diktat-dasar2 pembenihan ikan

35
1 DASAR-DASAR PEMBENIHAN IKAN Oleh : Amyda Suryati Panjaitan, M.Si. PENDAHULUAN Perkembangan kebutuhan ikan untuk konsumsi penduduk dunia yang makin bertambah, menyebabkan kekhawatiran bahwa produksi penangkapan ikan dari laut maupun dari perairan umum lama kelamaan tidak lagi mencukupi. Pendapat tersebut sudah sejak dekade 1960-an dibicarakan oleh para ahli pangan dunia (FAO), dan disepakati bahwa mulai sekarang haruslah budidaya ikan diupayakan lebih intensif untuk mengantisipasi menurunnya produksi dari usaha penangkapan ikan dari laut maupun dari perairan umum air tawar. Selain itu, beberapa ikan tertentu dari perairan umum ada yang telah menunjukkan gejala terancam punah disebabkan karena terjadi gangguan penurunan mutu lingkungan tempat hidupnya atau karena akibat penangkapan ikan yang terlalu banyak (over fishing) sehingga tidak berkesempatan untuk berbiak secara alamiah/lestari. Jenis tertentu yang terancam punah itu harus diupayakan pembudidayaannya, terutama mengusahakan pembiakannya atau pembenihan secara buatan dan terkendali agar jenis itu dapat tertolong dari kepunahan bahkan kalau dapat 1

Upload: kresna

Post on 22-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pemnbenihan ikan

TRANSCRIPT

1

DASAR-DASAR PEMBENIHAN IKAN

Oleh : Amyda Suryati Panjaitan, M.Si.

PENDAHULUAN

Perkembangan kebutuhan ikan untuk konsumsi penduduk

dunia yang makin bertambah, menyebabkan kekhawatiran bahwa

produksi penangkapan ikan dari laut maupun dari perairan umum

lama kelamaan tidak lagi mencukupi. Pendapat tersebut sudah

sejak dekade 1960-an dibicarakan oleh para ahli pangan dunia

(FAO), dan disepakati bahwa mulai sekarang haruslah budidaya

ikan diupayakan lebih intensif untuk mengantisipasi menurunnya

produksi dari usaha penangkapan ikan dari laut maupun dari

perairan umum air tawar.

Selain itu, beberapa ikan tertentu dari perairan umum ada

yang telah menunjukkan gejala terancam punah disebabkan karena

terjadi gangguan penurunan mutu lingkungan tempat hidupnya

atau karena akibat penangkapan ikan yang terlalu banyak (over

fishing) sehingga tidak berkesempatan untuk berbiak secara

alamiah/lestari. Jenis tertentu yang terancam punah itu harus

diupayakan pembudidayaannya, terutama mengusahakan

pembiakannya atau pembenihan secara buatan dan terkendali agar

jenis itu dapat tertolong dari kepunahan bahkan kalau dapat

dilestarikan. Oleh sebab itu kegiatan pembenihan sangat perlu

dikembangkan dalam rangka meningkatkan produksi perikanan,

karena penyediaan benih yang cukup dan berkesinambungan

menjadi salah satu factor penentu bagi usaha budidaya.

Kegiatan-kegiatan Pembenihan meliputi :

1

2

1. Pemeliharaan dan penanganan calon induk ikan sampai dapat

mengandung telur yang matang didalam gonodanya dan siap

untuk dipijahkan.

2. Mengadakan pemijahan ikan didalam kolam pemeliharaan

secara terkendali, baik dengan rangsangan/suntikan hormon

maupun hanya dengan cara menipulasi lingkungan

sedemikian rupa sehingga ikan-ikan mau/dapat memijah

didalam kolam/bak pemeliharaan secara terkontrol.

Sementara orang menganggap bahwa “pemijahan ikan

secara buatan” itu selalu dengan injeksi hormon. Sebenarnya,

pemijahan didalam kolam/bak yang diatur oleh manusia

dengan cara meyiapkan/mengadakan tempat bertelur

(sarang/kakaban), supaya ikan menjadi terangsang untuk

memijah ; kegiatan seperti itu juga termasuk pembiakan

buatan, karena terjadi diluar lingkungan alamiahnya.

3. Mengadakan fertilisasi buatan dengan cara stripping yaitu

mengurut perut ikan betina dan jantan, menampung telur dan

sperma di dalam suatu wadah, supaya terjadi pembuahan

telur dalam wadah tersebut.

4. Mengumpulkan telur yang telah dibuahi tersebut di dalam

tempat penetasan yang khusus dan terkontrol, agar supaya

telur dapat menetas dengan derajat penetasan setinggi

mungkin, karena di tempat terkontrol itu sifat-sifat kimia dan

fisika airnya serba terkendali sesuai dengan kebutuhan telur

untuk menetas (kadar oksigen tinggi, air jernih, bebas

pencemaran, sinar tidak terlalu kuat, suhu stabil antara 25 –

29 C dan bebas dari hama/penyakit yang mengganggu).

5. Memelihara larva yang baru menetas dan keadaannya masih

lemah dan belum sempurna itu, agar selalu memperoleh

2

3

oksigen cukup, airnya bersih/jernih, suhu stabil terlindung dari

sinar matahari yang kuat, bebas polusi dan hama penyakit.

6. Menyediakan pakan yang memenuhi syarat (kualitas dan

kuantitasnya) sehingga burayak (post larva) ikan dapat

menangkap dan menelan pakan yang tersedia. Di dalam

praktek sering terjadi larva banyak mati ketika kantong

kuning telurnya habis terserap, larva itu mulai makan, tetapi

pakan tidak memenuhi syarat (urutan pakan harus cukup

kecil agar dapat ditangkap oleh larva ikan yang masih lemah

geraknya), sehingga larva ikan banyak mati kelaparan. Inilah

masa krisis bagi benih ikan. Disaat ini peternak ikan harus

memelihara benih ikan secara lebih cermat.

7. Memelihara benih kebul (yang ukurannya masih kecil) di

dalam bak kolam pendederan yang kualitas airnya terkendali,

cukup pakan yang memenuhi syarat dalam kualitas dan

kuantitas untuk pertumbuhan anak ikan, bebas dari serangan

hama penyakit, sehingga dapat dihasilkan benih ikan dalam

ukuran gelondongan (fingerling) yang cocok untuk ditebarkan

di kolam atau yang sesuai dengan

permintaan/kebutuhan/pesanan petani yang akan

membesarkan benih itu lebih lanjut.

PENGETAHUAN BIOLOGI IKAN

Apabila orang hendak mengadakan pembudidayaan ikan,

yaitu menyelenggarakan usaha pembesaran ikan secara umum,

lebih-lebih lagi bila hendak penyelenggaraan usaha pembibitan

atau pembenihan ikan, maka sebagai pengetahuan dasar

hendaklah mempelajari tentang Biologi Ikan yaitu mempelajari

segala sesuatu tentang aspek kehidupan jenis ikan yang hendak

3

4

dibudidayakan itu. Cara mempelajarinya yaitu dengan menelusuri

berbagai literatur yang ada atau jika ikan yang hendak dipelihara

itu adalah ikan yang samasekali bisa ditemukan dari perairan

umum/alam harus diadakan studi dan survey pada habitat aslinya

untuk mempelajari segala hal tentang biologi jenis ikan tersebut.

Secara rinci dapatlah disebutkan aspek biologi ikan yang perlu

dipelajari ialah :

1. Pengenalan jenis ikan, menurut sistematika zoologi.

Tanda-tanda pengenalan jenis harus dicocokkan dengan anatomi

dan morfologi dari sesuatu jenis ikan yang hendak

dibudidayakan itu, agar nama jenis (spesies) nya tidak salah.

Disusul dengan pembedaan ikan jantan dan betinanya.

Kesalahan dalam membedakan jenis kelamin dalam suatu

spesies, akan menyebabkan kegagalan dalam perkawinannya

kelak.

2. Daur (siklus) hidup.

Seorang peternak ikan harus berusaha untuk mengetahui

bagaimana daur hidup spesies ikan yang diternakannya.

Bagaimana daur hidup jenis ikan itu terjadi di alam aslinya.

Kemudian bagaimana cara pembiakan didalam lingkungan

pemeliharaan.

4

5

2.1. Tahapan (stadia) kehidupan ikan.

Suatu spesies ikan pada umumnya mempunyai beberapa

tahapan dalam kehidupannya, yaitu :

Tahapan telur yang telah dibuahi dengan embryo

(janin) di dalam telur tersebut. Di daerah beriklim tropika

seperti di Indonesia dimana suhu rata2 berkisar antara 25

– 30 º C, telur ikan menetas dalam waktu 24 – 48 jam

(semakin tinggi suhu semakin cepat menetas).

Larva (burayak) ialah anak ikan yang baru menetas dari

telur. Masih menyerap kuning telurnya, belum dapat

mengambil pakan dari luar. Bentuk dan organ tubuhnya

belum sempuna. Bahkan bentuknya dapat amat berbeda

dari bentuk induknya. Insang, alat pencernaan dan

gelembung renangnya belum berfungsi. Karena itu belum

dapat berenang. Kondisinya amat lemah dan perlu

dilindungi. Waktu lamanya sampai habis kuning telurnya

terserap dan saat metamorfosa menjadi bentuk pasca

larva, tergantung dari suhu air dan speciesnya. Pada

suhu air yang rendah, masa larva lebih lama. Untuk iklim

tropika pada umumnya dengan suhu air 25 – 30 o C masa

larva berlangsung selama 24 - 40 jam. Hal itu harus

dipelajari karena untuk berbagai species ikan sifat-

sifatnya berbeda. Jadi memerlukan penanganan yang

berbeda pula.

Pasca larva, istilah local ialah burayak yakni anak ikan

yang telah melampaui masa larva, dimana organ-organ

tubuh anak ikan tersebut telah sempurna. Pada tahap ini

anak ikan telah dapat makan, bernafas dengan insang

dan dapat berenang dengan baik. Namun ukurannya

5

6

masih kecil dan biasanya masih peka terhadap kondisi

lingkungan hidupnya. Karena itu harus dilindungi dan

dikelola dengan baik agar derajat kehidupannya tinggi.

Pada awal-awal peralihan dari stadia larva, pasca larva

(burayak) ini umumnya mendapat kesulitan dalam

mencari dan menelan pakannya. Mengingat gerak

renangnya masih lemah, dan bukaan mulutnya masih

amat kecil. Pada hari ke 1 – 4 haruslah disediakan pakan

yang butirnya kecil sesuai dengan bukaan mulutnya.

Pakan harus mengandung gizi yang sempurna karena

amat diperlukan untuk pertumbuhan awal. Untuk itu

pakan yang baik adalah pakan alami yaitu binatang

Protozoa dan Rotifera dengan ukuran 2 – 5 mikron.

Binatang Protozoa dan Rotifera yakni zooplankton yang

sangat kecil tersebut harus dikultur secara khusus untuk

keperluan pakan burayak. Apabila pakan buatan perlu

diberikan, biasanya diberi pakan buatan berupa kuning

telur ayam yang sudah direbus dan dibuat suspensi.

Tetapi suspensi kuning telur ini cepat menyebabkan

airnya menjadi busuk, karena itu air pemeliharaan harus

segera diganti setiap kali habis diberi pakan. Pakan

buatan yang lebih baik untuk burayak adalah berupa

mikropelet dengan ukuran kecil yang sekarang banyk

dijual dan dibuat oleh pabrik luar negeri, karena belum

dapat dibuat di dalam negeri. Mikropellet memang dibuat

khusus untuk post larva ikan dan udang, dengan

komposisi yang ideal. Namun dalam penggunaannya,

karena mikropellet ini sangat mahal, harus

dieperhitungkan dari segi ekonominya. Kalau harga

6

7

ikannya sendiri murah, maka pakan yang mahal tidak

dianjurkan untuk digunakan. Tahap awal dari post larva

ini sering kali derajat kematiannya tinggi, Hal ini terjadi

karena kelaparan yang disebabkan oleh pakan yang

cocok ukurannya tidak tersedia. Walaupun banyak pakan

alami tersedia dalam kolam , jika ukurannya terlalu

besar, burayak ikan tidak dapat menangkap dan

menelannya, akhirnya menyebabkan kematian.

Begitupula jika zooplankton gerakannya terlalu cepat,

sedang anak ikan masih lemah, maka tidak dapat

menangkap zooplankton tersebut. Jadi harus disediakan

zooplankton yang kecil dan gerakannya lambat yakni

protozoa dan rotifera tersebut diatas

Tahap Yuwana (Juvenile)

Post larva akan tumbuh relatif cepat menjadi benih ikan

ukuran 3 – 5 cm, 6 – 8 cm, 10 – 15 cm yang disebut

secara umum (dalam teknik budidaya perikanan) sebagai

benih ukuran gelondongan yang dibedakan pula menjadi

gelondongan kecil – sedang – besar. Anak ikan ukuran

gelondongan besar menurut ilmu biologi disebut tahap

Yuwana, yaitu ikan muda yang baru mulai atau belum

berkembang organ seksualnya.

Tahap dewasa, yaitu ikan yang organ seksualnya telah

tumbuh dengan sempurna. Pada species tertentu organ

seks sekunder (organ seks yang tampak dari luar)

tampak jelas, tetapi adapula species ikan yang tidak

menampakkan organ seks sekunder dengan jelas,

sehingga tidak mudah membedakan jenis jantan dan

betinanya. Misalnya ikan discus, bandeng, dan lain-lain.

7

8

Umur ikan yang telah mencapai dewasa dan ukuran

besarnya ketika dewasa berbeda pada berbagai species.

Ada ikan yang tidak dapat besar namun telah dewasa

dan bertelur ketika ukurannya masih kecil dan berumur

beberapa bulan saja. Misalnya ikan mujair, ikan seribu

dan banyak jenis ikan hias yang kecil-kecil.

Selain itu berbagai aspek perilaku kehidupan ikan (biologi)

juga harus dipelajari/diketahui, ialah

a. Lingkungan Hidup (habitat) yang cocok untuk setiap stadia

hidup ikan. Lingkungan yang bagaimana cocok untuk

kehidupan ikan dewasa, bagaimana lingkungan (habitat)

untuk bertelur, dilanjutkan dengan perkembangbiakan larva,

pembesaran benihnya sampai menjadi dewasa.

b. Perilaku makan dan jenis makanan bagi stadia hidup

ikan.

2. Musuh (hama) dan penyakitnya, agar supaya hal-hal yang

membahayakan kehidupan ikan yang diternakkan itu dapat

ditanggulangi.

3. Perkembangan kedewasaan kelamin ikan.

Perkembangan kedewasaan kelamin ikan terjadi dalam 5

peringkat, seperti biasa dianut oleh para ilmuwan, yaitu :

Yuwana (juvenile, benih kecil) dimana gonada belum

berkembang menjadi kelamin betina dan/atau jantan.

I. Dara (immature), gonada telah jelas berbentuk kelamin

jantan disebut “testes” dan betina disebut “ovarium”.

8

9

II. Dara berkembang atau Pra-dewasa (developing), dimana

testes atau ovarium sedang berkembang menuju kepada

pembentukan produk seksual yaitu sperma dan/atau telur.

III. Dewasa atau mulai matang (maturing), dimana di dalam

testes atau ovariumnya telah terbentuk sel-sel sperma atau

sel telur pada tingkat sempurna (dormant, fase istirahat atau

disebut juga tahap/fase matang gonad.

IV. Matang (mature), dimana sperma dan/atau sel telur didalam

testes atau ovariumnya telah dalam keadaan bersiap untuk

memijah (ovulasi).

V. Salin (spent), yaitu keadaan ovarium atau testes yang kosong

karena telah selesai memijah.

4. Perkembangan sel telur dan sperma ikan.

Perkembangan telur di dalam ovarium berlangsung melalui

beberapa stadia sebagaimana diuraikan oleh Woynarovich dan

Hovarth (1988) sebagai berikut :

Stadia 1 : Bakal sel telur yang masih kecil disebut ovogonium

(archovogonium). Ukuran sel sama kecil dengan sel-sel

tubuh lainnya (8 – 12 u). Sel ini memperbanyak diri dengan

pembelahan mitosis.

Stadia 2 : Sel telur tersebut tumbuh menjadi ukuran 12-20 u dan

folikel mulai terbentuk disekeliling sel telur. Folikel

tersebut fungsinya memberi makanan dan melindungi

telur yang sedang berkembang itu, sehingga diniding sel

telur tampak rangkap.

Stadia 3 : Pada stadia ini sel telur tumbuh menjadi lebih besar

lagi sampai sebesar 40-200 u dan tertutup di dalam

follikel.

9

10

Stadia 1, 2 dan 3 ini merupakan tahapan sebelum pengumpulan

makanan (nutrient) di dalam telur itu (tahap pre-vitellogenesis).

Stadia 4 : Pada stadia ini dimulai pembentukan dan

pengumpulan kuning telur (yolk) yang disebut proses

“vitellogenesis”. Sel telur trus tumbuh menjadi berukuran

200 – 350 u. Di dalam sitoplasmanya terkumpul butir-butir

lemak (lipoid).

Stadia 5 : Menandai fase ke 2 dar vitellogenesis. Sitoplasma

sekarang penuh dengan butir-butir lipoid dan mulailah

pembentukan kuning telur. Ukuran sel telur menjadi 350-

500μ.

Stadia 6 : Ini merupakan fase ketiga dari proses

vitellogenesis, dimana lempeng-lempeng kuning telur

mendesak butir-butir lipoid ke tepi sel, sehigga terbentuk

dua buah cincin. Nukleoli yang berperan dalam

pembentukan protein da pengumpulan makanan terlihat

menempel pada dinding/membren nukleus. Ukuran telur

sekarang 600 – 900μ

Stadia 7 : Proses vitellogenesis selesai, telur menjadi berukuran

900-1000 u. Ketika pengumpulan kuning telur berakhir,

nucleoli tertarik ke dalam pusat nucleus. Mikropil (yaitu

lubang kecil pada dinding sel telur, sebagai jalan masuk

bagi sperma) terbentuk pada stadia ini.

Stadia 4,5,6 dan 7 disebut stadia vitellogenesis, terbentuk

kuning telur yang berkumpul di dalam sel telur itu. Telur ini

sekarang secara material telah lengkap. Untuk sampai pada stadia

10

11

ini, ikan betina memerlukan makanan yang banyak mengandung

protein serta suhu lingkingan pada kisaran yang cocok.

Setelah selesainya stadia 7 itu, telur tetap pada keadaan ini

untuk waktu beberapa bulan tanpa perubahan, dan disebut fase

“dormant” atau “istirahat” atau dikenal sebagai telur matang

gonad.

Fase dormant ini akan berakhir dan terjadilah ovulasi jika

terjadi keadaan luar yang cocok, atau sebaliknya telur fase dormant

tersebut akan mengalami kerusakan dan di serap bila kondisi yang

cocok tidak kunjung datang dalam waktu yang cukup lama.

Ovulasi ialah keadaan dimana telur-telur di dalam ovarium

telah lepas dari dinding dan jatuh ke dalam rongga ovarium itu. Jika

keadaan ini telah terjadi, maka bila perut ikan diurut ke arah lubang

kelamin, telur-telur tersebut akan keluar dengan lancar. Proses

ovulasi ini dikendalikan atau dipengaruhi oleh hormon gonadotrofin

di dalam tubuh ikan. Sedangkan proses pembentukan hormon

tersebut dipengaruhi oleh kondisi alam/lingkungan.

Bila belum nengalami ovulasi, walaupun sudah lama

mengandung telur pada fase dormant, telur-telur itu tidak dapat

keluar untuk dipijahkan. Untuk berovulasi ini diperlukan situasi

lingkungan tertentu atau dapat dibantu dengan suntikan hormon.

Sifat dan Perilaku Alamiah Pemijahan Ikan

Manakala proses pembentuka telur dan sperma pada ikan

menuruti pola yang sama bagi semua jenis ikan seperti diuraikan

diatas, maka sifat – sifat dan/atau perilaku ikan ketika memijah

(melepaskan telur), melakukan perkawinan, dan bagaimana

perilaku induk ikan dalam melaksanakan perkembangbiakan

11

12

menghantarkan keturunannya untuk melanjutkan keberadaan atau

kelangsungan jenisnya, dan perilaku setiap jenis ikan dalam

prosesperkembangbiakannya yang harus dipelajari/dikenali benar –

benar oleh seseorang yang hendak menyelenggarakan

pembenihan/pembiakan ikan ialah :

1. Pada umur berapa dan ukuran berapa besar jenis ikan itu

menjadi dewasa. Ada ikan yang sudah dewasa pada ukuran

berat beberapa gram saja (misalnya berbagai jenis ikan hias

yang kecil-kecil seperti ikan seribu (bungkreung), ikan Moly,

Platies, Cupang, Barbus Sumatranus, barbus tetra, ikan Neon,

dsb.) dan pada umur beberapa bulan saja.

2. Musim pemijahannya kapan dan frekuensi pemijahan berapa kali

per – tahun. Didaerah tropika seperti di Indonesia ini kebanyakan

ikan memijah 2 kali setahun ialah pada peralihan dari musim

kemarau ke musim penghujan dan dari musim hujan ke musim

kemarau. Misalnya ikan bandeng, ikan belanak, ikan tawes, dan

berbagai jenis ikan dan udang laut dan ikan perairan umum air

tawar. Tetapi ada pula jenis – jenis ikan yang dapat

bertelur/memijah beberapa kali dalam setahun bahkan setiap

bulan, misalnya ikan mujair, ikan seribu, dll. Yaitu ikan yang

bertumbuh kecil.

3. Sifat lingkungan dimana ikan tsb. biasa memijah secara alamiah

(sifat dari breeding ground). Ada ikan yang memijah di air

mengalir dan jernih (contoh: ikan nilem), ada yang memijah diair

tergenang dengan membuat sarang, misalnya ikan gurame, ikan

lele, dsb. Ada jenis ikan yang memijah ditempat yang baru

digenangi air atau didaerah banjir, seperti ikan mas, ikan tawes.

4. Dimana ikan meletakkan telurnya? membuat sarang atau tidak?

12

13

Ada ikan yang meletakkan telurnya di dalam sarangnya yang

dibuatnya berupa cekungan didasar perairan. Misalnya ikan

mujair, ikan nila, dari marga Tilapia (Oreochromis sp). Setelah

terjadi pembuahan atau fertilisasi, induknya mengulum dan

mengerami telurnya didalam rongga mulut sampai menetas dan

barulah induk meninggalkan anaknya setelah burayak cukup

kuat berenang. Pola pengasuh anak didalam mulut disebut

“mouth breeder”.

Ikan pembuat sarang (nest breeder).

Contoh ikan yeng membuat sarangnya ialah ikan lele (Clarias

batracus), ikan gabus (Ophiocephalus striatus), ikan jambal

(Pangasius sp).

Ada ikan yang melekatkan telur-telurnya pada sesuatu benda atau

daun tumbuhan dalam air, lalu induknya menunggui sambil

mengipasi telur dengan siripnya agar telur memperoleh air segar

yang banyak mengandung oksigen. Induk akan meninggalkan

anaknya setelah anaknya cukup kuat berenang. Contohnya adalah

ikan manvis (Pterophylum spp), ikan discus (Symphysodon discus),

ikan oskar (Astronutus ocellatus), dan lain-lain.

5. Berapa banyak telur yang dapat dihasilkan dan seberapa ukuran

telurnya.

Jumlah atau banyaknya telur yang dihasilkan setiap kg berat

badan ikan disebut fekunditas.

Ukuran telur ikan digolongkan menjadi 3 yaitu :

1. Telur ukuran kecil dengan garis tengah 0,3 – 0,5 mm,

fekunditasnya biasanya banyak (100.000 – 300.000 butir) dan

13

14

tingkat kepedulian induknya kecil (negative parental care).

Contohnya : ikan banding (Chanos chanos), ikan tawes (Punctius

gonionotus), ikan tuna (Thunnus sp).

2. Telur ukuran sedang dengan garis tengah 0,8 – 1,1 mm,

fekunditasnya sedang (100.000 – 300.000 butir) dan tingkat

kepedulian induknya sedang. Contohnya : ikan manvis

(Pterophylum spp), ikan discus (Symphysodon discus).

3. Fekunditasnya kecil (5.000 – 50.000 butir) dan tingkat

kepedulian induk besar (Positive parental care). Contohnya : ikan

gurame (Osphronemus gouramy), ikan lele (Clarias spp), ikan

nila (Tilapia niloticus), ikan mujair (Tilapia mossambica).

Dengan mengetahui berbagai sifat dan perilaku alamiah

setiap jenis ikan yang hendak dikembangbiakkan, dapatlah

dipersiapkan sebaik mungkin persyaratan lingkungan tempat

ikan memijah dan peralatannya secara lengkap disesuaikan

dengan kebutuhan jenis ikan tertentu. Sebagai contoh, bila hendak

memijahkan ikan mas, haruslah disediakan kolam yang telah

dikeringkan beberapa waktu dan segera diairi. Ini meniru

lingkungan daratan yang terendam karena banjir tempat ikan mas

memijah secara alamiah. Dan harus pula disediakan “kakaban”

tempat telur-telur melekat

Bila hendak memijahkan ikan gurame, haruslah menyediakan

kolam yang dalamnya 75 – 100 cm dan menyediakan induk atau

rumput-rumput kering serta tegakan bambu atau kayu dimana ikan

gurame itu dapat membuat sarangnya.

Tanpa adanya bahan pembuat sarang, ikan gurame tidak

akan memijah, walaupun ikan gurame tersebut telah mengandung

telur yang matang dan telah ada pejantannya pula.

14

15

Mekanisme perkembangbiakan ikan

Bila tiba saatnya seekor ikan dewasa hendak berkembang

biak maka melalui alat perasa (panca indera) ikan betina

mengumpulkan informasi tentang sifat-sifat lingkungan seperti

sinar matahari, suhu air, keadaan hujan dan aliran air, kehadiran

ikan pejantan, tersedianya sarang/pelekat telur sesuai dengan sifat

species ikan yang hendak memijah itu.

Induk yang mengalami ovulasi itu ditangkap lalu distrip dan

telur ditampung di dalam wadah/waskom dan dalam waktu yang

bersamaan ikan jantan juga diurut untuk mengeluarkan sperma

yang dicampurkan di dalam waskom tadi agar pembuahan terjadi.

Ikan jantan juga menjadi siap untuk memijah atas perintah

dari gonadotrofin pula. Pada umumnya ikan jantan dengan mudah

dapat mencapai kondisi siap memijah dan tidak selalu memerlukan

penyuntikan hormon. Tetapi ada jenis ikan tertentu yang

didatangkan dari daerah lain, tak jarang sperma yang terbentuk

kurang kuat geraknya. Hal ini perlu dites dengan cara

mengeluarkan atau menyedot sedikit sperma dengan

menggunakan selang kecil (kateter). Mengeluarkan sperma yang

biasanya mudah yaitu dengan mengurut perut ikan dari depan ke

arah belakang, maka dari lubang duburnya akan keluar cairan mani

yang berwarna putih. Setetes sperma itu diperiksa dibawah

mikroskop untuk mengamati kecepatan gerak sperma. Bilamana

gerak sperma kurang gesit, maka perlu disuntik dengan hormon

gonadotrofin.

1.1 Teknik Hipofisasi

Hipofisasi artinya menyuntikkan hormon yang diekstrak dari

hipofisa ikan donor yang mengandung hormon gonadotrofin yang

diproduksi atau terkandung di dalam kelenjar hipofisa tersebut.

15

16

Tujuannya ialah untuk merangsang ikan yang menerima suntikan

(recipient) agar telur-telur dormant yang dikandungnya

melanjutkan perkembangan sampai ovulasi disusul pemijahan,

tanpa menunggu datangnya faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhinya

Rangsangan untuk mencapai ovulasi dan pemijahan dengan

cara hipofisasi adalah suatu jalan pintas dari pada proses alamiah

yang biasanya berlangsung lama dan menunggu musim tertentu. Di

alam, ovulasi dan pemijahan ikan diatur oleh hormon gonadotrofin

yang diproduksi oleh ikan itu sendiri yang dihasilkan dan disimpan

di dalam kelenjar hipofisa. Kelenjar hipofisa itu ialah kelenjar

endokrin yang berbentuk bulat kecil sebesar kacang hijau, terletak

di bawah otak

Selain hormon gonadotrofin yang diambil dari kelenjar

hipofisa, dapat juga dipergunakan hormon lain, misalnya :

1. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) ialah hormon yang

terdapat di dalam air seni wanita yang sedang hamil, dengan

teknik tertentu dapat dipisahkan dan dibuat sediaan berupa

cairan yang dijual dalam ampuls. Penyuntikan HCG dilakukan

intramuscular dengan dosis 6.000 IU/kg berat badan untuk ikan

belanak, hasilnya cukup baik. Dalam hal ini dilakukan 2x

suntikan dengan jarak waktu 24 – 48 jam tergantung pada

derajat perkembangan telurnya ketika pertama kali disuntik.

2. SG (Salmon Gonadotrophin) ialah hormon yang diambil dari

hipofisa ikan salmon, diproduksi secara komersial di Kanada

(Syndel Laboratory, Vancouver). Dijual dalam bentuk serbuk

putih dan harganya tidak begitu mahal.

3. LH – RH (Luteinizing Hormone – Releasing Hormone) ialah

hormon tiruan (sintetis) yang ternyata sangat efektif

16

17

merangsang kelenjar hipofisa untuk memproduksi hormon

gonadotrofin pada ikan. Hormon buatan ini telah dicobakan pada

beberapa jenis ikan dan ternyata berhasil mendorong ikan untuk

memijah. (Harvey dan Hoar, 1979 ).

4. Methyltestosteron

5. Puberogen, dll.

17

18

Perlakukan bagi ikan yang disuntik hormon

Setelah ikan yang mengandung telur matang didalam

gonadanya disuntik dengan hormon, memerlukan

perlakuan/persyaratan tertentu agar hipofisasi itu berhasil. Yaitu,

ikan setelah disuntik sebaiknya dipisahkan antara jantan dan

betina di bak terpisah agar tidak terjadi pemijahan secara liar.

Suhu air harus stabil dan cocok bagi ikan tersebut (untuk di

Indonesia yang wilayah tropika suhu optimal itu 25o- 30oC).

Suasana kolam harus tenang, tidak terganggu oleh kegaduhan/

gangguan.

Sinar tidak terlalu cerah, sebaiknya bak ditutup dengan bak

hitam/gelap.

Suhu yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya ovulasi lebih

cepat, (jarak waktu antara penyuntikan hormon dan saat ovulasi

makin pendek). Untuk daerah tropika seperti Indonesia suhu

yang optimal/normal untuk pemijahan ikan ialah 25o – 28o C.

Fertilisasi buatan dan pemijahan buatan.

Berapa jangka waktu terjadi ovulasi setelah penyuntikan, ini

tergantung/dipengaruhi oleh suhu air dimana ikan itu ditaruh

setelah dilakukan penyuntikan. Semakin tinggi suhu air semakin

cepat reaksi terjadi. Setiap jenis ikan mempunyai suhu optimal

untuk perkembangan ovulasinya. Bagi ikan daerah tropika

berkisar antara 22 – 28 C.

Dengan cara teknik penyuntikan hormon itu, memungkinkan

dilakukan 2 teknik berbeda pada ikan yaitu :

18

19

a. Fertilisasi buatan (pembuahan buatan) dengan cara

“stripping” yaitu mengeluarkan telur dan sperma

ditampung dan dicampurkan di dalam suatu wadah, agar

terjadi pembuahan (fertilisasi) secara buatan di dalam wadh

tersebut secara terkontrol. Cara ini disusul dengan melakukan

penetasan telur, pemeliharaan burayak (larva) menjadi benih

ikan kecil (pendederan/pengipukan), selanjutnya dibesarkan

sampai menjadi benih ukuran glondongan, yang kesemuanya

dilakukan secara terkendali (terkontrol) untuk dapat

melindunginya dari serangan musuh-musuhnya, dari sifat air

dan cemaran yang mematikan dan dari serangn penyakit,

sehingga daya kehidupan anak-anak ikan dapat mencapai

lebih tinggi untuk dapat dihasilkan anak ikan lebih banyak.

b. Pemijahan buatan di tempat terkendali/terkontrol.

Pada teknik ini, penyuntikan hormone ditujukan agar ikan

mengalami tahap dimana bila dipertemukan dengan lawan

jenisnya, ikan dapat kawin/memijah seperti lazimnya di dalam

tempat tertentu yang diatur dan dipersiapkan oleh manusia.

Selanjutnya dengan akal dan kemauan

manusia/sipenyelenggara dapat melakukan langkah-langkah

agar penetasan telur, pembesaran larva seterusnya menjadi

benih gelondongan dapat dilakukan di dalam wadah dan

kolam-kolam secara terkendali pula.

Pada pelaksanaan fertilisasi buatan, orang harus mengamati

induk-induk ikan yang telah disuntik dengan hormon, agar saat

terjadi ovulasi, ikan dapat segera ditangkap, ditangani untuk diurut

(distrip) telur dan spermanya ditampung di dalam suatu wadah

untuk dicampurkan agar sperma membuahi telur-telur disitu. Saat

19

20

penanganan stripping itu harus tepat, kalu terlambat maka ikan

akan mengeluarkan telurnya begitu saja di dalam kolam walaupun

tidak ada pejantan disitu. Akibatnya telur akan mubasir tidak

terbuahi. Ini memerlukan ketrampilan dan kecermatan yang hanya

dapat berhasil bila seseorang memperoleh cukup latihan untuk

mengerjakannya.

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahan

Setelah dilakukan injeksi-injeksi dengan dosis yang diperlukan

oleh setiap spesies, masih diperlukan pula beberapa faktor

eksternal agar ikan berhasil memijah/kawin. Faktor-faktor

eksternal tersebut ialah :

a. Suhu air harus dalam keadaan stabil dengan derajat suhu

antara 22o-28o C untuk ikan – ikan di daerah tropika seperti di

Negara kita ini.

b. Air harus mengandung cukup oksigen terlarut yang selalu

cukup (5-7 ppm) dan cukup mengalir/berganti walaupun tidak

terlalu deras.

c. Tempat tidak terlalu cerah oleh sinar langsung. Untuk

mengatasinya dapatlah bak/kolam diberi atap atau ditutup

dengan kain penutup agar gelap.

d. Tidak terganggu oleh kegaduhan atau berisik. Kolam

sebaiknya ditempatkan ditempat terisolasi, jauh dari

keramaian. dan diberi penutup juga dapat mengurangi

pengaruh gangguan kegaduhan.

e. Sebaiknya setelah disuntik, ikan jantan dan betina dipisahkan

didalam bak tersendiri. Nanti bila sudah hampir tiba saatnya

memijah, barulah disatukan didalam kolam pemijahan yang

sudah dipersiapkan sebelumnya.

20

21

Setelah disuntik, ikan-ikan harus selalu diamati, dan setiap

jam diukur suhu airnya. Lebih-lebih apabila ikan akan dilakukan

pengurutam telur (stripping), perilaku ikan harus diamati secara

cermat, untuk melihat tanda-tanda bila sudah terjadi ovulasi agar

tidak sampai terlambatuntuk menangani ikan-ikan itu. Bila

terlambat tentu akan terjadi pelepasan telur secara tidak

terkendali, bahkan bisa terjadi sebelum ikan pejantan dimasukkan

ke dalam kolam pemijahan itu. Akibatnya tentu akan mengalami

kegagalan karena telur tidak bertemu dengan sperma. Bila

waktunya sudah hambpir memijah, perilaku ikan-ikan akan terlihat

lebih gelisah.

PENYEDIAAN INDUK-INDUK IKAN

Untuk dapat mengadakan kegiatan usaha produksi benih

ikan, maka induk-induk ikan harus dipersiapkan secara baik dan

terencana.

4.1. Induk ikan dapat diperoleh dari berbagai cara yaitu :

1. Dengan menangkap induk dan calon induk dari alam, lalu

diperlihara di dalam lingkungan perkolaman agar induk-induk

tersebut menjadi benar-benar teraklimatisasi dan sampi

mengandung telur yang matang (matang gonad). Induk yang

ditangkap dari alam biasanya masih bersifat liar, sehingga

memerlukan waktu cukup lama untuk

mendomestikasikannya. Misalnya dalam mempersiapkan

induk ikan banding, arwana jelawat, patin dan lain sebagainya

yaitu ikan-ikan yang belum biasa diternakkan.

21

22

2. Dapat juga mulai memelihara ikan dari ketika masih Yuwana.

Dipelihara di kolam dalam waktu yang cukup lama sampai

mengandung telur/gonad yang matang. Cara ini dilakukan

baik untuk ikan yang sudah biasa dibudidayakan maupun ikan

liar yang baru akan didomestikasikan.

3. Dapat juga induk yang ditangkap dari alam yang memang

induk induk yang sudah mengandung gonad yang matang

atau hampir matang.

Teknologi Pemeliharaan Induk di kolam.

Cara pemeliharaan induk di kolam merupakan prasyarat untuk

dapat memperoleh induk yang bermutu baik (artinya : sehat,

terseleksi secara genetic dan terkontrol keturunannya,

mempunyai fekunditas yang tinggi dan mutu telurnya baik

serta daya tetas yang tinggi pula).

Oleh sebab itu faktor yang penting dalam pemeliharaan induk

ikan untuk keperluan perkembangan telurnya ialah kondisi

lingkungan yang baik dan cocok serta pakan dalam kuantitas

yang cukup dan berkualitas baik.

Hampir semua jenis ikan dapat dipelihara di dalam kolam

sampai menjadi tingkat perkembangan gonad pada fase

istirahat yaitu telur pada fase dormant. Hanya saja untuk

dapat memijah/kawin, tidak semua ikan dapat dengan mudah

melakukannya, melainkan memerlukan perlakuan dan

penanganan atau rangsangan khusus (induced spawning).

Sebagai contoh, ikan asal sungai seperti grass carp, silver carp,

dimana setelah dipelihara di kolam dan mengalami pematangn

gonada (fase dormant) harus disuntik dengan hormon tertentu

agar dapat mengalami ovulasi atau memijah.

22

23

Teknik Penetasan Telur

Persyaratan air untuk penetasan telur adalah:

1. Air harus jernih, sedikit mungkin mengandung lumpur, sebab

lumpur dapat melekat pada telur

2.

Larva Ikan

Anak ikan yang baru saja menetas merupakan mahluk yang

amat lemah dan peka terhadap lingkungan hidupnya. Anak ikan ini

disebut “larva” atau “burayak”. Bentuknya pada spesies tertentu

mirip dengan ikan yang dewasa, tetapi pada spesies lainnya

mungkin jauh berbeda bentuk maupun sifatnya dengan ikan yang

dewasa.

Pada umumnya larva ikan memepunyai sifat-sifat sbb:

organ tubuhnya yang belum sempurna

ukurannya hanya beberapa mm saja (7-10 mm)

mulutnya belum terbuka

saluran pencernaan dan alat pernapasan belum berfungsi.

Makanannya masih diserap dari sisa kantong kuning telurny.

Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada pembuluh

darah renik yang mengelilingi kantong kuning telur dan/atau

menembus kulitnya yang transparan.

Belum memepunyai gelembung renang yang berisi udara,

sehingga belum dapat mengatur posisi tubuhnya dalam air.

23

24

Gerakannya masih sangat lemah, banyak berdiam di suatu titik,

menempelkan kepalanya pada benda-benda atau pada jenis ikan

tertentu larva tergeletak saja di dasar perairan dan hanya

sesekali menggerakan ekornya.

Larva tidak tahan terhadap sinar ultra violet yang terdapat

pada sinar matahari secara langsung. Karena itu pada

pemeliharaan larva (penderan) kolam harus diberi pelindung

terhadap sinar ultra violet.

TEMPAT PEMELIHARAAN LARVA

Wadah untuk pemeliharaan larva disebut “pendederan” atau

“ipukan”. Dapat berupa bak dari semen maupun kolam tanah biasa,

yang kedalamannya 30-40 cm saja. Berhubung sifatnya masih

lemah, maka bak atau kolam pendederan perlu diberi pelindung

yaitu atap yang tembus cahaya untuk menghalangi sinar matahari

langsung, agar suhu tidak terlalu berubah-ubah dan tidak terkena

air hujan langsung yang dapat merubah sifat kimia air. Dijaga

terhadap masuknya hama/pemangsa baik berupa ikan lain, hama

serangga, dan lain-lain.

Bila pendederan dilakukan di dalam kolam tanah, hendaknya

dalam kolam itu dipasang pelindung dari pelepah daun kelapa yang

di tancapkan di sekeliling kolam maupun di dalam kolam itu sendiri

sebagai tempat berlindung bagi burayak.

Padat penebaran burayak dalam kolam pendederan berkisar

antara 50-100 / meter persegi permukaan kolam. Bila dipergunakan

bak semen yang volumenya tidak terlalu besar (10-20 ton), padat

penebaran dapat dipertinggi hingga 500 ekor per meter persegi,

tetapi harus dipasang aerator agar tidak kekurangan oksigen.

24

25

Burayak peka terhadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen dalam

kolam ini hendaknya minimum 5 ppm.

Selama pendederan air dialirkan lambat-lambat secara terus

menerus agar kotoran terlarut dapat terbuang.

MAKANAN BURAYAK

Pada hari pertama mulai makan (2-3 hari stelah menetas)

burayak hanya dapat menangkap makanan yang ukurannya amat

kecil dan gerakannya lambat. Pakan alami yang cocok bagi burayak

pertama adalah Rotifera dan Protozoa.

Protozoa adalah binatang renik bersel satu dan rotifera bersel

banyak tetapi ukurannya hanya 20-60 mikron hingga dapat masuk

dalam bukaan mulut burayak. Gerakan rotifera dan protozoa juga

lambat dan hanya melingkar-lingkar di sekitar sesuatu titik saja

sehingga mudah ditangkap oleh burayak. Pada awal mulai makan,

burayak dapat juga diberi pakan buatan berupa kuning telur

ayam/itik yang direbus, lalu diremas dan dicampur air sedikit

menjadi suspensi, lalu ditaburkan ke dalam kolam.

Burayak umur 7-10 hari memakan zooplankton ukuran 100-

200 mikron yaitu beberapa jenis cladosera kecil, dapat juga diberi

pakan tambahan berupa katul halus.

Burayak umur 10-20 hari dapat memakan zooplankton ukuran

besar yaitu Cladosera besar dan Copepoda. Disamping itu masih

terus memakan Rotifera maupun Cladosera kecil.

Untuk menanggulangi keadaan tersebut maka kolam yang

sudah dipupuk diberi obat insektisida yang lunak dengan daya

bunuhnya yang selektif (misalnya Dipterex 0,1 ppm) untuk

memebunuh zooplankton besar tetapi zooplankton kecil tetap

hidup. Sedangkan insektisida lunak tersebut sama sekali tidak

25

26

berbahaya bagi burayak. Setelah beberapa hari Rotifera habis

termakan oleh burayak, tentu daya racun obat insektisida sudah

tidak lagi berbahaya bagi zooplankton besar, maka zooplankton

besar selanjutnya akan dapat berkembang menjadi makanan bagi

burayak yang juga sekarang sudah menjadi benih yang cukup

besar.

Burayak ikan, contohnya ikan mas, setelah berumur 3 minggu

dianggap masa pendederan selesai. Benih ikan umur 3 minggu

berukuran 2-3 cm dapat dijual atau dipelihara lebih lanjut dengan

cara memindahkannya ke dalam kolam lain yang telah dipersiapkan

sebelumnya. Persiapan kolam itu meliputi pembersihan terhadap

hama-hama dan pemberantasan penyakit, perbaikan tanggul, pintu

air dan menutup bocoran yang mungkin ada, pengolahan tanah dan

pemupukan. Kolam yang telah dipersiapkan dengan baik itu

ditumbuhi subur oleh berbagai jenis organisme pakan alami untuk

benih ikan yaitu fitoplankton, zooplankton kecil dan besar, jentik-

jentik serangga/nyamuk/cuk, cacing yang banyak hidup di Lumpur

dasar. Sementara itu hama yang berupa binatang pemakan anak

ikan seperti ular, linsang atau berang-berang, burung harus

diwaspadai pula.

Pemeliharaan benih lanjutan ini tidak lagi dilakukan di dalam

bak semen karena benih ikan lepas pendederan itu amat rakus

makan pakan alami yang hanya dapat tumbuh subur di kolam tanah

dengan pemupukan. Bila terpaksa dipelihara dalam bak semen,

maka terpaksa diberi pakan buatan berupa serbuk atau remah-

remah sebelum dapat memakan pellet ukuran kecil. Walaupun

benih ikan juga dapat makan pakan buatan tersebut, tetapi akan

lebih pesat pertumbuhannya apabila memeperoleh pakan alami

yang cukup banyak. Pemeliharaan lanjutan bagi benih ikan (disebut

26

27

pembenihan I) juga dapat dilakukan dalam petak sawah yang digali

parit-parit (kemalir) sedalam 40-50 cm, pembenihandilakukan

bersama padi (mina-padi) maupun sebagai “palawija” disaat sawah

tidak dipakai bertanam padi tetapi air cukup banyak.

Pemeliharaan benih lanjutan biasanya dilakukan dalam tahap

yang lamanya masing-masing 1-1,5 bulan.

Pembenihan tahap I adalah pindahan dari pendederan, setelah

benih umur 3 minggu. Pada akhir masa pembenihan tahap I hasil

benioh ikan berukuran 6-8 cm, dapat dijual dengan harga yang

lebih mahal; dan/atau dilanjutkan dengan pembenihan tahap II.

Pembenihan tahap II juga dapat dilakukan di dalam kolam tanah

atau petak sawah seperti pembenihan tahap I tadi. Lama

pemeliharaan 1,5-2 bulan. Pada akhir masa pembenihan benih

diperoleh benih ikan ukuran 10-12 cm dengan berat kira-kira 10-15

gram per ekor. Pada tahap pembenihan ini, pakan alami dengan

pemupukan tak cukup dan penambahan pakan buatan merupakan

keharusan agar benih ikan tidak kekurangan pakan dan dapat

tumbuh pesat. Pakan buatan yang diberikan berupa pakan buatan

pabrik dengan kandungan protein 25-30 % dengan ukuran remah

(crumble) atau pellet kecil agar dapat ditelan oleh benih ikan itu.

Pemeliharaan selanjutnya adalah pembesaran benih gelondongan

besar menjadi ikan konsumsi.

27