dilema akrualisasi akuntansi dalam pengelolaan …

17
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 8 Nomor 2 Halaman 227-429 Malang, Agustus 2017 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 291 DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Atik Andhayani Universitas Kanjuruhan, Jl. S. Supriadi No.48, Bandungrejosari, Malang 65148 Surel: [email protected] Abstrak: Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dilema penge- lolaan keuangan daerah sebagai dampak akrualisasi akuntansi sektor publik. Penelitian ini memiliki urgensi karena asas akrual mengakibat- kan perubahan situasi kerja dan pola pikir pimpinan. Metode yang digu- nakan adalah kualitatif deskriptif dengan beberapa bendahara penge- luaran Kota Batu sebagai informan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dilema yang dihadapi oleh bendahara pengeluaran adalah keti- daksesuaian kompetensi. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa akrualisasi akuntansi juga menimbulkan potensi konflik dan korupsi. Komitmen setiap pejabat dan lingkungan sangat diperlukan supaya permasalahan dalam akrualisasi pengelolaan keuangan daerah dapat terselesaikan. Abstract: Accounting Accrualization Dilemma in Regional Finan- cial Management. This research aimed to describe the dilemmas of finan- cial management in local government as the impact of accrualization public sector accounting. This was very urgency because this accrualization made working situation and mindset of leaders changed. The Method used in this research is qualitative descriptive where some of Batu government trea- sury expenditures became the informants. The result showed that the in- formants encountered dilemmas, such as incompatible competency. More- over, this research also showed that the accrualization can caused conflict and corruption. Commitment of every officials and its surroundings will be needed in order to clear up the problems. Kata kunci: bendahara pengeluaran, basis akrual, pengelolaan keuangan Pemerintah daerah Indonesia member- lakukan akuntansi berbasis akrual setelah mengalami pertentangan dalam mendapat- kan persetujuan dari beberapa pihak. Im- plikasinya, pemerintah harus melaksanakan transparansi serta akuntabilitas pengelolaan dalam keuangan negara dengan penyam- paian laporan tanggung jawab tentang keu- angan pemerintah yang sesuai degan prinsip tepat waktu, serta sesuai dalam menerap- kan Standar Akuntansi Pemerintah yang berlaku. Standar Akuntansi Pemerintah basis akrual diharapkan dapat mendukung terlak- sananya asas pengelolaan keuangan negara. Pemerintah daerah menghadapi masalah dalam implementasi akrualisasi, khususnya yang dihadapi oleh pelaksana dalam penge- lola keuangan daerah di antaranya adalah bendahara pengeluaran di Satuan Kerja Pe- rangkat Daerah (SKPD). Penelitian ini mene- laah dilema akrualisasi akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Bendahara pengeluaran sebagai salah satu pengelola keuangan daerah berperan dalam mengem- ban tugas yang tidak ringan untuk memper- tanggungjawabkan pengelolaan keuangan di SKPD, dituntut melakukan tugas sesuai dengan peraturan. Bendahara harus cakap melaksanakan tugas pokok juga fungsinya. Bendahara pengeluaran mempunyai pekerjaan yang berat dalam proses mengelola keuangan daerah SKPD. Sumber daya manusia dalam http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2017.08.7055 Tanggal Masuk 07 Maret 2017 Tanggal Revisi 20 Agustus 2017 Tanggal Disetujui 31 Agustus 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 8 Nomor 2Halaman 227-429Malang, Agustus 2017 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

291

DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Atik Andhayani

Universitas Kanjuruhan, Jl. S. Supriadi No.48, Bandungrejosari, Malang 65148Surel: [email protected]

Abstrak: Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dilema penge-lolaan keuangan daerah sebagai dampak akrualisasi akuntansi sektor publik. Penelitian ini memiliki urgensi karena asas akrual mengakibat-kan perubahan situasi kerja dan pola pikir pimpinan. Metode yang digu-nakan adalah kualitatif deskriptif dengan beberapa bendahara penge-luaran Kota Batu sebagai informan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dilema yang dihadapi oleh bendahara pengeluaran adalah keti-daksesuaian kompetensi. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa akrualisasi akuntansi juga menimbulkan potensi konflik dan korupsi. Komitmen setiap pejabat dan lingkungan sangat diperlukan supaya permasalahan dalam akrualisasi pengelolaan keuangan daerah dapat terselesaikan.

Abstract: Accounting Accrualization Dilemma in Regional Finan-cial Management. This research aimed to describe the dilemmas of finan-cial management in local government as the impact of accrualization public sector accounting. This was very urgency because this accrualization made working situation and mindset of leaders changed. The Method used in this research is qualitative descriptive where some of Batu government trea-sury expenditures became the informants. The result showed that the in-formants encountered dilemmas, such as incompatible competency. More-over, this research also showed that the accrualization can caused conflict and corruption. Commitment of every officials and its surroundings will be needed in order to clear up the problems.

Kata kunci: bendahara pengeluaran, basis akrual, pengelolaan keuang an

Pemerintah daerah Indonesia member-lakukan akuntansi berbasis akrual setelah mengalami pertentangan dalam mendapat-kan persetujuan dari beberapa pihak. Im-plikasinya, pemerintah harus melaksanakan transparansi serta akuntabilitas pengelolaan dalam keuangan negara dengan penyam-paian laporan tanggung jawab tentang keu-angan pemerintah yang sesuai degan prinsip tepat waktu, serta sesuai dalam menerap-kan Standar Akuntansi Pemerintah yang berlaku.

Standar Akuntansi Pemerintah basis akrual diharapkan dapat mendukung terlak-sananya asas pengelolaan keuangan negara. Pemerintah daerah menghadapi masalah dalam implementasi akrualisasi, khususnya

yang dihadapi oleh pelaksana dalam penge-lola keuangan daerah di antaranya adalah bendahara pengeluaran di Satuan Kerja Pe-rangkat Daerah (SKPD). Penelitian ini mene-laah dilema akrualisasi akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Bendahara pengeluaran sebagai salah satu pengelola keuangan daerah berperan dalam mengem-ban tugas yang tidak ringan untuk memper-tanggungjawabkan pengelolaan keuangan di SKPD, dituntut melakukan tugas sesuai dengan peraturan.

Bendahara harus cakap melaksanakan tugas pokok juga fungsinya. Bendahara pengeluaran mempunyai pekerjaan yang berat dalam proses mengelola keuangan daerah SKPD. Sumber daya manusia dalam

http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2017.08.7055

Tanggal Masuk 07 Maret 2017Tanggal Revisi20 Agustus 2017Tanggal Disetujui31 Agustus 2017

Page 2: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

292 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

proses mengelola keuangan daerah semes-tinya mampu menjalankan prinsip good go-vernance pada lingkungan pemerintah dan mampu mengelakkan diri dari penyimpan-gan atau kesalahan. Pengelolaan keuangan daerah di Indonesia didukung oleh aparatur pemerintah daerah kota atau kabupaten di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Pengelolaan keuangannya dilakukan Kuasa pengguna Anggaran, Pejabat Penatausa-haan Keuangan, Pejabat Pembuat Komit-men, dan Bendahara. Pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah terdapat Bendahara Penerimaan serta Bendahara Pengeluaran. Semua SKPD mempunyai bendahara penge-luaran, tetapi hanya Satuan Kerja Perangkat Daerah penghasil yang mempunyai benda-hara penerimaan.

Pemerintah mencanangkan basis kas menjadi basis akrual tahun 2010. Kemudian tahun 2014 dilaksanakan basis kas berubah menjadi akrual. Pada tahun 2015 dimu-lai pelaksanaan full adoption accrual basis. Pengelola keuangan di daerah umumnya merasa khawatir terhadap perubahan atas standar akuntansi keuangan dan fenomena tersebut sudah tampak sejak tahun 2014. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masih banyak bendahara pengeluaran menghadapi dilema dalam menjalankan tu-gas pokok serta fungsi untuk dapat menge-lola keuangan di daerah sementara mereka belum menguasai secara mendalam teknik pencatatan akuntansi basis akrual. Benda-hara pengeluaran mengalami dilema akrual-isasi dalam proses mengelola keuangan dae-rah. Bendahara sebagai salah satu penge-lola keuangan di daerah mengalami dilema dari sisi diri sendiri; lingkungan internal yaitu pejabat pengelola keuangan lainnya di SKPD; pemerintah kota; serta lingkungan eksternal berupa peraturan dan kebijakan. Bendahara pengeluaran memiliki peranan vital, yaitu dituntut dapat menyesuaikan diri terhadap peraturan dan kebijakan yang baru. Pemerintah pusat beserta pemerintah daerah telah berusaha mempersiapkan diri menghadapi akuntasi basis akrual dengan berbagai cara, di antaranya melakukan so-sialisasi dan pelatihan. Isu yang menarik dari akuntansi basis akrual sebelum pelak-sanaan yaitu subjek atau pelaksana antara lain adalah bendahara pengeluaran. Hal-hal yang sudah dilaksanakan dan bagaimana pelaksanaan atau penerapan di pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah, masih menjadi dilema.

METODE Penelitian ini menggunakan studi

deskriptif untuk mengungkapkan penger-tian umum dari sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman bendahara dalam ak-rualisasi mengelola keuangan daerah. Im-plikasinya, penelitian ini berusaha untuk mereduksi pengalaman bendahara pada suatu fenomena menjadi deskripsi intisari universal.

Teknik mengumpulkan data penelitian dilakukan melalui beberapa cara yaitu wa-wancara, kuisioner (angket), observasi (pe-ngamatan), kemudian untuk mendapatkan hasil yang valid dengan menggabungkan ketiganya. Hasil penelitian adalah sebagai dampak dari teknik yang dilakukan dalam mengumpulkan data. Hasil kelengkapan dalam penelitian berhubungan dengan kete-patan dan keberadaan kelengkapan data serta kualitas dalam proses mengumpulan data tersebut (Sugiyono, 2017). Pengum-pulan data dalam fenomologi adalah dengan pengamatan yaitu mengumpulkan catatan lapangan dengan melakukan penelitian atau pengkajian sebagai seorang pengamat; melakukan wawancara yaitu wawancara terbuka, wawancara semi terstruktur lalu menulisnya; dan dari dokumen. Dokumen dari Pemerintah Kota Batu berupa doku-men arsip resmi data untuk menganalisis dan mengungkap secara terperinci tentang dilema akrualisasi akuntansi dalam penge-lolaan keuangan daerah, seperti yang dis-ampaikan oleh Creswell (2007). Penelitian ini menyelami secara imajiner sudut pandang informan. Wawancara berlangsung secara terus-menerus sejak awal hingga akhir se-hingga tidak ditemukan lagi perspektif baru yang dikemukakan informan tentang akru-alisasi tersebut.

Teknik analisis serta penyajian data penelitian ini terdapat pada Gambar 1. Ta-hap pertama organisasi data dengan men-ciptakan dan mengorganisasikan file untuk data yang dibutuhkan. Tahap kedua yaitu pembacaan, memoing yaitu membaca dan mencatat mengenai fenomena yang dialami informan lalu seluruh catatan wawancara dari beberapa informan ditranskipkan ke dalam transkrip atau tulisan. Tahap ketiga adalah mendeskripsikan data menjadi kode dan tema, (Creswell, 2007) menginventarisa-si pernyataan-pernyataan mengenai fenom-ena dilema akrualisasi akuntansi dalam pe-ngelolaan keuangan daerah. Setiap pernyata-an penting yang dianggap memiliki tafsiran

Page 3: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 293

setara dan pernyataan-pernyataan berulang yang mempunyai kesesuaian pengertian dieliminasi agar tidak timbul kebingungan, kemudian melakukan epoche atau bracket-ing yaitu usaha menyingkirkan pengala-man pribadi dan penundaan penilaian atau penarikan simpulan yang lebih mendalam kepada subjek dan tidak tercampur pada pengertian subjektivitas. Tahap keempat yaitu mengklasifikasikan data menjadi kode dan tema dengan mengelompokkan menjadi unit makna dan mengembangkan penger-tian fenomena. Tahap kelima yaitu menafsir-kan data dengan mengembangkan deskripsi tekstural tentang peristiwa atau pengala-man. Tahap keenam sebagai tahap terakhir

yaitu menyajikan (visualisasi) data dengan menyajikan narasi tentang esensi dalam bentuk pembahasan mengenai pengalaman informan dalam fenomena tersebut. Pene-liti setelah memperoleh deskripsi dan tema, dalam tahap akhir dapat mewawancarai se-bagian informan kembali untuk memvalidasi temuan tersebut. Jika muncul pengalaman atau peristiwa baru yang relevan, data terse-but masuk dalam deskripsi akhir.

Pengujian data dilakukan melalui tri-agulasi sehingga dianggap sah jika melalui cek ulang dengan membandingkan kepada beberapa sumber, waktu dan teknik sehing-ga menghasilkan data yang meyakinkan. Triangulasi dengan cara mengecek ulang

Gambar 1. Analisis dan Penyajian DataSumber: Creswell (2007)

Organisasi DataMenciptakan dan mengorganisasikan file untuk data

Pembacaan, MemoingMembaca seluruh teks, membuat catatan pinggir, membentuk

kode awal

Mendeskripsikan data menjadi kode dan temaMendeskripsikan pengalaman personal

Mendeskripsikan esensi dari fenomena tersebut

Mengklarifikasikan data menjadi kode dan temaMengembangkan pernyataan penting

Mengelompokkan pernyataan menjadi unit makna

Mengembangkan pengertian fenomena yang dialami

Menafsirkan dataMengembangkan deskripsi tekstural apa yang terjadi

Mengembangkan deskripsi struktural bagaimana fenomena tersebut dialami

Mengembangkan esensi

Menyajikan, memvisualisasikan dataMenyajikan narasi tentang “esensi” dan pengalaman tersebut

dalam tabel atau gambar atau pembahasan

Page 4: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

294 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

data dari beberapa sumber berbeda yaitu dari beberapa bendahara pengeluaran, Peja-bat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD), Kepala SKPD, dan Kepala Bidang Akuntansi BPKAD. Triangulasi tersebut dengan cara berbeda kepada informan, juga observasi dan dilakukan dokumentasi. Triangulasi waktu mempengaruhi kredibiltas data se-hingga dilakukan dengan mengumpulkan data dari informan dalam waktu dan situasi berbeda.

Informan utama penelitian adalah ben-dahara pengeluaran kemudian berkembang selama proses penelitian wawancara pada pengelola keuangan daerah lainnya sebagai informan pendukung yaitu Kepala SKPD sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Kepala Bagian Keuangan selaku PPK SKPD ataupun PPK SKPD dan Kepala Bidang Akuntansi BPKAD Kota Batu. Kriteria informan utama adalah yang mengalami dilema akrualisasi dalam proses mengelola keuangan di dae-rah, kemudian informan yang mudah dite-mui dan dapat menyampaikan penjelasan sesuai keadaan.

Informan yang tercantum di Tabel 1 adalah nama samara kriteria pemilihan informan untuk bendahara pengeluaran adalah telah bertugas antara 3-4 tahun; mengalami perubahan basis kas juga basis akrual; tidak atau belum memenuhi syarat pengangkatan menjadi bendahara penge-luaran; dan bukan dari jurusan akuntansi. Kepala SKPD informan pendukung yaitu Kepala SKPD tempat bendahara penge-luaran menjadi informan utama. PPK-SKPD yang dipilih menjadi informan adalah PPK-

SKPD tempat informan bendahara tersebut bekerja. Kepala Bidang Akuntansi BPKAD dipilih sebagai informan pendukung karena pernyataannya dibutuhkan untuk men-guatkan mengenai fenomena yang terjadi, mengetahui tentang lingku ngan diri benda-hara pengeluaran itu sendiri, mengetahui lingkungan internal bendahara pengeluaran (pengelola keuangan SKPD), dan mngetahui lingkungan eksternal bendahara pengelu-aran (peraturan dan kebijakan), juga aspek lainnya jika ada atau dapat dijelaskan pada penelitian ini. Informan utama dan informan pendukung di minta menjelaskan pengala-man pribadi dalam menghadapi fenomena akrualisasi.HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari mengklasifikasikan data menjadi tema diperoleh enam tema hasil pengembangan pernyataan penting, kemu-dian peneliti mengelompokkan pernyataan menjadi unit makna lalu mengembangkan pengertian fenomena akrualisasi akuntansi yang dialami bendahara pengeluaran. Makna tersebut menghasilkan penafsiran data atas terjadinya deskripsi tekstural. Tema-tema tersebut diproses deskripsi esensi menjadi makna dilema akrualisasi akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Bendahara pengeluaran menjadi po-kok pembahasan pada penelitian ini karena bendahara pengeluaran berada pada setiap SKPD dan mempunyai tugas sehari-hari yang kompleks dibandingkan bendahara penerimaan. Kepala Daerah berdasarkan usulan PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) menunjuk bendahara penerimaan

Tabel 1. Daftar Nama InformanNama Jabatan dalam Pengelola Keuangan

Aminah Bendahara Pengeluaran SKPD ABudi Bendahara Pengeluaran SKPD BSiska Bendahara Pengeluaran SKPD CPrasetio Bendahara Pengeluaran SKPD DAmin Kepala SKPD AAri Kepala SKPD BKunto Kepala SKPD CDedi Kepala SKPD DReni Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) AWahyu Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) BAnggita Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) CDidin Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) DAhmad Kepala Bidang Akuntansi BPKAD

Page 5: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 295

dalam melaksanakan anggaran pendapa-tan di SKPD. PPKD mengusulkan kepada Kepala Daerah untuk menunjuk bendahara pengeluaran agar anggaran belanja SKPD terlaksana. Bendahara penerimaan serta bendahara pengeluaran ditunjuk menjadi pejabat fungsional di SKPD. Bendahara penerimaan serta bendahara pengeluaran atas pri badinya secara langsung atau tidak langsung tidak boleh melakukan perdagang-an, pekerjaan pemborongan, penjualan jasa sebagai penjamin kegiatan tersebut, dan me-nyimpan uang kas dengan memakai nama pribadi tanpa seijin atasan di bank atau-pun lembaga keuangan lainnya. Bendahara penerimaan ataupun bendahara pengelu-aran secara fungsional bertanggung jawab atas tugas dan pekerjaannya kepada PPKD sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD). Bendahara wajib melakukan pekerjaan pembukuan sehari-hari atau administrasi dengan memakai komputer atau suatu pro-gram tertentu yang diberlakukan dan wajib membukukan secara manual. Bendahara bertanggung jawab atas pribadinya dalam pembayaran terhadap pengelolaan uang seperti diinstruksikan dalam pelaksanaan APBN. Bendahara bisa dibantu pembantu bendahara jika pekerjaannya membutuh-kan waktu atau tenaga dan jika lokasinya berjauhan.

Pada sisi lainnya, penulis juga mene-mukan beberapa hal terkait kompetensi bendahara pengeluaran. Hal tersebut tersaji dalam Tabel 2 dan 3. Adapun penjelasan atas masing-masing tabel adalah sebagai berikut.

Hasil tabel 2 mencerminkan belum dipatuhinya Peraturan Menteri Keuangan

tentang syarat pengangkatan bendahara. Pelaksanaan pengangkatan bendahara ta-hun 2012 bendahara pengeluaran berstatus PNS, berpendidikan minimal SLTA sederajat dan bersertifikat sebanyak 11,90%; tahun 2013 adalah 73,53%; tahun 2014 adalah 61,90% dan tahun 2015 sebanyak 42,86%. Sertifikasi diabaikan oleh pemerintah kota disebabkan tidak adanya pengawasan atas pelaksanaan Syarat Pengangkatan Permen-keu RI NO 162/PMK.05/2013.

Dapat dilihat pada tabel 3 tingkat kom-petensi pendidikan bendahara pengeluaran (khususnya dari Jurusan Akuntansi) tahun 2012 sampai tahun 2015. Bendahara ber-sertifikat dari tahun 2012 sebanyak 11,9%, tahun 2015 sebanyak 42,86% , jumlah ini sangat kecil karena di bawah 50%. SKPD be-lum mengindahkan syarat dalam pengang-katan bendahara pengeluaran. Bendahara pengeluaran dari Akuntansi tahun 2012 sebanyak 2,38%, sedangkan tahun 2015 se-banyak 4,76 %.

Dilematika bendahara pengeluaran: diawali dari perekrutan. Dilema akrualisasi pertama adalah kompetensi bukan yang utama. Beberapa peneliti (Tresnawati & Se-tiawan, 2013, Helden & Uddin, 2016; Palan, 2007) mengutarakan bahwa kompetensi merupakan kekhususan seseorang dalam mengerjakan sesuatu dan hal tertentu. Dalam hal ini, seorang bendahara pengelu-aran seharusnya memiliki kompetensi yang mumpuni di bidangnya.

Beberapa bendahara menuturkan ke-pada penulis mengenai kompetensi seorang bendahara pengeluaran. Hal tersebut me-nyiratkan bahwa memang kompetensi dan

Gambar 2. Struktur Pengelola Keuangan SKPDSumber: Republik Indonesia (2006)

Kuasa Pengguna Anggaran

Pengguna Anggaran SKPD

Kuasa Pengguna Anggaran

Kuasa Pengguna Anggaran

(Sekretaris)

Bendahara Penerimaan/ Pengeluaran

PPTK PPTK PPK SKPD

Pembantu Bendahara

Page 6: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

296 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

syarat pengangkatan bukan yang penting atau utama. Bendahara merasa bahwa se-harusnya mereka tidak selayaknya menjadi bendahara, tetapi karena kepercayaan dan kemampuan administrasi yang menjadi pertimbangan kepala SKPD memilih dan menunjuk sebagai bendahara.

“Saya PNS tidak mempunyai serti-fikasi bendahara tetapi bukan orang akuntansi atau ekonomi, awalnya juga ragu-ragu teta-pi karena tugas ya sudah saya jalani” (Ibu Siska).

“Di SKPD kami ada lulusan akun-tansi tetapi entahlah saya ditun-juk bertugas menjadi ben dahara pengeluaran, pernah saya ber-tanya alasan ditunjuk kepada atasan, dan dijawab karena saya dipercaya memegang uang dan dinilai rajin dalam administrasi” (Bapak Budi).

Selanjutnya, peneliti menemui Kepala SKPD (Bapak Kunto dan Bapak Amin) me-ngenai syarat pengangkatan atau penunju-kan bendahara pengeluaran. Penulis mene-mui beliau untuk menanyakan apakah penunjukan bendahara pengeluaran SKPD sudah sesuai kompetensi dan syarat peng-angkatan berdasarkan peraturan atau malah bersifat sebaliknya. Terkait hal tesebut, beri-

kut ini adalah kutipan jawaban dari beliau.

“Ada pegawai dari jurusan akun-tansi, tapi sudah dipegang oleh pegawai dari jurusan psikolo-gi…dan hmm kami pikir dia juga mampu” (Bapak Kunto).

“Ya betul, kami menunjuk ben-dahara pengeluaran ber da sarkan kemampuan admi nistrasi umum bukan dari kompetensi, kemam-puan dalam pandangan kami adalah mampu mengadministrasi mencatat dan dapat dipercaya” (Bapak Amin).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Kepala SKPD menganggap mampu dalam mengadministrasi tidak diperlukan kompetensi akuntansi, sehingga yang bukan dari jurusan selain ekonomi atau akuntansi boleh ditugaskan menjadi bendahara penge-luaran. Hal ini pun diperjelas dengan per-nyataan wawancara dengan Bapak Dedi dan Bapak Ari dalam kutipan sebagai berikut,

“Memang dia dari jurusan ko-munikasi, tetapi saya rasa dia mampu mengerjakan keuangan dibandingkan temannya yang lain, menurut saya…akuntansi itu….kan bisa dipelajari oleh sia-papun” (Bapak Dedi).

Tabel 2. Jumlah Bendahara Pengeluaran Sesuai dengan PERMENKEU RI NO. 162/PMK.05/2013

Sumber : data diolah

Tabel 3. Pemetaan Bendahara Pengeluaran SKPD Berdasarkan Kompetensi Pendidikan/Sertifikat Bendahara Tahun 2012-2015

Sumber : data diolah

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Jumlah Bendahara 42 42 34 42

PNS, Pendidikan minimal SLTA dan

18

KeteranganTahun 2012

11.90

Tahun 2015

42.86 26

Tahun 2014

61.90 25 73.53

Tahun 2013

5

Jumlah (orang)

% Jumlah (orang)

% Jumlah (orang)

% Jumlah (orang)

%

Bersertifikat bendahara 18 42.86 26 61.9 25 73.53 5 11.9S1- Ekonomi Akuntansi 2 4.76 1 2.38 1 2.94 1 2.38

Jumlah Bendahara 42 42 34 42

8 20.59 36 85.71

Kompetensi PendidikanTahun 2015 Tahun 2014 Tahun 2013 Tahun 2012

Tidak Bersertifikat dan bukan Jurusan Akuntansi

22 52.38 15 33.33

Page 7: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 297

“Bendahara pengeluaran yang kami tunjuk dan tugaskan me-mang bukan dari jurusan akun-tansi, karena melihat dari ke-inginannya menyelesaikan tu gas, adalah termasuk pegawai yang ra-jin, juga jujur, walaupun memang kami tahu banyak kesalahan dan ketidaktelitian dibuatnya” (Bapak Ari).

Penunjukan bendahara pengeluaran bukan berdasarkan kompetensi melainkan kemampuan mencatat pengeluaran dan le-bih diutamakan dapat dipercaya. Bagi Ke-pala SKPD merupakan masalah penting memilih orang yang diyakini atau dipercaya dan juga mampu mengadministrasi dalam proses mengelola keuangan SKPD. Sum-ber daya manusia dari jurusan atau bidang akuntansi khususnya dalam mengelola keuangan daerah belum dirasa sebagai ke-butuhan kompetensi yang mutlak.

Pada sisi lainnya, pernyataan tersebut sangat menarik dan memotivasi peneliti un-tuk bertanya kepada Kepala Bidang Akun-tansi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Batu pada tahun 2016 (Bapak Ahmad). Peneliti ingin menelusuri mengenai urgensi kompetensi bagi bendaha-ra pengeluaran. Terkait hal tersebut, beliau menjawab:

”Ya, seharusnya bendahara pe-ngeluaran khususnya juga PPK-SKPD berkompetensi terutama akuntansi, sebetulnya sumber daya dari manusia banyak dari akuntansi di pemerintah kota, tetapi hanya orang kepercayaan dan bisa atau sanggup melak-sanakan yang ditunjuk” (Bapak Ahmad).

Pernyataan dari ketiga orang tersebut bermakna bahwa memang seharusnya kom-petensi adalah hal serius dan mendesak dalam menyiapkan dan menyusun pengelo-laan keuangan daerah sehingga dapat dis-impulkan banyak pimpinan SKPD tidak me-matuhi peraturan pengangkatan bendahara. Bendahara pengeluaran ditunjuk karena kemampuan administrasi umum, akuntansi dianggap sekadar mencatat pengeluaran, dapat dipelajari oleh siapa pun jika memi-liki kemauan atau rajin dalam menjalankan tugas. Penunjukan juga dikarenakan faktor kepercayaan dari Kepala SKPD saja. Ber-dasarkan pengujian serentak atas kompe-tensi SDM juga implementasi sistem teru-

tama akuntansi keuangan daerah. Hal terse-but berpengaruh atas kualitas hasil laporan keuangan SKPD serta laporan keuangan daerah (Groeneveld, 2011; Rahmanti & Prastiwi, 2011; Snow & Reck, 2016).

Akrualisasi dalam dilema kedua adalah sebagai beban yang harus dilalui. Bendahara pengeluaran menyatakan bahwa perubahan akuntansi akrual saat ini, sebagai pekerjaan rutin yang dipikul seolah tidak tampak tetapi sangat membebani dalam bertugas. Hal ini terungkap dalam kutipan sebagai berikut.

“Memang setelah kami belajar tentang akrual, ternyata harus merubah cara kerja kami men-jadi basis akrual, selama ini kami bekerja dengan cara basis kas dengan mengumpulkan bukti dan catatan pengeluaran sampai dengan sepuluh hari atau akhir bulan…baru kami masukkan ke SIMDA, nah…sepertinya ti dak bo-leh kami lakukan lagi, menurut yang kami pelajari harus langsung kami bukukan atau kami masuk-kan data ke SIMDA saat terjadi-nya transaksi” (Ibu Aminah).

“Yaa ini seperti beban…setiap hari saya harus mengisi data ke SIM-DA maksimal dua sampai tiga hari dari tanggal transaksi, tidak lagi bekerja seperti dulu, akhir bulan baru kami mengisi data pada SIM-DA” (Ibu Siska).

“Pasti ada akun-akun baru dan pembaruan dalam cara atau me-tode, wah pasti menjadi sesuatu hal atau masalah baru sehingga harus kami pelajari dan lakukan, jujur akuntansi akrual menjadi beban bagi kami yang bukan ju-rusan akuntansi” (Bapak Budi).

“Yaa menjadi beban memang, saya dari ekonomi saja merasa kok berat ya aturan yang baru, apalagi yang bukan jurusan akun-tansi ataupun ekonomi, mende-ngar saja…rasanya beban berat” (Bapak Prasetio).

“Saya bukan dari jurusan akun-tansi, bendahara kamipun juga bukan dari jurusan akuntansi, nah sekarang kami menghadapi

Page 8: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

298 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

basis akrual…banyak teori ser -ta pemahaman sangat membi-ngungkan kami, walaupun su-dah mengikuti pelatihan atau pun bimbingan teknis basis a krual, mungkin dasar ilmu kami bukan dari akuntansi sehingga kami me-mahami agak lebih lama” (Bapak Didin).

Beberapa bendahara menyatakan bah-wa pekerjaan mereka berat seperti sebuah beban, karena berhubungan dengan dasar il-mu atau pendidikan yang tidak semua orang mudah mempelajari akuntansi walaupun sudah diberikan sosialisasi juga pendidikan dan latihan. Beban berat yang dirasakan adalah dalam tugas yaitu pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Bendahara acapkali sebagai objek utama dan pertama dalam pemeriksaan keuangan, bendahara harus bertanggung jawab atas semua pengelu-aran keuangan yang dikelolanya, bendahara harus waspada jika ditemukan kesalahan karena tidak jarang pimpinan kantor juga menyalahkan bendahara, menjadi beban berat (Handajani, 2010; Kamayanti, 2011; Tuan, 2016; Saputra, 2015). Bendahara pengeluaran ungkapkan bahwa mereka bertugas untuk kelancaran anggaran ser-ta belanja SKPD. Bendahara pengeluaran seperti memikul sendiri beban akrualisasi karena dalam pelaksanaan pekerjaan tugas perannya sangat vital dalam proses menge-lola keuangan daerah di SKPD. Memahami akuntansi memang harus dari akarnya dan jika diperoleh atau diterima secara instan pengertian yang diterima tidak sempurna. Pernyataan ini mematahkan pendapat Ke-pala SKPD bahwa akuntansi dapat dipelajari oleh berbagai kalangan.

Basis akrual. Dilema akrualisasi ketiga adalah peraturan baru. Hal ini dialami oleh beberapa informan. Mereka merasa bahwa akrual mempunyai makna sebagai peraturan baru yang harus diketahui, dimengerti, difa-hami, dan harus dilaksanakan, seperti pada kutipan berikut ini.

“Akrual berarti aturan baru yang wajib dimengerti dan diketahui juga diterapkan, berarti kami pun harus melaksanakan aturan tersebut dalam pekerjaan kami” (Ibu Aminah).

“Akuntansi yang model baru…maksud saya harus menaa-

ti aturan akuntansi baru” (Ibu Siska).

“Akrual berarti standar akuntansi baru untuk bekerja atau bertugas sebagai bendahara pengeluaran, juga aturan akuntansi keuangan daerah harus baru. Banyak yang membingungkan kami mengenai istilah akuntansi, walaupun be-berapa kali ikut pendidikan dan bimbingan kilat tentang akrual, ya harap maklum kami dari ju-rusan hukum tetapi bertugas se-bagai bendahara, seharusnya bendahara itu memang dari eko-nomi atau akuntansi saja lebih tepat, supaya kepala kami tidak pusing apalagi akuntansi basic krual…apalah namanya itu ak-rual…tambah kruel lah kepala kami” (Bapak Prasetio).

Mereka mengungkapkan keputusasaan dan kekhawatiran tidak dapat bekerja de-ngan baik karena basis akrual sangat mem-bingungkan dan sangat kompleks. Hal ini sesuai dengan argumentasi Caruana (2016) dan Mahmudi (2011) yang menyatakan bah-wa bahwa akuntansi akrual sebagai basis akuntansi terkait pengakuan, pencatatan, penyajian transaksi ekonomi dan aktivitas dalam proses melaporkan keuangan ter-jadinya transaksi, yang tidak memperhati-kan waktu diterima dan dibayar dengan cara kas atau setara kas. Selain itu, Mardiasmo (2009) juga menyebutkan bahwa akuntansi basis akrual lebih sempurna dan valid dari-pada akuntansi basis kas supaya tepat guna dan komprehensif.

Basis akrual berguna dalam evaluasi kemampuan kerja pemerintah yaitu jasa la-yanan dan efisiensi pencapaian suatu tu-juan. Bagi pemerintah berguna untuk iden-tifikasi sumber daya masa depan juga untuk pengelolaan yang baik atas sumber daya tersebut (Hanis, Trigunarsyah, & Susilawati, 2011). Sebaliknya, masyarakat dan peng-guna lain dapat menggunakan basis akrual untuk identifikasi posisi keuangan pemerin-tah serta pada masalah perubahan penda-naan (Akbar, Pilcher, & Perrin, 2012).

Dilema bendahara pengeluaran ke-empat yaitu kebijakan akuntansi daerah. Pemerintah daerah disegerakan untuk me-nyusun kebijakan akuntansi pemerintah daerah serta sistem akuntansi pemerintah

Page 9: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 299

daerah sesuai perubahan menjadi basis ak-rual. Kebijakan akuntansi daerah (Republik Indonesia, 2013) yaitu prinsip, dasar, kon-vensi, aturan serta praktik khusus yang disusun pemerintah daerah menjadi acuan dasar dalam penyusunan serta penyajian laporan keuangan anggaran dan belanja, beberapa periode ataupun beberapa entitas, khususnya ketika mencermati pernyataan informan di bawah ini.

“Sampai hari ini belum fix tentang kebijakan akuntansi, sehingga saya pun agak rancu menerap-kan yang mana basis akrual dan bagaimana, dari bidang akuntan-si belum memberikan yang pasti, semoga segera bisa terselesaikan karena sangat signifikan dan hu-bungannya dengan aturan dalam pekerjaan kami sehari-hari” (Bapak Budi).

“Memang dalam proses pem-buatan Perwali mengenai ke-bijakan akuntansi basis akru-al, sampai dengan hari ini masih berkoordinasi dengan BPKP, kare-na keterbatasan atau kekurangan personel mumpuni dalam ilmu akuntansi, dan walaupun…sudah bekerja sama dengan BPKP…..ternyata BPKP pun mempunyai keterbatasan dalam jumlah per-sonel, di mana seorang personel BPKP harus melayani beberapa kota atau daerah, dan sampai hari ini sudah dalam tahap draft tapi belum fix seratus persen jadi” (Bapak Ahmad).

Pernyataan tersebut bermakna dan mengungkapkan bahwa pegawai di peme-rintah kota masih belum sesuai dalam pe-nempatannya baik jumlah maupun kompe-tensinya sehingga akan berpengaruh atas kecepatan dan ketepatan pembuatan ke-bijakan atau peraturan daerah. Peraturan yang diterbitkan kepala daerah seharusnya dibuat oleh pembuat kebijakan pengelola keuangan daerah, kemudian menjadi dasar atau acuan dalam menerapkan basis akrual dalam mengelola keuangan daerah di SKPD terutama bendahara pengeluaran. Kebijakan akuntansi daerah harus diperbarui sejalan berlakunya peraturan perundang-undangan baru.

Pengelolaan keuangan daerah. Dilema

akrualisasi kelima yaitu sistem akuntansi daerah. Beberapa peneliti (Chan, Lin, & Wang, 2012; Hall, Hunton, & Pierce, 2015; Pridgen & Wilder, 2013) mengungkapkan bahwa syarat mutlak berhasilnya peralihan basis akrual sebagai basis baru adalah se-buah sistem yang lebih andal dalam penge-lolaan akuntansi pemerintah daerah. Peme-rintah daerah dituntut harus segera mem-buat sistem akuntansi baru yang relevan untuk pemerintah daerah sejalan dengan berlakunya basis akrual (Bhuiyan & Ama-goh, 2011).

Berdasarkan pengamatan peneliti, Laporan Keuangan SKPD telah dilakukan rutin tiap awal bulan oleh Pejabat Pena-tausahaan Keuangan kepada BPKAD Bidang Akuntansi. Bendahara Pengeluaran mem-bantu dalam penyelesaian laporan keuang-an SKPD yaitu ketepatan waktu penyerahan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) tiap bulan SKPD, kesesuaian SPJ dengan sistem keuan-gan daerah (SIMDA), kesesuaian de ngan rekening bank SKPD, ketelitian pada berita acara penutupan kas dan register penutu-pan kas, kesesuaian saldo buku de ngan saldo kas, serta kesesuaian SPJ beserta data pendukung. Seperti diketahui bahwa PP Keuangan beserta Bendahara Pengeluaran semestinya saling membantu dalam menye-lesaikan tugasnya. Bendahara Pengeluaran memiliki kedudukan penting untuk terlak-sananya data pendukung SPJ SKPD dalam hal kecepatan, ketepatan, dan kesesuaian. Selain sebagai penerima, penyimpan, dan pembayar, tugas berikutnya bendahara pe-ngeluaran yaitu penatausahaan. Ben da hara pengeluaran melakukan pe na tausahaan atas seluruh kegiatan SKPD yaitu peneri-maan, penyimpanan juga pembayaran. Pe-natausahaan dilakukan dengan pencatatan atas semua transaksi pe nerimaan, penyim-panan, serta pembayaran uang ke dalam suatu buku manual juga memakai sistem. Bendahara pengeluaran melakukan pembu-kuan yaitu merupakan pekerjaan mencatat transaksi kemudian menatausahakan lalu bendahara pengeluaran mempertanggung-jawaban keuangan SKPD. Bendahara penge-luaran secara fungsional harus memper-tanggunggjawabkan pe nge lolaan uang SKPD kepada Kuasa Bendahara Umum Daerah.

Permasalahan tersebut juga diung-kapkan oleh beberapa informan. Mereka merasa mengalami kesalahan dalam pe-ngelolaan keuangan. Hal ini terungkap dalam kutipan berikut ini.

Page 10: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

300 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

“Yaa ada saja kesalahan yang saya buat, tapi ya bagaimana lagi, tinggal diperbaiki saja besoknya” (Ibu Siska).

“Memang ada kesalahan kami, dan kami perbaiki, namanya juga kita manusia (sambil tertawa)” (Bapak Budi).

“Sepanjang tahun 2012 sampai tahun 2015 selalu ditemui ke-salahan, ketidaksesuaian, keti-daktepatan, keterlambatan, pe n -da pat saya hal itu masalah se-pele namun dilakukan berulang kali, mungkin sepele tetapi sa ngat berpengaruh jika sudah akan di-lakukan rekapitulasi. Hal tersebut sudah saya dan staf sampaikan kepada SKPD khususnya ben-dahara dan PP Keuangan, tetapi tetap saja ada kesalahan-kesalah-an tersebut. Perhatian dari kepala SKPD semestinya lebih ditingkat-kan, tidak hanya tanda tangan tanpa mengetahui isinya dengan jelas, penelitian terakhir ada pada Pengguna/Kuasa Anggaran seba-gai Kepala SKPD” (Bapak Ahmad).

Tata usaha mengelola keuangan dae-rah sangat vital dalam kegiatan organisasi sehingga harus teratur, tercatat, dan di-himpun menjadi informasi bagi yang mem-butuhkan (Yapa, 2014). Beberapa peneliti (Harun, Van-Peursem, & Eggleton, 2015; Mcleod & Harun, 2014; Sukmadilaga, Pratama, & Mulyani, 2015) menjelaskan dan khususnya memberikan saran tentang bendahara pengeluaran untuk lebih mening-katkan ketelitian terhadap penyiapan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) atas pengajuan pengeluaran kas kepada PPK (Pejabat Pena-tausahaan Keuangan) SKPD. Persiapan yang perlu ditingkatkan adalah lebih meneliti ke-lengkapan/bukti transaksi yang dilampirkan pada dokumen SPJ pengeluaran kas untuk pertanggungjawaban keuangan SKPD. Se-bagai pelaksana dalam proses mengelola keuangan daerah, bendahara pengeluaran seharusnya me ngetahui mengenai teori dan pemahaman akuntansi. Bendahara penge-luaran diha rapkan berkompetensi seperti memiliki pengetahuan, kemampuan, kete-rampilan, serta sikap yang mendukung se-suai jabatan agar pekerjaan diselesaikan

lebih efektif juga efisien. Teori dan pemaha-man harus dicermati dan diperhatikan da-lam melaksanakan pekerjaannya karena ternyata banyak masalah pada pelaksanaan yang sangat membingungkan dalam peker-jaan bendahara pengeluaran. Ben dahara pengeluaran harus bekerja de ngan tepat, teliti, dan cermat dalam menghasilkan Lapo-ran SKPD sehingga terlaksana ketepatan konsolidasi SKPD, kemudian disajikan men-jadi sebuah laporan keuangan pemerintah daerah. Jika ada satu SKPD melakukan kesalahan ataupun keterlambatan dalam penyampaian Laporan Keuangan SKPD, be-rakibat kesalahan dan keterlambatan dalam melakukan konsolidasi menjadi laporan keuangan pemerintah daerah.

Beberapa kesalahan yang dilaku-kan bendahara pengeluaran sangat mem-pengaruhi laporan konsolidasi pemerintah daerah. Beberapa SKPD diketahui melaku-kan ketidaktepatan dan ketidakcermatan tetapi seringkali diabaikan walaupun sudah diberikan arahan dari Bidang Akuntansi. Be-berapa kesalahan dan keterlambatan SKPD dikarenakan ketidakmengertian ben dahara pengeluaran atas teori serta pemahaman akuntansi. Bendahara penge luaran masih sangat bingung walaupun sudah mengi-kuti beberapa kali pelatihan dan pendidi-kan kilat perubahan basis menjadi akrual yang diselenggarakan pemerintah daerah. Pelaksana penatausaha keuangan daerah, seperti dalam masalah ini bendahara penge-luaran, berperan sangat vital dalam pening-katan efektivitas pelaksanaan APBD untuk memantau volume kegiatan yaitu beban anggaran rutin juga anggaran pembangun-an dalam terlaksananya penyelenggaraan pemerintah daerah (Helden & Uddin, 2016).

Beberapa informan merasa terbantu dengan adanya SIMDA. Hal ini terungkap dalam kutipan di bawah ini.

“Saya terbantu adanya SIMDA, bagaimana SKPD jadinya kalau SIMDA mati rusak atau eror, bisa kacau pekerjaan saya, berharap saja semoga basis akrual ini SIM-DA juga sudah sesuai, karena ka-lau saya tidak salah ingat harus memuat akun baru dan penye-suaian” (Ibu Siska).

“Memang SIMDA sangat dibu-tuhkan, tetapi masih banyak juga kekurangan di SIMDA akrual ini,

Page 11: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 301

banyak akun yang belum masuk, sudah kooordinasi dengan Bidang Akuntansi tetapi masih dalam ta-hap penyesuaian atau apalah na-manya, tahun 2015 belum sin-kron seratus persen, itu juga yang bikin saya pusing karena PP Keuangan dan Kepala SKPD tidak mau tahu, pokoknya laporan saya harus betul” (Bapak Prasetio).

Pernyataan tersebut sangat berharap atas diberlakukan SIMDA akrual yang se-suai dan sinkron dengan peraturan Standar Akuntansi Pemerintahan. Bendahara pe-ngeluaran dalam bekerja melaksanakan tu-gasnya sangat terbantu oleh SIMDA walau-pun tidak mengerti secara mendalam yang dimaksud akrual secara teori.

Meskipun demikian, peneliti mene-mukan informan yang mengalami ke sulitan terhadap SIMDA. Mereka merasa bahwa wa-laupun SIMDA ada tetapi tetap dibutuhkan pemahaman basis akrual agar ketepatan, kecepatan, dan keefektifan laporan keuang-an oleh pengelola keuangan berjalan dengan baik. Hal ini termuat dalam kutipan berikut ini.

“Bendahara saya…sangat mem-bantu, walaupun seringkali melakukan kekeliruan pengo-perasian pada SIMDA, namun dia memiliki ketekunan dalam beker-ja, memang sering menjadi kenda-la, tapi apa boleh buat” (Ibu Reni).

Walaupun bukan dari akuntansi beruntunglah ada SIMDA, sehingga dengan sedikit mengerti akuntansi saja sudah dapat sangat membantu, namun sebaiknya me-mang personel lulusan jurusan akuntansi khususnya atau jika lebih umum dari eko-nomilah (Bapak Wahyu)”.

“Saya tidak mengerti akuntan-si, tetapi beruntung ada SIMDA (Sistem Keuangan Daerah), sis-temnya tinggal dipencet sudah jadi laporan keuangan, tapi kalau SIMDA macet atau lebih menju-rus tentang akuntansi, pasti saya menyerah”(Bapak Budi).

BPKP sudah membuat sistem dengan aplikasi komputer yakni Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) untuk mewu-judkan pengelolaan keuangan daerah ter-

laksana dengan cepat, tepat, juga akurat sehingga dapat membantu memproses data keuangan untuk menghasilkan laporan ke-uangan yang dapat diakses setiap saat jika dibutuhkan juga mendukung akuntabilitas pada pemerintah daerah (Amirya, Djamhuri, & Ludigdo, 2012; Tresnawati & Setiawan, 2013).

Sistem berdasarkan IT masih mem-butuhkan penyesuaian dalam akun dan bagan standar. Hal ini diungkapkan oleh dua informan pada kutipan sebagai berikut.

“ya memang kami harus mengiku-ti perubahan SIMDA yang baru, dan ternyata banyak hal belum fix betul…karena belum klik dengan akun-akun” (Ibu Siska).

“Sistem memang diperbaiki de-ngan berjalannya waktu, jika SKPD ada yang usul atau jika ti-dak sinkron atau sesuai, maka kami perbaiki juga konfirmasi ke-pada BPKP” (Bapak Ahmad).

SIMDA sebagai aplikasi komputer yakni sebuah program dalam yang mem-proses keuangan terintegrasi untuk me-ngelola keuangan SKPD khususnya terdiri dari anggaran, akuntansi (Prasad; Green, & Heales, 2013; Rich & Zhang, 2014). Sistem yang dipakai harus disesuaikan sehingga pelaksanakan tugas bendahara pengeluaran berjalan baik dan lancar. Oleh karena itu, data yang dilaporkan SKPD menjadi valid. Pengguna sistem sebaiknya diberi pelatihan dahulu sehingga dapat membantu kuali-tas kerja pegawai dalam proses mengelola keuangan daerah.

Peneliti menemukan beberapa tulisan yang menguraikan berdasarkan kompetensi individu terhadap sistem informasi keuang-an daerah (Amirya, Djamhuri, & Ludigdo, 2012; Chan, Lin, & Wang, 2012; Snow & Reck, 2016). Sistem keuangan daerah (pera-latan) sangat mendukung pekerjaan benda-hara pengeluaran tetapi jika ada kesalahan pada sistem keuangan, bendahara pengelu-aran belum dapat mengatasi masalah. Se-lain itu, Yuliani, Nadirsyah, & Bakar (2010) menemukan bahwa kualitas atau hasil lapo-ran keuangan dari pemerintah Kota Banda Aceh dipengaruhi peran audit secara inter-nal berbarengan dalam pemahaman akun-tansi serta pendayagunaan sistem akuntan-si dalam proses mengelola keuangan daerah. Hal tersebut juga didukung hasil penelitian

Page 12: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

302 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

Killian (2011) bahwa teknologi informasi berperan mempermudah pelak sanaan pro-ses akuntansi pemerintahan menggunakan hardware atau software, adanya suatu ap-likasi atau sistem yang terpadu sehingga mempermudah para personel untuk men-catat transaksi dan melaporkan keuangan pemerintah di SKPD dan SKPKD (tingkat konsolidasi).

Pernyataan Henke & Maher (2016) adalah bahwa pelaksanaan akuntansi ak-rual berhasil jika telah diterapkan tek nologi informasi dalam mendukung basis akrual juga terpenuhinya jumlah personel berkom-petensi. Sistem akuntansi daerah berupa prosedur dan penyelenggara daerah berupa Standar Operasional Prosedur te lah dilaku-kan dengan memberikan pen didikan kilat juga bimbingan kepada SKPD. Penyeleng-gara keuangan daerah juga telah melalui serangkaian bimbingan teknis mengenai akuntansi akrual. Pengelola ke uangan dae-rah selain bendahara pe ngeluaran wajib menyadari peranan penting atas suksesnya pelaksanaan perubahan menjadi akuntansi basis akrual. Hal tersebut diperjelas dengan pernyataan laporan keuangan disampaikan dengan tepat jika didukung akuntabilitas dalam mengelola keuangan daerah (Newber-ry, 2015; Sabry, 2015).

Dilema akrualisasi kelima adalah komit-men dari pimpinan. Komitmen Kepala SKPD terutama untuk mendorong kekuatan serta keberhasilan basis akrual di SKPD dalam mendukung terselenggaranya pe ngelolaan keuangan sangat dibutuhkan. Lemahnya komitmen Kepala SKPD se perti masalah penunjukan bendahara pengeluaran yang ti-dak berkompetensi berakibat keterlambatan dan kesalahan penyampaian atau pelaporan keuangan SKPD.

“Kami sangat berkomitmen, de-ngan mengikuti sosialisasi, pela-tihan akrual basis, walaupun ti-dak sangat mengerti bagaimana implementasinya tapi kami men-dorong dan sangat mendorong terlaksananya basis akrual ini” (Bapak Dedi).

“Kami memang merasa tidak mampu, sudah dua tahun kami mengajukan undur diri, tetapi ti-dak ada pengganti di SKPD….ya kami laksanakan sebisanya, ka-lau terjadi kesalahan ditumpuk-

an ke pada bendahara, seharus-nya PP Keuangan juga pimpin-an SKPD harus mengerti akrual dan mendukung pelaksanaannya, meto denya” (Ibu Aminah).

“Padahal ada lulusan ekonomi malah ada dari jurusan akun-tansi….tetapi saya yang juru-san psikologi sebagai bendahara, menurut pendapat saya adalah karena faktor kepercayaan pim-pinan SKPD, ba nyak hal yang saya tidak paham dengan cepat mengenai akrual, tetapi pimpinan mengharuskan pekerjaan disele-saikan de ngan baik” (Ibu Siska).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa komitmen pimpinan dibutuhkan terutama pimpinan SKPD dalam peruba-han basis akrual khususnya permasalahan memahami, mengerti, dan membantu ben-dahara pengeluaran dan pengelola keuang-an SKPD. Pimpinan dituntut untuk selalu berkomunikasi, mengerti, dan memahami perubahan basis akuntansi dan juga men-dukung serta mendorong terselenggaranya sistem yang lebih baik. Komitmen organisasi sangat dibutuhkan dalam terselenggaranya good governance yang dilakukan oleh SKPD.

Pada sisi lainnya, jawaban dari wawan-cara, pengamatan, dan dokumentasi meng-hasilkan deskripsi esensi “akrualisasi” yang dialami bendahara pengeluaran dalam pro-ses mengelola keuangan daerah, kemudian menjadi hasil akhir analisis data. Deskripsi esensi menghasilkan pengembangan dari enam tema yang diperoleh dalam hasil analisis sebelumnya. Kandungan esensi ini merupakan penggabungan deskripsi secara tekstural serta deskripsi struktural yang diperoleh selama penelitian. Hasil temuan enam tema pengertian akrualisasi sebagai sebuah fenomena sosial mengandung: kom-petensi bukan yang utama, beban yang harus dilalui, peraturan baru, kebijakan akuntansi daerah, sistem akuntansi daerah serta komitmen dari pimpinan. Suatu tin-dakan yang menurut intuisi peneliti dapat mendeskripsikan sebagai: perubahan pola pikir (mindset); kompetensi; kebijakan, dan sistem akuntansi daerah.

Perubahan pola pikir (mindset) harus sinkron dan sejalan dengan peranan di bi-dang akuntansi dalam pengelolaan keuang-an daerah. Setiap kalangan harus menilai

Page 13: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 303

bahwa nasis akrual yang diterapkan un-tuk pelaporan keuangan bermanfaat dalam meng evaluasi akuntabilitas dari seluruh sumber daya (Biondi, 2016). Selain itu, basis akrual juga dapat digunakan untuk menga-tasi permasalahan keuangan dan kegiatan entitas (Yapa, 2014).

Kompetensi dan kebijakan masih cen-derung disepelekan jika ditempatkan dalam satu konteks isu akuntansi basis akrual. Dalam hal peraturan, pemerintah seharus-nya memeriksa peraturan yang dipakai atau perbedaan untuk menghindari kebingung-an di level setingkat pemerintahan daerah (Pratama, 2012). Selain itu, pemerintah dae-rah seharusnya menyusun dan menetapkan rencana dan pengawasan implementasi SAP basis akrual secara periodik (Killian, 2011).

Perubahan sistem akuntansi daerah dalam pelaksanaan akuntansi akrual ber-beda dengan basis kas, sehingga pemerin-tahan daerah membutuhkan perubahan dari basis kas dalam sistem akuntansi dan sistem Informasi Teknologi menjadi basis akrual. Kunci keberhasilan adalah penting-nya penyiapan SDM dalam rangka penera-pan akuntansi serta laporan keuangan basis akrual (Adhikari, Kuruppu, & Matilal, 2013; Biondi, 2016). Intuisi peneliti atas deskripsi struktural dan deskripsi tekstural mengenai fenomena akrualisasi: perubahan pola pikir, perubahan sistem akuntansi daerah serta kompetensi serta kebijakan yaitu peruba-han dan komitmen. Hal ini tercantum dalam Gambar 3.

Deskripsi ini juga tidak lepas dari pe-ngalaman beberapa informan. Mereka me-nuturkan tekadnya dalam menghadapi

pengelolaan keuangan daerah, seperti pada kutipan berikut ini.

“Saya harus siap walaupun tidak siap, harus melaksanakan tugas dengan baik walaupun tidak sem-purna, bagaimana lagi ya harus dihadapi” (Ibu Aminah).

Sesuai pernyataan Bapak Prasetio tahun 2016 “Yaa siap tidak siap harus dikerjakan, akrual harus dihadapi walaupun sebagai be-ban, seharusnya orang akuntansi ditugaskan menjadi bendahara, PPKeuangan supaya lebih tepat hasil laporan keuangan di SKPD, juga pimpinan harus mengerti permasalahan keuangan khusus-nya akuntansi di SKPD” (Bapak Prasetio).

”Dalam akrual ini kalau saya baca dan pelajari mendalam memang menuju perbaikan untuk pe-ngelolaan keuangan daerah, ha-rus diawali oleh pimpinan dalam komitmen, sistem lalu bendahara atau pengelola ke uangan sebaik-nya memang dari ekonomi atau khususnya jurusan Akuntansi” (Bapak Amin).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pengangkatan bendahara seharusnya dilakukan pengawasan di tingkat pemerintah kota oleh Kepala Daerah, lalu PPKD sebagai pengusul bendahara, dan Kepala SKPD un-tuk memilih bendahara di SKPD. Bendahara pengeluaran harus mampu melaksanakan

Gambar 3. Deskripsi Enkripsi

Kompetensi bukan yang

Komitmen dari

pimpin

Beban yang harus diakui

Peraturan baru

Kebijakan akuntansi

Sistem akuntansi

Hasil deskripsi struktural

Intuisi intersubjektivitas

Perubahan dan komitmen

Hasil deskripsi

tekstuktural

Page 14: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

304 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

fungsinya dalam keuangan yang melingkupi pengetahuan, keterampilan dan keahlian, serta cara kerja.

Bendahara pengeluaran secara umum masih rendah dalam pemenuhan syarat pengangkatan dan jurusan berhubungan dengan tugas pengangkatan yang sesuai tu-gasnya yaitu akuntansi atau ekonomi. Kom-petensi dan kemampuan pelaksanaan kerja dan tugas dirasakan berhubungan sangat relevan dalam praktik. Hal tersebut dira-sakan juga sangat berpengaruh atas hasil kerja di SKPD.

Tidak dapat diingkari kompetensi dan sertifikasi sangat signifikan dalam mem-berikan hasil pelaksanaan pelaporan pelak-sanaan APBN–APBD yang dilakukan ben-dahara pengeluaran. Komitmen pimpinan juga sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan akrual dalam pengelolaan keuangan daerah dan juga perbaikan atau penyesuaian sistem, serta kebijakan dan peraturan daerah (Dwiputrianti, 2014; Find-lay & Pangestu, 2016).

SIMPULAN Merujuk pada masalah-masalah atas

penelitian ini, maka ditemukan dilema akru-alisasi akuntansi dalam pengelolaan keuan-gan daerah. Bendahara pengeluaran sebagai pelaksana rutin yang berperan sangat vital di samping PP Keuangan di SKPD dalam mengelola keuangan merasakan akrual se-bagai suatu perubahan dan komitmen. Ben-dahara menemui perubahan dan masalah baru sebagai pola kerja dan pola pikir ketika menjalankan tugasnya. Fenomena akrual-isasi menjadi kekhawatiran atas perubahan yang dilaksanakan oleh pengelola keuangan daerah di antaranya bendahara pengelu-aran saat melakukan pekerjaannya sehari-hari, karena langsung berhadapan dengan perubahan basis akrual sebagai peraturan baru akuntansi pemerintahan. Bendahara pengeluaran merasakan harus terjadi pe-rubahan lingkungan dan pimpinan dalam pola pikir tentang anggaran serta belanja khususnya. Bendahara pengeluaran ber-harap terjadi perubahan pola pikir, perubah-an pola kerja, perubahan kebijakan, dan pe-rubahan sistem akuntansi daerah. Perubah-an yang diharapkan bendahara pengeluaran sebagai pengelola keuangan daerah adalah agar dapat bersama-sama melaksanakan pertanggungjawaban uang rakyat dengan maksimal; merencanakan serta mengang-garkan dana lebih akurat; menghindari keti-

dakefisienan; menghindari kolusi, korupsi, nepotisme; menjadikan akuntansi sebagai informasi dasar pengambilan keputusan (Lukito, 2015; Prabowo & Cooper, 2016).

Permasalahan terpenting yang dira-sakan bendahara adalah harapan kepada pimpinan sebagai komitmen pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dalam men-dukung penerapan basis akrual. Benda-hara pengeluaran merasakan dapat melak-sanakan tugasnya jika perubahan dan komitmen dari seluruh pengelola keuangan daerah dapat bersinergi bersama. Komitmen yang diharapkan bendahara pengeluaran yaitu agar pimpinan SKPD, PPK SKPD, serta seluruh bagian yang bersinergi dengan pe-ngelolaan keungan daerah tidak hanya men-jadikan sebagai wacana saja. Akrual seha-rusnya membawa perubahan komitmen kuat dari pimpinan atas pengelolaan keuangan daerah. Komitmen pimpinan yang diharap-kan bendahara yaitu adanya komunikasi di SKPD khususnya dan pimpinan di pemerin-tah kota, kemudian segera melakukan pe-nyesuaian sistem akuntansi, mempercepat dibuatnya kebijakan akuntansi berbasis ak-rual. Bendahara pengeluaran berharap atas perubahan tersebut sehingga dapat mem-perlancar tugas pokok dan fungsi. Usaha dalam penyesuaian sistem dan kebijakan telah dilakukan, tetapi belum sepenuhnya selesai sampai tahun 2015 di mana telah diberlakukan basis akrual, sehingga ma-sih banyak masalah atau hambatan dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dae-rah, karena kendala kompetensi sumber daya manusia yang belum terpenuhi. Komit-men pimpinan dalam penunjukan benda-hara serta pengelola keuangan di daerah di-harapkan mendukung terlaksananya basis akrual. Penunjukan tersebut dirasakan be-lum sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tugas pokok dan fungsi dengan kompeten-sinya. Bendahara pengeluaran sebagai pe-megang peranan penting pengelola keuangan di SKPD yang melakukan pekerjaan rutin baik manual maupun secara sistem harus mengikuti akuntansi basis akrual sebagian besar belum memenuhi kriteria kompetensi sebagai bendahara pengeluaran. Bendahara pengeluaran di samping bertanggung jawab atas administrasi keuangan SKPD, bertang-gung jawab atas pengelolaan yang diamanat-kan secara material keuangan, bertanggung-jawab atas pelaporan keuangan bersama dengan PP Keuangan di SKPD. Komitmen pimpinan yang kuat sebagai pendorong dan

Page 15: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 305

pendukung kunci keberhasilan perubahan.Saran terhadap fenomena dilema akru-

alisasi yang dihadapi bendahara pengeluar-an, dengan memperhatikan yang dirasakan sebagai faktor penting dan utama terhadap perubahan basis kas menjadi basis akrual kepada peneliti selanjutnya yaitu penelitian terkait dengan akrualisasi akuntansi apa kah yang dibutuhkan dan kendala lain dalam mengelola keuangan pemerintah kota atau kabupaten di Indonesia. Kemudian dapat juga dilakukan penelitian untuk melihat signifikansi perubahan basis akrual serta komitmen dengan hasil laporan keuangan pemerintah kota atau kabupaten di Indone-sia. Penelitian berikutnya diharapkan juga dapat mengevaluasi dilema akrualisasi yang terjadi dan dihadapi oleh pengelola keuang-an pada beberapa pemerintah daerah lain-nya. Kepada Pemerintah Kota di Indonesia pada umumnya agar memperhatikan syarat pengangkatan bendahara pengeluaran dalam Permenkeu RI No 162/PMK.05/2013. Kepada pemerintah karena beban dan tang-gung jawab yang semakin besar, sebaiknya persyaratan pengangkatan bendahara dalam Permenkeu RI No 162/PMK.05/2013 ditin-jau ulang, menjadi minimal sarjana ekonomi atau akuntansi. Bendahara merasakan ba-nyak istilah dan pengertian akuntansi, tetapi tidak secara instan dapat dimengerti melalui sosialisasi atau bimbingan teknis.

DAFTAR RUJUKANAdhikari, P., Kuruppu, C., & Matilal, S. (2013).

Dissemination and Institutionalization of Public Sector Accounting Reforms in Less Developed Countries: A Com-parative Study of the Nepalese and Sri Lankan Central Governments. Account-ing Forum, 37(3), 213-230. https://doi.org/10.1016/j.accfor.2013.01.001

Akbar, R., Pilcher, R., & Perrin, B. (2012). Performance Measurement in In-donesia: The Case of Local Govern-ment. Pacific Accounting Re-view, 24(3), 262-291. https://doi.org/10.1108/01140581211283878

Amirya, M., Djamhuri, A., & Ludigdo, U. (2012). Pengembangan Sistem Ang-garan dan Akuntansi Badan Layanan Umum Universitas Brawijaya: Perspek-tif Institusionalis. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 3(3), 343-356.

Bhuiyan, S. H., & Amagoh, F. (2011). Pub-lic Sector Reform in Kazakhstan: Issues and Perspectives. Interna-

tional Journal of Public Sector Mana-gement, 24(3), 227-249. https://doi.org/10.1108/09513551111121356

Biondi, Y. (2016). (2016). Accounting Re-presentations of Public Debt and Defi-cits in European Central Government Accounts: An Exploration of Anoma-lies and Contradictions. Accounting Forum, 40(3), 205-219. https://doi.org/10.1016/j.accfor.2016.05.003

Caruana, J. (2016). Shades of Gvernmen-tal Financial Reporting with a Na-tional Accounting Twist. Accounting Forum, 40(3), 153-165. https://doi.org/10.1016/j.accfor.2016.06.002

Chan, K. H., Lin, K. Z., & Wang, R. R. (2012). Government Ownership, Accounting-Based Regulations, and the Pursuit of Favorable Audit Opinions: Evidence from China. AUDITING: A Journal of Practice & Theory, 31(4), 47-64. https://doi.org/10.2308/ajpt-50227

Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches. Book (2nd ed.). Califor-nia: Sage Publication.

Dwiputrianti, S. (2014). Scope of Auditing on the Quality of Content in the Indo-nesian External Public Sector Audit-ing Reports. International Review of Public Administration, 16(3), 133-149. https://doi.org/10.1080/12294659.2011.10805211

Findlay, C., & Pangestu, M. (2016). The Ser-vices Sector as a Driver of Change: In-donesia’s Experience in the ASEAN Context. Bulletin of Indonesian Econom-ic Studies, 52(1), 27-53. https://doi.org/10.1080/00074918.2016.1161499

Groeneveld, S. (2011). Diversity and Employee Turnover in the Dutch Public Sector: Does Diversity Management Make a Difference? Inter-national Journal of Public Sector Man-agement, 24(6), 594-612. https://doi.org/10.1108/09513551111163675

Hall, T. W., Hunton, J. E., & Pierce, B. J. (2015). Retraction: Sampling Practices of Auditors in Public Accounting, In-dustry, and Government. Accounting Horizons, 29(3), 747-747. https://doi.org/10.2308/acch-10444

Handajani, L. (2010). Menggagas “Akuntansi Publik Terintegrasi” pada Organisasi Sektor Publik. Jurnal Akuntansi Mul-tiparadigma, 1(1), 121-140.

Hanis, M. H., Trigunarsyah, B., & Susilawa-

Page 16: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

306 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 291-307

ti, C. (2011). The Application of Public Asset Management in Indonesian Local Government: A Case Study in South Sulawesi Province. Journal of Corporate Real Estate, 13(1), 36-47. https://doi.org/10.1108/14630011111120332

Harun, Van-Peursem, K., & Eggleton, I. R. C. (2015). Indonesian Public Sector Ac-counting Reforms: Dialogic Aspirations a Step Too Far? Accounting, Auditing & Accountability Journal, 28(5), 706-738. https://doi.org/10.1108/AAAJ-12-2012-1182

Helden, J. V., & Uddin, S. (2016). Public Sec-tor Management Accounting in Emerg-ing Economies: A Literature Review. Critical Perspectives on Accounting, 41, 34-62. https://doi.org/10.1016/j.cpa.2016.01.001

Henke, T. S., & Maher, J. J. (2016). Govern-ment Reporting Timeliness and Munici-pal Credit Market Implications. Journal of Governmental & Nonprofit Accounting, 5(1), 1-24. https://doi.org/10.2308/ogna-51601

Kamayanti, A. (2011). Akuntansiasi atau Akuntansiana? Memaknai Reformasi Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2(3), 531-540.

Killian, L. (2011). The Continuing Problem of Special Districts in American Govern-ment. Accounting and the Public Interest, 11(1), 52-67. https://doi.org/10.2308/apin-10076

Lukito, A. S. (2015). Fostering and Enhanc-ing the Role of Private Sector: A Preven-tion Way Towards Corruption Eradica-tion in Indonesia. Journal of Financial Crime, 22(4), 476-491. https://doi.org/10.1108/JFC-06-2014-0029

Mahmudi. (2011). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press.

Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

McLeod, R., & Harun. (2014). Public Sec-tor Accounting Reform at Local Gov-ernment Level in Indonesia. Financial Accountability & Management, 30(2), 238-258. https://doi.org/10.1111/faam.12035

Newberry, S. (2015). Public Sector Reforms and Sovereign Debt Management: Capi-tal Market Development as Strategy? Critical Perspectives on Accounting, 27, 101-117. https://doi.org/10.1016/j.cpa.2013.10.006

Palan, R. (2007). Competency Management. Jakarta Pusat: PPM.

Prabowo, H. Y., & Cooper, K. (2016). Re-understanding Corruption in the In-donesian Public Sector through Three Behavioral Lenses. Journal of Financial Crime, 23(4), 1028-1062. https://doi.org/10.1108/JFC-08-2015-0039

Prasad, A., Green, P., & Heales, J. (2013). On Governing Collaborative Informa-tion Technology (IT): A Relational Per-spective. Journal of Information Sys-tems, 27(1), 237-259. https://doi.org/10.2308/isys-50326

Pratama, A. (2012). Difficuties of Accrual Ac-counting Implementation in Indonesia Government: Comparative Study. Jur-nal Akuntansi Multiparadigma, 3(2), 285-294.

Pridgen, A. K., & Wilder, W. M. (2013). Rele-vance of GASB No. 34 to Financial Re-porting by Municipal Governments. Accounting Horizons, 27(2), 175-204. https://doi.org/10.2308/acch-50377

Rahmanti, V., & Prastiwi, A. (2011). Anali-sis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Disclaimer. Jurnal Akuntansi Multipa-radigma, 2(2), 201–216.

Republik Indonesia. Pedoman Pengelo-laan Keuangan Daerah. Permendagri No.13/2006. (2006). Indonesia.

Republik Indonesia. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akru-al. Peraturan Menteri Dalam Negeri No-mor 64 Tahun 2013. (2013). Indonesia.

Rich, K. T., & Zhang, J. X. (2014). Does Au-dit Committee Monitoring Matter in the Government Sector? Evidence from Municipal Internal Control Quality. Journal of Governmental & Nonprofit Accounting, 3(1), 58-80. https://doi.org/10.2308/ogna-50832

Sabry, M. I. (2015). Good Governance, Insti-tutions and Performance of Public Pri-vate Partnerships. International Jour-nal of Public Sector Management, 28(7), 566-582. https://doi.org/10.1108/IJPSM-01-2015-0005

Saputra, F. (2015). Kedudukan Bendahara Pasca Berlakunya Undang-Undang No-mor 1 Tahun 2004 Tentang Perbenda-haraan Negara. Yuridika, 30(1), 267–280.

Snow, N. M., & Reck, J. L. (2016). Develop-ing a Government Reporting Taxonomy. Journal of Information Systems, 30(2),

Page 17: DILEMA AKRUALISASI AKUNTANSI DALAM PENGELOLAAN …

Andhayani, Dilema Akrualisasi Akuntansi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah 307

49-81. https://doi.org/10.2308/isys-51373

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian. Kuan-titatif, Kualitatif dan R&D (25th ed.). Bandung: Alfabeta.

Sukmadilaga, C., Pratama, A., & Mulyani, S. (2015). Good Governance Imple-mentation in Public Sector: Explorato-ry Analysis of Government Financial Statements Disclosures Across ASEAN Countries. Procedia Social and Beha-vioral Sciences, 211, 513-518. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.11.068

Tresnawati, E. F., & Setiawan, A. R. (2013). Ada Apa dengan SAP (AADS) Akrual? Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 4(2), 198-215.

Tuan, L. T. (2016). How Servant Leadership Nurtures Knowledge Sharing: The Medi-ating Role of Public Service Motivation. International Journal of Public Sector Management, 29(1), 91-108. https://doi.org/10.1108/IJPSM-06-2015-0112

Yapa, P. W. S. (2014). In Whose Interest? An Examination of Public Sector Go-vernance in Brunei Darussalam. Criti-cal Perspectives on Accounting, 25(8), 803-818. https://doi.org/10.1016/j.cpa.2014.03.003

Yuliani, S., Nadirsyah, & Bakar, U. (2010). Pengaruh Pemahaman Akuntansi, Pe-manfaatan Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah, dan Peran Inter-nal Audit terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Kota Banda Aceh). Jurnal Telaah & Riset Akuntansi, 3(2), 206–220.