dinamika sistem pengendalian manajemen …repository.ubaya.ac.id/35532/13/mitha novia...
TRANSCRIPT
1
DINAMIKA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
TIGA GENERASI PERUSAHAAN KELUARGA MB
Mitha Novia Widjaja
Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Surabaya, Surabaya, Indoenesia
Bonnie Soeherman
Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Surabaya, Surabaya, Indoenesia
ABSTRAK
Perusahaan keluarga memiliki peranan yang penting dalam perekonomian negara-
negara di seluruh dunia. Di Indonesia sebanyak sembilan puluh lima persen bisnis
merupakan bisnis yang dimiliki oleh keluarga. Agar dapat bertahan dalam
persaingan bisnis perusahaan harus beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan
internal perusahaan. Kepemimpinan memiliki peranan yang penting dalam
mengarahkan perusahaan pada perubahan yang diperlukan. Dalam hal ini sistem
pengendalian manajemen merupakan produk yang dihasilkan oleh kepemimpinan
dan budaya organisasi pada masing-masing generasi. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali dinamika regenerasi dan sistem pengendalian manajemen pada
tiga generasi perusahaan keluarga MB. Penelitian dilakukan dengan paradigma
intepretive dan pendekatan secara kualitatif. Metode perolehan data dilakukan
melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
perkembangan sistem pengendalian manajemen dari generasi pertama hingga
ketiga. Dari waktu ke waktu kebutuhan akan suatu bentuk sistem pengendalian
manajemen dapat berubah mengikuti tuntutan eksternal dan internal perusahaan.
Kegagalan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dan internal
perusahaan tercermin dari sistem pengendalian manajemen yang kurang efektif
dalam mencapai tujuan organisasi.
Kata Kunci: perusahaan keluarga, sistem pengendalian manajemen,
regenerasi, budaya organisasi
ABSTRACT
Family business has important role in countries around the world. Around ninety
nine percent business in Indonesia is owned by families. The firm need to adapt to
external and internal environment in order to survive in the business. Leadership
2
has important role in leading the firm toward the necessary changes. In this case
management control system is a result of leadership and organizational culture in
each generation. This research explore the dynamics of regeneration and
management control system in three generations in a family firm named MB. This
research is conducted with intepretive paradigm and qualitative approach. The
data is collected through interviews and observation. This research present the
development of management control system among the three generations. From
time to time the company need to adjust it’s management control system
according to it’s external and internal environment. Company’s failure to adapt
to external and internal environment is reflected by company’s ineffective
management control system.
Keywords: family business, management control system, regeneration,
organizational culture
Pendahuluan
Keluarga memegang peranan penting dalam bisnis di seluruh dunia
(Sonfield, 2016). Bisnis keluarga di Amerika Serikat yang berkontribusi pada
lebih dari 50 persen dari total Produk Domestik Bruto dan 50 persen lapangan
kerja. Negara lainnya menunjukkan gambaran yang serupa bahkan dengan
persentase yang lebih tinggi (Morck & Yeung, 2003). Di Indonesia sendiri bisnis
keluarga juga memiliki peranan yang penting dalam perekonomian. Sebanyak
lebih dari 95% bisnis di Indonesia merupakan bisnis yang dimiliki keluarga (PwC,
2014).
Di Indonesia, hanya sebagian kecil perusahaan keluarga yang dikelola
hingga generasi ke-tiga (Jakarta Globe, 2017). Fenomena serupa juga terjadi
secara global. Hanya sebanyak 12% bisnis keluarga dikelola oleh generasi ketiga
(PwC, 2016). Hal ini membuat isu regenerasi dalam perusahaan keluarga menjadi
menarik untuk diteliti.
Regenerasi mempengaruhi kepemimpinan yang dijalankan pada tiap
generasi perusahaan keluarga. Dalam hal ini sistem pengendalian manajemen
merupakan produk yang dihasilkan dari kepemimpinan pada masing-masing
generasi. Penelitian ini menggali dinamika sistem pengendalian manajemen pada
3
tiap generasi perusahaan keluarga MB yang merupakan objek dalam penelitian ini
dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan perusahaan keluarga MB dari sejak
pendirian hingga saat ini ?
2. Bagaimana dinamika regenerasi pada perusahaan MB ?
3. Bagaimana dinamika sistem pengendalian manajemen perusahaan
keluarga MB dari sejak pendirian hingga saat ini ?
Kerangka Teoritis
Definisi Bisnis Keluarga
Efferin (2015) mendefinisikan perusahaan keluarga sebagai perusahaan
dimana sebagian kepemilikan dan manajemen pengendalian dikuasai oleh
keluarga. Menurut Kjellman (2014) ada begitu banyak definisi perusahaan
keluarga. Belum ada batasan yang jelas untuk merumuskan definisi perusahaan
keluarga. Namun terdapat aspek yang selalu ada dalam perusahaan keluarga yaitu
kewirausahaan, pengendalian oleh keluarga, dan kekeluargaan.
Perkembangan Bisnis Keluarga
Menurut Rodriguez (2009) ada beberapa tahap dalam perkembangan suatu
bisnis keluarga. Pada tahap pertama perusahaan keluarga dikendalikan oleh
pendiri atau keluarga yang biasanya adalah generasi pertama. Pada umumnya
usaha dimulai dengan satu jenis produk dimana pemilik ikut terlibat aktif dalam
pekerjaan dan pembuatan keputusan untuk alokasi sumber daya. Seiring dengan
pengembangan usaha perusahaan harus beradaptasi dengan lingkungan dan
melakukan pengembangan baik secara geografis maupun lini bisnis (adanya
diversifikasi produk atau fitur) sehingga perusahaan menjadi multibisnis. Pada
tahap ini perusahaan keluarga akan memberdayakan lebih banyak anggota
keluarga dan menggeser struktur kepemilikan menjadi siblings partnership yang
4
biasanya dijalankan oleh generasi ke-2 ataupun generasi selanjutnya. Pada tahap
ini pemilik akan lebih banyak berperan mengelola daripada melakukan pekerjaan
sendiri. Pada akhirnya ketika bisnis telah mature (besar dan terdiversifikasi) dan
telah memasuki stuktur kepemilikan generasi ke-3 (cousin collaboration) terdapat
kebutuhan untuk mengelola perusahaan secara managerial karena tidak lagi
memungkinkan untuk mengendalikan perusahaan tanpa bantuan manajemen
profesional. Dengan demikian pada akhirnya perusahaan tidak hanya menjadi
family-owned company namun juga family-controlled business.
Budaya Organisasi
Faktor budaya dapat berpengaruh terhadap kemudahan ataupun kesulitan
perusahaan keluarga untuk menjadi lebih profesional. Dalam penelitiannya Gupta
at al. (2009) menemukan negara-negara Anglo cenderung lebih pervasive dalam
melakukan upaya menjadi profesional. Karyawan non-keluarga dapat bergabung
dalam bisnis dan mencapai posisi-posisi tinggi di perusahaan dan diberikan
kesempatan untuk membuat keputusan strategis maupun operasional. Hal yang
berbeda berlaku di perusahaan-perusahaan Asia dimana profesionalisme biasanya
5
berhenti hingga level operasional. Sementara itu perencanaan dan pembuatan
keputusan strategis cenderung hanya melibatkan lingkaran keluarga dan lebih
didasarkan pada intuisi daripada perencanaan formal.
Etnis Jawa merupakan kelompok yang tebesar di Indonesia yaitu mencapai
41,7 persen dari total keseluruhan populasi di Indonesia (Suryadinata et al 2003 di
dalam Efferin dan Hartono (2015). Budaya jawa merupakan budaya yang
dominan di pulau Jawa walaupun pulau ini juga dipengaruhi oleh budaya lainnya
(Efferin dan Hartono, 2015). Hirarki sosial dalam budaya jawa memiliki dua
bentuk utama yaitu Bapakism dan Etika Jawa (Efferin dan Hartono, 2015).
Bapakism adalah nilai dimana seorang Bapak berhak mendapatkan penghormatan,
kepatuhan, dan kesetiaan dari bawahannya (Efferin dan Hopper, 2007). Dalam hal
ini seorang Bapak dianggap memiliki hirarki yang paling tinggi. Etika jawa dalam
Efferin dan Hopper (2007) disebut juga dengan istilah andap-asor. Andap-asor
artinya adalah merendahkan diri dan bertindak sopan baik dalam perkataan
maupun perilaku sesuai dengan posisi yang dimilikinya.
Budaya Tionghoa memilki nilai yang didasarkan pada paham
konfusianisme (Suryadinata, 1978 di dalam Efferin dan Hopper, 2007). Paham
konfusianisme menekankan pada nilai hubungan sosial yang didasarkan pada jen
yang artinya mencintai dan memperlakukan orang lain seperti diri sendiri. Paham
konfusianisme menganut hirarki sosial secara vertikal dan horisontal (Efferin dan
Hopper, 2007). Hirarki vertikal berkaitan dengan hubungan sosial antara suami -
istri, orang tua – anak, dan tuan – pegawai. Setiap posisi sosial dianggap memiliki
kewajiban dan tanggung jawab yang disebut dengan li yang mana salah satu nilai
yang terpenting adalah berbakti yang disebut juga dengan hsiao. Orang tua
dituntut utnuk mendidik dan mengarahkan anak-anaknya menuju cara hidup yang
benar. Sementara itu anak-anak wajib menghormati, memperhatikan, dan
melindungi harga diri orang tua mereka. Dalam konteks sosial, hsiao diartikan
kewajiban untuk menghormati, mematuhi, dan setia pada atasan, menjadi pembuat
aturan yang adil, dan memperhatikan bawahan.
6
Budaya dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang pemimpin.
Penelitian yang dilakukan oleh Efferin dan Hartono (2015) pada sebuah
perusahaan konstruksi menunjukkan adanya gaya kepemimpinan yang kental
dengan nilai-nilai Jawa yaitu Bapak model, lingkaran kepercayaan konsentris, dan
tarik ulur. Hal ini senada dengan Meek (1988) di dalam Efferin dan Hartono
(2015) yang berargumen bahwa seorang pemimpin tidak menciptakan budaya
namun merupakan bagian dari budaya itu sendiri.
Sistem Pengendalian Manajemen
Definisi sistem pengendalian manajemen menurut Efferin dan Hopper
(2007) adalah sistem dalam lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang
digunakan oleh manajemen untuk menyelaraskan perilaku karyawan dengan
tujuan organisasi dan untuk mengelola hubungan internal dan eksternal.
Merchant (2007) menyebutkan ada tiga masalah utama dalam pengendalian yaitu
lack of direction, motivational problems, dan personal limitation. Secara
sederhana Efferin dan Soeherman (2010) di dalam Efferin (2017) menggunakan
istilah tidak tahu, tidak mau, dan tidak mampu. Untuk mengatasi masalah
pengendalian tersebut Merchant (2007) menawarkan konsep sistem pengendalian
manajemen yang terdiri dari empat jenis pengendalian yaitu pengendalian hasil,
tindakan, personel, dan budaya.
Pengendalian hasil meliputi beberapa tahap yaitu menentukan dimensi
kinerja (apa yang diharapkan dari karyawan), pengukuran kinerja, menetapkan
target kinerja, dan memberikan penghargaan atas kinerja (Merchant, 2007).
Pengendalian jenis ini mensyaratkan adanya delegasi wewenang dan adanya
keleluasaan bagi karyawan untuk memilih cara-cara yang kreatif dalam mencapai
target yang telah ditetapkan. Hal ini berbeda dengan pengendalian perilaku
dimana karyawan dituntut untuk berperilaku dengan cara tertentu yang telah
ditetapkan oleh organisasi (Efferin dan Hartono, 2015). Ada empat bentuk
pengendalian perilaku menurut Merchant (2007) yaitu behavioral constraint,
7
preaction reviews, action accountability, dan redundancy. Pengendalian personel
didasarkan pada kecenderungan alami karyawan untuk mengendalikan dan
memotivasi dirinya sendiri (Merchant, 2007. Menurut Merchant (2007) ada tiga
cara dalam menerapkan pengendalian personel yaitu pemilihan dan penempatan
karyawan, training, dan desain pekerjaan dan ketersediaan sumber daya.
Pengendalian budaya membuat anggota organisasi saling mengawasi satu sama
lain dan memiliki kesadaran diri untuk melakukan yang terbaik bagi organisasi
Efferin dan Hartono (2015). Pengendalian budaya juga menjadi lebih efektif pada
karakteristik organisasi dimana antara anggota-anggotanya terdapat ikatan emosi
yang kuat (Merchant, 2007).
Tsamenyi et al. (2008) membagi pengendalian menjadi dua yaitu
pengendalian formal dan informal. Pengendalian formal merupakan pengendalian
yang berkaitan erat dengan pengukuran output dan pengendalian terhadap proses.
Sementara itu pengendalian informal merupakan pengendalian yang banyak
berkaitan dengan pengendalian budaya seperti hukum, aturan, etika, kebiasaan
yang diterima oleh organisasi. Lebih jauh Merchant (2007) juga menyebutkan
bahwa semakin kuat pengendalian budaya maka semakin sedikit diperlukannya
aturan dan kebijakan yang bersifat formal.
Merchant juga (2007) menyebutkan bahwa masalah pengendalian tidak
semuanya harus dihadapi. Ada beberapa kondisi dimana lebih menguntungkan
bagi perusahaan untuk menghindari masalah pengendalian dengan cara eliminasi
aktivitas (melakukan subkontrak, menarik investasi), otomasi (menggantikan
karyawan dengan mesin / sistem komputerisasi), sentralisasi wewenang, dan
sharing risiko.
Efferin dan Hartono (2015) menyebutkan bahwa sistem pengendalian
manajemen dan kepemimpinan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada kepemimpinan
tanpa sistem pengendalian manajemen dan sebaliknya. Dengan demikian Efferin
dan Hartono (2015) menyimpulkan bahwa sistem pengendalian manajemen dan
8
kepemimpinan bersifat overlap dan bukan mutually exclusive. Keduanya
dikatakan saling memperkuat satu dengan yang lainnya.
Metodologi Penelitian
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Mei
2019. Metode perolehan data dilakukan melalui wawancara dan observasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan paradigma
intepretive. Analisis data dilakuan dengan metode grounded theory model dimana
peneliti melakukan analisis data bersaman dengan proses pengumpulan data.
Untuk memastikan realibilitas data peneliti melakukan trianggulasi yaitu dengan
cara mencocokkan data yang diperoleh dari wawancara dari berbagai narasumber
dengan data yang diperoleh dari kegiatan observasi.
Sumber Data dan Metode
Pengumpulan
Keterangan
Narasumber : Bapak N
Pemilik (Generasi 3)
Metode:
Wawancara
Wawancara tidak terstruktur dan semi
terstruktur (4 jam)
Narasumber : Bapak J
Karyawan (sejak 2011)
Metode: Wawancara
Wawancara semi terstruktur (0,5 jam)
Narasumber : Bapak R
Karyawan (sejak 2008)
Metode: Wawancara
Wawancara semi terstruktur (0,5 jam)
Metode: Observasi Pada hari dan jam operasional usaha
Tabel Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Profil Perusahaan
MB adalah sebuah perusahaan keluarga yang mula-mula bergerak di
bidang perdagangan mur dan baut. MB didirikan dan berpusat di Surabaya dan
pada perkembangannya memperluas usaha ke beberapa kota lain seperti Gresik,
9
Kebraon, Krian, Malang, Kediri, dan Semarang. MD melayani permintaan mur
dan baut baik secara retail maupun dalam jumlah besar (grosir). Dalam
perkembangannya MB juga menambah jenis produk yang dijual, tidak hanya mur
dan baut namun juga bahan bangunan dan kebutuhan rumah. Pada era tahun 90an
MB merupakan primadona supermarket bahan bangunan di Surabaya. Berikut ini
adalah gambaran perkembangan bisnis perusahaan keluarga MB.
Gambar Perkembangan Bisnis Perusahaan MB
(Sumber: Kesimpulan dari wawancara)
Regenerasi Perusahaan Keluarga MB
Penelitian ini menemukan bahwa dinamika kepemimpinan dan sistem
pengendalian manajemen pada perusahaan keluarga juga dipengaruhi oleh
dinamika transisi pada perusahaan. Adapun transisi pada perusahaan keluarga MB
pada saat dilakukannya penelitian telah terjadi sebanyak dua kali yaitu dari
generasi pertama menuju generasi kedua dan dari generasi kedua menuju generasi
ketiga.
Transisi dari generasi pertama menuju generasi kedua berlangsung dengan
baik dan lancar. Generasi pertama memberikan kepercayaan penuh pada generasi
kedua untuk melanjutkan usaha. Hal ini menyebabkan pada generasi kedua
penerus memegang kendali atas kepemimpinan perusahaan dan rancangan sistem
pengendalian manajemen yang dibentuk. Hal yang berbeda terjadi pada transisi
dari generasi kedua menuju generasi ketiga. Adapun setelah masa transisi generasi
Now 2016 2006 1996 1986 1976 Gen 1
Start
Gen 2
1998
Gen 3
10
kedua tetap aktif dalam pengelolaan perusahaan. Dengan demikian kepemimpinan
pada generasi kedua merupakan perpaduan pemilik generasi kedua dan generasi
ketiga. Terjadi pergolakan dalam masa transisi ini yang terutama disebabkan
karena kurangnya trust dan komunikasi. Dalam hal ini pemilik terus berusaha
untuk melakukan diskusi untuk menjaga kekompakan dalam memimpin
perusahaan. Dinamika transisi yang terjadi ini turut membentuk rancangan sistem
pengendalian manajemen yang berlaku pada perusahaan.
Dinamika SPM Perusahaan Keluarga MB
Generasi Pertama
Pada generasi pertama dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian telah
ada namun dilakukan secara sederhana dan informal. Keberadaan sistem
pengendalian manajemen tampak dari adanya karyawan yang dipekerjakan
walaupun hanya terdiri dari tenaga kasar. Selain itu sistem pengendalian
manajemen juga dijalankan pada anggota keluarga yang menjalankan bisnis.
Adapun penemuan ini senada dengan penelitian yang dilakukan Tsamenyi et al.,
(2008) dimana pengendalian yang lebih dominan ditemukan pada perusahaan
keluarga adalah pengendalian yang bersifat informal.
Dua pengendalian yang dominan pada era generasi pertama ini adalah
pengendalian personel dan pengendalian budaya. Adanya pengendalian personel
yang baik tampak dari nilai-nilai loyalitas, trust, dan adanya motivasi intrinsik
dalam perusahaan (Merchant, 2007). Sementara itu pengendalian budaya yang
baik juga ditunjukkan dari nilai kekeluargaan dimana anggota yang ada di
dalamnya (karyawan keluarga maupun non-keluarga) memiliki rasa kesatuan
sebagai anggota keluarga dan keinginan saling menjaga (Efferin et al., 2015).
Pengendalian budaya pada perusahaan juga efektif karena pada organisasi terdapat
ikatan emosi yang kuat (Merchant, 2007). Pengendalian proses telah ada
walaupun masih bersifat informal sementara pengendalian hasil pada generasi
pertama belum ditemukan.
11
Walaupun bersifat informal dan sederhana, sistem pengendalian
manajemen pada era generasi pertama dapat dikatakan efektif. Pengendalian yang
bersifat formal memang belum ada namun hal ini tidak menjadi masalah karena
adanya pengendalian budaya dan personal yang kuat. Semakin kuat pengendalian
budaya yang berlaku maka semakin sedikit diperlukannya aturan dan kebijakan
formal (Merchant, 2007; Efferin dan Hartono, 2015). Penggunaan pengendalian
budaya dan personel juga memberikan manfaat ekonomis yang lebih baik bagi
perusahaan (Merchant, 2007). Hal ini terbukti dengan perkembangan bisnis yang
baik pada era ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian
manajemen pada generasi pertama efektif dalam mencapai tujuan bisnis. Adapun
keefektian sistem pengendalian manajemen ini berkaitan erat dengan
kepemimpinan yang dilakukan oleh pemilik dimana pemilik dengan cara-cara
seperti yang telah dijabarkan pada pembahasan di atas dapat mempengaruhi para
anggota keluarga dan karyawan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan.
Kepemimpinan dan sistem pengendalian manajemen tidak dapat
dilepaskan dari budaya organisasi (Efferin dan Hartono, 2015). Pada generasi
pertama kental dengan nilai budaya yaitu budaya Jawa dan Tionghoa. Budaya
Jawa tampak dari nilai bapakism dan andap-asor yang ditemukan dalam relasi
antara pemilik dengan karyawan. Budaya Tionghoa juga tampak dari nilai Hsiao
yang sebenarnya dapat dikatakan mirip dengan Bapakism. Secara keseluruhan dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pada generasi
pertama ini menghasilkan sistem pengendalian manajemen yang efektif.
Generasi Kedua
Sistem pengendalian manajemen pada generasi kedua mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan bisnis dan skala perusahaan. Pada masa
awal generasi kedua pemilik banyak menghindari masalah pengendalian dengan
cara melakukan sentralisasi wewenang. Selain itu pemilik tetap menerapkan
12
pengendalian personel dan pengendalian budaya walaupun dengan bentuk yang
berbeda karena menyesuaikan dengan skala organisasi.
Pada generasi kedua, pesatnya pertambahan jumlah karyawan memberikan
tantangan yang besar bagi pemilik untuk melakukan pengendalian personel dan
budaya yang selaras dengan tujuan organisasi. Namun demikian pada generasi
kedua ditemukan bahwa kedua jenis pengendalian ini tidak sekuat pada generasi
pertama. Secara khusus penulis mencermati kurang training pada masa ini
menyebabkan pengendalian personel yang ada tidak selaras dengan tujuan
pengembangan bisnis yang ingin dicapai. Pada pengendalian budaya peneliti
mencermati bahwa besarnya jumlah karyawan menuntut diadakannya
pengendalian yang bersifat formal. Usaha menciptakan kebersamaan yang tidak
merata justru membuat budaya organisasi menjadi kurang sehat.
Gaya kepemimpinan pemilik pada generasi kedua cenderung bersifat
maskulin (Efferin et al., 2016). Dalam hal ini tampak pengaruhi budaya Jawa
bapakism (Tsamenyi et al, 2008) dan budaya Tionghoa (Efferin dan Hopper,
2007) dimana pemilik merupakan figur yang harus dipatuhi dan dihormati oleh
karyawan. Sifat dominan dalam kepemimpinan generasi kedua tampak dari
kurangnya delegasi yang diberikan pada manajemen profesional yang telah mulai
dipekerjakan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Gupta et al.,
(2009) yang menyatakan bahwa perusahaan Asia cenderung lebih membatasi
peranan manajemen profesional hingga level operasional saja.
Gaya kepemimpinan yang bersifat maskulin dan otoriter banyak
mempengaruhi rancangan sistem pengendalian manajemen yang diterapkan pada
generasi kedua. Gaya kepemimpinan otoriter juga membuat perusahaan kurang
mendapat masukan yang kaya dari karyawan. Budaya yang timbul lebih
cenderung menyenangkan pemilik dengan mematuhi apa yang diperintahkan. Hal
ini membuat perusahaan kurang dapat berkembang dan beradaptasi dengan
lingkungan karena hanya terbatas dari satu sumber daya yaitu pemilik.
13
Secara keseluruhan sistem pengendalian manajemen yang diselenggarakan
pada generasi kedua dapat dikatakan kurang dapat mengikuti dinamika
lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Hal ini berkaitan erat dengan
berkurangnya daya saing perusahaan dan perkembangan bisnis pada generasi
selanjutnya.
Generasi Ketiga
Pada generasi ketiga perusahaan semakin mengarah pada manajemen
secara profesional. Hal ini ditandai dengan adanya divisi HRD yang membantu
perusahaan memperlengkapi visi dan misi dengan struktur dan kedisiplinan (PwC,
2014). Profesionalitas perusahaan pada generasi ketiga memberikan dampak
adanya penerapan pengendalian personel dan pengendalian perilaku yang lebih
baik bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Pada generasi ketiga
penerapan pengendalian budaya tidak lagi menjadi pengendalian yang dominan
dalam perusahaan. Hal ini sangat berbeda dengan masa awal ketika perusahaan
baru didirikan. Sementara itu pengendalian hasil belum dapat diterapkan di
perusahaan dengan efektif.
Sistem pengendalian manajemen pada perusahaan tidak dapat dipisahkan
dari kepemimpinan yang sedang berjalan. Sementara itu kepemimpinan juga tidak
dapat dilepaskan dari budaya organisasi yang ada dalam perusahaan. Generasi
ketiga membawa perubahan pada sistem pengendalian manajemen yang ada yaitu
menjadi lebih formal. Namun demikian yang ingin dibawa oleh pemilik generasi
ketiga tidak sepenuhnya dapat diterapkan karena tidak mendapatkan persetujuan
dari pemilik generasi kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemilik generasi
kedua masih berperan sebagai pemimpin dan memiliki power dalam
mempengaruhi sistem pengendalian manajemen yang diterapkan pada perusahaan.
Pada generasi ketiga juga dapat diamati adanya gaya kepemimpinan tarik ulur
tampak dalam proses penerapan pengendalian perilaku yang semula informal
menjadi formal.
14
Budaya organisasi bersifat tetap dan sulit diubah. Hal ini tampak dari
budaya bapakism dan hsiao tetap tampak walaupun perusahaan telah mengarah
pada manajemen profesional. Hal ini tampak dari kebiasaan “membantu”
karyawan yang tetap ada hingga generasi ketiga. Selain itu ketidaktegaan pemilik
melakukan restrukturisasi karyawan juga menandakan kuatnya rasa kekeluargaan
dimana pemilik ingin menjaga karyawan seperti keluarganya sendiri. Dengan
tidak dilakukannya restrukturisasi menyebabkan pada generasi ketiga tidak
terdapat keleluasaan untuk merancang sistem pengendalian manajemen yang
sebenarnya diharapkan dapat “melahirkan kembali” perusahaan sesuai dengan
tuntutan lingkungan eksternal bisnis.
Implikasi Teoritis
Perkembangan bisnis yang ditemukan pada perusahaan keluarga yang
diteliti senada dengan temuan Rodriguez (2009) dimana dalam perkembangannya
perusahaan keluarga mengalami perubahan dalam manajemen, lini produk,
struktur kepemilikan, dan lokasi. Dalam hal profesionalisasi usaha penelitian ini
menemukan bahwa perusahaan keluarga cenderung sulit memberikan kepercayaan
kepada manajemen profesional dan membatasi posisi tertinggi di perusahaan
hanya untuk keluarga (Allen et al., 2018; Schulze et al., 2001, Gupta et al., 2009).
Pada perusahaan keluarga trust merupakan unsur yang sangat penting.
Trust pada generasi penerus menjadi penentu keberhasilan transisi. (Allen et al.,
2018). Trust pada karyawan non-keluarga memberikan dampak komitmen yang
lebih tinggi (Allen et al., 2018).
Pada perusahaan keluarga yang diteliti pada awal mula berdiri lebih
banyak didominasi dengan sistem pengendalian yang bersifat informal (Tsamenyi,
2008). Walaupun demikian pengendalian yang bersifat informal ini dapat
menggantikan sistem pengendalian formal (Merchant, 2007; Efferin dan Hartono,
2015). Sistem pengendalian manajemen pada perusahaan keluarga yang diteliti
banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan dan budaya organisasi. Di sini gaya
15
kepemimpinan yang serupa menghasilkan sistem pengendalian manajemen yang
serupa. Temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah keefektifan sistem
pengendalian manajemen yang ada dipengaruhi juga oleh perubahan lingkungan
internal dan eksternal perusahaan dimana “cara” yang sama dapat menjadi usang
dan perlu disesuaikan kembali dengan perkembangan zaman.
Kesimpulan
Sistem pengendalian manajemen pada perusahaan keluarga MB
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada generasi pertama sistem
pengendalian manajemen didominasi oleh pengendalian yang bersifat informal
yaitu pengendalian budaya dan personel. Pada generasi kedua pengendalian
budaya memudar dan perusahaan mulai lebih banyak menerapkan pengendalian
perilaku walaupun masih bersifat informal. Seiring dengan perkembangannya
perusahan semakin melihat kebutuhan untuk menyelenggarakan manajemen
secara profesional yaitu dengan memperlengkapi pengendalian yang ada dengan
struktur dan kedisiplinan. Sistem pengendalian manajemen yang bersifat formal
ditemukan pada generasi ketiga.
Peneliti menilai bahwa pada generasi pertama perusahaan memiliki sistem
pengendalian manajemen yang baik. Walaupun bersifat informal, sistem
pengendalian yang ada efektif dalam mengarahkan sumber daya manusia yang
ada pada perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal yang berbeda terjadi
pada generasi kedua. Pada masa ini kondisi internal dan eksternal perusahaan
telah berubah dan sistem pengendalian informal yang diterapkan tidak lagi efektif
dalam mencapai tujuan perusahaan. Profesionalisasi manajemen dan adaptasi
sistem pengendalian manajemen terlambat dilakukan sehingga sumber daya
manusia perusahan berada dalam kondisi “tidak siap” ketika berhadapan dengan
lingkungan bisnis eksternal yang berubah dengan cepat. Hal ini menyebabkan
perusahaan kehilangan daya saing ketika berhadapan dengan pesaing bisnis yang
ada. Selanjutnya pada generasi ketiga perusahaan berusaha membenahi sistem
16
pengendalian yang ada. Pada generasi ketiga penyelenggaraan manajemen telah
dilakukan dengan lebih profesional dan sistem pengendalian yang ada dirancang
dengan lebih baik bila dibandingkan dengan generasi kedua. Namun demikian
untuk mengubah human capital pada suatu perusahaan yang telah matang tidaklah
mudah. Hal ini menyebabkan pada generasi ketiga perusahaan mengalami
pergulatan dalam bertahan dalam dunia bisnis.
Dari penelitian ini peneliti juga dapat menyimpulkan bahwa sistem
pengendalian manajemen merupakan suatu akibat dari kepemimpinan pada suatu
organisasi dan dipengaruhi oleh budaya organisasi. Dalam hal ini kepemimpinan
yang dilakukan pada generasi pertama dianggap dapat menciptakan sistem
pengendalian manajemen yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sementara itu
kepemimpinan pada generasi kedua kurang dapat menggiring perusahaan untuk
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan internal dan eksternal
perusahaan. Sistem pengendalian manajemen juga banyak dipengaruhi oleh
budaya organisasi bahkan hingga generasi ketiga. Hal ini terutama tampak dari
keputusan untuk tidak melakukan restrukturisasi karyawan karena bagaimanapun
juga budaya kekeluargaan membuat pemilik tidak tega untuk memberhentikan
karyawan yang dianggap seperti keluarganya sendiri.
Penurunan bisnis yang dialami oleh perusahaan MB disebabkan oleh
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Munculnya pesaing baru dan
perubahan teknologi informasi merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi
penurunan bisnis. Sementara itu faktor internal bersifat kompleks dan belum
diidentifikasi secara menyeluruh. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor
internal yang dapat diidentifikasi. Dalam hal ini dinamika transisi antar generasi
juga memiliki peranan terhadap kepemimpinan yang berlangsung dalam
perusahaan. Sementara itu sistem pengendalian manajemen merupakan produk
yang dihasilkan dari kepemimpinan yang sedang berlangsung dan sekaligus
merupakan media bagi pemimpin dalam menjalankan kepemipinannya.
17
Seiring dengan perkembangan bisnis keluarga, pemilik perlu memastikan
keandalan sumber daya manusia pada perusahaan. Merekrut sumber daya
profesional yang diperlukan merupakan hal yang penting untuk memastikan
keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang. Selanjutnya pemilik perlu
memastikan adanya pendelegasian wewenang yang sesuai agar manajemen
profesional dapat berjalan dengan efektif. Dalam hal ini pemilik sendiri juga
perlu selalu mengupgrade diri dengan pengetahuan dan wawasan bisnis.
18
G
ener
asi
Per
tam
a
Gen
era
si K
edu
a
Gen
era
si K
etig
a
Rin
gk
asa
n S
PM
Pen
gen
dal
ian I
nfo
rmal
dan s
ed
erhan
a
Did
om
inasi
pen
gen
dal
ian p
erso
nel
dan
bud
aya
Jum
lah k
aryaw
an s
edik
it (
han
ya
pek
erja
kas
ar)
Pen
gen
dal
ian I
nfo
rmal
Men
ghin
dar
i m
asa
lah p
eng
en
dal
ian
(sen
tral
isasi
wew
enang,
on
e-m
an
sh
ow
)
Nil
ai B
apak
ism
Gaya
Kep
em
imp
inan
mask
uli
n
Pen
gen
dal
ian F
orm
al
Nil
ai B
apak
ism
tet
ap a
da
Pen
gen
da
lia
n P
erso
nel
Sel
f-m
on
ito
rin
g m
asin
g-m
asi
ng
ang
go
ta k
eluar
ga
Lo
yal
itas
kar
yaw
an t
ing
gi
Ad
an
ya
tru
st y
an
g t
ing
gi
terh
ad
ap
kar
yaw
an
Mo
tivas
i in
trin
sik k
aryaw
an t
ing
gi
Per
ekru
tan b
erd
asak
an r
eko
men
das
i
(tru
st)
Tid
ak b
anyak m
elak
ukan
tra
inin
g
Pem
bat
asan k
esem
pata
n k
arir
kar
yaw
an
no
n-k
elu
arga
Per
ekru
tan b
erd
asar
kan
Jo
b D
esc
dan
Job
Spec
Tra
inin
g d
isel
en
ggar
akan
HR
D
Del
egas
i w
ew
enan
g p
ada
man
ajem
en
pro
fesi
onal
tid
ak s
epen
uh
nya
ber
jala
n
Res
truktu
risa
si k
aryaw
an
tid
ak
die
kse
ku
si
Pen
gen
da
lia
n B
ud
ay
a
Nil
ai k
ekel
uar
gaa
n t
ing
gi
Ked
ekat
an b
ersi
fat
per
sonel
Ras
a m
em
ilik
i p
erusa
haa
n
Ras
a se
nas
ib s
epen
ang
gu
ngan
Ikat
an e
mo
si k
uat
Nil
ai b
ud
aya
Jaw
a &
Tio
ng
ho
a :
Ba
pa
kism
, a
nd
ap-a
sor,
hsi
ao
Ikat
an e
mo
sio
nal
ber
kura
ng
Ked
ekat
an b
ersi
fat
ko
mun
itas
Nil
ai b
ud
aya
Jaw
a &
Tio
ng
ho
a :
Ba
pa
kism
, a
nd
ap-a
sor,
hsi
ao
Ked
ekat
an b
ersi
fat
div
isio
nal
Nil
ai b
ud
aya
Jaw
a &
Tio
ng
ho
a :
Ba
pa
kism
, a
nd
ap-a
sor,
hsi
ao
Ko
mp
ensa
si n
on
-eq
uit
y ba
sed
Pen
gen
da
lia
n P
eril
ak
u
Info
rmal
Gaya
kep
em
imp
inan m
asku
lin
Info
rmal
Gaya
kep
em
imp
inan m
asku
lin
(st
rict
)
Pen
erap
an a
tura
n f
orm
al
Res
iste
nsi
kar
yaw
an
Gaya
kep
em
imp
inan t
ari
k u
lur
Nil
ai e
wu
h-p
ake
wu
h
Pen
gen
da
lia
n H
asi
l T
idak
ad
a T
idak
ad
a
Tel
ah m
em
buat
ran
cangan K
PI
Tid
ak a
da
Tab
el R
ingk
asa
n S
PM
Gen
era
si P
erta
ma h
ingga K
etig
a
19
Referensi
Allen, Mathew R., George, Bradley A., Davis, James H. 2018. A model for the
role of trust in firm level performance: The case of family businesses.
Journal of Business Research 84 (2018) page 34-45
Cresswell, John. W. 2013. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing
Among Five Approaches. California : Sage Publications
Efferin, Sujoko; Darmadji, Stevanus Hadi & Tan, Yuliawati. 2008. Metode
penelitian Akuntansi: Mengungkap Fenomena Dengan Pendekatan
Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu..
Efferin, Sujoko & Hartono, Monica.S. 2015. Management control and leadership
styles in family business An Indonesian case study. Journal of Accounting
& Organizational Change Vol.11 No.1,2015 pp.130-159
Efferin, Sujoko; Hopper, Trevor. 2007. Management Control, Culture, Ethnicity
in a Chinese Indonesian Company. Accountin, Organization and Society.
Vol 32 No.3, pp.223-262.
Gupta et al. 2009. Anglo vs. Asian Family Business: A Cultural Comparison and
Analysis. Journal of Asia Business Studies, Vol. 3 Issue: 2, pp.46-55.
Jakarta Globe. 2017. Succession Poses Major Challenge to Survival of Indonesian
Family Businesses: Study. https://jakartaglobe.id/business/succession-
poses-major-challenge-to-survival-of-indonesian-family-businesses-study/
(diunduh pada tanggal 2 Oktober 2018)
Kjellman, Anders Johan. .2014. Family business explained by field theory,
Journal of Family Business Management, Vol. 4 Issue: 2, pp.194-212
Mason, J. 1996. Qualitative Researching. London, UK : Sage Publications
20
Merchant, K.A. and Van der Stede, W.A. 2007. Management Control System:
Performance Measurement. Evaluation and Incentives. Prentice-Hall.
London.
Neuman, Lawrence W. 2014. Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches. Essex: Pearson.
PwC. 2014. Survey Bisnis Keluarga 2014 Indonesia.
https://www.pwc.com/id/en/media-centre/press-
release/2014/english/family-business-survey-indonesia.html (diunduh pada
tanggal 2 Oktober 2018)
Rodríguez, Rosa Nelly Trevinyo. 2009. From a family‐owned to a family‐
controlled business: Applying Chandler's insights to explain family
business transitional stages. Journal of Management History, Vol. 15
Issue: 3, pp.284-298
Sonfield, Matthew C., Lussier, Robert N., Fahed-Sreih, Josiane. 2016. American
versus Arab / Islamic Family Businesses. Journal of Entrepreneurship in
Emerging Economies Vol. 8 pp.2-24
Schulze, W. S., Lubatkin, M. H., Dino, R. N., & Buchholtz, A. K. (2001). Agency
relationships in family firms: Theory andevidence. Organization Science,
12(2), 99–116.
Suryadinata, L. 1978. Confucianism in Indonesia: Past and present. In L.
Suryadinata (Ed.), The Chinese minority in Indonesia: Seven papers.
Singapore: Chopmen Enterprises.
Tsamenyi, M., Noormansyah, I. and Uddin. S. 2008. Management controls in
family-owned business (FOBs): a case study of an Indonesian family-
owned university. Accounting Forum. Vol. 32 No. 1, pp. 62-74.