digital technology and the skill shortage

6
UAS KOMAS “Summary and a Discussion of Digital Technology and The Skill Shortage Article” Yasril Sjaf , 0706166056, Class B, Group 6 Email: [email protected]

Upload: yasril-syaf

Post on 18-May-2015

277 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Digital technology and the skill shortage

UAS KOMAS

“Summary and a Discussion of Digital Technology and The Skill Shortage Article”

Yasril Sjaf , 0706166056, Class B, Group 6

Email: [email protected]

Page 2: Digital technology and the skill shortage

(1) Summary

Dunia bisnis, industri, dan pemerintah di berbagai negara maju mengeluhkan permasalahan kelangkaan dan kuranggnya orang yang memilki skill dan expertise yang handal di berbagai bidang. Mereka mengangap permasalahan ini berakar dari berbagai faktor seperti tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah, permintaan gaji dan tunjangan yang tinggi, kebutuhan tenaga outsorce dan impor yang tinggi, tingkat penganguran yang tinggi, dan berbagai kegagalan proyek maupun kekurangan penguasaan teknis. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan dunia digital saat ini dimana teknologi dapat membantu peningkatan skill kaula muda maupun pemberdayaan pengangguran dan narapidana agar mereka bisa hidup lebih layak. Untuk mencapai ketersediaan angkatan tenaga kerja yang mempunyai kemampuan handal, maka dibutuhkan perubahan total dari sistem pendidikan usia dini yang ada sekarang, perombakan tata cara mengajar oleh para pengajar, serta dukungan orangtua murid dalam membimbing pendidikan anak-anaknya di usia dini.

Penulis mengklasifikasikan permasalahan kedalam tiga permasalahan utama: skill, drill and practice, dan schools. Skill dan inteligensi memiliki hubungan yang sangat dekat. Inteligensi merupakan aplikasi dari kemampuan alam bawah sadar untuk memecahkan masalah secara sadar. Semakin banyak skill yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula inteligensi seseorang dalam hal itu. Hal ini diperoleh dengan latihan tekun yang dimulai sejak kecil dan terakumulasi. Kemampuan dasar yang dimiliki seseorang dimulai sejak dalam kandunagan dan harus mulai dikembangkan ketika sudah lahir. Pada dasarnya peningkatan skill seseorang bertujuan untuk terbiasa tidak berpikir untuk hal yang orang umum biasa pikirkan dan terbiasa berpikir untuk hal yang tidak terpikirkan. Objective skill dibagi menjadi tiga yakni spatial skill yang berhubungan dengan persepsi, klasifikasi, dan identifikasi sebuah objek, logical-mathematical yang berhubungan dengan objek numerik, dan bodily kinesthetic skill yang berhubungan dengan olah tubuh. Abstract skill dibagi menjadi dua yakni musical skill yang berhubungan dengan rhythms dan nada serta language skill yang berhubungan dengan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Social skill merupakan kemampuan yang diperngaruhi oleh lingkungan keluarga dan sekolah. Kemampuan ini dibagi menjadi dua yakni intrapersonal skill yang berhubungan dengan kemampuan pengendalian diri atas pikiran dan perasaan pribadi dan interpersonal skill yang berhubungan dengan kemampuan merasakan dan mempengaruhi apa yang dirasa dan dipikirkan orang lain.

Drill and practice merupakan cara manusia untuk meningkatakan skill yang dimilikinya. Dengan bantuan teknologi komputer, peningkatan kemampuan dapat ditingkatkan dengan mudah. Personal computer/PC dan berbagai jenis perangkat lunak dapat membantu latihan murid dalam belajar. Perangkat lunak dan program khusus untuk membantu keperluan dan kebutuhan belajar murid dengan harga terjangkau saat ini sudah banyak disediakan secara open source dan tidak berbayar. Hal ini sangat memudahkan anak usia dini untuk belajar dengan teknologi dan membiasakan mereka mencintai teknologi. Peran dan fungsi pengajar juga harus sudah mulai diubah dari yang tadinya hanya sebagai pencari/fasilitator metode pembelajaran yang tepat, tetapi juga harus bisa mendorong muridnya untuk mencari dan mendapatkan metode belajar yang sesuai dengan diri mereka masing-masing. Dengan ini diharapkan setiap murid nantinya dapat termotivasi dengan sendirinya tanpa harus memaksa mereka belajar dan latihan. Drill and practice yang dikemukakan diatas juga harus didukung oleh perubahan besar didunia pendidikan khususnya sekolah dan tenaga pengajar. Sekolah dapat menggunakan teknologi untuk pembelajaran dan peningkatan kemampuan dasar muridnya dan pengajar bertindak melakukan monitoring terhadap hasil belajar. Pelatihan untuk tenaga pengajar sekolah dasar juga sangat diperlukan. Komputer dapat membuat hal yang tadinya membosankan bagi murid dan guru menjadi sangat menyenagkan layaknya sebuah videogame bahkan dapat menggantikan peran guru sebagai penilai. Keseluruhan cara dan program untuk ini memang membutuhkan biaya yang mahal dan perubahan secara sosiologis yang drastis, akan tetapi pemasalahan di generasi mendatang akan semakin kompleks sehingga nantinya eksistensi umat manusia sangat tergantung kepada teknologi.

Page 3: Digital technology and the skill shortage

(2) DiscussionPermasalahan yang dapat diangkat dari artikel diatas adalah perubahan total sistem pendidikan

dasar menggunakan teknologi komputer dan yang kedua adalah reorganisasi peranan dan profesi pengajar. Kedua hal tersebut perlu dipahami secara mendalam sebelum kita melakukan generalisasi bahwa cara tersebut merupakan cara yang terbaik untuk semua negara yang ingin menyediakan angkatan tenaga kerja yang mempunyai kemampuan handal dalam bidang teknologi informasi. Untuk Indonesia sendiri kita harus memperhatikan berbagai aspek diantaranya kondisi infrastruktur dan perkembangan teknologi informasi saat ini maupun kondisi sosial budaya Indonesia sebelum menerapkan hal ini secara total.

Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Hal ini mengingatkan pada ramalan Ivan Illich awal tahun 70-an tentang “Pendidikan tanpa sekolah (Deschooling Socieiy)” yang secara ekstrimnya guru tidak lagi diperlukan. Banyak pakar teknologi informasi dan pendidikan sebelumnya meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat fleksibel, terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. Perubahan perilaku siswa dan guru di Indonesia dalam memanfaatkan teknologi informasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia pendidikan. Dapat kita lihat anak-anak usia SD pun sudah mahir mengoperasikan komputer sekedar untuk bermain game walaupun mereka tidak mengerti esensi penggunaannya. Hal ini menunjukkan budaya penggunaan teknologi di masyarakat khususnya insan pendidikan yang masih rendah dengan hanya memahami penggunaan tapi tidak memahami esensi penggunaannya.

Perkembangan teknologi jaringan internet yang makin pesat juga mendorong kemudahan akses bagi siswa dan guru untuk mendapatkan bahan pelajaran dan tugas, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi tidak hanya menjadi bagian kaum eksekutif saja, namun juga anak-anak usia sekolah, pengajar, dan masyarakat awam pada umumnya. Tren teknologi informasi yang menjangkiti masyarakat membuat pemerintah dan sekolah mau tidak mau harus mengembangkan infrastruktur dan metode pembelajaran yang tidak terlepas dari teknologi informasi. Akan tetapi Indonesia hanya menempati urutan ke-14 di kawasan Asia Pasifik berdasarkan sebuah studi terbaru mengenai daya saing industri teknologi informasi (TI) yang dilakukan secara independen oleh the Economist Intelligence Unit dengan dukungan Business Software Alliance (BSA) [1]. Bidang yang paling lemah untuk Indonesia adalah infrastruktur TI. Di bidang ini Indonesia berada di urutan paling rendah di antara semua negara (urutan ke-64) meliputi belanja piranti keras, piranti lunak dan layanan TI, kepemilikan desktop dan laptop, koneksi broadband dan server internet yang aman berdasarkan hitungan per kapita [1]. Dengan jelas dapat kita lihat bahwa industri perangkat lunak belum mempunyai gigi untuk dapat bersaing dengan industri perangkat lunak secara regional apalagi di tingkat dunia. Hal ini jelas menggambarkan masih kurang sanggupnya Indonesia untuk terlebih dahulu mendahulukan infrastruktur IT untuk pendidikan daripada mengorbankan kebutuhan bisnis yang menjadi keuntungan utama pemerintah.

Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengurangi gap yang terjadi antara tuntutan pendidikan di era globalisasi dengan kondisi Indonesia sendiri antara lain: - Pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning & E-Learning). Kemudahan untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh perlu dimasukan sebagai strategi utama karena penguasaan teknologi informasi masih dikuasai di kota dan universitas besar di Indonesia. Selain itu murid usia sekolah dasar akan terbiasa dengan penggunaan teknologi informasi dalam belajar.- Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan/latihan dalam sebuah jaringan terintegrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan infrastruktur IT di Indonesia yang masih belum memadai sehingga semua instansi pendidikan mendapatkan sumber pembelajaran yang memadai.- Perpustakaan & instrumen pendidikan lainnya seperti guru dan laboratorium computer berubah fungsi menjadi sumber informasi berbasis teknologi informasi. Hal ini karena saat ini perpustakaan bukan sebagai tumpukan rak buku lagi melainkan media “on your finger tip” yakni dengan menggunakan media internet kita bisa mendapatkan berbagai e-book dengan mudah.- Penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD Multimedia yang secara bertahap menggantikan TV dan kaset. Hal ini penting karena media CD mudah didistribusikan.- Pendistribusian perangkat lunak open source untuk membantu sekolah-sekolah memanfaatkan teknologi informasi tanpa harus mengeluarkan biaya mahal.- Pelatihan intensif untuk tenaga pengajar tentang teknologi informasi dari sisi penggunaan dan esensinya. Pelatihan ini bertujuan agar tenaga pengajar peka terhadap perkembangan teknologi informasi dan menanamkan budaya sehat dan intelektual dalam penggunaan teknologi informasi. Hal ini penting karena peran tenaga pengajar seperti guru tidak dapat digantikan dengan apapun.- Pemerintah juga harus memastikan semua sekolah dasar memiliki akses internet, perangkat lunak, maupun perangkat keras untuk mengakses dunia informasi yang begitu luas di dunia internet sekarang. Hal ini penting karena tanpa ada jaringan internet maka sekolah sama saja tidak menyentuh teknologi informasi.

Page 4: Digital technology and the skill shortage

References

[1] Daya Saing TI Indonesia Urutan ke-14 di Asia Pasifik, Kompas Cyber Media, 6 Oktober 2007,

http://melisakenda.wordpress.com/2007/10/06/daya-saing-ti-indonesia-urutan-ke-14-di-asia-pasifik/ — accessed 31

Desember 2010.