 26 Z Kelas 39 9 I Kelas 12 18 R Kelas 22 27 AA Kelas 40
Pengelompokan pola menghasilkan 27 grup dari 41 kelas yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tutupan lahan berdasarkan karakteristik temporal (Tabel 2). 27 grup tersebut
mewakili 27 pola temporal suatu tutupan lahan. Pengelompokan pola temporal MSAVI!
dibutuhkan ketelitian melihat pola-pola mana saja yang mirip. Tidak semua kelas bisa
dikelompokan dengan yang lainnya. Beberapa kelas memiliki pola temporal atau fenologi
yang berbeda dengan kelas lainnya sehingga diputuskan mewakili satu grup tersendiri.
Fluktuasi nilai MSAVI! disebabkan daerah tersebut menampakan aktivitas kehijauan
tanaman sehingga akan terlihat beberapa pengulangan pola dalam satu tahun. Indikasinya
bahwa sawah yang ditanami padi memiliki fenologi beberapa masa panen dalam satu tahun.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola yang memiliki fluktuasi nilai MSAVI! mewakili
tutupan lahan vegetasi dan pola yang berbentuk sejajar dengan sumbu x mewakili tutupan
lahan tidak vegetasi.
Gambar 2. 27 Grup hasil pengelompokan pola MSAVI!
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa regresi linier berganda. Model
ini dipilih untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen baik secara parsial maupun bersama-sama. Dalam penelitian ini regresi ditujukan
untuk mengidentifikasi kelas piksel yang merepresentasikan kelas vegetasi padi. Variabel
dependen merupakan luas panen produksi tahun 2014 per kecamatan di Kabupaten Jember
dan Banyuwangi sementara variabel independen merupakan luasan masing-masing grup
klasifikasi terbimbing (27 grup) per kecamatan di Kabupaten Jember dan Banyuwangi.
Seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variasi variabel independen dapat
diukur dengan besarnya nilai koefisien determinasi (!!). Semakin besar nilai koefisien
determinasi, semakin besar pula pengaruh variabel independen terhadap variasi variabel
independen.
Tabel 3. Korelasi antar Variabel
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,494 ,244 ,229 1962,870 2 ,658 ,433 ,411 1716,013 3 ,703 ,494 ,465 1636,081
Angka R sebesar 0,703 menunjukan bahwa korelasi antara variabel dependen dan
independen cukup kuat. Sementara !! sebesar 0,494 berarti bahwa 49,4% variasi dari luas
panen tahun 2014 dapat dijelaskan oleh grup F, S, dan P. Sedangkan sisanya 50,6 %
dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak masuk dalam penelitian ini. Standar eror dalam
estimasi adalah 1.636,081 atau 1.636,081 hektar (satuan yang dipakai adalah variabel
dependen, atau dalam penelitian ini adalah luasan sawah). Makin kecilnya standar eror akan
membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel independen.
Tabel 4. Koefisien Persamaan Regresi
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 3 (Constant) 4006,018 270,758 14,796 ,000
Grup F 1,493 ,258 ,587 5,796 ,000 Grup S ,841 ,231 ,379 3,645 ,001 Grup P 1,278 ,513 ,258 2,491 ,016
Model regresi (estimasi area tanaman padi) yang terbentuk berdasarkan tabel 5.6 dapat
diidentifikasi dengan persamaan
! = 4006,018+ 1,493 (Grup F)+ 0,841(Grup S)+ 1,278(Grup P)
keterangan
Y = Estimasi area tanaman padi
Grup F, S, dan P = Luasan masing-masing grup
Luas grup terpilih dimasukan pada persamaan tersebut menghasilkan
Y = 4006,018+ 1,493×18.185,19 hektar + 0,841 ×24.681,74 hektar + (1,278×9102,879 hektar)
Y =63.547,325 hektar
Total estimasi area tanaman padi dari pengolahan citra di Kabupaten Jember dan
Banyuwangi adalah 63.547,325 hektar. Angka ini bila dibandingkan dengan data BPS
tentunya akan berbeda jauh. Data dari BPS terlihat lebih besar dari estimasi citra karena data
BPS merupakan luas panen dalam setahun. Idealnya jika dalam setahun petani dapat panen
tiga kali maka estimasi tersebut juga dikalikan tiga. Maka, untuk membandingkan luasan
produksi dari pengolahan citra dengan data BPS, 63.547,325 hektar dikalikan dengan tiga kali
pola tanam yang menghasilkan 190.642 hektar.
Estimasi produksi padi di Kabupaten Jember dan Banyuwangi dapat diketahui dari
hasil persamaan 5.1 yang dikalikan dengan produktivitas dari varietas padi di wilayah
penelitian. Varietas padi yang didapat dari hasil survei lapangan adalah IR 64, Ciherang, dan
Mekongga. Produktivitas dari 3 varietas ini berkisar antara 5 – 7 ton/Ha atau rata-rata
produktivitas 3 varietas tersebut adalah 6,45 ton/Ha. Angka tersebut dimasukan pada
persamaan 3.5 menghasilkan 1.229.641 ton. Perbedaan hasil produksi padi dapat dilihat
dengan komparasi estimasi dari pengolahan citra dan perhitungan BPS. Perbandingan tersebut
menghasilkan standar eror estimasi hasil pengolahan citra yang cukup besar dengan rentang
25-33% di bawah perhitungan BPS (Tabel 5). Dengan kata lain pengolahan data citra dalam
penelitian mampu mengidentifikasi sawah hingga 67% untuk tiap 1 pikselnya.
Tabel 5. Komparasi Data BPS dan Hasil Pengolahan Citra
Tahun Standar Eror Estimasi
Tahun Standar Eror Estimasi
Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi 2009 30,70% 24,80% 2012 31,12% 27,77% 2010 31,04% 26,76% 2013 30,98% 28,88% 2011 29,87% 22,73% 2014 32,57% 29,75%
Adanya standar eror estimasi yang cukup besar ini disebabkan beberapa alasan teknis.
Diantaranya adalah
a) Resolusi citra 250 meter × 250 meter untuk 1 piksel menyebabkan adanya sawah yang
tidak terdeteksi karena luas petak sawah milik petani bervariasi. 1 piksel luasnya
sekitar 6,25 hektar. Sementara pada survei lapangan menemukan adanya luas sawah
yang tidak lebih dari 5 hektar. Sehingga ada kemungkinan tidak terdeteksi sebagai
sawah dalam 1 piksel citra melainkan sebagai tutupan lahan atau vegetasi lain,
b) Varietas yang ditanam tiap tahunnya tidak sama. Tiap tahunnya sawah dapat berganti
kepemilikan dan menyebabkan keputusan varietas yang digunakan juga berbeda-beda.
Akibatnya angka produktivitas varietas yang ditanam tidak selalu sama tiap tahunnya.
Perhitungan akan lebih akurat jika angka produktivitas varietas tiap tahun diketahui.
Namun data yang ditemui merupakan angka produktivitas varietas secara umumnya.
Identifikasi Tanaman Padi
Fluktuasi nilai kelas MSAVI! memiliki pola yang berulang di tiap periode tahun. Pola
ini merupakan rentang nilai MSAVI! yang menunjukan tingkat kehijauan dari vegetasi, dalam
hal ini tanaman padi. Ketiga pola pada gambar 3 memiliki bentuk yang berbeda. Hal ini
disebabkan sawah tersebut tidak hanya ditanami oleh padi terus menerus dalam 3 masa tanam,
namun diselingi oleh palawija. Palawija merupakan tanaman selingan dengan jumlah
produksi terbanyak kedua setelah padi yang dalam penelitian ini merupakan komoditas utama.
Selain itu perbedaan pola disebabkan adanya perbedaan masa tanam maupun masa panen.
Dari pola tersebut dapat terlihat masa vegetatif maupun generatif.
Gambar 3. Pola Fenologi Tanaman Padi Januari 2014 – Januari 2016
Gambar 4. Pola Fenologi Grup F MSAVI! Januari 2014 – Januari 2016
Gambar 5. Pola Fenologi Grup P MSAVI! Januari 2014 – Januari 2016
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Hari 1
Hari 33
Hari 65
Hari 97
Hari 129
Hari 161
Hari 193
Hari 225
Hari 257
Hari 289
Hari 321
Hari 353
Hari 17
Hari 49
Hari 81
Hari 113
Hari 145
Hari 177
Hari 209
Hari 241
Hari 273
Hari 305
Hari 337
Hari 1
(8 bit)
Grup F Grup P Grup S
0 20 40 60 80 100 120 140
Hari 1
Hari 33
Hari 65
Hari 97
Hari 129
Hari 161
Hari 193
Hari 225
Hari 257
Hari 289
Hari 321
Hari 353
Hari 17
Hari 49
Hari 81
Hari 113
Hari 145
Hari 177
Hari 209
Hari 241
Hari 273
Hari 305
Hari 337
Hari 1
(8 bit)
Grup F
MSAVI↓
2
0 20 40 60 80 100 120 140
Hari 1
Hari 33
Hari 65
Hari 97
Hari 129
Hari 161
Hari 193
Hari 225
Hari 257
Hari 289
Hari 321
Hari 353
Hari 17
Hari 49
Hari 81
Hari 113
Hari 145
Hari 177
Hari 209
Hari 241
Hari 273
Hari 305
Hari 337
Hari 1
(8 bit)
Grup P
MSAVI↓
2
MSA
VI2
Gambar 6. Pola Fenologi Grup S MSAVI! Januari 2014 – Januari 2016
Tabel 6. Kalender Musim Tanam Padi dari MODIS MSAVI!
Grup 2014 MT 1 MT 2 MT 3
F 2013 – April I Palawija (Mei II-Agustus II) September II – Desember III P 2013 – Maret I April IV – Juli II Juli IV – November I S 2013 – April I April IV – Juli IV Agustus II – November III
Grup 2015 MT 1 MT 2 MT 3
F Januari I – April I Palawija (April IV-Juli IV) Agustus II – Desember III P Desember I (2014) – Maret III April IV – Juli II Agustus II – November III S Desember III (2014) – April I April IV – Juli IV Agustus II – November III
Pola fenologi MSAVI! pada gambar 3 hingga 6 dapat menjelaskan fase vegetatif dan
generatif. Dimana awal masa tanam berada pada nilai terendah. Ketika mencapai nilai
maksimum merupakan fase vegetatif. Sedangkan dari nilai maksimum ke nilai terendah
merupakan fase generatif. Akhir dari fase generatif yaitu nilai minimum merupakan musim
panen. Jarak antar masa tanam di tiap tahun adalah 16-32 hari. Sementara rentang masa tanam
padi adalah 80-113 hari. Pada grup F (Gambar 4) terdapat masa tanam palawija yang
diidentifikasi dengan anomali pola yang disebabkan pola tidak berbentuk lonceng asimetris
serta berada pada bulan April hingga September yang merupakan musim kemarau. Jagung
dan kacang-kacangan merupakan tanaman selingan yang ditanam saat menghadapi musim
kemarau di sekitar bulan April.
Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dua kali pada penelitian. Uji akurasi yang pertama adalah uji
akurasi spasial terhadap distribusi spasial padi dan yang kedua adalah uji akurasi temporal
terhadap hasil interpretasi citra.
0 20 40 60 80 100 120 140
Hari 1
Hari 33
Hari 65
Hari 97
Hari 129
Hari 161
Hari 193
Hari 225
Hari 257
Hari 289
Hari 321
Hari 353
Hari 17
Hari 49
Hari 81
Hari 113
Hari 145
Hari 177
Hari 209
Hari 241
Hari 273
Hari 305
Hari 337
Hari 1
(8 bit)
Grup S
MSAVI↓
2
Uji akurasi spasial dilakukan dengan melihat besaran jumlah titik sampel yang
menampal dengan grup MODIS MSAVI! yang terpilih sebagai kelas padi. Data sampel yang
diukur pada 25-30 Januari 2016 tersebar di Kabupaten Jember dan Banyuwangi sebanyak 55
titik. Setelah ditampalkan dengan hasil pengolahan citra yakni grup padi, didapatkan bahwa
hanya 34 titik sampel saja yang bertampalan (Gambar 7). Hasil perhitungan titik yang
bertampalan dibagi dengan jumlah sampel menghasilkan 62%. Artinya akurasi spasial antara
metode pengolahan citra dengan kenyataan di lapangan adalah sejumlah 62%.
Gambar 7. Tampalan Titik Sampel dan Distribusi Spasial Padi
Populasi sampel yang bertampalan terdiri dari 14 titik sampel di Kabupaten Jember dan
20 titik sampel di Kabupaten Banyuwangi. Titik sampel didominasi sawah dengan fase
vegetatif sejumlah 26 titik dengan umur tanaman kurang lebih 2 minggu hingga 1 bulan. Fase
vegetatif yang terlihat saat survei lapangan memiliki ciri-ciri ukuran batang padi sekitar 20-40
cm, berwarna hijau, dan sawah masih tergenangi air. Sementara 8 titik lain sudah memasuki
masa generatif yang ditandai dengan keluarnya malai dan padi mulai menguning.
Perhitungan confusion matrix menunjukan akurasi keseluruhan penelitian menunjukan
nilai 76% artinya 76% fase tanam yang ada pada citra sama dengan fase tanam yang ada pada
lapangan. Nilai user accuracy sejumlah 100% berarti fase tanam vegetatif pada citra adalah
benar-benar fase tanam vegetatif pada lapangan. Begitu juga dengan nilai user accuracy pada
fase tanam generatif. Nilai producer accuracy pada fase tanam vegetatif adalah 76% yang
berarti ada 76% fase vegetatif di lapangan pada wilayah penelitian sesuai dengan fase yang
muncul di citra. Kemudian ada 34% fase generatif di lapangan tidak sesuai dengan citra
karena di citra tampak sebagai fase vegetatif. Berdasarkan Purwadhi (2009), secara umum
akurasi dari suatu hasil klasifikasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi keseluruhan lebih
dari 70%. Sehingga akurasi dari penelitian ini dapat dikatakan memiliki akurasi baik.
Distribusi Spasial Tanaman Padi
Distribusi spasial tanaman padi tersebar di Kabupaten Jember dan Banyuwangi dengan
komposisi di bagian barat Kabupaten Jember terdapat grup P dengan luas 91,5 km² dan S
dengan luas 252,95 km². Sementara grup F dengan luas 185,67 km² berada di bagian timur
Kabupaten Banyuwangi (Gambar 8).
Gambar 8. Distribusi Spasial Padi di Kabupaten Jember dan Banyuwangi
Variasi aktivitas pertanian secara spasial di wilayah penelitian berada pada kondisi
fisik wilayah ketiga grup tersebut berada di dataran rendah atau tepatnya di daerah datar
hingga sangat landai dengan ketinggian wilayah 0-500 mdpl dan kemiringan lereng < 2%
hingga 8%. Kondisi medan ini mempengaruhi kondisi kestabilan lahan sawah. Sementara
kondisi fisik lain yang paling mempengaruhi lahan padi sawah adalah ketersediaan air.
Tanaman padi membutuhkan air yang menggenangi sawah pada awal masa tanam dan
semakin berkurang hingga masa panen. Pengurangan kebutuhan air pada suatu bidang sawah
dilakukan dengan cara pengaliran air ke bidang sawah lainnya. Sehingga ada kaitan erat
antara rotasi waktu penanaman padi dengan rotasi air ini. Arah dari rotasi waktu penanaman
akan mengikuti arah aliran sumber air untuk sawah. Arah inilah yang disebut sebagai
distribusi spasial waktu tanam padi atau distribusi spasial padi berdasarkan temporal.
Dari fenologi grup-grup yang diidentifikasi sebagai padi dapat terlihat pola waktu
tanam paling awal hingga akhir. Pola tersebut dimulai dari grup P, Grup S, kemudian grup F
(Tabel 6). Masa tanam pertama grup P dimulai pada minggu pertama Desember, grup S
dimulai minggu ketiga Desember, dan grup F dimulai pada minggu pertama Januari. Namun
bukan dengan demikian rotasi waktu penanaman padi dikatakan bergerak dari barat ke timur.
Penyebabnya adalah masa tanam dari ketiga grup relatif sama. Hal ini dibuktikan dengan
jarak awal masa tanam antara grup yang kurang dari 30 hari.Seharusnya jika ada rotasi waktu
penanaman, jarak awal masa tanam adalah sekitar 30 hari sesuai dengan kebutuhan genangan
air pada awal masa tanamnya selama kurang lebih 30 hari. Lalu ketika masuk masa
pembentukan malai maka kebutuhan air sawah harus dikurangi. Air pun dialirkan ke sawah
selanjutnya yang akan memulai masa tanam. Proses perpindahan air selama 30 hari tersebut
adalah masa perbedaan waktu tanam. Karena pada wilayah penelitian masa tanam relatif
sama, maka tidak dapat terlihat rotasi waktu penanamanMasa tanam yang relatif sama
disebabkan bendungan yang berada di kedua kabupaten berasal dari kali atau sungai yang
berbeda maka sistem pengairan untuk sawahnya pun berbeda dan akhirnya tidak ada rotasi
penanaman di antara ketiga grup. Sumber daya air di wilayah penelitian terdiri dari 2 Wilayah
Sungai (WS) di masing-masing kabupaten. Di setiap WS terdapat bendung yang merupakan
sumber irigasi sawah (Gambar 9).
Gambar 9. Aset Sumber Daya Air Kabupaten Jember dan Banyuwangi
Wilayah sungai di Kabupaten Jember adalah Wilayah Sungai Bondoyudo-Bedadung
yang merupakan Wilayah Sungai lintas kabupaten dari Kabupaten Lumajang. Dari sebelah
selatan Jember terdapat Bendung Pondokwaluh dan Bendung Bondoyudo. Keduanya berasal
dari Kali Tanggul. Kedua bendungan ini yang mengairi Kecamatan Kencong dan Semboro
dan sebagai sumber irigasi grup S dan sebagian kecil grup P. Kemudian bergeser ke arah
timur terdapat Bendung Bedadung yang berasal dari Kali Bedadung. Lalu Bendung Kertosari,
Talang, dan Sumberpakem yang berasal dari Kali Mayang. Keempatnya mengairi Kecamatan
Ajung, Mumbulsari, Sumbersari, dan Ledokombo. Bendung tersebut sebagai sumber irigasi
grup P. WS di Kabupaten Banyuwangi adalah WS Baru-Bajumati. Di WS Baru-Bajulmati
terdapat bendungan di sebelah selatan Banyuwangi. Bendung tersebut adalah Bendung Setail
dan Bendung Blambangan yang berasal dari Kali Setail. Kedua bendung tersebut mengairi
Kecamatan Purwoharjo dan Kecamatan Muncar. Bendungan tersebut sebagai sumber irigasi
grup F.
Kesimpulan
Berdasarkan metode estimasi dari MODIS MSAVI! yang direkam secara temporal
dalam penelitian, distribusi spasial padi tersebar di bagian barat Kabupaten Jember dan di
timur Kabupaten Banyuwangi. Lokasi sawah terbentang di daerah datar hingga landai dengan
ketinggian < 500 mdpl. Interpretasi MODIS MSAVI! memperlihatkan waktu masa tanam
padi yang relatif sama yaitu 80-113 hari dengan pola masa tanam 1 di Kabupaten Jember
selalu dimulai dari minggu pertama dan minggu ketiga bulan Desember, sementara pola masa
tanam 1 di Kabupaten Banyuwangi dimulai pada minggu pertama bulan Januari. Antara
Kabupaten Jember dan Banyuwangi tidak memiliki perbedaan waktu tanam yang signifikan
karena memiliki sumber irigasi yang berbeda. Tingkat akurasi kemampuan MSAVI! untuk
mengidentifikasi padi sebesar 62% dan kemampuan untuk mengidentifikasi umur padi
sebesar 76 %.
Estimasi yang diperoleh yaitu estimasi luas panen sebesar 190.642 hektar dan estimasi
produksi padi sebesar 1.229.641 ton. Hasil dari estimasi tersebut menunjukan standar eror
estimasi cukup besar yakni berkisar 33% di bawah hasil dari data BPS untuk estimasi luas
panen dan berkisar 30% di bawah hasil dari data BPS untuk produksi tanaman padi. Estimasi
luasan panen di bawah hasil dari BPS tersebut dikarenakan MODIS memiliki resolusi 1 piksel
sebesar 250 meter × 250 meter atau sekitar 6,25 hektar. Sawah yang menempati kurang dari
setengah piksel atau kurang dari 6,25 hektar akan teridentifikasi sebagai vegetasi lain dan
terbuang dari klasifikasi sawah.
Daftar Referensi
Anthoni, A. J., M.Taufik, & Wiweka. (2009). Evaluasi Ketersediaan Lahan Pertanian Padi dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : kabupaten Pasuruan). Surabaya: ITS.
Badan Pusat Statistik. (2015). Produksi Tanaman Pangan 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik. http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Produksi-Tanaman-Pangan-2014_rev.pdf Diakses tanggal 5 November 2015 pukul 07:02 WIB
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. (2014). Indikator Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2014. Surabaya: Badan Pusat Statistik Jawa Timur. http://jatim.bps.go.id/4dm!n/pdf_publikasi/Indikator-Pertanian-Provinsi-Jawa-Timur-2014.pdf Diakses tanggal 2 November 2015 pukul 15:45 WIB
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. (2014). Survei Pertanian Produksi Padi dan Palawija di Jawa Timur Tahun 2013. Surabaya: Badan Pusat Statistik Jawa Timur.
http://jatim.bps.go.id/4dm!n/pdf_publikasi/Produksi-Padi-dan-Palawija-di-Jawa-Timur-Tahun-2014.pdf Diakses tanggal 2 November 2015 pukul 15:44 WIB
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. (2015). Jawa Timur dalam Angka. Jawa Timur: Badan Pusat Statistik Jawa Timur. http://jatim.bps.go.id/4dm!n/pdf_publikasi/Jawa-Timur-Dalam-Angka-2015.pdf Diakses tanggal 2 November 2015 pukul 16:16 WIB
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2016). KATAM Terpadu Kabupaten Jember. Jakarta: Kementerian Pertanian
Domiri, D. D., Adhyani, N. L., & Nugraheni. (2005). Model Pertumbuhan Tanaman Padi menggunakan Data MODIS untuk Pendugaan Umur Padi Sawah. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV (hal. 17-24). Surabaya: LAPAN.
Emyati. (2012). Identifikasi Pola Tanam Padi Sawah dengan Menggunakan Data MOSIS Multitemporal di Kabupaten Kebumen. INDERAJA Volume III, 4-9.
Noer, M. (2008). Estimasi Produksi Tanaman Padi di Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Subang. Depok.
Purwadhi. 2009. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Semarang: Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN
Qi, J., Chehbouni, A., Huete, A. R., Kerr, Y. H., & Sorooshian, S. (1994). A Modified Soil Adjusted Vegetation Index. Remote Sensing Environ, 119-126.
Sari, V. D., & Sukojo, B. M. (2015). Analisa Estimasi Produksi Padi berdasarkan Fase Tumbuh dan Model Peramalan Autoregressive Integrates Moving Average (ARIMA) Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten Bojonegoro). GEOID, 194-201.
Siswanto. (2008). Panduan ERDAS Imagine Pengolah Citra Satelit untuk Pertanian. Surabaya: UPN Press
Semedi, J. M. (2012). Rice Crop Spatial Distribution and Production Estimation using MODIS EVI. Bogor: IPB.
Vermote, E.F., S.Y. Kotchenova, & J.P. Ray.(2011). MODIS Surface Reflectance User’s Guide.
Wahyunto, & Hikmatullah. (2006). Menduga Produksi Padi dengan Teknologi Citra Satelit. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Wahyunto, Widagdo & Heryanto. (2006). Pendugaan Produktivitas Tanaman Padi Sawah melalui Analisis Citra Satelit. Informatika Pertanian, 853-869.
Wicaksono, Pramaditya. (2010). Uji Akurasi Data Kategori. DI Yogyakarta: UGM.
Yusuf, Muhammad AM. Naufal. (2003). Analisis Data Multivariat : Konsep dan Aplikasi Regresi Linear Ganda. Depok.