dewi sartika

13
dewi sartika biografi Biografi Raden Dewi Sartika adalah Pahlawan pendidikan kaum wanita Indonesia, pahlawan nasional, sekaligus tokoh panutan di kalangan masyarakat Sunda. Ia bersama Kartini adalah tokoh perempuan terkemuka Indonesia. Totalitasnya dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan di akui dan diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional sejak tahun 1966. Dewi Sartika adalah putri pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas. Ayahnya seorang patih di Bandung. Kedua Orang tuanya adalah pejuang kemerdekaan yang pernah diasingkan di Ternate (maluku). Setelah kedua orang tuanya di asingkan, Dewi Sartika kemudian di asuh pamannya (Patih Aria) yang tinggal di Cicalengka. Biodata Dewi Sartika Nama Raden Dewi Sartika tanggal lahir dewi sartika Cinean, 11 September 1947 Wafat Tasikmalaya, 11 September 1947

Upload: dita-erlyana

Post on 08-Aug-2015

100 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

biografi dewi sartika

TRANSCRIPT

Page 1: dewi sartika

dewi sartika biografi

Biografi Raden Dewi Sartika adalah Pahlawan pendidikan kaum wanita

Indonesia, pahlawan nasional, sekaligus tokoh panutan di kalangan

masyarakat Sunda. 

Ia bersama Kartini adalah tokoh perempuan terkemuka Indonesia.

Totalitasnya dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum

perempuan di akui dan diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya

gelar pahlawan nasional sejak tahun 1966. Dewi Sartika adalah putri

pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas. Ayahnya seorang

patih di Bandung. Kedua Orang tuanya adalah pejuang kemerdekaan yang

pernah diasingkan di Ternate (maluku). Setelah kedua orang tuanya di

asingkan, Dewi Sartika kemudian di asuh pamannya (Patih Aria) yang tinggal

di Cicalengka.

Biodata Dewi Sartika 

Nama                                        Raden Dewi Sartikatanggal lahir dewi sartika Cinean, 11 September 1947Wafat Tasikmalaya, 11 September 1947Penghargaan Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 152/1966

Page 2: dewi sartika

Riwayat hidup Raden Dewi Sartika

Semasa hidupnya, Dewi Sartika amat gigih memperjuangkan nasib dan

harkat kaum perempuan. Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis

pendidikan bagi kaum perempuan. Di rumahnya,  Dewi Sartika mengajar

anggota keluarga dan kaum perempuan disekitarnya mengenai berbagai

keterampilan seperti membaca, menulis, memasak, dan menjahit. 

 

Pada tanggal 16 Juli 1904 beliau mendirikan Sakola Istri atau sekolah

perempuan di Kota Bandung. Sekolah ini menjadi lembaga pendidikan bagi

perempuan yang pertama kali di dirikan di Hindia Belanda.

Tahun 1913 Sakola Istri kemudian diganti namanya menjadi Sakola

Kautamaan Istri. Tahun 1913 mendirikan organisasi Kautamaan Istri di

tasikmalaya yang menaungi sekolah-sekolah yang didirikan Dewi

Sartika.Tahun 1929 Sakola Kautamaan Istri Berganti nama lagi menjadi

Sekolah Raden Dewi dan oleh pemerintah Hindia Belanda dibangunkan

gedung baru yang besar dan lengkap.

Sejak kecil Dewi Sartika memang telah memiliki jiwa pendidik. Beliau sering

mengajarkan baca tulis dan berlatih berbahasa Belanda kepada anak-anak

para pembantu di Kepatihan. Pola pembelajaran yang dilakukan dengan cara

sambil bermain sehingga ia amat disenangi anak-anak didiknya. 

 

Langkah yang dilakukan Dewi Sartika sejak kecil ini berdampak luas

sehingga nama Dewi Sartika di kenal luas oleh masyarakat sebagai seorang

pendidik, terutama di kalangan perempuan.

 

Dewi Sartika menikah tahun 1906, dengan Raden Kanduruan Agah

Suriawinata yang juga berprofesi sebagai pendidik sehingga keduanya

memiliki kesamaan visi dalam meajukan pendidikan di lingkungan

masyarakatnya.

Page 3: dewi sartika

Setelah terjadi Agresi militer Belanda tahun 1947, Dewi Sartika ikut

mengungsi bersama-sama para pejuang yang terus melakukan perlawanan

untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat mengungsi inilah, Dewi Sartika

sudah lanjut usia dan Wafat tanggal 11 September 1947 di Cinean Jawa

Barat. Makam Beliau kemudian di pindahkan ke Bandung.

Dewi Sartika (lahir di Bandung, 4 Desember 1884 – meninggal di Tasikmalaya, 11

September 1947 pada umur 62 tahun) adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum

perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.

Daftar isi

  [sembunyikan] 

1   Awal mula

2   Bakat pendidik

3   Beranjak remaja

4   Menikah

5   Mendirikan sekolah

6   Meninggal

7   Lihat pula

8   Rujukan

9   Pranala luar

[sunting]Awal mula

Dewi Sartika dilahirkan di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan

Raden Somanagara. Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya

bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda. Setelah ayahnya wafat,

Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka.

Oleh pamannya itu, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda,

sementara wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten

Residen berkebangsaan Belanda.

[sunting]Bakat pendidik

Page 4: dewi sartika

Sedari kecil , Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk

meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering

memperagakan praktik di sekolah, belajar baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada

anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan

genting dijadikannya alat bantu belajar.

Waktu itu, Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka

digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa

Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena waktu

itu belum ada anak (apalagi anak rakyat jelata) yang memiliki kemampuan seperti itu,

dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.

[sunting]Beranjak remaja

Setelah remaja, Dewi Sartika kembali lagi kepada ibunya di Bandung. Jiwanya yang

telah dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong

pula oleh pamannya, Bupati Martanagara, yang memang memiliki keinginan yang

sama. Tetapi, meski keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya

serta merta dapat mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada

waktu itu, membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namun karena

kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan

pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.

[sunting]Menikah

Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, beliau

memiliki visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di sekolah Karang

Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru.

Terjemahan: Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah

Suriawinata, beliau mempunyai visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru

di sekolah Karang Pamjulang, yang waktu itu merupakan sekolah Latihan Guru.

[sunting]Mendirikan sekolah

Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah

ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di

hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,

membaca, menulis dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu

Page 5: dewi sartika

Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi

Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda.

Tenaga pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny.

Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang,

menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.

Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke

Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan

pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar

pada tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki

kemampuan yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan

hartanya pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememenuhi syarat

kelengkapan sekolah formal.

Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa

Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki

cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan

Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-

Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti

menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota

kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal

tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri

didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola

Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang

berdiri di kota kewedanaan.

Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya

yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden

Déwi". Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh

pemerintah Hindia-Belanda.

[sunting]Meninggal

Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan

suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa

Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks

Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

Page 6: dewi sartika

Biografi Dewi Sartika

Dewi Sartika (lahir di Bandung, 4 Desember 1884 –

meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947 pada umur 62 tahun) adalah tokoh perintis

pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah

Indonesia tahun 1966. Ayahnya, Raden Somanagara adalah seorang pejuang kemerdekaan.

Terakhir, sang ayah dihukum buang ke Pulau Ternate oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga

meninggal dunia di sana. Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda , Nyi Raden

Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh

menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. 

Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan

sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai

kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang

nyonya Asisten Residen bangsa Belanda. Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat

pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan,

beliau sering memperagakan praktik di sekolah, mengajari baca-tulis, dan bahasa Belanda,

kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan

genting dijadikannya alat bantu belajar. 

Raden Dewi Sartika yang mengikuti pendidikan Seko lah Dasar di Cicalengka, sejak kecil

Page 7: dewi sartika

memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan. Dikatakan demikian karena sejak

anak-anak ia sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Sebagai contoh, sebagaimana

layaknya anak-anak, biasanya sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain sekolah-sekolahan

dengan teman-teman anak perempuan sebayanya, ketika itu ia sangat senang berperan

sebagai guru. Waktu itu Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka

digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda

yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena di waktu itu belum

banyak anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan

oleh seorang anak perempuan. 

Berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu

pengetahuan, maka ia berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, ia

sudah tinggal di Bandung. Perjuangannya tidak sia-sia, dengan bantuan R.A.A.Martanegara,

kakeknya, dan Den Hamer yang menjabat Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu, maka pada

tahun 1904 dia berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”. Sekolah

tersebut hanya dua kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah.

Maka untuk ruangan belajar, ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung.

Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung,

membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam dan pelajaran agama. 

Sekolah Istri tersebut terus mendapat perhatian positif dari masyarakat. Murid- murid

bertambah banyak, bahkan ruangan Kepatihan Bandung yang dipinjam sebelumnya juga tidak

cukup lagi menampung murid-murid. Untuk mengatasinya, Sekolah Isteri pun kemudian

dipindahkan ke tempat yang lebih luas. Seiring perjalanan waktu, enam tahun sejak didirikan,

pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi Sekolah Keutamaan Isteri.

Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata

Page 8: dewi sartika

pelajaran juga bertambah. 

Ia berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang

baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Maka untuk itu, pelajaran yang berhubungan

dengan pembinaan rumah tangga banyak diberikannya. Untuk menutupi biaya operasional

sekolah, ia membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi

beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya. Salah

satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari berbagai pihak terutama dari Raden

Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya, yang telah banyak membantunya mewujudkan

perjuangannya, baik tenaga maupun pemikiran. 

Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola

Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang

sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota

kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh,

tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan

Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan

Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan

Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. 

Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya

pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Bulan September 1929,

Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang

kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi

Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda. 

Page 9: dewi sartika

Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang

yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu

itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di

Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman

Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di

kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung. 

Jangan tanya apa yang telah diberikan negara kepadamu, tapi apa yang telah kamu berikan

pada negaramu. Kata bijak tersebut sangat tepat menjadi panduan semua bangsa yang hendak

menobatkan seseorang sebagai penerima gelar kehormatan ‘pahlawan’ di negaranya.

Terlepas dari bentuk atau cara perjuangannya, seorang pahlawan pasti telah berbuat sesuatu

yang heroik untuk bangsanya sesuai kondisi zamannya. Demikian halnya dengan Raden Dewi

Sartika. Jika pahlawan lain melakukan perjuangan untuk bangsanya melalui perang frontal

seperti angkat senjata, Dewi Sartika memilih perjuangan melalui pendidikan, yakni dengan

mendirikan sekolah. Berbagai tantangan, khususnya di bidang pendanaan operasional sekolah

yang didirikannya sering dihadapinya. Namun berkat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk

membangun masyarakat negerinya, sekolah yang didirikannya sebagai sarana pendidikan

kaum wanita bisa berdiri terus, bahkan menjadi panutan di daerah lainnya. 

Raden Dewi Sartika adalah salah satu pahlawan wanita dalam bidang pendidikan.

Namanya memang tidak sebesar RA Kartini dan tanggal kelahirannya tidak

diperingati sebagaimana hari kelahiran Kartini. Tetapi peranannya dalam

memajukan pendidikan kaum wanita pribumi tidak kecil. Karena itu pada tahun

1966 pemerintah mengangkat Dewi Sartika sebagai pahlawan nasional.

Page 10: dewi sartika

Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884. Beliau adalah putri kedua

dari lima bersaudara dari kalangan bangsawan Sunda. Ayahnya bernama Raden

Rangga Somanagara, Patih Bandung. Sedangkan Ibunya adalah Raden Ayu

Rajapermas, putri Bupati Bandung Raden Adipati Wiranatakusumah IV (1846-1876).

Saat Dewi Sartika berusia sembilan tahun dan bersekolah di kelas III ELS

(Europesche Lagere School), ayahnya dituduh terlibat dalam percobaan

pembunuhan terhadap Bupati Bandung R.A.A. Martanagara dan para pejabat

Belanda di Kota Bandung pada 1893. Tuduhan itu membuat ayahnya dibuang ke

Ternate, disamping itu teman dan kerabatnya menjauhi keluarganya karena takut

dituduh terlibat dalam peristiwa itu. Dewi pun berhenti sekolah dan dibawa pindah

oleh uwaknya yang menjabat sebagai Patih Cicalengka. Di sana ia mendapat

pendidikan keterampilan wanita bersama anak-anak lainnya. 

Sejak kecil Dewi sudah menunjukkan bakat sebagai pendidik. Di waktu

senggangnya, ia sering bermain "sekolah-sekolahan" dengan anak-anak pegawai

kepatihan sementara ia sendiri menjadi gurunya. Ia mengajar baca-tulis dan bahasa

Belanda dengan menggunakan papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan

genting yang dijadikannya alat bantu belajar. Dan ia pun kemudian bercita-cita

mendirikan sekolah untuk memajukan  anak-anak gadis, baik anak menak maupun

anak somah.

Keinginannya mendirikan  sekolah diwijudkannya ketika ia sudah kembali ke

Bandung. Atas bantuan Bupati Bandung R.A.A. Martanagara dan didukung C. den

Hamer, inspektur sekolah, ia membuka Sakola Isteri pada 16 Januari 1904. Pada

1910 kemudian diganti menjadi Sakola Kautamaan Isteri sedangkan pada 1914

diganti menjadi Sakola Raden Dewi. Di sekolah khusus wanita ini, murid-muridnya

mendapat pelajaran keterampilan wanita selain pelajaran umum. Disini juga

Page 11: dewi sartika

diajarkan pelajaran agama Islam, yang tidak diajarkan di sekolah-sekolah bergaya

Barat.

Sekolah ini makin berkembang dengan jumlah murid yang semakin banyak. Dibuka

pula cabang-cabangnya di berbagai kota di Jawa Barat seperti Bogor, Serang,

Ciamis, bahkan di Sumatra Barat. Maka pemerintah Hindia Belanda memberi tanda

penghargaan bintang mas (gouden ster) sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. 

Raden Dewi Sartika menikah pada 1906 dengan Raden Kanduruan Agah

Suriawinata, seorang guru di Sekolah Karang Pamulang Bandung dalam usia 22

tahun. Pada zaman itu, perempuan lain di usia tersebut biasanya sudah memiliki

beberapa anak.

Pada masa pendudukan Jepang, Raden Dewi dicurigai sebagai NICA hingga ia harus

menyingkir ke Garut dan akhirnya ke Cineam. Di Cineam, Tasikmalaya, Dewi Sartika

wafat pada 11 September 1947 dengan meninggalkan enam orang anak.