diagram komposisi atau keseimbangan fase
DESCRIPTION
Diagram Komposisi Atau Keseimbangan FaseTRANSCRIPT
DIAGRAM KOMPOSISI ATAU KESEIMBANGAN FASE
Konsep diagram komposisi atau keseimbangan fase diperkenalkan dengan
menggunakan sistem tabel garam meja-air. Kelarutan dari garam meja biasa (NaCl)
pada air untuk membentuk larutan kimia (air asin) adalah titik awal dari diskusi ini.
Terlihat bahwa pada temperatur tertentu, banyaknya garam yang dapat dilarutkan
sebelum kristal-kristal garam menjadi jenuh adalah terbatas. Para ahli kimia
menyebutnya batas kelarutan atau ketercampuran. Perhatikan bahwa cairan murni
berfase tunggal – air asin – menjadi campuran padat-cair dua fase (air asin dan garam)
bila batas kelarutan akan meningkat. Jika temperatur diturunkan cukup besar, pada
akhirnya akan muncul fase padat lainnya, yang disebut es. Meskipun air murni
memadat untuk membentuk es pada temperatur 0oC, secara umum diketahui bahwa
penambahan garam pada air akan menekan titik bekunya.
Semua informasi mengenai sistem garam-air dapat dirakit dalam cara
berurutan dalam bentuk ‘peta’ yang menunjukan fase apa yang ada pada temperatur
dan komposisi tertentu (jumlah garam). Diagram semacam ini disajikan pada Gambar
15-2.
Diagram ini mengandaikan bahwa kondisi keseimbangan sudah dicapai, suatu
asumsi yang masuk akal untuk sebuah sistem yang tergantung pada difusi padat dalam
cairan. Pada gambar ini dapat dilihat satu regio fase tunggal (air asin); dua regio dua
fase (es ditambah air asin dan garam ditambah air asin); dan satu regio dua fase cair-
padat (es ditambah garam). Regio yang diberi label ‘es ditambah air asin’ barangkali
tidak terlalu dikenal seperti yang lain. Bila temperatur larutan garam diturunkan untuk
konsentrasi garam di bawah 23,3%, air yang hampir murni akan memisah dari larutan
sebagai es untuk membentuk campuran es-air asin. Cara ini dapat digunakan untuk
desalinasi air laut (larutan garam 1,7%) dan merupakan alternatif yang murah dan
destilasi.
Sekarang marilah kita pindah ke sistem logam campur dari logam murni A dan
logam murni B. Seperti disebutkan di atas, sistem semacam ini terdiri atas semua
kombinasi yang mungkin dari logam A dan B, berkisar dari A 100% sampai B 100%.
Lebih jauh diandaikan bahwa A dan B larut seluruhnya pada semua komposisi dalam
keadaan padat maupun cair.
Kurva pendinginan seperti yang dibahas di atas sekarang dibuat pada
serangkaian atom dari sistem A-B sebagai berikut: (1) 100% A; (2) 80% A-20% B;
(3) 60% A-40% B; (4) 40% A-60% B; (5) 20% A-80% B; (6) 100% B. Keadaan ini
diperlihatkan pada Gambar 15-3A. Kurva 1 dan 6 untuk logam murni A dan B sudah
dikenal dalam Bab 14. Kurva 2 sampai 5 menggambarkan bahwa larutan padat logam
campur tidak mempunyai temperatur pemadatan tetapi memadat pada kisaran
temperatur. Regio yang diberi label L+S adalah regio dua fase yang terbentuk dari
cair dan padat yang analog dengan regio air asin dan garam pada contoh pertama.
Kurva pendinginan sekarang dapat digunakan untuk menentukan diagram
keseimbangan fase untuk sistem logam campur A-B, seperti diperlihatkan dalam
Gambar 15-3B. Temperatur dimana pemadatan pertama terbentuk (disebut temperatur
pencairan) untuk masing-masing komposisi ditentukan dari kurva pendinginan pada
Gambar 15-3A dan kemudian digambar pada diagram temperatur-komposisi (lihat
Gambar 15-3B). Dengan cara yang sama, temperatur dimana pemadatan cair terakhir
terjadi (disebut pemadatan) ditentukan dan digambar. Jika titik-titik ini dihubungkan
dengan kurva, akan terbentuk diagram keseimbangan fase (lihat Gambar 15-3B).
Garis hitam di bagian atas pada Gambar 15-3B disebut garis liquidus karena
logam campur seluruyhnya berupa cairan di atas garis ini. Garis di bagian bawah
disebut pemadatan karena logam campur menjadi padat seluruhnya di bawah garis
ini. Tentu saja, regio di antara kedua garis adalah regio cairan dua fase ditambah
padat. Sekarang perhatikan sistem logam campur yang digunakan dalam kedokteran
gigi dan mirip sistem teoritis yang baru saja diuraikan.
Gambar 15-4 menyajikan diagram fase peral-paladium. Perak murni diwakili
pada palladium 0% dan palladium murni pada 100%. Logam-logam ini menunjukkan
kelarutan penuh baik pada keadaan padat maupun cair. Perhatikan bahwa regio cair
dan cair-padat dan regio cair-padat dan padat dipisahkan oleh garis liquidus dan
solidus.
Interpretasi Diagram Komposisi. Sebagai gambaran tentang bagaimana diagram
komposisi dapat dimanfaatkan, bayangkan logam campur yang komposisinya terdiri
atas palladium 65% dan perak 35% seperti dinyatakan dengan garis putus-putus PO,
yang ditarik tegak lurus dari garis dasar melalui palladium 65% (lihat Gambar 15-4).
Jika titik pada garis PO berhubungan dengan temperatur 1500o C (2732o F), hanya ada
cairan pada komposisi palladium 65% dan perak 35%.
Jika temperatur menurun sampai kira-kira 1400oC (2552oF), pemadatan
pertama terjadi pada titik R yang terletak pada garis liquidus. Untuk menentukan
komposisi logam campur pertama yang memadat, garis RM, disebut garis ikat, ditarik
melalui R, sejajar dengan garis dasar. Jika titik perpotongan (M) dengan garis solidus
diproyeksikan pada garis dasar, komposisi pemadatan pertama dapat ditentukan yaitu
palladium 77%. Sama seperti, jika titik R diproyeksikan, komposisi dari cairan adalah
palladium 65%.
Sekarang marilah kita menganggap bahwa temperatur turun sampai 1370oC
(2498oF) seperti dinyatakan dengan titik S. Pada temperatur ini, bahan setengah padat
dan setengah cair. Seperti sebelumnya, komposisi padat dan cair pada tahap ini
ditentukan dengan menarik garis ikat YW dan menentukan titik perpotongannya
dengan garis liquidus dan solidus, dalam bentuk komposisi. Bagaimanapun juga,
komposisi cair ternyata paladium 58% seperti ditentukan oleh proyeksi titik Y pada
garis dasar sementara padat adalah paladium 71%, yang ditentukan dengan
memproyeksikan titik W pada garis dasar. Pada temperatur yang berhubungan dengan
titik T (kira-kira 1340oC atau 2444oF), bagian terakhir dari fase cair akan memadat.
Cairan ini mempunyai komposisi paladium 52% dan fase padatnya paladium 65%.
Perlu ditekankan ulang di sini bahwa ini adalah diagram keseimbangan fase
dan bahwa sistem harus dipegang pada masing-masing temperatur ini dalam waktu
cukup lama agar difusi menghasilkan kondisi seimbang. Sesudah keseimbangan
dicapai, komposisi cair dan padat, dan jumlah masing-masing fase yang ada, adalah
stabil.
Jika temperatur turun sampai di bawah titik T, logam campur dapat seluruhnya
padat dengan komposisi paladium 65%. Jadi, komposisi kimia untuk setiap fase dari
sistem paladium-perak pada temperatur berapa pun dapat diperoleh dengan cara yang
sama. Persentase dari tiap fase yang ada pada temperatur tertentu dengan komposisi
dasar tertentu juga dapat dihitung.
Meneras (Pembentukan Inti). Seperti dapat dilihat dari Tabel 15-2, komposisi dari
dendrite atau butiran yang didinginkan dengan cepat tidaklah merata. Sebagai contoh,
embrio atau nucleus pertama yang terbentuk pada temperatur R (atau sedikit di bawah
R) pada Gambar 15-4 kaya dengan paladium, tetapi bila temperatur menurun,
kandungan paladium turun sementara kandungan perak meningkat sewaktu masing-
masing ‘lapisan’ memadat. Kandungan paladium dari fase cair turun, tetapi
kandungan perak meningkat sewaktu mendekati temperatur pemadatan.
Pada temperatur pemadatan T (lihat Gambar 15-4), komposisi ‘lapisan’ terluar
dari dendrite adalah 65% paladium dan 35% perak. Cairan terakhir yang memadat
kandungan peraknya tinggi dan akan memadat di antara dendrite. Oleh karena itu,
akan terbentuk struktur teras (inti), dengan inti terdiri atas dendrite-dendrit dari
komposisi dengan temperatur pemadatan tinggi dan matriks yang mengandung
komposisi denkgan temperatur pemadatan rendah.
Contoh yang baik dari struktur inti dapat dilihat pada fotomikrograf Gambar
15-5, pada keadaan dicor (A) dan sesudah pemanasan homogenisasi (B). Struktur
dendrite yang berwarna gelap (A) mewakili inti yang terdiri atas komposisi kisaran
cair yang tinggi. Matriks yang memadat di antara dendrite-dendrit lebih muda
warnanya. Perhatikan bahwa struktur inti ini adalah struktur keseimbangan.
Kecepatan pendinginan yang digunakan dalam prosedur pengecoran normal tidak
memungkinkan diperolehnya cukup waktu bagi difusi untuk mencapai keadaan
keseimbangan. Perhatikan juga bahwa makin besar kisaran temperatur antara padat
dan cir, makin besar kecenderungan pembentukan inti.
Homogenisasi. Pada diskusi terdahulu, diandaikan terjadi pendinginan yang cepat.
Atom-atom cenderung berdifusi untuk mengurangi segregasi. Pada keadaan
seimbang, komposisi logam campur adalah 65% paladium dan 35% perak, dan difusi
atom selama pendinginan akan mengontrol situasi ini. Namun, makin cepat logam
campur didinginkan dari temperatur pencairan, makin dekat komposisinya dengan
komposisi pada Tabel 15-2; sebaliknya, selama pendinginan yang lambat, akan terjadi
difusi atom yang lebih besar dan kemungkinan yang lebih besar untuk mendapat
keseimbangan.
Jika logam campur didinginkan dengan cepat dari temperatur cair,
pembentukan inti dapat ditiadakan dengan proses pemanasan yang sama seperti
dibicarakan untuk logam tempa. Logam campur dipegang pada temperatur mendekati
temperatur pemadatan sehingga dapat terjadi difusi atomic pemadatan. Hanya sedikit
atau bahkan tidak terjadi pertumbuhan butiran sewaktu tuangan dipanaskan, dan
sering digunakan temperatur yang lebih tinggi daripada yang digunakan untuk logam
tempa. Proses pemanasan logam campur cor untuk menghilangkan perbedaan
komposisi yang disebabkan oleh pembentukan inti disebut homogenisasi.
Perbedaan kedua antara annealing dan homogenisasi adalah pada waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya homogenisasi. Kecepatan difusi atom pada truktur cor
jauh lebih lamgat daripada pada struktur yang didinginkan. Struktur cor membutuhkan
waktu berjam-jam, sementara pada temperatur yang sama, struktur yang didinginkan
dapat terekristalisasi dalam waktu beberapa menit. Akibatnya, jika struktur cor
didinginkan, akan terhomogenisasi jauh lebih cepat melalui rekristalisasi. Meskipun
demikian, logam campur cor tidak selalu dapat didinginkan, meskipun harus
dihomogenkan, suatu proses yang memakan waktu 6 jam pada temperatur tinggi
untuk logam campur yang ditunjukkan dalam Gambar 15-5B.
Logam campur gigi yang tidak homogen lebih mudah terkena karat dan korosi
dibanding logam campur yang sama sesudah dihomogenisasi. Pertimbangan ini juga
penting untuk logam campur perak-paladium, karena fase kaya perak cenderung
mudah terkena karat di dalam mulut.
Seperti diperkirakan, struktur butiran yang heterogen memberikan ketahanan
terhadap gelincir yang lebih tinggi dan kelenturan yang lebih rendah daripada struktur
yang digomogenisasi. Sesudah homogenisasi, kelenturan logam campur biasanya
meningkat.
LOGAM CAMPUR EUTETIK
Banyak sistem logam campur biner yang tidak sesederhana seperti yang dibahas di
atas yaitu sistem ini tidak larut menyeluruh baik pada keadaan padat maupun cair.
Logam cair eutetik adalah contoh dimana komponen mempunyai kelarutan cair yang
menyeluruh tetapi kelarutan padatnya terbatas.
Penggambaran paling sederhana dari logam campur eutetik adalah dua logam,
A dan B, yang sama sekali tidak larut satu sama lain pada keadaan padat. Pada
keadaan ini, beberapa butiran terdiri hanya dari logam A, sementara butiran sisanya
terdiri dari logam B. Situasi ini analog dengan larutan air asin yang dibekukan.
Meskipun dalam larutan, garam dan molekul air bercampur secara acak. Pada waktu
dibekukan, akan diperoleh campuran dari kristal-kristal garam dan kristal-kristal es
yang terbentuk terpisah satu sama lain.
Meskipun demikian, semua logam kemungkinan dapat larut satu sama lain
sampai setidaknya batas tertentu. Oleh karena itu, sistem eutetik biner dimana dua
logam larut sebagian satu sama lain, digunakan untuk penggambaran ini. Sistem
semacam ini yang penting untuk kedokteran gigi adalah sistem perak-tembaga.
Sistem Perak-Tembaga. Diagram komposisi untuk sistem perak-tembaga disajikan
dalam Gambar 15-6. Fase padat dapat diidentifikasi sebagai garis batas ABEGD dan
cair sebagai garis AED. Kelarutan padat yang terbatas dari Cu dalam Ag dan Ag
dalam cu terlihat jelas yaitu bahwa bagian utama dari diagram di bawah 780oC yang
terdiri atas regio dua fase, yang diberi label α + β. Regio ini adalah campuran mekanis
dari α, logam campur kaya perak, dengan β, logam campur kaya tembaga.
Perbedaan pertama yang perlu dicatat bila dibandingkan dengan Gambar 15-4
adalah bahwa cair dan padat bertemu pada E. Komposisi ini (71,9% perak, 28,1%
tembaga) dikenal sebagai komposisi eutetik atau eutetik saja. Kita perlu mengetahui
karakteristik logam campur eutetik berikut ini :
Temperatur (779,4oC [1434,9oF]) dimana terbentuk eutetik adalah lebih rendah
daripada temperatur penggabungan dari perak maupun tembaga (eutetik pada
hakekatnya berarti pencairan terendah) dan merupakan temperatur yang paling
rendah dimana komposisi logam campur perak dan tembaga dalam keadaan cair
seluruhnya.
Tidak ada kisaran pemadatan untuk komposisi E. Dengan kata lain, E memadat
pada temperatur yang konstan, yang merupakan karakteristik dari komposisi
eutetik. Bila hanya dilihat dari hal ini, logam campur tersebut mirip dengan logam
murni. Logam campur eutetik sering digunakan bila temperatur penggabungan
yang rendah diinginkan, misalnya, pada penyolderan. Untuk faktor lain, logam
campur ini umumnya lebih interior dibanding logam campur larutan padat.
Jika logam campur eutetik memadat, atom-atom dari logam pengisinya harus
bersegregasi untuk membentuk regio logam asal yang hampir murni. Hal ini
menyebabkan terbentuknya struktur yang khas, seperti dapat dilihat pada Gambar 15-
7A. Struktur yang berlapis-lapis terbentuk karena diperlukan difusi dalam jumlah kecil
untuk menghasikan segregasi yang dibutuhkan.
Reaksi eutetik kadang-kadang ditulis dengan skema berikut ini :
Cair → Larutan padat-α + Larutan padat-β
Disebut sebagai transformasi invariant karena terjadi pada temperatur dan komposisi
tunggal.
Ciri lain pada diagram di Gambar 15-6 adalah bahwa pemadatan pada
mulanya mengubah komposisi secara perlahan-lahan dengan menurunnya temperatur
sampai diperoleh temperatur eutetik. Selanjutnya temperatur akan tetap konstan
meskipun ada perubahan fase. Sebagai contoh, pada pemadatan dari A ke B, perak
menjadi kaya akan tembaga sewaktu temperatur menurun. Pada faktanya, kandungan
tembaga meningkat dari 0% menjadi 8,8% pada B dengan penurunan temperatur.
Pada region tembaga dari diagram, sewaktu logam campur mendingin dari D ke G,
jumlah atom – atom perak alam ruang geometri tembaga meningkat sampai 8% perak
bercampur dengan tembaga. Terlihat di sini bahwa kisi – kisi perak mengandung atom
– atom tembaga dalam larutan pada keadaan pertama dan bahwa kisi – kisi tembaga
mengandung atom – atom perak dalam larutan di ujung lain dari diagram. Dengan
kata lain, tembaga larut dalam perak sampai batas 8,8% asalkan system dipegang pada
temperatur eutetik E. atau, temperature yang dinyatakan oleh titik B.
Seperti halnya dengan larutan di mana kelarutan bahan terlarutnya dalam
pelarut terbatas, kelarutan menurun dengan menurunnya temperature. Garis solvus
dan GF menunjukkan perubahan pada kelarutan padat dari tembaga dalam perak dan
perak dalam tembaga, sewaktu temperature dari fase padat total menurun. Larutan
padat ari tembaga dalam perak disebut larutan padat , sementara perak dalam
tembaga disebut larutan padat β.
Komposisi dari berbagai logam campur dan jumlah masing – masing fase yang
ada dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti untuk larutan padat dari perak
dan paladium. Sebagai contoh, jika logam campur perak – tembaga dari tembaga 10%
dicairkan pada temperatur di atas pencairan dan dibiarkan dingin di sepanjang garis
putus-putus vertikal yang kedua (lihat Gambar 15-6), fase padat pertama akan
terkristalisasi pada 900o C (1652o F). Jika garis ikat ditarik dari garis liquidus pada
titik ini ke garis solidus, fase padat pertama adalah larutan padat dengan komposisi
4% tembaga dan 96% perak.
Jika temperatur dibiarkan turun sampai 850o C (1562o F), titik perpotongan
dari garis ikat pada garis solidus dan liquidus menunjukkan komposisi larutan padat
dari 5% tembaga; sementara fase cair sisanya adalah 15% tembaga. Bila temperatur
turun sampai temperatur eutetik, garis ikat menjadi BE. Bila mencapai temperatur
eutetik, fase cair terakhir yang memadat mempunyai komposisi eutetik dan
pemadatan, membentuk fase + pada struktur eutetik tipikal.
Jika komposisi tembaga lebih besar daripada eutetik, perubahan komposisi
sama kecuali bahwa larutan padat merupakan larutan padat pertama yang terbentuk
alih-alih larutan padat , seperti pada kasus sebelumnya. Efek seperti ini terlihat jika
komposisi dari suatu logam campur, 80% tembaga dan 20% perak, dihitung selama
pendinginan seperti dinyatakan oleh garis komposisi vertikal (garis putus-putus) ke
bagian kanan pada Gambar 15-6.
Ringkasnya, fase padat pertama yang terbentuk di atas temperatur eutetik
selalu larutan padat atau larutan padat . Butiran pertama yang terbentuk umumnya
besar, setidak-tidaknya bila dibandingkan dengan campuran dari butiran kecil yang
membentuk eutetik. Butiran yang lebih besar disebut butiran primer karena terbentuk
pertama kali. dan yang terbentuk di atas temperatur eutetik disebut sebagai atau
primer.