dinul islam

Upload: dicky-novriansyah

Post on 31-Oct-2015

105 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

DINUL ISLAM

DINUL ISLAM Dinul Islam yang arti sederhananya Agama Islam adalah agama yang ajarannya sangat sempurna karena datang langsung dari Allah SWT.

Dinul islam dibawa dan diajarkan oleh para Nabi dan Rasul, sejak Nabi Adam AS, hingga Nai Muhammad SAW. Sebagai nabi terakhir. Bersumber dari kitab-kitab Allah dan sunnah para Nabi yang bersangkutan. Dinul Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Oleh karena itu Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Merupakan Din (Agama) yang paling lengkap serta satu-satunya agama yang di ridhoi Allah SWT. Pengertian Dinul Islam

1. Kalimat Din dalam Bahasa Arab berasal dari kata

Artinya : agama, jalan hidup, peraturan atau undang-undang2. Kata Islam dalam Bahasa Arab berasal dari kata

Artinya : tunduk, menyerah, patuh selamat dan damai

Dengan demikian Islam dapat berarti senantiasa tunduk, patuh dan meyerahkan diri kepada allah SWT. Islam juga dapat berarti keselamatan dan kedamaian, karena orang yang telah masuk Islam akan selamat dan damai di dunia maupun di akhirat.

3. Adapun arti Islam menurut istilah adalah senantiasa tunduk, patuh dan menyerah kepadaAllah lahir maupun bathin dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangannyaI.Rahmatan lil aalamin

Tidaklah Aku mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya/21: 107)

Sebenarnya kata Rahmat sangat luas makna dan kaitannya dengan aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia. Al-Quran mengkaitkan kata Rahmat, misalnya dengan hidayah, keberkahan, shalawat, karunia (fadhilah), maghfirah, sakinah dan mawaddah, serta lainnya. Insya Allah kaitan-kaitan ini akan kami posting dalam artikel-artikel berikutnya secara berkala.

Kita pernah menyaksikan, bahkan sering, akibat-akibat fatal yang diderita pasien-pasien bahkan banyak juga yang meninggal, karena dokter yang belum memadai ilmu dan latihan-latihan prakteknya, atau karena penyakit mental yang sebenarnya belum layak mengemban profesi dokter. Insinyur sipil yang belum cukup ilmunya dan belum siap mentalnya menyandang profesinya, bukannya bangunan yang kokoh yang dihasilkan tetapi korban-korban manusia akibat kejatuhan bangunan yang roboh. Juga ekonom yang belum cukup ilmu dan mentalnya pasti berakibat pada jerit dan tangis mansyarakat karena kelaparan.

Siapakah yang memilih Rasulullah saw sebagai pemimpin? Mengapa Rasulullah saw hidup sederhana dalam menjalan roda risalahnya? Mengapa Rasulullah saw mendidik keluarganya khsususnya puteri dan mantunya dengan hidup sederhana? Dari sisi yang mana pemimpin kita dan keluarganya mencotoh Rasulullah saw dan keluarganya?

Mari kita mulai dulu tentang kesederhanan keluarga Nabi saw, karena ini penting bagi para calon pemimpin, dan punya pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa pemimpin. Keluarga Nabi saw hidup dalam kesederhanaan. Coba kita saksikan kehidupan puterinya Fatimah Az-Zahra (sa), tangannya melepuh karena banyak menggiling gandum sendiri. Padahal suaminya seorang panglima perang dan ayahnya seorang pemimpin tertinggi. Tentu sekiranya ia ingin mencari peluang dunia dan harta, di situ banyak peluang. Harta rampasan perang melimpah, suaminya panglima perang dan ayahnya pemimpin tertinggi. Ini semua adalah berkat pendidikan Nabi saw terhadap puteri tercintanya.

Mana mungkin suara rakyat suara Tuhan, buktinya dari dulu hingga sekarang suara rakyat banyak bersebarangan dengan suara Tuhan Yang Maha Esa. Umumnya rakyat ingin senang-senang di dunia Allah menghendaki senang-senang nanti di akhirat. Mereka senang mengikuti hawa nafsu, Allah melarangnya; mereka suka menzalimi orang lain, Allah murka, dan masih banyak contoh lain yang menguatkan bahwa suara rakyat bukan suara Tuhan.

Anda boleh tidak setuju, tanggung jawab kita nanti masing-masing di hadapan Allah: Saya ikut pada pendapat yang menyatakan bahwa pelanjut Rasulullah saw dalam pengemban misi kepemimpinannya harus ditunjuk oleh Rasululah saw. Karena saya yakin pilihan Rasululah saw tidak akan salah, dan tidak disertai oleh hawa nafsu. Apalagi menerima sogokan dalam menentukan pilihan. Rasulullah saw jelas suci dari segala sifat yang negatif, dan kwalitan pilihannya jelas paripurna, jauh dibanding dari hasil pilihan manusia biasa. Karena pilihan Rasulullah saw adalah pilihan Allah swt.

Bagaimana dengan pilihan manusia biasa? Namanya manusia biasa, tentu ada yang baik juga ada yang buruk, ada yang cerdas ada yang lemah, dari dulu hingga sekarang sama saja. Mereka masih diliputi kesalahan dan dosa, hawa nafsu dan keserakahan, cinta dunia dan kekuasaan, kezaliman dan penindasan, dan sifat-sifat negatif lainnya. Jika sifat-sifat ini yang mengusai para pemilihnya, maka hasil pilihannya tidak jauh beda dengan para pemilihnya.

Lalu apa penyebab utama yang menentukan Nabi saw mencapai puncak kesuksesan dalam menegakkan risalahnya?

Jawabannya adalah karena Rasulullah saw itu sendiri sebagai pemimpin dan pengawal risalahnya. Tak ada seorang pun yang mampu membantah beliau dan instruksinya. Sebagai pemimpin beliau punya otoritas, menentukan dan menetapkan kebijakan, dan menjadi tempat rujukan manusia dalam segala aspek kehidupan.

Jadi, tercapainya tujuan risalah Nabi saw adalah ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinan. Jika misi ini gagal, maka gagallah misi-misi yang lain. Paling tidak, tak akan sempurna. Karena itulah Allah swt berfirman:

Wahai rasul, segera sampaikan apa yang telah diturunkan dari Tuhanmu. Jika kamu belum juga menyampaikan, maka kamu (dinyatakan) belum menyampaikan risalah-Nya. Allah akan menjaga kamu dari (kejahatan) manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 67)Poin-poin penting dalam ayat ini perlu kita renungkan:1. Para mufassir menyatakan bahwa ayat ini turun di Madinah menjelang wafat Nabi saw.2. Ada risalah terpenting yang belum disampaikan oleh Rasulullah saw, sementara risalah-risalah yang lain sudah disampaikan semuanya.3. Allah menyatakan dan menjanjikan jaminan kemanaan dari kejahatan manusia yang tidak setuju terhadap risalah ini.4. Allah menyatakan tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkat terhadap risalah ini.5. Misi ini disampaikan paling terakhir.

Sebagai penutup ayat tentang tujuan risalah Nabi saw oleh pernyataan Allah swt: Sungguh telah Kami catat dalam Zabur sesudah itu dalam Al-Quran bahwa bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shaleh. (Al-Ambiya: 105)

Sesungguhnya dalam hal ini terdapat informasi yang indah bagi bangsa yang melakukan pengabdian (kepada Allah). (Al-Anbiya: 106)

II. PENGERTIAN DAN FUNGSI ALQURAN

Menurut pendapat yang paling kuat, Quran berarti bacaan, asal kata qaraa. Kata Al Quran itu berbentuk masdar dengan arti isim maful yaitu maqru (dibaca).Dan semua ulama sepakat memberikan definisi Al Quran, yaitu: Kalam Allah yang merupakan mujizat yang diturunkan/diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Tidak ada persoalan dalam pengertian yang telah engkau ketahui secara umum sebagaimana dijelaskan sebelum ini. Hanya saja yang perlu dipertajam pengertiannya adalah fungsi Al Quran sebagai mujizat, dan kini mujizat itu ada ditanganmu. Bayangkan, jika tongkat Nabi Musa ada dalam genggamanmu, lalu apa yang akan engkau lakukan? Kini, mujizat Nabi Muhammad ada dalam genggamanmu, lalu apa yang akan engkau lakukan? Apakah ketika Al Quran ada ditanganmu, ia tidak lagi berfungsi apa-apa? Benar, engkau bukanlah seorang Rasul, tetapi engkau adalah penerus tugas kerasulan. Oleh karenanya engkau membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh seorang Rasul dalam berdakwah menyampaikan ajaran Tuhannya.Agar Al Quran yang ada ditanganmu bermakna, engkau harus mengenalinya dengan benar dan lengkap, apakah Al Quran itu? "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah [2] ayat 185)Ayat tersebut di atas, didukung oleh QS. 75:17-18, memberikan definisi Al Quran dalam pengertian khusus sebagai berikut: 1) sesuatu yang dibaca untuk diketahui/diperoleh petunjuk/ajara nnya (Al Quran Hudan li An Naas),

Dalam batasan ini, Al Quran adalah sesuatu yang dapat engkau baca (QS. 75:17-18) agar engkau memahami sesuatu dari bacaan tersebut (QS. 12:2) sehingga menimbulkan pengajaran bagimu (QS. 20:113). Kemudian engkau membacakannya kepada orang lain agar mereka mendengar kabar gembira atau peringatan bagi mereka (QS. 17:105-106) lalu mereka dapat berkata, bahwa mereka telah mendengar bacaan yang menakjubkan yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar (QS. 72:1-2)

"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa bacaan berbahasa Arab, agar kamu dapat memahami sesuatu darinya." (QS. Yusuf [12] ayat 2) "Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka." (QS. Thaahaa [20] ayat 113) "Dan Kami turunkan (Al Qur'an itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan Al Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian." (QS. Al Israa [17] ayat 105-106) "Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur'an), lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami," (QS. Jin [72] ayat 1-2)

2) Al Quran adalah sekumpulan ajaran yang saling menjelaskan agar dapat dipahami maksud dan tujuannya (Al Quran Bayyinaat min Al Huda),

Sebagai kitab petunjuk kehidupan yang diturunkan oleh Allah: Pembimbing kehidupan semesta, ajaran Al Quran harus dapat dipahami dengan benar dan jelas. Sebagai kitab ajaran kehidupan, Al Quran tidak bersifat rahasia atau samar-samar yang dapat menimbulkan salah pengertian. Dalam batasan ini, Al Quran adalah sekumpulan ajaran yang saling menjelaskan agar dapat dipahami maksud dan tujuannya dengan jelas. "Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat Kami kepada kaum yang yakin." (QS. Al Baqarah [2] ayat 118) "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati Allah dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati," (QS. Al Baqarah [2] ayat 159) "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (QS. Ali Imran [3] ayat 118)3) Al Quran adalah alat untuk membedakan/memisahkan satu sama lainnya (Al Furqan). Banyak ayat yang menjelaskan bahwa Al Quran diturunkan sebagai Al Furqan. "Alif laam miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. Sebelum (Al Qur'an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa)." (QS. Ali Imraan [3) ayat 1-4) "Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam," (QS. Al Furqaan [25] ayat 1)

Bahkan, di masa Muhammad Rasulullah pernah terjadi hari Al Furqan, yaitu pada hari yang sama dengan turunnya Al Quran. "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," (QS. Al Anfaal [8] ayat 42) "Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) sebagai keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah [2] ayat 53) Mengapa Al Quran disebut juga Al Furqaan? Karena, ketika Al Quran dibacakan, ia mampu antara: baik dan buruk, benar dan salah, terang dan gelap, golongan Allah dan golongan setan, pendukung kehidupan Jannah dan pendukung kehidupan Nar. "Sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil," (QS. Ath Thaariq (86) ayat 13)Bisa juga dikatakan bahwa Al Furqaan adalah potensi/kemampuan yang Allah berikan kepada orang-orang yang bertaqwa. III. As-sunnah Dan HadistA. Pengertian Sunnah

Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab (sunnah). Secara bahasa, kata (al-sunnah) berarti (perjalanan hidup yang baik atau yang buruk). Pengertian di atas didasarkan kepada Hadts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:

. . (Ibn Manzhr, :/716).

Artinya: Barangsiapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.

Para ahli Hadts (muhadditsn), ahli ushl (ushliyyun), dan ahli fiqh (fuqah') berbeda pendapat dalam memberikan batasan makna atau pemakaian istilah hadis dan sunnah.

Menurut ahli hadis, sunnah, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad 'Ajjj al-Khathb,yang Artinya: Setiap perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik, akhlak, atau perjalanan hidup yang diriwayatkan dari Nabi Saw baik sebelum menjadi rasul atau sesudahnya.

Diantara persoalan yang menonjol yang diangkatkan dari pengertian sunnah di atas adalah masuknya unsur sebelum kenabian kedalam pengertian sunnah.

Didasarkan pada sejarah kehidupan Muhammad, maka diperoleh fakta bahwa sikap dan perilaku Muhammad sebelum diangkat menjadi Nabi/rasul sangat baik, hal ini dapat diperhatikan dari informasi berikut:

Perjalanan hidup Nabi Saw, merupakan bagian dari perjalanan hidupnya yang harum, seperti pertapaannya di gua hira dan perjalanan hidupnya yang baik dan perbuatannya yang mulia sebelum kenabian. Karena sejarahnya sebelum kenabian termasuk keimanan kepada keberadaan Nabi Saw dan membenarkannya dalam klaim rislah.

Demikianlah diantara sikap dan tingkah laku Muhammsd prakenabian.

Menurut ahli ushul, antara lain, al-Sythibiy (ahli Ushl al-Fiqh dari Madzhab Mlikiy) mengemukakan tiga pengertian untuk penggunaan kata sunnah.

.(Al-Sythibiy, [t. th.]: II/IV/3)Artinya: Sesuatu yang berasal dari Nabi Saw secara khusus yang tidak ditegaskan dalam al-Kitb al-'Azz, tetapi ditegaskan dari Nabi Saw, sebagai penjelas (ajaran) yang terdapat dalam al-Kitb atau bukan (penjelas).

Ungkapan (si Fulan melaksanakan sunnah) dikemukakan apabila dia beramal sesuai dengan amal Nabi Saw dan ungkapan (si Fulan melakukan bid'ah) dikemukakan apabila dia beramal tidak sesuai dengan amal Nabi Saw.

Yang dipandang dalam penggunaan ini adalah amal Nabi Saw, penggunaan kata sunnah terkait dengan aspek ini, walaupun amal tersebut merupakan tuntutan al-Kit Amal shahbat dikelompokkan ke dalam sunnah karena, antara lain, ia mengikuti sunnah yang shahh pada mereka yang belum sampai kepada kita atau ijtihad yang mereka sepakati atau yang disepakati oleh para Khalfah mereka, karena ijm' mereka diakui dan amal para Khalfah pada hakikatnya merujuk ke ijm', dari segi menggiring masyarakat memenuhi tuntutan kemashlahatan.

Pengertian ini didukung oleh sabda Nabi Saw:

... ... Artinya: Hendaklah kamu sekalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalfah yang cerdas lagi diberi bimbingan (oleh Allh).

Apabila ketiga pengertian tersebut di atas dihimpun maka diperoleh empat elemen sunnah: Perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Saw semuanya itu adakalanya diterima dengan wahyu atau dengan ijtihad (didasarkan bahwa kebenaran ijtihad merupakan haknya) dan sesuatu yang berasal dari para shahbiy atau khalfah.

Demikianlah perngertian sunnah menurut al-Sythibiy.

Al-midiy (ahli Ushl al-Fiqh dari Madzhab Syfi'iy) mengemukakan dua pengertian untuk penggunaan kata sunnah:

Pertama,

. (Al-midiy, [t. th.]: I/145.).

Artinya: Ibadah sunat yang diriwayatkan dari Nabi Saw.

Artinya: Dalil-dalil syar'iyah yang bersumber dari Nabi Saw yang tidak dibacakan (oleh Allh melalui Jibril), bukan mukjizat dan tidak termasuk kelompok mukjizat.

Yang dimaksud dengan sunnah menurut ahli ushl al-fiqh untuk pengertian pertama adalah pengertian yang pertamanya sedangkan untuk pengertian kedua adalah adalah pengertian yang keduanya.

Dari kedua pengertian tersebut ditemukan persamaan: keduanya sama-sama mengemukakan bahwa ajaran yang terdapat dalam sunnah tidak terdapat nashnya dan atau penjelasannya dalam Alquran dan keduanya sama-sama menyatakan bahwa sesuatu disebut sunnah hanyalah sesuatu yang berasal dari Nabi Saw yang dapat dijadikan dalil hukum syar'iy.

Muhammad 'Ajjj al-Khathb (Ahli Hadts di Universitas Damaskus) menyimpulkan pengertian sunnah menurut ahli Ushl al-Fiqh, Artinya: Setiap perkataan, perbuatan, dan persetujuan selain Alquran yang bersumber dari Nabi Saw yang pantas dijadikan dalil hukum syar'iy.

Muhammad 'Ajjj al-Khathb menyimpulkan bahwa istilah sunnah mereka pakai untuk menunjukkan salah satu bentuk atau sifat hukum, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad 'Ajjj al-Khathb,Artinya: Setiap sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Saw dan tidak termasuk fardh dan wjib.

Perbedaan pendapat di kalangan ahli di atas dilatarbelakangi oleh perbedaan spesialisasi dan objek kajian mereka, sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka tekuni.Objek kajian ahli hadits adalah diri Nabi Saw dari segala aspeknya sebagai imam yang membimbing, mengarahkan, dan member nasehatdimana Allah mengkhabarkan bahwa dia merupakan contoh yang baik dan ikutan bagi orang Islam. Maka mereka meliput segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Saw, baik yang bermuatan hukum dan tidak.

Objek kajian ahli ushul adalah Nabi Saw sebagai pembuat syari'at yang menjelaskan kepada manusia aturan kehidupan, membuat kaidah-kaidah buat para mujtahid sesudahnya, maka mereka meliput segala sesuatu yang berasal dari Nabi Saw yang bermuatan dalil hukum.

Sementara objek kajian ahli fiqh adalah perbuatan Nabi Saw yang bermuatan hukum syar'iy -- wujub, nadab, karahah, haram, ibhah-- maka mereka meliput perbuatan Nabi Saw yang bermuatan hukum tersebut.

Anonim kata adalah kata (bid'ah). Kata bid'ah adalah kosa kata bahasa Arab. Ia adalah mashdar dari kata . Kata berarti (persoalan yang baru). Asal makna kata ini adalah membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Pengertian ini didasarkan pada ayat 9 surat al-Ahqaf.

.

Maksudnya, aku bukanlah orang yang pertama membawa risalah dari Allah kepada manusia, tetapi sudah terdapat para rasul sebelumku.

Secara istilah, para ahli berbeda pendapat dalam memberikan pengertian bid'ah.

Al-Syathibiy mengemukakan dua pengertian bid'ah.

Pengertian bid'ah yang pertama yang dikemukakan oleh al-Syathibiy adalah pengertian yang dikemukakan oleh ahli yang tidak memasukkan adat dalam makna bid'ah dan hanya mengkhususkannya untuk ibadah. Pengertian bid'ah yang kedua adalah pengertian yang dikemukakan oleh ahli yang memasukkan adat dalam makna bid'ah. Berdasarkan hal ini, bid'ah dibatasi pada sesuatu yang keluar dari gambaran Syari'. Setiap yang baru yang berhubungan dengan agama, seperti ilmu-ilmu yang membantu memahami syari'ah, tidak termasuk bid'ah.

Pembatasan pengertian bid'ah dengan keyakinan, perkataan, perbuatan yang diadakan manusia dalam agama, baik dengan melakukan atau tidak melakukannya, dalam pengertian keempat, dimaksudkan agar tidak masuk di dalamnya perbuatan yang diadakan manusia sebagai tuntutan kemaslahatan dan perbuatan yang sejalan dengan prinsip syari'ah yang tidak terdapat pada masa Rasulullah Saw.

Sebagian ahli, misalnya al-'Izz ibn 'Abd al-Salam, mempergunakan kata bid'ah untuk sesuatu yang diadakan manusia dalam selain agama, baik dengan melakukan atau tidak melakukannya sebagai tuntutan kemaslahatan dan perbuatan yang sejalan dengan prinsip syari'ah yang tidak terdapat pada masa Rasulullah Saw. Maka dia membagi bid'ah menjadi wajibah, muharrimah, mandubah, makruhah, dan mubahah.

Menurut al-'Izz, diantara contoh bid'ah wajibah adalah menekuni ilmu nahu yang dipegunakan untuk memahami firman Allah dan Rasul-Nya Saw, menghafal kata-kata gharib dalam al-Qur'an dan al-Sunnah, dan kodifikasi ushul al-fiqh dan lainnya. (Abd al-Salam, : 173.). Bid'ah yang dipandangnya wajib termasuk bagian mashlahat. Diantara contoh bid'ah muharramah adalah bid'ah yang dilakukan oleh aliran Qadariyah dan Mujassimah. Diantara contoh bid'ah yang makruhah adalah membaca Alquran dengan lahn dimana lafazh Alquran berubah dari peruntukan kata dalam bahasa Arab.

Diantara contoh bid'ah dalam keyakinan adalah antropomorpisme; dalam perbuatan adalah bernadzar puasa dibawah terik matahari, dan; dalam perkataan adalah zikir dengan suara yang sama dengan berjama'ah. Diantara bid'ah yang terjadi dengan meninggalkan yang mubah tanpa udzur syar'iy dan sangat berlebihan dalam ibadah adalah mengharamkan tidur, tidak menikah, tidak berbuka puasa dan senantiasa berpuasa. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:

... .

Dalam hal ini, al-Syathibiy berpendapat: "Setiap orang yang mengharamkan dirinya untuk memperoleh sesuatu yang dihalalkan Allah tanpa uzur syar'iy maka ia keluar dari sunnah Nabi Saw, dan orang yang beramal tanpa didasarkan sunnah dan menganggap dirinya mengamalkan agama maka pelakunya disebut mubtadi'. (Al-Syathibiy, al-I'tisham. I/44).B. Pengertian Hadts

Kata Hadts (( adalah salah satu kosa kata bahasa Arab. Kata secara bahasa berarti: lawan dari kata ; dan juga berarti atau . (Ibn Manzhr, : ).

Secara istilah, terdapat perbedaan para ahli dalam memberikan pengertian Hadts.

Menurut ahli Hadts, Hadts tidak sama dengan sunnah, karena yang dimaksudkan ialah riwayat-riwayat yang berasal dari Raslullah Saw setelah menjadi rasul ( )(Ajjj al-Khathb, op. cit.: 19).

Jadi, dari segi kandungan makna, sunnah mengandung makna yang lebih luas darip pada Hadts.

Menurut ahli ushl al-fiqh, Hadts tidak sama dengan sunnah, karena yang dimaksud adalah sunnah qawliyyah. (Ajjj al-Khathb, 1989: 19).Jadi, dari segi kandungan makna, sunnah juga mengandung makna yang lebih luas dari pada Hadts.

Pengertian tentang sunnah terdapat tiga macam sunnah yaitu :Sunnah QauliyahSunnah Qauliyah adalah perkataan atau ucapan-ucapan Nabi Salallahu Alaihi Wasalam yang berhubungan dengan syariat Islam. Contoh dalam Sabdanya :

"Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya tiap orang akan mendapat apa yang di niatkan".(HR. Bukhari dan Muslim).

Sunnah Fi'liyahSunnah Fi'liyah adalah amal perbuatan Nabi Salallahu Alaihi Wasalam yang berhubungan dengan syariat Islam, seperti tata cara mengerjakan sholat, menunaikan ibadah Haji. Contoh dalam Sabdanya :"Kerjakanlah shalat seperti kamu melihat bagaimana aku mengerjakannya". (HR. Bukhari dan Muslim).

"Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji) kalian dariku". (HR. Muslim dari Jabir).

Sunnah TaqririyahSunnah Taqririyah adalah penetapan atau persetujuan Nabi Salallahu Alaihi Wasalam terhadap suatu amal perbuatan seseorang sahabat yang berhubungan dengan syara, yang dilakukan dihadapan atau dilaporkan kepada Nabi Salallahu Alaihi Wasalam, sedangkan Nabi Salallahu Alaihi Wasalam tidak melarang atau menyalahkannyaIV.IjitijhadA.Pengertian Ijtihad

Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara dengan cara istinbath (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada Alquran dan sunah.[2] Ijtihad secara bahasa berarti berusaha bersungguh-sungguh. Mengerjakan segala sesuatu dengan segala keteguhan. Menurut ilmu ushul fiqih, ijtihad identik dengan kata istinbath yang artinya, mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ijtihad, diantaranya: Menurut Kasuwi Saiban: ijtihad adalah segala upaya yang dicurahkan ujtahid dalam berbagai bidang ilmu, seperti fiqih, teologi, filsafat, tasawuf dan sebagainya.

Ibrahim Hosen: ijtihad adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah dan sunnah rasul, baik melalui suatu nash maupun melalui maksud dan tujuan umum hikmah syariah yang disebut mashlahat.

B.Ruang Lingkup Ijtihad Permasalahan yang dapat diijtihadi ialah:a)masalah-masalah yang ditunjuk oleh nash yang zhanniyatul wurud (kemunculannya perlu penelitian lebih lanjut) dan zhanniyatud dilalah (makna dan ketetapan hukumnya tidak jelas dan tegas).b)masalah-masalah yang tidak ada nashnya sama sekali.Sedangkan bagi masalah yang telah ditetapkan oleh dalil sharih (jelas dan tegas) yang qatiyyatud wurud (kemunculannya tidak perlu penelitian lebih lanjut) dan qathiyyatud dilalah (makna dan ketetapan hukumnya sudah jelas dan tegas), maka tidak ada jalan untuk diijtihadi. Kita berkewajiban melaksanakan petunjuk nash tersebut. C.Hukum Ijtihad1.Wajib ain, Yaitu bagi seorang mujtahid yang ditanya tentang masalah, sedang masalah tersebut akan segera hilang (habis) bila tidak segera dijawab/diselesaikan. Demikian pula wajib ain apabila masalah tersebut dialami sendiri oleh seseorang dan ia ingin mengetahui hukumnya.

2.Wajib kifayah, yaitu bagi seseorang mujtahid yang ditanya tentang sesuatu masalah dan tidak dikhawatirkan habisnya atau hilangnya masalah tersebut, sedang selain dia sendiri masih ada mujtahid lain. Dalam situasi yang demikian apabila semuanya meninggalkan ijtihad, mereka berdosa.

3.Sunnat, yaitu ijtihad terhadap sesuatu masalah atau peristiwa yang belum terjadi baik dinyatakan atau tidak.

D.Syarat-Syarat Ijtihad 1.Bersifat adil dan takwa.

2.Memahami Al-Quran dan Al-Hadits. Kalau tidak memahami salah satunya, maka ia bukan mujtahid dan tidak boleh berijtihad. Hal ini menjadi syarat utama, karena ijtihad hanya boleh dilakukan apabila telah diketahui tidak ada penjelasan dari Al-Quran atau Al-Hadits.

3.Mengetahui hukum-hukum yang ditetapkan oleh Ijma. Sehingga ia tidak memberikan fatwa yang berlainan dengan Ijma, kalau ia berpegang kepada Ijma dan memandangnya sebagai dalil.

4.Mengetahui serta memahami bahasa Arab. Mujtahid juga harus mengatahui lafadz-lafadz yang zhahir, mujmal, yang hakikat, yang mahmuz, am, khash, muhkam, mutasyabihat, mutlaq, muqayad, mantuq, dan mufham. Semua ini perlu untuk memahami Al-Quran dan Al-Hadits.

5.Mengetahui Ilmu Ushul Fiqh dan harus menguasai ilmu ini dengan kuat, karena ilmu ini menjadi dasar dan pokok ijtihad. Hendaknya seorang mujtahid menguasai ilmu usuhl fiqh ini sehingga sampai kepada kebenaran, dengan demikian ia mudah mengambalikan soal-soal cabang kepada soal-soal pokoknya.

6.Mengetahui nasikh dan mansukh. Sehingga ia tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang sudah dimansukh.

E.Tingkatan-Tingkatan MujtahidMujtahid mutlak, yaitu yang memiliki syarat-syarat ijtihad dan memberikan fatwa dalam segala hukum dengan tidak terikat oleh sesuatu madzhab.

mujtahid muntasib, yaitu orang yang mempunyai sarat-syarat ijtihad, tetapi menggabungkan dirinya kepada sesuatu madzhab karena mengikuti cara-cara yang ditetapkan oleh imam madzhab tersebut dalam berijtihad.

F.Kebenaran Hasil Ijtihad.Segolongan Ulama berpendapat bahwa semua mujtahid mencapai kebenaran dalam hasil berijtihadnya, menurut Abu Hanifah, Malik dan Syafii. Tidak semua mujtahid mencapai kebenaran dalam ijtihadnya tetapi ada yang mencapai kebenaran dan ada yang tidak.

Sabda Rasulullah saw. Artinya : seorang hakim apabila berijtihad kemudian ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala apabila ia berijtihad dan ternyata keliru (tidak mencapai kebenaran) maka ia mendapat satu pahala (HR. Bukhari).

Hadits tersebut menunjukan, bahwa kebenaran itu hanya satu. Sebagian mujtahid dapat mencapainya, maka ia dikatakan yang mencapai kebenaran dan ia akan mendapat dua pahala. Sebagian lagi tidak dapat mencapai kebenaran dan ia akan mendapat satu pahala; pahala ini karena ijtihadnya, bukan karena kekeliruannya. G.Pendapat Para Ulama tentang Ijtihad Nabi dan Sahabat.Para Ulama sepakat bahwa Nabi boleh berijtihad dalam masalah yang berhubungan dengan soal dunia seperti dalam soal peperangan, perdamaian, menentukan startegi dan lain-lain. Adapun ijtihad Nabi dalam hukum-hukum syariah, maka para ulama berbeda pendapat:

Menurut golongan Asyari Nabi tidak berijtihad sebab ia terhindar dari kemungkinan salah. Mengapa Nabi boleh berijtihad padahal Nabi, terjamin dari kesalahan.

Menurut golongan yang lain, Nabi boleh berijtihad, dan kalaupun salah maka Allah akan memperbaiki kekeliruannya.

Adapun mengenai kebolehan para sahabat untuk berijtihad para Ulamapun berbeda pendapatnya. Pendapat yang kuat membolehkan para sahabat berijtihad baik dikala berdekatan dengan Nabi maupun dikala berjauhan dengan beliau.

Nabi pernah berkata kepada Amr Bin Ash: putuskan beberapa perkara. Amr bin Ash berkata: apakah saya boleh brijtihad sedang anda masih ada? Jawab Nabi: Ya, apabila tidak benar kamu mendapat satu pahala.a.Memadukan/mengkompromikan dalil-dalil tersebut

b.Mentarjihkan (menguatkan salah satunya)

c.Menashkan; yaitu dicari mana yang lebih dulu dan mana yang kemudian, yang lebih dahulu itulah yang dinashkan (tidak berlaku lagi)

d.Tawaqquf, yakni membiarkan atau tidak menggunakan dalil dalil yang bertentangan tersebut.

e.Menggunakan dalil yang lebih rendah tingkatannya

H.Ijtihad dan Contoh Pemikiran Imam Empat Madzhab1.MADZHAB HANAFI (80-150 H/ 699-767 M)

Biografi singkat Imam Abu Hanifah.

Madzhab ini didirikan oleh Abu Hanifah yang nama lengkapnya adalah Numan bin Tsabit bin Zuthi. Beliau hidup 52 tahun pada zaman Dinasti Umayyah dan 18 tahun pada zaman Dinasti Abbasiyyah. Secara politik ia berpihak kepada keluarga Ali (Ahlul Bait) yang selalu ditindas dan dianiaya oleh Dinasti Umayyah. Beliau dilahirkan di kota Kufah, Irak pada tahun 80 H. Beliau menolak menjadi hakim atas tawaran Khalifah al-Manshur pada masa Dinasti Abbasiyah, yang mengakibatkannya dipenjara dan dicambuk. Akibat penderitaannya dalam penjara beliau meninggal pada tahun 150 H.

Metode ijtihad pokok Abu Hanifah

Al-QuranSunnah Rasulullah dan atsar yang shahih yang diriwayatkan orang tsiqah. Metode ijtihad Abu Hanifah yang bersifat tambahan.

Dilalah lafadz am adalah qathi, seperti lafadz khash

Pendapat sahabat yang tidak sejalan dengan pendapat umum adalah bersifat khusus

Banyaknya yang meriwayatkan tidak berarti lebih kuat (rajih) Adanya penolakan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat dan sifat

Apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang dijadikan dalil adalah perbuatannya bukan riwayatnya

Mendahulukan qiyas jali atas khabar ahad yang dipertentangkan

Perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugasnya khusus menangani perkara perdata, bukan perkata pidana. Alasannya, karena perempuan tidak dibolehkan menjadi saksi pidana, perempuan hanya dibenarkan menjadi sanski perkara perdata. Karena itu menurutnya perempuan hanya boleh jadi hakim yang menangani perkara perdata.

2. MADZHAB MALIKI

Biografi singkat Imam Malik

Nama lengkap Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Abi Amar al-Ashbahi. Beliau di lahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Tidak berbeda dengan Abu Hanifah, beliau juga termasuk ulama dua zaman. Ia lahir pada zaman Dinasti Umayyah, tepatnya pada masa pemerintahan Walid bin Malik (setelah Umar bin Abdul Aziz), dan meninggal pada masa Dinasti Abbasiyah, tepatnya pada masa Harun al-Rasyid, yaitu pada tahun 179 H. Beliau merasakan pemerintahan Umayyah selama 40 tahun dan pemerintahan Abbasiyah selama 46 tahun.

Metode ijtihad Imam Malik

Dalam proses Istinbath al-Ahkam Imam Malik menempuh cara sebagai berikut:

1) Mengambil dari al-Quran

2) Menggunakan zhahir al-Quran, yaitu lafadz umum.

3) Menggunakan dalil al-Quran, yaitu mafhum muwafaqah

4) Menggunakan mafhum al-Quran yaitu mafhum mukhalafah

5) Menggunakan tanbih al-Quran, yaitu memperhatikan illat.

Dalam Madzhab Maliki lima langkah di atas disebut sebagai Ushul Khamsah, langkah berikutnya adalah: ijma, qiyas, amal penduduk Madinah, istihsan, sadz dzarai, mashlahah mursalah, qaul shahabi, muraat al-khilaf, istishhab dan syaru man qablana. Sementara itu salah satu penerus Madzhab Maliki yaitu al-Syathiby menjelaskan bahwa dalil hukum bagi Madzhab Maliki adalah al-Quran, al-Sunnah, al-Ijma dan Qiyas. Salah satu dalil hukum yang sering dijadikan oleh Imam Malik adalah Ijma ulama Madinah. Beliau lebih mengutamakan ijma dan Amal ulama Madinah daripada qiyas, khabar ahad dan qaul shahabat.

Contoh pendapat Imam MalikUlama sepakat bahwa adzan shalat dilakukan dua kali-dua kali, tetapi mereka berbeda pendapat tentang jumlah jumlah qamat shalat. Menurut Imam Malik, qamat shalat dilakukan satu kali-satu kali. Ketika ditanya tentang adzan dan qamat yang dilakukan dua kali-dua kali, imam malik menjawab, Tidak sampai kepadaku dalil tentang adzan dan qamat salat,aku hanya mendapatkannya dari amal manusia qamat shalat dilakukan satu kali-satu kali. Itulah yang senantiasa dilakukan oleh ulama dinegeri kami. (Ijma Ulama Madinah)

3. MADZHAB SYAFII

Biografi singkat Imam Syafii

Nama lengkap Imam al-Syafii adalah Muhammad ibn Idris ibn al-Abbas ibn Utsman ibn Syafii ibn al-Saib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn Abd al-Muthallib ibn Abdul Manaf. Ia dilahirkan di Gazza (suatu daerah dekat Palestina) pada tahun 150 H, kemudian dibawa oleh ibunya ke Mekkah. Ia meninggal di Mesir pada tahun 204 H.

Beliau lahir pada zaman Dinasti Abbasiyah, tepatnya pada zaman kekuasaan Abu Jafar al-Manshur (137-159 H/ 754-774M). Al-Syafii berusia 9 tahun ketika Abu Jafar al-Manshur diganti oleh Muhammad al-Mahdi (159-169 H/ 775-785M)

Metode ijtihad Imam Syafii

Cara ijtihad Imam Syafii secara umum yaitu berdasarkan:

1) Al-Quran dan al-Sunnah

2) Ijmaterhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah. Ijma lebih diutamakan atas khabar mufrad.

3) Qaul sebagian sahabat tanapa ada yang menyalahinya.

4) Pendapat sahabat nabi yang ikhtilaf.

5) Qiyas terhadap al-Quran dan al-Sunnah.

6) Apabila hadits telah muttashil dan sanadnya shahih, berarti ia termasuk berkualitas (muntaha).

4. MADZHAB HANBALI

Metode ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa pendapat-pendapat Ahmad bin Hanbal di bangun atas lima dasar, yaitu sebagai berikut:

1) Al-Nushush dari al-Quran dan al-Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dari keduanya, ia berpendapat sesuai dengan makna tersurat (manthuq), sementara makna tersiratnya (mafhum) ia abaikan.

2) Apabila tidak ditemukan dalam al-Quran dan al-Sunnah, ia menukil fatwa sahabat dan memilih pendapat sahabat yang disepakati sahabat lainnya.

3) Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, ia memilih salah satu pendapat yang lebih dekat kepada al-Quran dan Sunnah.

4) Menggunakan hadits mursal dan dhaif, apabila tidak ada atsar, qaul sahabat, atau ijma yang menyalahinya.

5) Apabila hadits mursal dan dhaif sebagaimana disyaratkan di atas tidak didapatkan, ia menganalogikan (mengqiyaskan). Dalam pandangannya qiyas adalah dalil yang dipakai dalam keadaan terpaksa.

6) Langkah terakhir adalah menggunakan Sadz al-dzarai.[4]KesimpulanAyat-ayat al-Quran pada umumnya berbentuk ajaran-ajaran dasar tanpa penjelasan lebih Ianjut mengenai maksud, rincian, cara pelaksanaan dan sebagainya, untuk itu ayat- ayat tersebut perlu dijelaskan oleh orang-orang yang mengetahui al-Quran dan hadits, yaitu pada mulanya sahabat Nabi dan para Ulama. Penjelasan oleh para sahabat Nabi dan para Ulama itu diberikan melalui ijtihad.[6]

Ijtihad adalah segala upaya yang dilakukan oleh mujtahid dalam menetapkan suatu hal pada berbagai bidang ilmu, seperti fiqih, teologi, filsafat, tasawuf dan sebagainya yang dilandasi dengan dalil-dalil syari (Al-Quran dan As-Sunnah).

Ijtihad dapat dikatakan sebagai inti dinamika hukum Islam. Kegiatan ijtihad dapat dilakukan dengan bayani maupun rayi. Ijtihad bayani adalah penggalian hukum Islam dengan menganalisis lafadz-lafadz yang digunakan sebagai dalil, melalui pendekatan bahasa. Ijtihad al-Rayi dilakukan dengan menggunakan akal fikiran, baik dengan mengqiyaskan, istihsan, istishab, maslahah maupun yang lainnya.

Melakukan ijtihad bagi seorang mujtahid dapat mencapai hukum wajib ain, fardhu kifayah, dan sunnat. Adapun untuk menjadi mujtahid disyaratkan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Al-Quran dan As-Sunnah dari berbagai aspeknya, memahami masalah yang sudah disepakati ulama, memahami bahasa Arab, dan mengetahui ushul fiqh.

Mujtahid dibedakan pada mujtahid mutlaq dan mujtahid muntasib.Pendekatan dalam ijtihad dilakukan dengan ijma, qiyas, maslahat, istihsan, istishab, syaru man qablana, dilalah iqtiran, sadudzarai, madzhab sahabi, urf, taadul dan tarjih.

Dalam realitasnya, tidak semua umat Islam memenuhi syarat untuk berijtihad, sebagiannya melakukan ittiba, bahkan tidak sedikit yang taqlid, meskipun secara qathi, taqlid dalam masalah-masalah yang dapat diketahui dengan akal tidak dibenarkan, demikian pula taqlid dalam masalah-masalah ibadah khas.

Sebagai hasil ijtihad ada yang disebut ijma, qiyas, dan fatwa. Dikalangan ummat Islam ada yang beramal dengan talfiq, yakni mengambil yang ringan-ringan tentang hukum sesuatu dari berbagai madzhab. Jika hal itu dilakukan pada perbuatan yang dapat mengakibatkan batalnya amal, maka talfiq tidak dibenarkan.

Kaum Muslim menyadari bahwa al-Quran dan hadis tidak akan mampu memecahkan semua persoalan-persoalan kontroversial, khususnya persoalan hukum perundang-undangan dan peribadatan. Karena dengan pemerintahan Islam yang terus-menerus meluaskan wilayah, di mana masing-masing wilayah baru memiliki kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang sangat berbeda dengan orang-orang Arab pedalaman dan orang-orang yang menyaksikan pewahyuan, maka konflik-konflik dengan mudah muncul antara perintah lama dan yang baru.[7]Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa jika seseorang (muslim) mampu memahami Islam secara jelas, benar dan menyeluruh, maka Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam semesta, Islam menjadi jalan penyelamatan, pembebasan, perdamaian, ilmu dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

TUGAS AIK(Dasar-dasar Dinul Islam)

Disusun Oleh :

Nama: Feizal Faturahman

NIM : 70 2012 049FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2012/2013