direktur - eprints.umm.ac.id

45
30 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 T Tinjauan Perusahaan PT Fajar Putra Plasindo merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak memproduksi plastik palet dan peralatan rumah tangga. Perusahanan ini memiliki badan hukum perseroan terbatas. Setiap jenis produk plastik yang digunakan merupakan jenis yang efisien dan efektif serta sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini. Untuk menjaga agar kualitas produk tetap menjadi yang unggul, PT Fajar Putra Plasindo didukung oleh pengalaman kerja lebih dari 18 tahun oleh staf ahli dan didukung pula dengan teknologi mesin injeksi terkini. PT Fajar Putra Plasindo terus berinovasi dalam industri pallet plastik dan berbagai peralatan rumah tangga berbahan plastik dan berupaya untuk selalu mengutamakan kebutuhan pelanggan. PT Fajar Putra Plasindo menghasilkan produk plastic pallet, kursi, dan helm. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2016 oleh Bapak Albert Tjondrokoesoemo. Visi perusahan ini adalah “Menjadi perusahaan dengan keuangan yang kuat dengan pimpinan pasar pallet plastik dan produk plastik lainnya, serta menjadi pemain utama dalam inovasi dan teknologi palet plastik dan produk plastik lainnya”. Sedangkan Misi yang dimiliki oleh perusahaan merupakan “Menjadi produsen pallet plastic dan produk plastik lainnya dengan kualitas terjamin harga kompetitif serta berperan aktif secara sosial dengan lingkungan yang ada”. 4.1.1 Struktur Organisasi Direktur Utama Manajer Logistik Manajer Keuangan & Akuntansi Manajer PPIC Manajer Marketing Manajer Purchasing Manajer HRD Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai Gambar 4.1 Struktur organisasi Perusahaan

Upload: others

Post on 12-Mar-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

30

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 T Tinjauan Perusahaan

PT Fajar Putra Plasindo merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak

memproduksi plastik palet dan peralatan rumah tangga. Perusahanan ini memiliki

badan hukum perseroan terbatas. Setiap jenis produk plastik yang digunakan

merupakan jenis yang efisien dan efektif serta sesuai dengan kebutuhan pasar saat

ini. Untuk menjaga agar kualitas produk tetap menjadi yang unggul, PT Fajar Putra

Plasindo didukung oleh pengalaman kerja lebih dari 18 tahun oleh staf ahli dan

didukung pula dengan teknologi mesin injeksi terkini. PT Fajar Putra Plasindo terus

berinovasi dalam industri pallet plastik dan berbagai peralatan rumah tangga

berbahan plastik dan berupaya untuk selalu mengutamakan kebutuhan pelanggan.

PT Fajar Putra Plasindo menghasilkan produk plastic pallet, kursi, dan helm.

Perusahaan ini didirikan pada tahun 2016 oleh Bapak Albert Tjondrokoesoemo.

Visi perusahan ini adalah “Menjadi perusahaan dengan keuangan yang kuat dengan

pimpinan pasar pallet plastik dan produk plastik lainnya, serta menjadi pemain

utama dalam inovasi dan teknologi palet plastik dan produk plastik lainnya”.

Sedangkan Misi yang dimiliki oleh perusahaan merupakan “Menjadi produsen

pallet plastic dan produk plastik lainnya dengan kualitas terjamin harga kompetitif

serta berperan aktif secara sosial dengan lingkungan yang ada”.

4.1.1 Struktur Organisasi

Direktur

Utama

Manajer

Logistik

Manajer

Keuangan &

Akuntansi

Manajer PPICManajer

Marketing

Manajer

PurchasingManajer HRD

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

Gambar 4.1 Struktur organisasi Perusahaan

31

Dalam struktur organisasi PT Fajar Putra Plasindo, direktur utama

merupakan jabatan teratas, kemudian membawahi para manajer, yaitu manajer

logistik, manajer keuangan dan akuntansi, manajer PPIC, manajer marketing,

manajer purchasing, dan manajer HRD. Dan para manajer langsung membawahi

masing-masing pegawai. Berikut merupakan tugas-tugas dalam bagian struktur

organisasi:

1. Direktur utama sebagai pemimpin dan bertanggung jawab menjalankan

perusahaan. Selain itu bertugas menentukan, merumuskan, dan memutuskan

kebijakan yang ada dalam perusahaan.

2. Manajer Logistik bertugas membuat rancangan organisasi logistik, mengawasi

proses arus dari logistik mulai dari penyimpanan, pengantaran yang strategis

untuk material, bahan-bahan, dan juga final product agar dapat dimanfaatkan

secara maksimal oleh organisasi yang terkait.

3. Manajer Keuangan dan Administrasi sebagai penggerak roda kehidupan

perusahaan secara efisien dan efektif dengan menjalin hubungan kerja sama

dengan manajer lainnya, selain itu bertugas mengambil keputusan penting dalam

investasi dan dalam menggaji karyawan.

4. Tugas manajer PPIC yaitu melakukan perencanaan dan pengorganisasian jadwal

produksi, mengawasi jalannya proses produksi, dan menentukan standar kontrol

kualitas.

5. Tugas manajer marketing yaitu membina hubungan baik dengan konsumen,

mempelajari kebutuhan dan keinginan konsumen, mengatur invoice kepada

konsumen, dan menciptakan komunikasi pemasaran yang efektif.

6. Tugas manajer purchasing adalah mencari dan menganalisa calon supplier yang

sesuai dengan material yang dibutuhkan, melakukan update tren pasar,

melakukan negosiasi harga dan menyetujui kontrak, melakukan riset dan

mencari barang serta supplier baru.

7. Tugas manajer HRD adalah bertanggung jawab penuh dalam proses rekrutmen

karyawan, menangani isu-isu ketenagakerjaan, mengarahkan prosedur

kedisiplinan, melakukan seleksi, promosi, transfering dan demosi pada

karyawan, dan melakukan kegiatan pembinaan dan pelatihan.

32

4.1.2 Mesin DH2100

Mesin DH2100 adalah salah satu dari tiga mesin yang terdapat di PT. Fajar

Putra Plasindo yang digunakan sebagai alat untuk memproduksi palet. Tercatat

mesin DH2100 merupakan mesin yang mengalami maintenance terbanyak dari

mesin lainnya, yaitu sebanyak 70 kali dalam satu tahun.

Gambar 4.2 Mesin DH2100

Bagian – bagian utama dan fungsi mesin DH2100 adalah:

1. Hopper Dryer

Merupakan alat yang memiliki fungsi sebagai wadah atau penampung bahan,

alat ini juga digunakan sebagai alat pengering bahan plasik. Dalam pemrosesan

bahan baku, Hopper Dryer berfungsi meniupkan angin bersuhu tinggi konstan

ke drum pengeringan melalui kipas pengering.

2. Hot Runner 1210

Sistem pencetakan hot runner berguna untuk menyuntikkan bahan yang

meleleh ke rongga cetakan. Hot runner dari injeksi membentuk bagian

termoplastik, atau beberapa bagian produksi menggunakan cetakan multi-

rongga dan teknologi tumpukan molding atau pencetakan.

33

3. Mould 1210

Sebuah alat Injection cetak, juga dikenal sebagai pers injeksi, adalah alat yang

berfungsi sebagai pembuatan plastik produk dengan molding injeksi proses.

Komponen ini terdiri dari dua bagian utama, unit injeksi dan unit penjepit

4. Extruder

Ekstrusi adalah melakukan kombinasi dari proses tekanan, gesekan, dan suhu

dalam suatu ulir yang bergerak dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan

extruder merupakan komponen mesin untuk melakukan proses ekstrusi

meliputi pencampuran bahan, pemasakan, dan pencetakan. Proses yang bisa

dilakukan pada extruder yaitu melakukan pencampuran atau pengadukan,

menghomogenkan dan mereaksikan beberapa bahan baku yang digunakan

dalam pebuatan palet plastik seperti biji plastik, pewarna, dan campuran

lainnya.

5. Injector

Butiran plastik yang dipanaskan menjadi lunak ditampung dalam sebuah

hopper dryer kemudian diturunkan ke dalam barrel. Barrel sendiri adalah

bagian utama yang mengalirkan plastik cair dari hopper melalui screw ke

mould. Plastik yang sudah meleleh diinjeksikan oleh sekrup injeksi melalui

nozzle ke dalam cetakan yang didinginkan oleh air. Fungsi dari injector adalah

menginjeksi plastik leleh untuk dimasukkan ke dalam cetakan.

6. Crusher

Crusher berfungsi untuk menghancurkan biji plastik menjadi ukuran yang

lebih kecil sesuai spesifikasi yang dibutuhkan.

7. Chiller

Chiller adalah komponen yang menggunakan sistem pendingin untuk

menghilangkan panas dari beban proses dan melepaskan panas ke lingkungan.

Chiller dikategorikan sebagai mesin pendingin untuk mengkondisikan fasilitas

industri dan fasilitas umum. Fungsi chiller digunakan untuk menurunkan suhu

semua jenis peralatan dan proses seperti untuk mesin injeksi, atau peralatan

pengelasan.

34

8. Hydraulic motor

Hydraulic motor adalah sistem mekanik yang menggunakan cairan sebagai

sumber penggerak mesin. Pada sistem hydraulic motor menggunakan tekanan

untuk menyalurkan cairan hydraulic ke mesin penggerak. Hydraulic motor

berfungsi untuk menggerakkan mesin molding, juga berfungsi sebagai sumber

tenaga dalam mesin penghancur

9. Handling for clamping

Komponen ini digunakan untuk memindahkan hasil palet plastik yang keluar

dari komponen mould 1210 kemudian dipindahkan ke tray untuk dilakukan

inspeksi oleh operator mengenai terdapat kecacatan produk atau tidak

4.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bagian mesin DH2100 di PT. Fajar Putra

Plasindo dengan data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kerusakan

mesin pada bulan Januari-Desember 2019. Data ini diperlukan untuk proses

pengolahan data menggunakan metode Risk Based Maintenance (RBM)

4.2.1 Data Hari kerja di perusahaan

Pada data hari kerja dan jam kerja per hari pada perusahaan selama tahun 2019

terdapat pada tabel 4.1:

Tabel 4.1 Data Hari kerja

No Bulan Hari Kerja Per bulan

(Hari)

Jam Kerja per hari

(jam)

1 Januari 24 24

2 Februari 24 24

3 Maret 24 24

4 April 24 24

5 Mei 24 24

6 Juni 24 24

7 Juli 24 24

8 Agustus 24 24

9 September 24 24

10 Oktober 24 24

11 November 24 24

12 Desember 24 24

35

4.2.2 Data Maintenance Mesin DH2100

Penggantian komponen menyebabkan mesin DH2100 berhenti, sehingga

terdapat biaya sytem performance loss yaitu kerugian untuk performansi sistem

yang disebabkan oleh kegagalan komponen atau sistem. Sedangkan maintenance

yang hanya melakukan inspeksi rutin tidak dimasukkan dalam data maintenance

untuk dilakukan analisa dikarenakan tidak menyebabkan mesin tersebut berhenti

beroperasi.

Berdasarkan tujuan utama metode RBM adalah untuk mengurangi risiko

keseluruhan yang terjadi akibat dari kegagalan pada suatu mesin (Khan dan

Haddara, 2004). Karena komponen yang berisiko mengalami kerusakan hanya

terdapat pada kegagalan suatu komponen atau penggantian komponen, maka pada

data dibawah ini hanya dicantumkan berupa data kegagalan komponen atau

penggantian komponen. Berikut merupakan data maintenance komponen mesin

DH2100 pada tahun 2019 di PT. Fajar Putra Plasindo dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

36

Tabel 4.2 maintenance komponen

No

Komponen

Hopper Dryer Hot Runner 1210 Mould 1210

Tanggal Interval

(hari)

Jenis

Maintenance Tanggal

Interval

(hari)

Jenis

Maintenance Tanggal

Interval

(hari)

Jenis

Maintenance

1 02/01/2019 - Preventive 07/01/2019 - Preventive 31/01/2019 - Preventive

2 04/02/2019 56 Preventive 07/02/2019 31 Corrective 20/02/2019 20 Preventive

3 14/03/2019 24 Preventive 30/03/2019 51 Preventive 18/03/2019 26 Corrective

4 15/04/2019 23 Corrective 30/04/2019 31 Corrective 22/04/2019 35 Preventive

5 18/05/2019 33 Preventive 13/05/2019 13 Preventive 29/05/2019 37 Preventive

6 08/06/2019 21 Preventive 27/06/2019 45 Preventive 17/06/2019 19 Corrective

7 08/07/2019 30 Corrective 30/07/2019 33 Corrective 15/07/2019 28 Preventive

8 14/08/2019 37 Preventive 30/08/2019 31 Preventive 03/08/2019 19 Preventive

9 04/09/2019 21 Corrective 11/09/2019 12 Preventive 17/09/2019 45 Corrective

10 03/10/2019 29 Preventive 27/11/2019 77 Corrective 18/10/2019 31 Preventive

11 05/11/2019 42 Corrective 13/12/2019 16 Preventive 02/11/2019 15 Preventive

12 04/12/2019 20 Preventive

37

Lanjutan Tabel 4.3 interval kerusakan komponen

No

Komponen

Extruder Injector Handling for clamping

Tanggal Interval

(hari)

Jenis

Maintenance Tanggal

Interval

(hari)

Jenis

Maintenance Tanggal

Interval

(hari)

Jenis

Maintenance

1 21/01/2019 - Preventive 04/01/2019 - Preventive 14/01/2019 - Corrective

2 14/02/2019 24 Corrective 05/03/2019 60 Corrective 06/03/2019 51 Preventive

3 11/03/2019 25 Preventive 02/05/2019 58 Preventive 14/04/2019 39 Corrective

4 09/04/2019 29 Preventive 12/07/2019 71 Corrective 12/06/2019 59 Preventive

5 22/05/2019 56 Corrective 30/09/2019 80 Preventive 31/08/2019 80 Corrective

6 22/06/2019 48 Preventive 14/11/2019 45 Corrective 07/11/2019 68 Preventive

7 01/08/2019 30 Preventive

8 03/09/2019 33 Preventive

9 10/10/2019 31 Corrective

10 21/11/2019 56 Preventive

No

Komponen

Hydraulic motor Crusher Chiller

Tanggal Interval

(hari)

Jenis

Maintenance Tanggal

Interval

(hari)

Jenis

Maintenance Tanggal

Interval

(hari)

Jenis

Maintenance

1 12/02/2019 - Preventive 14/02/2019 - Preventive 02/03/2019 - Preventive

2 03/05/2019 80 Preventive 24/05/2019 99 Corrective 07/07/2019 127 Corrective

3 03/07/2019 61 Preventive 22/07/2019 59 Preventive 05/10/2019 90 Preventive

4 03/09/2019 62 Corrective 20/10/2019 90 Corrective 03/12/2019 59 Preventive

5 09/11/2019 67 Preventive 24/12/2019 65 Preventive

38

Tabel 4.3 diatas merupakan data kerusakan mesin DH2100 pada tahun

2019. Interval kerusakan komponen terbanyak terdapat pada komponen Hopper

Dryer terjadi kerusakan 12 kali, untuk komponen Hot Runner 1210 dan Mould 1210

terjadi kerusakan 11 kali dan untuk komponen Extruder terjadi kerusakan sebanyak

10 kali.

4.2.3 Biaya Harga Komponen cat

Biaya komponen ini didapatkan dari wawancara kepada pembimbing

lapangan yang menjabat sebagai kepala departemen maintenance. Harga komponen

dari setiap komponen merupakan total dari kerusakan dalam satu komponen

tertentu.

Tabel 4.3 Harga Komponen

No Nama

Komponen

Nama

Barang Spesifikasi Harga

1 Hopper Dryer Over head

host crane

Lifting weight: 0.5-20kg

Span: 3m

Lifting height: 3m

Work duty: A5

Rp1.850.000

2 Hot Runner

1210 webbing sling 6 TON X 4M Rp1.500.000

3 Mould 1210 heater

hermatic

Ø110 X 90

1080W/400V Rp1.150.000

4 Extruder heater kramic Ø70 X 60 400W/400V Rp1.900.000

5 Injector armature

guidance Armature 5600 NB Rp1.560.000

6 Handling for

clamping

Universal

Clamping

Blocks

Clamps

F clamp 5x50 Rp2.150.000

7 Hydraulic motor

Bolt

Hydraulic

Motor - IS

Shaft Type Keyed

Shaft Diameter 1"

Shaft Length 1-1/2"

Port Size 1/2"

Port Type NPT

Rp1.750.000

8 Crusher

Crusher

Model 2640

Spec Sheet

Model 2640 Spec Sheet

14” 95” 50”” 40 26”

51.5” shaft – SAE4140

Rp1.675.000

9 Chiller

BLK-xFF-X

series water

chiller

Refrigerating capacity:

2 kW~300 kW

Temperature stability: ±

0.02℃ ~± 2℃

Rp1.350.000

39

4.2.4 Biaya Bahan Habis Pakai

Biaya bahan habis pakai merupakan biaya yang jika mesin DH2100

mengalami perbaikan, maka diperlukan juga biaya bahan habis pakai. Terdapat 2

bahan habis pakai yaitu oli dan stempet untuk perbaikan komponen mesin DH2100.

Sehingga setiap melakukan perbaikan mesin DH2100 harus mengganti oli dan

stempet

Tabel 4.4 Bahan Habis Pakai

No Nama Barang Merk Harga Barang

1 Oli Lubricant Clamping ENI HIDROIL 46 Rp240.000

2 Grease 667 H2 Rp.80.000

Total Rp.320.000

4.2.5 Data Loss of Revenue

Loss of revenue merupakan data pendapatan yang hilang karena terdapat

kegiatan perawatan mesin. Nilai loss of revenue dihitung bedasarkan dari nilai

pendapatan perhari mesin DH2100. Pendapatan perhari yaitu nilai ekonomis yang

dihasilkan oleh mesin DH2100 tiap satuan hari. perhitungan nilai pendapatan

perhari adalah sebagai berikut:

Pendapatan perhari = kapasitas mesin satu hari x harga produk per biji

= 250 x Rp140.000

= Rp350.000.000

4.2.6 Data Kriteria dan Alternatif

Pengumpulan data kriteria dan alternatif menggunakan wawancara dan

kuesioner. Pengumpulan data pada kriteria ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap

pertama yaitu pembentukan kriteria dan alternatif dalam pemilihan strategi

pemeliharaan. Responden pada pengumpulan data ini adalah manajer dari pihak

divisi teknik. Responden berasal dari 1 orang manajer teknik,

1. Pembentukan Kriteria dan Alternatif

Responden pada wawancara ini adalah manajer maintenance yang

berhubungan langsung dengan mesin DH2100 dan memiliki pengetahuan tentang

performansi dari mesin DH2100. Berikut merupakan kriteria untuk pemilihan

strategi maintenance yang disusun dibawah ini:

a. Risiko (R): Penerapan strategi pemeliharaan untuk mengurangi risiko

kerusakan komponen mesin

40

b. Biaya (B): Sistem pemeliharaan yang diterapkan dapat meminimalkan biaya

dengan melakukan penggantian komponen mesin

c. Nilai Tambah (N): Strategi pemeliharaan yang diterapkan mampu

mengurangi jumlah gagal produksi dengan melakukan maintenance secara

tepat

d. Keandalan & pemeliharaan (K): Pemeliharaan dapat mengidentifikasi

kegagalan / breakdown sebelum terjadi

Kriteria-kriteria tersebut merupakan identifikasi kriteria direkomendasikan

oleh peneliti, yaitu menggunakan kriteria dari penelitian Wang dkk (2007). Kriteria

ini dipilih berdasarkan rekomendasi dari peneliti berdasarkan literatur referensi, dan

persetujuan perusahaan. Setelah didapatkan kriteria-kriteria yang sesuai untuk

pemilihan strategi maintenance, kemudian dilakukan proses pembobotan masing-

masing kriteria menggunakan skala penilaian perbandingan berpasangan. Pada

tabel 4.6 merupakan hasil perbandingan berpasangan untuk masing-masing kolom.

Dalam pembentukan alternatif, para pengambil keputusan/responden pada

penelitian ini diharapkan dapat memahami alternatif yang dipilihnya. Alternatif

sistem pemeliharaan yang menjadi pilihan responden ada empat, yaitu preventive

maintenance, predictive maintenance, condition-based maintenance, dan

corrective maintenance. Pemilihan alternatif ini mengacu pada penelitian yang

dilakukan menurut Bevilacqua dan Braglia (2000). Berikut merupakan ulasan

singkat keempat sistem pemeliharaan tersebut kepada responden:

1. Preventive Maintenance

Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan secara terjadwal (periodik), meskipun

tidak terdapat kerusakan. Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan cenderung

kecil, dan dapat dilakukan oleh karyawan yang tak terlatih.

2. Predictive Maintenance

Sistem pemeliharaan ini hampir mirip dengan predictive maintenance.

Perbedaannya, CBM menggunakan pengolahan data yang lebih intensif dan

pengawasan yang kontinyu. Selain itu, CBM menggunakan berbagai macam

sensor yang kompleks untuk memonitor kondisi komponen atau mesin. CBM

berfungsi untuk meminimalkan kegagalan.

41

3. Condition Based Maintenance

Predictive maintenance memonitor berbagai macam kondisi pada

komponen/mesin. Aktifitas pemeliharaan dilakukan sekali di awal untuk

memprediksi kapan penggantian part atau perbaikan akan dilakukan. Pada

sistem pemeliharaan ini komponen mesin yang rusak atau diindikasikan akan

segera rusak dapat sesegera mungkin diganti

4. Corrective Maintenance

Pada strategi ini, pemeliharaan hanya dilakukan apabila terjadi rusak

(breakdown) saja. Strategi ini tidak memerlukan jadwal, biaya, serta operator

pemeliharaan yang khusus. Apabila terjadi kerusakan corrective maintenance

dapat menimbulkan biaya (penggantian komponen) yang besar. Selain itu, pada

sistem ini tidak dianalisa dampak kerusakan yang mungkin timbul akibat

breakdown.

2. Hasil perbandingan berpasangan make a pass

Pada tahap ini dilakukan penilaian terhadap kriteria dan alternatif oleh

responden. Kemudian responden diminta untuk menilai dengan membandingkan

dua kriteria/alternatif dengan parent element diatasnya. Penilaian menggunakan

skala linear AHP 1-9, seperti yang tertera pada Tabel 2.1. Kuesioner disebar kepada

kepala divisi teknik. Dibawah ini adalah hasil dari pairwise comparison. Hasil

pertama merupakan pairwise comparison untuk kriteria pemilihan sistem

pemeliharaan. Berikut merupakan perbandingan berpasangan pada Hopper Dryer

Tabel 4.5 Matriks perbandingan Kriteria terhadap Kriteria

Kode Bobot Kode

Kriteria

R 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B

R 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N

R 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K

B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N

B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K

K 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N

Pada tabel 4.6 sampai tabel 4.10 terdapat 4 elemen kriteria, responden

memberi nilai skala 1-9 (atau sebaliknya) untuk membandingkan kriteria yang satu

dengan kriteria yang lain. Nilai 1 menunjukan bahwa responden melihat sama baik

42

antara kriteria yang satu dengan kriteria lain mempunyai bobot yang sama.

Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan alternatif terhadap kriteria.

Tabel 4.6 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria R

Kode Bobot Kode

Alternatif

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

CBM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

Tabel 4.7 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria B

Kode Bobot Kode

Alternatif

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

CBM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

Tabel 4.8 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria N

Kode Bobot Kode

Alternatif

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

CBM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

Tabel 4.9 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria K

Kode Bobot Kode

Alternatif

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

CM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CBM

PM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

CBM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PdM

Selanjutnya perbandingan berpasangan alternatif dan kriteria pada komponen

Hot Runner 1210, Mould 1210, Extruder, Injector, Handling for clamping,

Hydraulic motor, Crusher dan Chiller terdapat pada lampiran tabel

43

4.3 Pengolahan Data

Pengolahan data berisi tentang proses pengolahan data secara bertahap dalam

proses pengerjaan skripsi. Adapaun dengan proses pengolahan data pada penelitian

ini adalah sebagai berikut. out a subject

4.3.1 Risk Based Maintenance (RBM)

Metode RBM digunakan untuk mengetahui nilai risiko yang akan diterima

oleh perusahaan apabila terdapat mesin DH2100 yang mengalami kerusakan.

Terdapat 2 langkah dalam menggunakan RBM, yaitu:

1. Penilaian Risiko (Risk assessment)

Dalam Arunraj dan Maiti (2007) menurut Nieuwhof (1985) risiko

didefinisikan sebagai kerugian atau kerusakan yang diperkirakan akan terjadi

terkait dengan peristiwa yang tidak diinginkan. Penilian risiko terbagi dalam

beberapa fase, yaitu:

a. Mempertimbangkan mesin

Terdapat 3 Mesin yang dioperasionalkan dalam PT Fajar Putra Plasindo, yaitu

mesin DH2100, mesin D500, dan mesin D250. Data frekuensi kerusakan

menunjukkan mesin DH2100 mengalami kerusakan 70 kali dalam satu tahun,

mesin D500 mengalami kerusakan 38 kali dalam satu tahun, dan mesin D250

mengalami kerusakan 11 kali dalam satu tahun. Maka mesin yang perlu dilakukan

maintenance adalah mesin DH2100, karena mesin DH2100 mengalami kerusakan

terbanyak dibandingkan mesin lain.

Penggantian komponen menggunakan metode RBM dilakukan pada seluruh

komponen, hal ini dilakukan karena kegagalan atau penggantian semua komponen

mesin berpengaruh pada output mesin. Mengacu pada (Khan dan Haddara, 2004)

bahwa Tujuan utama RBM adalah untuk mengurangi keseluruhan risiko yang

terjadi sebagai akibat dari kegagalan pada mesin atau komponen. Selain itu

metode RBM digunakan untuk mengoptimalkan jadwal maintenance dan untuk

meminimalkan risiko yang ditimbulkan akibat kerusakan yang terjadi.

b. Identifikasi Kegagalan

Pada langkah mengidentifikasi kegagalan, yaitu dengan melakukan

penyusunan skenario kegagalan dari tiap komponen kritis yang terpilih.

Penyusunan skenario kegagalan yang terpilih bedasarkan hasil wawancara dengan

44

pihak manajer teknik mesin DH2100. Berikut merupakan skenario kegagalan

pada komponen kritis:

Tabel 4.10 skenario kegagalan komponen kritis

No Komponen Dampak Kegagalan Fungsi

1 Hopper

Dryer

1 Dryer tube pada Hopper Dryer menurun, mengakibatkan

pengeringan bahan plastik tidak maksimal

2 Blower pada Hopper Dryer mengalami penurunan kecepatan

3 Heater pada Hopper Dryer mengalami penurunan fumgsi

2 Hot Runner

1210

1

Flow control pada Hot Runner bergerak secara lambat

dikarenakan terdapat kotoran sehingga cetakan injeksi

menyuntikkan plastik cair bergerak lambat

2 Temperatur pada Hot Runner menurun

3 Mould

1210

1 Heater dalam mould tidak melelehkan plastik dengan baik,

akibatnya cetakan palet tidak sempurna

2 Mould 1210 mengalami macet ditengah proses pencetakan

4 Extruder

1

Kinerja mixer pada Extruder tidak maksimal, akibatnya

pengadukan dan pereaksian bahan baku kurang tercampur dengan

baik

2 Cutter pada Extruder tidak memotong dengan baik (tumpul)

sehingga tidak dapat bekerja dengan optimal

5 Injector

1 armature pada Injector tidak berputar dengan baik sehingga tidak

dapat bekerja dengan optimal

2 Pilot needle pada Injector tidak mengalirkan bahan bakar dari

mesin dalam posisi stasioner sampai rpm menengah

6

Handling

for

clamping

1 Clamping Blocks Clamps tidak menahan atau menjepit bidang

kerja ke bidang

2 welding fixture pada Handling for clamping tidak dapat menahan

vibrasi proses machining

7 Hydraulic

motor

1 Bolt Hydraulic Motor aus sehingga tidak menghasilkan tekanan

dan aliran tertentu pada suatu sistem hidrolik

2 Piston Pompa Hidrolik macet sehingga menyebabkan berhenti

beroperasi

8 Crusher 1 Jaw Crusher Parts pada Crusher retak sehingga tidak dapat

bekerja dengan optimal

45

2 Pemasangan vertical shaft pada horizontal shaft tidak pas sehinga

dapat mengakibatkan bowl mengalami vibrasi

9 Chiller

1 Compressor pada Chiller mengalami penurunan kinerja sehingga

tidak dapat bekerja dengan optimal

2 Water cooler pada Chiller tidak berfungsi pada temperatur yang

optimal

Kemudian dibuat diagram Failure tree analysis (FTA) seperti pada gambar 4.4

dibawah ini:

Kerusakan Mesin DH2100

Hopper Dryer Hot Runner 1210 Mould 1210 Extruder

1 2 3 1 2 1 21 2

Injector

1 2

Handling for

clamping

1 2

Hydraulic motor

1 2

Crusher

1 2

Chiller

1 2

Gambar 4.3 Failure tree analysis (FTA)

c. Perhitungan Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time To Repair

(MTTR)

Parameter MTTF dan MTTR digunakan untuk mendapatkan interval waktu

perawatan. Dalam menghitung nilai MTTF & MTTR, terlebih dahulu harus

menentukan distribusi dan parameter data Time To Failure (TTF) dan Time To

Repair (TTR) menggunakan bantuan software Minitab. Data waktu kerusakan

yang digunakan adalah TTF yaitu selang waktu kerusakan awal yang telah

diperbaiki hingga terjadi kerusakan berikutnya, TTR merupakan lamanya

46

perbaikan hingga komponen dapat berfungsi kembali dan Downtime (DT)

merupakan lama waktu mesin menganggur.

1. TTF, TTR dan DT Pada komponen Hopper Dryer

Tabel 4.11 TTF, TTR dan DT Hopper Dryer

Hopper Dryer

No Tanggal

rusak

Waktu

mesin

berhenti

Waktu

mulai

perbaikan

Waktu

Selesai

Diperbaiki

waktu

mulai

operasi

TTF

(Hari)

TTR

(Hari)

DT

(hari)

1 02/01/2019 12:07 12:26 14:49 15:02 - 0,099 0,122

2 04/02/2019 14:37 14:44 17:17 17:24 33 0,106 0,116

3 14/03/2019 08:31 09:44 11:59 12:22 38 0,094 0,160

4 15/04/2019 12:22 12:39 15:56 16:03 32 0,137 0,153

5 18/05/2019 13:01 13:14 15:42 15:59 33 0,103 0,124

6 08/06/2019 18:30 18:52 21:21 21:32 21 0,103 0,126

7 08/07/2019 13:04 13:21 16:00 16:21 30 0,110 0,138

8 14/08/2019 08:07 08:30 11:27 11:42 37 0,123 0,149

9 04/09/2019 15:00 15:25 19:35 19:55 21 0,174 0,205

10 03/10/2019 10:35 10:57 13:43 14:02 29 0,115 0,144

11 05/11/2019 12:59 13:20 15:32 15:47 33 0,092 0,117

12 04/12/2019 09:35 09:49 12:29 13:04 29 0,111 0,145

Dari hasil tabel 4.13 diatas didapatkan nilai untuk TTF atau interval waktu

dari awal kerusakan sampai kerusakan berikutnya pada komponen Hopper Dryer

adalah 33 hari, sedangkan untuk TTR atau interval perbaikan pada komponen

Hopper Dryer adalah 0,099 hari dan untuk DT atau lama mesin berhenti pada

komponen Hopper Dryer adalah 0,122 hari. Selanjutnya untuk tabel TTF, TTR

dan DT pada 8 komponen lainnya terdapat pada tabel lampiran

d. Penentuan Parameter Distribusi TTF, TTR dan DT

Menentukan data distribusi TTR, TTF dan DT dilakukan dengan

menggunkan software Minitab. Penentuan uji distribusi dilakukan agar dapat

mengetahui pola kerusakan pada komponen kritis terpilih terhadap distribusi

eksponensial, Weibull, dan normal. Berikut merupakan hasil penentuan distribusi

TTR, TTF dan DT untuk keempat komponen kritis yang terpilih:

47

Tabel 4.12 Distribusi Parameter TTF, TTR dan DT

Komponen Distribusi

TTF Parameter TTR Parameter DT Parameter

Hopper

Dryer Weibull

θ 32,676 Lognormal

s 0,169 Lognormal

s 0,155

β 7,262 tmed 0,112 tmed 0,14

Hot Runner

1210 Weibull

θ 33,872 Lognormal

s 0,122 Normal

µ 0,167

β 8,774 tmed 0,139 σ 0,017

Mould

1210 Weibull

θ 30,723 Lognormal

s 0,187 Lognormal

s 0,169

β 3,303 tmed 0,148 tmed 0,174

Extruder Weibull

θ 36,546

Normal µ 0,12

Normal µ 0,152

β 5,848 σ 0,025 σ 0,029

Injector Weibull θ 67,75

Weibull θ 0,18

Lognormal s 0,444

β 6,01 β 3,52 tmed 0,2

Handling

for

clamping

Weibull θ 64,95

Lognormal s 0,195

Weibull θ 0,21

β 4,81 tmed 0,168 β 9,96

Hydraulic

motor Weibull

θ 71,07 Lognormal

s 0,108 Lognormal

s 0,06

β 8,85 tmed 0,141 tmed 0,156

Crusher Weibull θ 85,09

Lognormal s 0,295

Lognormal s 0,421

β 5,43 tmed 0,152 tmed 0,22

Chiller Weibull θ 102,26

Weibull θ 0,13

Weibull θ 0,178

β 3,75 β 11,94 β 7,6

Hasil dari distribusi parameter pada komponen kritis mesin DH2100

menggunakan Minitab didapat untuk time to failure pada komponen kritis Hopper

Dryer berdistribusi Weibull dengan parameter θ = 32,676; β = 7,262 dan time to

repair berdistribusi Lognormal s = 0,169; tmed = 0,112 dan untuk Downtime

berdistribusi Lognormal s = 0,155; tmed = 0,14

e. Penentuan MTTF, MTTR dan MDT

Dalam menentukan MTTF, MTTR dan MDT dilakukan bedasarkan dengan

distribusi yang terdapat dalam setiap komponen kritis mesin DH2100. Terdapat

komponen kritis berdistribusi Lognormal, yaitu Hopper Dryer dan Extruder, sedangkan

Hot Runner 1210 dan Mould 1210 berdistribusi Weibull. Nilai MTTF untuk masing –

masing komponen kritis terdapat pada tabel 4.17 di bawah ini:

48

Tabel 4.13 Mean Time To Failure

Komponen Distribusi Parameter Γ MTTF (hari)

Hopper Dryer Weibull θ 32,676

0,936 30,585

β 7,262

Hot Runner 1210 Weibull θ 33,872

0,947 32,077

β 8,774

Mould 1210 Weibull θ 30,723

0,897 27,559

β 3,303

Extruder Weibull θ 36,546

0,926 33,842

β 5,848

Injector Weibull θ 67,75

0,926 62,737

β 6,01

Handling for

clamping Weibull

θ 64,95 0,915 59,429

β 4,81

Hydraulic motor Weibull θ 71,07

0,947 67,303

β 8,85

Crusher Weibull θ 85,09

0,923 78,538

β 5,43

Chiller Weibull θ 102,26

0,902 92,239

β 3,75

Contoh perhitungan Komponen Hopper Dryer:

MTTF = 1+(1

β)

= (1+1

7,262)

= (1 + 0,14) = 1,14

Γ(x) = 0,936

Nilai Γ(x) didapat tabel fungsi gamma

MTTF = θ x Γ (1+1

β)

= 32,676 x 0,936

= 30,585 hari

Penentuan distribusi dan perhitungan MTTR dilakukan bedasarkan

distribusi terpilih dan parameter yang didapatkan dari data TTR. Hasil perhitungan

dapat dilihat pada tabel 4.19 dibawah ini:

49

Tabel 4.14 Mean Time To Repair

Komponen Distribusi Parameter MTTR (hari)

Hopper Dryer Lognormal s 0,169

0,11 tmed 0,112

Hot Runner 1210 Lognormal s 0,122

0,14 tmed 0,139

Mould 1210 Lognormal s 0,187

0,15 tmed 0,148

Extruder Normal µ 0,12

0,12 σ 0,025

Injector Weibull θ 0,18

0,16 β 3,52

Handling for

clamping Lognormal

s 0,195 0,17

tmed 0,168

Hydraulic motor Lognormal s 0,108

0,14 tmed 0,141

Crusher Lognormal s 0,295

0,16 tmed 0,152

Chiller Weibull θ 0,13

0,12 β 11,94

Contoh perhitungan Komponen Hopper Dryer:

MTTR = tmed x exp(𝑠2

2)

=0,112 x 2,718(0,1692

2)

= 28,992 x 2,7180,014

= 28,992 x 1,014 = 0,11 hari

Contoh perhitungan Komponen Extruder:

MTTR = µ = 0,12 hari

Dalam menetukan MDT, Perhitungan dilakukan bedasarkan distribusi yang

mewakili setiap komponen kritis mesin DH2100. Hasil perhitungan dapat dilihat

pada tabel 4.20 dibawah ini:

50

Tabel 4.15 Mean Downtime

Komponen Distribusi Parameter MDT (hari)

Hopper Dryer Lognormal s 0,155

0,14 tmed 0,14

Hot Runner 1210 Normal µ 0,167

0,167 σ 0,017

Mould 1210 Lognormal s 0,169

0,18 tmed 0,174

Extruder Normal µ 0,152

0,152 σ 0,029

Injector Lognormal s 0,444

0,22 tmed 0,2

Handling for

clamping Weibull

θ 0,21 0,2

β 9,96

Hydraulic motor Lognormal s 0,06

0,156 tmed 0,156

Crusher Lognormal s 0,421

0,24 tmed 0,22

Chiller Weibull θ 0,178

0,167 β 7,6

Contoh perhitungan Komponen Hopper Dryer:

MDT = tmed x exp(𝑠2

2)

= 0,14 x 2,718(0,1552

2)

= 0,14 x 2,7180,012

= 0,14 x 1,012 = 0,14 hari

Contoh perhitungan Komponen Hot Runner 1210:

MDT = µ

= 0,167 hari

f. Penilaian Kemungkinan (Likelihood Assessment)

Penilaian kemungkinan bertujuan untuk menghitung probabilitas kejadian

yang tidak diinginkan / kerusakan pada suatu komponen atau sistem. Pada penilaian

kemungkinan metode yang digunakan dalam penelitian ini sama seperti metode

probabilistic failure analysis yang dilakukan Khan dan Haddara (2003). Analisa

51

kegagalan probabilitas dilakukan dengan menghitung peluang kegagalan satu

mesin yang terjadi selama satu tahun. Peluang ini telah disesuaikan hasil distribusi

terpilih yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan software Minitab. Berikut

ketentuan dalam perhitungan peluang kegagalan pada masing – masing komponen

kritis mesin DH2100 yang terpillih:

1. Dalam komponen kritis diambil nilai parameter distribusi data TTF yang telah

didapatkan saat dilakukan pengolahan data.

2. Karena keandalan mesin tanpa Preventive Maintenance maka nilai t sama dengan

MTTF

3. Nilai R (t) diperoleh dari persamaan:

Distribusi Weibull: R(t)= 𝑒−(𝑡

θ)𝛽

4. Nilai probability of failure dilambangkan Q (t) dengan rumus hasil dari 1 – R(t)

Tabel 4.16 Penilaian Kemungkinan

Komponen Distribusi Parameter t R(t) Q(t)

Hopper Dryer Weibull θ 32,676

30,585 0,539 0,461

β 7,262

Hot Runner 1210 Weibull θ 38,528

34,174 0,452 0,548

β 1,931

Mould 1210 Weibull θ 30,723

27,559 0,497 0,503

β 3,303

Extruder Weibull θ 36,546

33,842 0,528 0,472

β 5,848

Injector Weibull θ 67,75

62,737 0,533 0,467

β 6,01

Handling for

clamping Weibull

θ 64,95 59,429 0,521 0,479

β 4,81

Hydraulic motor Weibull θ 71,07

67,303 0,539 0,461

β 8,85

Crusher Weibull θ 85,09

78,538 0,524 0,476

β 5,43

Chiller Weibull θ 102,26

92,239 0,507 0,493

β 3,75

52

Contoh perhitungan R(t) Hopper Dryer:

𝑅 (t) = 𝑒−(𝑡

θ)𝛽

= 𝑒−(

30,585

32,676)7,262

= 𝑒−0,618 = 0,539

Berdasarkan tabel 4.20 keandalan komponen Hopper Dryer didapatkan 0,539

dan probabilitas kerusakan 0,461; pada komponen Hot Runner 1210 nilai keandalan

komponen sebesar 0,452 dan nilai probabilitas kerusakan 0,548; pada komponen

Mould 1210 nilai keandalan adalah 0,497 dan nilai probabilitas kerusakan 0,503;

sedangkan pada komponen Extruder nilai keandalan sebesar 0,528 dan nilai

probabilitas kerusakan 0,472. Berdasarkan perhitungan diatas nilai kemungkinan

kegagalan dari setiap komponen perlu dilakukan perhitungan kerugian. Hal ini

diperlukan untuk mengetahui berapa kerugian yang dialami perusahaan jika

komponen kritis mengalami kerusakaan.

g. Penilaian konsekuensi (Consequence assessment)

Penilaian konsekuensi bertujuan untuk menghitung konsekuensi potensial dari

skenario kegagalan (Khan dan Haddara, 2003). Dengan menilai konsekuensi yang

terjadi, hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar risiko yang diakibatkan

oleh kegagalan. Penilaian konsekuensi dalam hal ini merupakan konsekuensi yang

diterima oleh perusahaan yaitu berupa kerugian komponen kritis mesin mengalami

kegagalan. Berikut merupakan nilai kerugian yang ditanggung perusahaan apabila

komponen kritis mesin DH2100 mengalami kegagalan:

53

Tabel 4.17 Penilaian konsekuensi

No Komponen Downtime

(hari)

MTTR

(hari) Loss of revenue

Biaya

Material

Harga

komponen

System Performance

Loss

1 Hopper Dryer 0,142 0,114

Rp350.000.000 Rp.320.000

Rp1.850.000 Rp51.762.162

2 Hot Runner 1210 0,167 0,14 Rp1.500.000 Rp59.950.000

3 Mould 1210 0,177 0,151 Rp1.150.000 Rp62.925.922

4 Extruder 0,152 0,12 Rp1.900.000 Rp55.100.000

5 Injector 0,221 0,162 Rp1.560.000 Rp78.811.261

6 Handling for

clamping 0,2 0,171 Rp2.150.000

Rp71.975.000

7 Hydraulic motor 0,156 0,142 Rp1.750.000 Rp56.448.369

8 Crusher 0,240 0,159 Rp1.675.000 Rp85.810.275

9 Chiller 0,167 0,125 Rp1.350.000 Rp59.912.000

Contoh perhitungan:

System Performance Loss = (Loss of Revenue x Downtime) + biaya material + harga komponen

= (Rp350.000.000 x 0,142) + Rp.320.000 + Rp.1.850.000

= Rp51.762.162

54

h. Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko didapatkan dari hasil perkalian antara penilaian konsekuensi

(Consequence assessment) dan analisis probabilitas kegagalan (probabilistic

failure analysis) dari komponen mesin yang telah ditentukan. hasil perhitungan

risiko untuk setiap komponen kritis terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.18 Nilai Risiko

No. Komponen Q(t) System

Performance Loss Risiko

1 Hopper Dryer 0,461 Rp51.762.162 Rp23.877.798

2 Hot Runner 1210 0,548 Rp59.950.000 Rp27.704.974

3 Mould 1210 0,503 Rp62.925.922 Rp31.626.247

4 Extruder 0,472 Rp55.100.000 Rp25.984.616

5 Injector 0,467 Rp78.811.261 Rp36.836.511

6 Handling for

clamping 0,479 Rp71.975.000 Rp34.486.406

7 Hydraulic motor 0,461 Rp56.448.369 Rp26.008.885

8 Crusher 0,476 Rp85.810.275 Rp40.888.227

9 Chiller 0,493 Rp59.912.000 Rp29.536.546

Total Rp276.950.210

Contoh perhitungan:

Risiko = Q(T) x System Performance Loss

= 0,461 x Rp51.762.162

= Rp23.877.798

Dari perhitungan nilai risiko diatas, biaya risiko yang diterima perusahaan

apabila terjadi kegagalan pada komponen kritis Hopper Dryer adalah Rp

23.877.798, untuk Hot Runner 1210 sebesar Rp 27.704.974, pada komponen Mould

1210 sebesar Rp 31.626.247, dan Extruder sebesar Rp 25.984.616 Sehingga total

risiko yang ditanggung perusahaan apabila terjadi kerusakan pada komponen kritis

yaitu sebesar Rp 276.950.210

i. Penerimaan risiko

Risiko dihitung dibandingkan dengan kriteria penerimaan risiko. Jika ada

risiko komponen yang melebihi kriteria penerimaan, maka harus dilakukan

perencanaan pemeliharaan untuk mengurangi risiko. Penentuan kriteria penerimaan

risiko tidak ada metodologi khusus dalam menentukan kriteria penerimaan.

Penyusunan kriteria penerimaan ini dilakukan melalui wawancara dengan manajer

divisi maintenance. Perusahaan menetapkan besarnya kriteria penerimaan risiko

sebesar Rp 200.000.000.

55

Tabel 4.19 Penerimaan risiko

Periode

1 tahun

(hari)

Pendapatan /

hari

Kapasitas Produksi

/ tahun Total Risiko

Presentase

Risiko

Batas

Toleransi

Risiko

288 Rp 350.000.000 Rp100.800.000.000 Rp276.950.210 0,27% 0,2%

Pendapatan perhari didapatkan dari loss of revenue, untuk kapasitas produksi /

tahun didapatkan dengan mengalikan pendapatan perhari dengan periode 1 tahun

maka didapatkan hasil Rp 350.000.000, untuk presentase risiko didapatkan dengan

membagi antara total risiko dengan kapasitas produksi / tahun kemudian dikali

100% maka didapatkan hasil 0,27%. Sedangkan batas tolerasnsi risiko didapatkan

dari nilai penerimaan risiko yaitu Rp 200.000.000 dibagi dengan kapasitas

produksi/tahun, kemudian dikali 100% didapatkan hasil 0,2%. Hasil perbandingan

antara risiko dan kriteria didapatkan bahwa risiko melebihi dari kriteria perusahan,

sehingga perlu dilakukan perencanaan pemeliharaan pada komponen kritis.

2. Perencanaan Pemeliharaan (Maintenance Planning)

Perencanaan pemeliharaan digunakan untuk menurunkan risiko agar dapat

memenuhi kriteria yang dapat diterima dan untuk mengurangi probabilitas

kegagalan (Khan dan Haddara, 2004). Interval perawatan yang digunakan pada

komponen kritis terpilih yaitu merencanakan penggantian komponen kritis

menggunakan perhitungan interval waktu perawatan scheduled discard task dan

schedule restoration task. Strategi ini sesuai untuk mengantisipasi penyebab

kegagalan dengan merekondisi komponen untuk mengembalikan pada kemampuan

asal dan untuk mengantisipasi penyebab kegagalan dengan cara mengganti suatu

komponen kritis. Hal itu dikarenakan perusahaan menentukan untuk perawatan

pada komponen mesin DH2100 dengan cara mengganti komponen kritis.

Interval waktu pemeliharaan digunakan untuk merencanakan penggantian

komponen kritis. Dalam perhitungan interval waktu perawatan diperlukan

parameter keandalan MTTF dan MTTR dari setiap komponen kritis. Tujuan

interval waktu perawatan adalah menentukan waktu yang optimal terhadap

perawatan komponen mesin tertentu dari satu perawatan ke perawatan berikutnnya.

Rumus menggunakan persamaan (Havard, 2000):

𝑇𝑀 = θ(𝐶𝑀

𝐶𝐹(𝛽−1))

1

𝛽 (12)

CF = CR + MTTR (CO + CW) (13)

56

Keterangan:

CM = biaya yang dikeluarkan untuk perawatan (Rp)

TM = Interval waktu perawatan optimal (hari)

CF = biaya perbaikan atau penggantian karena komponen rusak

untuk setiap siklus perawatan (Rp)

CR = Biaya penggantian kerusakan komponen (Rp)

MTTR = lama waktu perbaikan (hari)

CO = Biaya kerugian produksi (Rp)

Biaya kerugian produksi (CO) ditentukan oleh output per hari yaitu Rp

350.000.000. Sedangkan untuk CR didapatkan dari biaya material dan harga

komponen. Berikut ini adalah hasil perhitungan biaya perbaikan seluruh komponen

kritis:

Tabel 4.20 perhitungan biaya perbaikan

Komponen CR MTTR CF CM

Hopper Dryer Rp2.170.000 0,114 Rp41.933.811,775 Rp391.933.811,775

Hot Runner 1210 Rp1.820.000 0,140 Rp50.833.403,849 Rp400.833.403,849

Mould 1210 Rp1.470.000 0,151 Rp54.183.661,279 Rp404.183.661,279

Extruder Rp1.220.000 0,120 Rp44.220.000,000 Rp394.220.000,000

Injector Rp1.880.000 0,162 Rp58.580.000,000 Rp408.580.000,000

Handling for

clamping Rp2.470.000 0,171 Rp62.398.630,042 Rp412.398.630,042

Hydraulic motor Rp2.070.000 0,142 Rp51.708.650,086 Rp401.708.650,086

Crusher Rp1.995.000 0,159 Rp57.560.966,268 Rp407.560.966,268

Chiller Rp1.670.000 0,125 Rp45.350.000,000 Rp395.350.000,000

Contoh Perhitungan pada komponen Hopper Dryer untuk biaya perbaikan

(CF) sebagai berikut:

𝐶𝐹 = 𝐶𝑅 +𝑀𝑇𝑇𝑅 (𝐶O)

𝐶𝐹 = Rp2.170.000 + 0,114 (Rp375.000.000)

𝐶𝐹 = Rp41.933.811,775

Contoh Perhitungan pada komponen Hopper Dryer untuk biaya yang dikeluarkan

untuk perawatan (CM) sebagai berikut:

CM = CO + CF

CM = Rp350.000.000 + Rp41.933.811,775

= Rp391.933.811,775

57

Setelah mendapatkan nilai CF dan CM, selanjutnya yaitu menghitung

interval pergantian (TM) komponen. Berikut adalah hasil perhitungan interval

waktu seluruh komponen kritis mesin DH2100:

Tabel 4.21 interval waktu seluruh komponen kritis

No Komponen

Interval waktu

penggantian

Sesudah

dijadwalkan (hari)

Penggantian komponen

sebelum

dijadwalkan

(pergantian/tahun)

sesudah

dijadwalkan

(pergantian/tahun)

1 Hopper

Dryer 35 12 8

2 Hot Runner

1210 34 11 8

3 Mould

1210 44 11 7

4 Extruder 41 10 7

5 Injector 72 6 4

6

Handling

for

clamping

73 6 4

7 Hydraulic

motor 71 5 4

8 Crusher 93 5 3

9 Chiller 139 4 2

Contoh perhitungan komponen Hopper Dryer, Dengan nilai θ =32,676 dan

β = 7,262, didapatkan nilai interval penggantian sebagai berikut:

𝑇𝑀 = θ(𝐶𝑀

𝐶𝐹(𝛽−1))

1

𝛽

𝑇𝑀 = 32,676 (Rp1.421.745.483.031

Rp146.995.483.031(7,262−1))

1

7,262

𝑇𝑀 = 32,676 (1,544)1

7,262

𝑇𝑀 = 32,676(1,062)

𝑇𝑀 = 35 hari

Pada perhitungan penggantian komponen pertahun sesudah dijadwalkan

adalah dengan membagi hari kerja dalam 1 tahun dengan interval waktu

penggantian sesudah dijadwalkan. Contoh perhitungan pada komponen Hopper

Dryer: Penggantian komponen pertahun Sesudah dijadwalkan = 288 ℎ𝑎𝑟𝑖

35 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 8 kali.

Sehingga selisih penggantian komponen kritis pada mesin DH2100 untuk semua

58

komponen kritis akan memangkas waktu downtime pada mesin DH2100 dan dapat

menurunkan biaya pembelian komponen serta biaya bahan habis pakai. Da

4.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP digunakan dalam perusahaan untuk melakukan perencanaan

strategi maintenance dalam jangka waktu secara berkelanjutan dan berguna untuk

menambah referensi strategi perusahaan, karena selama ini perusahaan hanya

menggunakan preventive maintenance dan corrective maintenance. Selain itu ahp

digunakan untuk memberikan kejelasan strategi maintenance sesuai yang

dibutuhkan perusahaan, karena selama ini, perusahaan hanya menerapkan

preventive maintenance, namun tidak diketahui secara pasti kapan akan terjadi

corrective maintenance sehingga corrective maintenance dilakukan secara

mendadak. Dalam penelitian Arunraj dan Maiti (2010) menjelaskan bahwa jika

sebuah perusahaan tidak memiliki strategi maintenance yang tepat, akan

mengakibatkan terjadinya kerugian dalam aspek biaya, waktu, dan tenaga. Maka

dalam penelitiannya menggunakan AHP untuk memberikan strategi maintenance

yang dibutuhkan perusahaan.

Dalam memproses data AHP, terdapat objek yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu data komponen kritis yang mengalami kerusakan yang tidak

diprioritaskan untuk segera dilakukan maintenance.

• Penilaian Kriteria dan Alternatif Pada Hopper Dryer

Berikut Langkah-langkah dalam AHP:

1. Pembuatan Susunan Hierarki

Susunan Hierarki dalam strategi pemilihan sistem pemeliharaan disusun

berdasarkan kriteria. Dalam menentukan kriteria pemilihan sistem

pemeliharaan yang tepat maka harus mengidentifikasi kriteria apa saja yang

dianggap penting oleh perusahaan. Berdasarkan brainstorming dengan pihak

perusahaan dimana peneliti juga mengajukan kriteria dari studi literatur kepada

perusahaan mengacu pada penelitian Wang dkk (2007). Hasil penyusunan

hierarki kriteria dapat dilihat pada gambar 4.4

59

Pemilihan strategi

Maintenance

RisikoBiayaNilai TambahKeandalan

Preventive

Maintenance (PM)

Corretive

Maintenance (CM)

Conditional Based

Maintenance (CBM)

Predictive

Maintenance (PdM)

Gambar 4.4 Susunan Hierarki Pemilihan Strategi Maintenance

2. Menetapkan Prioritas

Selanjutnya membuat matriks perbandingan berpasangan yang telah

didapatkan dari hasil pengisian kuesioner yang telah dilakukan oleh

manajer teknik. Berikut tabel perbandingan kriteria:

Tabel 4.22 Matriks Perbandingan Kriteria

R B N K

R 1 1/4 1/5 1/7

B 4 1 4 1

N 5 1/4 1 1/3

K 7 1 3 1

Jumlah 17,00 2,50 8,20 2,48

Secara keseluruhan perbandingan pada bagian diagonal diberi nilai 1,

yaitu sama pentingnya. Hanya pada bagian atas diagonal yang akan diisi

karena dibawah diagonal merupakan kebalikan dari bagian atas.

3. Sintesis Komponen

Tahap selanjutnya yaitu sintesis, atau dapat dikatakan suatu proses

normalisasi dari matriks perbandingan berpasangan. Dari hasil normalisasi

tersebut dibagi dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata

sehingga akan diperoleh bobot prioritas.

Tabel 4.23 Matriks Sintesis krtiteria

R B N K Bobot Kriteria

R 0,06 0,10 0,02 0,06 0,06

B 0,24 0,40 0,49 0,40 0,38

N 0,29 0,10 0,12 0,13 0,16

K 0,41 0,40 0,37 0,40 0,40

Jumlah 1 1 1 1 1

Contoh perhitungan pada baris pertama kriteria risiko (R) didapat dari

rata-rata perbaris:

Menormalisasi Matriks = 𝑎11

∑𝑛𝑘 =

1

17=0,06

60

Sintesis atau bobot kriteria risiko (R) = jumlah

𝑛 =

0,06+0,1+0,02+0,06

4 = 0,06

Selanjutnya dilakukan sintesis Setelah tiap kriteria, kemudian

menghitung nilai eigen value (λ max) yaitu dengan menjumlahkan hasil

dari perkalian jumlah nilai kolom tiap kriteria

4. Menghitung Consistency ratio (CR)

Pada tahap ini melakukan perhitungan CR. Dari perhitungan ini dapat

diketahui apakah AHP yang dibuat diterima atau tidak. Langkah

selanjutnya dengan menentukan Eigen Vektor

Tabel 4.24 Eigen Vector Kriteria

R B N K Eigen Vector

R 0,06 0,10 0,03 0,06 0,24

B 0,24 0,38 0,65 0,40 1,67

N 0,30 0,10 0,16 0,13 0,69

K 0,42 0,38 0,49 0,40 1,69

Contoh perhitungan

Eigen Vector 𝑎11 = 1 x 0,06 = 0,06

Eigen Vector 𝑎21 = 4 x 0,06 = 0,24

Eigen Vector R = 0,06 + 0,1 + 0,03 + 0, 06 = 0,24

Menghitung λ maks

Tabel 4.25 Perhitungan Nilai λ

Eigen Vector Bobot Kriteria λ

0,24 0,06 4,06

1,67 0,38 4,37

0,69 0,16 4,25

1,69 0,40 4,27

Contoh perhitungan

λ = Eigen Vektor

Bobot Kriteria =

0,24

0,06 =4,06

λ maks =4,06+4,37+4,25+4,27

4 = 4,24

Menghitung Indeks Konsistensi dengan rumus:

Indeks Konsistensi 𝐶𝐼 =𝜆 𝑚𝑎𝑥 – 𝑛

𝑛−1 =

4,24 – 4

4−1= 0,081

Kemudian nilai RI (Random Indexs) untuk n = 4 adalah 0,9 seperti

terdapat pada tabel dibawah ini

61

Tabel 4.26 Random Indeks

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

sehingga dapat dihitung nilai CR seperti dibawah ini:

𝐶𝑅 =𝐶𝐼

𝐼𝑅 =

0,079

0,9 = 0,09

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai CR dapat

diterima, karena nilai CR 0,09 < 0,1 maka pengambil keputusan dalam

matriks perbandingan berpasangan diatas dapat diterima.

Setelah diketahui nilai dari tiap kriteria pada pembahasan sebelumnya

Selanjutnya menghitung nilai alternatif untuk tiap kriteria. Sama dengan

menghitung kriteria, pertama kali yang dilakukan ialah menghitung skor untuk tiap

alternatif untuk tiap kriteria dengan menggunakan pairwise comparisson didapat

tabel perbandingan sebagai berikut

1. Perbandingan Alternatif terhadap kriteria R (Risiko)

a. Menetapkan Prioritas

Tabel 4.27 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria R

CM PM CBM PdM

CM 1 1/5 1/6 1/3

PM 5 1 1/3 5

CBM 6 3 1 5

PdM 3 1/5 1/5 1

Jumlah 15,00 4,40 1,70 11,33

b. Sintesis Komponen

Tabel 4.28 Matriks Sintesis Alternatif terhadap kriteria R

CM PM CBM PdM Bobot Kriteria

CM 0,07 0,05 0,10 0,03 0,06

PM 0,33 0,23 0,20 0,44 0,30

CBM 0,40 0,68 0,59 0,44 0,53

PdM 0,20 0,05 0,12 0,09 0,11

Jumlah 1 1 1 1 1

c. Menghitung Consistency ratio (CR)

Tabel 4.29 Eigen Vector Alternatif terhadap kriteria R

CM PM CBM PdM Eigen

CM 0,06 0,06 0,09 0,04 0,25

PM 0,30 0,30 0,18 0,56 1,34

CBM 0,36 0,90 0,53 0,56 2,35

PdM 0,18 0,06 0,11 0,11 0,46

62

d. Menghitung λ maks

Tabel 4.30 Perhitungan λ kriteria R

Eigen Vector Bobot Kriteria λ

0,25 0,06 4,10

1,34 0,30 4,47

2,35 0,53 4,45

0,46 0,11 4,06

λ maks =4,1+4,47+4,45+4,06

4 = 4,27

e. Menghitung Indeks Konsistensi dengan rumus:

Indeks Konsistensi 𝐶𝐼 =𝜆 𝑚𝑎𝑥 – 𝑛

𝑛−1 =

4,27 – 4

4−1= 0,089

Kemudian nilai RI (Random Indexs) untuk n = 4 adalah 0,9

sehingga dapat dihitung nilai CR seperti dibawah ini:

𝐶𝑅 =𝐶𝐼

𝐼𝑅 =

0,089

0,9 = 0,099

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai CR dapat

diterima, karena nilai CR 0,099 < 0,1 maka pengambil keputusan dalam

matriks perbandingan berpasangan diatas dapat diterima.

2. Perbandingan Alternatif terhadap kriteria B (Biaya)

a. Menetapkan Prioritas

Tabel 4.31 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria B

CM PM CBM PdM

CM 1 1/4 1/3 1/5

PM 4 1 5 1

CBM 3 1/5 1 1/3

PdM 5 1 3 1

Jumlah 13,00 2,45 9,33 2,53

b. Sintesis Komponen

Tabel 4.32 Matriks Sintesis Alternatif terhadap kriteria B

CM PM CBM PdM Bobot Kriteria

CM 0,08 0,10 0,04 0,08 0,07

PM 0,31 0,41 0,54 0,39 0,41

CBM 0,23 0,08 0,11 0,13 0,14

PdM 0,38 0,41 0,32 0,39 0,38

Jumlah 1 1 1 1 1

63

c. Menghitung Consistency ratio (CR)

Tabel 4.33 Eigen Vector Alternatif terhadap kriteria B

CM PM CBM PdM Eigen Vector

CM 0,07 0,10 0,05 0,08 0,30

PM 0,29 0,41 0,69 0,38 1,77

CBM 0,22 0,08 0,14 0,13 0,57

PdM 0,37 0,41 0,41 0,38 1,57

d. Menghitung λ maks

Tabel 4.34 Perhitungan λ kriteria B

Eigen Vector Bobot Kriteria λ

0,30 0,07 4,06

1,77 0,41 4,30

0,57 0,14 4,11

1,57 0,38 4,16

λ maks =4,06+4,3+4,11+4,16

4 = 4,16

e. Menghitung Indeks Konsistensi dengan rumus

Indeks Konsistensi 𝐶𝐼 =𝜆 𝑚𝑎𝑥 – 𝑛

𝑛−1 =

4,16 – 4

4−1= 0,05

Kemudian nilai RI (Random Indexs) untuk n = 4 adalah 0,9

sehingga dapat dihitung nilai CR seperti dibawah ini:

𝐶𝑅 =𝐶𝐼

𝐼𝑅 =

0,05

0,9 = 0,06

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai CR dapat

diterima, karena nilai CR 0,06 < 0,1 maka pengambil keputusan dalam

matriks perbandingan berpasangan diatas dapat diterima.

3. Perbandingan Alternatif terhadap kriteria N (Nilai Tambah)

a. Menetapkan Prioritas

Tabel 4.35 Perbandingan Alternatif terhadap kriteria N

CM PM CBM PdM

CM 1 1/5 1/3 1/5

PM 5 1 3 1/3

CBM 3 1/3 1 1/4

PdM 5 3 4 1

Jumlah 14,00 4,53 8,33 1,78

64

b. Sintesis Komponen

Tabel 4.36 Matriks Sintesis Alternatif terhadap kriteria N

CM PM CBM PdM Bobot

Kriteria

CM 0,07 0,04 0,04 0,11 0,07

PM 0,36 0,22 0,36 0,19 0,28

CBM 0,21 0,07 0,12 0,14 0,14

PdM 0,36 0,66 0,48 0,56 0,51

Jumlah 1 1 1 1 1

c. Menghitung Consistency ratio (CR)

Tabel 4.37 Eigen Vector Alternatif terhadap kriteria N

CM PM CBM PdM Eigen Vector

CM 0,07 0,06 0,05 0,10 0,27

PM 0,33 0,28 0,41 0,17 1,20

CBM 0,20 0,09 0,14 0,13 0,56

PdM 0,33 0,84 0,55 0,51 2,24

d. Menghitung λ maks

Tabel 4.38 Perhitungan λ kriteria N

Eigen

Vector

Bobot

Kriteria λ

0,27 0,07 4,06

1,20 0,28 4,26

0,56 0,14 4,09

2,24 0,51 4,35

λ maks =4,06 +4,26+4,09+4,35

4 = 4,19

e. Menghitung Indeks Konsistensi dengan rumus:

Indeks Konsistensi 𝐶𝐼 =𝜆 𝑚𝑎𝑥 – 𝑛

𝑛−1 =

4,19 – 4

4−1= 0,064

Kemudian nilai RI (Random Indexs) untuk n = 4 adalah 0,9

sehingga dapat dihitung nilai CR seperti dibawah ini:

𝐶𝑅 =𝐶𝐼

𝐼𝑅 =

0,064

0,9 = 0,071

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai CR dapat

diterima, karena nilai CR 0,071 < 0,1 maka pengambil keputusan dalam

matriks perbandingan berpasangan diatas dapat diterima.

65

4. Perbandingan Alternatif terhadap kriteria K (Keandalan)

a. Menetapkan Prioritas

Tabel 4.39 Tabel Perbandingan Alternatif terhadap kriteria K

CM PM CBM PdM

CM 1 3 5 5

PM 1/3 1 3 3

CBM 1/5 1/3 1 1/2

PdM 1/5 1/3 2 1

Jumlah 1,73 4,67 11,00 9,50

b. Sintesis Komponen

Tabel 4.40 Matriks Sintesis Alternatif terhadap kriteria K

CM PM CBM PdM Bobot

Kriteria

CM 0,58 0,64 0,45 0,53 0,55

PM 0,19 0,21 0,27 0,32 0,25

CBM 0,12 0,07 0,09 0,05 0,08

PdM 0,12 0,07 0,18 0,11 0,12

Jumlah 1 1 1 1 1

c. Menghitung Consistency ratio (CR)

Tabel 4.41 Eigen Vector Alternatif terhadap kriteria K

CM PM CBM PdM Eigen

Vector

CM 0,55 0,75 0,41 0,59 2,30

PM 0,18 0,25 0,25 0,36 1,04

CBM 0,11 0,08 0,08 0,06 0,33

PdM 0,11 0,08 0,17 0,12 0,48

d. Menghitung λ maks

Tabel 4.42 Perhitungan λ kriteria K

Eigen

Vector

Bobot

Kriteria λ

2,30 0,55 4,18

1,04 0,25 4,16

0,33 0,08 4,05

0,48 0,12 4,02

λ maks =4,18+4,16+4,05+4,02

4 = 4,11

e. Menghitung Indeks Konsistensi dengan rumus:

Indeks Konsistensi 𝐶𝐼 =𝜆 𝑚𝑎𝑥 – 𝑛

𝑛−1 =

4,11 – 4

4−1= 0,035

66

Kemudian nilai RI (Random Indexs) untuk n = 4 adalah 0,9 sehingga

dapat dihitung nilai CR seperti dibawah ini:

𝐶𝑅 =𝐶𝐼

𝐼𝑅 =

0,035

0,9 = 0,04

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai CR dapat

diterima, karena nilai CR 0,04 < 0,1 maka pengambil keputusan dalam

matriks perbandingan berpasangan diatas dapat diterima.

Selanjutnya adalah menghitung bobot prioritas keseluruhan Injector.

Gambar berikut menunjukkan hierarki lengkap dengan bobot prioritas yang telah

dihitung sebelumnya.

Pemilihan strategi

Maintenance Injector

Keandalan

K= 0,4

Nilai Tambah

N = 0,16

Biaya

B = 0,38

Risiko

R= 0,06

CM = 0,55

PM = 0,35

CBM = 0,08

PdM = 0,12

CM = 0,07

PM = 0,28

CBM = 0,14

PdM = 0,51

CM = 0,07

PM = 0,41

CBM = 0,14

PdM = 0,38

CM = 0,06

PM = 0,3

CBM = 0,53

PdM = 0,11

Gambar 4.5 Bobot Prioritas Hopper Dryer

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,06

0,30

0,53

0,11

0,07

0,41

0,14

0,38

0,07

0,28

0,14

0,51

0,55

0,25

0,08

0,12

0,06

0,38

0,16

0,4

=

0,26

0,32

0,14

0,281

Gambar 4.6 matriks algebra komponen Hopper Dryer

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,26

• PM: 0,32

• CBM: 0,14

• PdM: 0,28

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen Hopper Dryer yang

67

terbaik adalah Preventive Maintenance (PM) dengan bobot prioritas 0,32,

dilanjutkan dengan PdM 0,281, CM 0,26; dan CBM 0,14.

Selanjutnya pengolahan data AHP dari menetapkan prioritas, menghitung

bobot kriteria, menghitung CR, hingga menghitung bobot prioritas keseluruhan

pada komponen Hot Runner 1210, Mould 1210, extruder, Injector, Handling for

clamping, Hydraulic motor, Crusher, Chiller terdapat pada tabel lampiran

• Penilaian Kriteria Pada komponen Hot Runner 1210

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama pada

perhitungan sebelumnya maka didapat hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi Maintenance

Handling for clamping

Keandalan

K= 0,08

Nilai Tambah

N = 0,17

Biaya

B = 0,54

Risiko

R= 0,21

CM = 0,07

PM = 0,43

CBM = 0,14

PdM = 0,36

CM = 0,06

PM = 0,26

CBM = 014

PdM = 0,54

CM = 0,38

PM = 0,09

CBM = 0,17

PdM = 0,36

CM = 0,06

PM = 0,51

CBM = 0,08

PdM = 0,34

Gambar 4.7 Bobot Prioritas Hot Runner 1210

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,06

0,51

0,08

0,34

0,38

0,09

0,17

0,36

0,06

0,26

0,14

0,54

0,07

0,43

0,14

0,36

0,21

0,54

0,17

0,08

=

0,236

0,235

0,142

0,387

Gambar 4.8 matriks algebra komponen Hot Runner 1210

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,236

• PM: 0,235

• CBM: 0,142

• PdM: 0,387

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen Hot Runner 1210 yang

terbaik adalah Predictive Maintenance (PdM) dengan bobot prioritas 0,387,

dilanjutkan dengan CM 0,236; PM 0,235; dan CBM 0,142.

68

• Penilaian Kriteria Pada komponen Mould 1210

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama pada

perhitungan sebelumnya maka didapat hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi Maintenance

Handling for clamping

Keandalan

K= 0,5

Nilai Tambah

N = 0,16

Biaya

B = 0,08

Risiko

R= 0,26

CM = 0,58

PM = 0,23

CBM = 0,1

PdM = 0,1

CM = 0,08

PM = 0,36

CBM = 0,14

PdM = 0,42

CM = 0,54

PM = 0,19

CBM = 0,07

PdM = 0,19

CM = 0,25

PM = 0,08

CBM = 0,15

PdM = 0,53

Gambar 4.9 Bobot Prioritas Mould 1210

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,25

0,08

0,15

0,53

0,54

0,19

0,07

0,19

0,08

0,36

0,14

0,42

0,58

0,23

0,1

0,1

0,26

0,08

0,16

0,5

=

0,41

0,21

0,11

0,27

Gambar 4.10 matriks algebra komponen Mould 1210

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,41

• PM: 0,21

• CBM: 0,11

• PdM: 0,27

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen Mould 1210 yang

terbaik adalah Corrective Maintenance (CM) dengan bobot prioritas 0,41,

dilanjutkan dengan PdM 0,27; PM 0,21; dan CBM 0,11.

69

• Penilaian Kriteria Pada komponen Extruder

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama pada

perhitungan sebelumnya maka didapat hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi Maintenance

Handling for clamping

Keandalan

K= 0,17

Nilai Tambah

N = 0,07

Biaya

B = 0,19

Risiko

R= 0,56

CM = 0,13

PM = 0,24

CBM = 0,56

PdM = 0,07

CM = 0,51

PM = 0,31

CBM = 0,09

PdM = 0,09

CM = 0,27

PM = 0,15

CBM = 0,52

PdM = 0,06

CM = 0,06

PM = 0,28

CBM = 0,13

PdM = 0,53

Gambar 4.11 Bobot Prioritas Extruder

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,06

0,28

0,13

0,53

0,27

0,15

0,52

0,06

0,51

0,31

0,09

0,09

0,13

0,24

0,56

0,07

0,06

0,28

0,15

0,51

=

0,223

0,227

0,453

0,098

Gambar 4.12 matriks algebra komponen Extruder

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,223

• PM: 0,227

• CBM: 0,453

• PdM: 0,098

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen Extruder yang terbaik

adalah Condition Based Maintenance (CBM) dengan bobot prioritas 0,453,

dilanjutkan dengan PM 0,227; CM 0,223; dan PdM 0,098.

70

• Penilaian Kriteria Pada komponen Injector

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama pada

perhitungan sebelumnya maka didapat hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi

Maintenance Injector

Keandalan

K= 0,51

Nilai Tambah

N = 0,08

Biaya

B = 0,26

Risiko

R= 0,15

CM = 0,06

PM = 0,55

CBM = 0,2

PdM = 0,19

CM = 0,07

PM = 0,55

CBM = 0,14

PdM = 0,23

CM = 0,12

PM = 0,06

CBM = 0,56

PdM = 0,25

CM = 0,07

PM = 0,12

CBM = 0,29

PdM = 0,52

Gambar 4.13 Bobot Prioritas Injector

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,07

0,12

0,29

0,52

0,07

0,57

0,22

0,13

0,39

0,07

0,16

0,37

0,07

0,26

0,17

0,51

0,15

0,26

0,08

0,51

=

0,097

0,3

0,201

0,403

Gambar 4.14 matriks algebra komponen Injector

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,097

• PM: 0,3

• CBM: 0,201

• PdM: 0,403

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen injector yang terbaik

adalah Predictive Maintenance (PdM) dengan bobot prioritas 0,403, dilanjutkan

dengan PM 0,3, CBM 0,201; dan CM 0,097.

71

• Penilaian Kriteria Pada komponen Handling for clamping

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama pada

perhitungan sebelumnya maka didapat hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi Maintenance

Handling for clamping

Keandalan

K= 0,17

Nilai Tambah

N = 0,07

Biaya

B = 0,19

Risiko

R= 0,56

CM = 0,55

PM = 0,26

CBM = 0,09

PdM = 0,1

CM = 0,07

PM = 0,35

CBM = 0,13

PdM = 0,44

CM = 0,06

PM = 0,29

CBM = 0,14

PdM = 0,51

CM = 0,28

PM = 0,07

CBM = 0,15

PdM = 0,5

Gambar 4.15 Bobot Prioritas Handling for clamping

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,28

0,07

0,15

0,5

0,06

0,29

0,14

0,51

0,07

0,35

0,13

0,44

0,55

0,26

0,09

0,1

0,56

0,19

0,07

0,17

=

0,268

0,166

0,14

0,426

Gambar 4.16 matriks algebra komponen Handling for clamping

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,268

• PM: 0,166

• CBM: 0,14

• PdM: 0,426

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen injector yang terbaik

adalah Predictive Maintenance (PdM) dengan bobot prioritas 0,426, dilanjutkan

dengan CM 0,268; PM 0,166; dan CBM 0,14.

72

• Penilaian Kriteria Pada komponen Hydraulic motor

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama pada

perhitungan sebelumnya maka didapat hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi

Maintenance

Hydraulic motor

Keandalan

K= 0,21

Nilai Tambah

N = 0,53

Biaya

B = 0,19

Risiko

R= 0,07

CM = 0,14

PM = 0,25

CBM = 0,06

PdM = 0,56

CM = 0,08

PM = 0,4

CBM = 0,13

PdM = 0,40

CM = 0,07

PM = 0,25

CBM = 0,14

PdM = 0,55

CM = 0,07

PM = 0,4

CBM = 0,42

PdM = 0,11

Gambar 4.17 Bobot Prioritas Hydraulic motor

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,07

0,4

0,42

0,11

0,07

0,25

0,14

0,55

0,08

0,4

0,13

0,4

0,14

0,25

0,06

0,56

0,07

0,19

0,53

0,21

=

0,088

0,337

0,133

0,442

Gambar 4.18 matriks algebra komponen Hydraulic motor

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,088

• PM: 0,337

• CBM: 0,133

• PdM: 0,442

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen injector yang terbaik

adalah Predictive Maintenance (PdM) dengan bobot prioritas 0,442, dilanjutkan

dengan PM 0,337; dan CBM 0,133; dan CM 0,088.

73

• Penilaian Kriteria Pada komponen Crusher

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama akan didapat

hasil sebagai berikut:

Pemilihan strategi

Maintenance

Crusher

Keandalan

K= 0,15

Nilai Tambah

N = 0,6

Biaya

B = 0,18

Risiko

R= 0,06

CM = 0,24

PM = 0,15

CBM = 0,55

PdM = 0,06

CM = 0,07

PM = 0,22

CBM = 0,53

PdM = 0,18

CM = 0,13

PM = 0,24

CBM = 0,55

PdM = 0,07

CM = 0,08

PM = 0,44

CBM = 0,34

PdM = 0,14

Gambar 4.19 Bobot Prioritas Crusher

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,08

0,44

0,34

0,14

0,13

0,24

0,55

0,07

0,07

0,22

0,53

0,18

0,24

0,15

0,55

0,06

0,06

0,18

0,6

0,15

=

0,107

0,229

0,526

0,138

Gambar 4.20 matriks algebra komponen Crusher

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,107

• PM: 0,229

• CBM: 0,526

• PdM: 0,138

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen injector yang terbaik

adalah Conditional Based Maintenance (CBM) dengan bobot prioritas 0,526,

dilanjutkan dengan PM 0,229; dan PdM 0,138; dan CM 0,107.

74

• Penilaian Kriteria Pada komponen Chiller

Dengan mengolah data yang didapat dengan cara yang sama didapat hasil

sebagai berikut:

Pemilihan strategi

Maintenance Chiller

Keandalan

K= 0,16

Nilai Tambah

N = 0,58

Biaya

B = 0,2

Risiko

R= 0,06

CM = 0,15

PM = 0,26

CBM = 0,06

PdM = 0,53

CM = 0,06

PM = 0,17

CBM = 0,6

PdM = 0,17

CM = 0,11

PM = 0,28

CBM = 0,55

PdM = 0,07

CM = 0,07

PM = 0,59

CBM = 0,19

PdM = 0,14

Gambar 4.21 Bobot Prioritas Chiller

Dengan menggunakan perhitungan matriks algebra maka dapat diselesaikan

sebagai berikut:

x

0,07

0,59

0,19

0,14

0,11

0,28

0,55

0,07

0,06

0,17

0,6

0,17

0,15

0,26

0,06

0,53

0,06

0,2

0,58

0,16

=

0,086

0,229

0,48

0,205

Gambar 4.22 matriks algebra komponen Chiller

Sehingga didapat bobot alternatif yaitu:

• CM: 0,086

• PM: 0,229

• CBM: 0,48

• PdM: 0,205

Dari hasil perhitungan keseluruhan bobot alternatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pemilihan maintenance pada komponen injector yang terbaik

adalah Conditional Based Maintenance (CBM) dengan bobot prioritas 0,48,

dilanjutkan dengan PM 0,229; dan PdM 0,205; dan CM 0,086.