dibawa kemana orientasi pendidikan di indonesia?

3
DIBAWA KEMANA ORIENTASI PENDIDIKAN DI INDONESIA? (Paradigma Ilmiah Berbasis Realitas – Paradigma Pragmatis?) Agus Sugito 1 Segala hal yang ada di semesta ini sudah pasti dalam penciptaannya mengandung rahasia, tidak terkecuali dalam penciptaan manusia sendiri, potensi makhluq termulia ini lebih tinggi daripada makhluq yang lain. Adanya perangkat aqal, pikiran, dan hawa nafsu yang melekat dalam diri manusia merupakan fitrah yang harus selaras, sinambung. Jika beberapa komponen di atas terjadi adanya dominasi dalam pengembangan dan pengelolaannya, maka yang terjadi adalah manusia bisa lebih tinggi derajatnya daripada malaikat atau juga sebaliknya manusia akan bisa lebih rendah derajatnya daripada iblis bahkan binatang. Khususnya mengenai aqal pikiran sangat terkait dengan yang namanya pengetahuan, aqal pikiran akan berjalan secara selaras jika adanya stimulan/rangsangan dari pengetahuan, dari itu adanya sentuhan otak manusia oleh ilmu pengetahuan akan menjadikan pikiran manusia ”hidup” dan seterusnya manusia akan berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang menjadi perintah dan sesuai dengan pengetahuan yang dia miliki, yang selanjutnya manusia akan mencoba menyelidiki (meng-analisis) nya, apakah tindakannya itu sudah sesuai dengan norma diri dan realitas yang ada, atau hanya menimbulkan konflik diri dan sosial, yang semuanya berawal dari adanya interaksi tunggal antara jiwa (hati) manusia dengan akal pikiran dan berlanjut dengan terbentuknya komunikasi/interaksi antar individu, yang kemudian secara alamiah menciptakan sebuah perkumpulan (komunitas) yang disitu berangkat dari adanya pertemuan antara akal pikiran/pengetahuan dengan realitas/kenyataan sosial yang akhirnya terbentuk sebuah aturan normatif yang menjadi pedoman serta batasan hukum sebagai pengatur gerakan dan tindakan. Dan hal yang dianggap sebagai permasalahan pokok dan mendasar yang sifatnya kasuistik adalah sampai saat ini motif belajar di kampus oleh mayoritas Mahasiswa adalah semata study oriented, sehingga dalam proses mencari ilmunya lebih mengedepankan sisi pragmatisme dan instan. Belum tersentuhnya wilayah kebutuhan skill mendasar dalam dunia pendidikan oleh Kampus-kampus pada umumnya terhadap kegiatan keilmuan mayoritas mahasiswa ini melalui 1 Mahasiswa Jurusan Ushuluddin Program Studi Tafsir Hadits dan Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STIS (Sekolah Tinggi Islam Syubbanul Wathon) Magelang. E-Mail <[email protected]>

Upload: agus-sugito

Post on 15-Jun-2015

268 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

DIBAWA KEMANA ORIENTASI PENDIDIKAN DI INDONESIA? (Paradigma Ilmiah Berbasis Realitas – Paradigma Pragmatis?)

Agus Sugito1

Segala hal yang ada di semesta ini sudah pasti dalam penciptaannya mengandung rahasia, tidak terkecuali dalam penciptaan manusia sendiri, potensi makhluq termulia ini lebih tinggi daripada makhluq yang lain. Adanya perangkat aqal, pikiran, dan hawa nafsu yang melekat dalam diri manusia merupakan fitrah yang harus selaras, sinambung. Jika beberapa komponen di atas terjadi adanya dominasi dalam pengembangan dan pengelolaannya, maka yang terjadi adalah manusia bisa lebih tinggi derajatnya daripada malaikat atau juga sebaliknya manusia akan bisa lebih rendah derajatnya daripada iblis bahkan binatang.

Khususnya mengenai aqal pikiran sangat terkait dengan yang namanya pengetahuan, aqal pikiran akan berjalan secara selaras jika adanya stimulan/rangsangan dari pengetahuan, dari itu adanya sentuhan otak manusia oleh ilmu pengetahuan akan menjadikan pikiran manusia ”hidup” dan seterusnya manusia akan berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang menjadi perintah dan sesuai dengan pengetahuan yang dia miliki, yang selanjutnya manusia akan mencoba menyelidiki (meng-analisis) nya, apakah tindakannya itu sudah sesuai dengan norma diri dan realitas yang ada, atau hanya menimbulkan konflik diri dan sosial, yang semuanya berawal dari adanya interaksi tunggal antara jiwa (hati) manusia dengan akal pikiran dan berlanjut dengan terbentuknya komunikasi/interaksi antar individu, yang kemudian secara alamiah menciptakan sebuah perkumpulan (komunitas) yang disitu berangkat dari adanya pertemuan antara akal pikiran/pengetahuan dengan realitas/kenyataan sosial yang akhirnya terbentuk sebuah aturan normatif yang menjadi pedoman serta batasan hukum sebagai pengatur gerakan dan tindakan.

Dan hal yang dianggap sebagai permasalahan pokok dan mendasar yang sifatnya kasuistik adalah sampai saat ini motif belajar di kampus oleh mayoritas Mahasiswa adalah semata study oriented, sehingga dalam proses mencari ilmunya lebih mengedepankan sisi pragmatisme dan instan. Belum tersentuhnya wilayah kebutuhan skill mendasar dalam dunia pendidikan oleh Kampus-kampus pada umumnya terhadap kegiatan keilmuan mayoritas mahasiswa ini melalui kegiatan-kegiatan yang menunjang mereka menjadikan hal ini sebagai salah satu permasalahan dan alasan mendasar labilnya matrik perkembangan kualitas keilmuan kampus.

Perguruan Tinggi yang diyakini sebagai bunker-nya pion-pion bangsa dalam historisitas kemerdekaan Indonesia telah banyak memberikan kontribusi besarnya, dengan adanya alumnus-alumnus Perguruan Tinggi yang mencetak insan terdidik yang mempunyai ketinggian intelektual dan spesifikasi bidang keahlian sudah semestinya dapat mewarnai percaturan managemen (pengelolaan) Negara, Negara dari waktu ke waktu semakin dapat terarah dengan kehadiran mereka ini, namun hal pokok yang kurang diperhatikan

1 Mahasiswa Jurusan Ushuluddin Program Studi Tafsir Hadits dan Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STIS (Sekolah Tinggi Islam Syubbanul Wathon) Magelang. E-Mail <[email protected]>

dalam pengelolaan pendidikan di tingkat perguruan tinggi ini adalah belum adanya wahana dan wadah bagi seorang Mahasiswa untuk mempelajari keilmuan yang berorientasi pada pemberdayaan realitas sosial masyarakat, terkadang semakin tingginya seseorang dalam menuntut ilmu semakin jauh mereka dari realitas masyarakat, mereka menjadi semakin tidak peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial. Hal ini terjadi karena konstruk dan desain pendidikan negara ini menghendaki insan pendidikan untuk menjadi buruh-buruh Negara, insan pendidikan disiapkan untuk dijadikan robot-robot yang sewaktu-waktu dapat dengan mudah diperintah oleh atasannya. Penawaran konsepsi sistem pendidikan yang berbasis pada kearifan lokal daerah (pendidikan alternatif) merupakan salah satu oase di tengah-tengah gersangnya dunia pendidikan cemi mencetak insan bangsa yang paham akan potensi bangsa Indonesia sendiri, kelebihan yang memperhatikan keahlian pengolahan sumberdaya manusia serta sumberdaya alam tiap daerahnya. Sehingga mampu bersaing dengan kompetisi global dan internasional di kemudian hari.

Satu contoh penerapan sistem pendidikan alternatif di negeri ini telah lama digagas dan dikembangkan oleh sosok Pak Bahruddin (Alumnus IAIN Walisongo Semarang) dengan mendirikan Sekolah Alternatif Qoryah Thoyyibah di Kotamadya Salatiga Jawa Tengah. Sistem pendidikan yang diterapkan menekankan pada pemberdayaan potensi kultur Indonesia dengan dipadukan pada disiplin keilmuan umum yang kompetitor dengan dunia Internasional, sehingga seorang anak didik mempunyai pemahaman orientasi pendidikan yang kuat serta keutamaan ilmu itu sendiri dapat merasuk dalam sendi-sendi tindakan kehidupan mereka, kualitas keilmuan aplikatifnya juga dapat diuji secara nyata, sehingga Sekolah Qoryah Thoyyibah ini sangat sesuai dengan slogan Think Globally Act Locally.

Keterbatasan fasilitas dan sarana-prasarana sebuah Perguruan Tinggi yang ada tidak terus menjadi kendala yang berarti karena adanya kesadaran bahwa keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan mengoptimalkan interaksi, kerjasama yang partisipatif dan melakukan pembenahan sedikit demi sedikit berdasarkan evaluasi bersama yang obyektif.

Sampai saat ini wujud kegiatan mahasiswa di Perguruan Tinggi lebih terlihat hanya sebatas performance luar yang sifatnya praktis, reaksioner dan belum mengarah kepada kegiatan yang sifatnya substantif, kesadaran akan pentingnya membangun basis pengetahuan khususnya pengetahuan terhadap konstruk sosial masyarakat sebagai modal dasar dalam mengelola ”pernak-pernik” kehidupan ini yang utamanya meliputi multisegi yakni keagamaan, sosial, budaya, IPTEK, perekonomian, perpolitikan dan pendidikan serta yang terkait memunculkan improvisasi gagasan untuk perlu dilaksanakannya realisasi tindakan berupa kegiatan-kegiatan untuk menunjang kualitas sumberdaya manusia secara umum dan khususnya untuk kalangan civitas akademika kampus untuk proyeksi ke depan mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, beradab, dan sejahtera.