diajukan untuk memenuhi salah satu syarat...

95

Upload: others

Post on 26-Mar-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA”

(Studi Pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah “1924 – 1995” Dalam Kitab Tahrir

Al-Mar’ah Fii ‘Ashri Al-Risalah)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh;

IRHAM MUBAROK PAMUNGKASNIM. 1112044100063

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGAFAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1440H/2019M

Page 2: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

i

Page 3: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

ii

Page 4: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

iii

Page 5: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

iv

ABSTRAK

IRHAM MUBAROK PAMUNGKAS. NIM 1112044100063. HAK DANKEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA (STUDI PEMILIRAN ABDULHALIM ABU SYUQQAH “1924-1995” DALAM KITAB TAHRIR AL-MAR’AHFII ASHRI AL-RISALAH). Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah),Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,1440 H/2019 M. xii + 81 halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqahtentang hak dan kewajiban suami istri, dan kedudukan wanita dalam keluarga, sertarelevansinya terhadap KHI.

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisisnormatif yang didasarkan dengan melakukan penelitian terhadap data kepustakaan,pendapat para ahli, dan teori yang terkait dengan pembahasan masalah atau disebutdengan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan studikepustakaan (library research) yang berusaha mengangkat pemikiran Abdul HalimAbu Syuqqah.

Hasil dari penelitian ini adalah, suami istri memiliki hak dan kewajibannyamasing-masing dan dalam hal ini Abdul Halim Abu Syuqqah berpendapat bahwakedudukan istri dalam keluarga adalah sama dengan suami, istri memliki haksebagaimana suami memiliki hak, dan istri memiliki kewajiban sebagaimana suamimemiliki kewajiban. Beliau juga berpendapat bahwa hak itu ada yang umum yaituhak ri’ayah, yang meliputi tanggung jawab kepemimpinan dan memberi nafkah bagisuami, dan mengurus anak-anak serta mengatur urusan rumah tangga bagi istri.Selain itu ada juga hak-hak juz’iyyah yang meliputi, hak kelemah lembutan, kasihsayang, reproduksi, kepercayaan dan berbaik sangka, keterlibatan dalam berbagaikepentingan, berhias, berhubungan biologis, hiburan dan hak untuk cemburu.Pemikiran beliau juga sangat relevan dengan UU di Indonesia yang dalam hal inikhususnya adalah KHI. Antara lain terkait kedudukan suami istri dalam keluargayang sama-sama menyatakan bahwa kedudukan istri adalah sama dengan suami(pasal 79). Keselarasan itu juga dapat dilihat pada pasal 77 dan 80 yang menyatakanbahwa suami istri wajib menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah danrahmah, serta saling tolong menolong dalam setiap ruang lingkup keluarga, baiknafkah maupun memelihara dan mendidik anak.

Kata Kunci : Hak dan kewajiban Suami Istri, Abu Syuqqah, Tahrir Al-Mar’ah

Pembimbing : Dr. Hj. Azizah. M.A

Daftar Pustaka : 1987 s.d 2018

Page 6: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya serta memberikan berkah, kasih sayang dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul HAK DAN KEWAJIBAN

SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA (STUDI PEMILIRAN ABDUL HALIM

ABU SYUQQAH “1924-1995” DALAM KITAB TAHRIR AL-MAR’AH FII

ASHRI AL-RISALAH). Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhamad SAW yang

telah mengantarkan umatnya dari kegelapan dunia ke zaman peradaban ilmu

pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Penulis sangat bahagia dan bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas akhir

dalam jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh telah selesai. Serta

penulis tidak lupa meminta maaf apabila dalam penulisan skripsi ini ada yang

kurang berkenan di hati para pembaca, karena penulis menyadari bahwa penulis

jauh dari kesempurnaan.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada Dr. Hj. Azizah, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan begitu banyak kontribusi berupa saran-saran dan masukan

yang bersifat konstuktif, dan meluangkan waktunya dalam menyusun skripsi ini.

penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak juga. Untuk itu sebagai ungkapan rasa

hormat yang amat mendalam, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, MA.,Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Thalabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para

Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

Page 7: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

vi

3. Dr. Hj. Mesraini, M.Ag selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan

Ahmad Chairul Hadi, M.A selaku Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga.

4. Dr. Hj. Azizah, M.A., selaku Dosen Penasehat Akademik sekaligus

merangkap dosen pembimbing skripsi yang telah sabar mendampingi

penulis hingga semester akhir dan telah membantu penulis dalam perumusan

desain judul skripsi ini.

5. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

memberikan ilmu dalam perkuliahan selama masa studi penulis.

6. Seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah memberikan fasilitas dalam studi kepustakaan.

7. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat penulis cintai dan sayangi.

Ayahanda Bahri (alm) dan Ibunda tercinta Sutirah yang selalu mendoakan

dan memberikan semangat kepada ananda untuk menyelesaikan skripsi ini,

serta telah mengorbankan seluruh hidupnya untuk mendidik,

membahagiakan dan membesarkan penulis sampai saat ini. Mustahil penulis

mampu membayar apa yang telah diberikan selama ini. Kedua orang tua

selalu menjadi sumber inspirasi penulis dalam menjalankan kehidupan dan

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada yang sangat saya hormati Udin dan Mimi Maryami selaku Bapak

dan Ibu mertua yang senantiasa mendukung dan mendoakan kelancaran

penulisan skripsi ini.

9. Teristimewa untuk istri tercinta, Syifa Awaliyah yang tak pernah bosan

memberikan support dan dukungan serta doa dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini. Dan juga anak-ku tercinta Zakiyyah Putri Alfaiza yang selalu

menjadi motifasi bagi penulis.

10. Kepada kakak tercinta Nur Hasanah, Saiful Bahri, Siti Iqlimah, Siti

Rahmawati, dan adik tercinta Maya, Dani, Faqih, Dilah, Mufti, Ubaidullah,

dan Anisa, yang selalu memberi semangat dan mendoakan penulis dalam

Page 8: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

viiviivii

Page 9: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi menggunakan System Library of Congress. Secara garis besar

uraian sebagai berikut:

b = ب

t = ت

ts = ث

j = ج

h = ح

kh = خ

d = د

dz = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sy = ش

s = ص

d = ض

t = ط

z = ظ

‘ = ع

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

Vokal Pendek Vokal Panjang

___ آ ___ = a () = a<<< >

___ إ ___ = i () = i>

___ أ ___ = u () = u>

Diftong Pembauran

aw (او) al = (ال)

ay (اى) al-sh = (الش)

-wa al = (وال)

Page 10: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

ix

Ketentuan penulisan kata sandang al ( ali>f la>m), baik ali>f la>m qamariyyah maupun ali>f

la>m shamsiyah ditulis apa adanya (al) contoh:

فسر الت = Al-tafsi>r لحدث ا = Al-h}adi>th

Ta’Marbutah di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis “h”,

حكمة = h}ikmah

Ketentuan ini tidak berlaku pada kosakata Bahasa Arab yang sudah terserap

ke dalam Bahasa Indonesia seperti zakat, salat dan lain-lain kecuali memang

dikehendaki sesuai lafal aslinya.

2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis “t”

نعمة هللا = ni’matullah

زكاة الفطر = zaka>t al-fit}ri

Istilah keislaman (serapan) : istilah keislaman ditulis dengan berpedoman kepada

Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur’a>n Alquran

2 Al-H}adi>th Hadis

3 Sunnah Sunah

4 Nas{ Nas

5 Tafsi>r Tafsir

6 Sharh{ Syarah

7 Matn Matan

Page 11: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

x

8 S{ala>t Salat

9 Tas{awwuf Tasawuf

10 Fiqh Fikih

Dan lain-lain (lihat KBBI)

Catatan:

Jenis Font yang digunakan untuk transliterasi Arab-Indonesia menggunakan Times

New Arabic dengan ketentuan ukuran Font 12 pt untuk tulisan pada artikel dan daftar

Pustakanya, ukuran 10 pt untuk catatan kaki.

1. Untuk membuat titik di bawah:

a. Huruf Kapital (H{) dengan menekan tombol “H” diikuti {

b. Huruf kecil (h{) dengan menekan tombol “h” diikuti {

2. Untuk membuat garis di atas huruf:

a. Huruf kapital (A<) dengan menekan “A” diikuti <

b. Huruf kecil (a<) dengan menekan “a” diikuti <

Page 12: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. iii

ABSTRAK ..................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR....................................................................................................... v

PEDOMAN LITERASI.................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1B. Identifikasi masalah.............................................................................. 9C. Pembatasan dan Perumusan Masalah. .................................................. 9D. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 10E. Metode Penelitian................................................................................. 10F. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12G. Sistematika Penulisan........................................................................... 13

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HUKUM PERKAWINANISLAM

A. Perkawinan. .......................................................................................... 151. Pengertian Perkawinan. ................................................................... 152. Dasar Hukum Perkawinan. .............................................................. 173. Tujuan Perkawinan. ......................................................................... 204. Hikmah Perkawinan......................................................................... 21

B. Hak dan Kewajiban Dalam Perkawinan............................................... 221. Kewajiban Suami............................................................................. 232. Kewajiban istri................................................................................. 27

C. Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Hukum Positif. ...................... 33

BAB III PROFIL ABDUL HALIM ABU SYUQQAH DAN KITABTAHRIIR AL-MAR’AH FII ASHRI AR-RISAALAH

A. Biografi Syekh Abdul Halim Abu Syuqqah......................................... 38B. Gambaran Umum Kitab Tahrirul Mar’ah Fi ‘Ashari Risalah. ............. 41

1. Latar Belakang Penulisan.............................................................. 412. Tema Dan Metode Penulisan. ....................................................... 423. Ringkasan Kitab ............................................................................ 45

Page 13: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

xii

BAB IV PEMIKIRAN ABDUL HALIM ABU SYUQQAH TENTANGHAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DANRELEVANSINYA TERHADAP ATURAN KHI

A. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Tinjauan Kitab Tahriir Al-Mar’ah.. ................................................................................................ 511 Hak-hak Yang Seimbang. ............................................................. 522 Hak-hak Asasi Yang Umum. ........................................................ 553 Hak-hak Parsial Bagi Suami Istri .................................................. 66

B. Relevansi Pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah Tentang Hakdan Kewajiban Suami Istri Terhadap Aturan KHI. .............................. 73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 77B. Saran..................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 80

Page 14: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam proses perkembangannya membutuhkan pasangan

hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang

diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Hal

ini dimaksudkan, bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur

hidup.

Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada

semua makhluk-Nya, karena perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh

Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk memberikan keturunan

dan melestarikan hidupnya.1 Bila menelusuri ketentuan-ketentuan hukum

islam dalam permasalahan perkawinan, keempat imam madzhab secara

minimal semuanya mendefinisikan perkawinan dengan hubungan seksual.2

Seiring berjalannya waktu, definisi perkawinan mulai berubah dan

disempurnakan oleh ulama kontemporer, dengan lebih menekankan aspek

tujuan dan maksud perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.3

Undang-undang No.1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

Pada hakikatnya penyaluran hasrat nafsu manusiawi untuk menjamin

kelangsungan hidup manusia dapat saja ditempuh melalui jalur luar

perkawinan, namun dalam Islam, ketenangan dalam hidup bersama antara

1. Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Lengkap, (Jakarta: Kencana, 2010)h. 6

2. Ahmad Thalabi Kharlie dan Asep Syarifudin Hidayat, Hukum Keluarga Di Dunia IslamKontemporer, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011) h. 259

3. Ahmad Thalabi Kharlie dan Asep Syarifudin Hidayat, Hukum Keluarga Di Dunia IslamKontemporer, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011) h. 160

Page 15: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

2

suami dan istri tidak mungkin didapat kecuali melalui jalur perkawinan yang

sesuai dengan syari’at Islam.

Dengan terjadinya suatu akad nikah (perjanjian perkawinan) maka

seorang laki-laki yang menjadi suami memperoleh berbagai hak dalam

keluarga, demikian juga seorang perempuan yang menjadi istri dalam suatu

perkawinan memperoleh berbagai hak pula. Disamping itu mereka pun

memikul tanggung jawab kewajiban sebagai akibat dari mengikat diri dalam

perkawinan itu.4

Ikatan perkawinan merupakan ikatan yang erat, yang menyatukan

antara seorang laki-laki dan perempuan. Dalam ikatan perkawinan tersebut

suami istri diikat dengan komitmen untuk saling melengkapi antara keduanya

semua bukan tanpa alasan, sebab tanpa pemenuhan kewajiban dan hak

masing-masing maka hikmah dari perkawinan yang menghasilkan keluarga

yang sakinah, mawaddah dan rahmah tidak akan tercapai.5

Untuk mewujudkan itu semua maka kedua belah pihak baik suami

maupun istri perlu memahami, mengerti dan memenuhi hak dan kewajiban

masing-masing. Maka dalam memenuhi hak dan kewajiban tersebut harus

dilandasi dengan beberapa prinsip, diantaranya kesamaan, keseimbangan dan

keadilan diantara keduanya.

Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa ulama yang menyatakan

bahwa kedudukan antara suami istri adalah kedudukan yang sejajar dan

bersifat kemitraan, sehingga dalam keluarga tidak diperkenankan adanya

superioritas walupun masih harus jelas adanya kepatuhan terhadap konsep

kepemimpinan yang ada dalam keluarga. Dalam hal ini Allah SWT

menggambarkan hubungan suami istri seperti dalam surah Al-Baqarah (2) :

187 :

ھن لباس لكم و انتم لباس لھن

4. Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) h.635. Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan I (Yogyakarta : ACCADEMIA TAZZAFA,

2005), h. 4

Page 16: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

3

Ternyata, pakaian dipilih Allah SWT untuk menjadi perumpamaan

dalam kehidupan keluarga, menarik untuk kita cermati bagaimana perumpaan

ini telah dibuat oleh Allah SWT bahwa pasangan suami istri harus kompak

dalam mengarungi bahtera rumah tangga saling melengkapi, saling menutupi,

saling dukung, saling bantu, saling mencintai, mengasihi, menghormati dan

memahami hak dan kewajiban masing-masing.

Islam mewajibkan seorang suami memenuhi hak istri dan juga kepada

istri untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Hak suami, yang

merupakan kewajiban istri, terletak dalam ketaatannya, menghormati

keinginannya dan mewujudkan kehidupan yang tenang dan damai

sebagaimana yang diinginkan. Hak dan kewajiban tersebut penting untuk

menjauhkan mereka berdua dari permusuhan sehingga rumah tangga tidak

menjadi tumbuh bagai di depan neraka jahim.6

Dalam perjalanan rumah tangga, sepasang suami istri pasti akan

menemui lika-liku kehidupan dalam rumah tangga, mulai dari permasalahan

sosial, kehadiran keturunan, atau bahkan masalah perekonomian keluarga.

Untuk menjaga keutuhan serta keharmonisan rumah tangga maka suami istri

harus mempertimbangkan jalan keluar dari segala aspek agar tercipta keluarga

yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai dengan cita-cita perkawinan.

Perlu diketahui bahwa musyawarah merupakan akhlak seorang

muslim dalam semua lapangan kehidupan, dalam urusan keluarga maupun

diluar urusan keluarga, dalam masalah khusus dan masalah umum. Sebagai

pelaksanaan terhadap firman Allah SWT :

“dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara

mereka”. (asy-Syuura : 38)

Dan sudah seyogyanya seorang suami bermusyawarah dengan istrinya

dalam sebagian urusan keluarga dan istri bermusyarawah dengan suaminya.

Dan sebagaimana halnya terkadang musyawarah itu didasarkan atas

permintaan salah seorang dari suami istri, maka adakalanya musyawarah itu

6. Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta:Sinar Grafika Ofseet, 2010), h. 144

Page 17: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

4

terjadi atas usulan yang lain, seperti musyawarah yang diusulkan Ummu

Salamah kepada Rasulullah SAW pada hari Hudaibiyah.7

Terdapat sejumlah nash kulli (umum) disamping nash tafshili

(terperinci) yang membahas hak dan kewajiban suami istri. Diantaranya

adalah nash yang umum yang menjelaskan bahwa hak laki-laki dan wanita

adalah sama. Sedangkan nash-nash yang terperinci itu sudah terkandung nash

yang umum, dan nash-nash yang umum itu sudah pasti hukumnya, sehingga

tidak diperbolehkan seseorang melupakan nash-nash yang umum dan hanya

terpaku pada nash-nash yang terperinci, hal ini karena nash yang umum

bersama nash yang khusus adalah merupakan syari’ah itu sendiri.

Nash-nash yang terperinci tersebut jika banyak terdapat dalam suatu

bidang maka semua nash itu hanya berkaitan dengan bidang tersebut.

Misalnya adalah dalam bidang ketaatan wanita kepada suami, maka

kebanyakan nash-nashnya merujuk kepada fenomena yang dominan terjadi di

kalangan masyarakat Madinah, yaitu karena tekanan yang keras dari wanita-

wanita Anshar yang disinyalir oleh Umar bin Khattab sebagai kaum yang

didominasi oleh wanita. Maka tidak heran jika dalam kondisi ini Rasulullah

SAW menganjurkan wanita-wanita untuk taat pada suaminya.8

“....Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai

satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 228)

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah9, ayat ini menetapkan bahwa

wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban. Ini

7. Abdul Halim Abu Syuqqah, Tahriir al-Mar’ah Fii ‘Ashri al-Risaalah, (Kuwait:Daralkalam, 2018), Jilid 5, h. 103Selanjutnya Penulis Akan Merujuk Pada Terjemahan Kitab Tersebut, Yang diterjemakan OlehDrs. As’ad Yasin, Dengan Judul Buku Kebebasan Wanita.

8. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) KebebasanWanita, (Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 136

9. Selanjutnya Penulis Akan Menggunakan kata Abu Syuqqah.

Page 18: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

5

berarti bahwa setiap hak wanita diimbangi dengan hak laki-laki. Dengan

demikian maka hak mereka berimbang.10

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini bukanlah kesamaan

wujud sesuatu dan karakternya, melainkan bahwa hak antara mereka itu saling

mengganti dan melengkapi. Maka tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukan

wanita untuk suaminya melainkan suami juga harus melakukan suatu

perbuatan yang seimbang untuknya. Jika tidak seimbang dalam sifatnya,

hendaklah seimbang dalam jenisnya. Maka mereka mempunyai kesamaan

dalam hak dan amalan, sebagaimana mereka memiliki kesamaan dalam indra,

perasaan, dan pikiran, yakni karena masing-masing mereka adalah manusia

utuh yang memiliki akal untuk menentukan apa yang maslahat baginya, hati

yang gembira terhadap apa yang dianggapnya cocok dan menyenangkannya,

serta membenci terhadap apa yang dirasa tidak cocok dan lari dari padanya.

Maka tidak adil jika seseorang bertindak sesuka hatinya terhadap yang lain

dan menjadikannya sebagai budak yang rendah dan hanya melayani kepenti

ngan-kepentingannya. Terlebih setelah melaksanakan akad nikah dan hidup

bersama yang tidak mungkin dapat dicapai kebahagiaan kecuali dengan saling

menghormati dan menunaikan kewajiban antar mereka.11

Adapun menurut Abu Syuqqah dalam kitabnya Tahriir al-mar’ah fii

‘ashrir al-Risaalah yakni menukil dari pendapat ath-Thabari dalam

mentakwilkan firman Allah SWT “dan bagi laki-laki (suami) memiliki satu

tingkat kelebihan dari pada istrinya”, Dia berkata : “sebagian mereka

berkata, makna Darajat ini adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada

para suami dalam hal waris dan jihad”. Yang lain lagi berkata, “Tingkatan

kelebihan itu adalah kewenangan untuk memerintah dan ditaati”. Yang lain

lagi berkata, “tingkatan kelebihan yang merupakan haknya atas istri itu ialah

tugasnya untuk memuliakan istri dan memberikan haknya, serta memaafkan

10. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) KebebasanWanita, (Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 136

11. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) KebebasanWanita, (Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, hal 138

Page 19: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

6

sebagian kewajiban istri kepadanya”. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a

berkata, “aku tidak suka mengambil semua hakku atasnya, karena Allah

berfirman, dan para suami memiliki satu tingkat kelebihan dari padanya”.

Selanjutnya ath-Thabari berkata : “pendapat yang lebih dekat terhadap

takwil ayat ini adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, yaitu bahwa

derajat yang disebutkan oleh Allah ialah pemaafan suami terhadap istri dalam

sebagian kewajibannya, mendiamk annya (tidak menuntut), dan sebaliknya ia

menunaikan semua kewajibannya terhadap istrinya.12

Menurut Abu Syuqqah hak asasi yang paling pokok ialah hak ri’ayah

(pemeliharaan atau kepemimpinan) sebagai mana telah dijelaskan dalam

Hadits Nabi SAW. Dari Ibnu Umar r.a bahwa Nabi SAW bersabda:

“Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu bertanggung

jawab terhadap kepemimpinannya... dan laki-laki adalah pemimpin terhadap

ahli rumahnya, dan wanita adalah pemimpin terhadap rumah tangga

suaminya dan anaknya, maka tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap

kamu bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya”. (H.R Bukhari dan

Muslim)

Hak ri’ayah ini mewaibkan masing-masing suami istri dua tanggung

jawab yang penting. Laki-laki memimpin tanggung jawab kepemimpinan dan

memeberi nafkah. Sedangkan wanita memikul tanggung jawab memelihara

dan mendidik anak, dan tanggung jawab mengatur urusan rumah tangga.

Apabila pembagian tanggung jawab antara suami istri ini merupakan urusan

yang vital untuk meneggakan kehidupan keluarga dan mengatur urusannya

serta merealisasikan misinya, maka tolong menolong diantara mereka

merupakan sesuatu yang vital juga untuk kesempurnaan penunaian tanggung

jawab tersebut dari satu segi, dan untuk memelihara rasa cinta kasih dari segi

lain.13

12. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) KebebasanWanita, (Jakarta: Gema Insani, 1998) jilid 5, h. 139

13. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) KebebasanWanita, (Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid 5, h.147

Page 20: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

7

Berkaitan dengan tanggung jawab penunaian kewajiban antara suami

istri agar terciptanya tujuan perkawinan yaitu membangun keluarga yang

sakinah, mawaddah, dan rahmah, dalam hal ini Abu Syuqqah menekankan

kepada kekompakan antara keduanya, saling menghormati, saling membantu,

dan tolong-menolong untuk mewujudkan itu semua, dengan kata lain tidak

ada pembebanan antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Abu Syuqqah juga menyatakan didalam kitabnya yang berjudul

Tahriirul-Mar’ah Fii ‘Ashrir-Risaalah, bahwa hak-hak yang terpenting bagi

pasangan suami istri, antara lain adalah;

a. Hak Kelemah lembutan

b. Hak Kasih Sayang

c. Hak Reproduksi

d. Hak Kepercayaan dan Berbaik Sangka

e. Hak Keterlibatan Dalam Berbagai Kepentingan Baik Urusan

Umum Dan Khusus

f. Hak Berhias

g. Hak Bergaul Dan Melakukan Hubungan Biologis

h. Hak Mendapatkan Hiburan

i. Hak Cemburu

Dari uraian yang telah terpapar diatas, serta menimbang pentingnya

hak dan kewajiban dalam tatanan kehidupan rumah tangga, dan kenyataan

bahwa hak dan kewajiban suami istri sering menjadi sebab utama

keberhasilan atau kegagalan dalam berumah tangga, penulis tertarik untuk

meneliti lebih jauh dan mendalam tentang hak dan kewajiban suami istri, apa

saja yang termasuk dalam hal ini, dan bagimana pelaksanaan yang seharusnya

sehingga dapat diketahui dan dilaksanakan oleh seluruh umat islam.

Pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah terlebih yang tertuang dalam kitab

Tahriirul-Mar’ah Fii ‘Ashrir-Risaalah. Berkaitan dengan hal ini penulis

menyusun penelitian ini dengan mengangkat judul HAK DAN

KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA (Studi Pemikiran

Abdul Halim Abu Syuqqah “1924-1995” Dalam Kitab Tahriirul-Mar’ah Fii

Page 21: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

8

‘Ashrir-Risaalah). Penelitian ini menjadi penting guna memberikan

penjelasan yang lebih besar terhadap hak dan kewajiban suami istri dalam

rumah tangga dengan harapan seluruh muslimin dan muslimat dapat

mengintropeksi diri mereka sendiri juga merenungi firman Allah SWT dan

Sunnah Rasulullah SAW.

Page 22: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

9

B. Identifikasi Masalah

Cukup banyak permasalahan yang berkaitan dengan hak-hak dan

kewajiban suami istri, maka terlebih dahulu penulis mengidentifikasi

permasalahan yang perlu diungkap dalam penelitian ini, antara lain;

a. Pandangan Abdul Halim Abu Syuqqah tentang kewajiban suami istri

dalam perkawinan.

b. Pandangan Abdul Halim Abu Syuqqah tentang kedudukan wanita dalam

keluarga dan persamaan hak antara suami dan istri.

c. Pandangan Abdul Halim Abu Syuqqah tentang hak-hak parsial bagi

suami dan istri.

d. Relevansi pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah tentang hak dan

kewajiban dalam konteks aturan KHI

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Membatasi masalah adalah suatu kegiatan yang melihat bagian demi

bagian dan mempersempit ruang lingkup pembahasannya, sehingga dapat di

pahami betul apa yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan skripsi

ini, serta bertujuan untuk memfokuskan batasan masalah dengan jelas

sehingga memungkinkan penemuan faktor – faktor yang termasuk kedalam

ruang lingkup pembahasan dan yang bukan termasuk ruang lingkup

pembahasan.

Penulisan ini terbatasi dengan suatu pembahasan terkait pendapat

Abdul Halim Abu Syuqqah tentang relasi hubungan suami istri dalam

keluarga.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut;

1. Bagaimana pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah tentang hak dan

kewajiban suami istri ?

Page 23: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

10

2. Bagaimana kedudukan wanita dalam keluarga menurut pandangan Abdul

Halim Abu Syuqqah ?

3. Bagaimana relevansi pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah tentang hak

dan kewajiban suami istri dalam KHI ?

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Abdul Halim Abu Syuqqah

tentang hak dan kewajiban suami istri.

2. Untuk mengetahui pandangan Abdul Halim Abu Syuqqah tentang

kedudukan wanita dalam keluarga Islam.

3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah

tentang hak dan kewajiban suami istri dalam konteks aturan KHI.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah;

1. Bagi penulis, penelitian ini sangat bermanfaat sebagai wawasan ataupun

pengetahuan mengenai hak dan kewajiban suami istri dalam pandangan

Abdul Halim Abu Syuqqah.

2. Bagi masyarakat, untuk membuka pemikiran pada masyarakat tentang

pentingnya pelaksanaan hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga.

3. Bagi akademik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi

dan acuan bagi kalangan akademisi dan praktisi di dalam menunjang

penelitian selanjutnya yang mungkin cakupannya lebih luas sebagai

bahan perbandingan.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam pembahasan skripsi

ini adalah sebagai berikut;

1. Jenis penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah menggunakan analisis normatif yang didasarkan dengan

Page 24: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

11

melakukan penelitian terhadap data kepustakaan, pendapat para ahli dan

teori yang terkait dengan pembahasan masalah atau disebut dengan data

sekunder. Yang bersifat deskriptif analisis, yaitu memberikan data

seteliti mungkin yang menggambarkan objek penelitian dan kemudian

menghasilkan data berupa kata – kata tertulis dari sumber – sumber yang

diperoleh.selanjutnya data tersebut di analisis dan di ambil

kesimpulannya.

2. Sumber Data Penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini, peneliti menyusun

berdasarkan sumber data yang terbagi kedalam dua kriteria, yaitu sumber

data utama ( primer ) dan sumber data tambahan ( sekunder ) ialah;

a. Sumber Data Primer

Adapun sumber data primer yang digunakan ialah kitab karya Abdul

Halim Abu Syuqqah yang berjudul Tahriirul-Mar’ah Fi ‘Ashrir Ar-

Risaalah.

b. Sumber Data Sekunder

Adapun data sekunder yang digunakan ialah berupa bahan – bahan

yang dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini, berupa buku –

buku, makalah seminar, artikel, jurnal, situs dan blog.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi

kepustakaan ( Library Research ) yaitu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan serta menganalisa data yang diperoleh dari literatur –

literatur yang berkenaan dengan permasalahan yang diangkat dalam

penulisan skripsi ini beruba buku, artikel dan sebagainya.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan untuk menyelesaikan

skripsi ini menga cu pada “ Pedoman Penulisan Skripsi “ yang

diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 25: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

12

F. Kajian ( Review ) Studi Terdahulu

Pembahasan dalam penelitian ini, penulis melakukan telaah studi

terdahulu pada hasil penelitian yang pembahasannya menyerupai dengan

pembahasan yang akan diangkat oleh penulis dalam skripsi ini, antara lain

yaitu;

1. Skripsi atas nama Lilik Ummi kaltsum, Fakultas Usuluddin Jurusan

Tafsir dan Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Hak-

hak Perempuan Dalam Pernikahan Menurut Wahbah al-Zuhaili. Hasil

penelitian skripsi ini membahas tentang hak-hak perempuan yang

dituangkan dalam tafsir al-munir karangan Wahbah al-Zuhaili yang

dipaparkan dalam beberapa hak; hak memilih pasangan, hak memperoleh

mahar, hak menjadi istri, hak sebagai ibu, hak talak, masa iddah dan

poligami.

2. Skripsi atas nama Imam Mustaqim, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul Hak Dan Kewajiban Suami

Istri Dalam Perkawinan (Studi Pemikiran Quraisy Shihab Dalam Tafsir

al-Misbah), skripsi ini berusaha meneliti tafsir al-Misbah khuusnya yang

berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga.

3. Skripsi atas nama Arjuwin Taqwa, Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul Hak Dan Kewajiban Suami Istri

Perspektif Gender, Studi Kritis UU no 1 Tahun 1974, skripsi ini meneliti

untuk kemudian membongkar ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU

no.1 Tahun 1974 yang dinilai tidak sesuai dengan perspektif gender.

4. Skripsi atas nama Age Surya Dwipa Chandra, Fakultas Syari’ah

Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung, dengan judul, Pemikiran

Qasim Amin Tentang Pembaruan Hukum Perkawinan Dalam Islam

(Studi Kitab Tahrir Al-Mar’ah). Skripsi ini meneliti tentang kesetaraan

hak-hak wanita, khususnya dalam keluarga, yang dalam hal ini mencakup

tiga aspek yaitu: perkawinan, poligami, dan perceraian.

Page 26: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

13

5. Jurnal Khazanah atas nama Hanief Monady, Universitas Islam Negri

Antasari Banjarmasin, dengan judul Hermeneutika Hadis Abu Syuqqah.

Jurnal ini membahas tentang hermeneutika hadis Abu Syuqqah yang ada

dalam kitab Tahriir al-Mar’ah Fii ‘Ashri Al-Risaalah dan dalam hal ini

hanya fokus pada pembahasan tentang cadar sebagai penutup wajah bagi

wanita.

G. Sistematika Penulisan

Dalam memaparkan penelitian ini kedalam bentuk tulisan, maka

penulis menyusunnya secara sistematis guna memudahkan dalam

menganalisis suatu masalah.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah;

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, review studi

terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab kedua penulis memaparkan tentang kajian teoritis hukum

perkawinan dalam Islam, dalam bab ini dibahas mengenai pengertian, dasar

hukum, hikmah dan tujuan perkawinan, serta hak-hak dan kewajiban suami

istri yang di sertai beberapa dalil Al-Qur’an maupun Al-Hadits dan juga

pasal-pasal dalam KHI.

Bab ketiga penulis membahas tentang biografi, metode serta prinsip

dan pokok – pokok pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah yang merupakan

objek dari penelitian. Dalam bab ini dibahas secara menyeluruh tentang

biografi beliau, kitab karangan beliau serta pemikiran beliau yang khuusus

membahas tentang hukum perkawinan yang tertuang dalam kitab Tahriir al-

Mar’ah Fii ‘Ashri al-Risaalah.

Bab keempat yaitu terkait analisis pemikiran dan metode istinbat

hukum Abdul Halim Abu Syuqqah tentang hak dan kewajiban suami istri

dalam perkawinan. Dalam bab ini dibahas mengenai analisis terhadap

Page 27: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

14

pandangan Abdul Halim Abu Syuqqah tentang hak dan kewajiban suami istri

serta kedudukan wanita wanita dalam keluarga dan keseimbangan hak antara

suami istri, serta relevansi pemikiran beliau dalam aturan KHI.

Bab kelima ini merupakan bagian akhir yaitu penutup dari isi

keseluruhan skripsi ini, meliputi kesimpulan, yang merupakan jawaban dari

pokok masalah dan saran – saran yang merupakan masukan dari penulis untuk

penambahan di bidang keilmuan yang lebih baik.

Page 28: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

15

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG HUKUM PERKAWINAN ISLAM

A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an bahwa Allah SWT telah

menciptakan manusia berpasang-pasangan, hal ini tertuang dalam beberapa

surat di dalam Al-Qur’an, di antaranya terdapat dalam QS. Yasin : 36 yang

berbunyi:

ا تنبت األرض ومن أنفسھم ومما ال یعلمون سبحان الذى خلق األزواج كلھا مم“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasang-pasangan semuanya,

baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari

apa yang tidak mereka lihat”.

Hal tersebut juga tertuang dalam QS. Adz-Dzariyat : 49 yang berbunyi :

ومن كل شيء خلقنا زوجین لعلكم تذكرون“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu

mengingat kebesaran Allah SWT”.

Ketentuan mengenai penciptaan manusia yang berpasang-pasangan

dipertegas dengan firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum : 21 yang berbunyi :

ومن أایتھ أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إلیھا وجعل بینكم مودة ورحمة إن

فى ذالك ألیت لقوم یتفكرون“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-nya ialah dia menciptakan

pasang-pasangan untuk mu dari jenis kamu sendiri, agar kamu cenderung dan

merasa tentram kepadanya, dan dia menjadikan diantara kamu rasa dan kasih

dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar benar terdapat

tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaumnya yang berfikir”.

Secara etimologi pernikahan dalam bahasa arab berarti nikah atau zawaj.

Kedua kata ini yang terpakai sehari-hari dalam bahasa orang arab dan juga

banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. al-Nikah memiliki arti al-

Wath’i, al-Dhammu, al-Tadakhul, al-Jam’u dan al-‘Aqd yang berarti

Page 29: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

16

bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima’ dan akad. Secara termonilogis

pernikahan (nikah) yaitu akad yang membolehkan terjadinya istimta’

(persetubuhan) dengan seorang wanita. Selama wanita tersebut bukan

termasuk wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan ataupun sebab

persusuan. Menurut Dr. Ahmad Ghandur seperti yang disadur oleh Prof. Dr.

Amir Syarifuddin dalam bukun karangan Mardani, bahwa nikah yaitu akad

yang membolehkan bergaulnya laki-laki dan perempuan dalam tuntutan naluri

kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara

timbal balik hak dan kewajibannya.1

Definisi nikah menurut syara’ adalah melakukan akad (perjanjian) antara

calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan pergaulan sebagaimana

mestinya suami istri, dengan mengikuti norma, nilai-nilai sosial dan etika

agama. Sedangkan perkawinan menurut istilah adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak jaman dulu,

sekarang, dan masa yang akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan

sebagai ikatan yang kuat, ikatan yang suci, suatu perjanjian yang mengandung

makna magis, suatu ikatan yang bukan saja hubungan atau kontrak

keperdataan biasa tetapi juga hubungan menghalalkan hubungan badan antara

suami istri sebagai penyaluran libido sexsual manusia yang terhormat.oleh

karena itu, hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah.3

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 1

berbunyi:

1. Mardani, Hukum Perkawinan Islam: Di Dunia Islam Moderen, (Yogyakarta: GrahaIlmu, 2011) h. 4

2. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) h. 73. Yayan Sofyan, Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan IslamDalam Hukum

Nasional), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011) h. 127

Page 30: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

17

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pada pasal 1 undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut diatas, dapat

disimpulkan rumusan arti dan tujuan dari perkawinan. Perkawinan berarti

ikatan lahir batin seorang pria denga seorang wanita sebagai suamin istri,

sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.4

Menurut Sayuthi Thalib pernikahan adalah perjanjian suci membentuk

keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Unsur perjanjian

disini untuk memperlihatkan kesenjangan dari suatu pernikahan serta

menampakkannya kepada masyarakat ramai. Sedangkan sebutan suci untuk

pernyataan segi kegamaannya dari suatu pernikahan.5

2. Dasar Hukum Perkawinan

Segolongan Fuqoha yakni Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa

nikah itu hukumnya sunnah. Golongan Zahiriyyah berpendapat bahwa nikah

itu wajib. Para Ulama Malikiyyah muta’akhirin berpendapat bahwa nikah itu

wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian lainnya dan mubah untuk

golonga lainnya. Demikian itu menurut mereka ditinjau berdasarkan

kekhawatiran (kesusahan) dirinya.6

Perbedaan pendapat itu salah satunya adalah dikarenakan terjadi perbedaan

penafsiran atas ayat atau hadits tentang perkawinan yang di dalamnya terdapat

kalimat perintah, apakah kalimat perintah tersebut harus diartikan wajib,

sunnah, atau bisa juga mubah?

Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, dan Malik bin Anas,

meskipun menikah pada mulanya mungkin dianggap sebagai kebolehan atau

hal yang dianjurkan, namun bagi beberapa pribadi tertentu ia dapat menjadi

4. Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan Di Indonesia,(Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 3

5. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Pres, 2009) h. 476. Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakkahat (Jakarta: Kencana, 2003) h. 16

Page 31: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

18

kewajiban. Walaupun demikian, Imam Syafi’i menganggap bahwa menikah

bersifat mubah.7

Imam Syafi’i menyatakan bahwa nikah itu hukumnya jaiz atau mubah,

hukum jaiz tersebut dapat dapat berkembang ke tingkat yang lebih tinggi yaitu

wajib dan bisa juga menjadi haram. Dalam sistem hukum syafi’iyyah tidak

menekankan hanya kepada kaidah hukum asalnya saja tetapi juga dilihat dari

aspek agama, sosial, moral yang sesuai dengan jiwa syariat Islam. Lebih lanjut

kita tinjau hukum menikah dari kondisi perorangan dengan berlandaskan pada

kaidah ini diterapkan kedalam hukum perkawinan maka menghasilkan

perubahan hukum yang didasarkan dari perbedaan ‘illat.8

Hukum pernikahan juga bergantung pada keadaan orang yang

bersangkutan, baik dari segi psikologis, materi, maupun kesanggupannya

memikul tanggung jawab. Adakalanya pernikahan itu wajib bagi seseorang

adakalanya juga pernikahan itu haram bagi orang yang lain. Oleh dari sebab itu

akan dibahas secara rinci tentang hukum pernikahan.9

a. Wajib

Pernikahan wajiba bagi orang yang memiliki kemampuan untuk

menikah (berumah tangga) serta memiliki nafsu biologis dan khawatir

untuk berbuat zina manakala tidak melakukan pernikahan. Keharusan

perkawinan ini didasarkan atas alasan bahwa mempertahankan

kehormatan diri dari kemungkinan berbuat zina adalah wajib.10

b. Sunnah

Pernikahan tidak menjadi wajib, namun sangat dianjurkan bagi

siapa saja yang memiliki hasrat atau dorongan seksual untuk menikah

dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi ia merasa yakin

akan kemampuannya untuk mengendalikan itu semua sehingga tidak

7. Abdur Rahman I.Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),cet 1, h. 7

8. Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syari’ah Dalam Hukum Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2010) h. 284

9. Pakih Sati, Panduan Lengkap Pernikahan: Fiqih Munakahat Terkini, (Yogjakarta:Bening, 2011) h.18

10. Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 91

Page 32: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

19

khawatir akan terjerumus dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah

SWT. Orang seperti ini tetap di anjurkan untuk menikah, sebab

bagaimanapun nikah itu lebih afdhal dari pada mengkonsentrasikan diri

secara total untuk beribadah.11

c. Makruh

Jika seorang laki-laki yang tidak memiliki syahwat untuk

menikahi seorang perempuan ataupun sebaliknya, sehingga tujuan

pernikahan yang sesungguhnya tidak akan tercapai, maka yang

demikian itu hukumnya makruh. Misalnya seseorang yang impoten.12

Begitu pula makruh bagi orang yang jika ia menikah, ia khawatir

istrinya akan teraniaya, akan tetapi jika ia tidak menikah ia khawatir

akan terjatuh pada perzinaan, karena manakala bertentangan hak Allah

dan hak manusia, maka hak manusia harus diutamakan dan orang ini

wajib mengekang nafsunya supaya tidak berzina.13

d. Haram

Pernikahan menjadi haram apabila salah satu pihak bertujuan

untuk menyakiti pihak yang lain, bukan demi menjalankan ibadah dan

mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Misalnya seorang laki-laki yang

menikahi seorang wanita hanya untuk balas dendam, dan sejenisnya.

Hal ini menjadi haram karena masuk dalam katagori ketidak mampuan

memberi nafkah dan tidak dapat memenuhi kewajiban lainnya.

Keharaman tersebut juga ada pada orang yang tidak mempunyai

keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab

untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga,

sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya

dan istrinya.14

11. Muhammad Bagir, Fiqih Praktis II: Menurut Al-Qur’an, as-Sunnah, dan pendapatPara ‘Ulama, (Bandung: Karisma, 2008), h. 4

12. Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syari’ah Dalam Hukum Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2010) h. 285

13. Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syari’ah Dalam Hukum Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2010) h. 286

14. Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003) h. 20

Page 33: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

20

e. Mubah

Pernikahan yang mubah adalah pernikahan yang dilakukan tanpa

adanya faktor-faktor yang mendorong (memaksa) atau menghalang-

halangi. Perkawinan mubah inilah yang umum terjadi di tengah-tengah

masyarakat luas, dan oleh kebanyakan Ulama dinyatakan sebagai

hukum dasar atau hukum asal pernikahan.15

3. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut ajaran Islam ialah untuk memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan

bahagia yang dibalut dengan cinta dan kasih sayang. Harmonis dalam

menggunakan hak dan kewajiban keluarga, sejahteran artinya terciptanya

ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan

batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan yakni kasih sayang antar anggota

keluarga. Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah perkawinan adalah

mewujudkan mahligai rumah tangga yang sakinah, yang selalu dihiasi

mawaddah dan rahmah.16

Menurut Imam Al-Ghazali dalam buku Ihyanya, bahwa tujuan pernikahan

dapat dikembangkan menjadi lima17, yaitu:

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan

menumpahkan kasih sayang.

c. Memenuhi panggilan Agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak

serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta

kekayaan yang halal.

15. Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia, (Jakarta: Rajawali Pers,2004), h. 93

16. Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta:Darussalam, 2004), h. 19

17. Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003) h. 24

Page 34: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

21

e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram

atas dasar cinta dan kasih sayang.

4. Hikmah Perkawinan

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini

berlanjut dari generasi ke generasi. Selain sebagai penyalur nafsu insani yang

sah dan menghindari godaan syetan yang menjerumuskan, pernikahan juga

berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan asas

saling tolong menolong dalm wilayah kasih sayang, dimana wanita

berkewajiban untuk mengerjakan tugas di dalam rumah tangganya seperti

mengatur rumah dan menjaga anak dan menciptakan suasana yang nyaman dan

tentram, dengan begitu seorang laki-laki juga dapat mengerjakan kewajibannya

dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat.18.

Sayyid Sabiq menjelaskan hikmah-hikmah perkawinan yang tertuang dalam

buku Abd. Rahman Ghazaly antara lain adalah19:

a. Menikah merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik dan

sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks. Penyaluran seks

melalui pernikahan akan menjadikan badan segar, jiwa tenang, mata

terpelihara dari melihat yang haram, serta perasaan tenang menikmati

sesuatu yang halal.

b. Menikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak

menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia,

serta memelihara nasab yang dalam islam sangat diperhatikan.

c. Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurus dan mengatur

rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas-

batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-

tugasnya.

18. Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidh, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1998) h. 378

19. Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003) h.69-72

Page 35: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

22

d. Dengan pernikahan, diantaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan,

memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat

hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui, ditopang, dan

dijunjung.

Dengan demikian, secara singkat dapat digambarkan bahwa hikmah

perkawinan itu antara lain: menyalurkan naluri seks yang sah secara syari’at,

jalan mendapatkan keturunan, dorongan untuk bekerja keras, memahami

batasan-batasan hak dan kewajiban suami dan istri, dan menjalin tali

silaturrahim antara dua keluarga.

B. Hak Dan Kewajiban Suami Istri

Tujuan dari pernikahan akan terwujud jika masing-masing pasangan siap

melakukan perannya secara positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan yang

kekal dan abadi. Semua itu telah diatur oleh islam yang berkaitan dengan

hukum umatnya secara adil dan proposional, tidak di tambah atau dikurangi

karena setiap hamba memiliki hak dan kewajibannya masing-masing.

Jika perkawinan telah berlangsung dan sah menurut syarat dan rukunnya,

maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian perkawinan akan

menimbulkan juga hak dan kewajiban selaku suami istri dalam kehidupan

keluarga yang meliputi ; hak suami istri bersama, hak suami atas istri dan hak

istri atas suami.20 Yang dimaksud dengan hak disini adalah apa apa yang

diterima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban adalah apa yang

musti atau harus dilakukan seseorang terhadap orang lain.21 Hak dan

kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami istri secara

berkesinambungan. Maka dapat disimpulkan bahwa pemenuhan hak dan

kewajiban itulah yang menentukan keharmonisan suatu keluarga.

Suami dan istri memiliki peran masing-masing dalam sebuah keluarga,

maka disini pasangan suami istri dituntut harus paham akan perannya, termasuk

20. Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003) h. 15521. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Putra Grafika,

2004) h.165

Page 36: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

23

hak dan kewajiban masing-masing. Seorang istri memiliki peran yang sentral

dalam rumah tangga karena istri harus bisa mengatur urusan rumah tangga

sehari-hari dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakan kewajibannya istri

juga berhak mendapatkan hak dari suaminya. Sebagaimana Allah SWYT

berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 228 :

ولھن مثل الذى علیھن بالمعروف وللرجال علیھن درجة“dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya

menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan

kelebihan dari pada istrinya”

Ayat ini menjelaskan bahwa istri memiliki hak dan juga kewajiban,

maka kewajiban istri merupakan hak bagi suami namun suami memiliki

kedudukan setingkat lebih tinggi dari pada istrinya, yaitu sebagai pemimpin dan

kepala rumah tangga sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat diatas.

Adapun kewajiban suami terhadap istrinya terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Hak dan kewajiban yang bersifat kebendaan (materi).

b. Hak dan kewajiban yang bukan bersifat kebendaan.22

1. Kewajiban Suami Terhadap Istri

Adapun kedua kewajiban tersebut suami harus melaksanakannya dengan

sebaik baiknya. Adapun kewajiban suami yang bersifat kebendaan (materi)

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Mahar, mahar merupakan pemberian pertama seorang suami kepada

istrinya yang dilakukan ketika akad nikah. Dikatakan yang pertama

karena sesudah itu akan timbul beberapa kewajiban materil yang harus

dilaksanakan oleh suami selama masa perkawinan istu berlangsung.23

b. Nafkah, setelah mahar dibayarkan serta resmi dan sah menjadi pasangan

suami istri maka akan timbul kewajiban selanjutnya yaitu nafkah.

Hukum membayar atau memberi nafkah untuk istri baik dalam bertuk

22. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta:Liberty, 1999) h.87

23. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Putra Grafika,2004) h.87

Page 37: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

24

pembelanjaan, pakaian, ataupun tempat tinggal adalah wajib. Kewajiban

tersebut bukan disebabkan karena istri membutuhkannya untuk

kehidupan berumah tangga, tetapi kewajiban tersebut timbul dengan

sendirinya tanpa melihat kepada keadaan istri.24

Sedangkan kewajiban suami yang merupakan hak bagi istrinya yang tidak

bersifat kebendaan (bukan materi) adalah sebagai berikut :

a. Menggauli istrinya secara baik dan patut.25 Hal ini sesuai dengan apa

yang Allah SWT serukan dalam firmannya pada Q.S an-Nisa ayat 19 :

وعاشروھن بالمعروف فإن كرھتموھن فعسى أن تكرھو شیئا ویجعل هللا فیھ خیرا

كثیرا“dan pergaulilah mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak

menyukai mereka (maka bersabarlah) karbena mungkin kamu tidak

menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang

banyak”

Yang dimaksud pergaulan secara baik dan patut disini adalah

pergaulan suami istri yang termasuk kepada hal-hal yang berkenaan

dengan kebutuhan seksual, bentuk pergaulan yang dikatakan dalam ayat

ini diistilahkan dengan cara yang makruf yang mengandung arti secara

baik. Sedangkan bentuk dari makruf itu tidak dijelaskan secara khusus.

Dalam hal ini diserahkan kepada pertimbangan alur dan patut menuirut

pandangan adat dan lingkungan setempat.26 Selain itu yang dapat

dipahami juga dari ayat ini adalah suami harus menjaga ucapan dan

perbuatannya guna tidak menyakiti fisik maupun perasaan istri.

b. Keadilan dalam poligami, memberikan keadilan kepada beberapa istri

jika seorang suami tersebut berpoligami adalah suatu kewajiban, bahkan

adil adalah salah satu syarat jika seorang suami ingin berpoligami.

24. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Putra Grafika,2004) h.166

25. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Prenadea, 2006) h.160

26. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Putra Grafika,2004) h.161

Page 38: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

25

Sebagaimana Allah menerangkan dalam firmannya pada al-Qur’an surat

an-Nisa ayat 3 :

وإن خفتم أن ال تقسطوا فى الیتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثالث

ورباع فإن خفتم أن ال تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أیمانكم ذالك أدنى ألن ال تعولوا“dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilahwanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah)seseorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian ituadalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”

Dari ayat di atas dapat dicermati bahwa Allah SWT

membolehkan kaum laki-laki untuk memiliki istri lebih dari satu, yang

tentunya juga dengan segala konsekuensi tertentu seperti berlaku adil

dan tidak berat sebelah.

Dalam hal apakah suami harus berlaku adil terhadap istrinya

ketika berpoligami?

Suami wajib berlaku adil terhadap istri-istrinya dalam urusan

pangan, pakaian, tempat tinggal giliran berada pada masing-masing istri,

dan lainnya yang bersifat kebendan, tanpa membedakan antara istri yang

kaya dengan istri yang miskin, yang berasal dari keturunan tinggi dengan

yang berasal dari golongan bawah. Jika masing-masing istri mempunyai

anak yang jumlahnya berbeda, atau jumlahnya sama tapi biaya

pendidikannya berbeda, tentu saja dalam hal ini harus menjadi

pertimbangan dalam memberi keadilan.27

Berkenaan dengan ketidak adilan suami terhadap istri-istrinya,

Rasulullah bersabda :

“dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya Nabi SAW bersabda: barang

siapa yang mempunyai dua orang istri, lalu memberatkan kepada salah

satunya, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan bahunya

miring”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi dan Nasai dan Ibnu Hibban)

27. Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003) h. 132

Page 39: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

26

Sedangkan adil terhadap istri-istri dalam masalah cinta dan kasih

sayang, Abu Bakar bin Araby mengatakan bahwa hal ini berada di luar

kesanggupan manusia, sebab cinta itu adanya dalam genggaman Allah

SWT yang mampu membolak balikan menurut kehendaknya. Begitu

pula dengan hubungan seksual, terkadang suami bergairah dengan istri

yang satu tetapi tidak bergairah dengan istri yang lain. Dalm hal ini, jika

tidak disengaja ia tidak terkena hukuman dosa karena berada diluar

kemampuannya.28 Dalam kaitannya dengan ini Aisyah r.a berkata :

“Rasulullah SAW selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil.

Dan beliau bersabda: Ya Allah, ini bagianku yang dapat ku kerjakan,

karena itu jangan lah Engkau mencelakakan aku tentang apa yang

Engkau kuasai sedangkan aku tidak menguasainya. Abu daud berkata :

yang dimaksud dengan engkau kuasai dan aku tidak menguasainya yaitu

hati”. (H.R. Abu Daud, dan Tirmidzi, dan Nasai, dan Ibnu Hibban).

c. Menjaga dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu

perbuatan dosa dan maksiat atau ditimpa oleh suatu kesulitan dan mara

bahaya.29 Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat at-

Tahrim ayat 6:

منوا قوا أنفسكم و أھلیكم نارا وقودھا الناس والحجارة علیھا ملئكة یاأیھا الذین أ

غالظ شداد ال یعصون هللا ما أمرھم ویفعلون ما یؤمرون“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,

panjangnya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka

dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”

Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjaga kehidupan

beragama dalam keluarga, membuat istri tetap menjalankan perintah

agama dan menjauhkannya dari segala sesuatu yang dimurkai Allah

28. Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003) h. 13329. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Putra Grafika,

2004) h.161

Page 40: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

27

SWT. Suami juga wajib memberikan pendidikan agama maupun

pendidikan lainnya yang berguna dalam kedudukannya sebagai istri,

dengan tujuan agar terhindar dari perbuatan dosa dan kemaksiatan.

d. Suami wajib memberikan kehidupan perkawinan yang diharapkan oleh

Allah SWT, yaitu perkawinan yang berlandaskan sakinah, mawaddah

dan rahmah.30 Untuk itu suami wajib memberikan rasa tenang dan

tentram bagi istrinya, rasa cinta yang tulus, serta kasih sayang yang itu

semua adalah kunci dan cita-cita keluarga bahagia sesuai dengan

tuntunan syari’at Islam, yaitu hubungan ikatan pernikahan yang bahagia,

kuat, dan langgeng, hungga terbentuk suatu keluarga yang diperintahkan

Allah SWT dalam firman-Nya pada al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 21 :

ومن ایتھ أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إلیھا وجعل بینكم مودة ورحمة

إن فى ذالك ألیت لقوم یتفكرون“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tentram kepadanya, dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan

sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”

2. Kewajiban Istri Terhadap Suami

Suami istri masing masing memiliki hak dan kewajibannya sendiri, hak istri

yang merupakan kewajiban bagi suami dan juga hak suami yang merupakan

kewajiban bagi istri. Berikut akan dijelaskan mengenai hak suami yaitu

kewajiban seorang istri terhadap suami :

a. Menjadi istri yang shalihah, ulama sepakat dalam kewajiban taatnya istri

pada suami selama hal itu bukan dalam kemaksiatan dan ketaatan itu

disebabkan bahwa suami adalah seorang pemimpin dalam rumah tangga,

30. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Putra Grafika,2004) h.162

Page 41: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

28

maka istri yang shalihah harus taat pada suaminya. Sebagaimana firman

Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 34 :

الرجال قوامون على النساء بما فضل هللا بعضھم على بعض وبما أنفقوا من

أموالھم

فعظوھن واھجروھن فى المضاجع و اضربوھن فإن أطعنكم فال تبغوا علیھن

كبیراسبیال إن هللا كان علیا“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telamelebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah darihartanya, maka perempuan-perempuan yang shalihah adalah mereka yangtaat pada Allah dan menjaga diri saat suaminya tidak ada, karena Allahtelah menjaga mereka, dan perempuan-perempuan yang kamu hawatirkanakan nusyuz hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlahmereka di tempat tidur (pisah ranjang) dan kalau perlu pukullah mereka,tetapi jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari alasanuntuk menyusahkannya, sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi MahaBesar”.قوامون (qawwaamuun) merupakan bentuk jama’ dari kata qawwam yang

merupakan bentuk mubalaghah dari kata qa’im yang berarti orang yang

melaksanakan sesuatu secaea sungguh-sungguh sehingga hasilnya semprna.

Itulah sebabnya kenapa qawwamun diartikan sebagai penanggung jawab,

pelindung, pengurus, dan juga pemimpin yang mana itu diambil dari kata

qiyam sebagai asal dari kata kerja qaama-yaquumu yang berarti berdiri. Jadi

kata qawwamuun secara bahasa artinya adalah orang-orang yang

melaksanakan tanggung jawab. Dan pada ayat ini kata qawwaamun

diartikan sebagai pemimpin.31

Asbab an-Nuzul ayat di atas bahwa Ibnu Jarir meriwayatkan dari berbagai

jalur dari Hasan al-Bashri dan disebagian jalur disebutkan, “pada suatu

ketika seorang lelaki anshar menampar istrinya, lalu istrinya mendatangi

Nabi SAW untuk meminta kebolehan qishash, lalu Nabi SAW menetapkan

lelakinya harus diqishash, lalu turunlah firman Allah SWT : .....dan

janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) al-Qur’an

31. Departemen Agama RI, al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, 2010) h.162

Page 42: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

29

sebelum selesai diwahyukan kepadamu..... (Q.S Taha : 114). Dan kemudian

setelah itu turunlah firman Allah SWT : ......kaum laki-laki adalah

pemimpin bagi kaum wanita.... (Q.S. an-Nisa : 34)”.32

Secara garis besar ayat ini menjelaskan bahwa kaum laki-laki itu sebagai

pemimpin, pemelihara, pembela, dan juga pemberi nafkah yang memiliki

tanggung jawab penuh terhada perempuan yang telah dinikahinya. Ayat ini

juga menjelaskan bahwasanya seorang istri diwajibkan untuk selalu taat

pada suaminya, memelihara kehormatan dan juga harta suaminya saat sang

suami berada jauh darinya. Karena seorang istri yang shalihah adalah

seorang istri yang senantiasa taat dan patuh pada suaminya.

b. Kewajiban untuk menutup auratnya. Salah satu cara yang ditunjukkan Allah

SWT kepada kaum perempuan untuk menutup auratnya ialah dengan cara

memakai hijab, sebagaimana tertera dalam firmannya yang terdapat pada

Q.S al-Ahzab : 59

نبي قل ألزواجك وبناتك ونساء المؤمنین ید نین علیھن من جالبیبھن ذالك الیاأیھا

أدنى أن یعرفن فال یؤذین وكان هللا غفورا رحیما“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan

istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya

keseluruh tubuh mereka yang demikian itu lebih mudah untuk dikenal,

karena itu mereka tidak diganggu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang”

جالبیب (jalaabiib) adalah bentuk jamak dari kata jilbab yang biasa diartikan

sebagai pakaian yang lebar, yang biasa dipakai untuk menutupi pakaian

(dalam) mereka dan menutupi seluruh tubuh (kecuali yang boleh

ditampakkan). Ibnu Hazm menuliskan bahwa dalam bahasa Arab, jilbab

merupakan kain bagian luar yang menutupi seluruh tubuh, sepotong

pakaian yang terlalu kecil untuk menutupi seluruh tubuh tidak dapat disebut

sebagai jilbab.33

32. Mardani, Ayat-Ayat Tematik : Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) h. 2133. Imam Taufiq, Tafsir Ayat Jilbab Kajian Terhadap Q.S al-Ahzab : 59, dalam Jurnal at-

Taqaddum, Vol, 5 No. 2, 2013, h. 341

Page 43: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

30

Secara lahiriyah, teks dalam ayat diatas merupakan bentuk kalimat yang

redaksinya mengandung perintah, yang mana perintah tersebut ditunjukkan

kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan kepada para istri dan

juga anak-anak perempuannya serta terhadap seluruh mukminat untuk

mengenakan jilbab sebagai salah satu cara untuk menutup auratnya.

c. Menundukkan pandangannya, kewajiban seorang istri untuk menundukan

pandangannya dari yang bukan mahramnya, sebagaimana dijelaskan dalam

al-Qur’an surat an-Nur : 31 :

وقل للمؤمنات یغضضن من أبصارھن ویحفظن فروجھن وال یبدین زینتھن إال ما

ن على جیوبھنظھر منھا ولیضربن بخمرھ“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: hendaklah mereka

menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan

jangan mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak dari

padanya, dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dada mereka...”

(walaa yubdiina ziinatahunna) artinya dan janganlah mereka menampakan

perhiasannya (auratnya). Kata yubdiina adalah mentuk fiil mudhari’ dari

kalimat bada yang artinya muncul dengan jelas. Orang-orang arab

menyebut orang yang hidup di perkampungan dengan sebutan Baduy

karena rumah-rumahnya terlihat jelas. Berbeda dengan orang yang hidup di

perkotaan yang rumahnya saling berhimpitan hingga tertutup. Maka kata

walaa yubdiina ziinatahunna memiliki arti janganlah para wanita

memperlihatkan perhiasan mereka yang maksudnya adalah anggota tubuh

yang menjadi tempat perhiasan seperti kalung yang berada di leher.

Asbabun nuzul ayat ini adalah : Ibnu Hatim meriwayatkan dari Muqatil

bahwa mereka mendapat kabar bahwa Jabir bin Abdillah menceritakan

bahwa Asma’ binti Murstad ketika itu sedang berada di kebun kurmanya,

tiba-tiba beberapa wanita masuk kebun tanpa mengnakan busana sehingga

terlihat perhiasannya (gelang) dikaki mereka, juga terlihat dada dan rambut

Page 44: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

31

mereka, maka Asma’ berkata : alangkah buruknya hal ini” maka kemudian

turunlah ayat mengenai hal tersebut.34

Ayat di atas jelas telah mengisyaratkan kepada kaum wanita untuk menjaga

pandanganya dan senantiasa menutup perhiasannya (auratnya) kepada laki-

laki yang bukan mahramnya.

d. Kewajiban seorang istri untuk tidak berbicara lembut pada laki-laki lain,

dalam kehidupan sosial tentunya antara laki-laki dan perempuan akan saling

berbicara dan bertegur sapa atau bisa disebut dengan istilah komunikasi.

Dalam Islam, kemampuan berkomunikasi yang dimiliki manusia

merupakan keistimewaan yang sangat besar dan termasuk salah satu dari

perkara yang membedakan manusia dengan hewan, serta tidak dipisahkan

dalam kehidupan manusia sebab berkomunikasi hampir dibutuhkan pada

setiap gerak dan langkah manusia. Akan tetapi Islam memberikan rambu-

rambu ketika hendak berkomunikasi.35 Terlebih komunkasi yang terjadi

antara laki-laki dan perempuan. Perlu diketahui bahwasanya dalam

berinteraksi dengan lawan jenis seorang mempunyai batasan yang harus

diikuti terlebih lagi untuk seorang isteri. Karena seorang isteri memiliki

tanggung jawab ganda yaitu menjaga kehormatan dirinya dan juga

suaminya. Seorang isteri tidak diperbolehkan untuk berbicara pada laki-laki

yang bukan suaminya dengan nada yang lembut yang mana dengan

berbicara seperti itu akan membuat lawan bicaranya menjadi salah

pengertian. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab:32

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,

jika kamu bertaqwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara

sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan

ucapkanlah perkataan yang baik.”

Ayat ini dengan sangat jelas menegaskan bahwa seorang isteri memang

dilarang untuk berbicara lembut pada laki-laki yang bukan suaminya,

34.Mardani, Ayat-Ayat Tematik : Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) h. 218-21935 Amir Mukmin Solihin, “Etika Komunikasi Lisan Menurut Al-Qur’an, Kajian Tafsir

Tematik”, Skripsi, Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 28.

Page 45: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

32

karena dikhawatirkan akan timbul penyakit hati pada lawan bicaranya

berupa ketertarikan pada dirinya.

e. Tetap berada di rumah, di antara hak dari seorang suami terhadap isterinya

adalah agar seorang wanita tidak keluar rumah kecuali dengan izin dari

suaminya. Namun seorang suami tidak boleh melarang isterinya untuk

berkunjung kepada orang tuanya sebab itu dapat memutuskan tali

silaturrahmi. Dengan melarang seorng isteri menemui orang tuanya maka

seorang suami telah merampas hak seorang isteri untuk mendapatkan

perlakuan baik dari suaminya. Dengan demikian maka seorang suami harus

menjadi orang yang lunak agar apa yang menjadi kewajibannya juga

terlaksana.36

Seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus rumah, suami, dan juga

anak-anaknya. Dan kewajiban tersebut akan terlaksana ketika seorang istri

tetap berada di rumahnya untuk melakukan apa yang telah menjadi

tanggung jawabnya itu. Sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah

SWT dalam QS. Al-Ahzab : 33

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu dan janganlah kamu

berhias dan bertingk laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu dan

dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya.

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,

hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”

Ayat ini dengan tegas menjelaskan bahwa seorang istri hendaknya tetap

berada didalam rumahnya, karena tempat yang paling utama bagi seorang

istri adalah di rumah. Seorang istri menjadi manager dalam rumah tangga

yang berkewajiban mengatur segala sesuatu yang berada di dalam

rumahnya, ketika ia tidak berada di dalam rumahnya maka tugasnya tidak

akan terlaksana dengan baik.

36. Muhammad bin Abdullah bin Mu’adzir, “Hak dan Kewajiban dalam KehidupanBerumah Tangga” dalamhttps://dl.Islamhouse.com/data/id/ih_articles/single2/id_Hak_Dan_Kewajiban_Dalam_Kehidupan_Berumah_Tangga.pdf, diakses 19 Juni 2019 jam 04:00 WIB.

Page 46: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

33

Seorang istri diperbolehkan keluar dari rumah dengan tujuan yang baik,

dan wajib pula baginya ketika akan keluar rumah untuk berpakaian rapih

dan tertutup, karena ayat di atas menjelaskan bahwa seorang istri dilarang

untuk berhias dan bertingkah seperti orang jahiliyyah atau jika dalam

kondisi yang sekarang ini seperti perempuan yang tidak baik. Sebagaimana

telah di ungkapkan oleh pemikir muslim dari pakistan

Al-Maududi, seorang pemikir muslim pakistan kontemporer dalam

bukunya al-Hijab menuliskan bahwa tempat wanita adalah rumah, mereka

tidak dibebaskan dari pekerjaan diluar rumah kecuali agar mereka selalu

berada di rumah dengan tenang dan hormat, sehingga mereka dapat

melaksanakan kewajiban rumah tangga. Adapun ketika memiliki hajat

untuk keluar, maka boleh saja mereka keluar rumah dengan syarat

memperhatikan segi kesucian diri dan memelihara rasa malu.37

C. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Hukum Positif

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI,

hak dan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing baik suami

maupun istri tidak berbeda jauh dengan pendapat para ulama fiqih, karena

memang yang menjadi rujukan dasar pembuatan Undang-undang adalah Al-

Qur’an dan Al-Hadits serta ijma’ para ulama. Dalam Undang-undang No.1

Tahun 1974 tentang perkawinan, hak dan kewajiban suami istri diatur dalam

pasal 30 sampai dengan pasal 34.

Pasal 30

Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.

Pasal 31

37. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah vol. 11 (Tangerang: Lentera Hati, 2007) cet, VII.h. 266

Page 47: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

34

1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

3) Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga.

Pasal 32

1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

ditentukan oleh suami istri bersama.

Pasal 33

Suami istri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

Sama halnya dengan hukum Islam, hak dan kewajiban suami istri dapat

dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu: hak dan kewajiban yang berupa

kebendaan serta hak dan kewajiban yang bukan kebendaan. Hak dan

kewajiban yang berupa kebendaan yaitu suami wajib memberikan nafkah

kepada istrinya. Maksudnya adalah bahwa suami harus memenuhi kebutuhan

isri yang meliputi makanan, pakian, tempat yinggal, dan kebutuhan rumah

tangga pada umumnya. Ketentuan suami memberikan nafkah kepada istri

merupakan konsekuensi dari pasal 31 ayat (3) yang menempatkan suami

sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Kedudukan suami

sebagai kepala keluarga membawa tanggung jawab untuk memberikan nafkah

kepada istrinya sesuai kemampuannya.

Adapun yang menjadi hak dan kewajiban suami istri yang bukan kebendaan

anatara lain:

Page 48: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

35

a. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

b. Saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan

lahir batin yang satu kepada yang lain.

c. Suami wajib melindungi istrinya.

d. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga.

Selanjutnya, dalam Kompilasi Hukum Islam hak dan kewajiban suami istri

dijelasakan secara rinci dalam bab XII pasal 77 sampai pasal 84.

Pasal 77

1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk meneggakan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan

susunan masyarakat.

2) Suami istri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun

kecerdasanya dan pendidikan agamanya.

4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

5) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-maisng dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.

Pasal 78

1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tepat.

2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami istri

bersama.

Pasal 79

1) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

2) Hak dan keudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Pasal 80

Page 49: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

36

1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi

mengenai hal-hal urusan frumah tangga yang penting-penting diputuskan

oleh suami sitri bersama.

2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai kemampuannya.

3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama

nusa dan bangsa.

4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak.

c. Biaya bagi pendidikan bagi anak.

5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) hurus a

dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri

nusyuz.

Pasal 83

1) Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada

suami didalam yang dibenarkan oleh hukum islam.

2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari

dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84

1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-

kewajiban sebagaimana dimkasud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan

alasan yang sah.

2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada

pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk

kepentingan anaknya.

Page 50: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

37

3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah

istri nusyuz.

4) Ketentuan tentang ada atau tiodak adanya nusyuz dari istri harus

didasarkan atas bukti yang sah.

Baik Islam, UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam mewajibkan seorang suami memenuhi hak istri dan juga kepada

istri untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Hak suami, yang

merupakan kewajiban istri terletak dalam ketaatannya, menghormati

keinginannya dan mewujudkan kehidupan yang tenang dan damai

sebagaimana yang dinginkan. Hak dan kewajiban tersebut menjadi penting

untuk memjauhkan mereka berdua dari permusuhan sehingga rumah tangga

tidak menjadi tumbuh bagai didepan neraka jahim.38

38. Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta:Sinar Grafika Ofseet, 2010), h. 144

Page 51: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

38

BAB III

PROFIL ABDUL HALIM ABU SYUQQAH DAN KITAB TAHRIR AL-

MAR’AH FII ‘ASHRI AR-RISAALAH

A. Biografi Abdul Halim Abu Syaqqah

Abdul Al Halim Muhammad Abu Syuqqah, lahir di kota Kairo pada

tanggal 28 Agustus 1924 M atau 28 Muharram 1343 H. Pendidikannya

dimulai di Kairo. Beliau belajar beragam ilmu dan pada tahun 1356 H atau

1938 M.Beliau mendapat Syadah al-Ibtida’iyah dari Madrasah al-Amiriyah Li

al-Banin.Kemudian melanjutkan jenjang tsanawiyahnya di Madrasah al-

Taufiqiyah dan langsung melanjutkan di Jami’ah Fu’ad al-Awwal.Beliau

menjadi sarjana di Kulliyah al-Adab dengan program studi al-Tarikh.1

Selama hidupnya, beliau tinggal di beragam tempat.Beliau pernah

tinggal di sebelah masjid kecil milik salah satu asosiasi Islam. Beliau juga ikut

dalam kegiatan asosiasi tersebut dan fokus dalam pendidikan individu

muslim. Selama belajar di Jami’ah, beliau berkenalan dengan dua remaja asal

Suriah yang telah menyelesaikan masa belajarnya di Kairo.Beliau kemudian

diperkenalkan kepada salah satu guru mereka, yakni Syaikh Khadir Husain

asal Tunisia, yang dulunya pernah menjadi guru di Al-Azhar.Beliau memiliki

majelis ilmu yang di dalamnya membicarakan tentang hadits-hadits

keagamaan (diniyah) dan pendidikan (tarbawiyah) yang beragam.Beliau juga

dikenalkan kepada Qadhi Ahmad Syakir, seorang qadhi dan penulis dari

‘Isham yang fokus dalam Bahasa Arab dan Syair.Darinya, Abu Syuqqah

belajar tentang pentingnya bahasa dan seputar pendidikan dasar dalam

menyiapkan diri menjadi seorang individu.Beliau juga dikenalkan kepada

Muhbib al-Din al-Khatib, pemilik dari majalah al-Fath, yaitu majalah yang

membicarakan tentang politik dan agama yang terbuka secara nasional.

1. Ar.wikipedia.org, Abdul Halim Abu Syuqqah, lihat di situs, http://ar.wikipedia.org/wiki/,.diakses tanggal 19 Juni 2019 pada jam 09:00 WIBعبد الحلیم ابو شقة

Page 52: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

39

Selain itu, Abu Syuqqah juga mengunjungi banyak organisasi Islam,

seperti Jam’iyah al-Syar’iyah, al-Madrasah al-Salafiyah, al-Madrasah al-

Shufiyah, Hizb al-Tahrir al-Islami, dan al-Ikhwan al-Muslimin. Dari semua

organisasi yang beliau datangi, pengaruh yang terbesar baginya adalah saat

beliau berada di pergerakan al-Ikhwan al-Muslimin.2 Di sana beliau

merasakan keterbukaan dalam berdiskusi dengan banyak orang, membahas

sesuatu, dan berpikir tanpa ada hambatan atau rasa gugup. Beliau juga banyak

melakukan diskusi dengan Syaikh Hasan al-Banna saat pergerakannya dirasa

berbahaya karena ajarannya, dan pengurangan kegiatan perpolitikan yang

sangat menyempitkan pergerakan mereka.Diskusi tersebut dibangun di atas

landasan ilmiah dari banyak pengalaman hidup dan pendidikan yang

ditempuhnya, sehingga Abu Syuqqah, selain berdiskusi, juga mempelajirnya.3

Bukan hanya hal di atas yang didapat Abu Syuqqah dari dua orang

pemuda tersebut, namun juga ada kegiatan ibadah lainnya.Beliau juga ikut

dalam ibadah qiyam al-lail, ibadah individual, dan tafakkur.Ibadah tersebut

beliau jadikan sebagai upaya penting dalam pengamalan pengajaran, dan

untuk kebutuhan masyarakat sampai kepada pemuda Muslim yang fokus

kepada pengajaran dan pendidikan.

Pada akhir tahun 1940an, Abu Syuqqah memfokuskan dirinya pada

isu-isu pemikiran, pendidikan dan hal lain sebagainya.Pada saat itu Mesir

sedang dalam suasana politik yang tegang, sehingga pendidikan dan

pemikiran dipinggirkan. Oleh karena itu, dan untuk menghindarkan para

pelajar dari arus militerisasi, ekstremisme, dan kekerasan yang berlangsung,

beliau bersama dengan teman-temannya mendirikan sebuah perpustakaan

yang diberi namaMaktabah Lajnah al-Syabab al- Muslim untuk menerbitkan

buku-buku dan artikel untuk mengingatkan kesadaran kepada pendidikan dan

2. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1. h. 28.

3Ar.wikipedia.org, Abdul Halim Abu Syuqqah, lihat di situs, http://ar.wikipedia.org/wiki/, عبد .diakses tanggal 19 Juni 2019 pada jam 10:00 WIBالحلیم ابو شقة

Page 53: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

40

pemikiran tersebut. Perpustakaan ini akhirnya diyakini oleh penguasa saat itu

sebagai wadah bagi mereka yang anti-pemerintah dan memiliki maksud

khusus untuk, melawan, maka namaLajnah al-Syabab al- Muslim, bersama

dengan mereka yang bergabung di dalamnya, dengan jumlah anggota 70

orang, ditangkap. Perpustakaan itu ditutup dan semua isinya disita di

pertengahan tahun 1950.Kemudian, pada tahun 1953, Abu Syuqqah ditangkap

ketika beliau sedang mengajar di Madrasah al-Banat Tsanawiyah.

Setelah beliau keluar dari penjara, beliau berpikir untuk pindah dari

Mesir. Terlebih adik perempuannya sudah menikah dengan salah satu dari

pemuda asal Suriah, dan pindah ke sana. Adiknya tersebut sudah bekerja di

Ma’had Al ‘Arabi Al Islami di Damaskus selama setahun.Setelah pindah ke

Suriah, pada tahun 1374 H atau 1955 M, beliau pindah ke Qatar.Kemudian

pada tahun 1384 H atau 1965 M, beliau pulang kembali ke Mesir.4

Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa Abu Syuqqah adalah

seorang ulama yang sangat mencintai agamanya, menghargai ilmu

pengetahuan, ikhlas membela yang hak, tidak suka debat kusir yang banyak

dikuasai oleh ulama-ulama tanggung dan lebih memilih cara yang didasarkan

pada pemaparan riwayat-riwayat yang disadur dari al-Bukhari dan al-Muslim,

dan (pada bukunya yang akan dibahas di bawah) sedikit sekali beliau

mengemukakan Hadits-hadits di luar riwayat kedua periwayat tersebut.5

Yusufal-Qardhawi mengatakan bahwa ‘Abd. Halim tidak begitu

dikenal di kalangan luas, kalangan yang mengenalnya akan merasa kagum dan

mengakui kemampuannya dalam berpikir secara tenang dan mendalam.

Pandangannya yang kritis, reformis, dan berani mengemukakan apa yang

diyakininya benar, sampai pada kejururan dan sikap istiqamahnya sehingga

lahir dan bathinnya tetap seirama. Beliau kemudian menegaskan, bahwa

4Ar.wikipedia.org, Abdul Halim Abu Syuqqah, lihat di situs, http://ar.wikipedia.org/wiki/, عبد diakses tanggal 19 Juni 2019الحلیم ابو شقة pada jam 10:30 WIB.

5Pengantar dari Al Syakh Muhammad Al Ghazali, dalam Abu Syuqqah, Tahrir Al Mar’ah Fi‘Ashr Ar Risalah, jilid 1. h. 6.

Page 54: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

41

beliau sudah mengenal Abu Syuqqah sama-sama bekerja di kementrian

pendidikan di Qatar. Sejauh yang Yusuf Al Qardhawi ketahui, Abu Syuqqah

selalu berbicara jujur, benar, bersih, sopan, halus, jenius, dan kritis.6

B. Gambaran Umum Kitab Tahriral-Mar’ah Fii ‘Ashriar-Risalah

1. Latar Belakang Penulisan

Dari latar belakang penulisan karya tersebut, Abu Syuqqah memulai

dengan menyampaikan ketertarikannya untuk melakukan kajian yang

mendalam tentang Sirah Nabawiyah, Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad

SAW, dengan berdasarkan buku-buku sunnah agar memiliki pegangan

yang kuat. Saat beliau menulis karya tersebut, beliau mengatakan bahwa

kisah atau sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW belum mendapatkan

perhatian yang cukup sehingga banyak sanad yang belum diteliti.Sehingga,

masih sulit untuk menentukan mana yang shahih dan mana yang dha’if

sanadnya. Faktor yang mendorong Abu Syuqqah untuk melakukan

penelitian sehingga menerbitkan karya tersebut, adalah beliau menyadari

adanya kenyataan bahwa Sirah Nabawiyah yang mengetengahkan

kehidupan Rasulullah SAW mengandung banyak sekali perkataan,

perbuatan, dan taqrir (ketetapan) yang masuk ke dalam kategori sunnah,

sehingga dapat ditiru kaum muslimin dalam kehidupan mereka. Karena itu,

menurut beliau, Sirah harus diketengahkan kepada kaum muslim dengan

dalil yang lebih jelas sehingga mereka dapat mengikuti petunjuknya

dengan perasaan tenang dan mantap melalui keabsahan dalil-dalil yang

dijadikan pegangan.7

Setelah melakukan penelitian Sirah Nabawiyah tersebut, Abu Syuqqah

melanjutkan penelitian beliau dengan mulai mempelajarai al-Shahih

6Pengantar dari Yusuf Al Qardhawi dalam Abu Syuqqah, Tahrir Al Mar’ah Fi ‘Asr AlRisalah, jilid, 1. h. 18.

7. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 28.

Page 55: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

42

Muslim dan Syarhdarial- Imam al-Nawawi.Namun saat menguraikan dan

mengelompokkan hadits-hadits tersebut, beliau menemukan sebagian

hadits yang bersifat praktis dan operasional, serta berkaitan dengan

masalah wanita dan hubungannya dengan laki-laki dalam berbagai bidang

kehidupan. Beliau menemukan hadits-hadits tersebut dan memahaminya

hingga beliau menyimpulkan bahwa hadits tersebut bertolak belakangan

dengan apa yang beliau pahami dan praktekkan selama ini, bahkan dengan

apa yang dipahami dan dipraktekkan oleh berbagai kelompok Islam yang

pernah memiliki hubungan dengan beliau. Kelompok tersebut terdiri dari

berbagai aliran, seperti organisasi al-Syari’ah, al-Ikhwan al-Muslimin,

kelompok Sufi, kemlpok Salaf, Hizb al-Tahrir al-Islami, dan lain

sebagainya.Bahkan hadits-hadits itu, karena dirasa pentingnya, telah

membuat Abu Syuqqah ingin membenahi persepsi mengenai karakteristik

wanita muslimah dan sejauh mana keterlibatannya dalam berbagai bidang

kehidupan pada zaman kerasulan Nabi Muhammad SAW.8

Karena ketertarikan tersebut maka Abu Syuqqah mengubah haluan

pengkajian dari proyek penulisan Sirah Nabawiyah pada proyek

pengkajian wanita muslimah pada masa kenabian.Kondisi wanita

muslimah pada masa kenabian memberikan gambaran yang jelas sekali

tentang udara kebebasan yang dapat dihirup oleh kaum wanita.Abu

Syuqqah terdorong karena adanya bahaya besar dan Abu Syuqqah masih

rasakan pada saat beliau hidup, yaitu dominasi visi dan persepsi yang

bertolak belakang dengan ajaran agama mengenaiemansipasi wanita.9

2. Tema dan Metode Penulisan

Adapun tema penulisan buku tersebut, dari judulnya saja sudah jelas

bahwa yang ingin Abu Syuqqah lakukan adalah mengangkat tema-tema

8. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 28.

9. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 30.

Page 56: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

43

yang berkaitan dengan wanita.Buku tersebut merupakan kajian sosial yang

memiliki nuansa fiqih sosial mengenai wanita pada masa kerasulan. Abu

Syuqqah berupaya untuk memuat semua nash, baik dari Al Qur’an

maupun hadits Nabi Muhammad SAW, yang mengindikasikan pada

wanita, dari dekat ataupun jauh, dalam hal kehidupannya, baik yang

sifatnya pribadi maupun umum. Begitu juga dengan hubungan sosial

wanita dengan sekeliling serta keanekaragaman kegiatannya di masa

tersebut.Hal ini karena, Abu Syuqqah mengatakan, bahwa agama Islam

mengatur kehidupan individu, baik lelaki atau wanita, seperti halnya

mengatur tatanan masyarakat. Penggabungan antara kajian sosial dan

kajian fiqih serta keterkaitan kegiatan sosial dengan dalil-dalilfiqhiyahnya

akan menjadi faktor yang sangat membantu dalam penyelidikan yang

menyeluruh terhadap perilaku seorang individu muslim, dalam hal ini

adalah wanita muslimah.10

Abu Syuqqah berusaha melihat gejala sosial baru yang berpengaruh

terhadap kegiatan wanita dan hubungannya, baik dalam keluarga atau

dalam bidang profesi, sosial, dan politik.Begitu juga berpengaruh terhadap

pakaian wanita dan perhiasannya.Semua itu dimaksudkan beliau agar

wanita muslimah dapat menyesuaikan diri secara benar dan dapat

bermasyarakat secara modern sambil tetap berpijak pada substansi yang

digariskan oleh agama Islam. Dengan demikian, wanita muslimah akan

senantiasa konsisten terhadap perintah agama Allah SWT, Islam, dan

wanita muslimah modern mendapatkan gambaran dan mengikuti langkah-

langkah atau aktifitas wanita masa kerasulan dengan berpedoman petunjuk

Nabi Muhammad SAW.11

10. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 38.

11. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 38-39.

Page 57: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

44

Abu Syuqqah merasa bahwa emansipasi atau pembebasan pemikiran

kalangan muslim modern sudah menjadi hal yang penting untuk

diupayakan. Terdapat belenggu pemikiran, ukuran-ukuran palsu, dan

pemikiran yang merusak yang telah menguasai umat Islam, sehingga umat

menjadi lemah dan rusak. Jika belenggu tersebut telah hilang dan

pemikiran umat Islam modern terbebas, segala aktifitas dan kehidupan

akan senentiasa sesuai dengan pancaran cahaya hidayah Allah SWT.

Pembebasan pemikiran umat Islam merupakan jalan satu-satunya menuju

kebebasan yang sempurna dan murni bagi wanita dan lelaki muslim secara

sekaligus.12

Beliau mulai mempelajari isi kitab al-Shahihal-Bukhari yang berkaitan

dengan wanita dan berbagai aspek kehidupannya. Selanjutnya beliau

mempelajari kitab al-Shahih Muslim, dilanjutkan hingga beliau

menamatkan 14 kitab hadits, yaitu al-Shahihal-Bukhari, al-Shahih

Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunanal-Tirmidzi, Sunanal-Nasa’i, Sunan

Ibnu Majah, al-Muwaththa’Imam Malik, Zawa’id Shahih Ibnu Hibban,

Musnad Ahmad, tiga kitab Mu’jamal-Thabrani, Musnadal-Bazzar, dan

Musnad Abu Ya’la.13

Kemudian, metode Abu Syuqqah dalam menulis kitab tersebut adalah

metode tematis yang berkaitan dengan wanita dalam Al Qur’an serta kitab

Sahih Bukhari dan Muslim. Abu Syuqqah yakin bahwa penulisan kitab ini

adalah sebagai langkah konkrit dalam dakwah ke arah pengelompokan

baru terhadapnash Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sesuai

dengan tuntutan dan kebutuhan umat Islam yang terus berkembang.14

12. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 39.

13. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid1, h. 40.

14. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998),jilid 1, h. 42.

Page 58: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

45

3. Kesimpulan Tulisan

Penulis sengaja untuk tidak melampirkan seluruh isi dalam kitab

tersebut, akan tetapi akan penulis lampirkan kesimpulan yang

dikemukakan oleh Abu Syuqqah mengenai tulisan beliau ini. Kesimpulan

atau hasil kajian Abu Syuqqah ini dikelompokkan ke dalam 5 bidang

sesuai dengan tema yang disusun oleh Abu Syuqqah.

a) Karakteristik wanita

1) Wanita muslimah pada masa Nabi Muhammad SAW memahami

karakteristiknya sebagaimana yang telah digariskan oleh agama

Islam yang murni sehingga dia melalui berbagai bidang

kehidupannya dengan dasar pemahaman tersebut.

2) Karakteristik wanita tersimpul dalam sabda Rasulullah SAW yang

menetapkan dasar-dasar persamaan antara laki-laki dan wanita

dengan beberapa kekhususan dalam beberapa bidang.

3) Hadits yang mengatakan bahwa wanita itu “kurang akal dan agama”

adalah hadits shahih yang dipahami dan diterapkan secara keliru

oleh banyak orang, sehingga mereka menghapus karakteristik

wanita yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam Kitab-Nya dan

diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam Sunnahnya.

b) Pakaian dan Perhiasan

1) Membuka wajah sudah umum dilakukan pada masa Nabi

Muhammad SAW. Kondisi seperti ini merupakan kondisi awalnya.

Adapun memakai cadar, sehingga yang terlihat hanya kedua bola

mata, merupakan salah satu tradisi/mode/cara berdandan yang

menjadi trend pada sebagian wanita sebelum atau sesudah

kedatangan Islam.

2) Berdandan secara wajar pada wajah, kedua telapak tangan, dan

pakaian diperbolehkan agama Islam dalam batas-batas yang pantas

dilakukan oleh seorang wanita muslimah.

Page 59: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

46

3) Tidak pernah diwajibkan mengikuti satu mode tertentu dalam

berpakaian, yang diwajibkan adalah menutupi badan. Tidak berdosa

mengikuti beberapa mode sesuai dengan kondisi cuaca dan

lingkungan sosial.

4) Kriteria-kriteria di atas membantu wanita untuk lebih bebas

bergerak dan memudahkannya dalam mengikuti kegiatan sosial.

c) Keterlibatan Wanita dalam Kehidupan Sosial

1) Sudah jelas bahwa menetap di rumah dan memakai hijab

merupakan kekhususan untuk isteri-isteri Nabi Muhammad SAW,

sebagaimana juga sudah jelas bahwa sahabat-sahabat wanita yang

mulia tidak mengikuti perbuatan ister-isteri Nabi SAW tersebut.

2) Wanita ikut dalam kehidupan sosial dan seringkali bertemu dengan

kaum lelaki dalam semua bidang kehidupan, baik yang bersifat

umum maupun khusus, guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan

hidup yang serius dan untuk memberi kemudahan bagi semua orang

mukmin, baik lelaki maupun wanita.

3) Keterlibatan ini tidak ada syaratnya selain beberapa tuntutan dan

aturan yang mulia dan sifatnya adalah memelihara, bukan

menghambat.

4) Wanita terlibat dalam bidang sosial, politik, dan profesi sesuai

dengan kondisi serta kebutuhan hidup pada masa kerasulan. Dalam

bidang sosial misalnya, wanita muslimah terlibat dalam beberapa

bidang seperti kebudayaan, pendidikan, jasa atau pelayanan sosial,

dan hiburan yang bijak. Dalam bidang politik, wanita muslimah

memiliki keyakinan yang berbeda dengan keyakinan masyarakat

dan pihak penguasa. Wanita muslimah menghadapi tekanan dan

siksaan, kemudian dia berhijrah untuk membela dan

menyelamatkan keyakinannya itu. Di samping itu, wanita muslimah

mempunyai perhatian dan rasa peduli terhadap urusan masyarakat

Page 60: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

47

umum, mengemukakan pendapat dari berbagai isu politik, dan

kadang-kadang bersikap oposisi dalam bidang politik. Sementara

dalam bidang profesi, wanita ikut terlibat dalam bidang pertanian,

peternakan, kerajinan tangan, administrasi, perawatan, pengobatan,

kebersihan dan pelayanan rumah tangga. Kegiatan tersebut

membantu wanita mewujudkan dua hal, yakni mewujudkan

kehidupan yang layak bagi diri dan keluarganya dalam keadaan

suaminya sudah tiada, lemah, atau miskin, dan mencapai kehidupan

yang lebih mulia dan terhormat, sebab dengan hasil usahanya itu dia

mampu bersedekah di jalan Allah SWT.

5) Mengingat semakin seriusnya kondisi sosial pada masa kini yang

menuntut semakin ditingkatkannya partisipasi wanita dalam bidang

sosial, politik, dan profesi, maka kaidah-kaidah dan aturan-aturan

yang telah digariskan syariat harus menjadi pengatur kondisi

tersebut sampai akhir zaman.

6) Di antara hasil keterlibatan wanita, semakin matangnya cara

berpikir dan mampunya wanita melaksanakan berbagai kegiatan

yang bermanfaat.

d) Keluarga

1) Menegaskan bahwa wanita berhak memilih suami dan berhak

meminta cerai jika dia memang tidak menyukai suaminya,

walaupun dia tidak dirugikan oleh suaminya dengan syarat dia

mengembalikan apa yang dia ambil dari seuaminya dengan

ketetapan dari suami atau hakim setelah dibuktikan bahwa dia

benar-benar sudah tidak menyukai suaminya.

2) Berbagi tanggung jawab di antara pasangan suami isteri dan

melakukan kerjasama yang baik patut dilakukan demi sempurnanya

pelaksanaan tanggung jawab tersebut.

3) Hak suami dan isteri sama. Allah SWT berfirman,

Page 61: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

48

بالمعروف وللرجال علیھن مثل الذي علیھن ولھنyang artinya “…Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang

dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para

suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya…”.

(QS. Al Baqarah (2): 228). Derajat atau satu tingkatan yang

dimaksud adalah kepemimpinan suami dalam rumah tangganya atau

kelebihan mengalahnya suaminya dari beberapa hak yang harus dia

peroleh.Di antara hak-hak tersebut adalah hak dicintai, hak

disayang dan dikasihani, hak berdandan dan menikmati hubungan

seksual, serta hak untuk bersama-sama dalam kesibukan dan

kesusahan seperti yang dialami oleh setiap pihak.

4) Syariat telah menentukan syarat-syarat dan peraturan mengenai

perceraian dan poligami. Keadaan sebuah keluarga muslim tidak

akan berjalan dengan baik kalau salah satu syarat dan peraturan

tersebut timpang. Karena itu tidak ada salahnya jika pada masa

sekarang untuk ditetapkan suatu aturan yang menjamin dipenuhinya

semua syarat dan peraturan.

5) Peranan wanita atau isteri dalam keluarga merupakan tugas utama

dan pertama. Tapi hal ini tidak menafikkan bahwa wanita juga

mempunyai kewajiban lain di tengah masyarakat. Tumbuhnya

kesadaran bermasyarakat dan adanya kerjasama yang erat antara

suami dan isteri merupakan dua faktor yang sangat penting untuk

mengkoordinasikan tugas pertama wanita dengan tugas-tugas

lainnya yang dibutuhkan demi terwujudnya kemaslahatan

masyarakat muslim sehingga dalam masyarakat terwujud

perkembangan positif dan kemajuan yang progresif.

e) Bidang Seksual

Page 62: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

49

1) Seks merupakan bagian dari kesenangan di dunia dan di akhirat.

Seks adalah halal dan baik. Seseorang dapat memperoleh pahala

karena melakukan aktifitas seksual yang sesuai dengan batas-batas

yang digariskan oleh agama. Persepsi umat Islam perlu diluruskan

mengenai masalah ini karena telah dikaburkan oleh pemikiran

sufistik yang menyimpang dan dilatarbelakangi oleh faham

rahbaniyah (kerahiban) dari kalangan Kristen serta sebagian agama

Timur Kuno.

2) Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya berjalan

mengikuti jalur yang menuju arah terwujudnya pendidikan seks

yang benar dan pengetahuan seks yang bersih dan murni. Hal ini

menghasilkan mental yang sehat di kalangan lelaki dan wanita.

Perlu dilenyapkan tembok raksasa yang selama ini menghambat dan

menutupi segala sesuatu yang ada kaitannya dengan seks.

3) Rasulullah SAW adalah contoh manusia yang sempurna, baik

dalam kondisi beristeri satu ataupun dalam keadaan berpoligami,

baik dari segi sifat zuhud dan kesederhanaannya ataupun dari segi

kesempurnaannya dalam bergaul dan berhubungan dengan para

isteri beliau. Kemudian, setelah membetulkan persepsi mengenai

seks secara umum, perlu juga untuk membetulkan persepsi

mengenai sikap Rasulullah SAW terhadap seks.

4) Mempermudah proses perkawinan sejak usia dini merupakan salah

satu ciri masyarakat Islam. Alangkah banyak bentuk kemudahan

yang telah digariskan Sunnah dalam masalah ini. Dengan penuh

tekad dan semangat, harus dibuka jalan kemudahan bagi proses

perkawinan pada masa sekarang sesuai dengan apa yang telah

digariskan oleh Yang Maha Pencipta, Dia tentu lebih mengetahui

mengenai ciptaan-Nya. Setiap tindakan yang sifatnya mempersulit,

hanya akan membuat orang semakin jauh dari mentaati Allah SWT

Page 63: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

50

sehingga semakin dekat pada perbuatan yang tidak terpuji, baik

yang terlihat maupun yang terselubung, bahkan mungkin terjebak di

dalamnya15.

15. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 1, h. 45-48.

Page 64: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

51

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT ABDUL HALIM ABU

SYUQQAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP ATURAN KHI

A. Hak Dan Kewajiban Suami Istri tinjauan Kitab Tahriir al-Mar’ah

Keluarga merupakan suatu organisasi yang memiliki kekhususan-kekhususan,

yang paling utama adalah didasari dan ditegakkan di atas dasar cinta dan kasih

sayang, kemudian hubungan internalnya terjalin dengan cara yang tidak terdapat

di dalam organisasi manapun, yaitu meliputi seluruh sisi kehidupan pribadi

dimulai dengan hubungan yang paling khusus yakni hubungan biologis,

ditambah lagi dengan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, makanan, minuman,

serta pakaian, dan lebih penting lagi adalah pemeliharaan dan pendidikan anak

keturunan. Oleh karena itu, seharusnya memang keluarga atau rumah tangga itu

menjadi tempat ketentraman dan ketenangan.1 Sebagaimana dimaksud dalam Al-

Qur’an QS. Ar-Rum : 21

ومن ایتھ أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إلیھا وجعل بینكم مودة ورحمة إن فى

ذالك ألیت لقوم یتفكرون“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram

kepadanya, dan dijadikan diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Ayat diatas menerangkan bahwa penunaian hak dan kewajiban antara suami

istri harus dalam bingkai mawaddah (cinta), jika rasa cinta itu melemah karena

suatu hal, maka hak dan kewajiban tersebut harus tetap senantiasa terpelihara,

hanya saja dalam bingkai rahmah, yaitu kasih sayang dan kesetiaan dalam

1. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h.152-153

Page 65: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

52

pergaulan suami istri.2 Dan hendaklah masing-masing antara suami istri

mengingat sabda Rasulullah SAW

ال یؤمن أحدكم حتى یحب ألخیھ ما یحب لنفسھ“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang dari kamu sehingga ia menyukai

apa yang untuk saudaranya sebagaimana ia menyukai untuk dirinya sendiri”

Abu syuqqah memberikan penafsiran terkait Hadits diatas, bahwasanya Islam

mengatur hak-hak persaudaraan sesama muslim secara umum sampai sede

mikian kuatnya, maka hak antara suami istri yang muslim pasti lebih besar dan

kuat lagi, sebab ikatan tersebut lebih dikuatkan dengan adanya ikatan

perkawinan. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT dalam QS. An-

Nisa’ : 21 :

و أخذن منكم میثاقا غلیظا“...dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang

kuat.”

Suami istri harus senantiasa mengingat Allah SWT dan selalu merasa diawasi

olehnya dalam menunaikan hak dan kewajiban tersebut, serta hendaklah suami

istri mengintropeksi diri masing-masing apakah ia sudah memberikan apa yang

ia cintai untuk pasangannya? Jika hal tersebut telah ia lakukan, maka itu adalah

hal yang bagus. Namun jika itu semua belum dilakukan, maka hendaklah

membulatkan tekad dan memohon pertolongan kepada Allah SWT serta jangan

lemah untuk melakukan hal tersebut. Sesungguhnya Allah senantiasa bersama

orang-orang yang benar.3

1. Hak-Hak Yang Seimbang

Allah SWT menyatakan dalam firmannya yang berbunyi:

درجة وهللا عزیز حكیم بالمعروف وللرجال علیھن مثل الذي علیھن ولھن

2.Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 145

3.Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 146

Page 66: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

53

“....Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya

menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan

kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

(al-Baqarah: 228)

Menurut Abu Syuqqah, ayat ini menetapkan bahwa seorang wanita atau istri

itu memiliki hak sebagaimana mereka memiliki kewajiban. Hal ini berarti bahwa

setiap hak wanita diimbangi dengan hak laki-laki, dan kewajiban wanita

diimbangi dengan kewajiban laki-laki. Dengan demikian maka hak mereka

berimbang.4

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini bukanlah kesamaan wujud

sesuatu dan karakternya, melainkan bahwa hak antara mereka itu saling

mengganti dan melengkapi. Maka tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukan

wanita untuk suaminya melainkan suami juga harus melakukan suatu perbuatan

yang seimbang untuknya. Jika tidak seimbang dalam sifatnya, hendaklah

seimbang dalam jenisnya. Maka mereka mempunyai kesamaan dalam hak dan

amalan, sebagaimana mereka memiliki kesamaan dalam indra, perasaan, dan

pikiran, yakni karena masing-masing mereka adalah manusia utuh yang memiliki

akal untuk menentukan apa yang maslahat baginya, hati yang gembira terhadap

apa yang dianggapnya cocok dan menyenangkannya, serta membenci terhadap

apa yang dirasa tidak cocok dan lari dari padanya. Maka tidak adil jika seseorang

bertindak sesuka hatinya terhadap yang lain dan menjadikannya sebagai budak

yang rendah dan hanya melayani kepentingan-kepentingannya. Terlebih setelah

melaksanakan akad nikah dan hidup bersama yang tidak mungkin dapat dicapai

4.Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 136

Page 67: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

54

kebahagiaan kecuali dengan saling menghormati dan menunaikan kewajiban

antar mereka.5

Didalam mentakwilkan Ayat di atas, ath-Thabari mengemukakan beberapa

riwayat,6 yang mana ada beberapa riwayat bahwa sebagian ulama mengatakan,

“dan mereka (wanita) mempunyai hak untuk ditemani dengan baik dan

dipergauli dengan cara yang makruf oleh suami mereka, sebagaimana mereka

berkewajiban mentaati suami dalam hal-hal yang telah diwajibkan Allah atas

mereka”.

Adh-Dhahak berkata: “Apabila mereka (wanita) taat kepada Allah SWT dan

taat kepada suami, maka suami wajib memperlakukannya dengan baik dan tidak

boleh menyakitinya dan harus memberinya nafkah sesuai dengan

kemampuannya”.

Ibnu Zaid berkata: “Hendaklah mereka (suami) takut kepada Allah SWT

mengenai urusan mereka (istri), sebagaimana para istri harus takut kepada Allah

mengenai urusan suami”.

Ibnu Abbas berkata:

ولھن مثل : "قول ألن هللا تعالى ذكره ی, إني أحب أن أتزین للمرأة كما أحب أن تتزین لي

"الذي علیھن بالمعروف

“Aku suka berhias untuk istriku, sebagaimana aku suka dia berhias untukku,

karena Allah yang Maha Tinggi berfirman : dan para wanita mempunyai hak

yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf”.

Dan kesimpulan ath-Thabari dari riwayat-riwayat tersebut ialah bahwa

masing-masing berkewajiban untuk tidak saling memberi mudharat. Kemudian ia

berkata: “dan ayat tersebut juga bisa berarti bahwa apa yang menjadi kewajiban

bagi yang satu, maka menjadi kewajiban pula bagi yang lainnya”. Maka masing-

5.Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 138-139

6. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 136

Page 68: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

55

masing harus menunaikan kewajibannya kepada yang lain. Dengan demikian,

masuklah kandungan ayat di atas terhadap apa yang dikatakan oleh adh-Dhahak,

Ibnu Zaid, Ibnu Abbas dan lain-lain.7

Adapun menurut Abu Syuqqah dalam kitabnya Tahriir al-Mar’ah fii ‘ashri

al-Risaalah yakni menukil dari pendapat ath-Thabari dalam mentakwilkan

firman Allah SWT “dan bagi laki-laki (suami) memiliki satu tingkat kelebihan

dari pada istrinya”, Dia berkata : “sebagian mereka berkata, makna Darajat ini

adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada para suami dalam hal waris dan

jihad”. Yang lain lagi berkata, “Tingkatan kelebihan itu adalah kewenangan

untuk memerintah dan ditaati”. Yang lain lagi berkata, “tingkatan kelebihan

yang merupakan haknya atas istri itu ialah tugasnya untuk memuliakan istri dan

memberikan haknya, serta memaafkan sebagian kewajiban istri kepadanya”.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata, “aku tidak suka mengambil semua

hakku atasnya, karena Allah berfirman, dan para suami memiliki satu tingkat

kelebihan dari padanya”.

Selanjutnya ath-Thabari berkata : “Pendapat yang lebih dekat terhadap

takwil ayat ini adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, yaitu bahwa derajat

yang disebutkan oleh Allah ialah pemaafan suami terhadap istri dalam sebagian

kewajibannya, mendiamkannya (tidak menuntut), dan sebaliknya ia menunaikan

semua kewajibannya terhadap istrinya.8

2. Hak Asasi Yang Umum: Hak Ri’ayah

7.Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 136-137

8.Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 139

Page 69: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

56

Hak asasi yang paling umum dan komplit adalah hak ri’ayah yakni hak

pemeliharaan atau kepemimpinan. Sebagaimana Rasulullah SAW telah

menjelaskan dalam hadits syarif berikut,

Dari Ibnu Umar r.a, bahwa Nabi SAW bersabda:

راعیة والمرءة , والرجل راع على اھل بیتھ.... ل عن رعیتھكلكم راع وكلكم مسئو

فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعیتھ, على بیت زوجھا وولده

“Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu bertanggung jawab

terhadap kepemimpinannya... dan laki-laki adalah pemimpin terhadap ahli

rumahnya, dan wanita adalah pemimpin terhadap rumah tangga suaminya dan

anaknya, maka tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu

bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya”. (H.R Bukhari dan Muslim)

Hak ri’ayah ini mewaibkan masing-masing suami istri dua tanggung jawab

yang penting. Laki-laki memimpin tanggung jawab kepemimpinan dan

memberi nafkah. Sedangkan wanita memikul tanggung jawab memelihara dan

mendidik anak, dan tanggung jawab mengatur urusan rumah tangga. Apabila

pembagian tanggung jawab antara suami istri ini merupakan urusan yang vital

untuk meneggakkan kehidupan keluarga dan mengatur urusannya serta

merealisasikan misinya, maka tolong menolong diantara mereka merupakan

sesuatu yang vital juga untuk kesempurnaan penunaian tanggung jawab

tersebut dari satu segi, dan untuk memelihara rasa cinta kasih dari segi lain.9

Berkaitan dengan tanggung jawab penunaian kewajiban antara suami istri

agar terciptanya tujuan perkawinan yaitu membangun keluarga yang sakinah,

mawaddah, dan rahmah, dalam hal ini Abu Syuqqah menekankan kepada

kekompakan antara keduanya, saling menghormati, saling membantu, dan

9. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 147

Page 70: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

57

tolong-menolong untuk mewujudkan itu semua, dengan kata lain tidak ada

pembebanan antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Sebagaimana tersebut diatas bahwa masing-masing suami istri memiliki

dua tanggung jawab penting, yang dengan itu akan dipaparkan tanggung jawab

tersebut secara rinci sebagai berikut,

a. Tanggung Jawab Pertama Suami: Kepemimpinan Terhadap Keluarga

Allah Berfirman:

الرجال قوامون على النساء“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” (An-Nisa’ : 34)

Sebagaimana telah disebutkan oleh Abu Syuqqah dengan mengutip salah

satu riwayat yang dibawakan oleh Ath-Thabari dalam menafsirkan firman

Allah SWT “dan para suami mempunyai satu tingkat kelebihan dari pada

istrinya” menunjukkan bahwa tingkatan kelebihan itu ialah kewenangan untuk

memerintah dan ditaati, yaitu kepemimpinan.

Abu Syuqqah menganggap bahwa laki-laki lah yang memiliki kelebihan

tersebut, baik kelebihan berupa jihad, kepemimpinan, atau dalam memuliakan

istrinya dan mentolerir sebagian haknya yang itu merupakan kewajiban bagi

istrinya. Apabila qiwamah (kepemimpinan) ini memiliki kelebihan dan

kemuliaan, maka itu adalah kelebihan kepemimpinan yang penuh kasih sayang

dan kemuliaan memikul tanggung jawab, bukan kelebihan seorang pemimpin

yang membuat kesulitan didalam kepemimpinannya atau lupa terhadap beban

tanggung jawabnya. Kemudian, jika seorang laki-laki memiliki kelebihan

kepemimpinan dan kemuliaan, maka wanita memiliki kelebihan memberi

ketentraman dan kemuliaan keibuan.10

Adalah sesuatu yang fitri badahi (amat jelas) bahwa setiap organisasi kecil

maupun besar, pasti memiliki pemimpin guna mengatur segala urusan di dalam

10. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 148

Page 71: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

58

organisasi tersebut, dan sesuatu yang fitri ini dikuatkan dengan tata manajemen

ilmiah. Begitupun dalam kehidupan rumah tangga, yang bsudah pasti memiliki

pemimpin didalamnya. Tidak ada dua orang pun yang berbeda pendapat bahwa

laki-laki pada umumnya memiliki kelebihan berupa domain akalnya dari pada

perasaannya, sedangkan wanita memiliki keistimewaan dengan emosionalnya

dan kasih sayangnya ditambah lagi dengan perbedaan bentuk tubuh dan

kejiwaannya, seperti kelembutan tubuhnya dan daya tariknya yang kuat, dan

pada waktu tertentu seorang wanita akan mengalami keadaan dimana tubuh dan

kejiwaannya mengalami kelemahan yang menjadikannya dalam batasan

tertentu untuk menjauhi kehidupan umum, seperti pada saat kehamilan,

melahirkan dan menyusui. Sedangkan laki-laki pada umumnya dapat selalu

eksis dengan kekuatan fisiknya melakukan kegiatan di luar secara positif,

ditambah lagi dengan luasnya wilayah pergaulan laki-laki dalam berbagai

lapangan kehidupan diluar rumah, dapat melakukan aktifitas umum di luar

rumah secara konstan dalam kondisi yang stabil yang menjadikannya lebih

mampu mendapatkan pengalaman yang lebih luas dan lebih mantap. Dengan

demikian maka laki-laki lebih pantas memegang kendali kepemimpinan rumah

tangga, agar urusan rumah tangga lebih stabil.11

Menurut Abu Syuqqah, kepemimpinan dalam keluarga itu bukannya

sistem otokrasi, akan tetapi lebih kepada musyawarah, karena musyawarah itu

merupakan anjuran syari’at Islam kepada setiap muslim. Dan kepemimpinan

ini merupakan syari’ah, yakni diatur dengan banyak kaidah syari’ah. Utamanya

yang berkaitan dengan seluruh hukum yang khusus tentang perkawinan, talak,

rujuk dan adab-adab pergaulan. Demikian pula seluruh nilai akhlak untuk

mengatur kehidupan dan mengarahkannya kepada kebaikan, akhirnya,

kepemimpinan dalam keluarga itu adalah kepemimpinan cinta kasih, yakni di

tegakkan atas dasar cinta dan kasih sayang.

11. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 149-150

Page 72: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

59

Dengan pemikiran yang tajam dan bijaksana dalam menguraikan

pendapatnya, Abu Syuqqah berpendapat bahwa kepemimpinan dalam keluarga

tetap dibawah kendali seorang laki-laki, karena tidak akan berjalan baik

hubungan suatu organisasi tanpa adanya seorang pemimpin, maka dalam hal ini

istripun haru tetap menyadari posisinya sebagai orang yang dipimpin, akan

tetapi dalam melaksanakan kepemimpinannya, seorang suami juga tidak

diperkenankan berbuat sesuka hatinya sendiri, tetap harus ada perbincangan

baik dengan cara musyawarah dalam menentukan keputusan-keputusan penting

dalam urusan rumah tangga, dengan begitu hubungan suami istri akan

senantiasa berjalan harmonis dengan berlandaskan cinta dan kasih sayang.

b. Tanggung Jawab Kedua Untuk Suami: Memberi Nafkah Kepada Keluarga

Tanggung jawab suami untuk memberi nafkah kepada keluarganya pada

dasarnya karena dia memiliki kemampuan dan keluasan untuk bekerja dan

berusaha, sedangkan seorang istri telah direpotkan dengan mengandung,

melahirkan dan menyusui anak-anaknya serta harus juga mengurus urusan

rumah tangga. Hal ini lah yang biasanya menghalangi mereka untuk bekerja

dan berusaha.12

Allah SWT berfirman:

قوامون على النساء بما فضل هللا بعضھم على بعض وبما أنفقوا من أموالھمالرجال “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah

telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),

dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta

mereka..”

(QS. An-Nisa’: 34)

Jabir Bin Abdullah berkata, bahwa Nabi SAW bersabda:

12. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 163

Page 73: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

60

ولھن علیكم رزقھن وكسوتھن بالمعروف“...dan kamu wajib memberi nafkah kepada mereka dan memberi pakaian

secara makruf (patut)” (HR. Muslim)

Dan masih banyak lagi nash-nash yang tidak hanya mengakui tanggung

jawab ini, bahkan menganjurkan kepada suami dengan segala cara untuk

memberi kelapangan kepada istri dan anak-anaknya. Dan nash juga

menetapkan bahwa yang demikian (kewajiban memberi nafkah) ini termasuk

amal shaleh yang berpahala, bahkan didahulukan pahalanya dari pada pahala-

pahala mempergunakan harta untuk semua jalan kebaikan, berapapun besarnya.13 Sebagaimana Hadits Nabi SAW,

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أنفق المسلم على أھلھ وھو یحتسبھا كانت لھ صدقةإذا“Apabila seorang muslim memberi nafkah kepada keuarganya dengan

ikhlas, maka yang demikian itu merupakan sedekah baginya” (HR. Bukhari

dan Muslim)

c. Tanggung Jawab Pertama Istri: Memelihara Dan Mendidik Anak

Pada hakikatnya wanita mulai melaksanakan tugas atau tanggung jawab

untuk memelihara anak-anak sejak saat dia mengandung janin dalam

rahimnya.14 Sebagaimana Allah berfirman:

ووصینا اإلنسان بوالدیھ حملتھ أمھ وھنا على وھن وفصالھ فى عامین أن اشكر لى

إلي المصیرولوالدیك “dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang

bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah

13. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 164

14. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 174

Page 74: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

61

kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanaya kepadaku lah

kembalimu”. (QS. Luqman : 14)

Rasulullah SAW juga menetapkan dalam haditsnya,

Dari Abdullah Bin Umar r.a, Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

والمرءة راعیة على أھل بیت زوجھا وولده وھي ....

...مسئولة عنھم

“Masing-masing kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung

jawaban tentang kepemimpinannya, dan wanita adalah pemimpin terhadap

keluarga rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan akan dimintai

pertanggung jawaban tentang mereka...” (HR. Bukhari dan Muslim)

d. Tugas Istri Yang Kedua: Mengatur Urusan Rumah Tangga

Allah SWT berfirman:

ما قال سلم قوم إذ دخلوا علیھ فقالوا سل.

فراغ إلى أھلھ فجاء بعجل سمین. منكرون “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim

(yaitu Malaikat-Malaikat) yang dimuliakan? (ingatlah) ketika mereka masuk ke

tempatnya lalu mengucapkan: salaamun. Ibrahim menjawab: salaamun,

(kamu) adalah orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam

menemui keluarganya (istrinya) kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.

(QS. Adz-Dzariyat : 24-26)

Menurut Abu Syuqqah ayat diatas mengisyaratkan bahwa istri Nabi

Ibrahim a.s lah yang mengurus persiapan daging anak sapi pangang yang

gemuk itu.

وامرأتھ قائمة فضحكت فبشرنھا بإسحاق ومن وراء إسحاق یعقوب“dan istrinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka kamin

sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak, dan dari Ishak

(akan lahir putranya) Ya’kub” (QS. Hud : 71)

Page 75: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

62

Sedangkan ayat ini menurut tafsir Ath-Thabari dan tafsir Al-Qurthubi

bahwa istri Nabi Ibrahim a.s berdiri melayani tamunya.15

Jelas sudah dari uraian nash di atas bahwa seorang istri wajib mengurus

urusan rumah tangga, yaitu mengurus keperluan suami dan anak-anaknya.

Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas bahwa apabila pembagian

tanggung jawab antara suami istri ini merupakan urusan yang vital untuk

meneggakan kehidupan keluarga dan mengatur urusannya serta merealisasikan

misinya, maka tolong menolong diantara mereka merupakan sesuatu yang vital

juga untuk kesempurnaan penunaian tanggung jawab tersebut dari satu segi,

dan untuk memelihara rasa cinta kasih dari segi lain.16

Jika tanggung jawab kepemimpinan terhadap keluarga itu dibebankan

kepada seorang suami, maka tolong menolong antara suami istri dalam

menunaikan tanggung jawab kepemimpinan merupakan hal yang sangat

penting agar terealisasinya cita-cita kehidupan berumah tangga.

Dalam hal tolong menolong untuk menunaikan tanggung jawab

kepemimpinan dapat diwujudkan dengan beberapa cara, yakni dengan ketaatan

istri kepada suami, dalam arti keikut sertaan hati serta ridha dan senang tanpa

melampaui batasan-batasan yang makruf. Selain itu, musyawarah juga suatu

hal yang penting dalam menunaikan tanggung jawab ini, bertukar argumen dan

saling memberi masukan terhadap permasalah yang dihadapi dalam rumah

tangga. Dengan demikian, kebijaksanaan suami dan sikap suka membantunya

seorang istri akan menjadikan bahtera rumah tangga berjalan dengan lancar

tanpa ada perasaan diperlakukan secara sewenang-wenang, yang ada hanyalah

rasa kasih sayang, lemah lembut dan keadilan yang sangat membantu.

Begitupun halnya dalam masalah tanggung jawab memberi nafkah yang

dibebankan kepada suami, tidak serta merta seorang istri tidak diperbolehkan

15. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 187

16. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 147

Page 76: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

63

mencari nafkah untuk membantu ekonomi keluarga, bahkan sangat dianjurkan

untuk berbuat begitu (saling membantu mencari nafkah), walaupun pada

dasarnya tetaplah kewajiban tersebut melekat pada diri seorang suami selama

sang suami mampu untuk melakukan itu. Terlebih lagi jika sang istri adalah

orang yang mumpuni dalam hal ekonomi, baik kelebihan tersebut didapat dari

warisan atau hasil kerjanya sebelum menikah, sangatlah terpuji jika ia mau

membantu meringankan dan memakmurkan ekonomi keluarga dengan hartanya

itu, sehingga terwujudlah kesenangan, kelapangan hidup rumah tangga dan

bertambah rasa cinta dan kasih sayang antara keduanya. Karena seorang wanita

yang membantu suaminya dalam hal nafkah (tetap dengan izin suami) maka ia

mendapatkan dua keutamaan sekaligus, yaitu keutamaan menjalin kekerabatan

dan keutamaan berjuang di jalan Allah SWT.

Zainab istri Abdullah Ibnu Mas’ud r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW

bersabda17:

تصدقن یا معشر النساء ولو من حلیكن “Bersedekahlah kalian wahai segenap kaum wanita, walaupun dengan

perhiasan-mu”

Lalu Zainab kembali pada Abdullah seraya berkata kepadanya “engkau

adalah seorang laki-laki yang miskin, sedangkan Rasulullah memerintahkan

kami (kaum wanita) untuk bersedekah, maka pergilah engkau kepada beliau

dan tanyakan kalau hal itu boleh saya berikan kepadamu, dan jika tidak boleh

maka saya akan berikan pada selain kamu”. Maka Abdullah berkata kepadaku:

“engkau saja yang pergi kepada beliau”. Maka sayapun pergi, tiba-tiba ada

seorang wanita Anshar di depan pintu Rasulullah SAW yang keperluannya

sama dengan keperluanku. Kemudia Rasulullah SAW bersabda18:

17. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 169

18. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 170

Page 77: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

64

دقةلھما أجران أجر القرابة و أجر الص“Mereka mendapatkan dua pahala, yaitu pahala menjalin kekerabatan dan

pahala sedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sama halnya dengan tugas-tugas pokok seorang suami yang tetap perlu

adanya tolong menolong baik dalam hal kepemimpinan dan mencari nafkah

sebagaimana telah dijelaskan diatas. Tugas seorang istripun perlu adanya

bantuan seorang suami, yaitu dalam hal memelihara dan mendidik anak dan

tugas mengurus urusan rumah tangga.

Abdullah Amr bin al-‘Ash r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إن لولدك علیك حقا“Sesungguhnya anakmu mempunyai hak terhadap dirimu” (HR. Muslim)

“Dari Abu Qatadah Al-Anshari berkata, bahwa Rasulullah SAW

menunaikan shalat sambil menggendong Ummah putri Zainab binti Rasulullah

SAW dengan Abil Ash bin Rabi’ah bin Abdi Syams. Maka apabila beliau sujud

beliau letakkan dia, dan apabila beliau berdiri maka beliau gendong dia”. (HR.

Bukhari dan Muslim)

Anas berkata, Rasulullah SAW biasa bermain-main dengan Zainab putri

Ummu Salamah, seraya beliau berkata,

مرارا, یا زوینب , ا زوینب ی“Hai Zainab kecil, hai Zainab kecil, berulang-ulang”. (HR. Adh-Dhiya’

Al-Muqaddasi)

Hanzhalah, seorang sahabat yang mulia tertawa-tawa dan bermain-main

dengan anak-anaknya.

“Hanzhalah berkata, kami berada disisi Rasulullah SAW, lalu beliau

menasihati kami dan menyebut-nyebut neraka. Kemudian aku pulang ke

rumah, lalu aku tertawa-tawa dengan anak-anak”. (HR. Muslim)

Nash-nash diatas menyebut-nyebut tentang menggendong, memeluk,

bermain dan bersenda gurau dengan anak-anak, dapat disimpulkan bahwa itu

Page 78: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

65

semua hanyalah fenomena pemeliharaan yang penuh kasih sayang terhadap

anak-anak yang masih kecil. Sangat jelas pula bahwa pemeliharaan ini terus

berkembang dalam bentuk pendidikan, pengarahan dan pertolongan.19

Dalam hal pendidikan terhadap anak, Rasulullah SAW mencontohkan

sebagaimana dalam riwayat, bahwa Umar bin Abi Salamah berkata, “aku

adalah seorang anak yang berada dalam asuhan Rasulullah SAW, dan tanganku

mengacak di talam”, maka Rasulullah berkata kepadaku,

ا یلیكسم هللا وكل بیمینك, یا غالم وكل مم“Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu

dan makanlah apa yang dekat darimu”.

Maka kata Umar, begitulah kebiasaanku makan sesudah itu.20 (HR.

Bukhari)

Adapun tolong menolong dalam menunaikan tugas mengurus urusan

rumah tangga, dalam hal ini Rasulullah pun mencontohkannya, sebagaimana

disebutkan dalam suatu riwayat, bahwa Al-Aswad bertanya kepada Aisyah,

“apakah yang dikerjakan Rasulullah di rumah?” Dia menjawab, “beliau biasa

didalam tugas sehari-hari keluarganya (melayani keluarganya) maka apabila

telah tiba waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikan waktu shalat”. (HR.

Bukhari)

Dan diriwayat Ahmad, ahwa Aisyah ditanya, “apakah yang dikerjakan

Rasulullah di rumah?”. Dia menjawab:

یفلي ثوبھ ویحلب شاتھ ویخدم نفسھ, كان بشرا من البشر “Beliau adalah seorang manusia biasa, membersihkan pakaiannya,

memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya”.

Dan diriwayat lain,

19. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 186

20. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 186

Page 79: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

66

“Beliau biasa menjahit pakaiannya, menjahit sandalnya, dan mengerjakan

apa yang biasa dikerjakan kaum laki-laki di rumah”.21

Imam Bukhari telah meringkas dengan baik tiga bab yang mengatur

tanggung jawab mengurus rumah tangga yakni bab ‘amalil mar’ah fii baiti

zaujiha, bab khaadimil mar’ah, dan bab khidmati rajul fii ahlihi. Maka

tanggung jawab wanita untuk mengurus rumah tangga diatur pula dalam hadits

syarif, “Wanita adalah pemimpin atau pemelihara di dalam rumah tangga

suaminya”. Bukan berarti semua tugas rumah tangga harus dikerjakan seorang

diri olehnya, mulai dari menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menyetrika,

hingga membersihkan, mengatur dan memperindah rumah. Tetapi semua ini

hanyalah tanggung jawabnya dan kewajibannya saja menurut syara’. Adapun

pelaksanaannya tergantung dari berbagai faktor, seperti finansial, kesempatan

dan sebagainya, adakalanya tugas-tugas tersebut dapat dibantu oleh anaknya,

tetangganya, pembantunya atau bahkan suaminya sendiri. Dengan catatan tidak

mengabaikan tugas-tugas lain seperti merawat dan mendidik anak. Yang

terpenting adalah tidak adanya penetapan dan penekanan yang pasti dari syara’

yang membebankan semua pekerjaan itu kepada wanita, melainkan kondisi

keluargalah yang akan menentukan jalan yang tepat dan sesuai, disertain

pengertian bahwa sikap saling tolong menolong dalam keluarga merupakan

faktor asasi dan vital dalam semua situasi dan kondisi, yang menjamin

terealisasinya tugas-tugas rumah tangga dengan mudah dan gampang.22

3. Hak-Hak Parsial Bagi Suami Istri

Sesungguhnya hak ri’ayah (pemeliharaan) meliputi semua hak juz’iyyah

(parsial), jika hak-hak ini direnungkan niscaya akan didapati bahwa hak-hak ini

merupakan sarana aplikasi pemeliharaan kasih sayang. Abu Syuqqah

21. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 194

22. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 195-196

Page 80: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

67

mengungkapkan bahwa tujuan dari pemaparan pembagian perincian ini adalah

agar hak-hak ini mendapatkan porsi penjelasan yang lebih besar, sehingga

setelah penjelasan ini diharapkan bagi kaum mukminin dan mukminat dapat

mengintropeksi diri dengan merenungkan firman-firman Allah SWT dan

sunnah Rasulullah SAW.23

Adapun hak-hak parsial yang terpenting adalah:

a. Hak kelemah lembutan.

b. Hak kasih sayang.

c. Hak reproduksi.

d. Hak kepercayaan dan berbaik sangka.

e. Hak keterlibatan dalam berbagai kepentingan.

f. Hak untuk berhias.

g. Hak untuk bergaul dan berhubungan biologis.

h. Hak mendapatkan hiburan.

i. Hak cemburu.

Sebelum melanjutkan pembahasan tentang hak-hak juz’iyyah antara suami

istri, dalam hal ini Abu Syuqqah memaparkan perasaan yang mulia, yakni

perasaan al-hubb (cinta), yang ditanamkan Allah SWT kedalam hati orang

yang dikehendaki dari hamba-hambanya. Dengan harapan, perasaan ini yang

mendominasi suami istri untuk dapat membantu penunaian hak dan kewajiban

itu dalam bentuk yang paling sempurna.

Cinta yang dimaksud bukannya perasaan selintas yang cepat reda, tetapi

cinta itu adalah perasaan yang tertanam dalam dan mengakar selama hidup

yang merupakan karunia dan nikmat dari allah SWT.24

Sebagaimana Rosulullah SAW berkata mengenai Khodijah,

23. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 201

24. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 202

Page 81: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

68

زقت حبھا إني ر“Aku telah mendapatkan cintanya”. (HR.Muslim)

a. Hak Pertama Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Kelemah Lembutan

Syariat menganjurkan suami berlemah lembut kepada istrinya,

sebagaimana Allah berfirman,

“... dan bergaullah dengan mereka secara patut ...”. (QS. An-nisa : 19)

Artinya wajib atas laki-laki mukmin untuk mempergauli istrinya dengan

baik, seperti menemani dan memperlakukannya secara makruf sebagaiamana

yang disukai hati mereka, dan tidak melanggar syara, tradisi, dan kesopanan.

Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau

perbuatan yang tercela, banyak cemberut dan bermuka masam semua itu

menafikan pergaulan secara makruf.25

b. Hak Kedua Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Kasih Sayang

Pada dasarnya rumah tangga itu ditegakkan atas dasar mawaddah yakni

cinta. Dan cinta ini akan menimbulkan saling mementingkan yang dicintai, dan

karena sikap ini masing-masing suami istri akan memberikan hak yang satu

melebihi kewajibannya dan tidak suka menuntut haknya sendiri diantara contoh

kasih sayang yang penuh dengan rasa cinta ialah sikap para Ummul Mukminin

yang memilih menjadi teman hidup Rosulullah SAW meskipun dalam

kehidupan yang sempit. Dan diantara contoh kerelaan berkorban yang penuh

dengan rasa cinta ialah pengorbanan istri Nabi Ayyub a.s pada wakrtu beliau

sedang menderita sakit yang sangat parah.26

25. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 215

26. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 229

Page 82: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

69

c. Hak Ketiga Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Reproduksi

Hak reproduksi dan keinginan untuk mempunyai anak itu merupakan

sesuatu yang fitri bagi laki-laki dan wanita, namun pada waktu tertentu,

terkadang seorang tidak berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itu,

sudah seyogyanya bagi salah satu pihak yang tidak mengiginkannya baik suami

maupun istri agar sekiranya memelihara dan menjaga keinginan yang satu

dengan yang lain.

Masing-masing suami istri harus menjaga hak pasangannya dalam hal

mendapatkan anak, maka masing-masing juga harus menjaga hak pasangannya

untuk mengatur reproduksi ( kelahiran ), atu merencanakan keturuan ( keluarga

berencana ). Mengatur keturunan itu merupakan perbutan yang baik selama

untuk mewujudkan kemaslahatan pokok bagi suami istri atau salah satunya.

Seperti halnya kepentingan istri yang mengiginkan ada jarak waktu yang cukup

antara dua kehamilan, agar ia mempunyai kesempatan untuk menyusui dan

memeliharanya, disamping itu ia juga perlu beristirahat setelah menanggung

beban mengandung dan melahirkan.27

d. Hak Keempat Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Kepercayaan Dan

Berbaik Sangka

Syariat menganjurkan untuk saling mempercayai dan menjauhi buruk

sangka, sebagaimana yang dikatakan Jabir Bin Atik, bahwa Nabi SAW

bersabda28:

هللا ومنھا ما یبغض هللا من ا اللتي یحبھا هللا فالغیرة فى الریبة , الغیرة ما یحب , فأم

وأما اللتي یبغضھا هللا فالغیرة فى غیر الریبة

27. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 238

28. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 241-242

Page 83: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

70

“ Cemburu itu ada yang disukai Allah dan ada yang dibencinya. Cemburu

yang disukai Allah adalah cemburu didalam keraguan dan cemburu yang

dibenci Allah ialah cemburu yang tidak dalam keraguan”. (HR. Abu Daud)

Rasa percaya pada suami istri itu akan menambah kejujuran dan tentang

memelihara kesetiaan antara keduanya.

e. Hak Kelima Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Keterlibatan Dalam

Berbagai kepentingan

Rasulullah SAW melibatkan istrinya dalam urusan penting sebagaimana

Aisyah r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, “ apakah

engkau tidak melihat kaummu ketika membangun Ka’bah, mereka

menguranginya dari pilar-pilar bangunan Ibrahim ?”. saya menjawab, “ wahai

Rasulullah, apakah tidak engku kembalikan menurut pilar-pilar bangunan

Ibrahim?”. Beliau menjawab, “ kalau bukan karena kaummu baru saja keluar

dari kekafiran, nisacaya aku lakukan hal itu”. ( HR. Bukhari dan Muslim )

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata “dalam hadits tentang pembangunan Kabah

ini terdapat bebrapa faidah, diantaranya adalah tentang pembicaraan suami

dengan istri dalam urusan-urusan umum.29

f. Hak Keenam Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Untuk Berhias

Berhias merupakan sesuatu yang fitri bagi manusia, dan banyak nash-nash

yang menjelaskan tentang itu. Allah menjadikan laki-laki senang jika wanita

berhias untuknya dan sebaliknya, dan ini merupakan kecocokan fitri untuk

mewujudkan kebahagiaan bagi suami istri. Oleh karena itu, masing-masing

suami istri harus menjaga hak ini, namun jika salah satunya enggan untuk

berhias, terlebih jika yanag enggan itu adalah wanita, maka biasanya hal ini

menjadi indikasi terjadinya kerenggangan dalam hubungan keluarga. Dalam

29. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 247

Page 84: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

71

keadaan ini sebaiknya kerenggangan tersebut harus segera diobati, sehingga

rumah tangga itu tidak kehilangan keseimbangan.30

Wanita mukminat yang bijaksana akan suka mendekatkan diri kepada

Allah dengan berhias untuk suaminya, bahkan ada yang sampai belajar tata

caranya, agar itu semua dapat dilakukan dengan baik tanpa menghambur-

hamburkan uang dan membuang-buang waktu.31 Dengaan tujuan agar

suaminya semakin mencintainya dan menjadikan rumah tangganya harmonis

dan bahagia. Sebagaimana anjuran Rasul dalam sebuah hadits,

Dari Abdullah Bin Salam berkata, bahwa Nabi SAW bersabda:

ك إذا أبصرت خیر النساء من تسر“Sebaik-baiknya wanita (istri) adalah yang menyenangkan mu jika engkau

memandangnya”. (HR. Ath-Thabrani)

Berhias tidak hanya dianjurkan untuk kaum wanita saja, laki-lakipun

dianjurkana untuk berhias, sebagaimana diterangkan dalam Hadits Nabi SAW,

Dari Abdullah Bin Mas’ud, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi,

“Sesungguhnya seseorang menyukai pakaian yang bagus dan sendal yang

bagus”. Beliau berkata:

الجمال هللا جمیل یحب إن“Sesungguhnya Allah itu maha indah yang menyukai keindahan”. (HR.

Muslim)

g. Hak Ketujuh Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Untuk Bergaul Dan

Berhubungan Biologis

Allah SWT berfirman:

وقدموا ألنفسكم واتقوا هللا واعلموا أنكم , نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم

ملقوه وبشر المؤمنین

30. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 248

31. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 249

Page 85: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

72

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka

datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana kamu kehendaki.

Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada

Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemuinya. Danberilah kabar

gembira kepada orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah : 223)

Jabir r.a berkata, “dahulu orang yahudi mengatakan, apabila seseorang

mencampuri istrinya dari belakang (tetapi tetap pada vaginanya) maka anaknya

nanti akan juling matanya”. Kemudian turunlah Ayat QS. Al-Baqarah: 223.

(HR. Bukharidan Muslim)

Ibnu Abbas r.a berkata, ketika kaum Muhajirin tiba di Madinah, salah

seorang dari mereka menikahi wanita Anshar, lalu dilakukanlah kepada istrinya

hal yang demikian (tidak menyetubuhi dalam posisi miring, dan

mencampurinya dalam posisi depan, belakang dan telentang), lalu istrinya

mengingkarinya seraya berkata, “kami (wanita Anshar) biasa dicampuri dengan

posisi miring, karena itu lakukanlah yang demikian itu, jika tidak mau maka

jauhilah aku!”. Begitulah sehingga informasi tentang mereka menjadi populer

dan sampai kepada Rasul, kemudian turunlah ayat QS. Al-Baqarah : 223. (HR.

Abu Daud)32

Kedua Hadits ini menunjukkan kebebasan bersenang-senang antara suami

istri, dan tidak ada larangan untuk melakukan bentuk apapun yang dianggap

baik oleh kedua belah pihak sampai ada larangan syari’at untuk hal ini, yaitu

larangan bersetubuh lewat dubur dan ketika dalam keadaan haid. Hal itu

dikarenakan bahwa setiap sesuatu itu mubah sampai ada dalil yang

mengharanmkannya.33

32. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 271

3333. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 272

Page 86: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

73

h. Hak Kedelapan Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Mendapatkan

Hiburan

Aisyah r.a berkata, “aku bermain-main dengan boneka disisi Nabi SAW

(yaitu pada hari-hari pertama pernikahan) dengan beberapa teman wanita.

Maka apabila Rasul masuk rumah, mereka bersembunyi karena malu dan takut.

Lalu beliau membebaskan mereka bermain denganku”. (HR. Bukhari dan

Muslim)34

Hadits ini menunjukan bahwa seorang istri berhak untuk mendapatkan

hiburan untuk menyenangkan hatinya, dan tidak selalu mengurusi rumah

tangga sepanjang hari.

i. Hak Kesembilan Bagi Masing-masing Suami Istri: Hak Cemburu

‘Iyadh berkata, “al-ghairah (cemburu) adalah variasi bentuk kata dari

taghaayurul-qalbi wa hayajaanul-ghadhab (berubahnya hati dan bergejolaknya

marah) disebabkan keikut sertaan orang lain dalam sesuatu yang khusus. Dan

kecemburuan yang paling kuat adalah kecemburuan antara suami dan istri. Dan

ada yang mengatakan bahwa kecemburuan itu pada asalnya adalah gengsi dan

harga diri, dan ia merupakan penafsiran yang merujuk pada kemarahan.35

B. Relevansi Pemikiran Abu Syuqqah Tentang Hak Dan Kewajiban Suami Istri

Terhadap Aturan KHI

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sekumpulan materi hukum Islam

yang ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal terdiri atas tiga kelompok

materi hukum, yaitu hukum perkawinan (170 pasal), hukum kewarisan

termasuk wasiat dan hibah (44 pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal),

ditambah dengan 1 pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga

34. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 279

35. Abdul Halim Abu Syuqqah, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin) Kebebasan Wanita,(Jakarta: Gema Insani, 1998), jilid 5, h. 284

Page 87: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

74

kelompok hukum tersebut. KHI disusun melalui jalan yang sangat panjang dan

melelahkan karena pengaruh perubahan sosial politik yang terjadi dinegeri ini

dari masa-kemasa.36

H. Abdurrahman, SH. mengatakan bahwa kompilasi hukum Islam di

Indonesia merupakan rangkuman dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama

fiqih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada pengadilan agama untuk

diolah dan dikembangkan serta dihimpun kedalam satu himpunan.37

Adapun pembahasan tentang hak dan kewajiban suami istri, termaktub

secara rinci dalam pasal 77 sampai dengan pasal 84 Kompilasi Hukum Islam.

Adapun relevansinya terhadap pendapat Abu Syuqqah dalam kitab Tahriir Al-

Mar’ah akan dijelaskan sebagai berikut:

Abu Syuqqah berpendapat bahwa kedudukan wanita didalam keluarga

adalah seimbang dengan kedudukan suami di mata hukum meskipun laki-laki

memiliki satu tingkatan kelebihan yaitu bahwa laki-laki dalah pemimpin bagi

wanita. Hal ini merujuk pada QS. Al-Baqarah : 228. Begitupun dalam aturan

KHI yang tertuang dalam pasal 79 menyatakan bahwa:

Pasal 79

1) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

2) Hak dan keudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Abu Syuqqah menyatakan bahwa sekiranya suami dan istri harus

membentuk rumah tangga yang sakinah (ketentraman),dengan berlandaskan

36. Coretan Ruang Imajinasi, Polemik Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, lihathttp://tintapenaamhy.blogspot.com diakses pada Jum’at -05-07-2019 jam 09.45

37. Robby Aneuknangroe, Kompilasi Hukum Islam, lihathttp://www.google.com/amp/s/masalahukum.wordpres.com diakses pada Jum’at-05-07-2019 jam09.55

Page 88: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

75

mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang), serta sikap saling tolong

menolong antara keduanya untuk melaksanakan tanggung jawab-tanggung

jawab dalam keluarga, baik dari segi kepemimpinan, nafkah, maupun

mengurus dan mendidik anak. Hal ini selaras dengan apa yang termaktub

Dalam pasal 77 dan 80 KHI menyatakan bahwa:

Pasal 77

1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk meneggakan rumah tangga

yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan

susunan masyarakat.

2) Suami istri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak

mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasanya

dan pendidikan agamanya.

4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

5) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-maisng dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.

Pasal 80

1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi

mengenai hal-hal urusan frumah tangga yang penting-penting diputuskan

oleh suami sitri bersama.

2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai kemampuannya.

3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama

nusa dan bangsa.

4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.

Page 89: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

76

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak.

c. Biaya bagi pendidikan bagi anak.

5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) hurus a dan

b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.

Dengan demikian maka pemikiran Abu Syuqqah dalam hal hak dan

kewajiban suami istri sudah sangat selaras dan banyak kecocokan dengan

aturan dalam Kompilasi Hukum Islam, hanya saja dalam urusan tempat tinggal

Abu Syuqqah tidak membahasnya secara rinci, sedangkan dalam pasal-pasal di

atas sangat rinci penjelasan tentang kewajiban suami untuk memberi nafkah

lahir dan batin, yang termasuk didalamnya tempat tinggal untuk istri dan anak-

anaknya.

Page 90: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari pembahasan-pembahasan di atas, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Abu Syuqqah membagi hak dan kewajiban suami istri kepada dua

katagori, yakni hak-hak yang umum yaitu hak ri’ayah, dimana hak

ri’ayah ini mewajibkan masing-masing suami istri mengemban dua

tanggung jawab, Laki-laki memimpin tanggung jawab kepemimpinan

dan memeberi nafkah. Sedangkan wanita memikul tanggung jawab

memelihara dan mendidik anak, dan tanggung jawab mengatur urusan

rumah tangga.

Yang kedua adalah hak-hak parsial, dalam hal ini Abu Syuqqah

merincikan kepada beberapa hak yang penting, yaitu:

a. Hak kelemah lembutan.

b. Hak kasih sayang.

c. Hak reproduksi.

d. Hak kepercayaan dan berbaik sangka.

e. Hak keterlibatan dalam berbagai kepentingan.

f. Hak untuk berhias.

g. Hak untuk bergaul dan berhubungan biologis.

h. Hak mendapatkan hiburan.

i. Hak cemburu.

2. Abu Syuqqah berpendapat bahwa kedudukan wanita adalah seimbang

dengan kedudukan laki-laki dalam kehidupan rumah tangga, dengan

merujuk pada QS. Al-Baqarah: 228, beliau menyatakan bahwa setiap

hak wanita diimbangi dengan hak laki-laki dan kewajiban wanita

Page 91: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

78

diimbangi dengan kewajiban laki-laki, maka dalam hal ini hak antara

mereka itu berimbang, saling mengganti dan melengkapi. Adapun laki-

laki memiliki satu tingkat kelebihan dari pada perempuan, dan

kelebihan itu adalah hak kepemimpinan dan kelebihan untuk tidak

menuntut haknya tetapi tetap memenuhi semua kewajibannya.

3. Pemikiran beliau dalam masalah hak dan kewajiban suami istri masih

relevan ketika disandingkan dengan perundang-undangan di Indonesia

yang dalam hal ini adalah KHI. Hal ini dapat dilihat dari pendapatnya

yang menyatakan bahwa kedudukan suami dan istri adalah sama di mata

hukum, walaupun kepemimpinan keluarga tetap terletak pada suami,

begitupun halnya yang diatur dalam KHI dalam pasal 79. Selanjutnya

Abu Syuqqaah berpendapat bahwa suami istri wajib menciptakan

keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, serta saling tolong

menolong dalam mengatur urusan rumah tangga, mulai dari nafkah

maupun pemeliharaan dan pendidikan anak-anak. Hal ini juga

termaktub dalam KHI pasal 77 dan 80.

B. Saran

Setelah melihat dan mempelajari pembahasan-pembahasan di atas,

penulis memberikan saran kepada masyarakat, Ulama intelektual dan

cendikiawan Islam, serta peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih jauh

terkait pemikiran Abdul Halim Abu Syuqqah. Saran penulis antara lain:

1. Kepada masyarakat khususnya yang beragama Islam, agar sekiranya

belajar untuk memahami lebih dalam terkait batasan hak dan kewajiban

suami istri dalam rumah tangga, agar tercapainya cita-cita perkawinan

yang berlandaskan cinta dan kasih sayang.

2. Perkembangan pemikiran dalam Islam merupakan fenomena yang

wajar. Oleh sebab itu, Ulama intelektual dan cendekiawan Islam perlu

untuk membuka cakrawala pemikiran terhadap ide dan gagasan baru

Page 92: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

79

dalam upaya untuk mengkaji kembali ajaran-ajaran Islam, sehingga

didapati kesinambungan antara Islam dan realitas kehidupan.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti pemikiran Abu

Syuqqah, penulis menyarankan untuk melakukan penelitian dengan

pendekatan yang lain, sehingga hasil yang didapat dari pemikiran beliau

semakin beragam dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan.

Page 93: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

80

DAFTAR PUSTAKA

‘Uwaidh, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

1998.

Abidin, Slamet, Fikih Munakahat Bandung: PT. Pustaka Setia, 1999.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2006.

Ar.wikipedia.org, Abdul Halim Abu Syuqqah, lihat di situs,

http://ar.wikipedia.org/wiki/, .عبد الحلیم ابو شقة

Asmawi, Mohammad, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan,

Yogyakarta: Darussalam, 2004.

As-Subki, Ali Yusuf, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam,

Jakarta: Sinar Grafika Ofseet, 2010.

Bagir, Muhammad, Fiqih Praktis II: Menurut Al-Qur’an, as-Sunnah, dan

pendapat Para ‘Ulama, Bandung: Karisma, 2008.

Coretan Ruang Imajinasi, Polemik Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, lihat

http://tintapenaamhy.blogspot.com.

Ghazaly, Abd Rahman, Fiqih Munakahat Jakarta: Kencana, 2003.

Kharlie, Ahmad Thalabi dan Asep Syarifudin Hidayat, Hukum Keluarga Di

Dunia Islam Kontemporer, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2011.

Mardani, Hukum Perkawinan Islam: Di Dunia Islam Moderen, Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2011.

Mu’adzir, Muhammad bin Abdullah bin, “Hak dan Kewajiban dalam Kehidupan

Berumah Tangga” dalam

https://dl.Islamhouse.com/data/id/ih_articles/single2/id_Hak_Dan_Kewa

jiban_Dalam_Kehidupan_Berumah_Tangga.pdf.

Page 94: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

81

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan I, Yogyakarta : ACCADEMIA

TAZZAFA, 2005

Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan Di

Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Ramulyo, Mohd. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004.

Robby Aneuknangroe, Kompilasi Hukum Islam, lihat

http://www.google.com/amp/s/masalahukum.wordpres.com.

Rohman, Abdur I.Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Jakarta: Rineka Cipta,

1992. cet 1

Sati, Pakih, Panduan Lengkap Pernikahan: Fiqih Munakahat Terkini,

Yogjakarta: Bening, 2011.

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah vol. 11, Tangerang: Lentera Hati, 2007.

cet, VII.

Shomad, Abd, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syari’ah Dalam Hukum

Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan,

Yogyakarta: Liberty, 1999.

Sofyan, Yayan, Islam-Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam

Hukum Nasional, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Solihin, Amir Mukmin, “Etika Komunikasi Lisan Menurut Al-Qur’an, Kajian

Tafsir Tematik”, Skripsi, Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam Di Dunia, Jakarta: Rajawali

Pers, 2004.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: Putra

Grafika, 2004.

Page 95: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47271...“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA” (Studi Pemikiran Abdul Halim

82

Syuqqah, Abdul Halim Abu, (Diterjemahkan Oleh Drs. As’ad Yasin)

Kebebasan Wanita, Jakarta: Gema Insani, 1998. jilid 5

Syuqqah, Abdul Halim Abu, Tahriir al-Mar’ah Fii ‘Ashri al-Risaalah, Kuwait:

Daralkalam, 2018. Jilid 5

Taufiq, Imam, Tafsir Ayat Jilbab Kajian Terhadap Q.S al-Ahzab : 59, dalam

Jurnal at-Taqaddum, Vol, 5 No. 2, 2013.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Pres, 2009.

Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Lengkap, Jakarta: Kencana,

2010.